Anda di halaman 1dari 25

PERTEMUAN 11

BERIMAN DI TENGAH KEMAJUAN IPTEK

(alat dan sarana memuliaka Tuhan)


A. Pandangan Para Paus tentang Ilmu Pengetahuan (Sains)

Meskipun sejumlah orang berpandangan bahwa Gereja adalah anti sains, namun faktanya tidak
demikian. Sejarah mencatat betapa banyak ahli sains Katolik yang menyumbangkan penelitian
mereka yang memberikan dasar bagi ilmu pengetahuan sampai sekarang. Sebut saja, tokoh-tokoh
sains seperti Rene Descartes (dalam geometrik analit), Blaise Pascal (penemu mesin hidrolik, teori
probabilitas dalam matematika), Gregor Mendel seorang imam Agustinian (penemu teori modern
genetika), Louis Pasteur (penemu mikrobiologi, vaksin untuk rabies dan anthrax), Copernicus yang
mempelopori penelitian tentang kemungkinan bumi mengelilingi matahari dst, termasuk banyaknya
para imam Jesuit yang secara khusus terlibat dalam pencapaian pengembangan ilmu sains dalam
berbagai bidang. Kebanyakan orang yang berpandangan bahwa Gereja Katolik anti-sains, adalah
karena mereka hanya berfokus pada kasus Galileo. Namun sejujurnya, dalam kasus inipun,
sesungguhnya Gereja Katolik tidak anti sains, dan karena itu meminta Galileo untuk membuktikan
argumennya dengan standar sains pada saat itu. Selanjutnya tentang hal Galileo, dapat dibaca di
artikel ini, silakan klik.

Nah, maka Gereja Katolik tidak anti ilmu pengetahuan/ sains. Beberapa kutipan pengajaran para
Paus tentang ilmu pengetahuan adalah sebagai berikut:

a. Paus Leo XIII (1810-1903)

“Gereja dan para pastornya tidak menentang ilmu pengetahuan yang sejati dan solid, entah itu ilmu
pengetahuan manusiawi ataupun ilahi, tetapi bahwa mereka merangkulnya, mendorongnya dan
memajukannya dengan dedikasi sepenuh mungkin.” (Ut Mysticam, March 14, 1891, dalam
pendirian kembali Vatican Observatory).

b. Paus Pius XII (1939-1958)


“… Ilmu pengetahuan sejati menemukan Allah dalam derajat yang terus bertambah- seperti seakan-
akan Allah sedang menanti di belakang setiap pintu yang dibukakan oleh ilmu pengetahuan”
(Address to the Pontifical Academy of Sciences, November 22, 1951, 2)

“…. Filosofi dan ilmu pengetahuan berkembang dengan analogi dan metoda yang kompatibel,
dengan mengambil keuntungan dari elemen-elemen empiris dan masuk akal dengan tolok ukur yang
berbeda dan bekerjasama bersama dalam kesatuan yang selaras menuju penyingkapan kebenaran…
Ilmu pengetahuan, yang menemukan Sang Pencipta dalam jalannya, filosofi, dan lebih lagi, wahyu,
dalam kerjasama yang selaras, sebab semua dari ketiganya adalah alat-alat kebenaran, seperti
berkas-berkas sinar dari matahari yang sama, mengkontemplasikan hakekat, menyatakan garis-garis
besarnya, menggambarkan detail dari Sang Pencipta yang sama.” (Audience granted to the Plenary
Session of the Academy and to the Study Week on “The Question of Microseisms”)

c. St. Paus Yohanes Paulus II (1920-2005)

St. Paus Yohanes Paulus II mengajarkan adanya hubungan yang tak terpisahkan antara iman dan akal
budi, antara Theologi dan filosofi.kebenaran; dan Allah telah menempatkan di dalam hati manusia
keinginan untuk mengenali kebenaran – dengan kata lain, mengenali dirinya sendiri- sehingga
dengan mengenali dan mengasihi Allah, baik para pria dan wanita juga dapat mendekati kepenuhan
kebenaran tentang diri mereka sendiri (lih. Kel 33:18; Mzm 27:8-9; 63:2-3; Yoh 14:8; 1Yoh 3:2- Fides
et Ratio, 1) “Ilmu pengetahuan dapat memurnikan agama dari kesalahan dan tahyul; agama dapat
memurnikan ilmu pengetahuan dari pemberhalaan dan kemutlakan yang salah. Masing-masing
dapat memperoleh dari yang lain, dunia yang lebih luas, dunia di mana keduanya dapat mencapai
puncaknya.” (Surat kepada Rev. George V. Coyne., SJ, Direktur dari the Vatican Observatory)

Namun demikian, St. Paus Yohanes Paulus II juga memperingatkan kita akan ancaman scientism:

“… [Scientism] adalah pandangan filosofis yang menolak untuk menerima validitas dari bentuk-
bentuk ilmu pengetahuan yang lain daripada ilmu pengetahuan positif (positive science); dan
[pandangan ini] membuang pengetahuan religius, theologis, etis dan estetis ke ranah fantasi semata.
Di masa lalu, ide serupa muncul di positivism dan neo-positivism, yang menganggap pernyataan-
pernyataan metafisik sebagai sesuatu yang tidak berarti. Penilaian epistemologi -cabang ilmu filosofi
yang meneliti asal usul, kodrat, cara dan batasan-batasan ilmu pengetahuan manusia- yang kritis
telah menampik klaim tersebut, tetapi sekarang kita lihat hal ini hidup kembali dalam nama samaran
scientism, yang membuang nilai-nilai [kebajikan] sebagai produk emosi dan menolak pengertian
‘being‘/ keberadaan, agar melapangkan jalan menuju faktualitas -keadaan faktual- yang murni dan
sederhana. Karena itu, ilmu pengetahuan diposisikan untuk mendominasi semua aspek kehidupan
manusia melalui kemajuan teknologi…

Sayangnya,… scientism menyerahkan segala yang berkenaan dengan pertanyaan tentang arti
kehidupan ke ranah hal imajiner dan tidak rasional. Tidak kalah mengecewakan adalah caranya yang
olehnya pandangan ini mendekati masalah filosofi, yang jika tidak diabaikan, ditundukkan pada
analisa yang didasari oleh analogi-analogi yang superfisial, yang kekurangan semua dasar akal budi.
Ini mengarahkan kepada pemiskinan pemikiran manusia, yang tidak lagi membahas pertanyaan-
pertanyaan tertinggi yang manusia…, telah selalu merenungkannya secara terus menerus sejak mulai
adanya waktu. Dan karena ilmu pengetahuan tidak meninggalkan ruang bagi kritik yang diberikan
oleh penilaian etis, mentalitas sains telah berhasil mengarahkan banyak orang untuk berpikir bahwa
jika sesuatu itu secara teknis mungkin terjadi, maka sesuatu itu dapat diterima secara moral.” (Fides
et Ratio, 88)

d. Paus Benediktus XVI (2005-2013)

Paus Benediktus XVI lebih lanjut juga menjelaskan tentang pandangan Gereja Katolik tentang sains:

“[Tradisi Katolik] telah selalu menolak prinsip ‘fideism‘, yaitu keinginan untuk percaya tanpa akal
budi …. Memang, meskipun merupakan sebuah misteri, Tuhan tidak ngawur/ (absurd) … Kalau,
dalam mengkontemplasikan misteri, akal budi melihat hanya kegelapan, ini bukan berarti bahwa
misteri tidak mengandung terang, tetapi karena [misteri itu] mengandung terlalu banyak terang.
Seperti ketika kita menatang mata kita langsung ke matahari, kita hanya dapat melihat bayangan -
siapa yang dapat berkata bahwa matahari tidak terang? Iman memperbolehkan kita memandang
‘sang matahari’ itu, yaitu Tuhan, sebab iman menyambut wahyu-Nya dalam sejarah…. Tuhan telah
mencari manusia dan membuat Diri-Nya dapat dikenal, dengan membawa Diri-Nya ke dalam
keterbatasan akal budi manusia…

“Hubungan yang benar antara ilmu pengetahuan dan iman juga adalah berdasarkan interaksi yang
berdayaguna antara pemahaman dan kepercayaan. Penelitian ilmiah mengarahkan kepada
pengetahuan akan kebenaran-kebenaran baru tentang manusia dan kosmos. Kebaikan sejati
manusia, yang dapat dicapai melalui iman, menunjukkan arah yang harus diikuti oleh jalan
penyingkapannya. Oleh karena itu, adalah penting untuk mendorong, misalnya, penelitian yang
melayani kehidupan dan yang berusaha memerangi penyakit. Penyelidikan rahasia-rahasia planet
kita dan alam semesta juga penting untuk alasan ini, dalam pengetahuan bahwa manusia
ditempatkan di puncak penciptaan, bukan untuk mengeksploitasinya tanpa perasaan, tetapi untuk
melindungi dan menjadikannya dapat dihuni.

