Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

KIMIA DASAR

DISUSUN OLEH :
NAMA : RIZQI OKTAVINA SUNARSO PUTRI
NIM : 14/17064/THP
KELAS : STPK
JURUSAN : TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
KELOMPOK : IV
ACARA : IODOMETRI
CO.ASS : INDES RIENERA NOVITASARI

INSTITUT PERTANIAN STIPER


YOGYAKARTA
2014
I. ACARA : Iodometri
II. TANGGAL : 2 Oktober 2014
III. TUJUAN : Menetapkan kadar larutan yodium dengan larutan tiosulfat
IV. DASAR TEORI
Iodometri adalah titrasi redoks yang melibatkan titrasi iodin yang
diproduksi dalam reaksi dengan larutan standar tiosulfat (Wikipedia, 2014).
Iodometri merupakan salah satu analisa titrimetrik yang secara tidak
langsung untuk zat yang bersifat oksidator seperti besi III, dan tembaga II.
Zat–zat ini akan mengoksidasi iodida yang ditambahkan membentuk iodin.
Iodin yang terbentuk ditentukan dengan menggunakan larutan baku natrium
tiosulfat. Dalam hal ini ion iodide sebagai pereduksi diubah menjadi iodium
yang nantinya dititrasi dengan larutan baku Na2S2O3. Cara ini digunakan
untuk penentuan oksidator H2O2. Pada oksidator ditambahkan larutan KI
dan asam sehingga akan terbentuk iodium yang akan dititrasi dengan
Na2S2O3. Sebagai indicator, digunakan larutan kanji. Titik akhir titrasi pada
iodometri apabila warna biru telah hilang (Ihatiefmahmudy, 2013).
Dalam menentukan zat pereduksi, iod bebas bereaksi dengan larutan
natriumtiosulfat sebagai berikut Na2S2O3 + I2 → 2 NaI + Na2S4O6 :pada
reaksi tersebut terbentuk senyawa natrium tetrationat, Na2S4O6 , garam dari
asam tetrationat (Wikipedia, 2014).
Ketika larutan natrium tiosulfat dititrasi dengan larutan iod berwarna
coklat gelap yang karakteristik dengan iod akan hilang. ketika semua
Na2S4O6 telah teroksidasi, maka kelebihan larutan iod akan menjadikan
cairan tersebut berwarna kuning pucat. karena itu dalam iodometri
memungkinkan titrasi tanpa menggunakan indikator. na0mun kelebihan iod
pada akhir titrai memberikan warna yang samar, sehingga penetapan titik
akhir titrasi (ekivalen) menjadi sukar. karena itu lebih disukai
menggunakan reagen yang senditif terhadap iod sebagai indikator; yaitu
larutan kanji yang membentuk senyawa adsorpsi berwarna biru dengan iod.
dengan adanya larutan kanji, titik ekivalen ditentukan dari kenampakan
warna biru yang tetap pada kelebihan penambahan satu tetes iod.
sebaliknya, dimungkinkan juga untuk menitrasi larutan iod dengan tiosulfat
sampai kelebihan satu tetes tiosulfat menghilangakan warna biru larutan.
dalam kasus ini larutan kanji harus ditambahkan pada saat akhir titrasi
mendekati titik ekivalen, ketika iod tunggal sedikt dan larutan yang dititrasi
berwarna kuning. jika larutan kanji yang ditambahkan pada awal titrasi,
ketika masih banyak terdapat iod dalam larutan, maka sejumlah besar
senyawa iod-kanji yang terbentuk akan bereaksi lambat dengan tiosulfat.
dengan mengetahui normalitas larutan iod, volume iod dan tiosulfat yang
digunakan dalam titrasi, kita dapat memperoleh noramlitas titran (larutan
tiosulfat. sebaliknya normalitas titran larutan iod dapat dihitung dari
normalitas tiosulfat yang diketahui. berbagai zat pereduksi yang mampu
mereduksi I2 menjadi ion I- ditentukan dengan cara sama, antaranya H2SO3,
H3AsO3, HSbO3, H2S bebas, SnCl2 (Wikipedia, 2014).
Karena zat pereduksi ditentukan dengan titrasi menggunakan larutan
iod, maka dalam penentuan zat pengoksidasi didasarkan pada reduksi oleh
ion I- sehingga harus digunakan larutan KI untuk titrasi. namun
kenyataanya titrasi ini tidak dapat dijalankan karena untuk menentukan titik
ekivalenya tidak mungkin. Ketika oksidator seperti K2Cr2O7 dititrasi
dengan larutan KI, menurut reaksi berikut: K2Cr2O7 + 6KI + 14HCL → 3I2
+ 8 KCl + 2 CrCl3 + 7H2O : akhir reaksi ditandai oleh penghentian
pelepasan iod. Namun keadaan tersebut tidak dapat diamati. ketika larutan
digunakan sebagai indikator, pengamatan I2 yang muncul dapat terpantau
dengan mudah (warna biru) namun bukan ketika tercapai pembentukan I2
pertama kali. Dalam kasus ini digunaan metoda substitusi tidak langsung,
yaitu pada campuran kalium iodida dan larutan asam (dalam jumlah
berlebih) ditambahkan dengan volume tertentu oksidator yang akan
ditentukan (sebagai contoh larutan K2Cr2O7 ). Kemudian dibiarkan sekitar 5
menit untuk menyelesaikan reaksi tersebut. Selanjutnya ion yang
dilepaskan dititrasi dengan tiosulfat. Banyaknya grek iod ekivalen dan grek
tiosulfat akan sama dengan zat pengoksidasi (K2Cr2O7) (Wikipedia, 2014).
V. ALAT DAN BAHAN
1. Alat :
a. Erlenmeyer (250 ml) : 3 buah
b. Buret : 1 buah
c. Gelas ukur (25 ml) : 1 buah
d. Corong : 2 buah
e. Pipet ukur (10 ml) : 1 buah
f. Ball Pipet : 1 buah
2. Bahan :
a. Aquades : 30 ml
b. Yodium : 15 ml
c. Larutan N2S2O3 0,1 N : 25 ml
d. Indikator amilum : 3 ml
VI. CARA KERJA
1. Masukkan yodium 5 ml kedalam erlenmeyer
2. Encerkan dengan aquades 10 ml
3. Masukkan natrium tiosulfat sebanyak 25 ml kedalam buret
4. Titrasi larutan yodium dengan natrium tiosulfat.
5. Amati perubahan warna dan catat volume natrium tiosulfat
6. Tambahkan amilum 1 ml kedalam larutan yodium yang telah dititrasi
(larutan akan berubah warna menjadi biru).
7. Larutan tersebut dititrasi lagi menggunakan natrium tiosulfat hingga
berubah warna menjadi jernih. Catat volume natrium tiosulfat.
8. Lakukan percobaan sebanyak tiga kali.
VII. HASIL PENGAMATAN
1. Tabel Pengamatan
a. Percobaan I
No. Va Vt Vt-Va Warna Awal Warna Akhir
1. 25 25,2 0,2 Coklat Jernih
2. 25,2 25,3 0,1 Coklat Kuning Muda
3. 25,4 25,6 0,2 Coklat Jernih

