Anda di halaman 1dari 70

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Leher merupakan bagian tubuh yang terbuka dan karena itulah
pembengkakan pada daerah ini mudah di kenal oleh penderita atau di deteksi
selama pemeriksaan rutin. Di samping itu, lesi servikal congenital,
peradangan, dan keganasan relative sering terjadi. Dengan demikian dokter
seringkali berhadapan dengan masalah benjolan baru pada leher. 1
Definisi massa leher adalah pembesaran, pembengkakan atau pertumbuhan
abnormal diantara dasar tengkorak hingga klavikula.2 Massa leher pada pasien
dewasa harus dianggap ganas sampai terbukti sebaliknya. Massa leher yang
bersifat metastatis cenderung asimtomatik yang membesar perlahan-lahan.
Gejala yang terkait sering berhubungan dengan massa leher termasuk
odinofagia, disfagia, disfonia, otalgia dan penurunan berat badan.2
Setiap massa baik kongenital maupun neoplasma yang timbul di segitiga
anterior maupun posterior leher diantara klavikula pada bagian inferior
maupun mandibula serta dasar tenggorokan pada bagian superior. Pada kasus
benjolan di leher 50% kasus berasal dari tiroid, 40% disebabkan karena
keganasan, dan 10 % disebabkan karena kongenital atau peradangan.2
WHO menyatakan ada 550.000 kasus baru kanker kepala dan leher dengan
300.000 kematian setiap tahun di seluruh dunia. Selama 30 tahun terakhir,
tingkat kelangsungan hidup penderita karsinoma sel skuamosa kepala dan
leher relatif tetap. Tingkat kelangsungan hidup 5 tahun untuk semua stadium
sekitar 60%. Dua pertiga pasien mengalami penyakit lokal lanjut dengan
tingkat ketahanan hidup 5 tahun <50%, dengan kualitas perawatan yang
buruk.3
Pembesaran KGB dapat dibedakan menjadi pembesaran KGB lokal
(limfadenopati lokalisata) dan pembesaran KGB umum (limfadenopati
generalisata). Limfadenopati lokalisata didefinisikan sebagai pembesaran
KGB hanya pada satu daerah saja, sedangkan limfadenopati generalisata
apabila pembesaran KGB pada dua atau lebih daerah yang berjauhan dan
simetris.4,5

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Leher7
Leher merupakan bagian tubuh yang terletak antara thorax dan caput kepala.
Batas atas adalah basis mandibula. Batas kaudal dari depan kebelakang
dibentuk oleh insisura jugularis sterni, klavikula dan acromion.
Otot sternokleidomastoideus membagi daerah leher menjadi 2 segitiga besar
yaitu trigenum colli anterior dan trigonum colli posterior.

1. Trigonum colli anterior terbagi menjadi

 Trigonum muscular : dibentuk oleh linea mediana,


musculus omohyoid venter superior, dan musculus
sternokleidomastoideus.
 Trigonum caroticum : dibentuk oleh musculus
omohyoid venter superior, musculus sternokleidomastoideus,
musculus digastricus venter posterior.
 Trigonum submentale : dibentuk oleh venter anterior
musculus digastricus, os. hyoid dan linea mediana.
 Trigonum submandibulare : dibentuk oleh mandibula,
venter superior musulus digastricus, dan venter anterior
musculus digastricus

2. Trigonum colli posterior terbagi menjadi

 Trigonum supraclavicular : dibentuk oleh venter inferior


musculus omohyoid, clavicula dan musculus
sternokleidomastoideus.
 Trigonum occipitalis : dibentuk oleh venter inferior
musculus omohyoid, musculus trapezius dan musculus
sternokleidomastoideus

3
Gambar 1 : Anatomi Leher

PERSARAFAN DAERAH LEHER


Terdapat 4 saraf superfisial yang berhubungan dengan tepi posterior otot
sternokleidomastoid. Saraf-saraf tersebut mempersarafi kulit di daerah yang
bersangkutan. Saraf tersebut dibagi menjadi

1. N. Oksipitalis minor (C2)


2. N. Auricularis magnus (C2 dan C3)
3. N. Cutaneus anterior (cutaneus colli, C2 dan C3)
4. N. Supraklavikularis (C3 dan C4).

Keempat saraf ini berasal dari Nn Servikalis II, III dan IV dan terlindung di
bawah otot. Dalam perjalanan ekstra kranialnya, 4 nervi kranial terletak di daerah
M. Digastricus.

4
Saraf-saraf cranial yang dimaksud:
1. N. Vagus, keluar melalui Foramen Jugularis, mempersarafi saluran pernafasan
dan saluran pencernaan.
2. N. Glossopharyngeus, keluar bersama N. Vagus , terletak diantara karotis
interna dan jugularis interna. Merupakan saraf motorik untuk M.
Stylopharyngeus.
3. N. Asesorius, berasal dari cranial dan C5 atau C6. Merupakan motorik untuk
otot sternokleidomastoideus dan otot trapezius, sedangkan cabang cervicalnya
bertugas sebagai saraf sensorik.
4. N. Hypoglossus, keluar melalui cranial hypoglossus, merupakan motorik
untuk lidah.

Gambar 2: Persarafan Leher

Otot-otot Leher
Otot-otot di bagian ventral leher terdiri dari :

1. M. Digastricus, terdiri dari venter anterior dan posterior. Berjalan dari os


temporal ke arkus mandibula, merupakan landmark yang penting di bagian
atas leher. Kedua venternya dipisahkan oleh tendon intermedius.
2. Mm infrahyoid, disebut juga sebagai STRAP muscles. Terdiri dari :
a. M. Sternohyoid :

5
Origo pada manubrium sterni dan berinsersi di os. hyoid. Dekat origo
terpisah, makin ke atas makin bersatu dan didekat insersi bergabung
dengan M. Omohyoid.
b. M. Omohyoid

Terdiri dari 2 venter (superior dan inferior). Mulai dari skapula dan lig.
supraskapula berjalan ke atas dan berakhir sebagai tendo intermedius.
c. M. Sternothyroid
Merupakan landmark penting dalam pembedahan thyroid untuk
menemukan cleavage plane. Origo terletak di manubrium sterni dan
berinsersi di lamina kartilago thyroid, berjalan menutupi sebagian Gld.
Thyroid. Kontraksinya menyebabkan laryng bergerak ke bawah.
d. M. Thyrohyoid,
Berorigo di kartilago thyroid dan berinsersi di os hyoid. Menutupi
membrana thyrohyoid, kontraksinya menarik hyoid ke bawah, tetapi bila
hyoid difiksir oleh otot suprahyoid, kontraksinya akan mengangkat laryng.

Gambar 3 : Otot Leher

Jaringan di leher dibungkus oleh 3 fasia, yaitu:

6
1. Fasia koli superfisialis membungkus muskulus sternokleidomastoideus dan
berlanjut ke garis tengah leher untuk bertemu dengan fasia pada sisi lain.
2. Fasia koli media membungkus otot pretrakeal dan bertemu pula dengan fasia
sisi yang lain di garis tengah yang juga merupakan pertemuan dengan fasia
koli superfisialis. Ke dorsal fasia koli media membungkus arteri karotis
komunis, vena jugularis interna dan nervus vagus menjadi satu.
3. Fasia koli profunda membungkus muskulus prevertebralis dan bertemu ke
lateral dengan fasia koli media. Perlukaan sebelah dalam fasia koli media
berbahaya karena bila terjadi infeksi hubungan langsung ke mediastinum.
Anatomi sistem limfa (8)
A. Pembagian kelenjar limfa
Sekitar 75 buah kelenjar limfe terdapat pada setiap sisi leher, kebanyakan
berada pada rangkaian jugularis interna dan spinalis assesorius. Kelenjar limfe
yang selalu terlibat dalam metastasis tumor adalah kelenjar limfe pada rangkaian
jugularis interna
Kelenjar limfe servical dibagi ke dalam gugusan superficial dan gugusan
profunda. Kelenjar limfe superficial menembus lapisan pertama fascia servical
masuk kedalam gugusan kelenjar limfe profunda. Meskipun kelenjar limfe nodus
kelompok superficial lebih sering terlibat dengan metastasis, keistimewaan yang
dimiliki kelenjar kelompok ini adalah sepanjang stadium akhir tumor, kelenjar
limfe nodus kelompok ini masih signifikan terhadap terapi pembedahan.
Kelenjar limfe profunda sangat penting sejak kelenjar-kelenjar kelompok
ini menerima aliran limfe dari membran mukosa mulut, faring, laring, glandula
saliva dan glandula thyroidea sama halnya pada kepala dan leher.
Hampir semua bentuk radang dan keganasan kepala dan leher akan
melibatkan kelenjar getah bening leher bila ditemukan pembesaran kelenjar getah
bening di leher, perhatikan ukurannya, apakah nyeri atau tidak, bagaimana
konsistensinya, apakah lunak kenyal atau keras, apakah melekat pada dasar atau
kulit. Menurut Sloan Kattering Memorial Cancer Center Classification, kelenjar
getah bening leher dibagi atas 5 daerah penyebaran.

7
Gambar 4 : Daerah penyebaran kelenjar limfe leher

I. Kelenjar yang terletak di segitiga submentale dan submandibulae


II. Kelenjar yang terletak di 1/3 atas dan termasuk kelenjar getah
bening jugularis superior, kelenjar digastrik dan kelenjar servikalis
posterior.
III. Kelenjar getah bening jugularis di antara bifurkatio karotis dan
persilangan Musculus omohioid dengan musculus
sternokleidomastoideus dan batas posterior musculus
sternokleidomastoideus.
IV. Grup kelenjar getah bening di daerah jugularis inferior dan
supraklavikula
V. Kelenjar getah bening yang berada di segitiga posterior servikal.

8
Gambar 5 Penyebaran kelenjar limfe di kepala dan leher
1. Kelenjar limfe occipitalis terletak diatas os occipitalis pada apeks
trigonum cervicalis posterior. Menampung aliran limfe dari kulit
kepala bagian belakang. Pembuluh limfe eferen mencurahkan
isinya ke dalam kelenjar limfe cervicalis profundi.
2. Kelenjar limfe retroaurikular terletak di atas permukaan lateral
processus mastoideus. Mereka menampung limfe sebagian kulit
kepala di atas auricula dan dari dinding posterior meatus acusticus
externus. Pembuluh limfe eferen mencurahkan isinya ke dalam
kelenjar limfe cervicalis profundi.
3. Kelenjar limfe parotid terletak pada atau di dalam glandula parotis.
Menampung limfe dari sebagian kulit kepala di atas glandula
parotis, dari permukaan lateral auricula dan dinding anterior
meatus acusticus externus, dan dari bagian lateral palpebra.

9
Pembuluh limfe eferen mencurahkan isinya ke dalam kelenjar
limfe cervicalis profundi.
4. Kelenjar submandibular : terletak sepanjang bagian bawah dari
mandibula pada kedua sisi lateral, pada permukaan atas glandula
submandibularis dibawah lamina superfisialis. Menerima aliran
limfe dari struktur lantai dari mulut. Pembuluh limfe eferen
mencurahkan isinya ke dalam kelenjar limfe cervicalis profundi.
5. Kelenjar submental : terletak dibawah dari mandibula dalam
trigonum submentale. Menerima aliran dari lidah dan cavum oral.
Pembuluh limfe eferen mencurahkan isinya ke dalam kelenjar
limfe submandibularis dan cervicalis profundi.
6. Kelenjar supraclavicular : terletak didalam cekungan diatas
clavicula, lateral dari persendian sternum. Menerima aliran dari
bagian dari cavum toraks dan abdomen.

Vaskularisasi 7
Aliran darah menuju kepala dibawa melalui arteri carotis dan arteri
vertebralis. Arteri vertebralis dalam rongga kepala bersatu membentuk arteri
basilaris. Memberikan cabang-cabangnya pada struktur intracranial, tidak ada
cabang-cabang.
 A. carotis comunis dibagi dua menjadi a. carotis interna dan a. carotis
eksterna. A. carotis interna memberikan darahnya pada bagian dalam
tenggorokan dan sirkulus ini bervariasi dan memberikan darahnya pada otak.
 A. meningeal cabang a. carotis eksterna dan a. opthalmica cabang arteri
carotis interna ini tidak cukup memberikan darahnya untuk kebutuhan
minimum dari otak. Oleh karena itu kebutuhan darah otak akan di penuhi
terutama oleh a. carotis interna dan disusul oleh a. vertebralis.
 A. carotis interna memberikan darahnya pada daerah kulit kepala dan vicera
dari kepala dan leher. Pada daerah muka dan cabang-cabangnya kaya dengan
anastomose, sehingga dengan mudah dapat terjadi kompensasi bila terjadi
gangguan pada salah satu cabangnya.

10
Gambar 6 Vaskularisasi arteri leher

Aliran darah balik dari kepala dan leher dialirkan melalui sistem jugularis
(anterior, eksterna, interna, posterior) dan beberapa plexus venosus (pterygoid,
orbital, vertebral, perilaryngeal, esophageal). Dari semua aliran darah balik ini v.
jugularis internalah yang paling penting. Pleksus brakialis terdiri dari dua sistem
yang terpisah, yaitu bagian interna yang terdapat antara duramater dan tulang, dan
bagian exsterna yang mengelilingi lengkung vertebrae terletak di dalam otot-otot
leher dan punggung.

11
Gambar 7 Vaskularisasi vena leher

Kelenjar Thyroid
Merupakan kelenjar endokrin yang tidak mempunyai saluran keluar, sangat
vaskuler, melekat ke laryng oleh lig. suspensorium sehingga turut bergerak waktu
menelan. Terdiri dari dua lobus yang dihubungkan dengan isthmus, kadang-
kadang pada isthmus terdapat lobus pyramidalis. Masing-masing lobus terletak
setinggi kartilago thyroid sampai cincin trachea ke-6. Ukuran normal lebih kurang
2 x 2,5 x 0,75 inchi. Diperdarahi oleh A. Thyroidea superior dan inferior, kadang-
kadang terdapat A. Thyroidea di daerah inferior kelenjar. Terdapat N. Recurrens
yang terletak di sebelah dorso medial lobus, saraf ini perlu mendapat perhatian
khusus pada saat operasi kel. thyroid. 9,10

12
Kelenjar Parathyroid
Merupakan massa berwarna coklat kekuningan yang jumlahnya bervariasi
antara 2-4 pasang, terletak di posterior lobus lateralis thyroid dengan 3
kemungkinan posisi, yaitu : 2,9,10
 Di bawah A. Thyroidea inferior, anterior dari fascia pretrachea.
 Di atas arteri dan di dalam fascia pretrachea.
 Di dalam kelenjar thyroid.