“Dengan cara ini, iman tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan tetapi bekerjasama
dengannya, dengan menawarkan kriteria fundamental untuk memastikan bahwa ilmu memajukan
kebaikan universal, dan hanya meminta bahwa ilmu pengetahuan berhenti dari inisiatif-inisiatif itu
yang, bertentangan dengan rencana awal Tuhan, dapat menghasilkan akibat-akibat yang menentang
manusia itu sendiri. Alasan lainnya yang masuk akal untuk dipercaya adalah ini: jika ilmu
pengetahuan adalah rekan pendukung yang bernilai bagi iman dalam pemahaman kita akan rencana
Tuhan bagi alam semesta, iman juga mengarahkan kemajuan ilmu pengetahuan menuju kebaikan
dan kebenaran tentang manusia, yang setia kepada rencana awal itu….” (General Audience, Nov 21,
2012)

B. 8 Ayat Alkitab tentang IPTEK agar Tidak Salah Menggunakan


Semakin dunia berkembang, IPTEK pun semakin berkembang. IPTEK mulai menjadi pusat dunia,
tidak bisa dilepaskan dari satupun aspek kehidupan. Kemanapun kita melangkah, dimanapun kita
berada, IPTEK akan selalu ada di sekitar kita. IPTEK sendiri merupakan akronim dari ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ilmu memiliki makna pengetahuan tentang suatu
bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk
menerangkan gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu. Secara singkat, KBBI mendefinisikan ilmu
sebagai pengetahuan atau kepandaian (tentang soal duniawi, akhirat, lahir, batin, dan sebagainya).
Ketika ilmu memiliki definisi yang spesifik, KBBI mendefinisikan ilmu pengetahuan sebagai gabungan
berbagai pengetahuan yang disusun secara logis dan bersistem dengan memperhitungkan sebab dan
akibat. Sedangkan teknologi didefinisikan sebagai metode ilmiah untuk mencapai tujuan praktis atau
ilmu pengetahuan terapan. Teknologi juga memiliki makna keseluruhan sarana untuk menyediakan
barang-barang yang diperlukan bagi kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia.

Perkembangan IPTEK semakin merajalela. Orang mulai mementingkan IPTEK di atas segala sesuatu.
Bahkan banyak orang saat ini menuhankan IPTEK dalam hidupnya seperti arti penyembahan berhala
dalam iman Kristen. Tentu, hal ini tidak sesuai dengan kehendak Tuhan, pencipta manusia. Selain itu,
saat ini semakin banyak terlihat dampak negatif dari IPTEK. IPTEK bisa membuat kita lupa akan
Tuhan. IPTEK dapat digunakan untuk menyebar kebencian. IPTEK membuat orang berlomba-lomba
untuk menjadi yang terbaik tanpa memperhatikan orang lain.

Bagaimanapun, IPTEK tetap hal yang dibutuhkan bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu, manusia
perlu menyelaraskan antara kehidupan agama dan IPTEK. Hal ini seperti hal yang dikatakan Albert
Einstein bahwa ilmu tanpa agama adalah buta dan agama tanpa ilmu lumpuh. Dalam menggunakan
IPTEK, hendaknya kita sebagai orang Kristen tetap melandaskannya dengan firman Tuhan. Berikut
beberapa ayat Alkitab tentang IPTEK.

1. Kejadian 1:28

Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: “Beranakcuculah dan bertambah
banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung
di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.”

Dalam menggunakan IPTEK, kita perlu mengingat terlebih dahulu tujuan penciptaan manusia. Kita
diciptakan untuk beranakcucu dan bertambah banyak. Allah menciptakan kita untuk dapat
memenuhi Bumi dan menaklukkannya. Kita harus dapat berkuasa atas segala yang ada di Bumi ini.
Inilah mengapa IPTEK dibutuhkan oleh setiap manusia. IPTEK membantu kita untuk lebih memahami
dunia ini agar kita dapat berkuasa atasnya. Dengan adanya IPTEK, kita dapat mengerti dunia ini dan
membuat kita lebih mudah untuk mengambil tindakan yang diperlukan atas Bumi ini.

2. Keluaran 35:30-31

Berkatalah Musa kepada orang Israel: “Lihatlah, TUHAN telah menunjuk Bezaleel bin Uri bin Hur,
dari suku Yehuda, dan telah memenuhinya dengan Roh Allah, dengan keahlian, pengertian dan
pengetahuan, dalam segala macam pekerjaan,

Allah menciptakan manusia dengan pengertian dan pengetahuan. Hal ini membuat manusia menjadi
ciptaan Allah yang paling berharga dibandingkan dengan hewan dan tumbuhan. Pengertian dan
pengetahuan ini diberikan untuk dapat memenuhi tujuan penciptaan manusia yaitu berkuasa atas
Bumi ini seperti yang sudah tertulis pada ayat Alkitab tentang IPTEK sebelumnya. Namun, kita pun
harus berhati-hati dalam mengartikan menguasai Bumi. Berkuasa atas Bumi bukanlah hal yang
sembarangan, seakan membuat kita dapat melakukan segala sesuatu atas kehendak kita. Berkuasa
atas Bumi pun tetap perlu kita lakukan sesuai dengan kehendak Allah.

3. Keluaran 36:1

Demikianlah harus bekerja Bezaleel dan Aholiab, dan setiap orang yang ahli, yang telah dikaruniai
TUHAN keahlian dan pengertian, sehingga ia tahu melakukan segala macam pekerjaan untuk
mendirikan tempat kudus, tepat menurut yang diperintahkan TUHAN.”

Allah mau Bezaleel dan Aholiab menggunakan keahlian dan pengertian yang telah diberikan kepada
mereka untuk mengerjakan pekerjaan sesuai dengan yang diperintahkan Tuhan. Begitu pula dengan
kita saat ini. Ayat Alkitab tentang IPTEK ini mengingatkan bahwa Tuhan telah memberikan IPTEK
untuk mendukung kita mengerjakan pekerjaan Tuhan di dunia. Hendaknya, kita menggunakannya
bukun menurut akal budi dan pengertian kita sendiri. Penting untuk kita memakai IPTEK ini dan
menyerahkan segala hasil pekerjaan kita kepada Tuhan. Apa yang kita kerjakan dengan IPTEK
haruslah sesuai dengan kehendak Tuhan. Oleh karena itu, kita perlu mengetahui apa yang Tuhan
kehendaki untuk kita lakukan dalam hidup kita. Dengan memahami hal tersebut, kita pun dapat
menentukan bagaimana menggunakan IPTEK dengan baik.

4. Amsal 1:5

Baiklah orang bijak mendengar dan menambah ilmu dan baiklah orang yang berpengertian
memperoleh bahan pertimbangan.

Tuhan menyukai hamba-Nya yang bijak dan memiliki pengertian. Hal ini menyukakan hati Tuhan.
Sebagai orang Kristen, patutnya kita menjadi orang yang bijak dan memiliki pengertian. Kita dapat
menilai diri kita dengan melihat ciri orang bijak menurut Alkitab. Oleh karena itu, kita harus mau
mendengar, menambah ilmu, dan memperoleh bahan pertimbangan. Kita dapat menambah ilmu
dengan terus menggunakan IPTEK yang berkembang. Ayat Alkitab tentang IPTEK ini mengingatkan
kita bahwa IPTEK pun dapat digunakan untuk kesukaan hati Tuhan. Ketika IPTEK membantu kita
untuk memperluas pengetahuan kita, membuat kita semakin bijak, Tuhan akan senang dengan apa
yang kita lakukan.

5. Amsal 1:7

Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan
didikan.

Ayat Alkitab tentang IPTEK ini mengingatkan bahwa awal mula penggunaan IPTEK haruslah rasa
takut akan Tuhan sesuai pengertian takut akan Tuhan. Seperti yang sudah dikatakan pada ayat
Alkitab tentang IPTEK sebelumnya, kita seharusnya menambah ilmu dengan IPTEK. Namun,
semuanya itu baru bisa kita dapatkan ketika kita memiliki rasa takut akan Tuhan. Dengan rasa takut
akan Tuhan ini, tidaklah mungkin bagi kita untuk menyalahgunakan penggunaan IPTEK di kehidupan
keseharian kita.

6. Ibrani 13:8

Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya.
Nasihat dari Paulus dalam ayat Alkitab tentang IPTEK ini mau mengingatkan kita bahwa selalu ada
perubahan dalam IPTEK. IPTEK dapat berkembang menjadi semakin baik ataupun semakin buruk.
Suatu saat, mungkin saja IPTEK tidak dapat lagi memenuhi keinginan dan kebutuhan manusia akan
ilmu pengetahuan maupun kebutuhan lainnya. Paulus ingin mengingatkan kita bahwa kita tidak bisa
menggantungkan hidup kita sepenuhnya pada IPTEK. Tetap gantungkan hidup dan pengharapan kita
sepenuhnya pada Tuhan karena Tuhan tidak akan pernah berubah. Dahulu, sekarang, bahkan sampai
selama-lamanya, Tuhan akan tetap sama seperti Tuhan yang kita kenal saat ini.

