Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH ETNOEKOLOGI

MATA KULIAH ETNOBOTANI


(ABKC2312)
Disusun Oleh:
Kelompok IV
Fitri Ani Lumban Tobing (1810119120008)
Jauharati (1810119220015)
Jiyaunnajah (1810119220014)
Lalu Anang Ilmi (1810119110001)
Mita Astrina (1810119320010)
Muhamad Farhan Azhari (1810119210001)
Pipin Widyawati (1810119120027)
Rabiatul Adawiyah (1810119320019)
Riska Yulia Putri (1810119120017)
Rizka Annida Fiqriani (1810119320011)
Siti Mardiah (1810119220022)
Siti Wahidah (1810119120028)

Dosen Pengampu:
Dr Dharmono M.Si.
Mahrudin S.Pd., M.Pd.
Nurul Hidayati Utami S.Pd., M. Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
SEPTEMBER
2019
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT atas anugrahnya dan rahmatnya kita mampu
menyelesaikan sebuah karya tulis yang berupa Makalah yang begitu sederhana dan
salawat beserta salam tak lupa kita anugrahkan kepada junjungan kita nabi muhammad
SAW yang telah membawa umatnya,yang dulunya berseteru sekarang menjadi satu,
yang dulunya menyembah berhala, sekarang menyembah allah ta’ala, yang dulunya
biadab sekarang menjadi beradab ,dan ia adalah seorang revolusioner sejati pembawa
cahaya kebenaran yang tak tertandingi oleh semua ilmuan dimuka bumi.

Makalah ini disusun sebagai tugas kelompok matakuliah Etnobotani pada


mahasiswa ULM FKIP/PENDIDIKAN BIOLOGI dengan judul;”Etnoekologi”

Tidak ada manusia yang lahir sempurna,begitupun dengan makalah yang kami
susun yang lahir dengan penuh keterbatasan,dalam menyusun makalah ini kami
membutuhkan bantuan dari semua pihak baik itu berupa moril maupun materil.Akhir
kata kami ucapkan terima kasih atas perhatiannya dan kami menunggu kritik dan saran
untuk kami agar mampu membuat makalah yang lebih baik lagi kedepannya.

Banjarmasin,18 September 2019

Penyusun

Kelompok IV

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................iii
BAB I ........................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ........................................................................................................ 2
BAB II ...................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ...................................................................................................................... 3
A. Pengertian Etnoekologi............................................................................................... 3
B. Ekologi dan Adaptasi Manusia Dengan Alam.......................................................... 4
C. Bentuk Adaptasi Hewan, Tumbuhan, dan Manusia Berinteraksi dengan Alam.. 5
D. Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Manusia Aktif Melakukan Interaksi
dengan Alam ........................................................................................................................ 7
E. Pengaruh Tumbuhan Rambai, Eceng Gondok, dan Belimbing Wuluh Bagi
Kehidupan Manusia dan Alam Sekitarnya ...................................................................... 8
BAB III................................................................................................................................... 17
PENUTUP.............................................................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 18

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Etno-ekologi adalah cara masyarakat tradisional memaknai ekologi dan hidup


selaras dengan lingkungan alam dan sosialnya. Kehidupan masyarakat tradisional
pada umumnya amat dekat dengan alam, dan manusia mengamati alam dengan
baik, mengenal karakteristiknya sehingga mereka tahu bagaimana harus
menanggapinya (Ahimsa-Putra, 2007).

Manusia hidup di dunia ini akan melakukan interaksi dan adaptasi dengan alam.
Manusia melakukan adaptasi dan interaksi mengembangkan budaya sehingga
terjadi perubahan‐perubahan ekosistem. Pembahasan antara manusia dengan alam
memang sangat kompleks dan rumit. Kompleksitas interaksi dan adaptasi antara
manusia dengan alam tidak terlepas dari pengaruh unsur biotik dan abiotik yang
ada di lingkungan sekitarnya. Jadi apa yang disediakan alam sejogjanya dapat
dimanfaatkan manusia dalam memenuhi kehidupan manusia, tanpa merusak dan
tetap menjaga kelestarian alam.

