Anda di halaman 1dari 4

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil
4.1.1 Standardisasi Larutan Na2S2O3
Penambahan Titik Akhir
Sampel Kondisi Awal
Indikator Titrasi
KIO3

Larutan Berubah warna Larutan bening


berwarna orange menjadi hijau
kehitaman
Volume titran = 10,1 ml
4.1.2 Penentuan Kadar Cl dalam Air Kolam
Penambahan Titik Akhir
Sampel Kondisi Awal
Indikator Titrasi
Air Kolam

Larutan bening Berubah warna Larutan bening


menjadi biru
Volume titran = 2,1 ml
4.2 Perhitungan
4.2.1 Standardisasi Larutan Na2S2O3
V KI O3 × N KI O3
N Na2S2O3 =
V N a2 S2 O3
5 ml × 0,1 M
= 10 ,1 ml
0,5
= 10,1

= 0,0495
4.2.2 Penentuan Kadar Cl dalam Air Kolam
V N a2 S2 O 3 × N N a 2 S2 O3 ×BE Cl
Kadar Cl = x 100%
Vsampel × 1000
2,1 × 0,0495 × 35,5
= x 100%
5 × 1000
36,9022
= x 100%
5000
= 0,000738044 x 100%
= 0,0738%
4.3 Pembahasan
Iodometri adalah metode umum untuk menentukan konsentrasi zat
pengoksidasi dalam larutan. Iodometri melibatkan titrasi tidak langsung iodin
yang dibebaskan melalui reaksi dengan analit. Iodometri adalah titrasi terhadap
iodium yang dibebaskan dari suatu reaksi redoks, menggunakan larutan standar
Na2S2O3 (Padmaningrum, 2008).
Adapun tujuan dilakukannya percobaan kali ini adalah agar mahasiswa
mampu memahami metode analisis secara kuantitatif dengan metode iodometri
dan iodimetri. Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan iodometri dengan
sampel air kolam. Alat yang digunakan pada praktikum kali ini antara lain, batang
pengaduk, buret, corong, erlenmeyer, gelas kimia, gelas ukur, labu ukur, sendok,
dan spatula. Untuk indikator yang digunakan adalah indikator amilum (tepung
kanji).
Dalam titrasi iodometri, larutan kanji digunakan sebagai indikator karena
dapat menyerap I2 yang dilepaskan. Penyerapan ini akan menyebabkan larutan
berubah warna dari biru tua menjadi tidak berwarna bila dititrasi dengan larutan
standar tiosulfat. Indikator amilum (kanji) yang digunakan harus selalu dalam
keadaan segar dan baru karena larutan kanji mudah terurai oleh bakteri sehingga
untuk membuat larutan indikator yang tahan lama hendaknya dilakukan sterilisasi
atau penambahan suatu pengawet (Quraishi, 2017).
Dalam menentukan konsentrasi suatu larutan asam atau basa diperlukan
suatu larutan baku. Standardisasi larutan merupakan proses saat konsentrasi
larutan standar sekunder ditentukan dengan tepat dengan cara menitrasi dengan
larutan standar primer. Pada percobaan ini Na2S2O3 distandarisasi terlebih dahulu
dengan larutan KIO3. Menurut Ganjar & Rohman (2009), Na2S2O3 perlu
distandarisasi untuk mendapatkan konsentrasi Na2S2O3 yang sesungguhnya karena
Na2S2O3 tergolong dalam larutan standar sekunder yang tidak tersedia dalam
keadaan murni.
Larutan KIO3 diukur sebanyak 5 ml dan KI sebanyak 2,5 ml lalu
dimasukkan ke dalam erlenmeyer kemudian dikocok. Ditambahkan H2SO4
sebanyak 2,5 ml ke dalam ke dalam erlenmeyer. Menurut Haryadi (1990), fungsi
penambahan H2SO4 untuk memberikan suasana asam karena titrasi harus
berlangsung dalam suasana asam. Jika tidak berlangsung dalam suasana asam
maka sampel akan bereaksi dengan hidroksida. Dalam suasana asam, KIO3 dapat
mengoksidasi KI menjadi I2 bebas yang berwarna orange kecoklatan. I2 bebas
tersebut dapat dititrasi dengan Na2S2O3 hingga terjadi perubahan warna kuning.
Persamaan reaksi yang terjadi:
2S2O32- + I2 → S4O62- + 2I-
Indikator amilum ditambahkan ketika mendekati titik akhir titrasi.
Menurut Samsuar dkk (2017), indikator amilum sebaiknya ditambahkan sesaat
sebelum titik ekuivalen terjadi untuk mengurangi kesalahan titrasi agar tidak
terbentuk kompleks yang sukar larut dalam air sehingga akan menghambat proses
penentuan konsentrasi sebuah larutan. Perubahan warna yang terjadi pada titrasi
kali ini yaitu larutan berwarna kuning pekat menjadi kuning muda setelah dititrasi
dengan larutan Na2S2O3, kemudian berubah warna menjadi biru tua karena
panambahan indikator kanji. Dititrasi terus hingga warna biru hilang. Titik akhir
titrasi ditandai dengan perubahan warna biru/hijau kehitaman menjadi larutan
bening. Hal ini sesuai dengan literatur Mulyani (2018), penambahan indikator
amilum pada titrasi iodometri akan menyebabkan larutan menjadi berwarna biru
kehitaman. Namun, ketika dititrasi terus dengan Na2S2O3 akan menunjukkan hasil
yang berbeda yaitu perubahan warna larutan menjadi bening. Persamaan reaksi
yang terjadi:
+
I2 + 2S2O32- H→ S4O62- + 2I-

