Anda di halaman 1dari 13

TUGAS

MANAJEMEN PEMASARAN STRATEGIK


REVIEW JURNAL

Dibuat Oleh:
Muhammad Noviar Rahman
1820318310009

Fakultas Ekonomi dan Bisnis


Universitas Lambung Mangkurat
2018
Judul : Integrated Marketing Communications: Practice Leads Theory
Penulis : Philip J. Kitchen, Ilchul Kim, & Don E. Schultz
Isu Penelitian : 1. Bagaimana perbedaan sikap dan persepsi tentang komunikasi pemasaran
terintegritasi di antara agensi? Apakah persepsi itu berbeda dengan periklanan dan
agensi humas? Apakah mereka berbeda di Korea Selatan, Inggris, dan Amerika
Serikat dan oleh struktur manajemen?
2. Bagaimana penggunaan proses pengembangan strategi komunikasi pemasaran
terintegritasi mempengaruhi persepsi, implementasi, dampak, dan evaluasi
pendekatan yang lebih tradisional? Apa dampak dari program komunikasi
pemasaran terintegritasi pada kedisiplinan individu?
3. Apa keuntungan, manfaat, dan hambatan untuk implementasi program
komunikasi pemasaran terintegritasi? Apa dampak komunikasi pemasaran
terintegritasi pada metrik yang ada? Jika ada, apa dampak yang dapat dimiliki oleh
standar pengukuran baru terhadap pengembangan sistem kompensasi agensi?
Metodologi : Jurnal ini menggunakan kuesioner sebagai instrumen penelitiannya. Sampel dari
Korea Selatan sebanyak 116 dari agensi periklanan dan 109 dari agensi humas.
Sampel dari Inggris sebanyak 35 dari agensi periklanan dan 23 dari agensi humas.
Dan sampel dari Amerika sebanyak 80 dari agensi periklanan dan 27 dari agensi
humas.

