Anda di halaman 1dari 6

PENETAPAN KADAR CUPRI SULFAT

1. Metode : iodometri
2. Prinsip
Cupri dari sampel (CuSO4) direduksi oleh KI menjadi Cupro iodida dan iodium.
Banyaknya I2yang dihasilkan dititrasi oleh Na2S2O3. Adanya indikator amilum yang
berwarna biru dalam larutan I2 akan hilang warnanya apabila titrasi telah berakhir
yang ditandai dengan hilangnya warna biru dari amilum.
3. Reaksi
CuSO4 . 5 H2O → CuSO4 + 5 H2O
2 CuSO4 + 4 KI → 2 CuI ↓+ 2 K2SO4 + I2
I2 + 2 Na2S2O3→ 2 NaI + Na2S4O6
4. Dasar teori

Titrasi iodometri adalah salah satu jenis titrasi redoks yang melibatkan iodium.
Titrasi iodometri termasuk jenis titrasi tidak langsung yang dapat dipergunakan untuk
menetapkan senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksidasi yang lebih besar
daripada sistem iodium iodide atau senyawa-senyawa yang bersifat oksidator seperti
CuSO4.5H2O. Berbeda dengan titrasi iodometri yang mereaksikan sampel dengan
iodium, maka pada proses iodometri ini, sampel yang bersifat oksidator direduksi
dengan KI berlebih dan akan menghasilkan I2 yang selanjutnya dititrasi dengan
larutan baku natrium tiosulfat (Na2S2O3). Banyaknya volume
Na2S2O3 yangdipergunakan sebagai titran setara dengan banyaknya sampel (Asip &
Thomas,2013:24-25).
Warna dari sebuah larutan iodin 0,1 N cukup intens sehingga iodin dapat
bertindak sebagai indikator bagi dirinya sendiri. Iodin juga memberikan warna ungu
atau violet yang intens untuk zat-zat pelarut seperti karbon tetraklorida dan kloroform,
terkadang kondisi ini dipergunakan dalam mendeteksi titik akhir dari titrasi-titrasi.
Namun demikian, suatu larutan (penyebaran koloidal) dari kanji lebih umum
dipergunakan, karena warna biru gelap dari kompleks iodin-kanji bertindak sebagai
suatu tes yang amat intensif untuk iodin. Mekanisme pembentukan kompleks yang
berwarna ini tidak diketahui, namun ada pemikiran bahwa molekul-molekul iodin
bertahan dipermukaan -amylose, suatu konstituen dari kanji. Larutan-larutan kanji
dengan mudah didekomposisinya oleh bakteri, dan biasanya sebuah substansi, seperti
asam borat, ditambahkan sebagai bahan pengawat (Day &Underwood,1999:297).
Dalam proses analitik, iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi (iodimetri)
dan ion iodida digunakan sebagai pereaksi reduksi (iodometri). Relatif beberapa zat
merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi secara langsung dengan
iodium. Maka jumlah iodimetris adalah sedikit. Akan tetapi banyak pereaksi oksidasi
yang cukup kuat untuk bereaksi sempurna dengan ion iodida, dan ada banyak
penggunaan proses iodometrik. Suatu kelebihan ion iodida ditambahkan ke pereaksi
oksidasi yang ditentukan, kemudian dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat. Reaksi
antara iodium dan tiosulfat berlangsung dengan sempurna.
Iodium hanya sedikit larut dalam air (0.00134 mol per liter pada 25 0C), tetapi
agak larut dalam larutan yang mengandung ion iodida. larutan iodium standar dapat
dibuat dengan menimbang langsung iodium murni dan pengenceran dalam botol
volumetrik. Iodium, dimurnikan dengan sublimasi dan ditambahkan pada suatu
larutan KI pekat, yang ditimbang dengan teliti sebelum dan sebelum penembahan
iodium. Akan tetapi biasanya larutan distandarisasikan terhadap suatu standar primer,
As2O3 yang paling biasa digunakan (Rivai, 1995).
5. Referensi
Asip, dan Thomas Okta. 2013. Adsobsi H2S pada gas alam menggunakan membrane
keramik dengan metode titrasi iodometri. Jurnal teknik kimia, Vol 4. No 19.
Day, R.A. dan Underwood, A.L., 1999, Analisis Kimia Kuantitatif, Edisi Keenam,
Erlangga, Jakarta.
Basset. J etc. 1994. Buku Ajar Vogel, Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Rivai, Harrizul. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta : Penerbit UI
6. Alat-alat
Alat yang digunakan adalah buret 50 ml, statif dan klem, Beaker gelas 100 ml,
labu ukur 50 ml, labu ukur 100 ml, kaca arloji, pipet volume 10,0 ml, Erlenmeyer 250
ml, corong gelas, tangkai pengaduk, sendok reagen, timbangan analitik.
7. Reagensia
Reagensia yang digunakan adalahK2Cr2O7 0,1 N, Na2S2O3 0,1 N, HCl 3 N, KI,
dan Indikator amilum.
8. Cara kerja
 Standarisasi standar sekunder natrium tio sulfat (Na2S2O3) dengan kalium
bikromat (K2Cr2O7)
1. Pipet 10,0 ml standar primer K 2Cr2O7 0,1 N + 10 ml aquadest + 5 ml HCl 3 N
dan masukkan ke dalam Erlenmeyer
2. Kemudian titrasi dengan larutan standar sekunder iodium 0,1 N sampai terjadi
perubahan warna dari bening menjadi biru tua
3. Catat hasil titrasi
4. Hitung konsentrasi standar sekunder iodium
 Penetapan kadar cupri sulfat
1. Timbang 1,5 gram sampel dilarutkan dengan aquadest dan dimasukkan
kedalam labu ukur 100 ml kemudian ditambah aquadest sampai tanda batas.
2. Kedalam Erlenmeyer dipipet 10,0 ml larutan tersebut dan ditambah 3 ml HCl
3 N + seujung sendok KI, tutup rapat dengan plastik
3. Kemudian dititrasi dengan standar Na2S2O30,1 N sampai larutan berwarna
kuning muda
4. Selanjutnya ditambah 1 ml indikator amilum 1% titrasi dilanjutkan sampai
warna biru hilang (putih susu)
5. catat hasil titrasi.
6. titrasi dilakukan 2 kali.
9. Pengamatan : timbul warna biru pada akhir titrasi
 Standarisasi
Hasil titrasi : -
 Penetapan kadar
Hasil titrasi : 12,8 ml
10. Perhitungan
 Penetapan kadar cupri sulfat