7. Amsal 3:5

Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu
sendiri.

Sekali lagi, kita diingatkan untuk tetap percaya kepada Tuhan dengan segenap hati kita yang juga
sesuai dengan ayat Alkitab tentang kepercayaan. Ketika IPTEK membuat kita malah ragu dengan
Tuhan, itu artinya kita sudah bersandar kepada pengertian kita sendiri. Kita berusaha memahami
dunia ini berdasarkan apa yang kita pribadi mau mengerti. Padahal, seharusnya, kita bergantung
kepada hikmat dari Allah. Hanya Allah yang mampu membuat kita memahami segala sesuatu. Oleh
karena itu, iman kita kepada Tuhan justru seharusnya semakin kuat dengan adanya IPTEK, dan
bukannya malah membuat kita semakin jauh dengan Tuhan.

C. 5 Pengaruh IPTEK Terhadap Iman Kristen Dalam Tolak Ukurnya


Seiring bertambahnya usia bumi semakin banyak perkembangan yang di ciptakan oleh manusia yang
mana bertujuan untuk menghadirkan sesuatu yang baru sehingga dapat dimanfaatkan oleh manusia
itu sendiri. Secara perlahan namun pasti banyak ilmuan atau orang yang memiliki gagasan
bermunculan sehingga tidak heran jika IPTEK juga ikut berkembang seiring dengan berkembangnya
kehidupan manusia.

Awal mulanya Tuhan menghendaki dan memberi kepintaran dan akal budi kepada manusia semata-
mata untuk memuji dan memuliakan Tuhan, namun semakin kita lihat ke sini tujuan murni ini
semakin tersamarkan. Lalu bagaimana pengaruh IPTEK terhadap iman Kristen dalam beberapa tolak
ukur sebenarnya?

1. IPTEK ada semata-mata untuk memuliakan Tuhan

Pengaruh IPTEK terhadap iman Kristen yang pertama yakni IPTEK hadir dikehidupan kita sebagai
manusia semata-mata sebagai sarana untuk memuliakan Tuhan. Tuhan memberikan pengetahuan
dan rasa penasaran untuk membuat suatu yang dapat digunakan kepada manusia yang dikasihinya.
Perlu diketahui melalui pandangan iman kita dapat mengerti bahwa segala pengetahuan akan alam
semesta ini berasal dari Tuhan dan untuk Tuhan.
Berkembangnya teknologi bagi kehidupan manusia dapat digunakan untuk mempermudah
pelayanan kita kepada orang lain yang mungkin tidak dapat kita jangkau dalam waktu yang singkat.
IPTEK hadir untuk membantu manusia terutama kaum beriman untuk menyebar luaskan injil
sehingga setiap telinga mendengar dan mengetahui kebenaran akan Tuhan.

2. Takut akan Tuhan merupakan dasar pemikiran munculnya IPTEK

Dengan pengaruh IPTEK terhadap iman Kristen yang kita ketahui semakin menyadarkan jika bahwa
Tuhan diatas segalanya sehingga rasa takut akan Tuhan dapat kita rasakan kembali. Pandangan iman
terhadap IPTEK dapat kita lihat dalam Kitab Amsal 1:7 “Takut akan Tuhan merupakan permulaan
akan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan”.

Jika kita melihat mengaruh dan maksud IPTEK itu secara mendasar tentunya dapat membuat kita
merasakan betapa besarnya kuasa Tuhan dalam hidup kita sehari-hari. Tuhan tidak hanya bertindak
pada 2000 tahun lalu namun masih tetap ada dan bekerja hingga hari ini, sehingga sekiranya kaum
beriman tetap mengutaman Tuhan dan pelayanan walaupun disamping itu kita tidak dapat
menghindari dari penggunaan IPTEK. Kita perlu menjadi sebuah contoh perilaku sebagai terang dan
garam dunia dalam kehidupan kita sebagai manusia.

3. Adanya IPTEK bagi manusia sebagai pemberian Tuhan

Ketika manusia pertama kali diciptakan oleh Tuhan, semua yang terbaik diberikanNya kepada
manusia ciptaannya. Mulai dari bentuk dan rupa, hayat hinggga fasilitas lainnya yang dapat
digunakan, demikian pula dengan ilmu pengetahuan. Tuhan memberikan ilmu pengetahuan kepada
manusia yang dikasihinya karena Tuhan tahu apa saja yang diperlukan oleh manusia setiap hari dan
tidak hanya mengacu kepada makanan yang tersedia setiap hari.

Seperti ada tertulis dalam kitab Amsal 1: 5 “Baiklah orang bijak mendengar dan menambah ilmu dan
baiklah orang yang berpengertian memperoleh bahan pertimbangan” Tuhan ingin agar kita manusia
terus menuntut dan mencari ilmu bahkan tidak hanya dalam kurun waktu 12 tahun sekolah tetapi
seumur hidup kita juga perlu untuk belajar. Belajar tidak hanya untuk mengetahui ilmu pengetahuan
dan isinya namun juga belajar untuk mengerti keadaan kita tiap harinya sehingga kita juga
menyadari pengaruh IPTEK terhadap iman Kristen serta janji Tuhan bagi orang percaya.

4. Tidak menyalahgunakan IPTEK

Dengan adanya IPTEK dikehidupan kita sehari-hari maka sudah dapat dipastikan akan menimbulkan
dua efek bagi kita yakni efek negative dan efek positif. IPTEK jika dipandang dari nilai baiknya maka
akan bertujuan untuk memuliakan dan takut akan Tuhan, namun hal ini juga dapat diperdaya atau
dimanfaatkan oleh si iblis untuk mengikat lebih banyak manusia bersamanya.

Di saat seperti ini handphone dan alat elektronik lainnya ada kala menyita banyak waktu kita setiap
hari, si iblis tahu jika waktu merupakan suatu yang berharga bagi manusia terutama bagi para
remaja. Pemanfaatan waktu yang baik inilah yang Tuhan inginkan serta menggunakan lebih banyak
waktu untuk mencari dan melayani Tuhan sehingga kita dapat menjadi bagian dalam ciri orang bijak
menurut alkitab.
5. Firman Tuhan sebagai tolak ukur pengaruh IPTEK

Kita sebagai kamu yang beriman dan berpengharan kepada Tuhan tentunya juga memiliki kewajiban
yang harus dilakukan dan salah satunya ialah selalu menggunakan firman Tuhan sebagai tolak ukur
segala suatu hal yang ada disekitar kita seperti contoh kebudayaan yang melanggar firman Tuhan.
Untuk mengetahui dan mempelajari semua firman Tuhan yang terdapat di Alkitab bukanlah perkara
yang mudah dan dapat dilakukan dalam waktu yang begitu singkat. Namun kita harus memiliki hati
yang rindu untuk menuntut kesegaran yang dari pada Tuhan.

Tuhan ingin agar kita bijak dan cerdik dalam menghadapi kehidupan kita sehari-hari ditengah
masyarakat dan perkembangan IPTEKnya. Seperti dalam Efesus 6:11 “ Kenakanlah seluruh
perlengkapan senjaya Allah supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis” dan
sesungguhnya firman Allah menjadi pelita saat berjalan dalam dunia yang semakin gelap ini serta
kita juga perlu mengetahu ayat alkitab mengenai hedonisme.

Jika kita berfikir sekali lagi mengenai segala firman Tuhan yang ada sudah dipastikan itu menjadi
suatu hal yang mustahil untuk di lakukan apalagi menjadi sebagai karakter Kristus, namun perlu kita
ketahui ada tertulis bahwa apa yang tidak mungkin bagi manusia itu mungkin bagi Allah. Pengaruh
IPTEK terhadap iman Kristen serta keteladanan Yesus Kristus perlu diperhatikan setiap saat, Tuhan
ingin kita memanfaatkan sebaiknya ilmu yang telah diberikan kepada kita sehingga dengan diri kita
tersebu dapat menyalurkan berkat serta menjadi kesaksian bagi banyak orang, seperti ada lirik lagu
berkata “ firmanMu pelita bagi kaki ku dan terang bagi jalan-jalan ku”.

D. IPTEK DAN MARTABAT MANUSIA

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ( IPTEK) yang sedemikian

pesat berdampak pada pengembangan sistem produksi, transportasi dan

komunikasi. Nyaris tidak ada bidang kehidupan yang tidak dipengaruhi oleh

kemajuan-kemajuan ini. Secara kasat mata, perkembangan IPTEK dengan segala

produk yang dihasilkan memberi pengaruh terhadap gaya hidup. Perubahan gaya

hidup itu secara mencolok tampak di kalangan kaum muda.

