Anda di halaman 1dari 64

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Rumah sakit merupakan institusi pelayanan bidang kesehatan dengan bidang
preventif (pencegahan), kuratif (pengobatan), rehabilitatif maupun promotif. Kegiatan
yang dilakukan dirumah sakit memberikan dampak positif dan dampak negatif.
Dampak positif dari kegiatan dirumah sakit adalah meningkatnya derajat kesehatan
masyarakat, sedangkan dampak negatifnya antara lain adalah keberadaan sampah,
limbah medis maupun limbah non medis yang menimbulkan penyakit dan
pencemaran sehingga perlu perhatian khusus (Menkes, 2004).
Kegiatan dari rumah sakit menghasilkan limbah baik itu limbah padat, limbah
cair maupun gas. Limbah cair rumah sakit merupakan limbah infeksius yang masih
perlu pengelolaan sebelum dibuang ke lingkungan, hal ini dikarenakan limbah dari
kegiatan rumah sakit tergolong limbah B3 yaitu limbah yang bersifat infeksius,
radioaktif, korosif dan kemungkinan mudah terbakar. Selain itu, karena kegiatan atau
sifat pelayanan yang diberikan, maka rumah sakit menjadi sumber segala macam
penyakit yang ada di masyarakat, bahkan dapat pula sebagai sumber distribusi
penyakit karena selalu dihuni, dipergunakan dan dikunjungi oleh orang-orang yang
rentan dan lemah terhadap penyakit. limbah cair yang berisi zat kimiawi tidak akan
mampu dinetralisir dengan baik sehingga sangat membahayakan warga sekitar
rumah sakit.
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) merupakan bagian terpenting dari
suatu kegiatan usaha untuk meminimalisasi dampak pencemaran lingkungan. Kinerja
IPAL sangat menentukan kualitas air yang akan dibuang ke lingkungan, (Kawasaki et
al., 2011). Kurang optimalnya kinerja IPAL berpotensi tidak terpenuhinya baku mutu
yang diatur dalam Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik
Indonesia Nomor KEP-58/MENLH/12/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi
kegiatan Rumah Sakit. Limbah cair yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit
merupakan bahan pencemar bagi makluk hidup sehingga berpotensi merusak
lingkungan sekitar terutama bagi biota perairan (Iqbal, 2012). Limbah cair ini
mengandung senyawa organik yang cukup tinggi, senyawa kimia, dan bakteri patogen
yang berbahaya bagi kesehatan. Limbah cair rumah sakit sebagian besar dihasilkan
dari limbah domestik, kegiatan medis, kegiatan laboratorium, dan kegiatan pencucian
linen (Sumiyati, 2007).
Pengelolaan limbah cair rumah sakit mempunyai arti penting dalam rangka
untuk mengamankan lingkungan hidup dari gangguan zat pencemar yang ditimbulkan
oleh buangan rumah sakit tersebut, karena air limbah rumah sakit merupakan
buangan infeksius yang berbahaya bagi manusia dan lingkungan. Limbah rumah sakit
akan memberikan dampak ke lingkungan dan kesehatan masyarakat. Mengingat

1
dampak yang mungkin timbul, maka diperlukan upaya pengelolaan yang baik meliputi
alat dan sarana, keuangan dan tatalaksana pengorganisasian yang ditetapkan
dengan tujuan memperoleh kondisi. Dengan pengelolaan yang baik air limbah rumah
sakit tersebut dapat diminimalkan dan jika dibuang ke lingkungan tidak menimbulkan
dampak negatif bagi lingkungan rumah sakit maupun lingkungan sekitar rumah sakit
tersebut.
Limbah rumah sakit dapat mencemari lingkungan penduduk di sekitar rumah
sakit dan dapat menimbulkan masalah kesehatan. Hal ini dikarenakan limbah rumah
sakit mengandung berbagai jasad renik penyebab penyakit pada manusia termasuk
demam typoid, kholera, disentri dan hepatitis sehingga limbah tersebut harus diolah
sesuai dengan pengelolaan limbah medis sebelum dibuang ke lingkungan
(BAPEDAL, 1999).
Limbah medis rumah sakit dapat dianggap sebagai mata rantai penyebaran
penyakit menular. Limbah biasa menjadi tempat tertimbunnya organisme penyakit dan
menjadi sarang serangga dan tikus. Disamping itu, di dalam limbah juga mengandung
berbagai bahan kimia beracun dan benda-benda tajam yang dapat menimbulkan
gangguan kesehatan dan cidera. Partikel-partikel debu dalam limbah dapat
menimbulkan pencemaran udara yang akan menimbulkan penyakit dan
mengkontaminasi peralatan medis dan makanan (Fattah. Dkk, 2007).
Kesehatan lingkungan rumah sakit adalah upaya pencegahan penyakit
dan/atau gangguan kesehatan dari faktor risiko lingkungan untuk mewujudkan
kualitas lingkungan yang sehat baik dari aspek fisik, kimia, biologi, maupun sosial di
dalam lingkungan rumah sakit. Kualitas lingkungan rumah sakit yang sehat ditentukan
melalui pencapaian atau pemenuhan standar baku mutu kesehatan lingkungan dan
persyaratan kesehatan pada media air, udara, tanah, pangan, sarana dan bangunan,
dan vektor dan binatang pembawa penyakit. Standar baku mutu kesehatan
lingkungan merupakan spesifikasi teknis atau nilai yang dibakukan pada media
lingkungan yang berhubungan atau berdampak langsung terhadap kesehatan
masyarakat di dalam lingkungan rumah sakit. Sedangkan persyaratan kesehatan
lingkungan adalah kriteria dan ketentuan teknis kesehatan pada media lingkungan di
dalam lingkungan rumah sakit.
Dengan demikian maka upaya kesehatan lingkungan di rumah sakit dimasa
mendatang dapat dilaksanakan sehingga memenuhi standar baku mutu kesehatan
lingkungan dan persyaratan kesehatan yang mencakup seluruh dimensi, menyeluruh,
terpadu, terkini dan berwawasan lingkungan. Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan
Pengendalian Penyakit (BTKLPP) Kelas I Medan merupakan Unit Pelaksana Teknis
di Lingkungan Kementerian Kesehatan yang berada di bawah dan bertanggungjawab
kepada Direktorat Jenderal Pencegahan & Pengendalian Penyakit, sebagaimana
ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 2349/Menkes/PER/XI/2011
Tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Bidang Teknis

2
Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit, merupakan salah satu tugas
pokok kajian analisis dampak kesehatan lingkungan pada sumber faktor resiko
bersumber limbah Rumah Sakit di Kota Pematangsiantar.

1.2. Landasan Hukum


1. Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
2. Kepmenkes RI nomor : 2349/Menkes/SK/III/2011 tentang organisasi dan tata
kerja UPT di balai teknik kesehatan lingkungan dan pengendalian penyakit.
3. PerMenLHK No. P.68/Menlhk/Setjen/Kum.1/8/2016 Tentang Baku Mutu Air
Limbah Domestik
4. Permenkes No 7 Tahun 2019 Tentang Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit

1.3. Permasalahan
Kurangnya penanganan air limbah rumah sakit yang berasal dari hasil aktifitas
rumah sakit tersebut serta lemahnya manajemen rumah sakit dikhawatirkan dapat
menyebabkan penurunan kualitas lingkungan dan penyebaran penyakit di masyarakat
atau terjadinya infeksi saling silang (nosokomial).

1.4. Tujuan
1. Mengetahui sistem pengolahan air limbah cair di Rumah Sakit Kota
Pematangsiantar
2. Mengetahui dampak sumber faktor resiko yang bersumber dari limbah Rumah
Sakit terhadap masyakarat sekitar rumah sakit

1.5. Manfaat
Sebagai rekomendasi dan saran perbaikan dalam upaya meminimalkan risiko
serta mengoptimalkan kinerja IPAL sehingga menghasilkan kualitas efluen limbah cair
yang memenuhi baku mutu. Selain itu juga sebagai masukan kepada manajemen RS
untuk menentukan kebijakan terkait upaya pengelolaan lingkungan.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penggolongan Limbah Rumah Sakit

Berdasarkan Depkes RI 1992, sampah dan limbah rumah sakit adalah semua
sampah dan limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dan kegiatan
penunjang lainnya. Secara umum sampah dan limbah rumah sakit dibagi dalam dua
kelompok besar yaitu sampah atau limbah klinis dan non klinis baik padat maupun
cair.

Bentuk limbah atau sampah klinis bermacam-macam dan berdasarkan potensi


bahaya yang ditimbulkannya dapat dikelompokkan sebagai berikut: (Anshar, 2013)

1. Limbah Benda Tajam

Limbah benda tajam adalah objek atau alat yangmemiliki sudut tajam, sisi, ujung
atau bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit seperti jarum
hipodermik, perlengkapan intravena, pipet Pasteur, pecahan gelas, pisau
bedah.Semua benda tajam ini memiliki bahaya dan dapat menyebabkan cedera
melalui sobekan atau tusukan.Benda-benda tajam yang terbuang mungkin
terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan beracun
atau radio aktif.

2. Limbah Infeksius

Limbah infeksius meliputi limbah yang berkaitan dengan pasien yang


memerlukan isolasi penyakit menular (perawatan intensif).Limbah laboratorium
yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik dan ruang
perawatan/ isolasi penyakit menular.Limbah jaringan tubuh meliputi organ,
anggota badan, darah dan cairan tubuh, sampah mikrobiologis, limbah
pembedahan, limbah unit dialysis dan peralatan terkontaminasi (medical waste).

3. Limbah Jaringan Tubuh

Limbah jaringan tubuh meliputi jaringan tubuh, organ, anggota badan, placenta,
darah dan cairan tubuh lain yang dibuang saat pembedahan dan autopsy.
Limbah jaringan tubuh tidak memerlukan pengesahan penguburan dan
hendaknya dikemas khusus, diberi label dan dibuang ke incinerator.

4. Limbah Citotoksik

Limbah citotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin


terkontaminasi dengan obat citotoksik selama peracikan, pengangkutan atau
tindakan terapi citotoksik.Limbah yang terdapat limbah citotoksik harus dibakar
dalam incinerator dengan suhu diatas 1000ºC.

4
5. Limbah Farmasi

Limbah farmasi berasal dari obat-obatan kadaluwarsa, obat-obatan yang


terbuang karena batch tidak memenuhi spesifikasi atau telah terkontaminasi,
obat-obatan yang terbuang atau dikembalikan oleh pasien, obat-obatan yang
sudah tidak dipakai lagi karena tidak diperlukan dan limbah hasil produksi oabt-
obatan.

6. Limbah Kimia

Limbah kimia dihasilkan dari penggunaan kimia dalam tindakan medis,


vetenary, laboratorium, proses sterilisasi dan riset. Limbah kimia juga meliputi
limbah farmasi dan limbah citotoksik.

7. Limbah Radio Aktif

Limbah radio aktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotope yang
berasal dari penggunaan medis dan riset radionucleida. Asal limbah ini antara
lain dari tindakan kedokteran nuklir, radioimmunoassay dan bakteriologis yang
dapat berupa padat, cair atau gas.

8. Limbah Plastik

Limbah plastic adalah bahan plastic yang dibuang oleh klinik, rumah sakit dan
sarana kesehatan lain seperti barang-barang disposable yang terbuat dari
plastic dan juga pelapis peralatan dan perlengkapan medis.

Selain sampah klinis dari kegiatan penunjang rumah sakit juga menghasilkan
sampah non medis. Sampah non medis ini bisa berasal dari kantor/ administrasi
(kertas), unit pelayanan (berupa karton, kaleng, botol), sampah dari ruangan pasien,
sisa makanan buangan, sampah dapur (sisa pembungkus, sisa makanan/ bahan
makanan, sayur dll). Limbah cair yang dihasilkan rumah sakit mempunyai
karakteristik tertentu baik fisik, kimia dan biologi.Limbah rumah sakit bisa
mengandung bermacam-macam mikroorganisme, tergantung dari jenis rumah sakit,
tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang dan jenis sarana yang ada
(laboratorium, klinik dll). Tentu saja dari jenis-jenis mikroorganisme tersebut ada
yang bersifat pathogen. Limbah rumah sakit seperti halnya limbah lain akan
mengandung bahan-bahan organic dan anorganik, yang tingkat kandungannya
dapat ditentukan dengan uji air kotor pada umumnya seperti BOD, COD, TTS, pH,
mikrobiologik dan lainnya. (Arifin, 2008)

Sebagaimana termaktub dalam undang-undang No. 9 tahun 1990 tentang


pokok-pokok kesehatan, bahwa setiap warga berhak memperoleh derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya. Ketentuan tersebut menjadi dasar bagi pemerintah untuk
menyelenggarakan kegiatan berupa pencegahan dan pemberantasan penyakit,
pencegahan dan penanggulangan pencemaran, pemulihan kesehatan penerangan
dan pendidikan kesehatan kepada masyarakat. (Siregar, 2001)

5
Kegiatan rumah sakit menghasilkan berbagai macam limbah yang berupa
benda cair, padat dan gas.Pengelolaan limbah rumah sakit adalah bagian dari
kegiatan penyehatan lingkungan di rumah sakit yang bertujuan untuk melindungi
masyarakat dari bahaya pencemaran lingkungan yang bersumber dari limbah rumah
sakit. Unsur-unsur yang terkait dengan penyelenggaraan kegiatan pelayanan rumah
sakit (termasuk pengelolaan limbahnya), yaitu (Giyatmi, 2003)

– Pemrakarsa dan penanggung jawab rumah sakit

– Pengguna jasa pelayanan rumah sakit

– Para ahli, pakar dan lembaga yang dapat memberikan saran-saran

– Para pengusaha dan swasta yang dapat menyediakan sarana dan fasilitas
yang diperlukan.

Upaya pengelolaan limbah rumah sakit telah disiapkan dengan menyediakan


perangkat lunaknya yang berupa peraturan-peraturan, pedoman-pedoman dan
kebijakan-kebijakan yang mengatur pengelolaan dan peningkatan kesehatan di
lingkungan rumah sakit. Disamping itu secara bertahap dan berkesinambungan
Depertemen Kesehatan mengupayakan instalasi pengelolaan limbah rumah sakit,
sehingga sampai saat ini sebagian rumah sakit pemerintah telah dilengkapi dengan
fasilitas pengelolaan limbah, meskipun perlu disempurnakan.Namun harus disadari
bahwa pengelolaan limbah rumah sakit masih perlu ditingkatkan lagi. (Barlin, 1995)

2.2. Pengaruh Limbah Rumah Sakit Terhadap Lingkungan dan Kesehatan

Menurut Kepmenkes 1204/Menkes/SK/X/2004 petugas pengelola sampah harus


menggunakan alat pelindung diri yang terdiri dari topi/ helm, masker, pelindung
mata, pakaian panjang, apron untuk industry, sepatu boot, serta sarung tangan
khusus.

Pengaruh limbah rumah sakit terhadap kualitas lingkungan dan kesehatan dapat
menimbulkan berbagai masalah seperti:

1. Gangguan kenyamanan dan estetika, berupa warna yang berasal dari sedimen,
larutan, bau phenol, eutrofikasi dan rasa dari bahan kimia organic, yang
menyebabkan estetika lingkungan menjadi kurang sedap dipandang.
2. Kerusakan harta benda, dapat disebabkan oleh garam-garam yang terlarut
(korosif dan karat) air yang berlumpur dan sebagainya yang dapat menurunkan
kualitas bangunan disekitar rumah sakit.
3. Gangguan/ kerusakan tanaman dan binatang, dapat disebabkan oleh virus,
senyawa nitrat, bahan kimia, pestisida, logam nutrient tertentu dan fosfor.
4. Gangguan terhadap kesehatan manusia, dapat disebabkan oleh berbagai jenis
bakteri, virus, senyawa-senyawa kimia, pestisida, serta logam berat seperti Hg,
Pb dan Cd yang bersal dari bagian kedokteran gigi.
5. Gangguan genetic dan reproduksi.

6
6. Pengelolaan sampah rumah sakit yang kurang baik akan menjadi tempat yang
baik bagi vector penyakit seperti lalat dan tikus.
7. Kecelakaan kerja pada pekerja atau masyarakat akibat tercecernya jarum suntik
atau benda tajam lainnya.
8. Insiden penyakit demam berdarah dengue meningkat karena vector penyakit
hidup dan berkembangbiak dalam sampah kaleng bekas atau genangan air.
9. Proses pembusukan sampah oleh mikroorganisme akan menghasilkan gas-gas
tertentu yang menimbulkan bau busuk.
10. Adanya partikel debu yang berterbangan akan mengganggu pernafasan,
menimbulkan pencemaran udara yang akan menyebabkan kuman penyakit
mengkontaminasi peralatan medis dan makanan rumah sakit.
11. Apabila terjadi pembakaran sampah rumah sakit yang tidak saniter asapnya
akan mengganggu pernafasan, penglihatan dan penurunan kualitas udara.
2.3. Potensi Pencemaran Limbah Rumah Sakit

Dalam profil kesehatan Indonesia, Departemen Kesehatan 1997, diungkapkan


seluruh rumah sakit di Indonesia berjumlah1.090 dengan 121.996 tempat tidur. Hasil
kajian terhadap 100 rumah sakit di Jawa dan Bali menunjukkan bahwa rata-rata
produksi sampah sebesar 3,2 kg per tempat tidur per hari. Sedangkan produksi
limbah cair sebesar 416,8 liter per tempat tidur per hari. Analisi lebih jauh
menunjukkan produksi sampah (limbah padat) berupa limbah domestic sebesar 76,8
% dan berupa limbah infeksius sebesar 23,2 %. Diperkirakan secara nasional
produksi sampah (limbah padat) rumah sakit sebesar 376.089 ton per hari dan
produksi air limbah sebesar 48.985,70 ton per hari.Dari gambaran tersebut dapat
dibayangkan seberapa besar potensi rumah sakit untuk mencemari lingkungan dan
kemungkinannya kecelakaan dan penularan penyakit. (Sabayang dkk, 1996)

Menurut Surya, limbah rumah sakit khususnya limbah medis yang infeksius
belum dikelola dengan baik, sebagian besar pengelolaan limbah infeksius
disamakan dengan limbah medis non infeksius. Selain itu kerap bercampur limbah
medis dan non medis.Pencampuran tersebut justru memperbesar permasalahan
limbah medis. Padahal limbah medis memerlukan pengelolaan khusus yang
berbeda dengan limbah non medis.Yang termasuk limbah medis adalah limbah
infeksius, limbah radiologi, limbah sitotoksik, dan limbah laboratorium. Kebanyakan
dari rumah sakit, limbah medis langsung dibuang kedalam sebuah tangki
pembuangan berukuran besar, pasalnya tangki pembuangan seperti itu di
Indonesia sebagian besar tidak memenuhi syarat sebagai tempat pembuangan
limbah. Ironisnya, malah sebagian besar limbah rumah sakit malah dibuang ke
tangki pembuangan seperti itu. Sementara itu buruknya pengelolaan limbah rumah
sakit karena pengelolaan limbah belum menjadi syarat akreditasi rumah sakit.
Sedangkan peraturan proses pembungkusan limbah padat yang diterbitkan

7
Departemen Kesehatan pada tahun 1992 pun sebagian besar tidak dijalankan
dengan benar. Padahal setiap rumah sakit selain harus memiliki IPAL, juga harus
memiliki Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL) dan surat izin
pengolahan limbah cair. Sementara limbah organ-organ manusia harus dibakar di
incinerator.Persoalannya harga incinerator itu cukup mahal sehingga tidak semua
rumah sakit memilikinya. (Sabayang dkk, 1996)

2.4. Jenis Limbah Rumah Sakit dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Serta
Lingkungan

Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah
sakit dan kegiatan penunjang lainnya.Mengingat dampak yang mungkin timbul,
maka diperlukan upaya pengelolaan yang baik, meliputi pengelolaan sumber daya
manusia, alat dan sarana, keuangan dan tatalaksana perorganisasian yang
ditetapkan dengan tujuan memperoleh kondisi rumah sakit yang memenuhi
persyaratan kesehatan lingkungan.Limbah rumah sakit bisa mengandung
bermacam-macam mikroorganisme bergantung pada jenis rumah sakit, tingkat
pengolahan sebelum dibuang.Limbah cair rumah sakit dapat mengandung bahan
organic dan anorganik yang umumnya diukur dan parameter BOD, COD, TSS dan
lain-lain.Sedangkan limbah padat rumah sakit terdiri atas sampah mudah
membusuk, sampah mudah terbakar dan lain-lain.Limbah-limbah tersebut
kemungkinan besar mengandung mikroorganisme pathogen atau bahan kimia
beracun berbahaya yang menyebabkan penyakit infeksi dan dapat tersebar ke
lingkungan rumah sakit yang disebabkan oleh tehnik pelayanan kesehatan yang
kurang memadai, kesalahan penanganan bahan-bahan terkontaminasi dan
peralatan, serta penyediaan dan pemeliharaan sarana sanitasi yang masih
buruk.(Said, 1999)

Pembuangan limbah yang berjumlah cukup besar ini paling baik jika dilakukan
dengan memilah-milah limbah kedalam pelbagai katagori.Untuk masing-masing
jenis kategori diterapkan cara pembuangan limbah yang berbeda. Prinsip umum
pembuangan limbah rumah sakit adalah sejauh mungkin menghindari resiko
kontaminasi dan trauma (injury). Jenis-jenis limbah rumah sakit meliputi: (Shahib
dan Djustiana, 1998).

a. Limbah Klinik

Limbah dihasilkan Selama pelayananpasien secara rutin, pembedahan dan


unit-unit resiko tinggi, yang berbahaya dan mengakibatkan resiko tinggi
infeksi kuman dan populasi umum serta staf rumah sakit.

b. Limbah Patologi

Limbah ini juga dianggap berisiko tinggi dan sebaiknya di autoclave sebelum
keluar dari unit patologi.

