Anda di halaman 1dari 20

PENENTUAN STRUKTUR SENYAWA ORGANIK

A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Tujuan Praktikum
Menentukan struktur senyawa organik dari suatu sampel menggunakan alat
instrumen, yaitu spektrofotometer UV-Vis, GC- MS, FTIR, dan NMR.
2. Waktu Praktikum

3. Tempat Praktikum
Lantai II dan Lantai III, Laboratoium Kimia Dasar dan Lantai III,
Laboratorium Kimia Analitik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Mataram.

B. LANDASAN TEORI

Spektroskopi UV-Vis adalah salah satu teknik analisis spektroskopik


yang menggunakan radiasi elektromagnetik UV dekat (190-380 nm) dan sinar
tampak 380-780 nm dengan menggunakan instrumen spektrofotometer. Dari
spektrum absorpsi dapat diketahui panjang gelombang dengan absorbans
maksimum dari suatu unsur atau senyawa. Pada prinsipnya spektroskopi UV-
Vis menggunakan cahaya sebagai tenaga yang mempengaruhi substansi
senyawa kimia sehingga menimbulkan cahaya. Panjang gelombang lazim
disajikan dalam satuan nm di mana 1 m = 10-9 nm (Sitorus, 2009 : 7).
Senyawa kompleks dengan logam yang berbeda akan mempunyai
panjang gelombang yang berbeda pula. Hal ini karena setiap logam mampu
menyerap sinar ultraviolet maupun visible pada panjang gelombang tertentu.
Adanya perbedaan panjang gelombang tersebut menunjukkan bahwa senyawa
kompleks yang disintesis telah terbentuk. Pada penelitian ini dilakukan analisis
UV-Vis ion kobalt(II) dan senyawa kompleks dengan jarak panjang gelombang
mulai 200 nm hingga 800 nm. Panjang gelombang maksimum pada sumber ion
kobalt yaitu 640 nm. Senyawa kompleks mampu menyerap sinar visible pada
panjang gelombang maksimum yang lebih rendah dari pada logam yaitu 460
nm. Pergeseran panjang gelombang maksimum tersebut dipengaruhi oleh
adanya transfer muatan dari ligan ke logam (Ningtyas dan Fahimah, 2016).
Prinsip kerja spektrofotometer inframerah adalah fotometri. Sinar dari
sumber sinar inframerah merupakan kombinasi dari panjang gelombang
yang berbeda-beda. Sinar yang melalui interferometer akan difokuskan pada
tempat sampel. Sinar yang ditransmisikan oleh sampel difokuskan ke detektor.
Perubahan intensitas sinar menghasilkan suatu gelombang interferens.
Gelombang ini diubah menjadi sinyal listrik oleh detektor, diperkuat oleh
penguat, lalu diubah menjadi sinyal digital. Pada sistem optik FTIR, radiasi
laser diinterferensikan dengan radiasi inframerah agar sinyal radiasi inframerah
diterima oleh detektor secara utuh dan lebih baik (Khopkar, 2008 : 111).
Kromatografi adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
teknik pemisahan di mana fase gerak membawa campuran disebabkan untuk
bergerak dalam kontak dengan fase diam penyerap selektif. Ini juga
memainkan peran mendasar sebagai teknik analitis untuk control kualitas dan
standardisasi terapi phyto. Gas kromatografi digunakan dalam pemisahan dan
analisis campuran multi komponen seperti minyak atsiri, hidrokarbon dan
pelarut. Berbagai program suhu dapat digunakan untuk membuat bacaan lebih
bermakna; misalnya untuk membedakan antara zat yang berperilaku sama
selama proses GC. Secara intrinsik, dengan menggunakan detektor ionisasi
nyala dan detektor penangkap elektron (yang memiliki sensitivitas sangat
tinggi) kromatografi gas dapat secara kuantitatif menentukan bahan yang ada
pada konsentrasi yang sangat rendah. Tumbuhan merupakan sumber yang
kaya akan metabolit sekunder dengan aktivitas biologis yang menarik. Secara
umum, metabolit sekunder ini merupakan sumber penting dengan berbagai
susunan dan sifat struktural. Kromatografi gas - khususnya kromatografi gas-
cair - melibatkan sampel yang diuapkan dan disuntikkan ke kepala kolom
kromatografi. Sampel diangkut melalui kolom dengan aliran fase gerak gas
inert. Kolom itu sendiri mengandung fase diam cair yang diserap ke permukaan
padatan inert. Prinsip kromatografi gas adalah adsorpsi dan partisi. Dalam
keluarga metode berbasis kromatografi gas kromatografi (GC) adalah salah
satu teknik yang paling banyak digunakan. GC-MS telah menjadi alat yang
sangat direkomendasikan untuk memantau dan melacak polutan organik di
lingkungan. GC-MS secara eksklusif digunakan untuk analisis ester, asam
lemak, alkohol, aldehida, terpene dll. Ini adalah alat utama yangdigunakan
dalam laboratorium anti- doping olahraga untuk menguji sampel urin atlet
untuk obat-obatan yang meningkatkan kinerja seperti obat steroid anabolik
yang dilarang. Beberapa GC- MS telah meninggalkan bumi untuk studi astro
kimia. Sebagai teknologi yang unik dan kuat, GC- MS memberikan
kesempatan langka untuk melakukan analisis senyawa baru untuk karakterisasi
dan identifikasi senyawa yang disintesis atau diderivatisasi.
Pengukuran langsung 1H, 2H dan 13C NMR perisai dilakukan untuk 13
pelarut cair yang dideuterisolasi sebagai standar refrensi utama perisai. Telah
dikemungkinkan untuk mengeksplorasi frekuensi resonansi absolut dan momen
megnetik nuklir dari inti yang diselidiki. Nilai pelindung pergeseran kimia
yang sesuai dengan nilai akurat pelindung 1H dan 13C dalam TSM cair. Seperti
yang ditunjukka, semua parameter pelindung 2H baru dari pelarut yang
diselidiki dapat diterapkan sebagai standar referensi sekunder pelindung gas
dan cairan dalam praktik laboratorium NMR biasa ()Garbacz dan Jackowski,
2019).

C. ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM


1. Alat Praktikum
a. Botol vial
b. Cetakan pellet
c. Gelas kimia 100 mL
d. Kuvet
e. Mortar dari batuan onyx
f. Pipet tetes
g. Pompa press
h. Penggerus dari batuan onyx
i. Plat / sel KBr
j. Spektrofotometri Infra red (IR)
k. Spektrofotometri GC-MS
l. Spektrofotometri UV-VIS
m. Tabung reaksi
2. Bahan Praktikum
a. Sampel B
b. Pelarut metanol
c. Pelarut n-heksan
d. Pelarut DCM

D. SKEMA KERJA
1. Preparasi sampel
Sampel B
 Diambil ± 2 mL
 Dimasukkan kedalam gelas kimia
 Ditambahkan tetes demi tetes metanol
Hasil

Sampel B
 Diambil ± 2 mL
 Dimasukkan kedalam gelas kimia
 Ditambahkan tetes demi tetes DCM
Hasil

Sampel B
 Diambil ± 2 mL
 Dimasukkan kedalam gelas kimia
 Ditambahkan tetes demi tetes n-heksan
Hasil
2. Analisis dengan spektrofotometri UV-Vis
a. Kalibrasi Alat UV-Vis
Larutan blanko (n-heksana)
 Ditempatkan pada kuvet
 Di run dengan spektrofotometer Uv-Vis
 Dinolkan serapan

Hasi
b. Analisis Sampel
Sampel + n-heksana
 Dimasukkan ke dalam kuvet
 Dianalisis pada panjang gelombang 200-400 nm
 Dicatat hasil yang diperoleh

Hasil

3. Analisis dengan Spektrofotometri FTIR

Sampel cair

 Diinjeksikan ke dalam sel KBr


 Dianalisis dengan FTIR

Hasil

4. Analisis dengan GC-MS


Larutan sampel
 Sampel pekat diencerkan dengan n-
heksana secukupnya
 Sampel dimasukan ke dalam
tempat sampel
 Sampel dianalisis GC-MS

Hasil
E. HASIL PENGAMATAN
1. Sifat fisik dan kelarutan sampel
Sifat Fisik Sampel  Sampel berbentuk cair
 Berwana bening
Kelarutan pada pelarut metanol Larut
Kelarutan pada pelarut DCM Larut
Kelarutan pada pelarut n-hexana Tidak larut