13
2.2 TUMOR LEHER
2.2.1 Definisi
Definisi massa leher adalah pembesaran, pembengkakan atau pertumbuhan
abnormal diantara dasar tengkorak hingga klavikula.2 Setiap massa leher pada
pasien dewasa harus dianggap ganas sampai terbukti sebaliknya. Massa leher
yang bersifat metastatis cenderung asimtomatik yang membesar perlahan-
lahan. Gejala yang terkait sering berhubungan dengan massa leher termasuk
odinofagia, disfagia, disfonia, otalgia dan penurunan berat badan.2
Usia dan lokasi massa leher harus diperhatikan saat evaluasi. Secara
umum massa leher dapat dibedakan menjadi tiga kategori yaitu inflammasi,
neoplasma dan kongenital. Pada pasien dibawah usia 15 tahun dan dewasa
muda, inflamasi adalah etiologi yang paing sering diikuti etiologi kengnital
dan neoplasma. Usia diatas 40 tahun, etiologi neoplasma menjadi yang paling
sering diikuti inflamasi dan kongenital. Lokasi massa leher sangan membantu
untuk meyingkirkan diagnosis banding.2
Setiap benjolan yang terdapat di leher harus dipikirkan akan kemungkinan
suatu keganasan atau metastasis dari tumor primer di tempat lain.

2.2.2 Epidemiologi
Tumor leher ditemukan sekitar 3% dari keseluruhan kasus kanker yang
ada di Amerika Serikat (dan sekitar 6% dari semua populasi kanker dunia
pada tahun 2002), dan sekitar 45.000 kasus kanker kepala dan leher
didiagnosis pada tahun 2004 Perbandingan dalam jenis kelamin wanita lebih
banyak dari laki-laki = 3 : 1 dengan umur rata-rata 40-70 tahun. 60% penderita
kebanyakan datang dengan hanya satu keluhan, yaitu benjolan di daerah
leher.2
Umumnya tumor primer dapat ditemukan kecuali pada 5-15% penderita.
Umumnya dari jumlah tersebut 60% diantaranya tumor primernya tidak
pernah ditemukan. Sejak tahun 1976 di temukan 2 orang penderita dimana
terdapat metastasis kelenjar getah bening di leher dengan tumor primer yang
tidak diketahui asalnya. Tahun 1974, ROCHANI menunjukan 1 kasus dengan

14
tumor metastasis yang asalnya tidak diketahui, tetapi tumor metastasis ini
tidak terdapat di leher melainkan terdapat di daerah costovetebral..
kebanyakan penulis mendapatkan perbandingan dalam jenis kelamin wanita
lebih banyak dari laki-laki = 3 : 1 dengan umur rata-rata 40-70 tahun. 60%
penderita kebanyakan datang dengan hanya satu keluhan, yaitu benjolan di
daerah leher1
2.2.3 Etiologi12,13
 Divertikulum paten duktus tiroglosus
Kelenjar tiroid berasal dari dasar faring pada foramen sekum
selama masa kehamilan empat minggu, kemudian turun sesuai dengan
garis tengah leher dekat dengan os. Hyoid. Divertikulum paten yang
disebabkan oleh penurunan ini disebut duktus tiroglosus. Jika semua atau
sebagian dari duktus ini menetap, maka akan terbentuk kista-kista atau
sinus-sinus duktus tiroglosus.
 Anomali celah brankial
Kista celah brankial, sinus, dan sisa-sisa karilagenus, berasal dari
penyatuaan celah brankial yang tidak lengkap. Arkus brankial ke-3
membentuk os. Hyioid, sedangkan arkus brankial ke-4 membentuk skelet
laring, yaitu rawan tiroid, krikoid, dan aritenoid. Fistel cranial dari tulang
hyoid yang berhubungan dengan meatus akustikus eksternus berasal dari
celah pertama. Fistel antara fosa tonsilaris ke pinggir depan m.
sternokleidomastoideus berasal dari celah ke-2. fistel yang masuk ke sinus
piriformis berasal dari celah ketiga. Sinus dari celah ke-4 tidak pernah
ditemukan. Sinus atau fistel mungkin berupa saluran yang lengkap atau
mungkin menutup sebagian. Sisanya akan membentuk kista yang terletak
agak tinggi di bawah sudut rahang.
 Hemangioma dan malformasi vaskuler
Hemangioma mempunyai aktivitas mitosis yang meningkat dan
keadaan demikian dianggap sebagai neoplasma sejati. Malformasi
vaskuler tidak seperti hemangioma, mempunyai kecepatan penggantian sel
endothelial yang normal. Lesi yang tinggi akibat kelainan menyolok yang

15
berhubungan dengan sistem arterial dan venousa dan dapat menyebabkan
masalah yang berbahaya dari adanya perdarahan masif, gagal jantung dan
kongestif curah tinggi, dan anemia hemolitik
 Malformasi limfatik (higroma kistik)
Anyaman pembuluh limf yang pertama kali terbentuk di sekitar
pembuluh vena mengalami dilatasi dan bergabung membentuk jala yang di
daerah tertentu akan berkembang menjadi sakus limfatikus. Pada embrio
usia 2 bulan, pembentukan sakus primitive telah sempurna. Bila hubungan
saluran kearah sentral tidak terbentuk maka timbulah penimbunan cairan
yang akhirnya membentuk kista berisi cairan. Hal ini paling sering terjadi
didaerah leher, kelainan ini dapat meluas ke segala arah seperti ke jaringan
sublingualis di mulut.

Gambar 9 Etiologi massa leher non-tiroid2

2.2.4 Patologi
Pembengkakan pada leher dapat dibagi kedalam 3 golongan:11
1. Kelainan kongenital

16
Kista dan fistel leher lateral dan median, seperti hygroma colli cysticum,
kista dermoid.
2. Inflamasi atau peradangan
Limfadenitis sekunder karena inflamasi banal (acne facies, kelainan gigi
dan tonsilitis) atau proses infamasi yang lebih spesifik (tuberculosis,
tuberculosis atipik, penyakit garukan kuku, actinomikosis,
toksoplasmosis). Disamping itu di leher dijumpai perbesaran kelenjar
limfe pada penyakit infeksi umum seperti rubella dan mononukleosis
infeksiosa.
3. Neoplasma
Lipoma, limfangioma, hemangioma dan paraganglioma caroticum yang
jarang terdapat (terutama carotid body; tumor glomus caroticum) yang
berasal dari paraganglion caroticum yang terletak di bifurcatio
carotis,merupakan tumor benigna. Selanjutnya tumor benigna dari kutub
bawah glandula parotidea, glandula submandibularis dan kelenjar tiroid.
Tumor maligna dapat terjadi primer di dalam kelenjar limfe (limfoma
maligna), glandula parotidea, glandula submandibularis, glandula tiroidea
atau lebih jarang timbul dari pembuluh darah, saraf, otot, jaringan ikat,
lemak dan tulang. Tumor maligna sekunder di leher pada umumnya adalah
metastasis kelenjar limfe suatu tumor epitelial primer disuatu tempat
didaerah kepala dan leher. Jika metastasis kelenjar leher hanya terdapat
didaerah supraclavikula kemungkinan lebuh besar bahwa tumor primernya
terdapat ditempat lain di dalam tubuh.

2.2.5 Klasifikasi
Ada dua kelompok pembengkakan di leher yaitu di lateral maupun
di midline/line mediana. Setiap tumor di leher perlu di tentukan terlebih
dahulu apakah berasal dari tiroid-paratiroid atau struktur lain. Massa yang
bukan berasal dari tiroid atau paratiroid dapat disebabkan oleh radang
dan/atau neoplasma struktur lain.2

17
Ketika memeriksa pasien dengan massa leher, pertimbangan
pertama dokter harus membedakan kelompok pasien usia anak (<15
tahun), dewasa muda (16-40 tahun) atau dewasa (>40 tahun). Setiap
kelompok, kejadian penyakit bawaan, inflamasi dan neoplastic harus
diperhatikan karena sebagian besar massa leher masuk ke dalam salah satu
dari tiga kategori. Pasien anak umumnya menunjukkan massa leher
inflamasi lebih sering daripada kelainan bawaan dan neoplasma. Insiden
ini mirip dengan yang ditemukan pada orang dewasa muda. Sebaliknya,
pertimbangan pertama pada orang dewasa yang lebih tua harus selalu
neoplasia, massa inflamasi dan kelainan bwaan. Pertimbangan berikutnya
adalah lokasi massa leher. Hal tersebut penting dalam diferensiasi kelainan
bawaan karena mereka biasanya terjadi di lokasi yang khas. Penyebaran
karsinoma kepala dan leher karsinoma mirip dengan penyakit
inflamasi,umumnya mengikuti penyebaran limfatik. Penampilan dan
lokasi massa leher metastatik dapat menjadi kunci untuk mengidentifikasi
tumor primer atau sumber infeksi.2

Tabel 2.1 Kelompok diagnostik massa leher berdasarkan umur

Umur 0-15 16-40 >40


Kelompo Inflamasi Inflamasi Neoplasia
k Kongenital/perkembang Kongenital/perkembang (maligna/benign)
diagnosti an an Inflamasi
k Neoplasia Neoplasia Kongenital/perkembang
(maligna/benign) (maligna/benign) an

18
Tabel 2.2 Klasifikasi etiologi massa leher non tiroid

Umur 0-15 16-40 >40


Lokas Midline/anterior neck Segitiga anterior Segitiga posterior
i
Kongenital/perkembang Kongenital/perkembangan Kongenital/perkembang
an  Kista brankial an
 Kista Duktus  Kista timus  Limfangioma
Tiroglosus  Sialadenopati
 Dermoid (parotis dan
 Laringokel submaksila)
Inflamasi Inflamasi Inflamasi
 Adenitis  Adenitis (bakteri,  Adenitis
(bakteri, virus, virus, (bakteri, virus,
granulomatosa) granulomatosa) granulomatosa)
Sialadenitis (parotis dan
submaksila)
Neoplasma Neoplasma Neoplasma
 Tiroid  Tiroid  Tiroid
 Limfoma  Limfoma  LImfoma
 Metastase  Metastase
Upper jugular Jugular
Orofaring Posterior
Laring (nasofaring&sca
Lower jugular lp)
(hipofaring&tiroid Supraklavikula
) (infraklavikula
Submaksila dan primer)
(rongga mulut,
sinus nasal, wajah)
 Primary Vascular
Carotid body
Glomus

19
Hemangioma
Neurogenik
Neurilemoma
Salivary
(parotis&submaksi
la)

A. Kelainan Kongenital
1. Fistel dan Kista Brankial
Kelainan brankial dapat berupa fistel, kista, tulang rawan ektopik.
Arkus brankial ke-3 membentuk os.hioid, sedangkan arkus brankial ke-4
membentuk skelet laring, yaitu rawan tiroid, krikoid, dan arytenoid.3
Fistel kranial dari tulang hioid yang berhubungan dengan meatus
akutikus eksternus berasal dari celah brankial pertama. Fistel antara fosa
tonsilaris ke pinggir depan m.sternokleidomastoideus berasal dari celah
brankial kedua. Fistel yang masuk ke sinus piriformis berasal dari celah
brankial ketiga. Sinus dari celah brankial keempat tidak pernah ditemukan.
Sinus atau fistel mungkin berupa saluran yang lengkap atau mungkin
menutup sebagian.3
Fistel brankial sisa celah brankial ke-2 akan terdapat tepat di depan
m. Sternokleidomastoid. Bila penutupan terjadi sebagian, sisanya dapat
membentuk kista yang terletak agak tinggi di bawah sudut rahang. Bila
terbuka ke kulit, akan terjadi fistel. Bila masih ada sinus tonsilaris, fistel
selalu berjalan melalui percabangan a.karotis.3

Diagnosis
Pada anamnesis diketahui bahwa kista merupakan benjolan sejak
lahir. Fistel terletak di depan m. Sternokledomastoid dan mengeluarkan
cairan. Fistel yang buntu akan membengkak dan merah, atau merupakan
lekukan kecil yang dapat ditemukan unilateral atau bilateral.3

20
Pada palpasi, sebelah kranial dari fistel teraba sebagai jaringan
fibrotik bila leher ditegangkan dengan tarikan ke arah kaudal. Jaringan ini
menuju ke kraniodorsal sepanjang tepi depan m.sternokleidomastoid.
fistulografi mungkin memperlihatkan masuknya bahan kontras ke faring.3

Tatalaksana
Kista dapat langsung diekstirpasi bersama saluran yang menuju
orofaing. Seringkali diperlukan insisi multiple sejajar di atas insisi pertama
(stepladder incision). Fistel di isi bahan warna seperti biru metilen,
kemudian dapat diekstirpasi melalui insisi kecil multiple. Operasi ini tidak
tergolong bedah minor karena fistel harus dikeluarkan seluruhnya melalui
percabangan A. karotis komunis sampai ke sinus tonsilaris. Bila sebagian
saja, fistel teringgal akan kambuh dan biasanya mengalami infeksi.3

B. TUMOR LEHER MEDIAL KISTIK


1. KISTA DUKTUS TIROGLOSUS
Benjolan kista duktus tiroglosus terdapat di sekitar os. Hyoid, di
garis tengah, dan ikut bergerak waktu menelan atau pada penjuluran lidah.
Patofisiologi 3,12
Duktus yang menandai jaringan bakal tiroid akan bermigrasi dari
foramen sekum di pangkal lidah ke daerah di ventral laring dan mengalami
obliterasi. Obliterasi yang tidak lengkap akan membentuk kista. Kista
terletak di garis tengah, di cranial atau kaudal dari os. Hyoid. Bila terletak
di bagian depan tulang rawan dari os. Hyoid mungkin tergeser sedikit ke
paramedian. Jika di tarik kearah kaudal, umumnya teraba atau terlihat sisa
duktus berupa tali halus di subkutis.
Gejala Klinik
Keluhan yang sering terjadi adalah adanya benjolan di garis tengah leher,
dapat di atas atau di bawah tulang hioid. Benjolan membesar dan tidak
menimbulkan rasa tertekan di tempat timbulnya kista. Konsistensi massa
teraba kistik, berbatas tegas, bulat, mudah digerakkan, tidak nyeri, warna

21
sama dengan kulit sekitarnya dan bergerak saat menelan atau menjulurkan
lidah. Diameter kista berkisar antara 2-4 cm, kadang-kadang lebih besar.9
Bila terinfeksi, benjolan akan terasa nyeri. Pasien mengeluh nyeri saat
menelan dan kulit di atasnya berwarna merah. 3,12
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinik; yang harus dipikirkan
pada setiap benjolan di garis tengah leher. dilakukan foto Rontgen. 3,12
Tatalaksana
Kelainan ini ditangani dengan ekstripasi seluruh kista dan duktus.
Biasanya os hyoid harus dibelah dulu karena duktus sering menembus os.
Hyoid. Kista harus diekstripasi dengan seluruh sisa duktus sampai ke
foramen sekum. Jika ada sisa duktus tertinggal, akan terbentuk fistel di
luka operasi setelah beberapa waktu. 3,12
2. KISTA DERMOID
Kista ini merupakan kelainan bawaan yang timbul di daerah fusi
embrional kulit. Di daerah leher juga dapat ditemukan kista dermoid
seperti di daerah kepala. Kista ini umumnya kecil saja, dan biasanya
terdapat di sekitar garis tengah. Kista teraba kenyal, berisi cairan seperti
minyak, dan mungkin mengandung unsur adneksa kulit seperti rambut.
Kista ini bebas dari kulit di atasnya. 3,12
Patofisiologi
Kista dermoid biasanya muncul selama masa embrionik
(congenital) menurut beberapa teori salah satunya mnyatakan bahwa kista
dermoid muncul dari sel yang berasal dari sel germinal ektodermal dan
mesodermal atau dari jaringan pluripoten. Sel germinal masuk kedalam
jaringan yang lebih dalam dan bergabung dalam satu garis kemudian
kegagalan penutupan yang lengkap selama masa embrionik dan debris
epitel terperangkap didalamnya.3,12
Gejala Klinis dan Diagnosis
Sering muncul pada dasar mulut. Elevasi unilateral dasar mulut,
diatas m.geniohioid atau diatas m.genioglossus dibawah mukosa. Lesi