8
c. Limbah Bukan Klinik

Limbah ini meliputi kertas-kertas pembungkus atau kantong dan plastic yang
tidak berkontak dengan cairan badan.Meskipun tidak menimbulkan resiko sakit,
limbah tersebut cukup merepotkan, karena memerlukan tempat yang besar
untuk mengangkut dan membuangnya.

d. Limbah Dapur

Limbah ini mencakup sisa-sisa makanan dan air kotor. Berbagai serangga
seperti kecoa, kutu dan hewan pengerat seperti tikus merupakan gangguan bagi
staf maupun pasien dirumah sakit.

e. Limbah Radioaktif

Walaupun limbah ini tidak menimbulkan persoalan pengendalian infeksi


dirumah sakit, pembungannya secara aman perlu diatur dengan baik.

2.5. Pengolahan Limbah

Pengolahan limbah rumah sakit dapat dilakukan dengan berbagai cara. Yang
diutamakan adalah sterilisasi, yakni berupa pengurangan (reduce) dalam volume,
penggunaan kembali (reuse) dengan sterilisasi lebih dulu, daur ulang (recycle) dan
pengolahan (treatment). (Slamet Riyadi, 2000)

1. Limbah Padat

Untuk memudahkan mengenal jenis limbah yang akan dimusnahkan,


perlu dilakukan penggolongan limbah. Dalam kaitan dengan pengolahan,
limbah medis dikategorikan menjadi 5 golongan sebagai berikut:

Golongan A:

- Dressing bedah, swab dan semua limbah terkontaminasi dari kamar bedah,
- Bahan-bahan kimia dari kasus penyakit infeksi,
- Seluruh jaringan tubuh manusia (terinfeksi maupun tidak), bangkai/ jaringan
hewan dari laboratorium dan hal-hal lain yang berkaitan dengan swab dan
dressing.

Golongan B:

- Syringe bekas, jarum, cartridge, pecahan gelas dan benda-benda tajam


lainnya.

Golongan C:

- Limbah dari ruang laboratorium dan postpartum kecuali yang termasuk dalam
golongan A.

Golongan D:

- Limbah bahan kimia dan bahan farmasi tertentu.

Golongan E:

9
- Pelapis bed-pan disposable, urinoir, incontinence-pad dan stomach.

Dalam pelaksanaan pengelolaan limbah medis perlu dilakukan pemisahan


penampungan, pengangkutan dan pengolahan limbah pendahuluan.

a. Pemisahan

– Golongan A

Dressing bedah yang kotor, swab dan limbah lain yang terkontaminasi dari
ruang pengobatan hendaknya ditampung dalam bak penampungan limbah
medis yang mudah dijangkau, bak sampah yang dilengkapi dengan pelapis
pada tempat produksi sampah. Kantong plastic tersebut hendaknya diambil
paling sedikit satu hari sekali atau bila sudah mencapai tiga perempat
penuh.Kemudian diikat kuat sebelum diangkut dan ditampung sementara di bak
sampah klinis.Bak sampah tersebut juga hendaknya diikat dengan kuat bila
mencapai tiga perempat penuh atau sebelum jadwal pengumpulan sampah.
Sampah kemudian dibuang dengan cara sebagai berikut:

1. Sampah dari haemodialisis

Sampah hendaknya dimusnahkan dengan incinerator. Bisa juga digunakan


autoclaving, tetapi kantung harus dibuka dan dibuat sedemikian rupa sehingga
uap panas bisa menembus secara efektif.

2. Limbah dari unit lain

Limbah hendaknya dimusnahkan dengan incinerator. Bila tidak mungkin bisa


menggunakan cara lain, misalnya dengan membuat sumur dalam yang aman.
Semua jaringan tubuh, plasenta dan lain-lain hendaknya ditampung pada bak
limbah medis atau kantong lain yang tepat kemudian di musnahkan dengan
incinerator. Perkakas laboratorium yang terinfeksi hendaknya dimusnahkan
dengan incinerator.Incinerator harus dioperasikan dibawah pengawasan bagian
sanitasi atau bagian laboratorium.

– Golongan B

Syringe, jarum dan cartridges hendaknya dibuang dengan keadaan


tertutup.Sampah ini hendaknya ditampung dalam bak tahan benda tajam yang
bilamana penuh (dengan interval maksimal tidak lebih dari satu minggu)
hendaknya diikat dan ditampung didalam bak sampah klinis sebelum diangkut
dan dimasukkan kedalam incinerator.

b. Penampungan

Sampah klinis hendaknya diangkut sesering mungkin sesuai dengan


kebutuhan. Sementara menunggu pengangkutan untuk dibawa ke incinerator
atau pengangkutan oleh dinas kebersihan (ketentuan yang ditunjuk). Sampah

10
yang tidak berbahaya dengan penanganan pendahuluan, dapat ditampung
bersama sampah lain sambil menunggu pengangkutan.

c. Pengangkutan

Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan internal dan


pengangkutan eksternal.Pengangkutan internal berawal dari titik penampungan
awal ke tempat pembuangan atau incinerator (pengolahan on-site). Dalam
pengangkutan internal biasanya digunakankereta dorong, kereta atau troli yang
digunakan untuk pengangkutan sampah klinis harus didesain sedemikian rupa
sehingga tidak akan menjadi sarang serangga, permukaan harus licin, rata dan
tidak tembus, mudah dibersihkan dan dikeringkan, sampah tidak menempel
pada alat angkut, sampah mudah diisikan, diikat dan dituang kembali. Bila tidak
tersedia sarana setempat dan sampah klinis harus diangkut ketempat lain,
harus disediakan bak terpisah dari sampah biasa dalam alat truk pengangkut
dan harus dilakukan upaya pencegahan kontaminasi sampah lain yang dibawa,
harus dapat dijamin bahwa sampah dalam keadaan aman dantidak terjadi
kebocoran atau tumpah. (Anshar, 2013)

2. Limbah Cair

Limbah rumah sakit mengandung bermacam-macam mikroorganisme,


bahan-bahan organic dan anorganik. Beberapa contoh fasilitas atau Unit
Pengolahan Limbah (UPL) dirumah sakit antara lain:

a. Kolam Stabilisasi Air Limbah (Waste Stabilization Pond System)

b. Kolam Oksidasi Air Limbah (Waste Oxidation Ditch Treatment System)

c. Anaerobic Filter Treatment System


2.6. Penyelenggaraan Pengamanan Limbah
Penyelenggaraan Pengamanan Limbah di rumah sakit meliputi pengamanan
terhadap limbah padat domestik, limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), limbah
cair, dan limbah gas.
a. Penyelenggaraan Pengamanan Limbah Padat Domestik
Pengamanan limbah padat domestik adalah upaya penanganan limbah padat
domestik di rumah sakit yang memenuhi standar untuk mengurangi risiko gangguan
kesehatan, kenyamanan dan keindahan yang ditimbulkan. Untuk menjamin
pengelolaan limbah padat domestik dapat dilaksanakan sesuai dengan tahapan
penyelenggaraan sebagai berikut:
Tahapan penanganan limbah rumah tanggal dilakukan dengan cara:
a. Tahap Pewadahan
 Melakukan upaya pewadahan yang berbeda antara limbah organik dan an organik
mulai di ruangan sumber.

11
 Menyediakan tong sampah dengan jumlah dan volume yang memadai pada setiap
ruangan yang terdapat aktivitas pasien, pengunjung dan karyawan.
 Limbah tidak boleh dibiarkan dalam wadahnya melebihi 1 x 24 jam atau apabila 2/3
bagian kantong sudah terisi oleh limbah, maka harus diangkut supaya tidak menjadi
perindukan vektor penyakit dan binatang pembawa penyakit.
 Penempatan tong sampah harus dilokasi yang aman dan strategis baik di ruangan
indoor, semi indoor dan lingkungan outdoor, dengan jumlah dan jarak penempatan
yang memadai. Terdapat minimal 1 (satu) buah untuk setiap kamar atau sesuai
dengan kebutuhan. Upayakan di area umum tersedia tong sampah terpilah oganik
dan an organik.
 Tong sampah dilakukan program pembersihan menggunakan air dan desinfektan
secara regular.
 Tong sampah yang sudah rusak dan tidak berfungsi, harus diganti dengan tong
sampah yang memenuhi persyaratan.
b. Tahap Pengangkutan
 Limbah padat domestik di ruangan sumber dilakukan pengangkutan ke Tempat
Penyimpanan Sementara secara periodik menggunakan troli khusus dan kondisi
limbah rumah tangga masih tetap terbungkus kantong plastik hitam.
 Pengangkutan dilakukan pada jam tidak sibuk pagi dan sore dan tidak melalui
jalur/koridor yang padat pasien, pengunjung rumah sakit.
 Troli pengangkut sampah harus terbuat dari bahan yang kuat, kedap air dan tidak
berkarat permukaannya mudah dibersihkan, serta dilengkapi penutup serta ditempel
tulisan “troli pengangkut sampah rumah tangga/domestik”.
 Penentuan jalur pengangkutan sampah domestik ke Tempat Penyimpanan
Sementara (TPS) Limbah tidak melalui ruangan pelayanan atau ruang kerja yang
padat dengan pasien, pengunjung dan karyawan rumah sakit.
 Apabila pengangkutan sampah domestik ke TPS melalui jalan terbuka, maka pada
saat terjadi hujan tidak dipaksakan dilakukan pengangkutan ke TPS.
c. Tahap Penyimpanan di TPS
 Waktu tinggal limbah dometik dalam TPS tidak boleh lebih dari 2 x 24 jam
 limbah padat domestik yang telah di tempatkan di TPS dipastikan tetap terbungkus
kantong plastik warna hitam dan dilarang dilakukan pembongkaran isinya.
 Penanganan akhir limbah rumah tangga dapat dilakukan dengan pengangkutan
keluar menggunakan truk sampah milik rumah sakit atau bekerja sama dengan pihak
luar. Penanganan dapat juga dilakukan dengan pemusnahan menggunakan
insinerator yang dimiliki rumah sakit.
Upaya pemilahan dan pengurangan, dilakukan dengan cara :
a. Pemilahan dilaksanakan dengan memisahkan jenis limbah organik dan limbah
anorganik serta limbah yang bernilai ekonomis yang dapat digunakan atau diolah

12
kembali, seperti wadah/kemasan bekas berbahan kardus, kertas, plastik dan lainnya
dan dipastikan tidak mengandung bahan berbahaya dan beracun
b. Pemilahan dilakukan dari awal dengan menyediakan tong sampah yang berbeda
sesuai dengan jenisnya dan dilapisi kantong plastik warna bening/putih untuk limbah
daur ulang di ruangan sumber.
c. Dilakukan pencatatan volume untuk jenis sampah organik dan anorganik, sampah
yang akan didaur ulang atau digunakan kembali.
d. Sampah yang bernilai ekonomis dikirim ke TPS terpisah dari sampah organik maupun
anorganik
e. Dilarang melakukan pengumpulan limbah yang dapat dimanfaatkan atau diolah
kembali hanya untuk keperluan sebagai bahan baku atau kemasan pemalsuan produk
barang tertentu oleh pihak luar.
f. Untuk limbah Padat domestik yang termasuk kategori limbah B3, maka harus
dipisahkan dan dilakukan penanganan sesuai dengan persyaratan penanganan
limbah B3.
Upaya penyediaan fasilitas penanganan limbah padat domestik, dilakukan dengan cara :
a. Fasilitas penanganan limbah padat domestik yang utama meliputi tong sampah,
kereta pengangkutan, TPS khusus limbah padat domestik dan fasilitas pengangkutan
atau pemusnahan limbah dan fasilitas lainnya.
b. Penyediaan fasilitas tong dan kereta angkut sampah:
 Jenis tong sampah dibedakan berdasarkan jenis limbah padat domestik. Pembedaan
tong sampah dapat menggunakan perbedaan warna tong sampah, menempel
tulisan/kode/simbol atau gambar dibagian tutup atau di dinding luar badan tong
sampah atau di dinding ruangan dimana tong sampah diletakkan.
 Terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, mudah dibersihkan, dilengkapi penutup dan
rapat serangga.
 Jumlah dan volume setiap tong sampah dan kereta angkut yang disediakan harus
memadai dan sesuai dengan mempertimbangkan volume produksi limbah yang
dihasilkan di ruangan/area sumber sampah.
 Sistem buka-tutup penutup tong sampah menggunakan pedal kaki.
c. Penyediaan TPS limbah padat domestik memenuhi:
 Lokasi TPS limbah padat domestik tempatkan di area service (services area) dan jauh
dari kegiatan pelayanan perawatan inap, rawat jalan, Instalasi Gawat Darurat, kamar
operasi, dapur gizi, kantin, laundry dan ruangan penting lainnya.
 TPS dapat didesain dengan bentuk bangunan dengan ruang tertutup dan semi
terbuka, dengan dilengkapi penutup atap yang kedap air hujan, ventilasi dan sirkulasi
udara yang cukup serta penerangan yang memadai serta dapat ditempati kontainer
sampah.
 TPS dibangun dengan dinding dan lantai dari bahan yang kuat, kedap air, mudah
dibersihkan.

13
 TPS dibersihkan sekurang-kurangnya 1 x 24 jam.
 TPS dilengkapi dengan fasilitas sebagai berikut:
o Papan nama TPS limbah padat domestik.
o Keran air dengan tekanan cukup untuk pembersihan area TPS.
o Wastafel dengan air mengalir yang dilengkapi sabun tangan dan atau hand rub serta
bahan pengering tangan/tissue.
o Tanda larangan masuk bagi yang tidak berkepentingan.
o Lantai dilengkapi tanggul agar air bekas pembersihan atau air lindi tidak keluar area
TPS dan dilengkapi lobang saluran menuju bak kontrol atau Unit Pengolahan Air
Limbah.
o Fasilitas proteksi kebakaran seperti tabung pemadam api dan alarm kebakaran serta
simbol atau petunjuk larangan membakar, larangan merokok dan larangan masuk
bagi yang tidak berkepentingan.
o Dilengkapi dengan pagar pengaman area TPS, setinggi minimal 2 meter.
o Dilengkapi dengan kotak P3K dan tempat APD.
Upaya penanganan vektor dan binatang pembawa penyakit limbah padat domestik
a. Bila kepadatan lalat di sekitar tempat/wadah atau kereta angkut limbah padat rumah
tangga melebihi 8 ekor/fly grill (100 X 100 cm) dalam pengukuran 30 menit, perlu
dilakukan pengendalian lalat.
b. Bila di Tempat Penyimpanan Sementara (TPS) kepadatan lalat melebihi 8 ekor/fly grill
(100 X 100 cm) dalam pengukuran 30 menitatau angka kepadatan kecoa (Indeks
kecoa) yang diukur maksimal 2 ekor/plate dalam pengukuran 24 jam atau tikus terlihat
pada siang hari, harus dilakukan pengendalian.
c. Pengendalian lalat dan kecoa di tempat/wadah dan kereta angkut serta tempat
penyimpanan sementara limbah padat domestik dilaksanakan dengan prioritas pada
upaya sebagai berikut:
 Upaya kebersihan lingkungan dan kebersihan fisik termasuk desinfeksi
tempat/wadah, kereta angkut dan TPS.
 Melaksanakan inspeksi kesehatan lingkungan.
 Pengendalian mekanik dan pengendalian perangkap (fly trap).
 Menyediakan bahan pestisida ramah lingkungan dan alat semprot bertekanan serta
dilakukan penyemprotan bila kepadatan lalat memenuhi ketentuan sebagai upaya
pengendalian terakhir.
d. Pengendalian binatang penganggu seperti kucing dan anjing di TPS dilakukan dengan
memasang fasilitas proteksi TPS berupa pagar dengan kisi rapat dan menutup rapat
bak atau wadah sampah yang ada dalam TPS.
b. Penyelenggaraan Pengamanan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
Limbah B3 yang dihasilkan rumah sakit dapat menyebabkan gangguan perlindungan
kesehatan dan atau risiko pencemaran terhadap lingkungan hidup. Mengingat
besarnya dampak negatif limbah B3 yang ditimbulkan, maka penanganan limbah B3

14
harus dilaksanakan secara tepat, mulai dari tahap pewadahan, tahap pengangkutan,
tahap penyimpanan sementara sampai dengan tahap pengolahan.
Jenis limbah B3 yang dihasilkan di rumah sakit meliputi limbah medis, baterai bekas,
obat dan bahan farmasi kadaluwarsa, oli bekas, saringan oli bekas, lampu bekas,
baterai, cairan fixer dan developer, wadah cat bekas (untuk cat yg mengandung zat
toksik), wadah bekas bahan kimia, catridge printer bekas, film rontgen bekas,
motherboard komputer bekas, dan lainnya.
Penanganan limbah B3 rumah sakit dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Prinsip pengelolaan limbah B3 rumah sakit, dilakukan upaya
sebagai berikut:
Identifikasi jenis limbah B3 dilakukan dengan cara:
a. Identifikasi dilakukan oleh unit kerja kesehatan lingkungan dengan melibatkan unit
penghasil limbah di rumah sakit.
b. Limbah B3 yang diidentifkasi meliputi jenis limbah, karakteristik, sumber, volume yang
dihasilkan, cara pewadahan, cara pengangkutan dan cara penyimpanan serta cara
pengolahan.
c. Hasil pelaksanaan identifikasi dilakukan pendokumentasian.
Tahapan penanganan pewadahan dan pengangkutan limbah B3 diruangan sumber,
dilakukan dengan cara:
a. Tahapan penanganan limbah B3 harus dilengkapi dengan Standar Prosedur
Operasional (SPO) dan dilakukan pemutakhiran secara berkala dan
berkesinambungan.
b. SPO penanganan limbah B3 disosialisasikan kepada kepala dan staf unit kerja yang
terkait dengan limbah B3 di rumah sakit.
c. Khusus untuk limbah B3 tumpahan dilantai atau dipermukaan lain di ruangan seperti
tumpahan darah dan cairan tubuh, tumpahan cairan bahan kimia berbahaya,
tumpahan cairan mercury dari alat kesehatan dan tumpahan sitotoksik harus
dibersihkan menggunakan perangkat alat pembersih (spill kit) atau dengan alat dan
metode pembersihan lain yang memenuhi syarat. Hasil pembersihan limbah B3
tersebut ditempatkan pada wadah khusus dan penanganan selanjutnya diperlakukan
sebagai limbah B3, serta dilakukan pencatatan dan pelaporan kepada unit kerja terkait
di rumah sakit.
d. Perangkat alat pembersih (spill kit) atau alat metode pembersih lain untuk limbah B3
harus selalu disiapkan di ruangan sumber dan dilengkapi cara penggunaan dan data
keamanan bahan (MSDS).
e. Pewadahan limbah B3 diruangan sumber sebelum dibawa ke TPS Limbah B3 harus
ditempatkan pada tempat/wadah khusus yang kuat dan anti karat dan kedap air,
terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan, dilengkapi penutup, dilengkapi dengan
simbol B3, dan diletakkan pada tempat yang jauh dari jangkauan orang umum.