b. Percobaan II
No. Va Vt Vt-Va Warna Awal Warna Akhir
1. 29,4 29,5 0,1 Biru Muda Jernih
2. 29,5 29,6 0,1 Biru Tua Jernih
3. 30,1 30,1 0,1 Biru Muda Jernih

2. Perhitungan
a. Volume Terpakai I = (Vt-Va)1+(Vt-Va)1
= (0,2) + (0,1)
= 0,3 ml
Volume Terpakai II = (Vt-Va)2+(Vt-Va)2
= (0,1) + (0,1)
= 0,2 ml
Volume Terpakai III = (Vt-Va)3+(Vt-Va)3
= (0,2) + (0,1)
= 0,3 ml
0,3+0,2+0,3
Volume Rata-rata =
3
= 0,26 ml.
b. Normalitas (N)
Grek I2 = Grek N2S2O3
Va Na = Vb Nb
5 ml x Na = 0,26 ml x 0,1 N
0,26 ml x 0,1 N
Na =
5 ml
Na = 0,0052 N
c. Gram I2
Gram I2 = BE x N xV
254 mg
= x 0,0052 mgrek/ml x 5 ml
2 mgrek

= 3,302 mg
d. Kadar (I2)
3,302 mg
Kadar (I2) = x100%
5 𝑚𝑙
= 66,04%
Jadi dalam 5 ml larutan iodium terdapat 3,302 mg I2 (66,04%).
VII. PEMBAHASAN
Iodometri adalah analisa titrimetrik yang secara tidak langsung
untuk zat yang bersifat oksidator seperti besi III, tembaga II. Zat–zat ini
akan mengoksidasi iodida yang ditambahkan membentuk iodium. Iodium
yang terbentuk ditentukan dengan menggunakan larutan baku natrium
tiosulfat. Tujuan iodometri adalah untuk menentukan kadar larutan iodium
dengan larutan tiosulfat. Titik akhir titrasi iodometri ialah apabila warna
biru telah hilang (Ihatiefmahmudy, 2013).
Metode analisis dengan reaksi reduksi-oksidasi (redoks) adalah
analisis yang terdiri dari perubahan valensi dari bahan-bahan yang
bereaksi. Reaktan yang mengalami kehilangan elektron dalam reaksi
redoks adalah bahan pereduksi dan dapat diidentifikasi dari persamaan
untuk reaksi dimana atom reaktan dikonversi ke tingkat yang lebih tinggi
2I- ————-> I2 + 2e. Maka, bahan pengoksidasi adalah reaktan
yang menerima elektron dalam reaksi redoks. Iodimetri adalah oksidasi
kuantitatif dari senyawa pereduksi dengan menggunakan iodium. Iodium
merupakan oksidator lemah. Sebaliknya natrium tiosulfat merupakan
reduktor (Anonima, 2011).
Pada Praktikum kali ini, percobaan dilakukan menggunakan
larutan Iodium yang direaksikan dengan larutan natrium thiosulfat.
Larutan iodium dibuat dengan cara mengencerkan iodium 5 ml dengan
aquades sebanyak 10 ml. larutan ini dikocok agar menjadi larutan
homogen atau tercampur rata. Lalu didapatkan larutan berwarna coklat.
Setelah itu larutan iodium dititrasi menggunakan larutan standard natrium
tiosulfat. Titrasi dilakukan hingga tiga kali. Namun dikarenakan terjadi
kebocoran pada buret, percobaan pertama dan kedua yang kami lakukan
mengalami kegagalan sehingga kami mendapatkan larutan yang berwarna
jernih, bukan kuning muda. Ini terjadi karena larutan natrium tiosulfat
yang tercampur kedalam erlenmeyer berlebihan yaitu sebanyak 0,2 ml.
Sedangkan pada percobaan kedua larutan yang kami dapat berwarna
kuning muda karena hanya dititrasi dengan natrium tiosulfat sebanyak 0,1
ml.
Setelah dititrasi ditambahkan indikator amilum sebanyak 0,1 ml.
pada larutan pertama dan ketiga, karena mengalami kegagalan pada titrasi
pertama maka kami hanya mendapatkan warna biru muda setelah
ditambahkan amilum. Sedangkan pada larutan kedua, didapatkan warna
biru tua yang sangat pekat. Penambahan amilum yang dilakukan saat