22
biasanya nodul bentuk kubah dengan diameter bervariasi, permukaan licin,
mobile, tetapi biasanya melekat pada kulit diatasnya. Ukuran biasnya
bervariasi beberapa millimeter sampai 12cm, dapat tunggal atau multiple,
konsistensi keras dan hilang pada penekanan. Kulit diatasnya normal,
pertumbuhannya lambat, asimptomatik. Isi kista berupa masa seperti keju
dan berbau. Ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, biasanya keluhan
berupa suara napas terdengar mengorok bila sedang makan atau minum
susu, muntah dijumpai bila setelah minum susu, sesak napas biasa muncul
bila selesai makan atau minum susu. Pada pemeriksaan fisik dijumpai
adanya benjolan menyembul dari hipofaring bila pasien menanggis atau
batuk yang kemudian dikonfirmasi dengan pemeriksaan Ct-Scan.
Diagnosis preoperative juga di dukung oleh pemeriksaan penunjang
Ultrasound, CT-Scan, MRI, dan aspirasi sitologi jarum halus. Diagnosis
pasti dengan histopatologi.3
Tatalaksana
Penanganan dari pada kista dermoid ini berupa ekstirpasi dengan
tujuan mengatasi komplikasi berupa sumbatan jalan napas. Operasi
dikerjakan untuk menegakkan diagnosis patologi, memperbaiki kosmetik
akibat lesi dan mencegah infeksi serta mencegah malignansi maupun
rekurensi. Dapat juga dilakukan enukleasi dengan Pendekatan intraoral
untuk lesi yang kecil dan diatas m.milohiod atau ektraoral apabila kista
besar sampai ke milohiod dan inferior milohioid.3

3. KISTA SEBASEA/ ATEROMA


Merupakan kista kelenjar sebacea, terbentuk akibat sumbatan pada
muaranya. Oleh karena itu ateroma ditemukan di daerah yang
mengandung banyak kelenjar sebacea. Kadang terdapat multiple dalam
berbagai ukuran. Produk kelenjar sebacea, yaitu sebum, tertimbun
membentuk tumor yang kurang lebih bulat, berbatas tegas, berdinding
tipis, bebas dari dasar, tetapi melekat pada dermis diatasnya. Daerah

23
muara yang tersumbat merupakan tanda khas yang disebut pungtata. Isi
kista adalah bubur eksudat berwarna putih abu-abu yang berbau asam. 3,12
Patofisiologi
Terjadinya kista ateroma disebabkan karena adanya sumbatan pada
muara kelenjar keringat yang disebabkan oleh infeksi, trauma (luka/
benturan).
Manifestasi klinik
Secara klinis sulit dibedakan dengan kista dermoid. Tetapi kista ini
mudah dienukleasidan isinya lebih keratinosa dan tidak begitu berlemak
serta kurang berbau (kadang berbau asam) dibandingkan kista dermoid.
Jika terjadi peradangan kista akan memerah dan nyeri.
Tatalaksana
Jika terjadi abses sekunder dan terbentuk abses maka akan
dilakukan pembedahan dan evakuasi nanah. Pada umumnya, penderita
kista ateroma akan diberikan antibiotik selama kurang lebih 2minggu.
Setelah 3-6bulan dapat dilakukan penanganan berupa eksisi atau diseksi
seluruh dinding kista dengan insisi. Patut diingat bahwa bila sebagian
dinding kista tertinggal pada eksisi, kista akan kambuh. Bila kista menjadi
abses karena infeksi sekunder, dilakukan incise dan penyinaran. 11

C. TUMOR LEHER MEDIAL SOLID


Berasal dari sisa pembentukan tiroid yang tidak turun (tyroid
ektopik), dimana tiroid itu ada tapi tidak turun membentuk tulang rawan
tiroid. Pada lobus piramidalis mudah di diagnosis dengan penurunannya
fungsi kedua lobus piramidalis. Kista ini biasanya berbatas tegas dan tidak
berisi cairan (padat).13,14
Tatalaksana
Kista ini tidak boleh di eksisi (operasi) sebab dapat terjadi
hipotiroidisme. Bila ditemukan kista seperti ini dapat di observasi terlebih
dahulu, baru dapat dilakukan eksisi. 13,14
D. TUMOR LEHER LATERAL KISTIK

24
1. HYGROMA KISTIK
Higroma kistik dapat terjadi baik pada anak laki-laki maupun anak
perempuan dengan frekuensi yang sama. Kebanyakan higroma kistik
terdapat didaerah leher. Higroma kistik berasal dari system limf sehingga
secara patologi-anatomi lebih tepat disebut limfangioma kistik. etiologi
biasanya disebabkan karena anyaman pembuluh limf yang pertama kali
terbentuk di sekitar pembuluh vena mengalami dilatasi dan bergabung
membentuk jala yang di daerah tertentu akan berkembang menjadi sakus
limfatikus. Pada embrio usia dua bulan, pembentukan sakus primitif telah
sempurna. Bila hubungan saluran kearah sentral tidak terbentuk maka
timbulah penimbunan cairan yang akhirnya membentuk kista berisi cairan.
Kelainan ini dapat meluas ke segala arah seperti ke jaringan sublingualis
di mulut. Keluhan adalah adanya benjolan di leher yang telah lama atau
sejak lahir tanpa nyeri atau keluhan lain. Benjolan ini berbentuk kistik,
berbenjol-benjol, dan lunak. Permukaannya halus, lepas dari kulit, dan
sedikit melekat pada jaringan dasar. Kebanyakan terletak di region
trigonum posterior koli. Sebagai tanda khas, pada pemeriksaan
transiluminasi positif tampak terang sebagai jaringan diafan. Benjolan ini
jarang menimbulkan gejala akut, tetapi suatu saat dapat cepat membesar
karena radang dan menimbulkan gejala gangguan pernafasan akibat
pendesakan saluran napas seperti trakea, orofaring, maupun laring. 3,13,14
Tatalaksana
Eksisi total merupakan pilihan utama. Pembedahan dimaksudkan
untuk mengambil keseluruhan masa kista. Tetapi bila tumor besar dan
telah menyusup ke organ penting seperti trakea, esophagus, atau pembuluh
darah, ekstirpasi total sulit dikerjakan. Maka penanganannya cukup
dengan pengambilan sebanyak-banyaknya kista. Kemudian pasca bedah
dilakukan infiltrasi bleomoson subkutan untuk mencegah kekambuhan.

25
Gambar 10 Higroma kistik
2. LIMFADENITIS TBC
Bacteria dapat masuk melalui makan ke rongga mulut dan melalui
tonsil mencapai kelenjar limf di leher, sering tanpa tanda tbc paru.
Kelenjar yang sakit akan membengkak, dan mungkin sedikit nyeri.
Mungkin secara berangsur kelenjar didekatnya satu demi satu terkena
radang yang khas dan dingin ini. Disamping itu dapat terjadi juga
perilimfadenitis sehingga beberapa kelenjar melekat satu sama lain
membentuk suatu massa. Bila mengenai kulit dapat meradang, merah,
bengkak, mungkin sedikit nyeri. Kulit akhirnya menipis dan jebol,
mengeluarkan bahan seperti keju. Tukak yang terbentuk berwarna pucat
dengan tepi membiru, disertai sekret yang jernih. Tukak kronik itu dapat
sembuh dan meninggalkan jaringan parut yang tipis atau berbinti-bintil.
Suatu saat tukak meradang lagi dan mengeluarkan bahan seperti keju lagi,
demikian berulang-ulang, kulit seperti ini disebut skrofuloderma. 3,13,14

Gejala Klinis
Limfadenitis tuberkulosa ditandai dengan pembesaran kelenjar
getah bening, padat/ keras, multiple dan dapat berkonglomerasi satu sama
lain. Dapat pula sudah terjadi perkujian seluruh kelenjar, sehingga kelenjar
itu melunak seperti abses tetapi tidak nyeri. Apabila abses ini pecah ke
kulit, lukanya sulit sembuh oleh karena keluar secara terus menerus
sehingga seperti fistula.3, 14

26
Tatalaksana
Pengobatan dilakukan dengan tuberkulostatik. Yaitu diberikan obat
antituberculosis selama 9-12 bulan (Tb di luar paru dengan panduan obat
2RHZE/10RH (Rifampicin <R>, Isoniazid INH <H>, Pirazinamid <Z>,
Etambutol <E>, Streptomicyn) atau 2RHE/7RH. Bila terjadi abses, perlu
dilakukan aspirasi, dan bila tidak berhasil sebaiknya dilakukan insisi serta
pengangkatan dinding abses dan kelenjar getah bening yang bersangkutan.
3

Gambar 11 Limfadenitis TB
3. Tumor Glomus Karotikum
Tumor glomus karotikum yang merupakan kemodektoma jarang
ditemukan, lokasinya setinggi percabangan a.karotis komunis menjadi
a.karotis eksterna dan interna disisi leher. Nama lain tumor ini adalah
paraganglioma nonkromofin.15

Gejala Klinis
Umumnya tumor tidak menunjukkan gejala dan palpasi
menyampaikan denyut nadi a. karotis, tumor ini dapat digerakkan di
bidang horizontal, tetapi tidak dibidang vertikal karena hubungan erat pada
bifurkasi a.karotis komunis.
Pada pemeriksaan arteriografi akan tampak tumor terisi kontras.
Biopsi adalah kontraindikasi karena tumor sangat kaya pembuluh darah.15

Tatalaksana

27
Penangannya terdiri atas ekstirpasi.15

E. TUMOR LEHER LATERAL SOLID


Dapat berasal dari otot, vascular dan Nn.ll
1. Otot
TORTIKOLIS
Terjadi karena trauma persalinan pada kepala letak sungsang. Bila
dilakukan traksi pada kepala untuk melahirkan anak dapat terjadi cedera
m. sternokleidomastoideus yang menimbulkan hematome sehingga terjadi
pemendekan otot akibat fibrosis. Dapat juga terjadi akibat tumor pada
m.sternokleidomastoideus. Gambaran klinik dapat dijumpai kepala yang
miring karena m. steronokleidomastoideus memendek, dan teraba seperti
tali yang kaku. Bila dibiarkan maka akan menjadi asimetris, tulang
belakang akan scoliosis untuk mengimbangi miringnya vertebra secara
servikalis, dan tengkorak pun akan asimetris.2
Tatalaksana
Fisoterapi diberikan berupa masase disertai peregangan dengan
harapan otot dapat memanjang. Bila fisioterapi tidak berhasil dilakukan
operasi untuk memperpanjang m.sternokleidomastoid. fisoterapi
diteruskan lagi pascabedah agar tidak kambuh lagi.

Gambar 12 Tortikolis

2. Vascular
HEMANGIOMA

28
Di daerah leher, hemangioma biasanya berjenis kavernosa yang
merupakan benjolan lunak yang mengempis bila ditekan dan
menggelembung saat dilepaskan lagi. Tumor ini ditangani dengan
ekstirpasi, bila besar perlu persiapan berupa arterigrafi atau flebografi.2

Gambar 13 Hemangioma leher

F. NEOPLASMA
Neoplasma dapat juga jinak atau ganas, sedangkan yang ganas dapat
primer atau sekunder (metastatik). Masa tumor metastatik dapat dibedakan
antara yang terletak di daerah yang berasal dari supraklavikuler atau
retroklavikuler.2
1. NEOPLASMA PRIMER JINAK
Berbagai macam tumor jinak terdapat di laring, termasuk polip
dan nodulus pita suara. Tumor jinak yang paling banyak dijumpai ialah
papiloma. Ini dapat terjadi pada anak, penyanyi, dan pengajar karena
salah guna suara. Biasanya kelainan yang bertanda suara parau ini dapat
regresi spontan setelah suara diistirahatkan atau ditangani logopedi.
Neoplasma jinak leher sering salah diagnosis sebagai infeksi
(misalnya, limfadenitis) atau bawaan (misalnya, kista brakialis) pada
pemeriksaan awal. Dengan demikian, diagnosis semua massa leher
memerlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologis, dan
FNAB. Neoplasma primer jinak leher termasuk tumor pembuluh darah,
seperti paragangliomas; neoplasma saraf perifer, seperti schwannomas
atau Neurofibroma; dan lipoma. Neoplasma vaskular.2

29
Hemangioma mempunyai aktivitas mitosis yang meningkat dan
keadaan demikian dianggap sebagai neoplasma sejati. Malformasi
vaskuler tidak seperti hemangioma, mempunyai kecepatan penggantian sel
endothelial yang normal. Lesi yang tinggi akibat kelainan menyolok yang
berhubungan dengan sistem arterial dan venousa dan dapat menyebabkan
masalah yang berbahaya dari adanya perdarahan masif, gagal jantung dan
kongestif curah tinggi, dan anemia hemolitik.2
Di daerah leher, hemangioma biasanya berjenis kavernosa yang
merupakan benjolan lunak yang mengempis bila ditekan dan
menggelembung saat dilepaskan lagi. Tumor ini ditangani dengan
ekstirpasi, bila besar perlu persiapan berupa arterigrafi atau flebografi.2
Tumor glomus karotis yang merupakan tumor cukup jarang
ditemukan, terutama di setinggi sisi leher. Umumnya tumor ini tidak
menunjukan gejala dan pada palpasi terdapat denyut nadi a.karotis. Tumor
ini dapat di gerakan di bidang horizontal tetapi tidak di bidang vertical
karena hubungan erat pada bifurkasio a.karotis komunis, penanganannya
yaitu ekstirpasi massa tumor.2
a. Schwannoma
Schwannoma, tumor yang berasal dari sel Schwann saraf perifer. Tumor
ini biasanya soliter. Secara klinis, schwannomas leher mungkin bersifat
massa leher yang nyeri. Pada pemeriksaan radiologi, schwannomas
biasanya berbatas tegas pada CT-scan kontras. Pemeriksaan selanjutnya
dengan pemeriksaan histopatologi. Transformasi maligna dari
schwannomas jarang terjadi. Manajemen pilihan schwannomas leher
biasanya melibatkan reseksi bedah.2
b. Neurofibroma
Neurofibroma adalah tumor jinak selubung saraf, massa leher soliter atau
beberapa nodul tumor. Neuofibroma berkaitan dengan penyakit autosomal
dominan von Recklinghausen. Berbeda dengan schwannomas,
neurofibroma yang unencapsulated dan histologis menunjukkan bundel
jalinan sel spindle. Seperti schwannomas, neurofibroma soliter mengalami

30
mengalami transformasi maligna dan paling baik diobati dengan reseksi
bedah. Bedah untuk neurofibromatosis biasanya diperuntukkan bagi
mereka lesi yang nyeri, mereka yang dapat menyebabkan tekanan daerah
sekitar dari ukurannya yang besar, atau lesi yang ganas.2
c. Lipoma
Lipoma adalah tumor jinak yang berasal dari jaringan adiposa. Lipoma
adalah tumor jaringan lunak yang paling sering dari leher dan biasanya
terdapat sebagai massa leher yang tidak nyeri. Manajemen lipoma adalah
dengan reseksi bedah lengkap untuk alasan estetika.