Diketahui : Normalitas Na2S2O3= 0, 096 N

Mr CuSO4= 249,5 g/ mol

Ditanya : kadar dalam sampel ?

Jawab :

2 mol CuSO4 ~ 1 mol I2 ~ 2 mol Na2S2O3 = 2 grek

1 grek CuSO4 = ½ mol

1 mek CuSO4 = ½ mmol

Mek zat yang dititrasi = mek zat yang menitrasi

Mek CuSO4= mek Na2S2O3

=V×N

= 26,3× 0,099

= 2,6037 mek

2,6037 mek CuSO4 = 2,6037 × ½ mmol

= 1,301 x 249,5

mgr
=324,5
10 ml

mgr
=03245
10 ml

100
Kadar CuSO4 dalam larutan = 03245 ×
10

gr
= 3,245
100 ml
3,245
Kadar CuSO4 dalam sampel = × 100%
1,5 gr

=216,3%

11. Kesimpulan

Dapat disimpulkan bahwa kadar CuSO4 dalam sampel adalah 216,3%.

12. Gambar

13. Pembahasan
titrasi iodometri yaitu titrasi tidak langsung dimana oksidator yang dianalisis kemudian
direaksikan dengan ion iodide berlebih dalam keadaan yang sesuai,yang selanjutnya iodium
dibebaskan secara kuantitatif dan dititrasi dengan larutan standar.
Pada percobaan ini menggunakan larutan standar primer kalium bikromat untuk
menstandarisasikan larutan Na2S2O3.Standarisasi ini dilakukan karena konsentrasi natrium
tiosulfat belum diketahui.Dalam pembuatan larutan Na2S2O3 tidak stabil untuk waktu yang
lama.
Indikator yang digunkan adalah indicator kanji.Pemilihan indicator kanji ini karna kanji
dapat membentuk senyawa absorbs dengan iodium yang dititrasi dengan natrium
tiosulfat.Sedangkan fungsi dari penambahan KI adalah garam pengoksida iodide secara
kuantitatif menjadi iodium dalam larutan berasam.Setelah KI bereaksi dengan larutan
asam ,larutan tidak dibiarkan untuk waktu yang cukup lama untuk berhubungan dengan
udara,KI ini harus bebas dari iodat karena zat ini akan bereaksi dengan larutan berasam
untuk membebaskan iodium.Untuk itu larutan tersebut harus di diamkan di tempat yang
gelap.
Kemudian larutan tersebut dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat.Setelah
dititrasi sampai larutan berwarna kuning mudah,kemudian larutan ditambahkan indicator
kanji sebanyak 2 mL sehingga larutan berubah menjadi warna biru.
Maksud penambahan idikator kanji pada saat larutan berwarna kuning mudah adalah
pada saat itu konsentrasi I2 sudah dalam keadaan seminimal mungkin.Setelah penambahan
indicator kanji sebanyak 2 ml titrasi dilanjutkan sampai warna biru pada larutan hilang
sehingga didapatkan normalitas Na2S2O3 0,0940 ek/L.
Sedangkan pada penentuan kadar CuSO4 , CuSO4 yang telah dilarutkan dengan
aquadest ditambahkan dengan asam asetat dan KI sehingga dihasilkan larutan berwarna
kuning kecoklatan ,dan ada endapan berwarna kuning keruh.
Penambahan KI bertujuan agar KI mampu mereduksi tembaga II menjadi tembaga I
sedangkan tembaga II tersebut teroksidasi menjadi I2 dalam larutan berasam,sehingga
membentuk iodide.

Anda mungkin juga menyukai