Hasil Penelitian:
Tabel 1 merincikan respon dari questioner yang dibagikan kepada setiap negara yang
diaggap para peneliti dapat menjadi cerminan dari seluruh agensi di negara-negara tersebut.
Sedangkan Tabel 2 berisi detail dari tagihan agensi periklanan dan agensi humas.
Tabel 3 berisi detail dari jenis kien dari kedua agensi dari ketiga negara dan table 4 berisi
seberapa kuat implementasi dari tentang komunikasi pemasaran terintegritasi. Dilihat dari tabel 3,
sistem layanan domestik / multinasional tampaknya telah mendorong pengembangan kapabilitas
komunikasi pemasaran terintegritasi di ketiga negara tersebut, karena perusahaan multinasional
lebih cenderung mengembangkan pendekatan multidisiplin komunikasi. Dan juga jumlah
perusahaan besar, menengah, dan kecil yang dilayani oleh komunikasi pemasaran terintegritasi
serupa untuk kedua jenis agensi. Temuan ini menegaskan keyakinan bahwa komunikasi pemasaran
terintegritasi Korea melayani organisasi klien besar, tetapi perusahaan kecil dan menengah di
Inggris dan Amerika Serikat. Ada juga perbedaan antara basis klien periklanan dan humas dalam
masing-masing sampel tersebut. Secara umum, jenis-jenis klien yang dilayani cenderung
mencerminkan fokus ekonomi domestik mereka dan imersi dari komunikasi pemasaran
terintegritasi didorong oleh kebutuhan ekonomi tersebut.
Tetapi jika dilihat dari tabel 4, respon dari sampel bertentangan dengan laporan di tabel 3
yang menunjukkan bahwa kekuatan dari komunikasi pemasaran terintegritasi terletak pada industri
tertentu, bukan pada permintaan dan kebutuhan pasar dan negara tertentu. Di ketiga negara di tabel
4, kedua jenis agensi sangat terlibat dalam pengembangan dan praktik komunikasi pemasaran
terintegritasi. Meskipun ini mungkin merupakan artefak dari lembaga yang merespon), ada bukti
kuat bahwa komunikasi pemasaran terintegritasi telah menjadi pendekatan yang dikembangkan
dengan baik, dipraktikkan secara luas untuk implementasi komunikasi.
Dilihat dari tabel 5, Lebih dari separuh dari klien dari semua agensi periklanan di Korea
dan AS meminta / menuntut semacam program atau kemampuan dari komunikasi pemasaran
terintegritasi. Tetapi di Inggris, situasinya justru sebaliknya: Jauh lebih sedikit dari 50 persen klien
yang meminta program komunikasi pemasaran terintegritasi. Sedangkan di agensi humas, kurang
dari 50 persen agensi humas mengatakan bahwa klien telah meminta atau menuntut program atau
kemampuan komunikasi pemasaran terintegritasi.
Tabel 7 dan 8 menunjukkan perbedaan urutan prioritas konsep komunikasi pemasaran
terintegritasi secara nasional yang bahkan lebih besar perbedaannnya dari pada antara agensi
periklanan dan public relation.
Pada tabel 9 dan 10 bisa dilihat, dalam jurnal ini ada 6 bidang yang menjadi pembatas
yaitu: periklanan, humas, promosi penjualan, pemasaran langsung, internet, dan penjualan pribadi.
Dari kedua tabel tersebut, agen periklanan menilai iklan cukup tinggi dan begitu pula perusahaan
humas. Kedua agensi juga memberi peringkat tinggi pada beberapa bentuk komunikasi lainnya
yang mengindikasikan penggunaan secara luas semua disiplin promosi.
Tabel 12 menunjukkan prediksi masa depan komunikasi pemasaran terintegritasi. Untuk
membantu menentukan masa depan komunikasi pemasaran terintegritasi, para penulis
mempertimbangkan delapan skenario yang berbeda: penulis melihat pengembangan lebih banyak
agensi layanan komunikasi; biro iklan akan memperluas layanan mereka ke wilayah marcom
lainnya; Agensi humas akan memperluas layanan mereka ke daerah marcom lainnya; klien akan
menggunakan satu biro iklan utama; klien akan menggunakan satu agensi PR besar; klien akan
menggunakan beberapa agen layanan marcom; agensi akan meningkatkan koordinasi layanan
terpadu yang mereka tawarkan kepada klien mereka; agensi akan menerima kompensasi berbasis
kinerja jika mereka dapat memimpin kampanye. Hasilnya menunjukkan bahwa agensi periklanan
dan humas kemungkinan akan memperluas layanan mereka karena klien terus fokus pada
pengiriman pesan terlepas dari jenis agensi. Namun, secara bersamaan, nampaknya agensi harus
belajar untuk lebih mengoordinasikan berbagai layanan terintegritasi yang mereka tawarkan
kepada klien.
Tabel 13 menunjukkan dampak yang diharapkan dari kerjasama dan keharmonisan antara
agensi iklan dan humas terhadap pengembangan maupun implementasi dari komunikasi
pemasaran terintegritasi.
Tabel 14 menunjukkan cara pencegahan hambatan-hambatan yang dapat menghambat
pengembangan implementasi komunikasi pemasaran terintegritasi. Pencegahannya antara lain:
keterlibatan manajemen puncak klien, dorongan untuk meningkatkan anggaran yang ada, kontrol
terhadap lembaga-lembaga yang berpartisipasi lainnya, perlawanan terhadap kontrol oleh lembaga
utama, pertempuran rumput di antara lembaga-lembaga yang berpartisipasi , struktur organisasi
yang berbeda antara agen yang berbeda, dan budaya perusahaan yang berbeda di antara agen yang
berpartisipasi.
Pada tabel 15 dan 16, bisa dilihat hasil pengukuran setelah komunikasi pemasaran
terintegritasi digunakan dan apa yang paling penting untuk dievaluasi. Mayoritas pengukuran
dilakukan “kadang-kadang” oleh lembaga di ketiga negara. tetapi, 30 persen agensi di Korea
melaporkan bahwa mereka tidak melakukan evaluasi atau penilaian hasil komunikasi pemasaran
terintegritasi. Satu kegagalan umum untuk semua pasar dan kelemahan utama komunikasi
pemasaran terintegritasi adalah tidak adanya disiplin pengukuran berstandar global yang dapat
memfasilitasi evaluasi komunikasi pemasaran terintegritasi. Di Korea, hasil evaluatif yang paling
diinginkan adalah apakah program komunikasi mencapai tujuannya, dengan sedikit perhatian
terhadap respons penjualan atau ROI. Sebaliknya, kasus untuk pengukuran ROI di agen iklan AS
dan Inggris relatif tinggi. Serta pada tabel 17 dan 18 menunjukkan seperti apa pengaturan kontrak
klien dan gambaran umum pengaturan kampanye dan kompensasi dari komunikasi pemasaran
terintegritasi.
Temuan di artikel ini menunjukkan bahwa sebagian besar lembaga di Korea, Amerika
Serikat, dan Inggris memiliki pengalaman untuk mengimplementasikan program berbasis
komunikasi pemasaran terintegritasi. Tetapi, masih ada satu masalah utama di komunikasi
pemasaran terintegritasi, yaitu: kurangnya definisi komunikasi pemasaran terintegritasi yang
diterima secara umum dan yang disetujui oleh semua responden secara universal. Kegagalan
diperumit oleh perbedaan-perbedaan yang terlihat dalam praktik oleh negara-negara dimana
penelitian ini dilakukan. Agensi Korea dan AS memberi peringkat konsistensi dalam komunikasi
sebagai tujuan utama, eksekutif agensi A.S memandang komunikasi pemasaran terintegritasi
sebagai cara untuk mengatur bisnis pemasaran mereka.
Klien tetap menjadi pendorong utama komunikasi pemasaran terintegritasi, tetapi agensi
sendiri memainkan peran yang lebih signifikan dalam menentukan apa komunikasi pemasaran
terintegritasi itu dan bagaimana penerapannya. Meskipun ada kecenderungan di ketiga negara
untuk kepemilikan bersama atas strategi implementasi, masalah evaluasi dan pengukuran tidak
memiliki konsensus yang sama. Namun, di mana perbedaan terungkap dalam hal kemampuan
komunikasi, ini didukung oleh negara tertentu dan masalah struktural lembaga. Perbedaan juga
ada dalam hal pengaturan kontrak dengan klien.
Satu temuan utama dari penelitian ini adalah bahwa hasil kampanye komunikasi pemasaran
terintegritasi belum dapat diukur secara sistematis di salah satu dari tiga negara. Selain itu, tidak
ada pengukuran standar yang menjadi pedoman yang dapat diterapkan di ketiga negara.