2. TUMOR GANAS LEHER


a. MORBUS HODGKIN
Morbus Hodgkin merupakan limfoma ganas yang bersifat
sistemik dan dapat muncul sebagai limfoma di leher. Kelenjar
biasanya membesar, kenyal, umumnya berpaket, dan tidak nyeri.
Bisa ada gejala umum seperti rasa lelah dan demam malam.
Diagnosis ditegakkan melalui pemeriksaan patologi jaringan
melalui biopsi dan pemeriksan histolipatologik. Limfoma Non-
Hodgkin (NHL) adalah kelompok penyakit limfoma ganas yang
heterogen yang juga mungkin muncul pertama sebagai limfoma
leher.

b. KARSINOMA KELENJAR TIROID


Karsinoma tiroid timbul dari sel folikel. Kebanyakan
keganasan di kelompokan sebagai jenis karsinoma tiroid
berdefisiansi, yang menisfes sebagai bentuk papiler, folikuler, atau
campuran. Jenis keganasan tiroid yang lain adalah karsinoma
medularis yang berasal dari sel farafolikuler yang mengeluarakan
kalsitonin (APUO-oma). Karsinoma tiroid agak jarang di dapat
yaitu sekitar 3-5% dari semua tumor maligna. Karsinoma torid
didapat pada segala usia dengan puncak pada usia muda (7-20

31
tahun) dan usia setengah baya (40-60 tahun). Insidens pada pria
adalah sekitar 3/100.000/tahun dan wanita sekitar 8/100.000/tahun.
Radiasi merupakan salah satu faktor resiko yang bermakna. Bila
radiasi tersebut terjadi pada usia lebih dari 20 korelasinya kurang
bermakna.2
Anatomi Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid terletak di leher, antara fasia koli media dan
fasia prevertebralis. Di dalam ruang yang sama terletak trakea,
oesofagus, pembuluh darah besar, dan saraf. Kelenjar tiroid
melekat pada trakea sambil melingkarnya dua pertiga sampai tiga
perempat lingkaran. Keempat kelenjar paratiroid umumnya terletak
pada permukaan belakang kelenjar tiroid. Tetapi lokasi dan
mungkin juga, jumlah kelenjar ini sering bervariasi.11
Embriologi
Kelenjar tiroid berkembang dari endoderm pada garis tengah
usus depan. Titik dari pembentukan kelenjar tiroid ini menjadi
foramen sekum di pangkal lidah. Endoderm ini menurun di dalam
leher sampai setinggi cincin trakea kedua dan ketiga yang kemudian
membentuk dua lobus. Penurunan ini terajdi pada garis tengah.
Saluran pada struktur ini menetap dan menjadi duktus tiroglosus
atau lebih sering, menjadi lobus piramidalis kelenjar tiroid. Kelenjar
tiroid janin secara fungsional mulai mandiri pada minggu ke-12
masa kehidupan intraneurin.11
Patologi
 Adenokarsinoma Papilare
Adenokarsinoma papiler adalah jenis keganasan tiroid yang
paling sering di temukan (50-60%). Kebanyakkan sudah disertai
pembesaran kelenjar getah bening pada waktu penderita pertama
kali datang memeriksakan diri. Karsinoma ini merupakan
kersinoma tiroid yang paling kronik dan yang mempunyai
prongnosa paling baik diantara karsinoma tiroid yang lainnya.

32
Faktor yang mempengaruhi prognosis baik adalah usia dibawah 40
tahun, wanita dan jenis histologik papilare, penyebaran limfogennya
tidak terlalu mempengaruhi prognosisnya. Faktor prognosis kurang
baik dalah usia diatas 45 tahun dan serta tumor tingkat T3 dan T4.
Tumor ini jarang bermetastasis secara hematogen, tetapi pada 10%
kasus terdapat metastasis jauh. Pada anamnesis di temukan keluhan
tentang adanya benjolan pada leher bagian depan. Benjolan tesebut
mungkin di temukan secara kebetulan oleh penderita sendiri atau
oleh orang lain. Kadang terdapat pembesaran kelenjar getah bening
di leher bagian lateral, yaitu penyebaran getah bening yang dahulu
dikenal sebagai tiroid aberans. Tumor primer biasanya tidak
dikeluhkan dan tidak dapat di temukan secara klinis. Bila tumornya
cukup besar, akan timbul keluhan karena desakan mekanik pada
trakea dan oesofagus, atau hanya timbul rasa mengganjal di leher.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tumor biasanya dapat diraba
dengan mudah, dan umumnya dapat pula di lihat. Yang khas untuk
tumor tiroid adalah tumor ikut dengan gerakan menelan. 11
Penanganan
Pengobatan dengan radioaktif tidak memberi hasil karena
adenokarsinoma pepilare pada umumnya tidak menyerap yodium.
Pascatirodektomi total ternyata yodium dapat ditangkap oleh sel
anak sebar tumor papiler tertentu sehingga pemberian pada keadaan
itu yodium radioaktif bermanfaat. Radiasi ekstern dapat diberikan
bila tidak terdapat fasilitas radiasi intern. Metastasis ditanggulangi
secara ablasio radioaktif. 11
 Adenokarsinoma folikuler
Adenokarsinoma folikuler meliputi sekitar 25% keganasan
tiroid dan didapat terutama pada wanita setengah baya. Kadang
ditemukan tumor soliter besar di tulang seperti di tengkorak dan
humerus, yang merupakan metastasis jauh dari adenokarsinoma
folikuler yang tidak di temukan karena kecil dan tidak bergejala.

33
Penanganan
Dilakukan dengan cara tiroidektomi total. Karena sel
karsinoma ini menangkap yodium, maka radioterapi dengan Y 131
dapat digunakan. Bila masih ada tumor yang tersisa maupun yang
terdapat metastasis, maka dilakukan pemberian yodium radioaktif
ini. Radiasi ekstern untuk metastasis ternyata memberi hasil yang
cukup baik.
 Adenokarsinoma meduler
Adenokarsinoma meduler meliputi 5-100% keganasan tiroid
dan berasal dari sel para folikuler, atau sel C yang
memproduksitirokalsitonin. Kadang di hasilkan pula CEA (carsino
embryonic antiagen). Tumor adenokarsinoma meduler berbatas
tegas dan keras pada peraabaan. Tumor ini terutama terdapat pada
usia di atas 40 tahun tetapi juga di temukan pada usia yang lebih
muda bahkan pada anak, dan biasanya disertai gangguan endokrin
lainnya. Pada sindrom sipple (multiple endocrine neopleasia
IIa/MEN IIa) ditemukan kombinasi adenokarsinoma meduler,
feokromositoma, dan hiperparatiroid, sedangkan pada MEN IIb
disertai feokromositoma dan neuroma submukosa. Bila di curigai
adanya adenokarsinoma meduler maka dilakukan pemeriksaan
kadar kalsitonin darah sebelum dan sesudah perangsangan dengan
suntikan pentagastrin atau kalsium.
Tatalaksana
Penanggulangan tumor ini adalah tiroidektomi total.
Pemberian yodium radioaktif juga tidak akan memberi hasil karena
tumor ini berasal dari sel C sehingga tidak menangkap dan
menyerap yodium.
 Adenokarsinoma anaplastik
Adenokarsinoma anaplastik jarang ditemukan dibandingkan
dengan karsinoma berdeferensi baik, yaitu sekitar 20%. Tumor ini
sangat ganas, terdapat terutama pada usia tua, dan lebih banyak

34
pada wanita. Sebagian tumor terjadi pada struma nodosa lama yang
kemudian membesar dengan cepat. Tumor ini sering disertai nyeri
dan nyeri ahli ke daerah telinga dan suara serak karena infiltrasi ke
n. rekurens. biasanya waktu penderita datang sudah terjadi
penyusupan ke jaringan sekitarnya seperti laring, faring dan
oesofagus sehingga prognosisnya buruk. Pada anamnesis
ditemukan struma yang telah di derita cukup lama dan kemudian
membesar dengan cepat. Bila disertai dengan suara parau, harus
dicurigai keras terdapatnya karsinoma anaplastik. Pemeriksaan
penunjang berupa foto roentgen toraks dan seluruh tulang tubuh
dilakukan untuk mencari metastasis ke organ tersebut. Prognosis
tumor ini buruk dan penderita biasanya meninggal dalam waktu
enam bulan sampai satu tahun setelah diagnosis.
Tatalaksana
Pembedahan biasanya sudah tidak memungkinkan lagi,
sehingga hanya dapat dilakukan biopsi insisi untuk mengetahui
jenis karsinoma. Satu-satunya terapi yang bisa diberikan adalah
radiasi ekstern.

Gambar 14 Karsinoma Tiroid


Keganasan lain
Limfoma malignum jarang dijumpai pada kelenjar tiroid
yang timbul pada wanita usia pertengahan sampai tua yang tampil
dengan massa thyroidea kenyal difus tak nyeri yang cepat
membesar. Secara histology, biasanya lesi jenis sel besar difus dan

35
penyakit Hasimoto dapat ditemukan dalam latar belakang pada
lebih dari sepertiga pasien. Terapi terdiri dari tirodektomi dan
radiasi. Kelangsungan hidup lima tahun dapat lebih dari 80%
sewaktu tumor terbatas pada glandula thyroidea dan 40% bila
penyakit ini juga ekstrathyroidea.
C. KARSINOMA KELENJAR PARATIROID
Embriologi dan anatomi
Kelenjar paratiroid tumbuh di dalam endoderm kantong
faring ketiga dan keempat. Kelenjar paratiroid yang berasal dari
kantong faring keempat cenderung untuk bersatu dengan kutub atas
kelenjar tiroid yang membentuk kelenjar paratiroid atas. Kelenjar
yang berasal dari kantong faring ketiga merupakan kelenjar
paratiroid pada kutub bawah tiroid, dan posisinya dapat bervariasi.
Kelenjar paratiroid ini bisa berkedudukan di posterolateral kutub
bawah kelenjar tiroid, atau di dalam timus, di mediastinum. Kadang
kelenjar tiroid berada di dalam kelenjar tiroid. Biasanya terdapat
dua kelenjar pada tiap sisi, meskipun jumlah kelenjar yang lebih
banyak di temukan pada sekitar 15% populasi. Kelenjar paratiroid
berwarna kekuningan dan berukuran kurang lebih 3 X 3 X 2 mm,
dengan berat keseluruhan sampai 100 mg.
Fisiologi
Kelenjar paratiroid mengelurakan hormone paratiorid
(PTH). Sintesis PTH dikendalikan oleh kadar kalsium di dalam
plasma. Sintesis PTH di hambat apabila kadar kalsium rendah dan
juga kadar magnesium dalam plasma yang rendah. PTH bekerja
pada tiga sasaran utama dalam pengendalian homeostasis kalsium,
yaitu ginjal, tulang dan usus. Di dalam ginjal, PTH meningkatkan
reabsorpsi kalsium. Di tulang PTH merangsang aktivitas
osteoplastik sedangkan di usus PTH meningkatkan absorpsi
kalsium. Vitamin D berpengaruh besar dalam metabolisme kalsium.
Vitamin ini terdapat didalam diet normal dan disintesis di kulit.

36
Sinar ultraviolet menghasilkan vitamin D3 di kulit yang selanjutnya
mengalami hidroksilasi di dalam hati dan ginjal menjadi vitamin D3
(kasiterol), fungsi utamanya adalah merangsang penyerapan
kalsium di dalam usus.
Patologi
Kelainan kelenjar paratiroid di tandai dengan peningkatan
atau penurunan fungsi. Hipoparatiroid dapat disebabkan oleh
defisiensi PTH yang bersifat autoimun, berkurangnya pembentukan
PTH, atau ketidakmampuan jaringan untuk bereaksi terhapadap
PTH (Pseudo-HipoParatiroidisme). Yang paling sering dijumpai
ialah hipoparatiroidi iatrogenic sesudah tiroidektomi. Sekitar 85%
hiperparatiroid primer di sebabkan oleh adenoma tunggal salah satu
kelenjar paratiroid, Pada kasus selebihnya (15%), hyperplasia
terdapat pada semua kelenjar paratiroid. Sebagian kecil adalah
adenoma multiple atau karsinoma paratiorid. Gambaran klinik yang
dapat dilihat adalah terdapatnya hiperkalsemia asimtomatik. Bila
ada gejalanya ini dapat berupa kelemahan, nyeri abdomen,
konstipasi, poliuria, kebingungaan, atau nyeri tulang. Kadang
ditemukan penyulit berupa batu ginjal dengan segala akibatnya.
D. Limfoma
Limfoma malignan yang bersifat sistemik dan dapat muncul
sebagai limfoma di leher. Kelenjar biasanya membesar, kenyal,
umumnya berbenjol-benjol, dan tidak nyeri. Bisa ada gejala umum
seperti rasa lelah dan demam. Diagnosis ditegakkan melalui
pemeriksaan patologi jaringan melalui biopsi dan pemeriksan
histolipatologik. Limfoma Non-Hodgkin (NHL) adalah kelompok
penyakit limfoma ganas yang heterogen yang juga mungkin
muncul pertama sebagai limfoma leher.2
Penentuan stadium yang tepat sangat penting sebelum memulai
terapi. Pasien harus melalui pemeriksaan lengkap yang meliputi
anamnesis, pemeriksaan fisik, termasuk laringoskopi indirek.