Ilmu etnoekologi yang menjadi pokok pikirannya adalah manusia dan


lingkungan, ilmu ini merupakan jembatan menghubungkan antara ilmu
pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan kemasyarakatan. Ilmu etnoekologi
walaupun dalam kajiannya banyak menyentuh bidang ilmu lain, misalnya: migrasi
(sosiologi), komoditi yang diperdagangkan (ekonomi), ciri khas kehidupan
kelompok masyarakat tertentu (antropologi), letak bujur dan lintang suatu daerah
(ilmu geografi), ilmu etnoekologi sebenarnya menelaah watak khas suatu tempat
dalam arti luas maupun sempit yang di huni oleh manusia/masyarakat. Ilmu
etnoekologi akan tetap terikat oleh tempat tertentu atau lebih luas terikat pada
wilayah atau Negara tertentu, yang memunculkan ciri khas yang ditampilkan pada

1
wilayah tersebut akibat adanya manusia sebagai penghuni dengan segala
keinginannya yang tak terbatas.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan masalah


sebagai berikut :

1. Apa Pengertian Dari Etnoekologi?


2. Bagaimanakah Ekologi dan Adaptasi Manusia Dengan Alam?
3. Bagaimanakah Bentuk Adaptasi Hewan, Tumbuhan, dan Manusia
Berinteraksi dengan Alam?
4. Bagaimana Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Manusia Aktif
Melakukan Interaksi dengan Alam?
5. Bagaimana Pengaruh Tumbuhan Rambai, Eceng Gondok, dan Belimbing
Wuluh Bagi Kehidupan Manusia dan Alam Sekitarnya?
C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari makalah ini adalah
sebagai berikut :

1. Menjelaskan Apa Pengertian Dari Etnoekologi.


2. Menjelaskan Bagaimanakah Ekologi dan Adaptasi Manusia Dengan Alam.
3. Menjelaskan Bagaimana Bentuk Adaptasi Hewan, Tumbuhan, dan Manusia
Berinteraksi dengan Alam.
4. Menjelaskan Bagaimana Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Manusia
Aktif Melakukan Interaksi dengan Alam.
5. Bagaimana Pengaruh Tumbuhan Rambai, Eceng Gondok, dan Belimbing
Wuluh Bagi Kehidupan Manusia dan Alam Sekitarnya

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Etnoekologi

Ernest Haeckel, ahli biologi dari Jerman mempergunakan istilah ekologi untuk
pertama kali pada tahun 1868, kehidupan bersama dari tumbuhan dan hewan
merupakan persekutuan hidup yang tidak bersifat kebetulan, tetapi ada hubungan
yang saling ketergantungan satu dengan yang lainnya, hal inilah dasar mempelajari
ilmu ekologi. Kondisi ekologi akan selalu dipengaruhi dengan adanya aktifitas
manusia (N. Daldjoeni 1982). Dasar‐dasar ilmu etnoekologi sebenarnya sudah ada
sejak tahun 50‐an, yaitu: berasal dari ilmu bangsa‐bangsa (etnologi) (N. Daldjoeni
1982). Ilmu etnoekologi yang menjadi pokok pikirannya adalah manusia dan
ekologi yang merupakan jembatan menghubungkan antara ilmu pengetahuan alam
dan ilmu pengetahuan kemasyarakatan. Pemisahan Ilmu pengetahuan alam dan
ilmu pengetahuan kemasyarakatan di dalam ilmu etnoekologi bersifat semu, hal ini
karena dalam memahami dan mempelajari hubungan manusia dan ekologi tak
dapat dipisahkan.

Etnoekologi merupakan ilmu yang membahas mengenai hubungan yang erat


antara manusia, ruang hidup, dan semua aktifitas manusia di bumi (Hilmanto,
2007). Hubungan antara manusia dengan lingkungannya ditentukan oleh
kebudayaan setempat sebagai pengetahuan yang diyakini serta menjadi sumber
sistem nilai (Mulyati, 2006), misalnya pemanfaatan lahan melalui sistem bera
(mengistirahatkan lahan dalam tenggang waktu tertentu) yang berlaku pada suku
Dani (Tambunan, 2008), praktik-praktik tradisional masyarakat suku Haruku,
memiliki aturan hukum adat, yang disebut sasi (larangan untuk mengambil hasil
alam tertentu) pada masyarakat suku Haruku (Pulau Haruku) (Agustrino, 2004) dan

3
pemanfaatan embung pada masyarakat suku Sasak di Kabupaten Lombok
Timur (Wiyasa, 2004).