2. Hasil Pengamatan dari Spektrofotometer UV-Vis

3. Hasil Pengamatan dari Spektrofotometer IR


4. Hasil pengamatan spektrofotometer GC-MS

5. Hasil Pengamatan dari Spektrofotometer NMR

F. ANALISIS DATA
Dari hasil pengamatan yang diperoleh, maka dapat dianalisis bahwa :
1. Spektrum UV-Vis

Berdasarkan hasil spektrum di atas, senyawa menyerap panjang


gelombang pada daerah lebih dari 200 nm yang menandakan adanya ikatan
rangkap terkonjugasi. Adapun kromofor – kromofor yang menyebabkan
terjadinya transisi adalah :
a. Transisi n → 𝜋*, oleh kromofor C=O dan ditandai dengan adanya
serapan cahaya pada daerah panjang gelombang diatas 300 nm.
b. Transisi π π*, oleh kromofor C=C dan ditandai dengan adanya
serapan cahaya pada daerah panjang gelombang sekitar 300 nm.
2. Spektrum FT-IR

Dari gambar di atas terdapat beberapa peak-peak yang menunjukkan :


Jenis Ikatan Daerah Spektrum (Bilangan
Gelombang) cm-1
 C=O  1740 – 1680
 C=C-H, aromatic  1500 – 1200
 C-H  2600- 3100

3. Spektrum GC-MS
Jenis Ikatan m/z
 Benzena 77
 Benzena dan C=O 105
 Benzena, C=O dan O-H 122

4. Spektrum NMR

Sinyal Pergeseran kimia (PPM)