37
Pemeriksaan penunjang seperti Computed tomography (CT) atau
Magnetic Resonance Imaging (MRI) dapat menilai secara lebih
lengkap perluasan dari suatu tumor di daerah kepala dan leher.
Limfoma biasanya diskrit, kenyal, dan tidak nyeri tekan. Spesimen
dari massa dapat awalnya dibiopsi oleh FNAB. Bila hasil FNAB
masih belum jelas, langkah diagnostik berikutnya harus dilakkukan
biopsi terbuka untuk pemeriksaan histopatologi lengkap. Jika
pemeriksaan fisik atau laringfaringoskopi terdapat kelainan cincin
Waldeyer, biopsi pada daerah tersebut diperlukan untuk diagnosis
dan penentuan stadium limfoma.2
Pemeriksaan FNAB dapat mendeteksi suatu penyakit yang rekuren
atau perubahan histologis, namun tidak dapat membedakan, apakah
limfoma tersebut bersifat folikuler atau difus, yang merupakan
faktor penting dalam menentukan derajat dan prognosis suatu
limfoma. Untuk itulah biopsi terbuka lebih dipilih untuk
menentukan diagnosis awal.
Pemeriksaan imunohistokimia dapat membantu membedakan
limfoma dengan keganasan anaplastik atau undifferentiated :
antibodi antikeratin untuk karsinoma, antibodi protein anti-S-100
untuk melanoma dan antibodi panleukosit untuk limfoma.
Pemeriksaan imunohistokimia juga dapat membantu membedakan
infiltrat limfoid jinak dari suatu limfoma dengan bantuan
mikroskop cahaya2
Sebagian besar NHL mengekspresikan penanda sel T atau sel B.
Satu set panel pemeriksaan antigen sel T dapat membedakan
limfoma sel T dengan suatu hiperplasia. Limfoma sel B
mengekspresikan satu kelas tunggal dari rantai ringan (kappa atau
lamda), sedangkan hiperplasia menunjukkan suatu campuran dari
kedua kelas tersebut.
Pemeriksaan imunohistokima atau pemeriksaan molekuler lainnya
akan lebih baik apabila dilakukan pada jaringan yang masih segar,

38
maka sebaiknya klinisi memberikan informasi tentang adanya
kecurigaan diagnosis adalah suatu limfoma kepada ahli patologi.
Suatu jenis subtipe histologis suatu NHL mempengaruhi penentuan
stadium, terapi dan harapan hidup pasien.
E. Tumor kelenjar ludah
Tumor kelenjar ludah harus dipertimbangkan setiap kali massa
padat memperbesar terletak di depan dan di bawah telinga, di sudut
mandibula, atau dalam segitiga submandibula. Tumor jinak
kelenjar ludah biasanya tanpa gejala. Gejala nyeri, pertumbuhan
yang cepat, paralisis saraf kranial (CN) VII, atau fiksasi kulit
dicurigai keganasan. Pemeriksaan radiografi diagnostik (misalnya,
sialography, scan nuklir, CT scan) dapat dilakukan untuk diagnosis
tumor kelenjar ludah. Diagnosis pasti adalah dengan biopsi terbuka
dalam bentuk pengangkatan kelenjar submandibular atau
parotidectomy superfisial.2
F. Kanker Paragangliomas
Setiap massa pada leher harus diraba dan auskultasi untuk
memastikan bahwa massa tidak melekat atau timbul dari struktur
vaskular. Mayoritas paraganglioma tidak memerlukan jaringan
untuk diagnosis yang akurat, seperti yang dijelaskan di bagian
sebelumnya. Potensi keganasan paraganglioma berkorelasi dengan
lokasi asal, 2% sampai 19% dilaporkan menjadi ganas, tumor
glomus jugulare merupakan presentase paling rendah dan tumor
vagal presentase tertinggi. Sekitar 6% dari tumor karotis
menunjukkan kejanasan, meskipun pemeriksaan histologis
dianggap tidak cukup untuk menentukan keganasan. Hal ini
berdasarkan pada perilaku tumor seperti metastasis kelenjar getah
bening atau metastasis jauh.
G. Neoplasma Ruang Parapharyngeal
Berbagai tipe keganasan primer ruang parapharyngeal telah
dilaporkan, misalnya tumor ganas kelenjar liur (karsinoma adenoid

39
kistik, carcinoma ex-pleomorfik adenoma, karsinoma sel acinic),
tumor neurogenik ganas, limfoma, liposarkoma, fibrosarkoma,
meningioma ganas, dan lain-lain.
H. Sarkoma.
Leher dan parotis merupakan lokasi terbanyak terjadinya sarcoma
pada kepala dan leher, meskipun kurang dari 1% dari semua
keganasan kepala dan leher. Di Amerika Serikat, kurang dari 5000
kasus yang dilaporkan setiap tahunnya, 80% pada dewasa. Dari
jumlah tersebut, hanya 15% sampai 20% pada kepala dan leher,
dengan lokasi di jaringan lunak leher dan daerah sinus paranasal
yang paling sering. Meskipun etiologi belum diketahui, neoplasma
ini berasal dari sel mesenchymal, contohnya sel endotel, otot,
tulang rawan, dan jaringan ikat. Lebih dari 80% risarkoma berasal
dari jaringan lunak, sedangkan sekitar 20% muncul dalam tulang.2
Apabila semua lokasi dipertimbangkan, tipe paling sering adalah
histiocytoma fibrous malignan (HFM). Di kepala dan leher,
sarkoma yang paling sering pada anak-anak adalah
rhabdomyosarcoma (RMS); pada orang dewasa, osteosarcoma,
angiosarcoma, HFM, dan fibrosarcoma terjadi paling sering. RMS
adalah sarkoma yang paling sering pada anak-anak dan juga
merupakan sarkoma paling banyak pada daerah kepala dan leher.
Secara keseluruhan, HFM dianggap jenis yang paling sering dari
sarcoma.2
Sarkoma diklasifikasikan dan diberi penamaan sesuai dengan
jaringan asalnya, bukan dari lokasi asal. Banyak "jaringan lunak"
sarkoma seperti HMF dapat didiagnosis pada tulang, tetapi
diagnosis tergantung pada sediaan histologi. Sistem stadium
sekarang terpisah apakah berasal dari tulang atau jaringan lunak
asal sarkoma tersebut.
Pengobatan sarkoma di daerah kepala dan leher melibatkan
pendekatan multidisiplin, evaluasi, sehingga dapat optimal dan

40
rehabilitasi. Perawatan harus selalu menyertakan konsultasi dengan
ahli bedah kepala dan leher, onkologi medis, dan onkologi radiasi
dalam kerjasama yang erat dengan kepala dan leher patologi dan
neuroradiologist. Spesialis lain sering terlibat dalam perawatan
pasien ini termasuk ahli onkologi gigi, prosthodontist
maksilofasial, dan spesialis rehabilitasi. Histologi, evaluasi, dan
pengobatan setiap jenis histologis sarkoma dan situs asal akan
bervariasi, dan dengan demikian, akan dibahas sesuai dengan sel
asal.2
I. Sarkoma Alveolar
Sarkoma alveolar jaringan lunak adalah tumor langka yang
melibatkan kepala dan leher pada 25% kasus, meskipun kurang
dari 1% dari semua sarkoma. Sel asal tidak diketahui, meskipun
diferensiasi sel otot dan saraf telah diidentifikasi. Lokasi tersering
yang terkena di kepala dan leher adalah lidah dan orbit, dengan
orbit yang memiliki prognosis yang terbaik. Sarkoma alveolar
jaringan lunak jarang melibatkan leher dan dilaporkan
bermetastasis ke leher dari kepala dan leher kurang dari 10% dari
kasus, sehingga disseksi leher kurang beralasan. Metastasis jauh
terjadi dan mungkin tidak ada selama bertahun-tahun atau dekade
setelah tumor awal diobati. Terapi pembedahan tetap andalan
pengobatan, meskipun sering kambuh. Dilaporkan keberhasilan
dengan pengobatan multimodalitas termasuk kemoterapi, Angka
survival 65% pada 5 tahun tapi turun menjadi 50% pada 10 tahun.2
J. Angiosarcoma.
Angiosarcoma adalah sarkoma langka yang lain yang terjadi
kurang dari 1% dari semua sarkoma, setengahnya melibatkan
kepala dan leher. Penyakit ini mungkin melibatkan pembuluh
darah dan limfatik, diferensiasi dari lymphangiosarcoma. Etiologi
masih belum jelas meskipun trauma, radiasi, dan lymphedema
telah dikaitkan dengan beberapa kasus. Pengobatan utama adalah

41
pembedahan, meskipun dibutuhkan margin lebar karena sifat
multisenter tumor ini dan tingkat kekambuhan mendekati 50%.
Terapi radiasi pasca operasi juga direkomendasikan, ada pula
dengan menggunakan kemoterapi dalam neoplasma tersebut.
Metastasis seringnya terjadi pada paru-paru dan hati, sedangkan
metastasis regional sering di kulit kepala.2
K. Hemangioendothelioma epiteloid.
Tumor ini sangat langka dan keterlibatann kepala dan daerah leher
hanya sekitar 10% sampai 15% dari kasus. Lesi ini ditemukan
berasal dari jenis epitheliod atau histiocytoid sel endotel.
Pengobatannya dengan eksisi bedah dengan terapi radiasi.
Kekambuhan dan potensi metastasis berkorelasi dengan agresivitas
biologis dengan lesi epithelioid memiliki prognosis yang lebih
baik, sedangkan lesi sarkomatosa memiliki potensi metastatik yang
lebih tinggi dan prognosis yang lebih buruk.2
L. Chondrosarcoma.
Meskipun chondrosarcoma biasanya ditemukan di daerah rahang
atas dan rahang bawah dari kepala dan leher, namun juga bisa
didapatkan di leher atau jaringan lunak. Secara histologis,
pembentukan tulang rawan ada dengan berbagai tingkat
diferensiasi dan kelas. Tumor ini biasanya diklasifikasikan sebagai
tulang atau extraosseous dan subtipenya: konvensional, myxoid,
dan mesenchymal dengan mesenchymal menjadi jauh lebih sering
pada anak-anak dan dewasa muda. Pengobatan berupa reseksi
bedah luas, dan dapat dipertimbangkan radiasi pasca operasi,
terutama pada tumor dengan grading tinggi. Angka survival
chondrosarcomas di kepala dan leher 87,2% dalam 5 tahun dan
70,6% dalam 10tahun dengan 59,5% menjalani operasi saja,
sementara 21,0% memiliki terapi radiasi adjuvant.
M. Osteosarkoma.

42
Osteosarcoma kepala dan leher terutama pada mandibula dan
maksila, dengan mandibula memiliki insiden sedikit lebih tinggi.
Tumor jarang melibatkan jaringan lunak leher, meskipun
metastasis daerah terisolasi telah dilaporkan di samping beberapa
laporan yang melibatkan hyoid dan laring. Pengobatan lesi ini
terutama reseksi bedah dengan atau tanpa terapi radiasi dan
kemoterapi. Insiden metastasis ke servikal dilaporkan kurang dari
10%, sehingga diseksi leher kurang bermanfaat. Fibrosarcoma.
Leher adalah lokasi kedua yang paling sering pada fibrosarcoma
kepala dan leher, setelah daerah sinus paranasal. Meskipun dapat
terjadi pada semua usia, lebih sering terjadi pada orang dewasa
antara 40 dan 70 tahun. Neoplasma ini berasal dari fibroblast dan
biasanya timbul secara spontan tetapi diketahui muncul di daerah
bekas luka bakar dan terapi radiasi.2
N. Leiomyosarcoma.
Leiomyosarcoma adalah neoplasma yang sering pada dewasa
lanjut, meskipun dapat terjadi pada semua usia. Merupakan 6%
dari semua sarkoma, dan 3% melibatkan daerah kepala dan leher.
Neoplasma ini berkembang dari otot polos dan secara histologis
tampak fasikula berpola tegak lurus dengan inti cigarshaped,
sitoplasma eosinofilik, dan vakuola paranuclear. Terapi dengan
reseksi luas dengan margin negatif. Diseksi leher dapat
diindikasikan karena potensi metastasis regional dan jauh.
Prognosis bervariasi dengan lokasi asal dan histologis bervariasi,
sehingga estimasi akurat survival setiap lokasi sulit.2
O. Liposarkoma.
Meskipun dianggap sebagai sarcoma jaringan lunak yang paling
sering dari orang dewasa, yaitu 12% sampai 18% dari kasus,
keterlibatan daerah kepala dan leher jarang, terjadi pada sekitar 3%
sampai 6%. Liposarkoma dianggap terjadi lebih sering pada lokasi
jaringan lunak lebih dalam dari lipoma atau lipoma atipikal;

43
metastasis serviksal jarang terjadi, dan metastasis jauh telah
dilaporkan pada paru-paru dan hati.
P. Fibrous histiocytoma Maligna.
Sebagian menganggap FHM sarkoma jaringan lunak yang paling
sering pada orang dewasa. Namun jarang melibatkan daerah kepala
dan leher, meskipun dapat terjadi di jaringan lunak sinus paranasal,
leher, dasar tengkorak, dan kelenjar parotis. Dari 88 histiocytomas
fibrous (jinak dan ganas) dari kepala dan leher, leher merupaka
lokasi kedua yang paling sering setelah sinonasal. Faktor etiologi
termasuk terapi radiasi sebelum dan penggunaan silika sebagai
bahan injeksi.
Q. Hemangiopericytoma ganas.
Hemangiopericytoma muncul dari sel-sel Zimmerman, yang terjadi
sekitar kapiler dan venula poskapiller. Mayoritas
hemangiopericytomas kepala dan leher ditemukan pada sinus
paranasal, meskipun hampir setiap jaringan bisa terlibat, termasuk
leher.
R. Tumor selubung saraf perifer maligna 49 Istilah tumor
selubung saraf perifer maligna (TSSPM) mengacu pada jenis
neurosarcoma yang mewakili hampir 10% dari semua sarkoma,
besifat agresif dengan prognosis yang buruk. Terapi reseksi luas
dengan margin yang jelas dan radiasi pasca operasi , margin dan
ukuran tumor berhubungan dengan angka survival. Prognosis
buruk meskipun pengobatan agresif, lebih dari 40% terdapat
rekurensi, meskipun kejadian metastasis limfatik jarang
didapatkan.
S. Rhabdomiosarkoma (RMS)
RMS adalah keganasan yang berasal dari sel-sel mesenchymal
terkait dengan diferensiasi otot rangka. Ini merupakan sarcoma
jaringan lunak yang paling sering pada anak-anak dan 20% dari
semua sarkoma. Lebih dari 45% dari rhabdomyo-sarcomas muncul

44
di daerah kepala dan leher, dengan insiden tertinggi pada dekade
pertama dan puncaknya terjadi pada dekade kedua dan ketiga.
Lokasi yang paling sering di kepala dan leher dari 50 kasus
termasuk wajah, orbit, rongga hidung, leher, sinus paranasal, dan
situs parameningeal. Metastasis terjadi pada 33% kasus, lokasi
tersering adalah sumsum tulang, cairan serebrospinal, cairan
peritoneal, dan paru-paru. Laporan lain mengungkapkan jaringan
lunak leher terlibat dalam hampir 14% dari kepala dan leher RMS
dewasa. Tumor ini dikategorikan oleh Intergroup
Rhabdomyosarcoma Study (IRS) ke dalam subtipe berikut:
embrional, varian embrional-botryoid, varian sel embrional-
spindle, alveolar-klasik, dan varian yang solid, dibeda-bedakan dan
anaplastik. Ini juga sering diklasifikasikan sebagai embrional,
alveolar, pleomorfik, dan jenis campuran. Embrional yang
merupakan RMS yang paling sering pada anak-anak dan orang
dewasa. Terapi utama berupa kemoterapi induksi diikuti dengan
terapi radiasi, meskipun keduanya dapat digunakan. Pembedahan
biasanya bertujuan untuk debulking atau pada tumor yang dapat
direseksi sepenuhnya tanpa cacat fungsional atau kosmetik. Diseksi
leher dipertimbangkan pada keterlibatan leher atau jelas terdapat
pembesaran adenopathy. Tingkat survival untuk masing-masing
lokasi yaitu 92%, 69%, dan 81%.2
T. Sarkoma sinovial.
Sarkoma sinovial merupakan 6% sampai 10% dari semua sarkoma
jaringan lunak dan 3% sampai 10% dari semua sarkoma kepala dan
leher. Tumor ini biasanya muncul pada usia 20 sampai 40 tahun,
pada daerah hypopharyngeal dan retropharyngeal. Diseksi leher
tidak perlu karena tidak adanya metastasis servikal. Angka survival
47% sampai 58% sampai dengan 40% kejadian kekambuhandapat
U. Melanoma.