Adapun volume titran yang didapatkan adalah 10,1 ml dan berdasarkan


hasil standardisasi yang telah dilakukan diperoleh nilai normalitas dari larutan
Na2S2O3 adalah 0,0495 N.
Pada penentuan kadar klorin dalam air kolam, dimasukkan 5 ml air kolam
ke dalam erlenmeyer lalu ditambahkan 2,5 ml KI dan 2,5 ml H2SO4. Menurut
Prastomo (2019), penambahan KI adalah sebagai oksidator yang akan mengubah
iodium menjadi iodida dan penambahan H2SO4 untuk memberikan suasana asam
karena titrasi harus berlangsung dalam suasana asam. Sama halnya dengan
penentuan normalitas, dilakukan titrasi dengan Na2S2O3 hingga warna menjadi
kuning, lalu ditambahkan indikator amilum hingga berubah menjadi biru.
Indikator amilum ditambahkan ketika mendekati titik akhir titrasi. Dilakukan
titrasi lagi dengan Na2S2O3 hingga warna biru hilang. Titik akhir titrasi ditandai
dengan perubahan warna biru/hijau kehitaman menjadi larutan bening kembali.
Persamaan reaksi yang terjadi:
Cl2 + 2I- → 2Cl- + I2
+
I2 + 2S2O32- H→ S4O62- + 2I-

Adapun volume titran yang didapatkan adalah 2,1 ml dan kadar klorin
dalam air kolam sebesar 0,07380%. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI
Nomor 32 Tahun 2017, kadar sisa klor dalam air kolam renang adalah sebesar 1-3
mg/l. Kadar sisa klor tersebut sengaja dipertahankan agar dapat membunuh kuman
patogen yang ada di dalam air serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan
terhadap pengguna kolam renang. Kadar sisa klor yang terlalu tinggi dalam air
dapat menyebababkan gangguan kesehatan berupa gejala yang dialami oleh
pengguna kolam renang. Efek kesehatan yang umumnya muncul atau dirasakan
oleh seseorang setelah terpapar klorin terlalu tinggi adalah iritasi pada kulit, dada
terasa sesak, gangguan pada tenggorokan, batuk, dan iritasi pada mata.

Anda mungkin juga menyukai