 H pada aromatik 7- 8
 H pada O-H >12

G. PEMBAHASAN
Dalam melakukan analisis senyawa yang tidak diketahui ada beberapa
langkah yang dapat dilakukan seperti uji pendahuluan, uji sifat fisik, dan uji
spektroskopi. Uji pendahuluan meliputi bentuk, warna, nyala, dan bau. Untuk
uji sifat fisik dan kimia meliputi kelarutan, reaksi-reaksi, titik didih, titik leleh,
indeks bias, berat jenis. Dan untuk uji spektroskopi meliputi spektrum ultra
violet (UV) dan spektrum tampak (Vis), spektrum infra merah (IR), spektrum
resonansi magnet inti (NMR), dan spektrum masspect (GC-MS).
Berdasarkan hasil pengamatan sampel memiliki bentuk cair dan
memiliki warna bening. Selanjutnya sampel ditambahkan dengan beberapa
pelarut seperti n-heksana, dimetil kloro metana (DCM), dan metanol. Ketiga
pelarut ini memiliki perbedaan sifat berdasarkan kepolarannya. Pelarut yang
bersifat paling non polar ke paling polar yaitu berturut-turut n-heksana, DCM,
dan metanol.
n-heksana merupakan pelarut yang bersifat lebih nonpolar dari pada
DCM karena memiliki rantai karbon lebih panjang daripada DCM. Semakin
panjang rantai karbon suatu senyawa maka sifat nonpolar senyawa tersebut
semakin besar. Sedangkan DCM bersifat lebih nonpolar daripada metanol.
Metanol bersifat polar akibat adanya ikatan hidrogen (O–H) yang memiliki
perbedaan keelektronegatifan besar yang menyebabkannya termasuk ke dalam
golongan senyawa polar. Berdasarkan hasil pengamatan senyawa target larut
sempurna dalam pelarut nonpolar yaitu n-heksana Warna larutannya pun
bening dan dengan ini maka disimpulkan bahwa senyawa pada sampel A
bersifat nonpolar.
Pengujian senyawa target selanjutnya adalah uji spektroskopi
menggunakan alat instrumen yaitu UV-Vis, FT-IR, GC-MS, dan NMR. Uji
spektroskopi merupakan metode modern yang digunakan untuk
mengidentififkasi senyawa yang tidak diketahui. Syarat untuk pengujian ini
adalah sampel harus murni atau zat tunggal dengan kemurnian lebih dari 85 %.
Konsep dasar dari spektroskopi yaitu uji ini merupakan studi mengenai
antaraksi cahaya dengan atom dan molekul. Radiasi cahaya atau elektromagnet
dapat dianggap menyerupai gelombang. Cahaya dapat bersifat ganda bersifat
sebagai gelombang dan partikel.
Pengujian pertama menggunakan alat UV-Vis. Spektrofotometer UV-
Vis merupakan alat dengan teknik spektrofotometer pada daerah ultra-violet
dan sinar tampak. Alat ini digunakan untuk mengukur serapan sinar ultra violet
atau sinar tampak oleh suatu materi dalam bentuk larutan. Prinsip dasar
Spektrofotometri UV-Vis adalah serapan cahaya. Bila cahaya jatuh pada
senyawa, maka sebagian dari cahaya diserap oleh molekul-molekul sesuai
dengan struktur dari molekul senyawa tersebut. Saat sumber cahaya
dihidupkan, cahaya yang berasal dari sumber tersebut akan mengenai
monokromator yang berfungsi mengubah sinar polikromatis menjadi sinar
monokromatis sesuai yang dibutuhkan oleh pengukuran dan kemudian cahaya
yang telah di filter memasuki sampel cell yang didalamnya terdapat sampel dan
kemudian sampel akan menyerap cahaya tersebut atau mengalami absorpsi.
Dimana energi cahaya yang diserap atom/molekul tersebut digunakan untuk
bereksitasi ke tingkat energi elektronik yang lebih tinggi. Absorpsi hanya
terjadi jika selisih kedua tingkat energi elektronik tersebut bersesuaian dengan
energi cahaya (foton) yang datang yakni △E = E foton. Kemudian cahaya yang
melewati sampel akan sampai di detector, yang berupa transduser yang
mengubah energy cahaya menjadi suatu isyarat listrik, dan kemudian
dilanjutkan ke pengganda (amplifier), dan rangkaian yang berkaitan membuat
isyarat listrik itu memadai untuk dibaca. Dan akhirnya sampai di suatu system
baca (piranti pembaca) yang memperagakan besarnya isyarat listrik,
menyatakan dalam bentuk % Transmitan (% T) maupun Absorbansi (A).
Molekul yang dapat menyerap radiasi dalam daerah UV-Vis adalah
molekul yang mengandung ikatan rangkap terkonyugasi dan memiliki warna.
Panjang gelombang pada absorspi, bergantung pada betapa kuat elektron itu
terikat dalam molekul itu. Elektron dalam suatu ikatan kovalen tunggal terikat
dengan kuat, dan diperlukan radiasi berenergi tinggi atau panjang gelombang
pendek, untuk eksitasinya. Larutan yang akan diamati melalui
spektrofotometer harus memiliki warna tertentu. Hal ini dilakukan supaya zat
di dalam larutan lebih mudah menyerap energy cahaya yang diberikan. Secara
kuantitatif, besarnya energi yang diserap oleh zat akan identik dengan jumlah
zat di dalam larutan tersebut. Secara kualitatif, panjang
gelombang dimana energi dapat diserap akan menunjukkan jenis zatnya.
Spektrofotometri UV/Vis melibatkan energi elektronik yang cukup
besar pada molekul yang dianalisis, sehingga spetrofotometer UV/Vis lebih
banyak dipakai untuk analisis kuantitatif dibanding kualitatif. Spektrofotometri
UV-vis adalah pengukuran serapan cahaya di daerah ultraviolet (200–350 nm)
dan sinar tampak (350 – 800 nm) oleh suatu senyawa. Serapan cahaya uv atau
cahaya tampak mengakibatkan transisi elektronik, yaitu promosi elektron-
elektron dari orbital keadaan dasar yang berenergi rendah ke orbital keadaan