45
Melanoma adalah keganasan sel penghasil pigmen (melanosit)
terletak terutama di kulit, tetapi juga ditemukan di mata, telinga,
saluran pencernaan, leptomeningen, dan membran mukosa.
Meskipun melanoma dapat timbul atau bermetastasis ke leher
tanpa lokasi primer diketahui, evaluasi menyeluruh harus
dilakukan untuk mengidentifikasi lokasi primer. Sebuah tinjauan
dari 300 kasus melanoma oleh Balm dan lain-lain mengungkapkan
sekitar 5,7% terdapat pada nodus limfatik servikal tanpa diketahui
lokasi primernya. Terapi dengan operasi dan survival 5-tahun 48%,
dengan rata-rata 36 bulan (pada pasien dengan tahap II melanoma
kulit). Tindakan diseksi leher tidak dapat meningkatkan
kelangsungan hidup dibandingkan pasien dengan diseksi

G. Massa leher yang tidak diketahui asal tumor primer


Massa leher pada pasien dewasa harus dicurigai tumor dan
keganasan. Pada tahun 1952, Martin dan Romieu, pada 1300 tumor primer
dari kepala dan leher bermanifestasi massa leher pada 12.4% kasus.
Mereka menyatakan, “pembesaran asimetris dari satu atau lebih kelenjar
getah bening leher pada orang dewasa hampir selalu kanker dan biasanya
disebabkan oleh metastasis dari lesi primer di mulut atau faring.2
Menurut Lee dan Helmus mendukung teori bahwa massa leher
asimetris pada orang dewasa harus dianggap ganas sampai terbukti
sebaliknya. Mereka meneliti spesimen biopsi dari massa leher pada 163
pasien, dari pasien >40 tahun, 29.4% memiliki karsinoma dan 21.4%
memiliki limfoma. Penelitian tersebut hampir sama dengan Slaughter,
Majarakis dan Southwick dan Mayo dan Lee, yang melaporkan bahwa
sekitar 50% merupakan keganasan pada massa di leher. Insiden penyakit
ganas dalam massa leher naik menjadi 80% ketika nodul tiroid jinak
dieksklusikan.2
Prinsip kedua mengenai lesi primer yang tidak diketahui adalah
bahwa pengambilan kelenjar getah bening yang membesar untuk tujuan

46
diagnostic adalah merugikan untuk pasien dengan metastasis karena
metastasis jauh dan rekurensi regional lebih sering terjadi pada pasien
yang telah menjalani biopsi eksisi dibandingkan pada mereka dengan
stadium yang sama yang belum dilakukan biopsi eksisi. Temuan ini
menunjukkan bahwa terjadi gangguan drainase limfatik dan manipulasi
massa metastasis. Pada tes limfangiografi leher menunjukkan adanya
gangguan pola drainase limfatik yang normal pada terapi pembedahan.
Gooder dan Palmer telah sama menegaskan hal ini yaitu terjadi
peningkatan inisidensi rekurensi dan komplikasi luka pada pasien yang
dilakukan biopsi.2
Upaya untuk mendiagnosa dan manajemen massa di leher harus
dimulai dengan pemeriksaan yang cermat dari rongga mulut, nasofaring,
hipofaring, laring, tiroid, kelenjar ludah dan kulit kepala dan leher. 50-
67% pasien yang memiliki massa leher, lokasi tumor diidentifikasi dengan
pemeriksaan kepala dan leher yang menyeluruh.2

2.2.5 DIAGNOSIS

Langkah diagnostik yang paling tepat adalah anamnesis serta pemeriksaan


fisik kepala dan leher. Visualilsasi dan palpasi adalah komponen yang paling
penting dari pemeriksaan fisik. Hal ini membantu menentukan lokasi massa sesuai
dengan daerah drainase limfatik, ukuran lesi dan hubungannya dengan struktur
sekitarnya (terfiksasi atau tidak terfiksasi), konsistensi massa dan berdenyutan
atau bruit2
Massa leher berdenyut, bruit atau thrill, ultrasonografi dapat dilakukan untuk
membedakan masalah vascular degenerative (misalnya aneurisma) dari kondisi
neoplastic (cth: glomus dan tumor karotis). Ultrasonografi juga dapat membantu
untuk membedakan massa baik yang solid dan kistik atau kista brankialis bawaan
dan kista tiroglosus dari kelenjar getah bening yang solid, tumor neurogenik dan
ektopik. 2
Pada pasien yang memiliki massa leher yang membingungkan namun diduga
mengalami proses inflamasi, terapi antibiotik dan observasi, tidak lebih dari 2

47
minggu, dapat diterima sebagai uji klinis. Jika massa tersebut terus menerus atau
meningkat dalam ukuran setelah pemberian antibiotik, pemeriksaan tambahan lain
diperlukan. Biopsi dengan pemeriksaan patologi adalah tes diagnostik definitif.
Biopsi terbuka harus dilakukan, namun hanya setelah dokter telah melakukan
pemeriksaan kepala dan leher lengkap dengan menggunakan metode langsung dan
tidak langsung dan telah melakukan biopsi aspirasi jarum halus (FNAB), yang
merupakan standar perawatan untuk biopsi awal. Hal ini terutama diperlukan
untuk orang dewasa. Biopsi umumnya harus dilakukan bila massa leher yang
semakin membesar, massa leher asimetris tunggal massa leher keras tanpa tanda-
tanda infeksi aktif dan kondisi aktif menular yang tidak merespon terhadap
antibiotic konvensional dan dimana penentuan bakteriologis rutin tidak berhasil,
sehingga sampel jaringan yang dibutuhkan untuk studi bakteriologis lanjut.2
1. Anamnesis
 Progresifitas tumor; pertumbuhan tumor jinak lama, tumor ganas
cepat.
 Gangguan menelan, sesak napas, suara serak, nyeri tenggorokan
infiltrasi tumor ke daerah sekitar.
 Asal dan tempat tinggal (pengunungan dan lantai)
 Faktor resiko : riwayat radiasi daerah leher, riwayat keluarga
 Gejala-gejala hipertiroid/hipotiroid
2. Pemeriksaan fisik
A. Inspeksi

 Adanya benjolan di leher depan atau lateral

 Bila terlihat sesak, waspada adanya penekanan pada trakea

B. Palpasi

 Benjolan kita palpasi, kalau dari tiroid maka pada waktu

menelan akan ikut ke atas.

48
 Pada tumor primer dapat berupa suatu nodul soliter atau

multipel dengan konsistensi bervariasi dari kistik sampai

dengan keras bergantung dari jenis patologi anatominya tetapi

biasanya massa yang merupakan suatu karsinoma berukuran

>4 cm dengan konsistensi keras dan tidak bisa digerakkan dari

dasarnya.

 Bila kelenjar besar sekali tetapi belum terlihat gejala sesak

napas, kita bisa tetap curiga ada tidaknya penekanan pada

trakhea, caranya dengan menekan lobus lateral kelenjar maka

akan timbul stridor akibat penekanan pada trakea.

 Perlu diketahui juga ada tidaknya pembesaran KGB regional

secara lengkap.

 Dicari juga ada tidaknya benjolan pada tulang belakang,

clavicula, sternum serta tempat metastase jauh lainnya di paru,

hati, ginjal dan otak.

Gambar 16 Bagan Diagnosis Tumor Colli

49
2. Pemeriksaan penunjang

A. Laboratorium

 Pemeriksaan kadar ft4 dan tshs untuk menilai fungsi tiroid.

 Untuk pasien yang dicurgai karsinoma medulare harus

diperiksa kadar kalsitonin dan vma.2

B. Radiologi2

 Foto polos leher ap dan lateral dengan metode soft tissue

technique dengan posisi leher hiperekstensi , bila tumornya

besar. Untuk melihat ada tidaknya kalsifikasi.

 Dilakukan pemeriksaan foto thorax pa untuk menilai ada

tidaknya metastase dan pendesakkan trakea.

 Esofagogram dilakukan bila secara klinis terdapat tanda-tanda

adanya infiltrasi ke esophagus.

 Pembuatan foto tulang belakang bila dicurigai adanya tanda-

tanda metastase ke tulang belakang yang bersangkutan. CT

scan atau MRI untuk mengevaluasi staging dari karsinoma

tersebut dan bisa untuk menilai sampai di mana metastase

terjadi.

C. Ultrasonografi5

Untuk mendeteksi nodul yang kecil atau yang berada di

posterior yang secara klinis belum dapat dipalpasi dan mendeteksi

nodul yang multiple dan pembesaran KGB. Di samping itu dapat

50
dipakai untuk membedakan yang padat dan kistik serta dapat

dimanfaatkan untuk penuntun dalam tindakan FNAB.

D. Scanning tiroid2

Dengan sifat jaringan tiroid dapat mang-up take i 131 maka

pemeriksaan scanning ini dapat memberikan beberapa gambaran

aktivitas, bentuk dan besar kelenjar tiroid.

E. Pemeriksaan histopatologi dengan parafin coupe2

Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan definitif atau gold

standar.

Biopsi Aspirasi Jarum Halus (FNAB) dan Biopsi Terbuka


FNAB dilakukan sebelum endoskopi tapi setelah pemeriksaan
kepala dan leher yang menyeluruh. FNAB telah menjadi standar dalam
membuat keputusan diagnostic dan manajemen massa leher.2
FNAB juga digunakan pada pasien dengan keganasan untuk
konfirmasi metastasis yang diperlukan untuk stadium tumor dan
perencanaan terapi, pada pasien dengan tumor primer leher untuk memulai
terapi non bedah, pada pasien dengan massa leher tidak diketahui. FNAB
biasanya dapat membedakan lesi kistik dan inflamasi, lesi tumor jinak dan
keganasan, limfoma dan karsinoma. Khusus untuk lesi limfoma harus
dilakukan biopsy eksisi untuk pemeriksaan patologi yang digunakan untuk
diagnosis dan rencana kemoterapi. Untuk lesi persisten dan curiga ganas,
FNAB dapat diindikasikan. FNAB juga pemeriksaan diagnostic pilihan
pada sebagian besar yang dicurigai keganasan leher. 2

Endoskopi dan Biopsi Dipandu


Pencarian untuk lesi primer harus dilakukan pemeriksaan
menyeluruh baik langsung dan tidak langsung, yaitu pemeriksaan rongga

51
mulut, nasofaring, hipofaring, laring, tiroid, kelenjar ludah dan kulit kepala
dan wajah. Pemeriksaan toraks dan abdomen juga dapat dilakukan, tetapi
biasanya jarang membantu dalam membedakan massa leher. FNAB adalah
standar evaluasi setelah pemeriksaan fisik lengkap. Jika sifat massa atau
sumber dari metastasis yang diidentifikasi oleh FNAB tetap sulit
ditentukan, saluran aerodigestif harus diperiksa secara endoskopi, terutama
di daerah sumber drainase limfatik. Jika ditemukan lesi tumor pada saluran
aerodigestif, lesi tumor tersebut harus dibiopsi, bila tidak ada lesi tumor,
biopsy dipandu (guided biopsy) harus dilakukan dari daerah yang paling
memungkinkan untuk tumor primer berdasarkan drainase limfatik. Daerah
ini biasanya pada nasofaring sekitar fossa Rosenmuller, tonsil (dalam hal
ini tonsilektomi menggantikan biopsi insisi), dasar lidah dan sinus
piriformis. Tumor primer seringkali submukosa atau timbul jauh di dalam
kripta dari tonsil palatine atau lipatan jaringan limfoid lingual. Hal ini
yang menjadi alasan mengapa harus dilakukan biopsy pada saluran
aerodigestif.2

Biopsi Eksisi
Ketika pemeriksaan FNAB positif untuk karsinoma, pemeriksaan
klinis dan endoskopi tidak mengungkapkan lokasi tumor primer, biopsi
eksisi adalah langkah berikutnya dalam mengkonfirmasikan atau
mendiagnosis massa leher.2
Ketika biopsi eksisi dilakukan, harus segera dilakukan pemeriksaan
patologi dibawah mikroskop. Jika diagnosis karsinoma sel skuamosa,
melanoma atau adenokarsinoma (kecuali massa adalah supraklavikula),
diseksi leher radikal harus dilakukan.10. khusus untuk lesi limfoma harus
dilakukan biopsy eksisi untuk pemeriksaan patologi yang digunakan untuk
diagnosis dan rencana kemoterapi.2

Pemeriksaan Pencitraan

52
PET Scan memiliki akurasi penentuan stadium kanker sekitar 69-
78%, nilai prediksi positif 56-83%, nilai prediksi negative 75-86%,
sensitivitas 63-100% dan spesifisitas 90-94%. Tumor wilayah supraglottic
dan cincin tonsil Waldeyer adalah yang paling sulit untuk didiagnosis
FDG-PET. Hal ini karena volume tumor rendah kecil, lesi superfisial,
terdapat jaringan limfoid normal, dan akumulasi FDG disekresikan oleh
kelenjar ludah ke dalam valekula dan sinus piriformis. Semua kelenjar
getah bening leher metastasis terdeteksi oleh CT dikonfirmasi oleh PET
Scan. 2
CT Scan dengan kontras untuk massa leher dapat melokalisasi dan
karakterisasi lesi leher. Karena CT Scan dapat dilakukan cepat , ditoleransi
dengan baik dan cukup tersedia, dapat digunakan untuk evaluasi awal,
perencanaan pra operasi, penargetan biopsy dan evaluasi pasca operasi.
Namun histopatologi tetap gold standard.
Evaluasi harus terdiri dari pemeriksaan menyeluruh diikuti dengan
scan MRI, jika memungkinkan. MRI memungkinkan untuk perbedaan
jaringan lunak yang lebih baik dari CT Scan. Oleh karena itu, MRI lebih
baik dapat menilai lokasi tumor kecil serta lebih jelas menunjukkan
metastasis leher.
PET Scan menunjukkan peningkatan aktivitas glikolitik sel tumor,
mengidentifikasi local tumor yang potensial. PET scan dapat
mengidentifikasi tumor kecil, biasanya di pangkal lidah dan di tonsil. PET
scan dan kombinasi PET/CT scan telah digunakan untuk menindaklanjuti
pasien setelah pengobatan untuk mengevaluasi rekurensi