1. Perkembangan IPTEK dan perubahan gaya hidup di kalangan kaum muda

berpengaruh terhadap cara pandang dan sikap kaum muda terhadap agama.

Pertanyaan mengenai peran dan fungsi agama mulai menguat karena tidak jarang

agama menjadi sangat gagap mengantisipasi kemajuan IPTEK. Kemajuan IPTEK

dapat menyebabkan manusia modern bersikap sedemikian optimis dan yakin dapat

menerangkan segala fenomena alam secara rinci, ilmiah dan rasional. Fakta telah

membuktikan bahwa teknologi yang merupakan implikasi dan aplikasi dari ilmu
pengetahuan, telah memberi sumbangan dan kemudahan yang jelas bagi kemajuan

dan kesejahteraan hidup manusia modern. Kalau IPTEK bisa menjelaskan berbagai

peristiwa kehidupan secara meyakinkan, apakah agama masih diperlukan?

Perkembangan IPTEK merupakan penghadiran paling jelas akan kehendak

dan kekuatan manusia sebagai tuan atas alam semesta dan hidupnya.

Keberhasilan IPTEK dalam memecahkan berbagai persoalan hidup menyadarkan manusia akan

otonomi dan daya kemampuannya sendiri. Banyak orang modern merasa tidak

memerlukan campur tangan yang ilahi untuk memecahkan persoalan hidup di

dunia ini. Bahkan, tidak sedikit orang yang secara terus terang menyangkal yang

ilahi karena menganggap bahwa yang ilahi itu hanyalah khayalan manusia. Hal

ini juga terjadi dalam dunia akademis. Tidak sedikit mahasiswa yang meragukan

peran agama atau bahkan secara terang-terangan menyatakan bahwa iman dan

agama tidak lagi diperlukan. Manusia yang secara diam-diam atau terang-terangan

meninggalkan Allah telah merasuk suatu agama baru, yaitu keyakinan terhadap

teknologi mutakhir yang menjamin adanya masa depan yang lebih cerah. Bahkan di

negera-negara maju seperti Eropa, agama tidak lagi diminati oleh mayoritas warga

negara. Bagi orang beriman, fenomena ini tentu menggelisahkan dan menjadi

tantangan untuk mempertanggungjawabkan iman mereka.

2. Perkembangan IPTEK adalah kenyataan yang bersifat ambivalen. Di satu

pihak, IPTEK membantu manusia untuk mengembangkan kehidupan individuindividu dan bersama:
tansportasi, komunikasi-multimedia, peningkatan sarana

dan mutu pendidikan, dan lain-lain. Di lain pihak, tak dapat dipungkiri bahwa

IPTEK juga berpotensi besar terhadap penghancuran hidup dan alam semesta.

Keganasan senjata nuklir dan bom adalah bagian kecil dari akibat negatif dari

perkembangan IPTEK yang secara kasat mata bisa kita lihat. Selain itu, polusi udara

dan air serta kerusakan/kehancuran alam semesta (hutan) yang dari tahun ke tahun

sungguh semakin mengerikan adalah akibat negatif dari perkembangan teknologi

dan industrialisasi serta ambisi manusia untuk menguasai (mengeksploitasi) alam

semesta.

Perkembangan IPTEK menimbulkan konflik batin dalam kehidupan banyak


kaum muda

3. Konflik batin ini terjadi terutama di kalangan mahasiswa yang memiliki

agama hanya sebagai warisan tradisi keluarga dan imannya kurang mengakar. Ada

juga beberapa mahasiswa yang tidak dapat mendamaikan pandangan ilmiahnya

dengan keyakinan agamanya sehingga memilih untuk menjadi ateis dan merasa

tidak memerlukan agama lagi. Golongan kedua ini mengikuti kuliah pendidikan

agama hanya untuk memenuhi kewajiban/presensi dan demi nilai.

Di satu sisi, penulis menyadari akan tanggungjawab untuk mengembangkan

moralitas kaum muda. Di sisi lain, penulis juga menyadari bahwa perkembangan

moralitas kaum muda zaman ini tidak bisa dipisahkan dari realitas perkembangan

IPTEK. Kaum mudalah yang paling banyak menyerap hasil perkembangan IPTEK.

Mereka pula yang terkena dampak negatif secara langsung dari penggunaan produk-

produk IPTEK. Menumbuhkan moralitas kaum muda menjadi penting mengingat

bahwa kaum muda adalah kendali bagi pengembangan IPTEK di masa mendatang.

Itulah sebabnya perlu dikaji di sini hubungan antara agama dan IPTEK, bagaimana

hubungan itu mesti dilihat dan bagaimana mengembangkan moralitas kaum muda

dalam konteks hubungan keduanya.

4. Agama di Era IPTEK

Dari abad ke abad manusia selalu dihadapkan dengan pertanyaan-pertanyaan

fundamental. Dari mana asal manusia? Bagaimana manusia diciptakan? Untuk

apa manusia hidup? Untuk apa manusia harus mengalami penderitaan dan

kematian? Bagaimana manusia memahami nilai-nilai rohani yang membedakan

dirinya dari hewan dan benda-benda mati sekaligus menyadarkan dirinya sebagai

bagian tak terpisahkan dari ciptaan-ciptaan yang lain? Sejak sebelum berkembangnya

ilmu, manusia berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Dalam perkembangan ilmu,


manusia berusaha menjawab petanyaan-pertanyaan tersebut

secara ilmiah. Kendati sampai sekarang belum ada jawaban tuntas mengenai

pertanyaan-pertanyaan tersebut, upaya untuk menjawab dan merefleksikan

pertanyaan-pertanyaan tersebut membantu manusia untuk semakin menyadari


dirinya sendiri dan memahami dunia sekitarnya. Kesadaran akan martabat dirinya

sebagai bagian tak terpisahkan dari alam semesta memberi pengaruh terhadap sikap

dan perilakunya di tengah dunia ini.

Manusia adalah puncak dari evolusi alam. Ia terus berkembang dan dapat

merencanakan perkembangan itu. Manusia tahu dan mampu melaksanakan apa

yang ia mau. Manusia menghargai kehidupan, maka ia selalu berusaha mempertahankan dan
melanggengkan hidupnya dengan keturunan. Selanjutnya,

manusia menyadari bahwa ia tidak berkuasa secara penuh atas hidupnya. Secerdas

apapun dan sekaya apapun manusia, ia tidak mampu mempertahankan hidupnya

di dunia ini. Pada saatnya ia harus merangkul kematian dan penentu kematian itu

berada di luar kuasa dirinya. Hal ini menandakan bahwa ada kekuatan adikodrati

yang terlibat dalam kehidupan manusia. Selain itu, manusia tidak bisa hidup tanpa

orang lain dan lingkungannya. Konsekuensinya, ia harus menjaga dan membangun

hubungan yang selaras dengan sesama, lingkungan dan pencipta-Nya.

Pengetahuan agama dicari oleh manusia dengan budi dan hatinya, dengan

segala ilmu pengetahuan dan alat teknologi yang memadai. Bagi orang beriman,

agama bukan sekedar lembaga pembuat dan penjaga aturan atau norma dan

kewajiban moral. Agama bersangkut paut dengan seluruh hidup manusia, dengan

segala segi-seginya. Dasar dari sebuah agama adalah iman, yaitu relasi mendalam

manusia dengan Allah yang menginspirasi hidup. Agama berhubungan dengan

pertanggungjawaban intelektual agar orang terbuka untuk semakin memahami

ajaran dan memaknai sertai mengkomunikasikannya dalam kesaksian hidup di

Agama dan Iptek: Refleksi dan Tantangannya dalam Mengembangkan Moralitas Kaum Muda

tengah dunia. Agama berkaitan dengan ajaran moral yang bersumber pada Kitab

Suc dan tradisi. Ajaran moral itu berisi tentang nilai-nilai yang mendorong hidup

individu dan bersama di tengah masyarakat. Agama berhubungan dengan ibadat

(dimensi kultis) yang mengungkapkan pengalaman kesatuan dengan sesama dan

Yang Ilahi dalam doa dan peribadatan. Agama merupakan sebuah lembaga atau

organisasi yang membantu para pemeluknya untuk memahami dan menghayati

kewajiban-kewajiban dalam kesatuan dengan sesama pemeluk dan dalam hidup di


tengah masyarakat. Ketika agama menekankan salah satu aspek di atas, agama bisa

kehilangan roh pembaru bagi para pemeluknya dan dunia sehingga agama kurang

mampu berperan di dalam memberi pencerahan bagi pemaknaan hidup di tengah

perkembangan dunia yang sedemikian pesat ini.

Berhadapan dengan realitas dunia dan kehidupan yang sedemikian kompleks

dan penuh kejutan, manusia menyadari betapa dirinya kecil dan terbatas. Manusia

hidup dalam keterbatasan ruang dan waktu. Para pemimpin dan pemeluk agama

adalah manusia-manusia terbatas yang perlu selalu terbuka untuk belajar dari

pengalaman dan membaca tanda-tanda zaman dalam terang ajaran agamanya. Kasus

yang menimpa Galileo Galilea merupakan salah satu contoh bahwa para pemimpin

agama pun bisa keliru di dalam mengambil sikap dan keputusan di tengah realitas

perkembangan ilmu pengetahuan. Peristiwa itu kiranya menjadi pembelajaran

yang sangat berharga bagi para pemeluk agama. Sebaliknya, mengandalkan IPTEK

sebagai satu-satunya alat untuk kemajuan hidup manusia juga akan mengakibatkan

penderitaan dan frustasi. Contohnya, sampai saat ini belum ada ilmu dan teknologi

yang bisa menghentikan lumpur panas Lapindo. Letusan gunung Merapi yang

sedemikian dasyat dan kadang sulit diprediksi secara akurat oleh IPTEK merupakan

pembelajaran konkrit yang menyadarkan manusia, betapa kekuatan alam dan

pencipta-Nya jauh lebih besar dari pada kekuatan manusia.

Manusia modern di zaman IPTEK yang cenderung mengabaikan campur

tangan Allah harus berhadapan dengan kenyataan bahwa perkembangan (teknologi) sendiri
menghadirkan banyak keterbatasan.

5. Ilmu menawarkan optimisme

terhadap kemajuan, namun ada banyak kenyataan pahit yang mengungkapkan

penderitaan manusia. Bukankah orang miskin tetap merupakan penghuni terbanyak di planet bumi
ini. Bukankah perang di pelbagai belahan dunia tidak

kunjung henti. Kekejaman para teroris dan sepak terjang para koruptor masih

me raja lela. Banyak orang yang mengenyam pendidikan tinggi dan mempunyai

otoritas untuk mengembangkan hidup bersama justru kehilangan kepekaan hati

terhadap kepentingan orang-orang kecil dan sibuk mencari keuntungan diri dan
mempertahankan kuasanya. Kerusakan alam lingkungan telah sangat parah. Kasuskasus moral
seperti penggunaan narkoba, kebebasan seks dan pelecehan terhadap

sesama manusia tetap tidak pernah berkurang di era IPTEK ini. Tidak jarang,

berbagai kasus kejahatan dan moral itu justru dipermudah oleh perkembangan

IPTEK. Manusia rindu akan keadilan tetapi tak henti-hentinya manusia dibelit

dengan persoalan HAM atau Hak Asasi Manusia. Semua keprihatinan masyarakat

dunia ini semestinya menjadi pembelajaran bahwa menyingkirkan Allah (dan

agama) serta menginstrumentalisasi alam tanpa memperhatikan kelestariannya

merupakan lonceng kematian dan kehancuran masa depan manusia. Maka, peran

agama sesungguhnya sangat diperlukan di tengah optimisme manusia modern

pencipta IPTEK yang sering gagap berhadapan dengan akibat dari perkembangan

dan produk-produk IPTEK sendiri.

Di tengah perkembangan IPTEK, agama ditantang untuk memberikan refleksi

cerdas yang mencerahkan bagi manusia modern. Pemahaman dan penghayatan

agama yang dipersempit hanya pada tataran dogma (yang berciri deduktif dan

otoritatif) dan hukum-hukum yang mengarahkan pada kehidupan sorgawi tidaklah

memadai. Agama perlu membantu manusia untuk merefleksikan dan memaknai

berbagai pengalaman konkrit di tengah hiruk pikuk di dunia ini. Selain itu, di tengah

mentalitas modern yang menghembuskan optimisme terhadap kekuatan akal budi

manusia, agama perlu membantu menumbuhkan kesadaran insani bahwa hidup

manusia bukanlah sekadar proses alami, melainkan proses kultural dan religius

yang menghadirkan keutuhan hidup dan mengarahkan pada cakrawala tujuan

hidup tertinggi yang melampaui hal-hal material dan historis duniawi.

Pemahaman mengenai manusia sebagai pribadi yang utuh dari berbagai

aspek (berciri multi dimensi) dan bagian dari dinamika alam yang sedemikian

kompleks perlu ditegaskan kembali di tengah mentalitas modern yang cenderung

menempatkan manusia sebagai penguasa alam. Mentalitas modern yang menebarkan

optimisme semakin mengisolasi manusia dari campur tangan Allah dan menjadikan

alam sebagai sapi perah bagi kepentingan kesejahteraan material belaka. Hubungan
dengan alam hanya dihayati secara fungsional untuk mendatangkan keuntungan

material-ekonomis dan tidak dihayati secara afektif berdasarkan rasa rasa kasih

sayang penuh persahabatan.

Manusia menempatkan diri sebagai aktor utama

pengendali dan penguasa alam. Perkembangan ilmu fisika, geografi, kimia dan

berbagai teknologi mutakhir semakin menegaskan bahwa manusia merupakan

penakluk bumi yang dianggap materi belaka.8

Mentalitas modern menggeser cara

pandang Yunani kuno yang menempatkan manusia sebagai bagian dari dinamika

alam semesta. Berbagai gambaran mengenai manusia: animal rationale (Aristoteles),

animal symbolicum (Ernst Cassirer), insan kamil ( Islam), ren (Konfusius), wong utama

(Jawa), homo faber (Karl Marx), dan homo religious (Rudolf Otto), perlu disatukan untuk

memahami keutuhan pribadi manusia yang multidimensi.9

Maka, pemahaman

manusia yang hanya melihat dari sisi intelektual instrumental, sebagaimana

ditekankan oleh manusia modern, sesungguhnya mempermiskin martabat pribadi

manusia. Kesadaran akan multi dimensionalitas manusia memberi peluang luas

bagi agama untuk memberikan refleksinya yang khas, terkait dengan dimensi

religius yang mencerahi dimensi-dimensi lain kehidupan manusia.

Agama dan Iptek: Refleksi dan Tantangannya dalam Mengembangkan Moralitas Kaum Muda — 159

Agama dan keyakinan iman tidak perlu dipertentangkan dengan perkembangan

IPTEK. Manusia beragama dan manusia IPTEK adalah makhluk yang sama

sebagai cipataan Tuhan, penghuni alam semesta ini. Keyakinan iman seharusnya

memberi pencerahan bagi pengembangan IPTEK agar manusia tetap menyadari

keterbatasannya. Sehebat apapun manusia dan IPTEK yang dikembangkan, ia tidak

mampu menguak semua misteri kehidupan dan alam semesta ini. Kegagalan IPTEK

untuk menjelaskan peristiwa kehidupan dan berbagai peristiwa alam semesta juga

tidak perlu membuat manusia merasa pesimis terhadap hidup dan masa depannya.

Manusia tidak hanya bisa belajar dari segala potensi dirinya yang mendatangkan

optimisme. Ia juga bisa belajar dari kegagalannya dan memaknai keterbatasannya


untuk menegaskan bahwa ada kuasa adi kodrati yang terlibat dalam sejarah hidup

manusia. Di tengah perkembangan IPTEK agama justru ditantang menegaskan

kekhasan refleksi dan sumbangannya bagi perkembangan peradaban umat manusia. Usaha manusia
untuk mengembangkan IPTEK tetap mempertimbangkan

perkembangan keutuhan pribadi manusia dengan segala dimensi yang dimilikinya.

Kesadaran akan multidimensionalitas ini menyadarkan bahwa baik IPTEK maupun

agama perlu terus menerus berdialog satu sama lain dan berdialog dengan kenteks

hidup manusia serta kekuatan adikodrati yang membimbing manusia menuju

perwujudan dirinya secara utuh10.

3. Agama yang Peduli pada Persoalan Nyata

Manusia bukan hanya penghuni dunia dan alam semesta melainkan juga

mengolah dan bertanggungjawab untuk memeliharanya supaya hidupnya semakin

manusiawi. Puncak dari segala usaha manusia dalam mengolah dunia itu antara

lain adalah IPTEK. Dunia tidak berada di luar diri manusia. Dunia adalah panggung

sejarah manusia, yang ditandai oleh kegagalan dan keberhasilannya. Dalam

dunia macam ini manusia diberi kebebasan untuk menentukan pilihan hidup dan

tindakan-tindakannya. Manusia diberi kepercayaan oleh Tuhan untuk mengelola

dunia demi perkembangan hidup manusia.

Perkembangan hidup manusia tidak bisa dipisahkan dari relasinya dengan

sesama manusia dan dengan dunia yang melingkupinya. Meskipun relasi itu

memberi pengaruh terhadap sikap, pola pikir dan tindakan manusia, namun relasi

itu tidak bersifat membelenggu. Para ilmuwan mencoba membahasakan relasi

dirinya dengan sesama dan alam semesta secara ilmiah. Kajian empiris dengan

kaidah-kaidah ilmiah membantu untuk semakin mengenali kehidupan dan alam

semesta. Akan tetapi, tidak semua hal bisa dijelaskan dengan kaidah ilmiah. Ada

sisi misteri yang tidak bisa diselami oleh kemampuan akal budi manusia. Agama

membahasakan pengalaman misteri itu bukan dengan penjelasan ilmiah melainkan

dengan berbagai modalitas bahasa manusia. Bahasa kultis-simbolik digunakan

untuk menumbuhkan rasa kagum atas pengalaman hidup ini dan gentar terhadap

kekuatan adikodrati yang sedemikian agung. Bahasa kultis-simbolik bukan sekedar


pelaksanaan hukum atau aturan yang kaku melainkan penghadirkan ekspresi hidup

yang berciri afektif dan menumbuhkan kepekaan manusiawi untuk melihat dengan

kebeningan mata hati kehadiran Yang Ilahi di dalam berbagai peristiwa alam yang

dasyat, menggetarkan (menggentarkan) dan sekaligus mengagumkan.11 Selain itu,

agama juga membantu manusia untuk menemukan jembatan yang menghubungkan

ortodoksi (bahasa doktrin/ajaran) dengan ortopraksis (bahasa, sikap dan tindakan

yang berciri etis). Pengalaman akan dasyatnya karya Tuhan yang tampak dalam

alam yang mengagumkan sekaligus menakutkan berimplikasi pada tindakan etis,

yaitu sebuah gerakan pemeliharaan dan pelestarian alam serta menjadikan manusia

semakin akrab dengan Tuhan. Dengan demikian, manusia di era IPTEK yang

semakin menyadari jati dirinya seharusnya semakin menyadari kekerdilannya dan

bersujud penuh hormat di hadapan Tuhan Sang Penguasa alam kehidupan ini yang

sedemikian akrab menakjubkan sekaligus menggentarkan.

Berhadapan dengan letusan Merapi yang dahsyat dan tsunami yang memporak

porandakan hidup, manusia modern yang sedemikian yakin akan dirinya

sebagai makhluk nan cerdas dan mampu mengkalkulasi berbagai peristiwa alam

harus mengakui dengan rendah hati segala keterbatasannya. Realitas alam yang

perkasa dan kesadaran akan keterbatasan manusia memberi pencerahan untuk

mentransformasi agama yang cenderung dogmatis dan eksklusif menuju agama

yang inklusif, kontekstual dan peka terhadap berbagai persoalan manusia. Hidup

manusia tidak cukup dipahami melalui dogma-dogma dan hukum-hukum yang

bersifat beku melainkan bertautan dengan keyakinan, suara hati, tata hidup bersama,

tata kerja, relasi dengan alam sekitar, dan tindakan-tindakan moral kemanusiaan

yang bertanggungjawab. Alkitab menegaskan: “Bukan setiap orang yang berseru

kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, akan masuk ke dalam Kerajaan Surga, melainkan dia

yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang ada di surga”.12 Melaksanakan kehendak

Bapa di sorga berarti hidup dalam keutuhan relasi dengan sesama, alam dan Sang

Pencipta yang terwujud dalam peri kehidupan bersaudara dan damai. Jadi agama

dan IPTEK bukanlah tujuan melainkan jalan bagi manusia untuk membangun peri

kehidupan yang bermartabat.


IPTEK yang mengisolasi diri dari refleksi iman hanya akan membimbing

manusia pada orientasi hidup yang sifatnya sementara dan sesaat belaka. Sebagai

konsekuensinya, dinamika hidup manusia akan memproduksi peradaban dan

mentalitas yang cenderung konsumtif, materialistis dan hedonis. Maka, IPTEK yang

menolak refleksi iman akan memproduksi kultur kehidupan yang dangkal dan

berpotensi menumbuhkan degradasi moral serta nilai-nilai kehidupan. Selanjutnya,

agama dan iman yang mengisolasi diri dari perkembangan IPTEK akan berhenti pada

perumusan norma-norma yang keras dan praktik-praktik kultis yang membebani

serta tidak memberi pencerahan terhadap hidup nyata. Akibatnya, penghayatan

agama akan menjadi formalistik, buta dan kurang peduli terhadap persoalan nyata

serta menghalalkan berbagai cara irrasional (termasuk kekerasan) untuk membela

Agama dan Iptek: Refleksi dan Tantangannya dalam Mengembangkan Moralitas Kaum Muda — 161

”keangkuhan” institusi agama tersebut. Peristiwa ganas dengan membakar Giardino

(1548-1600) yang dianggap sesat akibat mengikuti ajaran Galileo Galilei (1564-1642)

merupakan bukti nyata bahwa agama yang menolak IPTEK akan menjadi institusi

yang meligitimasi kekejaman. Dengan kata lain, agama tanpa refleksi kritis ilmiah

(ilmu) dapat menjerumuskan kaum beriman dalam lembah penyembahan berhala

yang pada gilirannya berakhir pada fundamentalisme. Selanjutnya, campur tangan

agama dan iman adalah masukan yang hakiki bagi IPTEK karena refleksi agama dan

iman membantu manusia untuk membimbing hidupnya pada makna bagi kehidupan

yang menyeluruh. Refleksi agama dan iman membantu untuk menyingkapkan

makna kehadiran Tuhan sebagai dimensi yang paling dasar peradaban manusia.

4. Refleksi Pengalaman Iman dalam Pembelajaran Agama

Iman adalah salah satu aspek penting dari agama, di samping institusi

(organisasi), dogma (ajaran), kultus (peribadatan), tindakan moral, dan sebagainya.

Iman merupakan dasar dari peziarahan dan makna hidup. Yang menjadi pondasi

dari iman adalah keyakinan terhadap Yang Mutlak atau Yang Transenden dan

hal-hal yang berkaitan dengan keyakinan tersebut. Dalam iman Kristen, Allah

yang menjadi isi iman itu diyakini sebagai Pribadi yang menyatakan diri-Nya

dan mendampingi hidup manusia. ”Allah berkenan mewahyukan diri-Nya dan


memaklumkan rahasia kehendak-Nya. Dengan wahyu itu Allah yang tidak

kelihatan dari kelimpahan cinta kasih-Nya menyapa manusia sebagai sahabat-Nya

dan bergaul dengan mereka, untuk mengundang mereka ke dalam persekutuan

dengan diri-Nya dan menyambut mereka di dalamnya”

Jawaban manusia atas perwahyuan Allah itulah yang disebut iman. Iman

merupakan hubungan pribadi manusia secara utuh dengan Allah dan bukan hanya

pengetahuan tentang Allah. Inti iman adalah pengalaman personal tentang Allah di

dalam pengalaman hidup sehari-hari yang membentuk moralitas, yaitu pemikiran,

sikap dan perilaku. Pengalaman iman dan proses beriman juga dipengaruhi oleh

budaya, nilai-nilai, dan berbagai peristiwa yang terjadi di tengah kehidupan

masyarakat. Jadi pengalaman iman merupakan buah relasi interpersonal antara

manusia dengan Allah dan dengan sesama (serta alam semesta).

Pemahaman akan isi iman menentukan cara berpikir dan bersikap bagi orang

beriman dalam berelasi dengan sesama dan alam semesta. Isi iman menyangkut

gambaran tentang Allah, apa kehendak-Nya, bagaimana hubungan manusia dengan

Allah, hubungan Allah dengan dunia, untuk apa Allah menciptakan manusia. Bagi

orang beriman isi iman tersebut meresap ke dalam jiwanya (hati dan budinya).

Kalau Allah yang diimani adalah Allah yang mahakasih, maka orang beriman tidak

hanya tahu tentang kasih, tetapi berbuat kasih secara konsisten dan kontinyu. Kalau

Allah yang diimani adalah mahaadil, maka orang beriman tidak hanya tahu tentang

keadilan, tetapi berbuat adil. Jadi iman mencakup segala sesuatu yang menjamin

eksistensi manusia: kebebasan, pendidikan, kebudayaan, hidup bersama dalam

keluarga atau dalam masyarakat, tata hukum, tata kerja, ilmu pengetahuan. Ketika

iman yang menjadi inti sebuah agama sunggguh dihayati sebagai kekuatan dari

nilai-nilai yang mendorong hidup pribadi maupun bersama, agama tetap menjadi

kekuatan transformatif yang menjadi roh budaya dan menghadirkan kekhasan

pada peradaban manusia.

Iman menyangkut hidup manusia seluruhnya: cipta, rasa, karsa dan karya.

Iman sekaligus bersifat afektif dan rasional. Suara hati adalah tempat manusia

mendengar panggilan untuk berjumpa dan berhubungan dengan Allah secara


pribadi. Perjumpaan itu memberi pengaruh terhadap segala keputusan dan tindakan

manusiawi.14 Keputusan suara hati untuk menerima Allah dan ajaran-ajaran-Nya

(pesan-pesan moral dan nilai-nilai yang disampaikan) melibatkan penalaran dan

perasaan manusiawi. Kehadiran Allah di dalam hati yang diyakini sebagai Pribadi

yang penuh kasih dan pencinta manusia mendorong untuk menghadirkan nilainilai kasih dan
membela martabat manusia. Namun, di hadapan kuasa Allah yang

Mahaagung dan tiada batas, manusia menyadari dan merasakan keterbatasan

dirinya untuk memahami kemahakuasaan Allah dan misteri kehadiran-Nya di

tengah berbagai peristiwa hidup ini. Kepada Allah yang Mahaagung itulah manusia

berserah diri.

Penghayatan iman secara kritis dan bertanggungjawab merupakan konsekuensi

logis dan niscaya bagi manusia sebagai makhluk berakal budi. Memang tidak semua

hal yang berkaitan dengan hidup beriman bisa dimengerti secara menyeluruh

oleh akal budi. Metode ilmiah ilmu-ilmu empiris pun tidak pernah mampu menjelaskan seluruh
aspek kehidupan beriman. Rasionalita iman bukan pertama-tama

menyangkut penjelasan seluruh aspek iman melainkan pertanggungjawaban

ter hadap motivasi atau alasan beriman di tengah situasi dan persoalan nyata

kehidupan manusia.15 Jadi yang dimaksud dengan rasionalitas iman adalah refleksi

pengalaman dalam terang iman yang dikomunikasikan kepada orang lain sebagai

bentuk pertanggungjawaban iman. Mengembangkan refleksi iman yang kontekstual

merupakan upaya untuk menjadikan agama relevan dan signifikan. Refleksi

iman yang kontekstual merupakan dinamika untuk menghadirkan agama bukan

hanya dalam dogma-dogma beku melainkan dalam kualitas nilai yang unggul

dalam wajah kasih, persaudaraan, solidaritas/kesetiakawanan dan perjuangan

untuk mengembangkan hidup manusia. Dengan demikian, agama tidak terjebak

dalam retorika dogmatis (politis) dan berkutat dalam aktivitas kultis melainkan

menghadirkan ungkapan iman (kultis) dan ajaran (dogma) di dalam komitmen

(spiritualitas) yang membumi dan memerdekakan manusia dari belenggu-belenggu

peradaban yang mementingkan hal-hal superfisial.

Apakah IPTEK bisa berperan dalam menghadirkan budaya lebih humanis

dan berdaya ubah bagi peradaban? Refleksi iman yang kontekstual tidak
Agama dan Iptek: Refleksi dan Tantangannya dalam Mengembangkan Moralitas Kaum Muda

mungkin mengabaikan realitas dunia saat ini yaitu perkembangan IPTEK karena

IPTEK merupakan peng hadiran konteks atau wajah manusia dan dunia modern.

Merefleksikan per kembangan IPTEK berarti mecermati sumbangannya IPTEK dan

mencermati secara kritis dampak negatifnya bagi hidup manusia. Iman memberi

pencerahan untuk merefleksikan perkembangan IPTEK secara lebih mendalam.

Iman membantu manussia untuk melihat kualitas IPTEK bukan hanya diukur

dari nilai-nilai pragmatis instrumental demi kesejahteraan ekonomis dan sosial

melainkan juga dari nilai-nilai kemanusiaan secara utuh. IPTEK yang berkualitas

tampak dari sumbangannya dalam mewujudkan penghargaan terhadap martabat

manusia, penegakan keadilan, pengembangan solidaritas sosial dan persaudaraan,

terwujudnya perdamaian, tersedianya ruang lingkup dan sarana untuk

mengembangkan pendidikan yang membentuk karakter pribadi, dan terjaminnya

kesejahteraan sosial.16 Dalam kaca mata iman kontekstual, IPTEK bukan menjadi

tujuan akhir dari perkembangan peradaban manusia melainkan harus ditempatkan

sebagai sarana dan jalan untuk mengekspresikan potensi-potensi manusiawi dan

mengembangkan keutuhan pribadi manusia. Dengan cara itu, agama menjadi

relevan (bersentuhan dengan pengalaman hidup aktual) dan signifikan (menjadi

kekuatan pembaru peradaban) di tengah perkembangan IPTEK.

IPTEK sebagai bagian tak terpisahkan dari peradaban modern adalah potensi

besar untuk membantu manusia dalam mengembangkan agama yang berwajah

manusiawi dan semakin relevan. Berbagai sarana komunikasi dan multimedia

yang merupakan produk dari IPTEK telah dimanfaatkan oleh agama untuk

menyampaikan pesan-pesan moral. Dengan demikian, dogma dan norma-norma

moral bisa disampaikan tidak hanya melalui bahasa diskursif-doktriner (instruktif)

melainkan juga dalam bahasa yang populis pesuasit-dialogis. Di tengah situasi

masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokratis, pendekatan humanis

dengan bahasa persuasif-dialogis akan lebih mudah dicerna banyak kalangan dari

pada dari pada bahasa doktriner konspetual (yang cenderung elitis). Maka, para

pemimpin agama dan pengjaran agama kiranya perlu menjalin kerjasama dan dialog
intensif dengan berbagai kalangan agar dapat membahasakan dan menghadirkan

agama dalam secara humanis dan kontekstual. Sebaliknya, para ilmuwan perlu

membuka diri untuk berdialog dengan berbagai kalangan, termasuk agamawan,

agar mereka mampu merefleksikan dan memaknai IPTEK dalam keutuhan dimensi

manusia.

Dalam dialog kritis kiranya kita makin disadarkan bahwa iman yang menolak

ilmu pengetahuan bukan merupakan sikap iman yang benar. Sebaliknya, hanya

menerima ilmu dan mengabaikan iman, juga bukan sikap ilmiah yang benar,

sebab akal budi manusia ada batasnya. IPTEK tanpa iman dapat mengarah pada

penyalahgunaan IPTEK. Pengembangan IPTEK menjadi liar dan bisa kehilangan

orientasinya pada pengembangan keutuhan hidup manusia. Penyalahgunaan

IPTEK untuk tindak kejahatan seperti penggunaan bom atom untuk perang,

teknologi pencurian data dan informasi, teknik aborsi, dan penghancuran alam

dengan menggunakan dinamit merupakan bukti bahwa IPTEK yang dipisahkan dari

norma-norma moral (dan agama) jugstu akan menghancurkan manusia dan masa

depan kehidupan. Maka, pendidikan dan kuliah agama bagi kaum muda akan lebih

menyentuh nurani mereka melalui pembelajaran bersama secara dialogis (learning

community) mengenai penanganan terhadap berbagai persoalan kemanusia konkrit

dan pengalaman kebersamaan di tengah suka-duka kehidupan. Dengan demikian,

pendidikan dan kuliah agama merupakan kesempatan untuk mengembangkan

komunitas belajar tentang makna hidup dan mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan

secara nyata.

Kuliah agama seharusnya menyatukan proses learning to know (belajar untuk

memahami kenyataan secara kritis), learning to live together (belajar untuk hidup

bersama orang lain dan alam ciptaan secara harmonis), learning to do (belajar

untuk bertindak atau menerapkan apa yang sudah dipahami bersama orang lain),

learning to love (belajar untuk mengasihi hidupny, sesama, alam semesta dan Sang

Pencitpa), learning to be (belajar menjadi pribadi yang otentik dan utuh) dan learning

to learn (belajar terus menerus untuk mengembangkan hidup bersama).17 Berbagai

keberhasilan maupun kegagalan manusiawi bisa menjadi pengalaman formatif


yang menyentuh dimensi religius (kesadaran dan kehendak untuk mewujudkan

nilai-nilai manusiawi). Sebagai contohnya, letusan Merapi yang membawa

banyak korban telah menumbuhkan solidaritas dari berbagai lapisan masyarakat

untuk membantu para korban. Selain itu, fenomena meletusnya gunung Merapi

juga menjadi pembelajaran bahwa alam adalah sekolah kehidupan yang telah

memberikan kesuburan tanpa mengharapkan balasan.

Agama adalah tempat untuk memelihara dan mengungkapan iman. Dalam

agama, iman mendapat bentuk yang khas, yang memampukan orang beriman untuk

mengkomunikasikan imannya kepada sesama. Dengan bantuan ilmu pengetahuan,

orang beriman diharapkan semakin mampu berdialog secara lebih luas dalam

menjalankan tanggungjawabnya untuk meningkatkan kualitas hidup bersama dan

melestarikan alam semesta. Iman memberi warna terbangunnya visi hidup dan

tanggungjawab sosial. Bagi para cendekiawan, iman mencerahi moralitas, yaitu visi

dan tindakan nyata dalam mengembangkan ilmu dalam rangka mewujudkan nilainilai kemanusiaan
di tengah masyarakat.