Etnoekologi juga memiliki manfaat yaitu, Sebagai tempat penghasil oksigen


(o2). Daun belimbing tujuk , bisa dipakai sebagai pestisida agar hama pada tanaman
lain hilang. Digunakan burung, serangga atau semut sebagai rumah tempat
bersarang.

Ilmu etnoekologi pada perkembangannya ini mencakup ke dalam usaha


pertanian, perikanan, perkebunan, dan kehutanan (etnoforestry). Ilmu etnoekologi
tidak hanya membahas tentang suatu etnis/bangsa/penduduknya tetapi juga
didukung oleh: struktur geologi, iklim, mata pencaharian penduduknya, agama, ras,
bahasa, sejarah dan bentuk pemerintahan yang dijabarkan untuk dipahami di suatu
wilayah. Kausalitas antara fenomena‐fenomena yang terjadi di suatu wilayah
merupakan hal yang terpenting dalam pembahasan ilmu etnoekologi.

Ilmu etnoekologi lebih mengarahkan kepada cara berpikir dan menganalisis


secara multi prosesual yang artinya mahasiswa, siswa, peneliti, dan dosen dituntut
menganalisis dan berpikir dalam berbagai jenis proses baik berupa fisis, sosial,
ekonomi, politik, budaya, dan religius. Contoh menurut Daldjoeni 1982: curah
hujan, pembentukan tanah, pembentukan harga komoditi (politik ekonomi kopi di
Brazilia, politik ekonomi gula di Indonesia), minyak bumi di Saudi Arabia,
percampuran ras di Hawaii, dan shintoisme di Jepang.

B. Ekologi dan Adaptasi Manusia Dengan Alam

Secara naluri, semakin tinggi kemampuan manusia beradaptasi maka akan


semakin lama menempati suatu daerah, tetapi semakin rendah kemampuan manusia
beradaptasi manusia maka akan meninggalkan tempat tersebut dan akan mencari
tempat yang baru. Manusia melakukan migrasi dari daerah satu ke daerah lainya
secara alami sesuai dengan kemampuan adaptasi mereka. Hasil adaptasi manusia

4
dapat berupa: mata pencaharian, perumahan, pakaian, peralatan rumah tangga,
peralatan berkebun, membuka lahan, dan lain sebagainya.

Manusia dalam melakukan adaptasi dengan lingkungan tidak akan terlepas


dengan adanya sumberdaya. Lingkungan sebagai habitat manusia untuk melakukan
semua aktifitasnya merupakan suatu sumberdaya. Menurut Spencer (1973) geograf
Amerika mendefinisikan sumberdaya secara sederhana, yaitu: segala barang atau
bahan serta kondisi yang dapat dinilai setelah dipahami seluk‐beluk hasil, proses,
dan manfaatnya (N. Daldjoeni 1982).

C. Bentuk Adaptasi Hewan, Tumbuhan, dan Manusia Berinteraksi dengan


Alam

Adaptasi dilakukan baik oleh hewan, tumbuhan, dan manusia. Adaptasi yang
dilakukan berbeda satu dengan yang lainnya dengan caranya masing‐masing yang
khas. Perbedaan bentuk adaptasi dan interaksi ini membedakan manusia dengan
makhluk hidup lainnya dengan mengembangkan budaya.