Stadium Tumor Leher


Staging klinis diperoleh dari pemeriksaan fisik dan tambahan
informasi dari MRI atau CT Scan. Staging kanker kepala dan leher
menurut TNM system diusulkan oleh American Joint Committee 2002.
Stadium T berdasarkan lokasi tumor primer dan bervariasi tergantung
lokasi tumor pada kepala dan leher. Klasifikasi N dan M serta

53
pengelompokan stadium (stage grouping) adalah sama untuk semua
kanker kepala dan leher kecuali karsinoma nasopharing. Stadium IV
dibagi menjadi 3 kelompok yakni locally advance tapi resectable (IVA),
unresectable locally advance (IVB) dan metastasis jauh (IVC).15

Gambar 17 Staging kanker kepala dan leher berdasarkan AJCC

54
2.2.6 Manajemen Tumor Leher
Pembedahan, radioterapi dan kemoterapi merupakan modalitas terapi
untuk kanker kepala dan leher. Terapi utama kanker kepala dan leher stadium dini
adalah modalitas tunggal berupa pembedahan atau radioterapi. Radioterapi pada
kanker ini mempunyai efek samping yang sangat mengganggu seperti mukositis
dan xerostomia dan responnya terbatas pada tipe kanker tertentu (umumnya
grading tinggi) disamping biayanya yang mahal oleh karena itu terapi
pembedahan merupakan pilihan utama terapi pada kanker kepala dan leher.
Pembedahan sangat memungkinkan pengangkatan tumor secara komplit yang
dapat dibuktikan dengan histopatologi.15
Metastasis ke kelenjar getah bening khususnya dari kanker rongga mulut,
sinus paranasal dan hipofaring, terapi yang terbaik adalah pembedahan walaupun
radiasi pasca operasi terkadang diindikasikan. Kanker dengan stadium lebih tinggi
memerlukan terapi multimodalitas.
Terapi multimodalitas merupakan terapi standar untuk stadium lanjut
(stadium III dan IV). Satu hal yang paling penting dalam terapi adalah preservasi
fungsi pasca terapi. Rehabilitasi organ adalah penting khususnya untuk
mempertahankan fungsi menelan (swallowing) dan bicara (voice). 15
Kemoterapi memainkan peranan yang meningkat sebagai terapi adjuvant
setelah operasi atau radiasi. Keuntungan paling baik telah terbukti pada terapi
karsinoma laring dan ansofaring. Agent kemoterapi yang efektif pada terappi
kanker kepala dengan reduksi tumor 15-30% adalah cisplatin.
Induksi kemoterapi (diberikan sebelum operasi atau radioterapi) untuk
pasien kanker kepala dan leher menghasilkan regresi tumor lebih dari 80% dengan
respon komplit 20-50% dan penurunan frekuensi metastasis jauh.
Rehabilitasi sangat penting selama dan pasca terapi dan termasuk fisikal
dan okupasional terapi, rehabilitasi fungsi bicara (speech) dan proses menelan
(swallowing) dan dukungan nutrisi. 15
Tumor Leher yang tidak diketahui asal tumor primer
Jika hasil pemeriksaan untuk leher dan pemeriksaan saluran aerodigestif secara
menyeluruh telah dilakukan namun lokasi lesi primer masih belum jelas , terapi

55
biopsy eksisi harus dilakukan bahkan diseksi leher. Ketika ditemukan
adenocarcinoma, sebagian besar pasien (86%) memilki metastasis distal lain.
Sekitar 5% kanker leher didiagnosis dari seluruh pasien dengan massa leher yang
tidak diketahui, sehingga memerlukan biopsy eksisi untuk diagnosis.15
Pasien tumor leher yang lesi primernya tidak diketahui harus dilkaukan
pemeriksaan yang berulang. Lesi primer yang paling sering adalah nasofaring
karena merupakan bagian yang paling sulit untuk diperiksa. Pemeriksaan
laboratorium PCR digunakan untuk mendeteksi EBV pada karsinoma nodal
metastasis dapat digunakan untuk membantu mengidentifikasi karsinoma
nasofaring.14

Massa leher yang diketahui asal tumor primer


-Manajemen pada tumor primer yang secara klinis positif terdapat
metastasis ke kelenjar getah bening leher
Massa leher pada pasien dengan tumor primer yang diketahui dari kepala dan
leher harus diterapi sesuai dengan prinsip-prinsip masing-masing tumor. Secara
umum, ketika terjadi metastasis kelenjar getah bening, limfadenektomi harus
dilakukan bersamaan dengan pengangkatan tumor primer. Bila tumor primer tidak
terletak di kepala atau leher, biopsy eksisi massa leher dilakukan untuk konfirmasi
diagnosis dan stadium, manajemen selanjutnya tergantung dari tumor primer.14
Pasien metastasis N1 harus dilakukan diseksi leher yang sesuai atau radioterapi
(dengan atau tanpa kemoterapi). Jika metastasis stadium N1 tersebur respon
komplit terhadap radioterapi saja, observasi lebih dianjurkan daripada terapi
bedah. Setelah dilakukan diseksi leher untuk metastasis leher N1, radioterapi
adjuvant pasca operasi harus dipertimbangkan, terutama yang mempunyai angka
rekurensi yang tinggi. Pasien metastasis leher N2 atau N3 harus dilakukan diseksi
leher diikuti oleh radioterapi eksternal atau radioterapi eksternal terlebih dahulu
lalu diseksi leher.
Jika massa metastasis di leher terfiksasi dan unresectable, radioterapi dan
kemoterapi menjadi terapi pilihan. 15

56
-Manajemen pada tumor primer yang secara klinis negatif terdapat
metastasis ke kelenjar getah bening leher
Beberapa seri retrospektif besar telah melaporkan kejadian metastasis kelenjar
getah bening leher ditemukan pada pemeriksaan patologi dari specimen leher
setelah diseksi leher radikal pada pasien secara klinis tidak memiliki metastasis ke
leher (N0). Nama lainnya adalah metastasis samar (occult metastasis)
Tumor orofaring dan hipofaring memiliki metastasis samar >50% kasus, tumor
rongga >20% kasus, tumor supraglotis 8-30% kasus, tumor glottis 0-15%
kasus.15,16
Risiko Metastasis samar dapat digunakan sebagai dasar untuk dilakukan terapi
profilaksis leher. Pasien stadium N0 leher secara klinis yang memiliki resiko lebih
dari 20% dari metastasis samar di leher, harus dilakukan terapi profilaksis leher,
baik dengan diseksi leher atau dengan radioterapi eksternal. 15,16

Gambar 18 Evaluasi dan manajemen massa leher pada pasien dewasa17

57
Gambar 19 Algoritma evaluasi dan manajemen massa leher17

2.2.7 Prognosis
Prognosis mempunyai korelasi yang kuat dengan stadium saat didiagnosa.
Secara umum prognosis ditentukan oleh ukuran tumor, adanya metastasis kelenjar
getah bening regional dan metastasis jauh, semakin besar massa tumor, prognosis
semakin buruk. Adanya metastasis ke kelenjar getah bening regional menurunkan
survival rate hingga 50% dan meningkatkan risiko metastasis jauh
Faktor-faktor yang merupakan risiko tinggi untuk terjadinya rekurensi
local dan metastasis jauh pasca operasi adalah positive surgical margin, ekstensi
limf node ekstra kapsul, kelenjar getah bening mengalami metastasis lebih dari

58
satu, invasi perineural dan vascular embolism. Marker prognostic yaitu tebalnya
invasi, invasi perineural dan perivascular dan ekstensi ekstrakapsular limp node
berhubungan dengan prognosa yang buruk.
Angka bertahan hidup selama lima tahun pasien tumor jinak biasanya
mencapai 100%, dengan kemungkinan rekurensi yang tinggi pada pasien yang
terapi inisialnya tidak adekuat. Untuk tumor ganas, angka bertahan hidup selama
5 tahun adalah sekitar 70% hingga 90% untuk tumor tahap dini, dan 20% hingga
30% untuk tumor tahap lanjut. Resiko rekurensi regional dan daerah yang lebih
adalah sekitar 15% hingga 20% dan sering terjadi pada kasus invasi perineural.
Follow up utnuk akner kepala dan leher adalah penting sebab umumnya
rekurrensi akan terjadi dalam 2 tahun setelah terapi.15

2.3 Pembesaran Kelenjar Getah Bening


2.3.1 DEFINISI
Limfadenopati merupakan pembesaran kelenjar getah bening dengan ukuran lebih
besar dari 1 cm. Kepustakaan lain mendefinisikan limfadenopati sebagai
abnormalitas ukuran atau karakter kelenjar getah bening. Terabanya kelenjar
getah bening supraklavikula, iliak, atau popliteal dengan ukuran berapa pun dan
terabanya kelenjar epitroklear dengan ukuran lebih besar dari 5 mm merupakan
keadaan abnormal.16
2.3.2 KLASIFIKASI
Berdasarkan luas limfadenopati:16
• Generalisata: limfadenopati pada 2 atau lebih regio anatomi yang berbeda.
• Lokalisata: limfadenopati pada 1 regio.
Dari semua kasus pasien yang berobat ke sarana layanan kesehatan primer,
sekitar ¾ penderita datang dengan limfadenopati lokalisata dan 1/4 sisanya datang
dengan limfadenopati generalisata.
Pembesaran kelenjar getah bening terjadi karena proses berikut :
 Peningkatan jumlah limfosit dan makrofag jinak selama reaksi terhadap
antigen.
 Infiltrasi oleh sel radang pada infeksi yang menyerang kelenjar limfe.

59
 Proliferasi dari limfosit maligna.
 Infiltrasi oleh kelenjar sel ganas metastastik.
 Infiltrasi kelenjar limfe oleh makrofag yang mengandung metabolit dalam
cadangan lipid.
Pembesaran kelenjar getah bening dapat berasal dari penambahan sel-sel
pertahanan tubuh yang berasal dari KBG itu sendiri seperti limfosit, sel plasma,
monosit dan histiosit, atau karena datangnya sel-sel peradangan (neutrofil) untuk
mengatasi infeksi di kelenjar getah bening (limfadenitis), infiltrasi (masuknya)
sel-sel ganas atau timbunan dari penyakit metabolit makrofag (gaucher disease).
5,13

2.3.3 Etiologi Pembesaran Kelenjar Getah Bening


Penyebab yang paling sering limfadenopati adalah:

60
1. Infeksi 5,13
a. Infeksi Virus
Infeksi yang disebabkan oleh virus pada saluran pernapasan bagian atas
seperti Rinovirus, Parainfluenza Virus, influenza Virus, Respiratory Syncytial
Virus (RSV), Coronavirus, Adenovirus ataupun Retrovirus.Virus lainnya Ebstein
Barr Virus (EBV), Cytomegalo Virus (CMV), Rubela, Rubeola, Varicella-Zooster
Virus, Herpes Simpleks Virus, Coxsackievirus, dan Human Immunodeficiency
Virus (HIV).
Infeksi HIV sering menyebabkan limfadenopati serivikalis yang
merupakan salah satu gejala umum infeksi primer HIV. Infeksi primer atau akut
adalah penyakit yang dialami oleh sebagian orang pada beberapa hari atau minggu
setelah tertular HIV. Gejala lain termasuk demam dan sakit kepala, dan sering kali
penyakit ini dianggap penyakit flu (influenza like illness).
Segera setelah seseorang terinfeksi HIV, kebanyakan virus keluar dari
darah. Sebagian melarikan diri ke sistem limfatik untuk bersembunyi dan
menggandakan diri dalam sel di KGB, diperkirakan hanya sekitar 2% virus HIV
ada dalam darah. Sisanya ada pada sistem limfatik, termasuk limpa, lapisan usus
dan otak.
Pada penderita HIV positif, aspirat KGB dapat mengandung immunoblas
yang sangat banyak. Pada beberapa kasus juga tampak sel-sel imatur yang
banyak. Pada fase deplesi, pada aspirat sedikit dijumpai sel folikel, immunoblas
dan tingible body macrophage, tetapi banyak dijumpai sel-sel plasma.11
Limfadenopati generalisata yang persisten (persistent generalized
lymphadenopathy/PGL) adalah limfadenopati pada lebih dari dua tempat KGB
yang berjauhan, simetris dan bertahan lama. PGL adalah gejala khusus infeksi
HIV yang timbul pada lebih dari 50% Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) dan
PGL ini sering disebabkan oleh infeksi HIV-nya itu sendiri.
PGL biasanya dialami waktu tahap infeksi HIV tanpa gejala, dengan
jumlah CD4 di atas 500, dan sering hilang bila kadar CD4 menurun hingga kadar
CD4 200. Kurang lebih 30% orang dengan PGL juga mengalami splenomegali.
5,13

61
Batasan limfadenopati pada infeksi HIV adalah sebagai berikut:
 Melibatkan sedikitnya dua kelompok kelenjar getah bening
 Sedikitnya dua kelenjar yang simetris berdiameter lebih dari 1 cm
dalam setiap kelompok
 Berlangsung lebih dari satu bulan
 Tidak ada infeksi lain yang menyebabkannya

b. Infeksi Bakteri
Peradangan KGB (limfadenitis) dapat disebabkan Streptokokus beta
hemolitikus Grup A atau stafilokokus aureus. Bakteri anaerob bila berhubungan
dengan caries dentis dan penyakit gusi, radang apendiks atau abses tubo-ovarian,
Biasanya penderita demam dan terjadi leukositosis neutrofil pada pemeriksaan
darah tepi. 11,13
Pada infeksi oleh Mikobakterium tuberkulosis, aspirat tampak
karakteristik sel epiteloid dengan latar belakang limfosit dan sel plasma. Sel
epiteloid berupa sel bentuk poligonal yang lonjong dengan sitoplasma yang pucat,
batas sel yang tidak jelas, kadang seperti koma atau inti yang berbentuk seperti
bumerang yang pucat, berlekuk dengan kromatin halus.

c. Keganasan
Keganasan seperti leukemia, neuroblastoma, rhabdomyo-sarkoma dan limfoma
juga dapat menyebabkan limfadenopati. Diagnosis defenitif suatu limfoma
membutuhkan tindakan biopsi eksisi, oleh karena itu diagnosis subtipe limfoma
dengan menggunakan biopsi aspirasi jarum halus masih merupakan
kontroversiLimfoma adalah suatu penyakit heterogen keganasan yang muncul dari
sel imunitas jaringan limfoid yang bersifat padat Bermanifestasi dalam sumsum
tulang belakang dan sistem periferal atau dalam jaringan lain dimana terdapat
agregat sel limfosit. Limfoma merupakan istilah umum untuk Tumor ganas primer
akibat mutasi sel limfosit (sejenis sel darah putih) yang sebelumnya normal dari
kelenjar limfe. Limfoma terbagi menjadi 2, yaitu limfoma Hodgkin (HL) dan
limfoma non-Hodgkin (NHL).