tereksitasi berenergi lebih tinggi. Panjang gelombang cahaya UV atau cahaya
tampak bergantung pada mudahnya promosi elektron. Molekul-molekul yang
memerlukan lebih banyak energi untuk promosi elektron, akan menyerap pada
panjang gelombang yang lebih pendek. Molekul yang memerlukan energi lebih
sedikit akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih panjang. Senyawa
yang menyerap cahaya dalam daerah tampak (senyawa berwarna) mempunyai
elektron yang lebih mudah dipromosikan dari pada senyawa yang menyerap
pada panjang gelombang lebih pendek. Prinsip kerja spektrofotometri UV-Vis
adalah interaksi yang terjadi antara energy yang berupa sinar monokromatis
dari sumber sinar dengan materi yang berupa molekul. Besar energy yang
diserap tertentu dan menyebabkan electron tereksitasi dari ground state ke
keadaan tereksitasi yang memiliki energy lebih tinggi. Serapan tidak terjadi
seketika pada daerah ultraviolet-visible untuk semua struktur elektronik tetapi
hanya pada system-sistem terkonjugasi, struktur elektronik dengan adanya
ikatan dan non bonding electron.
Kromofor inilah yang menyebabkan terjadinya absorpsi cahaya. Ada
5 jenis kromofor yaitu ;
a. Kromofor yang menyebabkan transisi σ → σ* yaitu sistem yg mempunyai
elektron pada orbital molekul σ dan molekul organik jenuh yang tidak
mempunyai atom dengan pasangan elektron bebas (sunyi).
b. Kromofor yang menyebabkan transisi π → σ* dan σ → π* yaitu (1) sistem
yg mempunyai elektron pada orbital molekul σ dan π dan (2) molekul
organik jenuh dan tidak jenuh yg tidak mempunyai atom dengan pasangan
elektron bebas (sunyi).
c. Kromofor yang menyebabkan transisi π → π* yaitu sistem yg mempunyai
elektron pada orbital molekul π dan molekul organik tidak jenuh.
d. Kromofor yang menyebabkan transisi n → σ* yaitu system yang
mempunyai electron pada orbital molekul n dan σ serta mempunyai satu
atau lebih atom dengan pasangan electron bebas (sunyi).
e. Kromofor yang menyebabkan transisi n → π* yaitu sistem yg mempunyai
elektron pada orbital molekul n dan π dan molekul organik tidak jenuh yg
mempunyai atom dengan pasangan elektron bebas (sunyi). Transisi ini
ditandai dengan adanya serapan cahaya pada daerah panjang gelombang
200-400 nm.
Pada spektrum UV-Vis yang dihasilkan oleh sampel B, terlihat bahwa
kromofor yang menyebabkan adanya absorpsi adalah transisi σ →σ*, oleh
kromofor C-C dan C-H dan ditandai dengan adanya serapan cahaya pada
daerah panjang gelombang sekitar 150 nm. Transisi n→ 𝜋*, oleh kromofor
C=O dan ditandai dengan adanya serapan cahaya pada daerah panjang
gelombang diatas 300 nm. Transisi π π*, oleh kromofor C=C dan ditandai
dengan adanya serapan cahaya pada daerah panjang sekitar 300 nm.
Pengujian kedua yaitu menggunakan alat FT-IR. Spektrofotometri
Infra Red atau Infra Merah merupakan suatu metode yang mengamati interaksi
molekul dengan radiasi elektromagnetik yang berada pada daerah panjang
gelombang 2.5 - 50 µm atau bilangan gelombang 4000 - 200 cm-1. Metode
spektroskopi inframerah digunakan karena cepat dan relatif murah dan dapat digunakan
untuk mengidentifikasi gugus fungsional dalam molekul. Spektrum inframerah
yang dihasilkan oleh suatu senyawa adalah khas dan oleh karena itu dapat
menyajikan sebuah fingerprint (sidik jari) untuk senyawa tersebut. Atom-atom di dalam
molekul tidak dalam keadaan diam, tetapi biasanya terjadi peristiwa vibrasi.
Hal ini bergantung pada atom-atom dan kekuatan ikatan yang
menghubungkannya. Energi yang dimiliki oleh sinar infra merah hanya cukup
kuat untuk mengadakan perubahan vibrasi. Panjang gelombang atau bilangan
gelombang dan kecepatan cahaya dihubungkan dengan frekuensi. Dalam
spektroskopi infra merah panjang gelombang dan bilangan gelombang adalah
nilai yang digunakan untuk menunjukkan posisi dalam spektrum serapan.
Langkah pertama yang dilakukan sebelum analisis spektrofotometer
FTIR yaitu preparasi sampel. Ada 2 teknik untuk persiapan sampel,
bergantung pada bentuk fisik sampel yang akan dianalisis yaitu bentuk sampel
padat dan cair. Jika zat yang akan dianalisis berbentuk padat, maka teknik
untuk persiapan sampel ini, yaitu melibatkan penggunaan Nujol mull atau pelet
KBr. Jika menggunakan pelet KBr, maka sedikit sampel padat dan bubuk KBr
murni kemudian ditempatkan dalam cetakan dan ditekan dengan menggunakan
alat kompressor (handpress). Tekanan ini dipertahankan beberapa menit,
kemudian sampel (pelet KBr yang terbentuk) diambil dan kemudian
ditempatkan dalam tempat sampel pada alat spektroskopi inframerah untuk
dianalisis. Pelet KBr dibuat dengan menggerus sampel dan Kristal KBr (0,1 –
2,0 % berdasar berat) sehingga merata kemudian ditekan sampai diperoleh
pelet atau pil tipis. Sel ini dibuat tipis dan transparan agar dapat melakukan
adsorbsi terhadap sinar infra merah. KBr digunakan karena zat ini memiliki
daya serap dari 4000 cm-1 sampai dengan daerah minimal yaitu 200 cm-1 yang
memungkinkan terdeteksinya senyawa hingga panjang gelombang minimum
(200 nm).
Alur kerja dari FT-IR ini adalah sinar dari sumber cahaya dipecah