Pertentangan antara agama dan IPTEK terjadi karena adanya sikap curiga dan

sikap kurang terbuka baik dari sisi pemeluk agama dan ilmuwan. Hal itu terjadi

ketika agama dipahami secara sempit sebagai aturan beku dan peribadatan belaka

yang tidak boleh dikritisi dan ilmu menempatkan diri sebagai oposisi terhadap

agama. Meskipun agama dan IPTEK masing-masing bersifat otonom, artinya masingmasing memiliki
hukum-hukum dan nilai-nilai sendiri, keduanya mempunyai

subyek yang sama, yaitu manusia. Manusia sebagai makhluk yang berakal budi dan

Agama dan Iptek: Refleksi dan Tantangannya dalam Mengembangkan Moralitas Kaum Muda

berhati nurani mempunyai tanggungjawab moral untuk mengembangkan IPTEK

supaya dapat membantu memecahkan persoalan-persoalan kemanusiaan. Bagi

umat beragama tidak ada alasan untuk mempertentangkan atau menolak IPTEK.

Justru dengan mengembangkan IPTEK manusia ikut terlibat dalam pekerjaan Allah

untuk membangun dan menyelamatkan dunia. Bagi para ilmuwan juga tidak ada

alasan untuk menolak agama, karena inti pokok agama adalah iman yang harus

dipertanggungjawabkan dalam perbuatan di segala bidang kehidupan, termasuk

pengembangan IPTEK. Tanggungjawab dan tindakan untuk menggembangkan


hidup pribadi dan bersama dalam segala dimensinya merupakan inti moralitas

hidup manusia. Pembelajaran agama akan menjadi praksis pengembangan

moralitas generasi muda ketika proses pembelajaran tersebut memberi ruang bagi

refleksi iman atas pengalaman dan persoalan hidup, termasuk yang ditimbulkan

oleh IPTEK.

Kesimpulan

Sesudah mengkaji secara seksama tentang perkembangan IPTEK dan berbagai

persoalan yang diakibatkannya, masa depan dari agama-agama dewasa ini sangat

ditentukan oleh seberapa serius agama-agama itu menanggapi masalah-masalah

aktual yang ada di tengah masyarakat. Ketika agama hanya sibuk memberikan

pengajaran konseptual, mengurusi soal-soal kultus dan tidak peka terhadap persoalan

konkrit, agama semakin ditinggalkan oleh orang-orang yang mengatasnamakan

diri generasi modern. Agama seharusnya membantu para pemeluknya untuk menemukan kekayaan
multidimensional dan humanisme radikal yang sehat karena

menyediakan refleksi iman yang memberi pencerahan dan mengorientasikan hidup

ke masa depan. Justru dengan menyerahkan diri kepada Yang Tak Terbatas, manusia

akan memperoleh kebebasan dan kedaulatan terhadap segala sesuatu yang hanya

terbatas dan sementara.

Di tengah perkembangan IPTEK dan mentalitas pragmatis-instrumental yang

ditandai oleh kecenderungan berkembangnya cara hidup konsumtif, materialistis

dan hedonis, pola hidup asketis penuh pengorbanan yang diajarkan oleh agamaagama akan
membangun peradaban dan identitas pribadi yang memampukan

manusia bersikap lepas bebas dari segala kecenderungan tak teratur. Hal ini terjadi

karena refleksi iman di dalam agama membantu untuk menemukan makna hidup

dan mengarahkan pada nilai-nilai abadi. Dengan demikian kepercayaan pada Tuhan

memberikan kekuatan pada orang beriman untuk bertahan tidak hanya dalam suka,

tetapi juga dalam duka, sehat atau sakit, keberhasilan atau kegagalan. Dengan kata

lain, iman pada Tuhan memberikan kebebasan dalam pelbagai keadaan.

Para pemeluk agama harus melakukan refleksi dalam horizon dan dialog

dengan ilmu-ilmu, bahkan dengan keyakinan-keyakinan agama dan budaya lain.


Agama memerlukan dialog dan kerjasama interdisipliner dalam memberi pencerahan

terhadap manusia di dalam memecahkan persoalan-persoalan aktual. Dengan

sikap dialog dan pendekatan interdisipliner dalam menghadapi berbagai persoalan

hidup, agama menghadirkan wajah kehidupan manusia yang peduli, terbuka dan

bertanggunjawab terhadap masa depan peradaban. Agama mengemban tugas

untuk memperlihatkan secara meyakinkan bersatunya hal-hal yang material dan

spiritual, insani dan adikodrati, serta kekinian dan masa depan di tengah ideologi

sekularistik yang cenderung memisahkan antara yang spiritual dengan material dan

yang duniawi dengan sorgawi.19 Refleksi iman diharapkan memambantu manusia

untuk mengalami kesatuan antara cinta kepada Allah dan cinta kepada manusia.

Hal-hal materi tidak pernah memuaskan hati secara mutlak, bukan karena hal itu

jahat melainkan karena sifatnya yang tidak kekal (kondisional).20 Refleksi iman

seharusnya membantu manusia untuk memahami hubungan antara kepercayaan

kepada Allah dan kepercayaan kepada manusia, iman dan akal budi, kerohanian

dan kejasmanian, dan harapan akan hidup kekal di alam baka dengan keterlibatan

penuh semangat pada pembelaan keadilan. Selama masih ada ketidakadilan, orangorang miskin
ketidakadilan, dan perebutan kekuasaan, kekayaan dan kemapanan

seharusnya tidak membuat orang beriman merasa tenang untuk menikmatinya.

Persoalannya bukan apakah kekayaan dan kekuasaan itu boleh atau tidak boleh

melainkan apakah kekayaan dan kekuasaan itu diperoleh dan didistribusikan secara

adil. Kekayaan dan kekuasaan itu baik namun akan melukai kemanusiaan selama

hal itu dicapai secara tidak adil dengan menindas kepentingan sesama.21 Refleksi

iman yang bersentuhan dengan pengalaman konkrit akan membantu manusia

untuk memahami hubungan antara agama dan humanisme.

Di tengah mentalitas modern yang sangat menekankan instrumentalisasi

akal budi bagi pemenuhan kesejahteraan kekinian, pendidikan agama tidak cukup

hanya memberikan pemahaman dan pengenalan terhadap doktrin (ajaran) serta

hal-hal ritual yang tidak bersentuhan dengan bermacam-macam persoalan hidup

nyata. Pembelajaran agama kepada orang muda perlu bertolak dari pengalaman

pergulatan hidup dan bergerak menuju penemuan makna dan nilai-nilai yang
mendorong pelaksanaan tanggungjawab sosial. Nilai-nilai kemanusiaan yang

unggul seperti keadilian, persaudaraan, solidaritas, tanggungjawab sosial dan perdamaian


merupakan dasar moralitas hidup pribadi dan bersama. Nilai-nilai tersebut

memotivasi hidup (menjadi aspek spiritual) yang menggerakkan pilihan tindakan

nyata di tengah masyarakat22. Dengan demikian, pendidikan agama menjadi

tempat untuk membentuk karakter dan moralitas kaum muda yang ditandai oleh

pemahaman terhadap nilai-nilai manusiawi yang memotivasi hidup, kepekaan

ter hadap situasi sosial, dan keterlibatan atau tindakan nyata untuk menjawab persoalan hidup
bersama.

Pembelajaran berbasis pengalaman aktual akan membantu untuk memahami

relevansi dan signifikansi agama. Pembelajaran tersebut ditandai oleh proses refleksi

atau pemaknaan terhadap berbagai pengalaman konkrit.Yang lebih utama bukan

Agama dan Iptek: Refleksi dan Tantangannya dalam Mengembangkan Moralitas Kaum Muda

soal pembuktian kebenaran iman melainkan kesadaran dan tanggungjawab untuk

membela martabat manusia. Upaya mengembangkan IPTEK perlu ditempatkan

dalam kerangka tanggungjawab untuk membela martabat manusia dan

mengembangkan kualitas hidup bersama. Di satu sisi, IPTEK membutuhkan iman,

karena tanpa iman hidup manusia berhenti pada hal-hal yang bersifat kondisional

dan kehilangan horizon keabadian. Di sisi lain, iman yang kontekstual dan aktual

memberi pencerahan bagi pengembangan IPTEK yang berkualitas dan humanis.

Sebagaimana inti setiap agama adalah penyampaian warta keselamatan kepada

umat manusia di bumi ini, pendidikan agama yang reflektif berorientasi pada

pengembangan kesadaran, sikap dan perilaku yang mendukung budaya kehidupan

(life culture)23. Budaya kehidupan ditandai oleh hadirnya nilai-nilai persaudaraan,

hormat pada sesama dan alam, keadilan serta perdamaian di dalam hidup bersama.

Dengan demikian, pendidikan agama membantu para mahasiswa dan generasi

muda untuk mengembangkan karakter iman mereka sebagai pribadi yang peduli,

solider dan peka terhadap persoalan hidup bersama.

Anda mungkin juga menyukai