62
HODGKIN: kelompok keganasan primer limfosit yg berasal dari sel Reed-
Sternberg, Cenderung Intranodal, Lebih pada Sel Limfosit B
NON HODGKIN: kelompok keganasan primer limfosit yg berasal dari limfosit B
dan limfosit T. Cenderung ekstranodal, Pada Sel Limfosit B dan T.
Etiologi: Penyebab pasti limfoma Hodgkin maupun non-Hodgkin masih belum
diketahui. Namun diperkirakan aktivasi abnormal gen tertentu mempunyai peran
dalam timbulnya semua jenis kanker, termasuk limfoma
HODGKIN : Pada penyakit ini ditemukan adanya perkembangan sel B abnormal
atau dinamakan sel Reed-Sternberg akibat pengaruh paparan virus epstein barr
(EBV). Terkait Proses Transkripsi sel B yang terganggu.
NON HODGKIN : Pada limfoma jenis ini penyakit berkembang dari limfosit
yang abnormal yang akan terus membelah dan bertambah banyak dengan tidak
terkontrol akibat faktor keturunan, kelainan sistem kekebalan, infeksi virus atau
bakteria (HIV, HCV, EBV, Helicobacter Sp) dan toksin lingkungan (herbisida,
pengawet dan pewarna kimia). Pembelahan yang tak terkendali dari limfosit B
dan T akibat mutasi sel menjadi sel ganas
Patofisiologi
Limfoma Hodgkin: limfoma hodgkin tipikal (khas) terjadi di getah bening
(limfa) dan berisi sel yang menyebabkan radang dan fibrosis. Terdapat
pembesaran kelenjar getah bening yang tidak nyeri, gejala sistemik
yaitu demam yang tidak jelas sebabnya, berkeringat malam penurunan
berat badan.
Limfosit non hodgkin: Ditandai dengan adanya gejala pembesaran kelenjar getah
bening tanpa adanya rasa sakit, demam, keringat malam, rasa lelah, gangguan
pencernaan dan nyeri pada perut, nafsu makan berkurang, nyeri pada tulang.
Klasifikasi
Secara umum Limfoma dapat diklasifikaskan menjadi 4 stage :
Stage I : ditandai dengan adanya satu pembesaran kelenjar limfa.
Stage II : ditandai dengan adanya pembesaran kelenjar limfa pada 2 tempat yang
berdekatan.

63
Stage III : ditandai dengan adanya pembesaran kelenjar limfa di leher, dada, dan
abdomen.
Stage IV : ditandai dengan penyebaran limfoma di kelenjar getah bening dan
bagian tubuh lainnya seperti paru, hati dan tulang
Klasifikasi limfoma non-hodgkin terbaru dikenal dengan Working Formulation
(WF), ini didasarkan pada kriteria morfologi dan sifat progresivitas biologik.
Limfoma tingkat rendah (indolen) memiliki prognosis yang baik
Limfoma tingkat menengah (agresif) memiliki prognosis yang sedang, stadium I-
IV
Limfoma tingkat tinggi, memiliki prognosis yang buruk (Limfoblastik) 12,13

Gambar 20 Limfoma Hodgkin Tampak sel Reed Sternberg klasik dengan


latar belakang limfosit dan eosinofil.

d. Penyakit lainnya
Salah satu gejalanya adalah limfadenopati adalah penyakit Kawasaki,
penyakit Kimura, penyakit Kikuchi, penyakit Kolagen, penyakit Cat-scratch,
penyakit Castleman, Sarcoidosis, Rhematoid arthritis dan Sisestemic lupus
erithematosus (SLE).

e. Obat-obatan
Obat-obatan dapat menyebabkan limfadenopati generalisata.
Limfadenopati dapat timbul setelah pemakaian obat-obatan seperti fenitoin dan

64
isoniazid. Obat-obatan lainnya seperti allupurinol, atenolol, captopril,
carbamazepine, cefalosporin, emas, hidralazine, penicilin, pirimetamine,
quinidine, sulfonamida, sulindac).

f. Imunisasi
Imunisasi dilaporkan juga dapat menyebabkan limfadenopati di daerah
leher, seperti setelah imunisasi DPT, polio atau tifoid.

2.3.4 Diagnosis Pembesaran Kelenjar Getah Bening


1. Anamnesis
Dari anamnesis dapat diperoleh keterangan lokasi, gejala-gejala penyerta,
riwayat penyakit, riwayat pemakaian obat dan riwayat pekerjaan. 12
2 Pemeriksaan Fisik
Secara umum malnutrisi atau pertumbuhan yang terhambat mengarahkan
kepada penyakit kronik seperti tuberkulosis, keganasan atau gangguan system
kekebalan tubuh. Karakteristik dari KGB dan daerah sekitarnya harus
diperhatikan. KGB harus diukur untuk perbandingan berikutnya. Harus dicatat
ada tidaknya nyeri tekan, kemerahan, hangat pada perabaan, dapat bebas
digerakkan atau tidak dapat digerakkan, apakah ada fluktuasi, konsistensi apakah
keras atau kenyal. 12,13
 Ukuran : normal bila diameter 0,5 cm dan lipat paha >1,5 cm
dikatakan abnormal.
 Nyeri tekan : umumnya diakibatkan peradangan atau proses perdarahan.
 Konsistensi : keras seperti batu mengarahkan kepada keganasan, padat
seperti karet mengarahkan kepada limfoma; lunak mengarahkan kepada
proses infeksi; fluktuatif mengarahkan telah terjadinya abses/pernanahan.
 Penempelan/bergerombol: beberapa KGB yang menempel dan bergerak
bersamaan bila digerakkan. Dapat akibat tuberkulosis, sarkoidosis atau
keganasan.

65
Pembesaran KGB leher bagian posterior biasanya terdapat pada infeksi
rubela dan mononukleosis. Supraklavikula atau KGB leher bagian belakang
memiliki risiko keganasan lebih besar daripada pembesaran KGB bagian anterior.
Pembesaran KGB leher yang disertai daerah lainnya juga sering
disebabkan oleh infeksi virus. Keganasan, obat-obatan, penyakit kolagen
umumnya dikaitkan dengan pembesaran KGB generalisata. 12,13
Pada pembesaran KGB oleh infeksi virus, umumnya bilateral lunak dan
dapat digerakkan. Bila ada infeksi oleh bakteri, kelenjar biasanya nyeri pada
penekanan, baik satu sisi atau dua sisi dan dapat fluktuatif dan dapat digerakkan.
Adanya kemerahan dan suhu lebih panas dari sekitarnya mengarahkan infeksi
bakteri dan adanya fluktuatif menandakan terjadinya abses. Bila limfadenopati
disebabkan keganasan tanda-tanda peradangan tidak ada, KGB keras dan tidak
dapat digerakkan oleh karena terikat dengan jaringan di bawahnya.
Pada infeksi oleh mikrobakterium, pembesaran kelenjar berjalan
berminggu-minggu sampai berbulan-bulan walaupun dapat mendadak, KGB
menjadi fluktuatif dan kulit diatasnya menjadi tipis, dan dapat pecah dan
terbentuk jembatan-jembatan kulit di atasnya.
Adanya tenggorokan yang merah, bercak-bercak putih pada tonsil, bintik-
bintik merah pada langit-langit mengarahkan infeksi oleh bakteri streptokokus.
Adanya selaput pada dinding tenggorok, tonsil, langit-langit yang sulit dilepas dan
bila dilepas berdarah, pembengkakan pada jaringan lunak leher (bull neck)
mengarahkan kepada infeksi oleh bakteri difteri. Faringitis dan pembesaran limpa
mengarahkan kepada infeksi Epstein Barr Virus (EBV). 12,13
Adanya radang pada selaput mata dan bercak koplik mengarahkan kepada
campak. Adanya pucat, bintik-bintik perdarahan (bintik merah yang tidak hilang
dengan penekanan), memar yang tidak jelas penyebabnya, dan pembesaran hati
dan limpa mengarahkan kepada leukemia. Demam panjang yang tidak berespon
dengan obat demam, kemerahan pada mata, peradangan pada tenggorok,
strawberry tongue, perubahan pada tangan dan kaki (bengkak, kemerahan pada
telapak tangan dan kaki) dan limfadenopati satu sisi (unilateral) mengarahkan
kepada penyakit Kawasaki. 12,13

66
3. Pemeriksaan Penunjang
Ultrasonografi (USG)
USG merupakan salah satu teknik yang dapat dipakai untuk mendiagnosis
limfadenopati servikalis. Penggunaan USG untuk mengetahui ukuran, bentuk,
echogenicity, gambaran mikronodular, nekrosis intranodal dan ada tidaknya
kalsifikasi.

Gambar 21 Gray-scale sonogram metastasis pada KGB. Tampak adanya hypoechoic,


round, tanpa echogenic hilus (tanda panah). Adanya nekrosis koagulasi (tanda
kepala panah).

USG dapat dikombinasi dengan biopsi aspirasi jarum halus untuk


mendiagnosis limfadenopati dengan hasil yang lebih memuaskan, dengan nilai
sensitivitas 98% dan spesivisitas 95%.

CT Scan
CT scan dapat mendeteksi pembesaran KGB servikalis dengan diameter 5
mm atau lebih. Satu studi yang dilakukan untuk mendeteksi limfadenopati
supraklavikula pada penderita nonsmall cell lung cancer menunjukkan tidak ada
perbedaan sensitivitas yang signifikan dengan pemeriksaan menggunakan USG
atau CT Scan. 12,13
2.3.5 Tatalaksana Pembesaran Kelenjar Getah Bening
Pengobatan limfadenopati KGB leher didasarkan kepada penyebabnya.
Banyak kasus dari pembesaran KGB leher sembuh dengan sendirinya dan tidak
membutuhkan pengobatan apapun selain observasi. 6,13

67
Kegagalan untuk mengecil setelah 4-6 minggu dapat menjadi indikasi untuk
dilaksanakan biopsi KGB. Biopsi dilakukan terutama bila terdapat tanda dan
gejala yang mengarahkan kepada keganasan. KGB yang menetap atau bertambah
besar walau dengan pengobatan yang adekuat mengindikasikan diagnosis yang
belum tepat. 6,13
Antibiotik perlu diberikan apabila terjadi limfadenitis supuratif yang biasa
disebabkan oleh Staphyilococcus. aureus dan Streptococcus pyogenes (group A).
Pemberian antibiotik dalam 10-14 hari dan organisme ini akan memberikan
respon positif dalam 72 jam. Kegagalan terapi menuntut untuk dipertimbangkan
kembali diagnosis dan penanganannya.6,13
Pembedahan mungkin diperlukan bila dijumpai adanya abses dan evaluasi
dengan menggunakan USG diperlukan untuk menangani pasien ini. 6,13

68
BAB III
PENUTUP

Tumor colli adalah setiap massa baik kongenital maupun didapat yang

timbul di segitiga anterior atau posterior leher diantara klavikula pada bagian

inferior dan mandibula serta dasar tengkorak pada bagian superior. Tumor leher

dibagi atas tumor leher medial yang dapat bersifat solid dan kistik; dan tumor

leher lateral yang juga bersifat solid dan bersifat kistik. Kelainan kepala dan leher

dapat terjadi gejala massa leher. Eksisi bedah dilakukan kecuali untuk beberapa

massa inflamasi, untuk diagnostik. Ketika tanda-tanda peradangan yang terkait

dengan massa, manajemen antibiotik dengan observasi sampai 2 minggu dapat

dilakukan.

Pasien harus dilakukan pemeriksaan fisik kepala dan leher yang lengkap dan

berulang. Setelah pemeriksaan fisik, FNAB merupakan standar pemeriksaan bila

tidak ditemukan tumor primernya. Tumor primer dari leher jarang terjadi, tetapi

harus dipertimbangkan dalam diagnosis banding dari setiap massa leher untuk

memungkinkan evaluasi dan manajemen yang optimal. Diagnosis utama sering

membutuhkan reseksi bedah, yang mungkin memerlukan reseksi luas dengan

margin yang jelas dan diseksi leher.

69
DAFTAR PUSTAKA

1. George, Adam L,. Boise R Lawrence, And Hilder A. Peter. 1997. Boiese Buku Ajar
Penyakit THT. Alih bahasa oleh Caroline Wijaya, Jakarta : EGC
2. Sjamsuhidajat R, De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2010.
3. Sjamsuhidajat, R., dan De Jong, W., 2010. Neoplasia. Dalam: Sjamsuhidajat, R.,
dan De Jong, W., ed. Buku Ajar Ilmu Bedah . Jakarta : EGC, 131 dan 138.
4. WHO. Locally Advanced Squamous Carcinoma of The Head and Neck.
http://www.who.int/selection_medicines/committees/expert/20/applications/HeadNe
ck.pdf
5. Bazemore AW. Smucker DR. Lymphadenopathy and malignancy. Am Fam
Physician. 2002;66:2103-10.
6. Di Lu, Estalita OC, Manning JT, Medeiros J. Sinus Histiocytosis with Massive
Lymphadenopathy and Malignant Lymphoma Involving the same Lymph Node : A
Report of Four Cases and Review of the Literature. Mod Pathol 2000; 13 (4): 414-
419 . Diakses dari
http://www.nature.com/modpathol/journal/v13/n4/full/3880071a.html.
7. Faiz O, Moffat D, editors. At a Glance Anatomi. Germany: Berlyn, 2002. Hal 122-
57
8. Netter FH. Atlas of Human Anatomy. Summit, NJ : CIBA-GEIGY Corp; 1989
9. McKinley, O’Loughlin. Human Anatomy. Edisi 3. New York: McGrawHill. 2008.
10. Snell, Richard S. Anatomi Klinis untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Jakarta:
EGC. 2006.
11. Sabiston, David C. Buku Ajar Bedah. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta. 1994
12. Robbins KT, Fried MP. Cervical Metastatic Squamous Carcinoma of Unknown or
Occult Primary Source. Head Neck. 2000
13. Baratawidjaja, KG. Imunologi Dasar. Dalam: Aru WS, Bambang S, Idrus A,
Marcellus SK, Siti S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi IV.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2006.
14. Brunicardi, Andersen. Schwartz’s Principle of Surgery. 8th Edition. New York:
McGraw Hill. 2004.
15. Suyatno, Taris E. Bedah Onkologi Diagnosis dan Terapi.Jakarta:2009.
16. SIGN. Diagnosis and Management of Head and Neck Cancer – A National Clinical
Guideline. Edinburg: Scottish Intercollegiate Guideline Network; 2006.
17. Lalwani A. CURRENT Diagnosis & Treatment Otolaryngology-Head and Neck
Surgery, Third Edition.Edisi.: Mcgraw-hill; 2011.
18. Bazemore AW. Smucker DR. Lymphadenopathy and malignancy. Am Fam
Physician. 2002;66:2103-10.

70

Anda mungkin juga menyukai