1. Adaptasi Hewan

Hewan dalam melakukan adaptasi terhadap lingkungan berpikir secara


naluri dan instingtif, tetapi hewan tidak mampu untuk menghindarkan diri
dari pengaruh alam yang sifatnya datang secara langsung. Ada
kecenderungan hewan melakukan adaptasi terhadap alam menggunakan
naluri dan insting mereka. Adaptasi pada hewan mengarah pada perubahan
prilaku berdasarkan naluri dan instingtif yang biasanya dilakukan dan akan
mempengaruhi anatominya dan siklus hidupnya seperti mencari makan,
berkembang biak, dan melakukan perkawinan. Contoh, adaptasi pada
hewan: bulu pada hewan, musim birahi dan reproduksi, warna khas kulit
dan bulu. Adaptasi‐ adaptasi hewan tersebut bisa menjadi petunjuk alam
(bio‐indikator) untuk mengamati perubahan‐perubahan alam yang terjadi
disekitar kita, hal ini dapat dilihat pada pembahasan sistem waktu pertanian

5
masyarakat lokal menggunakan petunjuk alam (Rudi Hilmanto 2009,
2010).

2. Adaptasi tumbuhan

Faktor‐faktor lingkungan sangat mempengaruhi fungsi fisiologis,


bentuk anatomis, dan siklus hidup tumbuhan. Adaptasi tumbuhan biasanya
cenderung mengikuti perubahan alam yang terjadi. Adaptasi tumbuhan
berupa fenomena‐fenomena menahan penguapan berlebihan, toleransi
terhadap tingkat garam, waktu munculnya bunga, bentuk‐bentuk masing‐
masing spesies secara anatomis, atau siklus hidup tumbuhan
tersebut. Adaptasi‐adaptasi tumbuhan tersebut bisa menjadi petunjuk alam
(bio‐indikator) untuk mengamati perubahan‐perubahan alam yang terjadi
disekitar kita, hal ini dapat dilihat pada pembahasan sistem waktu pertanian
masyarakat lokal menggunakan tanda‐tanda alam (Rudi Hilmanto 2009,
2010).

3. Adaptasi Manusia

Manusia dalam melakukan adaptasi tidak memodifikasi secara


anatomis tetapi lebih mengarah pada mengubah prilaku serta budaya
sebagai respon terhadap lingkungan di sekitarnya. Manusia memiliki
kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan abiotik dan
biotiknya. Manusia tidak hanya sebagai mahkluk dari dunia hewan dan
tumbuhan, tetapi juga sebagai pemilik kekuatan yang besar untuk
melakukan adaptasi. Setiap masyarakat memiliki kemampuan dan cara‐cara
adaptasi dan interaksi berbeda yang diwariskan dari generasi ke generasi
dan selanjutnya dikembangkan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang merupakan unsur‐unsur budaya masyarakat. Manusia memiliki pola
adaptasinya lebih tinggi hal ini karena kebudayaan yang yang mereka
miliki.

6
Manusia memiliki budaya yang tidak bisa lepas dari bagian lingkungan
biotik dan lingkungan abiotik, sehingga untuk tujuan kelestarian alam dan
kelestarian manusia, kita harus menjaga keseimbangan antara ketiga unsur
tersebut yaitu budaya, lingkungan biotik, dan lingkungan abiotik. Hal ini
menunjukan bahwa semua aktivitas budaya manusia tidak boleh
menyebabkan rusaknya atau terganggunya lingkungan biotik dan abiotik
sebagai sumberdaya untuk memenuhi semua aktivitas hidup manusia yang
tak terbatas.

D. Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Manusia Aktif Melakukan


Interaksi dengan Alam

Bentuk interaksi dan adaptasi manusia dengan alam, yaitu: adanya aktivitas
manusia mengubah bentang alam di bumi ini, baik lingkungan biotik dan
lingkungan abiotik. Membuka ladang, melakukan domestikasi hewan‐tumbuhan,
melakukan penghijauan, membuat bendungan, dan membuat sistem irigasi
merupakan contoh bentuk interaksi dan adaptasi manusia. Manusia dalam
berinteraksi dengan lingkungannya tidak bisa lepas dengan faktor
geografis. Menurut N. Daldjoeni (1982) kehidupan manusia dipengaruhi oleh 8
(delapan) faktor geografis, yaitu:

1. Relief menentukan dalam kegiatan transportasi; perbedaan relief yang


sangat berbeda menyebabkan perbedaan iklim.
2. Sumber‐sumber mineral/sumberdaya alam bisa menimbulkan kondisi
konflik di daerah tersebut.
3. Perbandingan luas daratan dengan luas lautan/sungai suatu wilayah yang
menentukan apakah masyarakat tersebut merupakan wilayah agraris atau
wilayah maritim yang mempengaruhi pada mata pencaharian
masyarakatnya.

7
4. Tanah yang menentukan tingkat kesuburan daerah. Tanah yang subur
menyebabkan tidak meratanya jumlah kepadatan penduduk.
5. Jenis flora dan fauna yang mempengaruhi kegiatan ekonomi dan kondisi
pangan, sandang, dan papan.
6. Air sangat menentukan suatu wilayah dapat atau tidak untuk dihuni dengan
baik untuk daerah non maritim.
7. Lokasi serta unsur relasi spatial (keruangan) lainya seperti posisi, jarak
dengan tempat lain; suatu daerah memiliki luas dan bentuk yang berarti
adanya persatuan bangsa, pertumbuhan ekonomi, serta kontak dengan
daerah lain baik secara budaya maupun politik.
8. Iklim menentukan jenis makanan/minuman yang dikonsumsi. Daerah yang
agraris mempengaruhi hasil pertanian. Musim sedikit banyak
mempengaruhi sistem kerja masyarakat sepanjang tahun terutama di daerah
agraris atau maritim.
E. Pengaruh Tumbuhan Rambai, Eceng Gondok, dan Belimbing Wuluh
Bagi Kehidupan Manusia dan Alam Sekitarnya
1. Tumbuhan Rambai

Klasifikasi tumbuhan rambai:

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Malpighiales

Famili : Phyllanthaceae

Genus : Baccaurea

Spesies : B. motleyana

8
Sumber : Tribunnews.com 2019

Rambai adalah tumbuhan yang hidup liar dan dapat dijumpai di beberapa
pekarangan rumah warga pada Kalimantan Selatan, rambai merupakan
tumbuhan khas lahan basah. Selain itu tanaman rambai ini juga cukup adaptif
di daerah lahan rawa, baik rawa pasang surut maupun rawa lebak. Tumbuhan
rambai berupa tanaman keras atau tahunan, tinggi 10-20 m. Memiliki daun
tunggal dengan bentuk memanjang. Tumbuhan rambai memiliki potensi yang
baik untuk dikembangkan sebagai obat alami, khususnya antibakteri. Buah
Rambai dapat dimakan secara langsung oleh manusia dalam keadaan mentah,
maupun diolah terlebih dahulu dengan direbus atau bisa juga dijadikan selai.
Selain itu juga buah rambai dapat dimakan oleh hewan-hewan yang ada
disekitar pohon tersebut, salah satunya hewan yang berhidung panjang yaitu
bekantan. Buah rambai memiliki kandungan nutrisi, manfaat buah ini antara
lain:

a. Menjaga kesehatan kulit


b. Menjaga kesehatan pencernaan
c. Baik untuk ibu hamil pasca melahirkan

9
d. Menjaga kadar gula darah
e. Mengatasi dehidrasi
f. Membantu mencerahkan kulit

Manfaat tanaman rambai bagi manusia sangat beragam. Buah rambai yang
masak bisa langsung dimakan atau dibuat bahan minuman yang dicampur sirop
dan es batu. Kulit buah rambai yang licin dan asam bisa dimanfaatkan sebagai
pencampur bumbu kuah sayuran dan pepesan ikan. Kulit batangnya yang
berwarna cokelat muda dapat digunakan sebagai pencampur ramuan jamu atau
obat tradisional untuk penyakit tertentu. Selain itu, kulit tersebut dipakai untuk
mewarnai kain. Bila dicampur dengan akar pohon harendong dapat
menghasilkan warna merah terang. Kayunya dapat digunakan sebagai bahan
perabot rumah tangga. Biasanya kayu rambai yang dikeringkan dapat dipakai
sebagai kayu bakar, terutama dahan-dahan yang agak kecil beserta rantingnya
(Tatang, et al, 2000).

2. Eceng Gondok

Klasifikasi Eceng Gondok:

Kingdom : Plantae

Sub Kingdom : Viridiplantae

Infra Kingdom : Streptophyta

Super Divisi : Embryophyta

Divisi : Tracheophyta

Sub Divisi : Spermatophytina

Kelas : Magnoliopsida

Super Ordo : Lilianae

10
Ordo : Commelinales

Famili : Pontederiaceae

Genus : Eichhornia kunth

Spesies : Eichhornia crassipes (Mart.) Solms

Sumber : Tribunnews.com 2017

Eceng Gondok adalah jenis tumbuhan yang hidup dengan cara mengapung
di air. Tanaman dengan nama ilmiah Eichhornia Crassipes ini sangat mudah
ditemukan hidup di rawa-rawa atau sungai di berbagai daerah di Indonesia.
Masing-masing daerah pun memiliki beberapa nama khusus untuk tanaman
Eceng Gondok ini, misalnya di Lampung dinamakan Ringgak, di Dayak
dinamakan Ilung-ilung, di Manado dinamakan Tumpe, dan di Palembang
dinamakan Kelipuk.

Eceng gondok tumbuh di kolam-kolam dangkal, tanah basah dan rawa,


aliran air yang lambat, danau, tempat penampungan air dan sungai. Tumbuhan
ini dapat beradaptasi dengan perubahan yang ekstrem dari ketinggian air, arus
air, dan perubahan ketersediaan nutrien, pH, temperatur dan racun-racun dalam

11
air. Pertumbuhan eceng gondok yang cepat terutama disebabkan oleh air yang
mengandung nutrien yang tinggi, terutama yang kaya akan nitrogen, fosfat dan
potasium (Laporan FAO). Kandungan garam dapat menghambat pertumbuhan
eceng gondok seperti yang terjadi pada danau-danau di daerah pantai Afrika
Barat, di mana eceng gondok akan bertambah sepanjang musim hujan dan
berkurang saat kandungan garam naik pada musim kemarau.

Ikan di sungai yang memiliki eceng gondok sangat leluasa bertelur dan
menjadikannya rumah tempat bersarang. Tidak heran ikan dapat berkembang
biak dengan mudah pada eceng gondok tersebut. Meski merupakan keluarga
tanaman, Eceng Gondok juga dapat menjadi pupuk organik bagi tanaman
lainnya. Caranya dengan menghancurkan Eceng Gondok, kemudian dicampur
bersama decomposer. Lalu lakukan proses fermentasi. Pupuk ini dapat dipakai
untuk menyuburkan sayuran dan buah – buahan.

Yang paling menakjubkan adalah Eceng Gondok memiliki manfaat untuk


menyembuhkan beberapa penyaakit. Di antaranya radang tenggorokan,
gangguan saluran buang air kecil, dan penyakit kulit. Caranya untuk mengobali
radang tenggorokan dan saluran buang air kecil adalah dengan merebus
tanaman Eceng Gondok. Dengan air kemudian minum airnya. Sedangkan untuk
menyembuhkan penyakit kulit caranya dengan hancurkan terlebih dulu Eceng
Gondok, beri sedikit garam, letakan pada bagian kulit yang sakit seperti bisul.

Meski eceng gondok memiliki banyak manfaat dan kegunaan, eceng


gondok juga memiliki Efek negative untuk alam sekitar dari tumbuhnya
tanaman Eceng Gondonk di antaranya:

a. Menyumbat saluran air


Rata – rata air danau dan rawa dialirkan kembali ke bagian lain
seperti sungai. Dan air memang sangat dibutuhkan oleh sawah.

12
Tanaman Eceng Gondok yang tumbuh liar dan tidar terkontrol
memang dapat menyumbat saluran air.
b. Merusak kapal
Ada banyak masyarakat Indonesia yang masih menggunakan kapal
sebagai kendaraan. Eceng Gondok kerap menjadi penyebab kapal –
kapal tersebut mengalami mogok. Untuk kapal yang beremesin
Eceng Gondok dapat merusak mesin karena mudah menyangkut
dalam mesin. Sedangkan untuk perahu biasa, perahu akan sulit
berjalan karena terhalang tanaman ini.
c. Menjadi sampah
Eceng Gondok yang mati akan turun ke dasar rawa atau danau. Dan
ini menjadi penumpukan sampah di dasara rawa dan danau.
d. Mematikan pertumbuhan di dalam air
Banyak ikan yang mati dan air yang tercemar akibat tumbuhnya
tanaman Eceng Gondok. Eceng Gondok menghalangi cahaya
matahari masik ke dalam air. Sehingga kandungan oksigen dalam
air terhambat.
e. Menjadi sarang penyakit
Eceng Gondok yang tumbuh liar memang menjadi sarang penyakit.
Tidak sedikit bakteri ataupun hewan bervirus yang tumbuh di
tumpukan Eceng Gondok dan menyebabkan beberapa penyakit
timbul dan menghampiri warga sekitar.
3. Belimbing wuluh
Klasifikasi Belimbing Wuluh:

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

13
Ordo : Geraiales

Famili : Oxalidaceae

Genus : Averrhoa

Spesies : Averrhoa bilimbi L.

Sumber : Tribunnews.com 2017

Belimbing wuluh di Indonesia dikenal dengan pohon buah yang mudah


tumbuh, dan terkadang tumbuh liar pada tempat yang tidak ternaungi dan cukup
lembab. Belimbing wuluh dikenal juga dengan nama belimbing sayur, karena
sering dimanfaatkan untuk bumbu masak sayur. Selain untuk bumbu masak,
belimbing wuluh juga dimanfaatkan untuk obat tradisional, jus dan campuran
ramuan jamu.

Belimbing wuluh dikenal dengan nama yang berbeda-beda di tiap negara,


seprti bimbling plum, bliblin (creole), blimbi, cucumber tree, tree sorrel
(English), kamias (Filipino), blimblim, blinblin, carambolier bilimbi zibeline

14
blonde (French), belimbing asam, belimbing wuluh (Indonesia), tralong tong
(Khmer), belimbing asam, belimbing buloh (Malay), grosella china, mimbro,
vinagrillo (Spanish) dan kaling pring, taling pling (Thai).

Sumber genetik dari keankekaragaman belimbing wuluh diduga terdapat di


Malaysia. Dikenal 2 macam belimbing, yaitu belimbing yang buahnya manis
disebut belimbing manis (carambola) dan belimbing yang rasanya asam yang
biasa disebut belimbing wuluh. Kedua jenis belimbing tersebut sudah lama
berkembang di Indonesia sehingga dianggap sebagai tanaman asli Indonesia.
setelah berkembang di Indonesia, tanaman belimbing menyebar ke philiphina
dan Negara lainnya yang berada disekitar asia tenggara, lalu menyebar
keseluruh dunia (Purwaningsih. 2016:6-7).

Berikut ini adalah beberapa manfaat belimbing wuluh bagi tubuh:

a. Meredakan batuk dan pilek, Apabila Anda batuk maka tambahkanlah


ekstrak buah belimbing wuluh ke sirup obat batuk yang hendak Anda
minum. Kandungan di dalam belimbing wuluh bisa meredakan batuk
dan pilek yang sedang Anda alami. Selain itu, rasa asam pada belimbing
wuluh bisa membuat sirup obat batuk Anda terasa lebih menyegarkan.
b. Meredakan demam dan flu, Cuaca yang tidak mendukung sering kali
membuat tubuh mudah terserang demam dan flu. Hal ini akan lebih
rentan bila daya tahan tubuh Anda sedang lemah. Jika Anda terkena
demam gunakanlah belimbing wuluh. Manfaat belimbing wuluh bisa
digunakan untuk meredakan demam dan flu. Kandungan vitamin C
yang melimpah pada belimbing wuluh akan meningkatkan sistem
kekebalan tubuh Anda. Rebuslah buah belimbing wuluh lalu
konsumsilah air rebusan belimbing wuluh.
c. Mengatasi alergi, Tidak sedikit orang yang menderita hipersensitivitas
atau alergi. Alergi yang dimiliki oleh orang-orang tidaklah sama. Ada

15
yang alergi makanan tertentu, obat tertentu, udara atau debu, dan
lainnya. Gangguan alergi ini dikarenakan adanya masalah pada sistem
kekebalan tubuh terhadap zat tertentu. Bagi Anda yang terindikasi
memiliki alergi secara medis maka konsumsilah jus buah belimbing
wuluh secara teratur. Ini dapat mengurangi alergi yang Anda miliki.
d. Mengobati infeksi akibat gigitan serangga, Belimbing wuluh juga
memiliki manfaat untuk melawan bakteri yang masuk melalui gigitan
serangga. Kandungan zat yang terdapat pada batang dan daun belimbing
wuluh bersifat antibiotik yang bisa mengatasi infeksi kuman akibat
gigitan serangga.
e. Mengatasi penyakit diabetes, Bagi Anda yang menderita penyakit
diabetes, Anda bisa menggunakan belimbing wuluh. Belimbing wuluh
dapat mengontrol kadar gula darah Anda. Manfaat belimbing wuluh
juga bisa menurunkan kadar gula darah. Kadar gula darah secara
berangsur bisa menjadi normal kembali dengan menggunakan
belimbing wuluh. Konsumsilah jus buah belimbing wuluh secara
teratur. Selain itu, Anda juga bisa mengonsumsi dalam belimbing wuluh
yang telah direbus

16
BAB III

PENUTUP

3.1.Kesimpulan
Etnoekologi dapat diartikan sebagai upaya manusia dalam beradaptasi dengan
lingkungan, cara manusia menggunakan lingkungan, dan juga keselarasan hidup sosial
dengan lingkungan alam manusia,dan pendekatan kajian dibagi menjadi 4 yaitu
pendekatan keruangan,pendekatan ekologi,pendekatan sejarah,pendekatan sistem dan
etnoekologi tumbuhan seperti tumbuhan rambai,eceng gondok,belimbing wuluh serta
manfaatnya dan sebagai tempat tinggal hewan.
3.2.Saran
Dan diharapkan, dengan diselesaikannya makalah ini, baik pembaca maupun
penyusun dapat menerapkan etnoekologi.Diaplikasikan dalam kehidupan dalam
bentuk mengetahui tanaman obat,tumbuhan yang mampu meningkatkan taraf hidup
masyarakat dalam berbangsa dan bertanah air Agar indonesia negeri tercinta makin
jaya dan maju.

17
DAFTAR PUSTAKA

Hilmanto, Rudi, 2010. Etnoekologi. Bandarlampung : Penerbit Universitas Lampung

Hilmanto, Rudi, 2010. Analisis Penelusuran dan Perekaman Teknik Pengelolaan


Lahan Untuk Standardisasi Kegiatan Produksi Komoditas Agroforestri Lokal.

Hudayana, Bambang, 2013. Elnoekologi. Dari http://biolog-


indonesia.blogspot.com/2013/06/etno-ekologi.html?m=1 (Diakses pada 17 September
2019)

Jumiarti, Ode. 2017. Jurnal Eksplorasi Jenis Dan Pemanfa Atan Tumbuhan Obat Pada
Masyarakat Suku Muna Di Permukiman Kota Wuna

Susanto, Denny, 2011. Mangrove Rusak, Bekantan Terdesak. Dari Tribunnews.com


(Diakses pada 17 September 2019)

Effendi, Ridwan, 2006. Bahan Belajar Mandiri 6: Interaksi Manusia dan Lingkungan.
Pendidikan Lingkungan Sosial Budaya dan Teknologi (PLSBT). Dari
http://file.upi.edu/BBM.pdf. (Diakses pada 17 September 2019)

Zoer’aini Djamal Irwan. 1992. Prinsip‐Prinsip Ekologi dan Organisasi Ekosistem


Komunitas dan Lingkungan. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.

Clifford Geertz. 1976. Involusi Pertanian Proses Perubahan Ekologi di


Indonesia. Diterjemahkan oleh S. Supomo. Jakarta: Penerbit Bhratara K.A.

18

Anda mungkin juga menyukai