menjadi dua berkas cahaya yang sama, salah satu dilewatkan melalui cuplikan
(berkas cahaya cuplikan), yang lain berkelakuan sebagai berkas cahaya
referensi, fungsi dari double beam adalah mengukur perbedaan intensitas
antara dua berkas cahaya pada setiap panjang gelombang. Dua berkas cahaya
sekarang dipantulkan ke “chopper”, yang terdiri atas cermin yang dapat
berputar, bila chopper berputar (10 x/detik) ia menyebabkan berkas sinar
cuplikan dan referensi dipantulkan bergantian ke grating monokromator.
Grating berputar perlahan-lahan dan mengirimkan frekuensi-frekuensi individu
ke detektor thermopile yang mengubah tenaga (panas) infra merah menjadi
tenaga listrik. Bila cuplikan telah menyerap sinar dari frekuensi tertentu, maka
detektor akan menerima bergantian dari chopper berkas sinar yang kuat (berkas
sinar referensi) dan berkas sinar yang lemah (berkas sinar cuplikan). Hal ini
akan memberikan arus bolak balik yang mengalir dari detector ke amplifier.
Amplifier dihubungkan dengan servo motor kecil yang mendorong cermin
wedge keberkas sinar referensi hingga detector menerima sinar dengan
intensitas yang sama dari berkas sinar cuplikan dan referensi. Gerakan wedge
ini sebagai akibat masuk dan keluarnya berkas referensi menunjukkan sebagi
pita-pita serapan pada spektrum yang dihasilkan.
Setiap frekuensi cahaya, termasuk inframerah, mempunyai energi
tertentu. Apabila frekuensi cahaya yang dilewatkan diserap oleh senyawa yang
diinvestigasi, berarti energi tersebut ditransfer pada senyawa. Besarnya energi
yang diserap senyawa akan mempengaruhi kondisi molekul senyawa tersebut.
Energi radiasi inframerah berhubungan dengan energi yang dibutuhkan untuk
terjadinya vibrasi dari suatu ikatan. Berdasarkan hasil spektrum, gugus fungsi
yang tampak pada spektrum FTIR adalah karbonil (C=O) pada serapan 1740-
1680 cm-1, gugus C=C-H aromatik pada serapan 1500- 1200 cm-1, gugus C-H
pada serapan 2600-3100 cm-1.
Pengujian ketiga menggunakan alat GC-MS (Gass Cromatografy-
Mass spectrometry), yaitu suatu metode untuk mendapatkan berat molekul
dengan cara mencari perbandingan massa terhadap muatan dari ion yang
muatannya diketahui dengan mengukur jari-jari orbit melingkarnya dalam
medan magnetik seragam. Pada alat GC-MS terjadi pemisahan komponen-
komponen dalam campurannya dengan kromatografi gas dan tiap komponen
dapat dibuat spektrum massa dengan ketelitian yang lebih tinggi. Hasil
pemisahan dengan kromatografi gas dihasilkan kromatogram sedangkan hasil
pemeriksaan spektrometri massa masing-masing senyawa disebut spektrum.
Prinsip Kerja GC-MS 1) Kromatografi Gas (Gas Chromatography)
Kromatografi gas (GC) merupakan jenis kromatografi yang digunakan dalam
kimia organik untuk pemisahan dan analisis. GC dapat digunakan untuk
menguji kemurnian dari bahan tertentu, atau memisahkan berbagai komponen
dari campuran. Dalam beberapa situasi, GC dapat membantu dalam
mengidentifikasi sebuah senyawa kompleks. Dalam kromatografi gas, fase
yang bergerak (atau "mobile phase") adalah sebuah operator gas, yang biasanya
gas murni seperti helium atau yang tidak reactive seperti gas nitrogen.
Stationary atau fasa diam merupakan tahap mikroskopis lapisan cair atau
polimer yang mendukung gas murni, di dalam bagian dari sistem pipa-pipa
kaca atau logam yang disebut kolom. Instrumen yang digunakan untuk
melakukan kromatografi gas disebut gas chromatograph (atau "aerograph",
"gas pemisah"). 2) Spektroskopi Massa (Mass Spectrometry) Umumnya
spektrum massa diperoleh dengan mengubah senyawa suatu sample menjadi
ion-ion yang bergerak cepat yang dipisahkan berdasarkan perbandingan massa
terhadap muatan. Spektroskopi massa mampu menghasilkan berkas ion dari
suatu zat uji, memilah ion tersebut menjadi spektum yang sesuai dengan
perbandingan massa terhadap muatan dan merekam kelimpahan relatif tiap
jenis ion yang ada. Umumnya hanya ion positif yang dipelajari karena ion
negative yang dihasilkan dari sumber tumbukan umumnya sedikit. 3)
Kombinasi GCMS Saat GC dikombinasikan dengan MS, akan didapatkan
sebuah metode analisis yang sangat bagus. Peneliti dapat menganalisis larutan
organik, memasukkannya ke dalam instrumen, memisahkannya menjadi
komponen tinggal dan langsung mengidentifikasi larutan tersebut. Selanjutnya,
peneliti dapat menghitung analisa kuantitatif dari masing-masing komponen.
Pada sumbu z menyatakan kelimpahan senyawa, sumbu x menyatakan
spektrum kromatografi, dan sumbu y menyatakan spektrum spektroskopi
massa. Untuk menghitung masing-masing metode dapat divisualisasikan ke
dalam grafik dua dimensi.
Pada percobaan GC-MS, dapat dilihat peak tertinggi yang paling
kanan ialah di angka m/e = 122 yang menandakan Mr dari senyawa sampel.
Dari fragmen-fragmen yang ada terdapat m/e = 105, m/e = 77, m/e = 51.
Dimana m/e = 106 menunjukkan senyawa dengan beberapa rumus molekul,
namun rumus molekul yang sesuai dengan pertimbangan hasil spektrum pada
alat-alat instrumen lainnya terutama alat FT-IR. Pada m/e= 77 diperkirakan
benzena, untuk m/e 105 diperkirakan ikatan antara benzena dengan C=O.
Sedangkan pada m/e 122 merupakan ikatan antara benzena, C=O dan O-H.