15
f. Limbah B3 di ruangan sumber yang diserahkan atau diambil petugas limbah B3 rumah
sakit untuk dibawa ke TPS limbah B3, harus dilengkapi dengan berita acara
penyerahan, yang minimal berisi hari dan tanggal penyerahan, asal limbah (lokasi
sumber), jenis limbah B3, bentuk limbah B3, volume limbah B3 dan cara
pewadahan/pengemasan limbah B3.
g. Pengangkutan limbah B3 dari ruangan sumber ke TPS limbah B3 harus menggunakan
kereta angkut khusus berbahan kedap air, mudah dibersihkan, dilengkapi penutup,
tahan karat dan bocor. Pengangkutan limbah tersebut menggunakan jalur (jalan)
khusus yang jauh dari kepadatan orang di ruangan rumah sakit.
h. Pengangkutan limbah B3 dari ruangan sumber ke TPS dilakukan oleh petugas yang
sudah mendapatkan pelatihan penanganan limbah B3 dan petugas harus
menggunakan pakaian dan alat pelindung diri yang memadai.
Pengurangan dan pemilahan limbah B3 dilakukan dengan cara:
a. Upaya pengurangan dan pemilahan limbah B3 harus dilengkapi dengan SPO dan
dapat dilakukan pemutakhiran secara berkala dan berkesinambungan.
b. Pengurangan limbah B3 di rumah sakit, dilakukan dengan cara antara lain:
 Menghindari penggunaan material yang mengandung Bahan Berbahaya dan Beracun
apabila terdapat pilihan yang lain.
 Melakukan tata kelola yang baik terhadap setiap bahan atau material yang berpotensi
menimbulkan gangguan kesehatan dan/atau pencemaran terhadap lingkungan.
 Melakukan tata kelola yang baik dalam pengadaan bahan kimia dan bahan farmasi
untuk menghindari terjadinya penumpukan dan kedaluwarsa, contohnya menerapkan
prinsip first in first out (FIFO) atau first expired first out (FEFO).
 Melakukan pencegahan dan perawatan berkala terhadap peralatan sesuai jadwal.
Pemilahan limbah B3 di rumah sakit, dilakukan di TPS limbah B3 dengan cara antara
lain:
a. Memisahkan Limbah B3 berdasarkan jenis, kelompok, dan/atau karakteristik Limbah
B3.
b. Mewadahi Limbah B3 sesuai kelompok Limbah B3. Wadah Limbah B3 dilengkapi
dengan palet.
Penyimpanan sementara limbah B3 dilakukan dengan cara:
a. Cara penyimpanan limbah B3 harus dilengkapi dengan SPO dan dapat dilakukan
pemutakhiran/revisi bila diperlukan.
b. Penyimpanan sementara limbah B3 dirumah sakit harus ditempatkan di TPS Limbah
B3 sebelum dilakukan pengangkutan, pengolahan dan atau penimbunan limbah B3.
c. Penyimpanan limbah B3 menggunakan wadah/tempat/kontainer limbah B3 dengan
desain dan bahan sesuai kelompok atau karakteristik limbah B3.
d. Penggunaan warna pada setiap kemasan dan/atau wadah Limbah sesuai karakteristik
Limbah B3. Warna kemasan dan/atau wadah limbah B3 tersebut adalah:
 Merah, untuk limbah radioaktif;

16
 Kuning, untuk limbah infeksius dan limbah patologis;
 Ungu, untuk limbah sitotoksik; dan
 Cokelat, untuk limbah bahan kimia kedaluwarsa, tumpahan, atau sisa kemasan, dan
limbah farmasi.
e. Pemberian simbol dan label limbah B3 pada setiap kemasan dan/atau wadah Limbah
B3 sesuai karakteristik Limbah B3. Simbol pada kemasan dan/atau wadah Limbah B3
tersebut adalah:
 Radioaktif, untuk Limbah radioaktif;
 Infeksius, untuk Limbah infeksius; dan
 Sitotoksik, untuk Limbah sitotoksik.
 Toksik/flammable/campuran/sesuai dengan bahayanya untuk limbah bahan kimia.
Lamanya penyimpanan limbah B3 untuk jenis limbah dengan karakteristik infeksius,
benda tajam dan patologis di rumah sakit sebelum dilakukan Pengangkutan Limbah
B3, Pengolahan Limbah B3, dan/atau Penimbunan Limbah B3, harus memenuhi
ketentuan sebagai berikut:
a. Limbah medis kategori infeksius, patologis, benda tajam harus disimpan pada TPS
dengan suhu lebih kecil atau sama dengan 0 °C (nol derajat celsius) dalam waktu
sampai dengan 90 (sembilan puluh) hari.
b. Limbah medis kategori infeksius, patologis, benda tajam dapat disimpan pada TPS
dengan suhu 3 sampai dengan 8 °C (delapan derajat celsius) dalam waktu sampai
dengan 7 (tujuh) hari.
Sedang untuk limbah B3 bahan kimia kedaluwarsa, tumpahan, atau sisa kemasan,
radioaktif, farmasi, sitotoksik, peralatan medis yang memiliki kandungan logam berat
tinggi, dan tabung gas atau kontainer bertekanan, dapat disimpan di tempat
penyimpanan Limbah B3 dengan ketentuan paling lama sebagai berikut :
c. 90 (sembilan puluh) hari, untuk Limbah B3 yang dihasilkan sebesar 50 kg (lima puluh
kilogram) per hari atau lebih; atau
d. 180 (seratus delapan puluh) hari, untuk Limbah B3 yang dihasilkan kurang dari 50 kg
(lima puluh kilogram) per hari untuk Limbah B3 kategori 1, sejak Limbah B3 dihasilkan.
Pengangkutan limbah B3 dilakukan dengan cara:
a. Pengangkutan limbah B3 keluar rumah sakit dilaksanakan apabila tahap pengolahan
limbah B3 diserahkan kepada pihak pengolah atau penimbun limbah B3 dengan
pengangkutan menggunakan jasa pengangkutan limbah B3 (transporter limbah B3).
b. Cara pengangkutan limbah B3 harus dilengkapi dengan SPO dan dapat dilakukan
pemutakhiran secara berkala dan berkesinambungan.
c. Pengangkutan limbah B3 harus dilengkapi dengan perjanjian kerjasama secara three
parted yang ditandatangani oleh pimpinan dari pihak rumah sakit, pihak pengangkut
limbah B3 dan pengolah atau penimbun limbah B3.
d. Rumah sakit harus memastikan bahwa:

17
 Pihak pengangkut dan pengolah atau penimbun limbah B3 memiliki perizinan yang
lengkap sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Izin yang dimiliki
oleh pengolah maupun pengangkut harus sesuai dengan jenis limbah yang dapat
diolah/diangkut.
 Jenis kendaraan dan nomor polisi kendaraan pengangkut limbah B3 yang digunakan
pihak pengangkut limbah B3 harus sesuai dengan yang tercantum dalam perizinan
pengangkutan limbah B3 yang dimiliki.
 Setiap pengiriman limbah B3 dari rumah sakit ke pihak pengolah atau penimbun,
harus disertakan manifest limbah B3 yang ditandatangani dan stempel oleh pihak
rumah sakit, pihak pengangkut dan pihak pengolah/penimbun limbah B3 dan diarsip
oleh pihak rumah sakit.
 Ditetapkan jadwal tetap pengangkutan limbah B3 oleh pihak pengangkut limbah B3.
 Kendaraan angkut limbah B3 yang digunakan layak pakai, dilengkapi simbol limbah
B3 dan nama pihakpengangkut limbah B3.
Pengolahan limbah B3 memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. Pengolahan limbah B3 di rumah sakit dapat dilaksanakan secara internal dan eksternal:
Pengolahan secara internal dilakukan di lingkungan rumah sakit dengan
menggunakan alat insinerator atau alat pengolah limbah B3 lainnya yang disediakan
sendiri oleh pihak rumah sakit (on-site), seperti autoclave, microwave, penguburan,
enkapsulasi, inertisiasi yang mendapatkan izin operasional dan dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengolahan secara eksternal
dilakukan melalui kerja sama dengan pihak pengolah atau penimbun limbah B3 yang
telah memiliki ijin. Pengolahan limbah B3 secara internal dan eksternal dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Rumah sakit yang melakukan pengolahan limbah B3 secara internal dengan
insinerator, harus memiliki spesifikasi alat pengolah yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Memiliki 2 (dua) ruang bakar dengan ketentuan:
 Ruang bakar 1 memiliki suhu bakar sekurang-kurangnya 800 °C
 Ruang bakar 2 memiliki suhu bakar sekurang-kurangnya 1.000 °C untuk waktu tinggal
2 (dua) detik
Tinggi cerobong minimal 14 meter dari permukaan tanah dan dilengkapi dengan
lubang pengambilan sampel emisi. Dilengkapi dengan alat pengendalian pencemaran
udara. Tidak diperkenankan membakar limbah B3 radioaktif; limbah B3 dengan
karakteristik mudah meledak; dan atau limbah B3 merkuri atau logam berat lainnya.
Pengolahan Limbah B3 di rumah sakit sebaiknya menggunakan teknologi non-
insinerasi yang ramah lingkungan seperti autoclave dengan pencacah limbah,
disinfeksi dan sterilisasi, penguburan sesuai dengan jenis dan persyaratan. Pemilihan
alat pengolah limbah B3 sebaiknya menggunakan teknologi non-insinerasi seperti
autoclave dengan pencacah limbah, karena dinilai lebih ramah lingkungan

18
dibandingkan dengan teknologi insinerasi, yakni tidak menghasilkan limbah gas
(emisi).
Tata laksana pengolahan limbah B3 pelayanan medis dan penunjang medis di
rumah sakit berdasarkan jenisnya adalah sebagai berikut:
Limbah lnfeksius dan Benda Tajam
 Limbah yang sangat infeksius seperti biakan dan persediaan agen infeksius dari
laboratorium harus disterilisasi dengan pengolahan panas dan basah seperti dalam
autoclave sebelum dilakukan pengolahan.
 Benda tajam harus diolah dengan insinerator bila memungkinkan, dan dapat diolah
bersama dengan limbah infeksius lainnya.
 Apabila pengolahan menggunakan insinerasi, maka residu abu yang dihasilkan
diperlakukan sebagai limbah B3, namun dapat dibuang ke sanitary landfill setelah
melalui proses solidifikasi.
Limbah Farmasi
Limbah padat farmasi dalam jumlah besar harus dikembalikan kepada distributor,
sedangkan bila dalam jumlah sedikit dan tidak memungkinkan dikembalikan, dapat
dimusnahkan menggunakan insinerator atau diolah ke perusahaan pengolahan
limbah B3.
Limbah Sitotoksis
 Limbah sitotoksis sangat berbahaya dan dilarang dibuang dengan cara penimbunan
(landfill) atau dibuang ke saluran limbah umum.
 Pengolahan dilaksanakan dengan cara dikembalikan keperusahaan atau
distributornya, atau dilakukan pengolahan dengan insinerasi. Bahan yang belum
dipakai dan kemasannya masih utuh karena kadaluarsa harus dikembalikan
kedistributor.
 Insinerasi pada suhu tinggi 1.000 oC s/d 1.200 °C dibutuhkan untuk menghancurkan
semua bahan sitotoksik. Insinerasi pada suhu rendah dapat menghasilkan uap
sitotoksik yang berbahaya ke udara.
Limbah Bahan Kimiawi
 Pengolahan limbah kimia biasa dalam jumlah kecil maupun besar harus diolah ke
perusahaan pengolahan limbah B3 apabila rumah sakit tidak memiliki kemampuan
dalam mengolah limbah kimia ini.
 Limbah kimia dalam bentuk cair harus di tampung dalam kontainer yang kuat, terbuat
dari bahan yang mampu memproteksi efek dari karakteristik atau sifat limbah bahan
kimia tersebut.
 Bahan kimia dalam bentuk cair sebaiknya tidak dibuang ke jaringan pipa pembuangan
air limbah, karena sifat toksiknya dapat mengganggu proses biologi dalam unit
pengolah air limbah (IPAL)

19
 Untuk limbah bahan pelarut dalam jumlah besar seperti pelarut halogenida yang
mengandung klorin atau florin tidak boleh diolah dalam mesin insinerator, kecuali
insineratornya dilengkapi dengan alat pembersih gas.
 Cara lain adalah dengan mengembalikan bahan kimia tersebut ke distributornya.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan limbah kimia:
 Limbah kimia yang komposisinya berbeda harus dipisahkan untuk menghindari reaksi
kimia yang tidak diinginkan.
 Limbah kimia dalam jumlah besar tidak boleh ditimbun di atas tanah karena dapat
mencemari air tanah.
 Limbah kimia disinfektan dalam jumlah besar ditempatkan dalam kontainer yang kuat
karena sifatnya yang korosif dan mudah terbakar.
Limbah dengan Kandungan Logam Berat Tinggi
 Limbah dengan kandungan merkuri atau kadmium dilarang diolah di mesin
incenerator, karena berisiko mencemari udara dengan uap beracun.
 Cara pengolahan yang dapat dilakukan adalah menyerahkan ke perusahaan
pengolahan limbah B3. Sebelum dibuang, maka limbah disimpan sementara di TPS
Limbah B3 dan diawasi secara ketat.
Kontainer Bertekanan
a. Cara yang terbaik untuk menangani limbah kontainer bertekanan adalah dikembalikan
ke distributor untuk pengisian ulang gas. Agen halogenida dalam bentuk cair dan
dikemas dalam botol harus diperlakukan sebagai limbah B3.
b. Limbah jenis ini dilarang dilakukan pengolahan dengan mesin insinerasi karena dapat
meledak.
c. Hal yang harus diperhatikan terkait limbah kontainer bertekanan adalah:
 Kontainer yang masih utuh, harus dikembalikan kepenjual/distributornya, meliputi :
o Tabung atau silinder nitrogen oksida yang biasanya disatukan dengan peralatan
anestesi.
o Tabung atau silinder etilinoksida yang biasanya disatukan dengan peralatan sterilisasi
o Tabung bertekanan untuk gas lain seperti oksigen, nitrogen, karbondioksida, udara
bertekanan, siklo propana, hidrogen, gas elpiji, danasetilin.
Limbah Radioaktif
 Pengelolaan limbah radioaktif yang aman harus mengikuti ketentuan peraturan
perundang-undangan.
 Setiap rumah sakit yang menggunakan sumber radioaktif yang terbuka untuk
keperluan diagnosa, terapi atau penelitian harus menyiapkan tenaga khusus yang
terlatih khusus di bidang radiasi.
 Tenaga tersebut bertanggung jawab dalam pemakaian bahan radioaktif yang aman
dan melakukan pencatatan.

20
 Petugas proteksi radiasi secara rutin mengukur dan melakukan pencatatan dosis
radiasi limbah radioaktif (limbah radioaktif sumber terbuka). Setelah memenuhi batas
aman (waktu paruh minimal), diperlakukan sebagai limbah medis
 Memiliki instrumen kalibrasi yang tepat untuk monitoring dosis dan kontaminasi.
Sistem pencatatan yang ketat akan menjamin keakuratan dalam melacak limbah
radioaktif dalam pengiriman maupun pengolahannya.
 Penanganan limbah radioaktif dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pengolahan secara eksternal dilakukan melalui kerja sama dengan pihak
pengolah atau penimbun limbah B3 yang telah memiliki ijin.
Rumah Sakit (penghasil) wajib bekerja sama dengan tiga pihak yakni pengolah dan
pengangkut yang dilakukan secara terintegrasi dengan pengangkut yang dituangkan
dalam satu nota kesepakatan antara rumah sakit, pengolah, dan pengangkut. Nota
kesepakatan memuat tentang hal- hal yang wajib dilaksanakan dan sangsi bila
kesepakatan tersebut tidak dilaksanakan sekurang-kurangnya memuat tentang:
1. Frekuensi pengangkutan
2. Lokasi pengambilan limbah padat
3. Jenis limbah yang diserahkan kepada pihak pengolah, sehingga perlu
dipastikan jenis Limbah yang dapat diolah oleh pengolah sesuai izin yang
dimiliki.
4. Pihak pengolah dan pengangkut mencantumkan nomor dan waktu kadaluarsa
izinnya.
5. Pihak pengangkut mencantumkan nomor izin, nomor polisi kendaraan yang
akan digunakan oleh pengangkut, dapat dicantumkan lebih dari 1 (satu)
kendaraan.
6. Besaran biaya yang dibebankan kepada rumah sakit.
7. Sangsi bila salah satu pihak tidak memenuhi kesepakatan.
8. Langkah-langkah pengecualian bila terjadi kondisi tidak biasa.
9. Hal-hal lain yang dianggap perlu disepakati agar tidak terjadi perbuatan yang
bertentangan dengan peraturan.
 Sebelum melakukan kesepakatan, rumah sakit harus memastikan bahwa:
o Pihak pengangkut dan pengolah atau penimbun limbah B3 memiliki perizinan yang
lengkap sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Izin yang dimiliki
oleh pengolah maupun pengangkut harus sesuai dengan jenis limbah yang dapat
diolah/diangkut.
o Jenis kendaraan dan nomor polisi kendaraan pengangkut limbah B3 yang digunakan
pihak pengangkut limbah B3 harus sesuai dengan yang tercantum dalam perizinan
pengangkutan limbah B3 yang dimiliki.
 Setiap pengiriman limbah B3 dari rumah sakit ke pihak pengolah atau penimbun,
harus disertakan manifest limbah B3 yang ditandatangani dan stempel oleh pihak

21
rumah sakit, pihak pengangkut dan pihak pengolah/penimbun limbah B3 dan diarsip
oleh pihak rumah sakit.
 Kendaraan angkut limbah B3 yang digunakan layak pakai, dilengkapi simbol limbah
B3 dan nama pihak pengangkut limbah B3.
d. Penanganan Kedaruratan
Dalam kondisi darurat baik karena terjadi kebakaran dan atau bencana lainnya di
rumah sakit, untuk menjaga cakupan penanganan limbah B3 tetap maksimal, rumah
sakit perlu menyusun prosedur kedaruratan penanganan limbah B3 rumah sakit.
Prosedur penanganan kedaruratan limbah B3 tersebut dapat dilaksanakan dengan
cara sebagai berikut:
 Bagi rumah sakit yang mengolah seluruh limbah B3 nya secara mandiri (on-site)
dengan menggunakan mesin pengolah limbah B3 (teknologi insinerasi atau non-
insinerasi) dan apabila kondisi mesin pengolah limbah B3 tersebut mengalami
kegagalan operasional, maka rumah sakit harus melakukan kerjasama kondisi darurat
dengan pihak pengangkut dan pihak pengolah atau penimbun limbah B3 untuk
mengangkut dan mengolah limbah B3 yang dihasilkan.
 Bagi rumah sakit yang menyerahkan seluruh pengolahan limbahnya ke pihak
pengolah atau penimbun limbah B3 (off-site), maka dalam kondisi darurat sistem
pengolahan ini harus tetap dilaksanakan meskipun dengan frekuensi pengambilan
limbah B3 yang tidak normal.
 Bagi rumah sakit yang mengolah limbahnya dengan sistem kombinasi on-site dan off-
site, mesin pengolah limbah B3 mengalami kegagalan operasional, maka dalam
kondisi darurat sistem penanganan limbah B3 diganti dengan sistem total off-site,
dimana seluruh limbah B3 yang dihasilkan diserahkan ke pihak pengolah atau
penimbun limbah B3.
Penyediaan fasilitas penanganan limbah B3
1. Fasilitas penanganan limbah B3 di rumah sakit meliputi wadah penampungan limbah
B3 diruangan sumber, alat pengangkut limbah B3, TPS Limbah B3, dan mesin
pengolah limbah B3 dengan teknologi insinerasi atau non-insinerasi.
2. Wadah penampungan limbah B3 di ruangan sumber harus memenuhi ketentuan
teknis sebagai berikut:
 Terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan, kedap air, antikarat dan dilengkapi
penutup
 Ditempatkan di lokasi yang tidak mudah dijangkau sembarang orang
 Dilengkapi tulisan limbah B3 dan simbol B3 dengan ukuran dan bentuk sesuai standar
di permukaan wadah
 Dilengkapi dengan alat eyewash
 Dilengkapi logbook sederhana
 Dilakukan pembersihan secara periodik
3. Alat angkut (troli) limbah B3, harus memenuhi ketentuan teknis sebagai berikut :

22
 Terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan, kedap air, anti karat dan dilengkapi
penutup dan beroda
 Disimpan di TPS limbah B3, dan dapat dipakai ketika digunakan untuk mengambil dan
mengangkut limbah B3 di ruangan sumber
 Dilengkapi tulisan limbah B3 dan simbol B3 dengan ukuran dan bentuk sesuai standar,
di dinding depan kereta angkut
 Dilakukan pembersihan kereta angkut secara periodik dan berkesinambungan
4. TPS Limbah B3 harus memenuhi ketentuan teknis sebagai berikut:
 Lokasi di area servis (services area), lingkungan bebas banjir dan tidak berdekatan
dengan kegiatan pelayanan dan permukiman penduduk disekitar rumah sakit
 Berbentuk bangunan tertutup, dilengkapi dengan pintu, ventilasi yang cukup, sistem
penghawaan (exhause fan), sistem saluran (drain) menuju bak control dan atau IPAL
dan jalan akses kendaraan angkut limbah B3.
 Bangunan dibagi dalam beberapa ruangan, seperti ruang penyimpanan limbah B3
infeksi, ruang limbah B3 non infeksi fase cair dan limbah B3 non infeksi fase padat.
 Penempatan limbah B3 di TPS dikelompokkan menurut sifat/karakteristiknya.
 Untuk limbah B3 cair seperti olie bekas ditempatkan di drum anti bocor dan pada
bagian alasnya adalah lantai anti rembes dengan dilengkapi saluran dan tanggul untuk
menampung tumpahan akibat kebocoran limbah B3 cair
 Limbah B3 padat dapat ditempatkan di wadah atau drum yang kuat, kedap air, anti
korosif, mudah dibersihkan dan bagian alasnya ditempatkan dudukan kayu atau
plastic (pallet)
 Setiap jenis limbah B3 ditempatkan dengan wadah yang berbeda dan pada wadah
tersebut ditempel label, simbol limbah B3 sesuai sifatnya, serta panah tanda arah
penutup, dengan ukuran dan bentuk sesuai standar, dan pada ruang/area tempat
wadah diletakkan ditempel papan nama jenis limbah B3.
 Jarak penempatan antar tempat pewadahan limbah B3 sekitar 50 cm.
 Setiap wadah limbah B3 di lengkapi simbol sesuai dengan sifatnya, dan label.
 Bangunan dilengkapi dengan fasilitas keselamatan, fasilitas penerangan, dan sirkulasi
udara ruangan yang cukup.
 Bangunan dilengkapi dengan fasilitas keamanan dengan memasang pagar
pengaman dan gembok pengunci pintu TPS dengan penerangan luar yang cukup
serta ditempel nomor telephone darurat seperti kantor satpam rumah sakit, kantor
pemadam kebakaran, dan kantor polisi terdekat.
 TPS dilengkapi dengan papan bertuliskan TPS Limbah B3, tanda larangan masuk
bagi yang tidak berkepentingan, simbol B3 sesuai dengan jenis limbah B3, dan titik
koordinat lokasi TPS
 TPS Dilengkapi dengan tempat penyimpanan SPO Penanganan limbah B3, SPO
kondisi darurat, buku pencatatan (logbook) limbah B3

23
 TPS Dilakukan pembersihan secara periodik dan limbah hasil pembersihan disalurkan
ke jaringan pipa pengumpul air limbah dan atau unit pengolah air limbah (IPAL).
Pelaporan limbah B3
 Rumah sakit menyampaikan laporan limbah B3 minimum setiap 1 (satu) kali per 3
(tiga) bulan. Laporan ditujukan kepada instansi pemerintah sesuai ketentuan yang
ditetapkan. Instansi pemerintah tersebut bisa Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan, Dinas atau Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Dinas Kesehatan
Provinsi atau Kabupaten/Kota;
 Isi laporan berisi :
o Skema penanganan limbah B3, izin alat pengolah limbah B3, dan bukti kontrak
kerjasama (MoU) dan kelengkapan perizinan bila penanganan limbah B3 diserahkan
kepada pihak pengangkut, pengolah atau penimbun.
o Logbook limbah B3 selama bulan periode laporan
o Neraca air limbah selama bulan periode laporan,
o Lampiran manifest limbah B3 sesuai dengan kode lembarannya
 Setiap laporan yang disampaikan disertai dengan bukti tanda terima laporan
c. Penyelenggaraan Pengamanan Limbah Cair
Pengamanan limbah cair adalah upaya kegiatan penanganan limbah cair yang terdiri
dari penyaluran dan pengolahan dan pemeriksaan limbah cair untuk mengurangi
risiko gangguan kesehatan dan lingkungan hidup yang ditimbulkan limbah cair.
Limbah cair yang dihasilkan kegiatan rumah sakit memiliki beban cemaran yang dapat
menyebabkan pencemaran terhadap lingkungan hidup dan menyebabkan gangguan
kesehatan manusia. Untuk itu, air limbah perlu dilakukan pengolahan sebelum
dibuang ke lingkungan, agar kualitasnya memenuhi baku mutu air limbah yang
ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Limbah Cair
rumah sakit juga berpotensi untuk dilakukan daur ulang untuk tujuan penghematan
penggunaan air di rumah sakit. Untuk itu, penyelenggaraan pengelolaan limbah cair
harus memenuhi ketentuan di bawah ini: Rumah sakit memiliki Unit Pengolahan
Limbah Cair (IPAL) dengan teknologi yang tepat dan desain kapasitas olah limbah
cair yang sesuai dengan volume limbah cair yang dihasilkan.
1. Unit Pengolahan Limbah Cair harus dilengkapi dengan fasilitas penunjang sesuai
dengan ketentuan.
2. Memenuhi frekuensi dalam pengambilan sampel limbah cair, yakni 1 (satu) kali per
bulan.
3. Memenuhi baku mutu efluen limbah cair sesuai peraturan perundang-undangan.
4. Memenuhi pentaatan pelaporan hasil uji laboratorium limbah cair kepada instansi
pemerintah sesuai ketentuan minimum setiap 1 (satu) kali per 3 (tiga) bulan.
5. Unit Pengolahan Limbah Cair:
a. Limbah cair dari seluruh sumber dari bangunan/kegiatan rumah sakit harus diolah
dalam Unit Pengolah Limbah Cair (IPAL) dan kualitas limbah cair efluennya harus

24
memenuhi baku mutu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
sebelum dibuang ke lingkungan perairan. Air hujan dan limbah cair yang termasuk
kategori limbah B3 dilarang disalurkan ke IPAL.
b. IPAL ditempatkan pada lokasi yang tepat, yakni di area yang jauh atau tidak
menganggu kegiatan pelayanan rumah sakit dan diupayakan dekat dengan badan air
penerima (perairan) untuk memudahkan pembuangan.
c. Desain kapasitas olah IPAL harus sesuai dengan perhitungan debit maksimal limbah
cair yang dihasilkan ditambah faktor keamanan (safety factor) + 10 %.
d. Lumpur endapan IPAL yang dihasilkan apabila dilakukan pembuangan atau
pengurasan, maka penanganan lanjutnya harus diperlakukan sebagai limbah B3.
e. Untuk rumah sakit yang belum memiliki IPAL, dapat mengolah limbah cairnya secara
off-site bekerjasama dengan pihak pengolah limbah cair yang telah memiliki izin.
Untuk itu, maka rumah sakit harus menyediakan bak penampung sementara air
limbah dengan kapasitas minimal 2 (dua) kali volume limbah cair maksimal yang
dihasilkan setiap harinya dan pengangkutan limbah cair dilaksanakan setiap hari.
f. Untuk limbah cair dari sumber tertentu di rumah sakit yang memiliki karateristik khusus
harus di lengkapi dengan pengolahan awal (pre-treatment) sebelum disalurkan
menuju IPAL. Limbah cair tersebut meliputi:
 Limbah cair dapur gizi dan kantin yang memiliki kandungan minyak dan lemak tinggi
harus dilengkapi pre-treatment berupa bak penangkap lemak/minyak
 Limbah cair laundry yang memiliki kandungan bahan kimia dan deterjen tinggi harus
dilengkapi pre-treatmenberupa bak pengolah deterjen dan bahan kimia
 Limbah cair laboratorium yang memiliki kandungan bahan kimia tinggi harus
dilengkapi pre-treatmenya berupa bak pengolah bahan kimia
 Limbah cair rontgen yang memiliki perak tinggi harus dilengkapi penampungan
sementara dan tahapan penanganan selanjutnya diperlakukan sebagai limbah B3
 Limbah cair radioterapi yang memiliki materi bahan radioaktif tertentu harus dilengkapi
pre-treatment berupa bak penampung untuk meluruhkan waktu paruhnya sesuai
dengan jenis bahan radioaktifnya dengan mengikuti ketentuan peraturan perundang-
undangan.
g. Jaringan pipa penyaluran limbah cair dari sumber menuju unit pengolahan air limbah
melalui jaringan pipa tertutup dan dipastikan tidak mengalami mengalami kebocoran.
Kelengkapan Fasilitas Penunjang Unit Pengolahan Limbah Cair :
a. IPAL harus dilengkapi dengan fasilitas penunjang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
b. Kelengkapan fasilitas penunjang tersebut adalah:
- Bak pengambilan contoh air limbah yang dilengkapi dengan tulisan “Tempat
Pengambilan Contoh Air Limbah Influen” dan/ atau “Tempat Pengambilan Contoh Air
Limbah Efluen”.
- Alat ukur debit air limbah pada pipa inflen dan/atau pipa efluen

25
- Pagar pengaman area IPAL dengan lampu penerangan yang cukup dan papan
larangan masuk kecuali yang berkepentingan.
- Papan tulisan titik koordinat IPAL menggunakan Global Positioning Sistem (GPS).
- Fasilitas keselamatan IPAL. Uraian selengkapnya diuraikan pada Sub Bab
Pengawasan Keselamatan Fasilitas Kesehatan Lingkungan.
Penaatan frekuensi pengambilan contoh limbah cair sebagai berikut:
a. Setiap rumah sakit harus melakukan pemeriksaan contoh limbah cair di laboratorium,
minimal limbah cair efluennya dengan frekuensi setiap 1 (satu) kali per bulan.
b. Apabila diketahui hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan kualitas limbah cair
tidak memenuhi baku mutu, segera lakukan analisis dan penyelesaian masalah,
dilanjutkan dengan pengiriman ulang limbah cair ke laboratorium pada bulan yang
sama. Untuk itu, pemeriksaan limbah cair disarankan dilakukan di awal bulan.
Penaatan kualitas limbah cair agar memenuhi baku mutu limbah cair sebagai berikut:
a. Dalam pemeriksaan kualitas air limbah ke laboratorium, maka seluruh parameter
pemeriksaan air limbah baik fisika, kimia dan mikrobiologi yang disyaratkan harus
dilakukan uji laboratorium.
b. Pemeriksaan contoh limbah cair harus menggunakan laboratorium yang telah
terakreditasi secara nasional.
c. Pewadahan contoh air limbah menggunakan jirigen warna putih atau botol plastik
bersih dengan volume minimal 2 (dua) liter.
d. Rumah sakit wajib melakukan swapantau harian air limbah dengan parameter minimal
DO, suhu dan pH.
e. IPAL di rumah sakit harus dioperasikan 24 (dua puluh empat) jam per hari untuk
menjamin kualitas limbah cair hasil olahannya memenuhi baku mutu secara
berkesinambungan.
f. Petugas kesehatan lingkungan atau teknisi terlatih harus melakukan pemeliharaan
peralatan mekanikal dan elektrikal IPAL dan pemeliharaan proses biologi IPAL agar
tetap optimal.
g. Dilarang melakukan pengenceran dalam pengolahan limbah cair, baik menggunakan
air bersih dan/atau air pengencer sumber lainnya.
h. Melakukan pembersihan sampah-sampah yang masuk bak penyaring kasar di IPAL.
i. Melakukan monitoring dan pemeliharaan terhadap fungsi dan kinerja mesin dan alat
penunjang proses IPAL.
Penaatan pelaporan limbah cair adalah Rumah sakit menyampaikan laporan hasil uji
laboratorium limbah cair efluent IPAL minimum setiap 1 (satu) kali per 3 (tiga) bulan.
Laporan ditujukan kepada instansi pemerintah sesuai ketentuan yang ditetapkan.
Instansi pemerintah tersebut bisa Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,
Dinas Lingkungan Hidup atau Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Dinas
Kesehatan Provinsi atau Kabupaten/Kota;

26
d. Penyelenggaraan Pengamanan Limbah Gas
Pengamanan limbah gas adalah upaya kegiatan penanganan limbah gas yang terdiri
dari pemilihan, pemeliharaan dan perbaikan utilitas rumah sakit berbasis emisi gas
yang tepat dan pemeriksaan limbah gas untuk mengurangi risiko gangguan kesehatan
dan lingkungan hidup yang ditimbulkan. Kegiatan operasional dan utilitas rumah sakit
menghasilkan emisi gas buang dan partikulat yang akan berdampak pada
pencemaran udara dan gangguan kesehatan masyarakat. Sumber emisi gas buang
dominan dari rumah sakit berasal dari emisi kendaraan parkir, cerobong insinerator,
cerobong genset dan cerobong boiler, sehingga perlu dilakukan pengelolaan untuk
menjaga kualitas udara ambien lingkungan rumah sakit tetap terjaga dengan baik.
Untuk penyelenggaran mengelola limbah gas dan partikulat ini, maka rumah sakit
harus memenuhi ketentuan dibawah ini:
1. Memenuhi penaatan dalam frekuensi pengambilan contoh pemeriksaan emisi
gas buang dan udara ambien luar sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2. Kualitas emisi gas buang dan partikulat dari cerobong harus memenuhi standar
kualitas udara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang
standar kualitas gas emisi sumber tidak bergerak.
3. Memenuhi penaatan pelaporan hasil uji atau pengukuran laboratorium limbah gas
kepada instansi pemerintah sesuai ketentuan, minimal setiap 1 kali setahun.
4. Setiap sumber emisi gas berbentuk cerobong tinggi seperti generator set, boiler
dilengkapi dengan fasilitas penunjang uji emisi.
Untuk mencapai pemenuhan pengamanan limbah gas dalam
penyelenggaraan kesehatan lingkungan rumah sakit, maka dilaksanakan upaya
sebagai berikut:
- Penaatan frekuensi pengambilan contoh limbah gas
a. Setiap rumah sakit harus melakukan pemeriksaan laboratorium emisi gas buang dan
udara ambien luar dengan ketentuan frekuensi sebagai berikut :
 Uji emisi gas buang dari cerobong insinerator minimal setiap 1 (satu) kali per 6 bulan.
 Uji emisi gas buang dari cerobong mesin boiler, minimal setiap 1 (satu) kali per 6
bulan.
 Uji emisi gas buang dari cerobong genset ( Kapasitas < 1.000 KVa), setiap 1 (satu)
kali setahun.
 Uji emisi gas buang dari cerobong kendaraan operasional, minimal setiap 1 (satu) kali
setahun.
 Uji udara ambien dihalaman luar rumah sakit, minimal setiap 1 (satu) kali setahun.
b. Pengujian emisi gas buang dilaksanakan oleh laboratorium yang telah terakreditasi
nasional dan masih dalam masa berlaku.
Pengelolaan limbah gas yang memenuhi standar
c. Setiap cerobong gas buang di rumah sakit, khususnya cerobong mesin insinerator
harus dilengkapi dengan alat untuk menangkap debu dengan tujuan untuk

27
mengurangi emisi debu seperti alat wet scrubber, dimana air hasil tangkapan debu di
salurkan ke IPAL dan residu yang dihasilkan di tangani dengan prosedur sesuai
penanganan limbah B3.
d. Sumber gas buang tidak bergerak seperti genset, insinerator, boiler dan lainnya harus
dilakukan program pemeliharaan terhadap mesin bakarnya untuk menjaga agar
kualitas gas emisi tetap memenuhi syarat. Upayakan mengganti bahan bakarnya
dengan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan.
Penaatan pelaporan limbah gas yaitu Rumah sakit menyampaikan laporan hasil
uji/pengukuran laboratorium emisi gas buang dan udara ambien sesuai ketentuan.
Laporan ditujukan kepada instansi pemerintah sesuai ketentuan, seperti Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dinas Lingkungan Hidup atau Badan Pengelolaan
Lingkungan Hidup dan dinas kesehatan pemerintah daerah provinsi atau dinas
kesehatan pemerintah daerah kabupaten/kota.
Kelengkapan fasilitas penunjang cerobong
Setiap cerobong gas buang seperti mesin genset, insinerator, boiler dan sumber
lainnya di rumah sakit harus memenuhi ketentuan kelengkapan sebagai berikut:
a. Tinggi cerobong harus sesuai dengan peraturan yang berlaku dan dilengkapi dengan
topi diatasnya, terbuat dari bahan yang kuat dan anti korosif.
b. Lubang sampling (port sampling) untuk lokasi uji/pengukuran emisi cerobong.
Ketentuan lokasi pemasangan lobang sampling pada cerobong sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan tentang pengendalian pencemaran udara.
c. Fasilitas kerja bagi petugas sampling, seperti tangga dan pagar pengamannya serta
lantai kerja yang dicat dengan warna terang, misalnya warna kuning.
d. Ditulis nomor kode cerobong.
e. Papan tulisan titik kordinat cerobong menggunakan Global Positioning Sistem (GPS).

28
BAB III
METODOLOGI
3.1. Jenis Survei
Jenis Survei ini dengan desain deskriptif dan observasional berdasarkan data
laboratorium dan data kuesioner terhadap masyarakat dan management Rumah
Sakit.

3.2. Lokasi dan Waktu Survei


Survei ini dilaksanakan pada tangal 16 s.d. 19 Juli 2019 pada 2 (dua) Rumah
Sakit di Kota Pematangsiantar Propinsi Sumatera Utara yaitu Rumah Sakit Vita Insani
dan Rumah Sakit Umum Rasyida.

3.3. Besar Sampel


Besar sampel dalam survei ini adalah yaitu 2 (dua) Rumah sakit di Kota
Pematangsiantar dan 25 KK disekitar masing-masing Rumah Sakit.

3.4. Metode Pelaksanaan


a. Wawancara dengan Petugas Rumah Sakit terkait pengolahan limbah terkait
Permenkes No. 7 Tahun 2019.
b. Pengambilan contoh uji yang terdiri inlet dan outlet IPAL Rumah Sakit dan untuk
parameter pH dan suhu dilakukan pengukuran di lapangan.
c. Wawancara dengan masyarakat yang tinggal disekitar Rumah Sakit.
d. Pengujian contoh uji di laboratorium BTKLPP Kelas I Medan
e. Penyusunan Laporan

29
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Geografi Dan Administrasi Wilayah


Gambar 1. Peta Kota Pematang Siantar

Kota Pematangsiantar (sering disingkat Siantar saja) adalah salah satu kota di
Provinsi Sumatera Utara, dan kota terbesar kedua di provinsi tersebut setelah Medan.
Karena letak Pematangsiantar yang strategis, ia dilintasi oleh Jalan Raya Lintas
Sumatera. Kota ini memiliki luas wilayah 79,97 km2. Kota Pematangsiantar yang
hanya berjarak 128 km dari Medan dan 52 km dari Parapat sering menjadi kota
perlintasan bagi wisatawan yang hendak ke Danau Toba. Kota Pematangsiantar
merupakan wilayah yang berada di tengah-tengah Kabupaten Simalungun, yakni
pada ketinggian 400-500 meter dpl (diatas permukaan laut), yang secara geografis
terletak pada garis 2o 53’ 20”-3o 01’ 00” Lintang Utara dan 99o 1’ 00”-99o 6’ 35” Bujur
Timur.

30
Luas daratan Kota Pematangsiantar adalah 79.971 Km2, yang secara Administratif
terdiri dari 8 Kecamatan, yaitu :
1. Kecamatan Siantar Marihat
2. Kecamatan Siantar Marimbun
3. Kecamatan Siantar Selatan
4. Kecamatan Siantar Barat
5. Kecamatan Siantar Utara
6. Kecamatan Siantar Timur
7. Kecamatan Siantar Martoba
8. Kecamatan Siantar Sitalasari
TABEL 1. SEPULUH PENYAKIT TERBESAR DIKOTA PEMATANGSIANTAR
TAHUN 2018
No Jenis Penyakit Total
1 ISPA 20.555
2 Penyakit Tekanan Darah Tinggi 8.287
3 Penyakit lain pada saluran pernafasan 7.591
4 Gastritis 5.865
Penyakit pada sistem otot dan jaringan pengikat
5 (rematik) 5.328
6 Diabetes Melitus 4.542
7 Penyakit Kulit Alergi 3.465
8 Penyakit Pulpa dan Jaringan Penapikal 3.041
9 Penyakit Kulit infeksi 2.742
10 Diare (termasuk Kolera) 2.021
Sumber: Dinas Kesehatan Kota Pematang Siantar Tahun 2018
4.2. Pemilihan Lokasi Survei

Rumah Sakit yang ada di Kota Pematangsiantar Provinsi Sumatera Utara


adalah:

1. Rumah Sakit Harapan


2. Rumah Sakit Vita Insani
3. Rumah Sakit Horas Insani
4. Rumah Sakit Tiara Kasih Sejati
5. Rumah Sakit Mata Siantar
6. RSUD dr. Djasamen Saragih
7. Rumah Sakit Tentara Tk. IV 01.07.01
8. Rumah Sakit Umum Rasyida

Dari 8 (delapan) fasilitas kesehatan tersebut di lakukan pemilihan lokasi


survei di Rumah Sakit Vita Insani dan Rumah Sakit Rasyidah. Adapun
pemilihan lokasi survei faktor resiko bersumber air limbah rumah sakit yang
berpotensi KLB yang disarankan oleh pihak Dinas Kesehatan Kota
Pematangsiantar yaitu di Rumah Sakit Vita Insani dikarenakan beberapa waktu
sebelum kegiatan ini dilaksanakan adanya pengaduan masyarakat kepada

31
Dinas Kesehatan terkait bau dan kebisingan yang diduga bersumber dari
Rumah Sakit Vita Insani dan di Rumah Sakit Rasyida karena Rumah Sakit
tersebut baru beroperasi sehingga ingin mengetahui bagaimana sistem
pengolahan limbah medis tersebut. Jadi Survei di lakukan di Rumah Sakit Vita
Insani dan dan Rumah Sakit Rasyida.
4.3. Rumah Sakit Vita Insani
Rumah Sakit Vita Insani yang terletak di pusat kota jalan Merdeka No. 329
Pematangsiantar, didirikan pada tanggal 14 Agustus 1982 sebagai salah satu rumah
sakit swasta yang turut berperan penting dalam pembangunan kesehatan masyarakat
di Kota Pematangsiantar.
Rumah sakit Vita Insani sejak tanggal 2 Maret 2015 dengan Surat Keputusan
dari Menteri Kesehatan RI No. HK.02.03/0490/2015 telah ditetapkan sebagai rumah
sakit kelas B non pendidikan dan merupakan satu-satunya rumah sakit swasta yang
menjadi kelas B non pendidikan di Pematangsiantar.
Sejak ditetapkan sebagai rumah sakit kelas B non pendidikan melalui Surat
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. HK.02.03/0490/2015 pada tanggal 2 Maret
2015, serta dilanjutkan dengan menjalin kerjasama dengan BPJS Kesehatan Cabang
Pematangsiantar sejak 1 Februari 2015 maka RS.Vita Insani menempatkan perannya
sebagai satu-satunya rumah sakit swasta yang kelas B non pendidikan di Kota
Pematangsiantar sekaligus menjadi bagian rujukan regional bagi rumah sakit di
kabupaten sekitarnya yakni : Kabupaten Simalungun, Kabupaten Toba Samosir,
Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Batu Bara
dan Kabupaten Asahan, dimana tentunya ini akan selalu dijadikan peluang. Keadaan
ini terus memacu RS.Vita Insani meningkatkan kualitas pelayanan, infrastruktur,
sarana dan prasarana serta penambahan tenaga kesehatannya dalam berbagai lini.
4.3.1. Data Dasar Rumah Sakit
1. Nama Rumah Sakit : Rumah Sakit Vita Insani
2. Alamat : Jln. Merdeka No. 329 Pematangsiantar
Telepon : 0622- 22520
Fax : 0622- 24521
Email : sekretariat@vitainsani.com
Web : www.vitainsani.com
3. Status Kepemilikan : PT. Vita Insani Sentra Medika
4. Nama Direktur : dr. Alpin Hoza, MM
5. Kelas Rumah Sakit : Kelas B Non Pendidikan
6. No.Ijin Operasi RS :
Nomor:445/102/DPMPPTSP/6/VI.5/II/2017
7. Luas Lahan : 12.943 M2
8. Jumlah Tempat Tidur RS : 251 Tempat Tidur
9. Status Akreditasi :Paripurna
No:KARS/SERT/535/XII/2016)
4.3.2. Sarana Dan Prasarana
Perumahan
 Asrama Pegawai : 1 unit
Mobil
 Ambulance : 7 unit

32
 Mobil Pool : 3 unit
Sumber Air Bersih
 PAM : PDAM Tirtauli
 Sumur BOR : ada
Alat Penerangan
 PLN : ada
 Genset : ada
Cara Pembuangan Limbah
 Pihak Ketiga : PT. ARAH
 Water Treatment : ada
4.3.3. Instalasi Pelaksanaan Fungsional
Fasilitas pelayanan terdiri dari instalasi sebagaimana berikut ini :
Tabel 2. Daftar Instalasi Pelaksana Fungsional Pelayanan RS. Vita Insani
Tahun 2018
No Nama Instalasi
1 Instalasi Rawat Jalan
2 Instalasi Gawat Darurat
3 Instalasi Rawat Inap
Instalasi Bedah Sentral ( Kamar Bedah Umum dan
4
Obgin)
5 Instalasi Farmasi
6 Instalasi Radiologi
7 Instalasi Rehabilitasi Medis
8 Instalasi Perawatan Intensif/Recovery Room
9 Instalasi Gizi
10 Instalasi Patalogi Klinik
11 Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit ( IPSRS )
12 Instalasi Sanitasi
13 Instalasi Pemulasaraan Jenazah
14 Instalasi Haemodialisa
15 Instalasi ICU (Intensive Care Unit)
16 Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
17 Instalasi Laboratorium
18 Instalasi Perinatologi
Sumber Profil. RS Vita Insani
Tabel 3. Daftar Instalasi Rawat Jalan Berdasarkan Klinik Spesialisasi RS.Vita
Insani Tahun 2018
No Nama Klinik
1 Klinik Bedah
2 Klinik Penyakit Dalam
3 Klinik Anak
4 Klinik Kebidanan
5 Klinik Telinga Hidung Dan Tenggorokan
6 Klinik Kulit dan Kelamin
7 Klinik Neurologi (Saraf)
8 Klinik Paru
9 Klinik Gigi dan Mulut
10 Klinik Urologi
11 Klinik Jantung
12 Klinik Ortopedi
13 Klinik TMS
14 Klinik Bedah Plastik
15 Klinik Umum
Sumber Profil. RS Vita Insani

33
Tabel 4. Daftar Instalasi Rawat Inap dan Kapasitas Tempat Tidur
RS. Vita Insani Tahun 2018
Nama Jumlah
No Kategori Kelas
Ruangan Tempat Tidur
1 Super VIP Emerald 1
ICU 1
Emerald 12
2 VIP
Safir 5
Ruby 4
Safir 10
3 Kelas Utama
Ruby 3
Cendrawasih 12
Safir 2
Anggrek 6
Ruby 8
4 Kelas I
Mahoni 6
Mawar 2
Cendana 10
Melati 2
Cendrawasih 9
Anggrek 15
Ruby 5
5 Kelas II Mahoni 9
Mawar 6
Cendana 9
Melati 6
Ruby 8
Mahoni 6
Mawar 14
6 Kelas III
Melati 16
Cendrawasih 6
Cendana 4
7 Recovery Room 9
VIP 1
Umum 8
8 ICU
Isolasi 1
PICU 2
Inkubator 4
9 Perinatologi
Box 8
10 IGD 13
11 Kamar Bayi 20
Jumlah 263
Sumber Profil. RS Vita Insani

Tabel 5. Instalasi Penunjang Medis dan Penunjang Diagnostik RS.Vita Insani


Tahun 2018
No Nama Instalasi
1 Instalasi Farmasi
2 Instalasi Radiolagi
3 Instalasi Rehabilitasi Medik
4 Instalasi Gizi
5 Instalasi Patalogi Klinik
6 Instalasi Patalogi Anatomi
7 Instalasi Pemulasaraan Jenazah
8 Instalasi Haemodialisa
Sumber Profil. RS Vita Insani

34
4.3.4. Alat Kesehatan

Alat Kesehatan yang ada di Rumah Sakit Vita Insani yakni :


1. CT-Scan
2. EEG (Electroencepalograph)
3. EKG
4. USG
5. HSG
6. Treadmill Test
7. Endoskopi
8. Rontgen
9. TMS (Transcranial Magnetic Stimulation)
10. Laparoscopi
11. Panoramic
12. Alat Laboratorium (Pentra 200, Dirui H-500, Microst OT 60, Biolyte 2000,
Smart Lyte, Roller 20, Mini Vidas,Ochet chem HbA1c,microskop olympus).
13. Echocardiograph
14. Spirometer
15. Transcranial dopler (TCD)
4.3.5. Sepuluh Penyakit Utama Rawat Jalan Dan Inap

Berikut dapat dilihat 10 Penyakit Utama rawat jalan dan rawat inap di Rumah Sakit
Umum Vita Insani

Tabel 6. Daftar Sepuluh Penyakit Utama Rawat Jalan di RSU Vita Insani
Tahun 2018
NO NAMA PENYAKIT JUMLAH
1 Dispepsia 684
2 Ispa 585
3 Neuropathy 564
4 Gastritis 524
5 Obs.Febris 478
6 Tb Paru 459
7 Hipertensi 376
8 Gastro Enteritis 372
9 Stroke Ischemic 343
10 Dysuria 280
Sumber Profil. RS Vita Insani
Dari tabel diatas, penyakit yang banyak dijumpai di Klinik Rawat Jalan adalah
Dispepsia.

Tabel 7 Daftar Sepuluh Penyakit Utama Rawat Inap di RSU Vita Insani
Tahun 2018
JUMLAH
NO NAMA PENYAKIT
KASUS
1 DHF 989
2 Dispepsia 769
3 Neonatus aterm sc 739
4 Gastro enteritis 735
5 Typoid fever 547
6 Dorsalgia 535
7 Penyakit ginjal kronik 466
8 Anemia 313
9 CHF 262
10 Dm Tipe 2 254
Sumber Profil. RS Vita Insani

35
Dari tabel diatas, penyakit yang banyak dirawat inap adalah penyakit Dengue
Hemorrhagic Fever (Demam Berdarah).

4.3.6. Hasil Pemeriksaan Limbah Cair, Inspeksi Pengamanan Limbah, Dan


Kuesioner Untuk Masyarakat Yang Tinggal Di Sekitar Rumah Sakit Vita
Insani Kota Pematangsiantar
Berikut dapat dilihat hasil pemeriksaan limbah cair, inspeksi pengamanan
limbah dan hasil wawancara kepada masyarakat yang tinggal di sekitar
Rumah Sakit Vita Insani dengan responden sejumlah 25 responden.
4.3.6.1. Hasil Pemeriksaan Limbah Cair di Rumah Sakit Vita Insani
Hasil Pemeriksaan limbah cari di Rumah Sakit Umum Vita Insani pada inlet
dan outlet IPAL.
Tabel 8. Hasil Pemeriksaan Limbah Cair di Rumah Sakit Vita Insani
Tahun 2019
Baku Hasil Analisa
Parameter Satuan
Mutu Inlet Outlet
pH - 6,0-9,0 7,30 8,00
BOD mg/l 30 36,50 19,50
Minyak & Lemak mg/l 5 4,1 3,6
Amoniak mg/l 10 3,704 1,354
TSS mg/l 30 37 19
Total Coliform MPN/ 100 ml 3000 >16000 130

Dari hasil pemeriksaan laboratorium tentang pemeriksaan pengolahan


limbah cair yang berasal dari inlet yang tidak memenuhi syarat adalah
pH,BOD, dan total coliform sehingga dibutuhkan pengolahan sebelum
dibuang ke badan air dan hasil dari outlet memenuhi baku mutu sesuai
dengan yang dipersyaratkan PerMenLHK No. P.68/Menlkh/Kum.1/8/2016
tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik Rumah Susun, Penginapan,
Asrama, Pelayanan Kesehatan, Lembaga Pendidikan, Perkantoran,
Perniagan, Pasar, Rumah Makan, Balai Pertemuan, Arena Rekseasi,
Pemukiman, Industri, IPAL Kawasan, IPAL Pemukiman, IPAL Perkantoran,
Pelabuhan, Bandara, Stasiun Kereta Api, Terminal dan Lembaga
Permasyarakatan.
4.3.6.2. Hasil Inspeksi Pengamanan Limbah Rumah Sakit di Rumah Sakit
Vita Insani
Hasil observasi di Rumah Sakit Vita Insani formulir inspeksi pengamanan
limbah Rumah Sakit berdasarkan Permenkes No. 7 Tahun 2019 tentang
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit dapat diketahui bahwa skore dengan
score 1600, Rumah Sakit Vita Insani mempunyai score 1200, sehingga yang
perlu dibenahi untuk Rumah Sakit ini tentang pengamanan limbah padat
untuk dapat dilakukan penanganan limbah 3R dan penanganan limbah gas.
Berikut uraian tentang hasil observasi di Rumah Sakit Vita Insani formulir
inspeksi pengamanan limbah Rumah Sakit sebagai berikut:

36
 Limbah Padat Domestik
Tidak dilakukan penanganan limbah 3 R, memiliki TPS limbah domestik dan
pengangkutan di TPS dilakukan setiap hari. Limbah tidak boleh dibiarkan
dalam wadahnya melebihi 1 x 24 jam atau apabila 2/3 bagian kantong sudah
terisi oleh limbah, maka harus diangkut supaya tidak menjadi perindukan
vektor penyakit dan binatang pembawa penyakit.
Disarankan kepada pihak pengelola Rumah Sakit Vita Insani
pengamanan limbah padat domestik adalah upaya penanganan limbah
padat domestik di rumah sakit yang memenuhi standar untuk mengurangi
risiko gangguan kesehatan, kenyamanan dan keindahan yang ditimbulkan.
Upaya pemilahan dan pengurangan, dilakukan dengan cara :
a) Pemilahan dilaksanakan dengan memisahkan jenis limbah organik dan
limbah anorganik serta limbah yang bernilai ekonomis yang dapat
digunakan atau diolah kembali, seperti wadah/kemasan bekas berbahan
kardus, kertas, plastik dan lainnya dan dipastikan tidak mengandung
bahan berbahaya dan beracun
b) Pemilahan dilakukan dari awal dengan menyediakan tong sampah yang
berbeda sesuai dengan jenisnya dan dilapisi kantong plastik warna
bening/putih untuk limbah daur ulang di ruangan sumber.
c) Dilakukan pencatatan volume untuk jenis sampah organik dan anorganik,
sampah yang akan didaur ulang atau digunakan kembali.
d) Sampah yang bernilai ekonomis dikirim ke TPS terpisah dari sampah
organik maupun anorganik
e) Dilarang melakukan pengumpulan limbah yang dapat dimanfaatkan atau
diolah kembali hanya untuk keperluan sebagai bahan baku atau kemasan
pemalsuan produk barang tertentu oleh pihak luar.
f) Untuk limbah Padat domestik yang termasuk kategori limbah B3, maka
harus dipisahkan dan dilakukan penanganan sesuai dengan persyaratan
penanganan limbah B3.
 Limbah Padat B3
Melakukan pemilahan limbah medis dan non medis, memenuhi ketentuan
lamanya penyimpanan limbah medis B3 yaitu tidak lebih dari 90 hari, memiliki
TPS B3 yang berizin, pengolahan limbah B3 dilakukan dengan pihak ketiga
yang berizin yaitu PT ARAH Environment Indonesia.
Limbah B3 yang dihasilkan dari kegiatan Rumah Sakit setelah
dikumpulkan dari setiap unit, dilakukan penyimpanan sebelum limbah B3
diserahkan kepada pihak ketiga pengumpul limbah B3 berizin yaitu PT. Arah
Environmental Indonesia. Kegiatan penyimpanan secara rutin dilakukan oleh
petugas kebersihan dan petugas sanitasi yang menangani TPS B3. Petugas

37
menggunakan APD berupa sarung tangan dan masker, dan melakukan
penimbangan limbah B3 yang akan disimpan dan melakukan pencatatan di
logbook kegiatan limbah B2 yang masuk ke TPS B3.
Petugas memeriksa kondisi plastik penyimpanan. Tidak ada tumpahan,
tidak robek/ bocor, kantung plastik diikat dengan menggunakan ikatan
tunggal dengan volume limbah yakni ¾ dari kapasitas kantung plastik dan
safety box dalam keadaan tertutup. Warna kantong plastik disesuaikan
dengan jenis limbah B3. Limbah B3 berbentuk frasa cair seperti oli bekas
disimpan dalam drum yang tertutup dan larutan fixer dan developer disimpan
dalam jirigen diletakkan diatas pallet. Penyimpanan limbah B3 tidak boleh
disimpan lebih dari 90 hari sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan dan
secara rutin pengumpul limbah B3 akan melakukan pengangkutan limbah
untuk dilakukan pemusnahan limbah B3. Hindari tumpuhan, ceceran dari
jenis-jenis limbah B3 yang disimpan, setelah dilakukan penyimpanan limbah
ke TPS B3, petugas kebersihan dan petugas sanitasi harus mengunci
kembali TPS B3. TPS B3 harus selalu dalam keadaan tertutup. Pengambilan/
pengangkutan limbah B3 diangkut maka pihak pengangkut menyerahkan
lembar manifest yang ditandatangani oleh pihak sanitasi Rumah Sakit Umum
Vita Insani dan pihak pengangkut limbah B3. Limbah B3 yang keluar dai TPS
B3 dicatat.
 Limbah Cair
Memiliki IPAL yang berizin dan hasil pengolahan limbah cair
memenuhi baku mutu sesuai dengan yang dipersyaratkan PerMenLHK No.
P.68/Menlkh/Kum.1/8/2016 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik pada
Pelayanan Kesehatan.
Rumah Sakit Vita Insani merupakan sarana kesehatan yang
menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan diperuntukkan bagi
masyarakat umum. Didalam penyelenggaran pelayanan kesehatan, Rumah
Sakit Vita Insani perlu melakukan pelayanan secara menyeluruh agar tidak
menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat dan lingkungan. Berdasarkan
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor
P.68/Menlhk/Setjen/Kum.1/8/2016 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik
mewajibkan setiap penghasil limbah untuk dapat mengelola limbah cair
sebelum dibuang ke lingkungan sampai dengan tidak melampaui baku mutu
limbah cair yang ditetapkan. Untuk maksud tersebut diatas, maka pengolahan
air limbah dari operasional Rumah Sakit Vita Insani adalah pengolahan air
limbah di Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dengan sistem Kombinasi
Biofilter anaerob-aerob aliran ke atas (upflow).
Proses pengolahan limbah cair dengan biofilter anaerob-aerob upflow:

38
1. Limbah cair dialirkan melalui media plastic atau batu pecah dalam kolom akan
menghasilkan lapisan lendir yang menyelimuti media saring (biofilm).
2. Limbah cair yang masih mengandung bahan organik yang belum dapat terurai
pada bak pengurai bila melalui lapisan media akan mengalami proses
penguraian secara biologis, sehingga efesiensi penurunan konsentrasi bahan
organik dan padatan tersuspendi akan tinggi.
3. Efesiensi penyaringan pada sistem ini sangat besar karena adanya sistem
aliran “upflow”, yakni penyaringan dari bawah ke atas, sehingga kecepatan
partikel dalam air dapat dikurangi.
4. Dengan kombinasi proses “anaerob-aerob”, efesiensi pengurangan senyawa
phospor juga tinggi.
5. Selama berada pada kondisi anaerob, senyawa phospor anorganik yang ada
dalam sel-sel mikroorganisme akan keluar sebagai akibat hidrolisa senyawa
phospor, sedangkan energi yang dihasilkan digunakan untuk menyerap BOD.
Pada kondisi aerob, senyawa phospor yang terlarut akan diserap bakteri
aerobic dan akan mensintesa menjadi poliphosphat dengan menggunakan
energi yang diperoleh dari hasil proses oksidasi senyawa organic.
Adapun keuntungan Proses Biofilter Anaerob-aerob Upflow antara lain:
a. Pengelolaannya sangat mudah,
b. Biaya operasional rendah,
c. Lumpur yang dihasilkan relatif sedikit,
d. Dapat menghilangkan nitrogen dan phospor,
e. Suplai udara aerasi relatif kecil,
f. Dapat digunakan untuk limbah cair dengan beban BOD tinggi,
g. Dapat mengurangi padatan tersuspensi dengan baik.
Tahapan proses pengolahan air limbah pada Rumah Sakit Vita Insani
Pematangsiantar dengan menggunakan sistem biofilter anaerob-aerob upflow
seperti gambar di bawah ini.

39
Gambar 2. Tahapan proses pengolahan air limbah pada
Rumah Sakit Vita Insani

 Limbah Gas
Tidak memenuhi penataan dalam frekuensi pengambilan contoh
pemeriksaan emisi gas buang dan udara ambien luar, tidak ada pemeriksaan
kualitas emisi gas buang dan partikulat dari cerobong sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan tentang standart kualitas gas
emisi sumber tidak bergerak. Rumah Sakit Vita Insani sedang melakukan
pembuatan cerobong , sehingga belum ada dilakukan pemeriksaan emisi
gas buang.
Disarankan kepada pihak pengelola Rumah Sakit Vita Insani
pengamanan limbah gas adalah upaya kegiatan penanganan limbah gas
yang terdiri dari pemilihan, pemeliharaan dan perbaikan utilitas rumah sakit
berbasis emisi gas yang tepat dan pemeriksaan limbah gas untuk
mengurangi risiko gangguan kesehatan dan lingkungan hidup yang
ditimbulkan. Kegiatan operasional dan utilitas rumah sakit menghasilkan

40
emisi gas buang dan partikulat yang akan berdampak pada pencemaran
udara dan gangguan kesehatan masyarakat.
Sumber emisi gas buang dominan dari rumah sakit berasal dari emisi
kendaraan parkir, cerobong insinerator, cerobong genset dan cerobong
boiler, sehingga perlu dilakukan pengelolaan untuk menjaga kualitas udara
ambien lingkungan rumah sakit tetap terjaga dengan baik. Untuk
penyelenggaran mengelola limbah gas dan partikulat ini, maka rumah sakit
harus memenuhi ketentuan dibawah ini:
1) Memenuhi penaatan dalam frekuensi pengambilan contoh pemeriksaan
emisi gas buang dan udara ambien luar sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
2) Kualitas emisi gas buang dan partikulat dari cerobong harus memenuhi
standar kualitas udara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan tentang standar kualitas gas emisi sumber tidak bergerak.
3) Memenuhi penaatan pelaporan hasil uji atau pengukuran laboratorium
limbah gas kepada instansi pemerintah sesuai ketentuan, minimal setiap
1 kali setahun.
4) Setiap sumber emisi gas berbentuk cerobong tinggi seperti generator set,
boiler dilengkapi dengan fasilitas penunjang uji emisi.
Untuk mencapai pemenuhan pengamanan limbah gas dalam
penyelenggaraan kesehatan lingkungan rumah sakit, maka dilaksanakan
upaya sebagai berikut:
Penaatan frekuensi pengambilan contoh limbah gas
a) Setiap rumah sakit harus melakukan pemeriksaan laboratorium emisi gas
buang dan udara ambien luar dengan ketentuan frekuensi sebagai berikut:
• Uji emisi gas buang dari cerobong insinerator minimal setiap 1 (satu) kali
per 6 bulan.
• Uji emisi gas buang dari cerobong mesin boiler, minimal setiap 1 (satu) kali
per 6 bulan.
• Uji emisi gas buang dari cerobong genset ( Kapasitas< 1.000 KVa), setiap
1 (satu) kali setahun.
• Uji emisi gas buang dari cerobong kendaraan operasional, minimal setiap
1 (satu) kali setahun.
• Uji udara ambien dihalaman luar rumah sakit, minimal setiap 1 (satu) kali
setahun. b) Pengujian emisi gas buang dilaksanakan oleh laboratorium yang
telah terakreditasi nasional dan masih dalam masa berlaku.
Pengelolaan limbah gas yang memenuhi standar :
a) Setiap cerobong gas buang di rumah sakit, khususnya cerobong mesin
insinerator harus dilengkapi dengan alat untuk menangkap debu dengan
tujuan untuk mengurangi emisi debu seperti alat wet scrubber, dimana air

41
hasil tangkapan debu di salurkan ke IPAL dan residu yang dihasilkan di
tangani dengan prosedur sesuai penanganan limbah B3.
b) Sumber gas buang tidak bergerak seperti genset, insinerator, boiler dan
lainnya harus dilakukan program pemeliharaan terhadap mesin bakarnya
untuk menjaga agar kualitas gas emisi tetap memenuhi syarat. Upayakan
mengganti bahan bakarnya dengan bahan bakar yang lebih ramah
lingkungan.
Kelengkapan fasilitas penunjang cerobong
Setiap cerobong gas buang seperti mesin genset, insinerator, boiler
dan sumber lainnya di rumah sakit harus memenuhi ketentuan kelengkapan
sebagai berikut:
a) Tinggi cerobong harus sesuai dengan peraturan yang berlaku dan
dilengkapi dengan topi diatasnya, terbuat dari bahan yang kuat dan anti
korosif.
b) Lubang sampling (port sampling) untuk lokasi uji/pengukuran emisi
cerobong. Ketentuan lokasi pemasangan lobang sampling pada cerobong
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan tentang
pengendalian pencemaran udara.
c) Fasilitas kerja bagi petugas sampling, seperti tangga dan pagar
pengamannya serta lantai kerja yang dicat dengan warna terang, misalnya
warna kuning.
d) Ditulis nomor kode cerobong.
e) Papan tulisan titik kordinat cerobong menggunakan Global Positioning
Sistem (GPS).
4.3.6.3. Hasil Wawancara Kepada Masyarakat Yang Tinggal di Sekitar
Rumah Sakit Vita Insani Tahun 2019
Hasil wawancara kepada masyarakat yang tinggal di sekitar Rumah Sakit
Vita Insani yang ditampilkan berupa karakteristik distribusi berdasarkan
umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, lama tinggal dan
jarak tinggal dengan rumah sakit dan tingkat pengetahuan tentang
sampah medis, tindakan masyarakat, keluhan dan data tentang air
bersih.
4.3.6.3.1. Karakteristik Responden Yang Tinggal Di Sekitar Rumah Sakit Vita
Insani Tahun 2019
Karakteristik distribusi berdasarkan umur, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, jenis pekerjaan, lama tinggal dan jarak tinggal dengan
Rumah Sakit Vita Insani Tahun 2019.

42
Grafik 1. Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur (Tahun)
Tahun 2019

Dari Grafik 1 distribusi


responden berdasarkan
46-65 26-45 kelompok umur yang dilakukan
26-45
52% 48% wawancara terbanyak 52 %
46-65
Kelompok Umur 46 s.d. 65 Tahun
sebanyak 13 orang

Grafik 2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin


Tahun 2019

Dari Grafik 2 distribusi


Laki-Laki responden berdasarkan jenis
32% kelamin yang dilakukan
Perempua Perempuan
n wawancara terbanyak 68 %
Laki-Laki
68% pada jenis kelamin
perempuan sebanyak 17
orang

Grafik 3. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan


Tahun 2019

Dari Grafik 3 distribusi


S-1
responden berdasarkan
24% tingkat pendidikan yang
D3 SMA dilakukan wawancara
4% SMA D3 terbanyak adalah 72 %
72% berpendidikan SMA sebanyak
S-1
18 orang

Grafik 4. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan Tahun 2019

Dari Grafik 4. distribusi


PNS/ POLRI
4%
reponden berdasarkan
Wiraswast jenis pekerjaan yang
Ibu Rumah Wiraswasta
a dilakukan wawancara
Tangga
48% Ibu Rumah Tangga
48% terhadap terbanyak
PNS/ POLRI 48% Wiraswasta dan
Ibu Rumah Tangga
sebanyak 12 orang

43
Grafik 5. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Tinggal (Tahun)
Tahun 2019

Dari Grafik 5 distribusi


31-40 responden
21-30 1-10
8% 20% berdasarkan lama
8%
1-10 tinggal yang
11-20 terbanyak adalah 64
11-20 21-30 % masyarakat yang
64% 31-40 telah tinggal disekitar
Rumah Sakit 11-20
Tahun dengan jumlah
16 responden

Grafik 6. Distribusi Responden Berdasarkan Jarak Tinggal


(Dalam Meter) Tahun 2019

41-50 Dari Grafik 6 distribusi


8% responden
31-40
1-10 berdasarkan jarak
4% 1-10
21-30 32% tinggal dengan Rumah
20% 11-20 Sakit yang terbanyak
21-30 adalah 36 %
11-20 31-40 masyarakat yag tinggal
36% dengan jarak 11-20
41-50
meter dengan jumlah 9
responden

4.3.6.3.2. Hasil Wawancara terhadap masyarakat yang tinggal disekitar


Rumah Sakit Vita Insani Tahun 2019

Grafik 7. Pengetahuan Masyarakat Yang Tinggal di Sekitar Rumah


Sakit Vita Insani Tahun 2019
YA TIDAK

18 17
16 15
14
12 10
10 8
8
6
4
2
0
Sampah Medis Bahaya Sampah Medis

Berdasarkan grafik 7. dapat dilihat bawah pengetahuan responden tentang


sampah medis adalah 40 % masyarakat mengetahui sampah medis berupa
jarum suntik, kapas dan barang bekas yang digunakan untuk pengobatan

44
dan 68 % persen masyarakat tahu tentang bahaya sampah medis yang tidak
dikelola dengan baik dapat menyebabkan penyakit.
Grafik 8. Tindakan Responden tentang Sampah Medis
25 25 24 25 25 25 25
25

20

15 14
13
12
11 YA
10 TIDAK

5
1
0 0 0 0 0 0
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9

Label Nomor Keterangan


1 Melihat Aliran Air Limbah
2 Keberadaan Rumah Sakit membuat terganggu/ tidak nyaman
3 Senang Tinggal dekat dengan Rumah Sakit
4 Tercium Bau Sampah Medis
5 Menggunakan APD
6 Melihat Sampah Medis
7 Mengambil Sampah Medis
8 Mengalami ISPA atau gatal-gatal
9 Melapor ke kelurahan atau pihak RS

Berdasarkan grafik 8 dapat dilihat bahwa 100% responden yang


tinggal disekitar Rumah Sakit Vita Insani tidak pernah melihat alira air limbah
yang berasal dari Rumah Sakit. 100% masyarakat senang tinggal dekat
rumah sakit dengan 72 % menjawab jika mereka sakit dapat langsung
tertangani karena dekat dengan rumah tinggal dan 28 % responden
menjawab senang tinggal dekat rumah sakit karena terkait dengan pekerjaan
(bisnis) mereka semakin berkembang dan sehingga rezeki semakin
bertambah bagi masyarakat. Tetapi disisi lain 52 % masyakarat tidak nyaman
tinggal didekat Rumah Sakit Vita Insani dikarenakan karena genset, lift dan
pekerja rumah sakit, dimana asap dan getaran yang disebabkan dari genset,
lift barang yang ada diluar menyebabkan getaran hingga kerumah warga,
dan pekerja Rumah Sakit yang mengantarkan barang yang menggunakan lift
barang tersebut sering berteriak-teriak memanggil rekannya yang ada
dibawah sehingga menyebabkan kebisingan dan itu sering terjadi pada
malam dan dini hari sehingga mengganggu kenyamanan masyarakat yang
akan beristirahat.
Tercium bau tidak enak yang bersumber dari rumah sakit sebanyak
56 %, pada saat wawancara masyarakat menjawab bau itu disebabkan oleh
sampah dan limbah pada saat pagi dan sore, ada juga yang menyatakan bau
kabel terbakar hal itu dikarenakan disamping Rumah Sakit Umum Vita Insani
terdapat bengkel, kemungkinan bau tersebut dari lokasi bengkel tersebut,

45
ada juga bau (polusi udara) yang disebabkan oleh asap genset dari Rumah
Sakit Umum Vita Insani. Hanya 4% masyarakat menggunakan APD berupa
masker atau sarung tangan jika mencium bau yang tidak enak dari Rumah
Sakit. 100 % responden tidak pernah melihat sampah yang berasal dari
Rumah Sakit disekitar tempat tinggal mereka dan 100 % juga masyakat tidak
suka mengambil sampah medis. Selama tinggal di sekitar Rumah Sakit 100
% masyakarat tidak pernah mengalami ISPA dan gatal-gatal dan tidak
pernah melaporkan ke kelurahan keluhan akibat dari limbah medis rumah
sakit.
Dari hasil kuesioner kepada masyakarat yang tinggal disekitar rumah
sakit maka Pihak Rumah Sakit Vita Insani harus memberikan nasehat
kepada pekerja yang melakukan aktifitas di lift barang untuk tidak berteriak-
teriak ketika melakukan kegiatan, pihak Rumah Sakit Vita Insani harus
membuat alat peredam kebisingan dan getaran yang disebabkan genset dan
lift barang. Karena akibat dari getaran dan kebisingan dapat berdampak bagi
kesehatan. Efek getaran terhadap tubuh tergantung besar kecilnya frekuensi
yang mengenai tubuh. 3-9 Hz, akan timbul resonansi pada dada dan perut,
6-10 Hz, dengan intensitas 0,6 gram, tekanan darah, denyut jantung,
pemakaian O2 dan volume perdenyut sedikit berubah. Pada intensitas 1,2
gram terlihat banyak perubahan sistem peredaran darah. 10 Hz, leher,
kepala, pinggul, kesatuan otot dan tulang akan beresonansi. 13-15 Hz,
tenggorokan akan mengalami resonansi. < 20 Hz, tonus otot akan
meningkat, akibat kontraksi statis ini otot menjadi lemah, rasa tidak enak dan
kurang ada perhatian. Beberapa jenis getaran dan akibatnya pada
kesehatan, antara lain meliputi getaran pada seluruh tubuh dan getaran pada
lengan. Getaran seluruh tubuh biasanya dialami pengemudi kendaraan
dengan akibat yang timbul tergantung kepada jaringan manusia, seperti pada
getaran 3-6 Hz untuk bagian thorax (dada dan perut), pada getaran 20-30 Hz
untuk bagian kepala, dan pada getaran 100-150 Hz untuk rahang. Selain
berakibat pada rasa tidak nyaman efek getaran pada organ tubuh yang
berlangsung lama, menurut beberapa penelitian dapat menyebabkan
orteoartritis tulang belakang. Getaran tangan-lengan, dapat menyebabkan
antara lain timbulnya kelainan pada peredaran darah dan persyarafan,serta
kerusakan pada persendian dan tulang-tulang. Kebisingan dapat
menyebabkan berbagai gangguan seperti gangguan fisiologis, gangguan
psikologis, gangguan komunikasi dan ketulian. Ada yang menggolongkan
gangguannya berupa gangguan Auditory, misalnya gangguan terhadap
pendengaran dan gangguan non Auditory seperti gangguan komunikasi,
ancaman bahaya keselamatan, menurunya performan kerja, stres dan
kelelahan.

46
Pihak Rumah Sakit harus memperhatikan dampak kebisingan,
getaran, limbah gas yang dihasilkan oleh Rumah Sakit karena responden
yang dilakukan wawancara yang terbanyak yaitu 36% jarak tinggal dari
Rumah Sakit (11-20 meter) dan lama tinggal 64 % (11-20 tahun) sehingga
menimbulkan masalah kesehatan bagi masyarakat.
Tabel 9. Kendaraan Pengangkut Sampah Yang Melintas Dari Rumah
Responden Tahun 2019
Uraian Ya Tidak
Pernah Melihat Kendaraan Pengangkut 7 18
Sampah melintas dari Depan Rumah
Frekuensi
* 1x24 jam 7
* 2x24 jam
* 1x48 jam
Bak Sampah Yang Digunakan
Terbuka
Tertutup 7
Responden yang melihat kendaran pengangkut sampah melintas dari depan
rumah sebanyak 28 % dengan frekuensi 1x24 jam dan menggunakan bak
tertutup sedangkan 72 % masyakarat tidak pernah melihat kendaraan
pengangkut sampah dikarena lokasi rumah mereka tepat di belakang rumah
sakit sehingga kendaraan pengangkut sampah tidak lewat dari depan rumah
masyakarat.
Tabel 10. Data Tentang Air Bersih Yang Digunakan Masyarakat Sekitar
Rumah Sakit Umum Vita Insani Tahun 2019
No Air Bersih Ya Tidak
1 Sumber Air Bersih
Sumur Gali 0 0
PDAM 9 0
Sumur Bor 16 0
2 Air Bersih Untuk Minum 17 8
3 Masalah Kesehatan Terhadap Air Bersih 0 25

Dari tabel 10 dapat dilihat bahwa 64 % masyarakat menggunakan Sumur


bor, 36 % mengggunakan PDAM dan sebanyak 68 % menggunakan air
bersih tersebut untuk digunakan minum sedangkan 32 % menggunakan air
Minum Isi Ulang sebagai air minum. Masyakarat yang menggunakan air
bersih tersebut 100 % tidak mempunyai keluhan kesehatan selama
menggunakan air tersebut.
4.4. Rumah Sakit Umum Rasyida
Rumah Sakit Umum Rasyida Siantar yang merupakan rumah sakit tipe C.
Rumah Sakit Umum Rasyida terletak di Jalan Seram Atas No. 58, Kelurahan Bantan,
Kecamatan Siantar Barat, Kota Pematangsiantar. Sumber air bersih yang digunakan
adalah air sumur bor dan PDAM. Batas wilayah administratif yaitu :

47
a. Utara : Kecamatan Siantar Utara
b. Timur : Kecamatan Siantar Timur
c. Selatan : Kecamatan Siantar Selatan
d. Barat : Kecamatan Siantar Martoba
Adapun skala usaha dan/ atau kegiatan dari Rumah Sakit Umum Rasyidah
Siantar yang merupakan jasa pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut :
a. Instalasi Gawat Darurat
b. Instalasi Kamar Bedah
c. Ruang Rawat Jalan
d. Ruang Rawat Inap
e. Kamar Operasi/ Bedah
f. Instalasi ICU
g. Electro Cardiografi (ECG)
h. Hemodialisa (HD)
i. Instalasi Laboratorium
j. Instalasi Radiologi/ Rontgen
k. Ruang Persalinan
l. Ruang Rawat Anak
m. Poliklinik Umum
n. Poliklinik Spesialis
o. Instalasi Gizi
p. Instalasi Rekam Medik
q. Instalasi Farmasi
r. Instalasi Sterilisasi
Tabel 11. Daftar Instalasi Rawat Inap dan Kapasitas Tempat Tidur RSU
Rasyida Tahun 2018
Jenis Jumlah Jumlah Tempat
No
Ruang Kamar Tidur
1 VIV 1 1
2 Kelas I 3 6
3 Kelas II 8 16
4 Kelas III 2 9
5 HDU 1 2
6 Pemulihan 1 1
7 Noenatus 2 6
8 Poliklinik 4 4
9 VK 1 1
10 OK 2 2
11 IGD 1 3
Jumlah 26 51
Sumber Profil. RSU Rasyida Tahun 2019
Rumah Sakit Rasyidah berkapasitas 51 (lima puluh satu) tempat tidur dengan
luas lahan 1.700 m2
4.4.1. Hasil Pemeriksaan Limbah Cair, Inspeksi Pengamanan Limbah, Dan
Kuesioner Untuk Masyarakat Yang Tinggal Di Sekitar Rumah Sakit Vita
Insani Kota Pematangsiantar
Berikut dapat dilihat hasil pemeriksaan limbah cair, inspeksi pengamanan
limbah dan hasil wawancara kepada masyarakat yang tinggal di sekitar
Rumah Sakit Vita Insani dengan responden sejumlah 25 responden.

48
4.4.1.1. Hasil Pemeriksaan Limbah Cair Rumah Sakit di Rumah Sakit Umum
Rasyida
Hasil Pemeriksaan limbah cari di Rumah Sakit Umum Vita Insani pada
inlet dan outlet IPAL.
Tabel 12. Hasil Pemeriksaan Limbah Cair di Rumah Sakit Umum
Rasyida Tahun 2019
Baku Hasil Analisa
Parameter Satuan
Mutu Inlet Outlet
pH - 6,0-9,0 8,80 7,10
BOD mg/l 30 32,50 20,50
Minyak & Lemak mg/l 5 4,2 3,6
Amoniak mg/l 10 1,053 0,752
TSS mg/l 30 31 16
Total Coliform MPN/ 100 ml 3000 >16000 130

Dari hasil pemeriksaan laborator0ium tentang pemeriksaan pengolahan


limbah cair yang berasal dari inlet yang tidak memenuhi syarat adalah
pH,BOD, dan total coliform sehingga dibutuhkan pengolahan sebelum
dibuang ke badan air dan hasil dari outlet memenuhi baku mutu sesuai
dengan yang dipersyaratkan PerMenLHK No. P.68/Menlkh/Kum.1/8/2016
tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik.

4.4.1.2. Hasil Inspeksi Pengamanan Limbah Rumah Sakit di Rumah Sakit


Umum Rasyida
Hasil observasi di Rumah Sakit Umum Rasyida formulir inspeksi
pengamanan limbah Rumah Sakit berdasarkan Permenkes No. 7 Tahun
2019 tentang Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit dapat diketahui bahwa
skore dengan score 1600, Rumah Sakit Umum Rasyida mempunyai score
1200, sehingga yang perlu dibenahi untuk Rumah Sakit ini tentang
pengamanan limbah padat untuk dapat dilakukan penanganan limbah 3R
dan penanganan limbah gas.
Berikut uraian tentang hasil observasi di Rumah Sakit Umum Rasyida
formulir inspeksi pengamanan limbah Rumah Sakit sebagai berikut:
 Limbah Padat Domestik
Tidak dilakukan penanganan limbah 3 R, memiliki TPS limbah
domestik dan pengangkutan di TPS dilakukan setiap hari. Limbah tidak boleh
dibiarkan dalam wadahnya melebihi 1 x 24 jam atau apabila 2/3 bagian
kantong sudah terisi oleh limbah, maka harus diangkut supaya tidak menjadi
perindukan vektor penyakit dan binatang pembawa penyakit.
Disarankan kepada pihak pengelola Rumah Sakit Rasyida
pengamanan limbah padat domestik adalah upaya penanganan limbah
padat domestik di rumah sakit yang memenuhi standar untuk mengurangi
risiko gangguan kesehatan, kenyamanan dan keindahan yang ditimbulkan.
penanganan sesuai dengan persyaratan penanganan limbah B3.

49
Limbah padat rumah sakit adalah semua sampah dan limbah padat yang
dihasilkan oleh kegiatan Rumah Sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Limbah
padat dari kegiatan operasional RSU Rasyida terdapat 2 (dua) macam yaitu
limbah padat klinis dan non klinis. Sebagian besar limbah padat yang dihasilkan
dari kegiatan rumah sakit bersifat berbahaya dan beracun tergolong dalam
limbah B3.
Pengelolaan limbah padat dilakukan terpisah antara limbah padat yang
berasal dari limbah domestik dan limbah padat yang berasal dari limbah klinis.
Limbah padat klinis yang berasal dari kegiatan operasional seperti jaringan sisa
tubuh biasanya dibawa pulang keluarga pasien. Untuk mengelola limbah padat
medis pihak pengelola akan melakukan kerjasama dengan pihak ketiga yang
memiliki izin penanganan limbah B3 yaitu PT. Arah Environmental Indonesia,
sedangkan limbah padat non klinis pengelolaannya dengan menyedikan TPS
pada setiap ruangan dan tempat-tempat yang menghasilkan sampah. Limbah
padat non klinis akan dikumpulkan setiap hari oleh petugas kebersihan rumah
sakit dan akan ditempatkan di bak penampungan utama sebelum diangkut ke
TPA oleh petugas kebersihan Kota Pematangsiantar. Limbah padat medis
berupa (pembalut, kapas, kassa pembalut, urin bag, infus set, blood set, jarum
suntik, ampul/vial kosong) sedangkan limbah padat non medis seperti sampah
domestik (pekerja rumah sakit dan pengunjung), kemasan bekas, kertas, kardus
dan sebagainya yang sifatnya infeksius.
Upaya pengelolaan lingkungan hidup untuk mengelola limbah padat yang
ditimbulkan oleh operasional Rumah Sakit Umum Rasyida Siantar adalah:
 Penyediaan tempat sampah yang kuat, ringan, tahan karat, kedap air dan
bertutup disetiap ruangan RSU Rasyida Siantar
 Pemilahan antara sampah padat klinis, non klinis, sampah organik-non
organik dalam tempat sampah yang berbeda sesuai dengan
peruntukkannya
 Tempat sampah diberi label sesuai dengan jenis limbah dan dilapisi dengan
kantung plastik
 Menyediakan TPS yang permanen, tertutup dan dibersihkan 1x24 jam serta
diletakkan pada lokasi yang mudah dijangkau kendaran pengangkut
 Sampah padat klinis (limbah pada B3) dikumpulkan kedalam suatu wadah
untuk disalurkan kepada pihak ketiga yang telah memiliki izin pengelolaan
limbah B3 dari KemenLH. RSU Rasyida Siantar bekerja sama dengan pihak
ketiga yang memiliki izin pengelolaan Limbah B3 yaitu PT Arah
Environmental Indonesia .

50
 Sampah non klinis dibedakan menjadi sampah organik dan sampah non
organik. Sampah organik dapat diolah menjadi kompos sedangkan sampah
non organik dikelola bekerja sama dengan petugas kebersihan setempat.
 Sampah domestik yang dapat didaur ulang seperti, kardus, kertas, plastik
dan sebagainya dikumpulkan dan disalurkan kepada pihak ketiga untuk
dimanfaatkan kembali dengan proses daur ulang (recycle)
 Mengelola ssampah domestik dengan baik agar tidak terjadi penumpukkan
sampah dilokasi kegiatan RSU Rasyida Siantar dengan mengangkut
sampah domestik ke TPA. Oleh karena itu, pihak rumah sakit berkoordinasi
dengan petugas kebersihan setempat pengakutan sampah domestik RS ke
TPA.
 Limbah Padat B3
RSU Rasyidah melakukan pemilahan limbah medis dan non medis,
memenuhi ketentuan lamanya penyimpanan limbah medis B3 yaitu tidak lebih
dari 90 hari, memiliki TPS B3 yang berizin. Rumah Sakit Rasyida sudah bekerja
sama dengan pihak ketiga dalam penanganan limbah B3 yaitu PT Arah
Environmental Indonesia.
Limbah B3 merupakan limbah bahan beracun dan berbahaya. Limbah B3
berasal dari aktivitas Rumah Sakit Umum Rasyida Siantar dan fasilitas
pendukungnya yang menggunakan bahan B3. Limbah B3 dari aktivitas rumah
sakit terdiri dari limbah B3 non medis seperti peralatan medis, obat-obatan, dan
lain-lain serta limbah B3 non medis seperti lampu TL bekas, limbah oli, baterai
bekas, filter oli dan sebagainya sesuai dengan identifikasi limbah B3
berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2014
tentang Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun. Limbah B3 ini disimpan
di tempat penyimpanan sementara khusus limbah B3 (TPS Limbah B3) dan
kemudian diserahkan ke pihak ketiga yang telah mendapat izin resmi dari
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI.
 Limbah Cair
Memiliki IPAL yang berizin dan hasil pengolahan limbah cair memenuhi baku
mutu sesuai dengan yang dipersyaratkan PerMenLHK No.
P.68/Menlkh/Kum.1/8/2016 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik pada
Pelayanan Kesehatan.
Limbah cair pembuangan yang berasal dari laboratorium, limbah cair
infeksius, air bilas dari kamar mandi, kamar bedah dan isolasi, radiologi dan
laundry akan masuk ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), sedangkan
limbah cair dari dapur akan masuk ke Grease Trap (penyaring padatan dan
lemak) terlebih dahulu dan selanjutnya akan dialirkan ke saluran air yaitu ke
saluran umum (riol kota). Sistem pengolahan ai limbah di IPAL menggunakan

51
sistem STP (Sewage Treatment Plant) Biotech. Sementara itu limbah cair
domestik dari kamar mandi black water berupa urin dan tinja masuk ke saluran
septic tank.
IPAL STP Biotech adalah sebuah sistem pengolahan air limbah yang berasal
dari limbah cair domestik dan limbah cair medis yaitu limbah cair laboratorium
dan limbah dari tindakan medis atau lainnya. Sistem ini mulai dikenal dan
berkembang di Indonesia seiring dengan semakin meluasnya pencemaran dan
kekhawatiran masyarakat terhadap air tanah yang makin tidak layak dipakai,
sekaligus sejalan dengan usaha pencegahan pencemaran lingkungan secara
dini. Dengan adanya instalasi air limbah, diharapkan pencemaran air yang
disebabkan oleh air buangan yang berasal dari operasional rumah sakit dapat
dikurangin atau bahkan dihilangkan sehingga air buangan tersebut dapat
dibuang ke badan sungai tanpa ada rasa khawatir akan mengakibatkan
pencemaran air dilingkungan sekitar. Untuk menjaga lingkungan bersih dan
sehat maka air limbah yang dibuang ke sungai harus di proses dengan cara
yang benar. Pengolahan air limbah akan mengurangi konsentrai kontaminan,
sehingga dapat melewati standar baku mutu air limbah.
IPAL STP Biotech RSU Rasyida Siantar mempunyai kapsitas 20 m3/Hari.
Proses pengolahan air limbah dengan IPAL STP Biotech ini adalah sebagai
berikut :
1. Grit dan Saluran Inlet
Aliran limbah dari produksi yang berbentuk material kasar dan tidak dapat diurai
seperti sampah plastik dan sintetik akan disaring oleh grit terlebih dahulu, yang
dipasang diawal proses Waste Water Treatment Plant (WWTP).
2. Ekualisasi
Air Limbah yang terkumpul dari aliran saluran inlet akan dialirkan ke proses
ekualisasi. Fungsi utama dari proses ini adalah untuk meratakan parameter air
limbah yang fluktuatif atau berubah dari komposisi buangan air limbah produksi
sehingga dapat dihindarinya beban kejut. Proses ekualisas dilengkapi dengan
agitator atau aerator.
3. Netralisasi pH
pH kisaran nilai pengaruh antara 8,5 -11 dari hasil proses koagulan dan flukulan
akan disesuakian menjadi netral yaitu pH 7-8 akan dibuat dalam tangki
netralisasi dengan penambahan asam sulfat (H2SO4) atau Hydro Clorid Acid
(HCl), yang disuntikkan dengan pompa dosing yang diperintahkan dari sistem
pH controller dimana pada bagian akhir dipasang elektroda setiap 3 bulan untuk
memastikan pengaturan kontorl pH yang akurat atau mengkalibrasi ulang
monitor pH jika diperlukan.

52
4. Proses Sterilisasi
Dari proses netralisasi pH hasil air limbah dilanjutkan ketahap proses sterilisasi
atau disinfectant yaitu proses pencucian bakteri patogen, sehingga air buangan
limbah medis tidak mencemari atau menebar bakteri yang dapat merugikan
kesehatan makhluk hidup di sekitar lingkungan. Hasil pengolahan air limbah
yang akan dibuang diharapkan sudah memenuhi standar baku mutu limbah
untuk diterukan ke proses STP biotech.
5. Tangki Aerasi
Proses mikrobiologi dimaksudkan untuk terjadi dalam tangki aerasi. Nilai BOD
diharapkan akan dikurangi 90 % oleh bakteri aerobik. Tangki aerasi mengatur
rasio BOD: N: P untuk 100:5:1 mencapai kondisi hidup optimal bakteri.
6. Grit dan Saluran Inlet STP Biotech
Aliran limbah dari produksi yang berbentuk material kasar dan tidak dapat diurai
seperti sampah plastik dan sintetik akan disaring oleh grit atau screen terlebih
dahulu, yang dipasang diawal proses Waste Water Treatment Plant (WWTP).
7. Proses Anaerobik
Air limbah yang sudah disaring melalui proses screenning akan diproses secara
anaerob dimana untuk mereduksi kandungan yang bersifat bifotil, dan juga
bertujuan untuk memecahkan molekul padatan dengan cairan air limbah,
sehingga air limbah dapat diurai secara optimal ke proses lanjutan. Air limbah
yang sudah diurai secara anaerob akan dialirkan ke proses aerasi
menggunakan sistem airlift pump. Fungsi utama buangan air limbah produksi
sehingga dapat dihindarinya beban kejut. Proses aliran ekualisasi dilengkapi
dengan aerator.
8. Proses Aerasi
Proses mikrobiologi dimaksudkan untuk terjadi didalam tangki aerasi. Nilai BOD
diharapkan akan dikurangi 90 % oleh bakteri aerobik yang sesuai. Tangki aerasi
mengatur rasio BOD:N:P untuk 100:5:1 mencapai kondisi hidup optimal bakteri.
9. Oksigen Terlarut (DO)
Oksigen terlarut (DO) harus dipertahankan antara 2,5 dan 4,0 ppm dan tidak
pernah dibiarkan jatuh ke nol untuk jangka waktu lama. Jika itu terjadi lumpur
akan mengapung. Kondisi optimal dicapai saat oksigen disediakan oleh aerator
dan dikonsumsi oleh tingkat yang sama. Pengamatan lebih rinci perlu dilakukan
yang memungkinkan interpretasi yang benar dari DO dan persentase volume
lumpur dalam kaitannya dengan pertumbuhan bakteri dan produksi sludgenya.
Hal ini akhirnya akan memungkinkan penetuan yang benar dari lumpur ke
proporsi lumpur total menjadi debit dari tangki aerasi.
10. Persentase Volume Lumpur
Indikator paling umum dan praktis untuk memantau keadaan pertumbuhan
bakteri dalam tangki aerasi adalah volume lumpur persentase, yang dapat

53
dengan mudah dibaca dalam gelas beaker atau kerucut imhoff setelat waktu
menetap sekitar 15 menit. Informasi ini memberikan petunjuk tentang
pertumbuhan bakteri harian. Akhirnya Mixed Liquor Suspended Solid (MLSS)
harus sering diamati untuk membuat lebih akurat pemantauan pertumbuhan
bakteri.
11. Sedimentasi Tank
Lumpur aktif yang dipisahkan dari air dengan mempercepat lumpur berat ke
bawah saat air mengalur dengan gravitasi. Jika persentase volume lumpur dari
tangki aerasi dibawah 30 %, seluruh lumpur akan dipompa kembali ke tangki
aerasi. Jika volume persentase lumpur melebihi 30 %, makan 70 % dari lumpur
akan dialihkan ke tempat penguraian lumpur dan hanya 30 % dari itu akan
dikembalikan kembali ke tangki aerasi. Limah lumpur dari sedimentasi akan
dikumpulkan pit lumpur. Sebagian lumpur akan diproses kembali ke tangki
aerasi dan sisa endapan akan diproses lanjutan atau dibuang.
12. Proses Klorinasi
Dari proses sedimentasi hasil air limbah yang sudah dipisahkan dari lumpur
askan dilanjutkan ke tahap proses klorinasi atau disinfectant yaitu pencucian
bakteri patogen, sehingga air buangan tidak mencemari atau menebar bakteri
yang dapat merugikan kesehatan makhluk hidup di sekitar lingkungan.
13. Proses Sand dan Carbon Filter
Dari proses klorinasi hasil air akan diproses lanjutan untuk disaring dengan sand
filter dan carbon filter, sehingga hasil pengolahan air limbah yang akan dibuang
diharapkan sudah memenuhi standart baku mutu air limbah dan mencemari
lingkungan sekitar.
 Limbah Gas
Tidak memenuhi penataan dalam frekuensi pengambilan contoh
pemeriksaan emisi gas buang dan udara ambien luar, tidak ada pemeriksaan
kualitas emisi gas buang dan partikulat dari cerobong sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan tentang standart kualitas gas
emisi sumber tidak bergerak. Rumah Sakit Umum Rasyida sedang proses
menaikkan cerobong asap genset setinggi 2 meter dari gedung tertinggi dari
Rumah Sakit tersebut dan belum ada dilakukan pemeriksaan emisi gas
buang.
Disarankan kepada pihak pengelola Rumah Sakit Rasyida
pengamanan limbah gas adalah upaya kegiatan penanganan limbah gas
yang terdiri dari pemilihan, pemeliharaan dan perbaikan utilitas rumah sakit
berbasis emisi gas yang tepat dan pemeriksaan limbah gas untuk
mengurangi risiko gangguan kesehatan dan lingkungan hidup yang
ditimbulkan. Kegiatan operasional dan utilitas rumah sakit menghasilkan

54
emisi gas buang dan partikulat yang akan berdampak pada pencemaran
udara dan gangguan kesehatan masyarakat.
Sumber emisi gas buang dominan dari rumah sakit berasal dari emisi
kendaraan parkir, cerobong insinerator, cerobong genset dan cerobong
boiler, sehingga perlu dilakukan pengelolaan untuk menjaga kualitas udara
ambien lingkungan rumah sakit tetap terjaga dengan baik. Untuk
penyelenggaran mengelola limbah gas dan partikulat ini, maka rumah sakit
harus memenuhi ketentuan dibawah ini:
1) Memenuhi penaatan dalam frekuensi pengambilan contoh pemeriksaan
emisi gas buang dan udara ambien luar sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
2) Kualitas emisi gas buang dan partikulat dari cerobong harus memenuhi
standar kualitas udara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan tentang standar kualitas gas emisi sumber tidak bergerak.
3) Memenuhi penaatan pelaporan hasil uji atau pengukuran laboratorium
limbah gas kepada instansi pemerintah sesuai ketentuan, minimal setiap
1 kali setahun.
4) Setiap sumber emisi gas berbentuk cerobong tinggi seperti generator set,
boiler dilengkapi dengan fasilitas penunjang uji emisi.
Untuk mencapai pemenuhan pengamanan limbah gas dalam
penyelenggaraan kesehatan lingkungan rumah sakit, maka dilaksanakan
upaya sebagai berikut:
Penaatan frekuensi pengambilan contoh limbah gas
a) Setiap rumah sakit harus melakukan pemeriksaan laboratorium emisi gas
buang dan udara ambien luar dengan ketentuan frekuensi sebagai berikut:
• Uji emisi gas buang dari cerobong insinerator minimal setiap 1 (satu) kali
per 6 bulan.
• Uji emisi gas buang dari cerobong mesin boiler, minimal setiap 1 (satu) kali
per 6 bulan.
• Uji emisi gas buang dari cerobong genset ( Kapasitas< 1.000 KVa), setiap
1 (satu) kali setahun.
• Uji emisi gas buang dari cerobong kendaraan operasional, minimal setiap
1 (satu) kali setahun.
• Uji udara ambien dihalaman luar rumah sakit, minimal setiap 1 (satu) kali
setahun. b) Pengujian emisi gas buang dilaksanakan oleh laboratorium yang
telah terakreditasi nasional dan masih dalam masa berlaku.
Pengelolaan limbah gas yang memenuhi standar :
a) Setiap cerobong gas buang di rumah sakit, khususnya cerobong mesin
insinerator harus dilengkapi dengan alat untuk menangkap debu dengan
tujuan untuk mengurangi emisi debu seperti alat wet scrubber, dimana air

55
hasil tangkapan debu di salurkan ke IPAL dan residu yang dihasilkan di
tangani dengan prosedur sesuai penanganan limbah B3.
b) Sumber gas buang tidak bergerak seperti genset, insinerator, boiler dan
lainnya harus dilakukan program pemeliharaan terhadap mesin bakarnya
untuk menjaga agar kualitas gas emisi tetap memenuhi syarat. Upayakan
mengganti bahan bakarnya dengan bahan bakar yang lebih ramah
lingkungan.
Kelengkapan fasilitas penunjang cerobong
Setiap cerobong gas buang seperti mesin genset, insinerator, boiler
dan sumber lainnya di rumah sakit harus memenuhi ketentuan kelengkapan
sebagai berikut:
a) Tinggi cerobong harus sesuai dengan peraturan yang berlaku dan
dilengkapi dengan topi diatasnya, terbuat dari bahan yang kuat dan anti
korosif.
b) Lubang sampling (port sampling) untuk lokasi uji/pengukuran emisi
cerobong. Ketentuan lokasi pemasangan lobang sampling pada cerobong
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan tentang
pengendalian pencemaran udara.
c) Fasilitas kerja bagi petugas sampling, seperti tangga dan pagar
pengamannya serta lantai kerja yang dicat dengan warna terang, misalnya
warna kuning.
d) Ditulis nomor kode cerobong.
e) Papan tulisan titik kordinat cerobong menggunakan Global Positioning
Sistem (GPS).
4.4.1.3. Hasil Wawancara Kepada Masyarakat Yang Tinggal di Sekitar
Rumah Sakit Rasyida Tahun 2019
Hasil wawancara kepada masyarakat yang tinggal di sekitar Rumah Sakit
Rasyida yang ditampilkan berupa karakteristik distribusi berdasarkan
umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, lama tinggal dan
jarak tinggal dengan rumah sakit dan tingkat pengetahuan tentang
sampah medis, tindakan masyarakat, keluhan dan data tentang air
bersih.
4.4.1.3.1. Karakteristik Responden Yang Tinggal Di Sekitar Rumah Sakit
Rasyida Tahun 2019
Karakteristik distribusi berdasarkan umur, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, jenis pekerjaan, lama tinggal dan jarak tinggal dengan
Rumah Sakit Rasyida Tahun 2019.

56
Grafik 9. Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur (Tahun)
Tahun 2019

Dari Grafik distribusi responden


26-45,
46-65, 26-45 berdasarkan kelompok umur
10, 40%
15, 60% 46-65
yang dilakukan wawancara
terbanyak 60 % Kelompok Umur
46 s.d. 65 Tahun sebanyak 13
orang

Grafik 10. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin


Tahun 2019

Dari Grafik distribusi


responden berdasarkan jenis
Laki-Laki kelamin yang dilakukan
40% Perempu
Perempuan wawancara terbanyak 60 %
an
60% Laki-Laki pada jenis kelamin
perempuan sebanyak 15
orang

Grafik 11. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan


Tahun 2019

S-1 Dari Grafik distribusi


20% responden berdasarkan
D3
4% SMA tingkat pendidikan yang
D3 dilakukan wawancara
SMA
76% terbanyak adalah 76 %
S-1
berpendidikan SMA sebanyak
19 orang

Grafik 12. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan


Tahun 2019

Dari Grafik distribusi


PNS/
responden
POLRI Wiraswas Wiraswasta
12% berdasarkan kelompok
ta
Ibu pekerjaan yang
40% Ibu Rumah
Rumah dilakukan wawancara
Tangga
Tangga
PNS/ POLRI
terhadap terbanyak
48%
48% Ibu Rumah Tangga
sebanyak 12 orang

57
Grafik 13. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Tinggal (Tahun)
Tahun 2019

Dari Grafik distribusi


responden
21-30 berdasarkan kelompok
28% 1-10 berdasarkan lama
1-10
44%
11-20
tinggal yang terbanyak
11-20 adalah 44 %
28% 21-30
masyarakat yang telah
tinggal disekitar
Rumah Sakit 1-10
Tahun dengan jumlah
11 koresponden
Grafik 14. Distribusi Responden berdasarkan Jarak Tinggal (Dalam
Meter) Tahun 2019
Dari Grafik distribusi
51-60
4% 1-10
responden
41-50 1-10 berdasarkan jarak
61-70 11-20
16% 28% tinggal dengan Rumah
4%
21-30 Sakit yang terbanyak
31-40
31-40 adalah 28%
16% 21-30 11-20
4% 28% 41-50 masyarakat yag tinggal
51-60 dengan jarak 1-10
61-70
meter dan 11-20 meter
dengan masing-masing
berjumlah 7
koresponden

4.4.1.3.2. Hasil Wawancara terhadap masyarakat yang tinggal disekitar


Rumah Sakit Rasyida Tahun 2019

Grafik 15. Pengetahuan Masyarakat Yang Tinggal di Sekitar Rumah


Sakit RasyidaTahun 2019
18
17 17
16

14

12

10
8 8 YA
8 TIDAK
6

0
SAMPAH MEDIS BAHAYA SAMPAH MEDIS

Grafik 15 bahwa pengetahuan responden tentang sampah medis adalah 32 %


masyakarat yang mengetahui sampah medis berupa jarum suntik dan 68 %

58
masyarakat yang tahu tentang bahaya sampah medis yang tidak dikelola dengan
baik dapat menyebabkan penyakit.

Grafik 16. Tindakan Responden tentang Sampah Medis


25 25 25 25 25 25 25 25
24
25

20

15
YA
TIDAK
10

5
1
0 0 0 0 0 0 0 0
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9

Label Nomor Keterangan


1 Melihat Aliran Air Limbah
2 Keberadaan Rumah Sakit membuat terganggu/ tidak nyaman
3 Senang Tinggal dekat dengan Rumah Sakit
4 Tercium Bau Sampah Medis
5 Menggunakan APD
6 Melihat Sampah Medis
7 Mengambil Sampah Medis
8 Mengalami ISPA atau gatal-gatal
9 Melapor ke kelurahan atau pihak RS

Berdasarkan grafik 16 dapat dilihat bahwa 100% responden yang


tinggal disekitar Rumah Sakit Umum Rasyida tidak pernah melihat aliran air
limbah yang berasal dari Rumah Sakit. Responden yang dilakukan
wawancara dengan jumlah 100% masyarakat senang tinggal dekat rumah
sakit, tidak terganggu dengan keberadaan Rumah Sakit, tercium bau yang
tidak enak yang bersumber dari rumah sakit sebanyak 4 %, pada saat
wawancara masyarakat tersebut mengatakan bau limbah tetapi masyarakat
tidak ada yang menggunakan APD jika tercium bau yang tidak enak dari RS,
tidak pernah melihat sampah yang berasal dari rumah sakit disekitar tempat
tinggal, tidak pernah mengaalami ISPA/ gatal-gatal diikulit selama tinggal
disekitar rumah sakit, tidak pernah melaporkan ke kelurahan atau pihak
rumah sakit tentang keluhan-keluhan akibat dari limbah medis rumah sakit.
Pihak Rumah Sakit harus memperhatikan dampak limbah gas yang
dihasilkan oleh Rumah Sakit karena responden yang dilakukan wawancara
yang terbanyak yaitu 28% jarak tinggal dari Rumah Sakit (1-20 meter) dan
lama tinggal 44 % (1-10 tahun) sehingga menimbulkan masalah kesehatan
bagi masyarakat.

59
Tabel 13. Kendaraan Pengangkut Sampah Yang Melintas Dari
Rumah Responden Tahun 2019
Uraian Ya Tidak
Pernah Melihat Kendaraan Pengangkut 11 14
Sampah melintas dari Depan Rumah
Frekuensi
* 1x24 jam 3
* 2x24 jam 7
* 1x48 jam 1
Bak Sampah Yang Digunakan
Terbuka 1
Tertutup 10
Pada Tabel 13 diketahui 44 % masyarakat pernah melihat kendaraan
pengangkut sampah melintas dari depan rumah dengan frekuensi 1x 24 jam
sebanyak 27 %, 2x24 jam 64 %, 1x48 jam 9 % dengan menggunakan bak
tertutup sebanyak 91 %, bak terbuka 9 %. Dan 56 % masyarakat tidak pernah
melihat kendaraan pengangkut sampah melintas dari depan rumah
dikarenakan rumah terdapat dibelakang rumah sakit sehingga kendaraan
pengangkut sampah tidak lewat dari depan rumah masyakarat.

Tabel 14. Data Tentang Air Bersih Yang Digunakan Masyarakat Sekitar
Rumah Sakit Rasyida Tahun 2019
No Uraian Ya Tidak
1 Sumber Air Bersih 0 0
Sumur Gali 0 0
PDAM 23 0
Sumur Bor 2 0
2 Air Bersih Untuk Minum 24 1
3 Masalah Kesehatan Terhadap Air Bersih 0 25

Tabel 14 diketahui 8 % masyarakat menggunakan Sumur bor, 92 %


mengggunakan PDAM dan sebanyak 96 % menggunakan air bersih tersebut
untuk digunakan minum sedangkan 4 % menggunakan air Minum Isi Ulang
sebagai air minum. Masyakarat yang menggunakan air bersih tersebut 100
% tidak mempunyai keluhan kesehatan selama menggunakan air tersebut.

Bila pengelolaan limbah tak dilaksanakan secara saniter akan


menyebabkan gangguan bagi masyarakat disekitar rumah sakit dan
pengguna limbah medis. Agen penyakit limbah rumah sakit memasuki
manusia (host) melalui air, udara, makanan, alat atau benda. Agen penyakit
bisa ditularkan pada masyarakat sekitar, pemakai limbah medis dan
pengantar orang sakit.

60
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Survei faktor resiko bersumber dari limbah rumah sakit dilaksanakan pada
tangal 16 s.d. 19 Juli 2019 di Kota Pematangsiantar Propinsi Sumatera Utara
yaitu Rumah Sakit Vita Insani dan Rumah Sakit Umum Rasyida.
2. Hasil pemeriksaan laboratorium pada limbah cair dimana Outlet IPAL Rumah
Sakit Vita Insani dan Rumah Sakit Umum Rasyida telah memenuhi baku
mutu sesuai dengan yang dipersyaratkan PerMenLHK No.
P.68/Menlkh/Kum.1/8/2016 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik pada
Pelayanan Kesehatan.
3. Hasil observasi di Rumah Sakit Vita Insani dan Rumah Sakit Umum Rasyida
formulir inspeksi pengamanan limbah Rumah Sakit berdasarkan Permenkes
No. 7 Tahun 2019 tentang Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit dapat
diketahui bahwa skore dengan score 1600, Rumah Sakit Vita Insani &
Rumah Sakit Rasyida mempunyai score 1200.
4. Penanganan limbah B3 pada Rumah Sakit Vita Insani dan Rumah Sakit
Umum Rasyida diserahkan kepada pihak ketiga pengumpul limbah B3
berizin yaitu PT. Arah Environmental Indonesia.
5. Hasil Wawancara dengan 25 responden pada masyarakat yang tinggal
disekitar Rumah Sakit Vita Insani yaitu :
 40 % masyarakat mengetahui tentang sampah medis
 68 % masyarakat tahu tentang bahaya sampah medis
 56 % masyarakat tercium bau tidak enak
 4% masyarakat menggunakan APD
 100% masyarakat tidak pernah melihat aliran air limbah yang berasal
dari Rumah Sakit, tidak pernah melihat sampah yang berasal dari
Rumah Sakit disekitar tempat tinggal mereka dan tidak suka
mengambil sampah medis
 100% masyarakat senang tinggal dekat rumah sakit
 Tetapi disisi lain 52 % masyakarat tidak nyaman tinggal didekat Rumah
Sakit Vita Insani
 28 % masyarakat yang melihat kendaran pengangkut sampah melintas
dari depan rumah sebanyak dengan frekuensi 1x24 jam dan
menggunakan bak tertutup sedangkan 72 % masyakarat tidak pernah
melihat kendaraan pengangkut sampah dikarena lokasi rumah mereka
tetap di belakang rumah sakit sehingga kendaraan pengangkut
sampah tidak lewat dari depan rumah masyakarat.
 100 % masyakarat tidak pernah mengalami ISPA dan gatal-gatal
selama tinggal di sekitar Rumah Sakit dan tidak pernah melaporkan ke

61
kelurahan/ pihak RS terhadap keluhan/ masalah kesehatan akibat dari
limbah medis rumah sakit.
6. Hasil Wawancara dengan 25 responden pada masyarakat yang tinggal
disekitar Rumah Sakit Rasyida yaitu :
 32 % masyarakat mengetahui tentang sampah medis
 68 % masyarakat tahu tentang bahaya sampah medis
 4 % masyarakat tercium bau tidak enak
 100% masyarakat tidak menggunakan APD
 100% masyarakat tidak pernah melihat aliran air limbah yang berasal
dari Rumah Sakit, tidak pernah melihat sampah yang berasal dari
Rumah Sakit disekitar tempat tinggal mereka dan tidak suka
mengambil sampah medis
 100% masyarakat senang dan nyaman tinggal dekat rumah sakit
karena sumber
44 % masyarakat yang melihat kendaran pengangkut sampah melintas
dari depan rumah sebanyak dengan frekuensi 1x24 jam dan
menggunakan bak tertutup sedangkan 72 % masyakarat tidak pernah
melihat kendaraan pengangkut sampah dikarena lokasi rumah mereka
tetap di belakang rumah sakit sehingga kendaraan pengangkut
sampah tidak lewat dari depan rumah masyakarat.
 100 % masyakarat tidak pernah mengalami ISPA dan gatal-gatal
selama tinggal di sekitar Rumah Sakit dan tidak pernah melaporkan ke
kelurahan/ pihak RS terhadap keluhan/ masalah kesehatan akibat dari
limbah medis rumah sakit.
 Sumber air bersih yang digunakan dilihat bahwa 8% masyarakat
menggunakan Sumur bor, 92 % mengggunakan PDAM dan sebanyak
96 % menggunakan air bersih tersebut untuk digunakan minum
sedangkan 4 % menggunakan air Minum Isi Ulang sebagai air minum.
Masyakarat yang menggunakan air bersih tersebut 100% tidak
mempunyai keluhan kesehatan selama menggunakan air tersebut.

5.2. Saran
1. Rumah sakit harus menjadi contoh bagi masyarakat untuk membudayakan
kebersihan dan upaya peningkatan kebersihan rumah sakit harus terus
menerus dilaksanakan dengan menggiatkan program supervise, monitoring
dan evaluasi agar kebersihan dapat dipertahankan dan ditingkatkan dari
waktu ke waktu. Rumah sakit harus bersih dan bebas dari sumber
penyakit.Kebersihan yang dimaksud adalah keadaan atau kondisi yang
bebas dari bahaya dan resiko minimal bagi terjadinya infeksi silang.

62
2. Disarankan kepada pihak pengelola Rumah Sakit Vita Insani dan Rumah
Sakit Umum Rasyidah untuk melakukan penanganan limbah padat
domestik berupa 3 R dan pengamanan limbah gas berdasarkan Permenkes
No. 7 Tahun 2019 tentang Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.
3. Dari hasil kuesioner kepada masyakarat yang tinggal disekitar rumah sakit
maka Pihak Rumah Sakit Vita Insani disarankan harus memberikan
nasehat kepada pekerja yang melakukan aktifitas di lift barang untuk tidak
berteriak-teriak ketika melakukan kegiatan, pihak Rumah Sakit Vita Insani
harus membuat alat peredam kebisingan dan getaran yang disebabkan
genset dan lift barang, karena akibat dari getaran dan kebisingan dapat
berdampak bagi kesehatan.
4. Kepada Dinas Kesehatan untuk dapat melakukan pengawasan berkala
terhadap penanganan limbah padat domestik, padat B3, limbah cair dan
limbah gas di setiap Rumah Sakit agar agen penyakit limbah rumah sakit
memasuki manusia (host) melalui air, udara, makanan, alat atau benda.
Agen penyakit bisa ditularkan pada masyarakat sekitar, pemakai limbah
medis dan pengantar orang sakit

Team yang bertugas :


1. Dahlia Kristina Silalahi, SKM
2. Olivia Pasaribu

Medan, September 2019


Diketahui,
Kasie. ADKL Pembuat Laporan,

Yukresna Ivo N., SKM, M.Kes Dahlia Kristina Silalahi, SKM


NIP.196501291995022001 NIP. 198812312012122001

63
DAFTAR PUSTAKA

Kawasaki, K et al. 2011. “Effect of initial MLSS on operation of submerged


membrane activated sludge”
Menteri Kesehatan. 2019. Keputusan Menteri Kesehatan No. 07 Tahun 2019 tentang
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2016. PermenLHK No.68 Tahun 2016
Tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik
Sukandarrumidi.1997. Manajemen Lingkungan Dan Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Sukantoro. 2008. Evaluasi Pengelolaan Limbah Klinis Tajam Rumah sakit di Kota
Yogyakarta. Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
BAPEDAL. Peraturan tentang Pengendalian Dampak Lingkungan. Jakarta,
1999.
Iqbal, M., Terunajaya, 2012. Evaluasi Pengolahan Air Limbah Rumah Sakit. Jurnal
Purifikasi, Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara.

Said NI, 1999. Teknologi pengolahan air limbah rumah sakit dengan system
“biofilter anaerob-aerob”. Seminar Teknologi Pengolahan Limbah II:
Prosiding, Jakarta, 16-7 Feb 1999.

Shabib MN, Djustiana N, 1998. Profil DNA plasmid E. coli yang diisolasi dari limbah
cair rumah sakit. Majalah kedokteran Bandung: 30 (1) 1998: 328-41

Slamet Riyadi, 2000. Loka karya alternative ekologi pengelolaan limbah rumah sakit
dalam sanitasi rumah sakit, Pusat penelitian Kesehatan Lembaga Penelitian
Universitas Indonesia. Depok.

64

Anda mungkin juga menyukai