Kesimpulan:
Program komunikasi pemasaran terintegritasi pada dasarnya membutuhkan penggabungan
dari beberapa bidang berbeda. Konflik sering muncul, di antara agensi periklanan yang
berpartisipasi, di antara agensi humas yang tidak terbiasa bekerja bersama, di antara berbagai
disiplin ilmu dan tuntutan agensi periklanan dan humas, serta antara semua jenis agensi dan klien
yang menyatukannya. Sayangnya, menemukan dan menyelesaikan kesalahan proses implementasi
terlalu sering terjadi setelah implementasi telah terjadi, ketika beberapa jenis perencanaan yang
koheren sebelumnya dapat mengantisipasi masalah sebelum mereka mulai mengkompromikan
kemanjuran program komunikasi pemasaran terintegritasi. Selain itu, dimensi strategis
komunikasi pemasaran terintegritasi sedang dibentuk di antara responden hanya melalui
implementasi, bukan perencanaan. Upaya itu dilemahkan oleh fakta bahwa pengukuran
komunikasi pemasaran terintegritasi paling sering adalah upaya lemah yang tidak membawa
banyak otoritas. Ini adalah kegagalan yang sangat mengerikan karena pengembangan program
komunikasi pemasaran terintegritasi pada dasarnya menuntut evaluasi dan pengukuran.
Keterbatasan utama dari penelitian di jurnal ini adalah tidak mencakup pandangan atau
kontribusi dari agen media yang baru muncul yang sedang mengembangkan alat pengukuran baru
bersama dengan mitra pemasaran mereka, dan layanan yang mereka buat sering membutuhkan
waktu untuk mencapai penetrasi global. Para peneliti juga telah mengalami keterbatasan penelitian
seperti desain item, skala, ketentuan kontrol, pertimbangan budaya, industri periklanan dan humas,
dan elemen-elemen lain yang dapat berubah dalam perbandingan di antara Korea, Inggris dan
Amerika. Karena itu, para penulis mengantisipasi lebih banyak penelitian berbasis klien untuk
lebih mengevaluasi masa depan dan potensi komunikasi pemasaran terintegritas dengan lebih
jelas.

Sintesa:
Para peneliti pada jurnal ini mencoba untuk menjabarkan bagaimana komunikasi
pemasaran terintegritas yang terjadi di beberapa agensi di negara Korea, Inggris dan Amerika.
Dimana para peneliti mendapatkan datanya dari kuesioner yang dibagikan kepada agensi-agensi
di ketiga negara tersebut. Hasil dari penelitian ini cukup mengejutkan karena walaupun dengan
melakukan penelitian di 3 negara serta mendesain item, sekala penilaian, ketentuan, pertimbangan
budaya, dan 2 agensi tetapi para peneliti masih belum menemukan konsep dari komunikasi
pemasaran terintegritas yang dapat dipakai di seluruh negara di dunia. Hal ini masih menjadi suatu
yang isu untuk dapat digali atau diteliti pleh para peneliti yang akan dating agar dapat menetapkan
konsep dari komunikasi pemasaran terintegritas yang dapat digunakakan dalam berbagai pasar di
semua negara.
Lampiran

Anda mungkin juga menyukai