Pengujian keempat menggunakan instrumen Spektroskopi Resonansi


Magnetik Inti atau NMR (Nuclear Magnetic Resonance) yang berhubungan
dengan sifat magnet dari inti atom. Spektroskopi NMR (Nuclear Magnetic
Resonance) merupakan salah satu jenis spektroskopi frekuensi radio yang
didasarkan pada medan magnet yang berasal dari spin inti atom yang
bermuatan listrik. Spektroskopi NMR adalah teknik penelitian yang
memanfaatkan sifat magnetik inti atom tertentu untuk menentukan sifat fisik
dan kimia dari atom atau molekul. Hal ini bergantung pada fenomena resonansi
magnetik nuklir dan dapat memberikan informasi rinci tentang struktur,
dinamika, dan lingkungan kimia dari molekul.
Banyak inti (atau lebih tepat, inti dengan paling tidak jumlah proton
atau neutronnya ganjil) dapat dianggap sebagai magnet kecil. Inti seperti
proton (1H atau H-1) dan inti karbon-13 (13C atau C-13, kelimpahan alaminya
sekitar 1%). Karbon -12 (12C), yang dijadikan standar penentuan massa, tidak
bersifat magnet. Bila sampel yang mengandung 1H atau 13C atau bahkan semua
senyawa organik, ditempatkan dalam medan magnet, akan timbul interaksi
antara medan magnet luar dengan magnet kecil (inti). Karena adanya interaksi
ini, magnet kecil akan terbagi atas dua tingkat energi, yaitu: tingkat yang
sedikit agak lebih stabil (+) dan keadaan yang kurang stabil (-) yang energinya
berbeda.
Langkah-langkah cara menginterpretasi spektra NMR. Jumlah sinyal,
menunjukkan ada berapa macam perbedaan proton yang terdapat dalam
molekul. Kedudukan sinyal, ditunjukkan oleh geseran kimia (δ) ppm,
menunjukkan jenis proton. Pergeseran kimia adalah pemisahan frekuensi
resonansi suatu inti dari frekuensi resonansi suatu standar, biasanya TMS
(Tetra Metil Silan) (CH3)4Si. Pergeseran kimia memiliki simbol δ, yang
dinyatakan sebagai bagian tiap juta (ppm) dari frekuensi radio yang digunakan.
Nilai δ merupakan simbol untuk menyatakan bilangan untuk menunjukkan
sejauh mana resonansi proton digeserkan dari standar atau TMS dengan satuan
parts per million (ppm) terhadap frekuensi spektrometer yang dipakai.
Intensitas sinyal atau harga integrasi masing-masing sinyal, perbandingan
harga integrasi menyatakan perbandingan jumlah proton.
TMS dipilih sebagai standar karena beberapa alasan, diantaranya:
a. TMS mempunyai 12 atom hidrogen yang semuanya memiliki lingkungan
kimia yang sama. Mereka terikat oleh atom yang sama dengan cara yang
sama sehingga tidak hanya menghasilkan puncak tunggal tetapi juga puncak
yang kuat karena adanya banyak atom hidrogen.
b. Hidrogen pada senyawa ini lebih terlindungi dibandingkan pada senyawa
lain karena adanya elektron-elektron ikatan C-H. Ini artinya inti hidrogen
lebih terlindungi dari medan magnet luar, dan untuk membawa hidrogen ini
kembali ke kondisi resonansinya, medan magnetnya harus ditingkatkan.
H CH3