mendekati titik akhir titrasi dimaksudkan agar amilum tidak membungkus
iod karena akan menyebabkan amilum sukar dititrasi untuk kembali ke
senyawa semula Pemberian amilum terlalu awal akan berakibat warna biru
sulit sekali lenyap sehingga titik akhir tidak kelihatan tajam lagi. Bila iod
masih banyak sekali bahkan dapat menguraikan amilum dan hasil
penguraian ini mengganggu perubahan warna pada titik akhir
(Ihatiefmahmudy, 2013).
Larutan dititrasi lagi menggunakan natrium tiosulfat. Hasilnya
adalah berupa larutan berwarna jernih. Setelah percobaan dilakukan, maka
data yang telah didapat kemudian dihitung. Volume natrium tiosulfat yang
terpakai dihitung dari volume natrium tiosulfat pada titrasi pertama dan
titrasi kedua sehingga didapatkan rata-rata volume terpakai sebanyak 0,26
ml. Setelah diketahui jumlah volume rata-rata, maka dapat dihitung
normalitas Iodin menggunakan rumus perbandingan antara grek iodin
dengan grek natrium tiosulfat. Hasilnya, normalitas dari iodin adalah
sebanyak 0,0052 N. Kemudian menghitung berat iodin menggunakan
rumus perkalian antara berat ekivalen (berat molekul dibagi valensi)
dengan normalitas dan volume iodin. Didapatkan berat iodin sebanyak
3,302 mg.
Untuk mengetahui kadar iodin dalam berat/volume, maka dihitung
dengan cara membagi berat iodin dengan volume iodin, dikali seratus
persen. Didapatlah hasil sebanyak 66,04%.
Jadi dalam 5 ml larutan iodium terdapat 3,302 mg I2.
IX. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang dapat diambil praktikan setelah melakukan
kegiatan praktikum Yodometri antara lain :
1. Iodometri adalah salah satu metode volumetri yang dilakukan dengan
cara titrasi.
2. Larutan standard yang digunakan dalam titrasi volumetri ini adalah
larutan natrium tiosulfat 0,1 N.
3. Larutan iodium yang dititrasi dengan natrium tiosulfat harus
mendapatkan larutan akhir berwarna kuning muda, bukan jernih agar
dapat bereaksi dengan amilum.
4. Penambahan amilum dilakukan pada saat mendekati titik akhir titrasi
agar amilum tidak membungkus iod. Karena menyebabkan amilum sukar
dititrasi ke senyawa semula.
5. Larutan iodium yang ditambahkan amilum sebanyak 1 ml akan berwarna
biru tua.
6. Warna biru tua akan lenyap seketika ketika dititrasi menggunakan
natrium tiosulfat sehingga harus penitrasian harus dilakukan sedikit demi
sedikit untuk mendapatkan hasil dengan ketelitian yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2014. “Buku Petunjuk Praktikum Kimia Dasar”. Institut Pertanian


Stiper, Yogyakarta.
Anonima, 2011. Sumber: http://rgmaisyah.wordpress.com/2011/04/01/iodimetri-
iodometri/. Diakses pada tanggal 14 oktober 2014 pukul 15.01 WIB
Ihatiefmahmudy, 2013”Titrasi Iodometri”. http:// Ihatiefmahmudy.com. Diakses
pada tanggal 12 September 2014, pukul 18:59 WIB
Wikipedia, 2014. “Iodometri”. http://Wikipedia.com. Diakses pada tanggal 12
September 2014, pukul 18:48 WIB.

Yogyakarta, 14 Oktober 2014


Mengetahui
Co.Ass Praktikan

(Indes Rienera Novitasari) (Rizqi Oktavina Sunarso Putri)

Anda mungkin juga menyukai