H H CH3 Si CH3
Si

H CH3

Silan Tetra Metil Silan (TMS)


Kelebihan penggunaan TMS dibandingkan dengan senyawa lainnya
yaitu memberikan sinyal yang tajam (singlet) dengan intensitas tinggi, karena
mempunyai 12 proton yang ekuivalen. TMS mengabsorbsi pada ‘higher field’
dibanding hampir semua proton organik (Si bersifat elektropositif, sehingga
proton dalam TMS sangat terlindungi (shielded) υ turun (δ= 0), bersifat inert,
mempunyai titik didih yang rendah (27oC), sehingga mudah dihilangkan kalau
dikehendaki lagi senyawa yang diuji, larut dalam kebanyakan pelarut organik.
TMS tidak larut dalam air maupun D2O. Dalam hal ini TMS dapat
diperlakukan sebagai ‘external standard’ atau dapat juga dipakai garam natrium
dari asam 3-(trimetilsilil)-propanasulfonat dan Berapa Hertz bergesernya suatu
proton dari TMS akan tergantung pada kekuatan medan magnet eksternal yang
digunakan.
Berdasarkan hasil spektrum diatas nilai δ (pergeseran kimia) adalah 7-8
ppm dan 10 ppm. Terdapat peak yang memiliki proton equivalen dengan pola
pemisahan merupakan proton kuartet pada daerah 7-8 merupakan daerah
proton aromatik. Hal ini dapat dilihat dari peaknya yang tidak singlet.
Sedangkan daerah 10 terdapat satu peak yang mengindikasikan tidak adanya
proton H tetangga.
Sehingga dari penjelasan yang saling mendukung dan memperkuat alasan
dari kemungkinan senyawa target yang dimaksud berdasarkan data keempat
spektrum tersebut, dapat disimpulkan bahwa sampel yang dianalisis adalah
benzaldehid dengan struktur :

H. KESIMPULAN
Berdasarkan data hasil pengamatan, dan pembahasan maka dapat
disimpulkan bahwa sampel yang dianalisis dengan menggunakan
spektrofotometer UV-Vis, IR, GC-MS, dan NMR tersebut merupakan
benzaldehid dengan rumus molekul C7H7O2 dan struktur:
DAFTAR PUSTAKA

Garbacz, Piotr dan Karol Jackowski. 2016. Referencing of 1H and 13


C NMR
Shielding Measurements. Chemical Physics Letters. 728(1): 148.
Khopkar, S.M. 2008. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press.
Ningtyas, Andika Putri dan Fahimah Martak. 2016. Sintesis dan Uji Toksisitas
Kompleks Kobalt(II) dengan Ligan (6E)-(N2)-((E)-2-(6-aminopiridin-2-
ilimino)-1,2-difeniletilidin)piridin-2,6-diamina. Jurnal Sains dan Seni. 5(2):
85-87.
Sitorus, Marham. 2009. Spektroskopi Eludasi Struktur Molekul Organik.
Yogyakarta : Graha Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai