Meskipun sejumlah orang berpandangan bahwa Gereja adalah anti sains, namun faktanya tidak
demikian. Sejarah mencatat betapa banyak ahli sains Katolik yang menyumbangkan penelitian
mereka yang memberikan dasar bagi ilmu pengetahuan sampai sekarang. Sebut saja, tokoh-tokoh
sains seperti Rene Descartes (dalam geometrik analit), Blaise Pascal (penemu mesin hidrolik, teori
probabilitas dalam matematika), Gregor Mendel seorang imam Agustinian (penemu teori modern
genetika), Louis Pasteur (penemu mikrobiologi, vaksin untuk rabies dan anthrax), Copernicus yang
mempelopori penelitian tentang kemungkinan bumi mengelilingi matahari dst, termasuk banyaknya
para imam Jesuit yang secara khusus terlibat dalam pencapaian pengembangan ilmu sains dalam
berbagai bidang. Kebanyakan orang yang berpandangan bahwa Gereja Katolik anti-sains, adalah
karena mereka hanya berfokus pada kasus Galileo. Namun sejujurnya, dalam kasus inipun,
sesungguhnya Gereja Katolik tidak anti sains, dan karena itu meminta Galileo untuk membuktikan
argumennya dengan standar sains pada saat itu. Selanjutnya tentang hal Galileo, dapat dibaca di
artikel ini, silakan klik.
Nah, maka Gereja Katolik tidak anti ilmu pengetahuan/ sains. Beberapa kutipan pengajaran para
Paus tentang ilmu pengetahuan adalah sebagai berikut:
“Gereja dan para pastornya tidak menentang ilmu pengetahuan yang sejati dan solid, entah itu ilmu
pengetahuan manusiawi ataupun ilahi, tetapi bahwa mereka merangkulnya, mendorongnya dan
memajukannya dengan dedikasi sepenuh mungkin.” (Ut Mysticam, March 14, 1891, dalam
pendirian kembali Vatican Observatory).
“…. Filosofi dan ilmu pengetahuan berkembang dengan analogi dan metoda yang kompatibel,
dengan mengambil keuntungan dari elemen-elemen empiris dan masuk akal dengan tolok ukur yang
berbeda dan bekerjasama bersama dalam kesatuan yang selaras menuju penyingkapan kebenaran…
Ilmu pengetahuan, yang menemukan Sang Pencipta dalam jalannya, filosofi, dan lebih lagi, wahyu,
dalam kerjasama yang selaras, sebab semua dari ketiganya adalah alat-alat kebenaran, seperti
berkas-berkas sinar dari matahari yang sama, mengkontemplasikan hakekat, menyatakan garis-garis
besarnya, menggambarkan detail dari Sang Pencipta yang sama.” (Audience granted to the Plenary
Session of the Academy and to the Study Week on “The Question of Microseisms”)
St. Paus Yohanes Paulus II mengajarkan adanya hubungan yang tak terpisahkan antara iman dan akal
budi, antara Theologi dan filosofi.kebenaran; dan Allah telah menempatkan di dalam hati manusia
keinginan untuk mengenali kebenaran – dengan kata lain, mengenali dirinya sendiri- sehingga
dengan mengenali dan mengasihi Allah, baik para pria dan wanita juga dapat mendekati kepenuhan
kebenaran tentang diri mereka sendiri (lih. Kel 33:18; Mzm 27:8-9; 63:2-3; Yoh 14:8; 1Yoh 3:2- Fides
et Ratio, 1) “Ilmu pengetahuan dapat memurnikan agama dari kesalahan dan tahyul; agama dapat
memurnikan ilmu pengetahuan dari pemberhalaan dan kemutlakan yang salah. Masing-masing
dapat memperoleh dari yang lain, dunia yang lebih luas, dunia di mana keduanya dapat mencapai
puncaknya.” (Surat kepada Rev. George V. Coyne., SJ, Direktur dari the Vatican Observatory)
Namun demikian, St. Paus Yohanes Paulus II juga memperingatkan kita akan ancaman scientism:
“… [Scientism] adalah pandangan filosofis yang menolak untuk menerima validitas dari bentuk-
bentuk ilmu pengetahuan yang lain daripada ilmu pengetahuan positif (positive science); dan
[pandangan ini] membuang pengetahuan religius, theologis, etis dan estetis ke ranah fantasi semata.
Di masa lalu, ide serupa muncul di positivism dan neo-positivism, yang menganggap pernyataan-
pernyataan metafisik sebagai sesuatu yang tidak berarti. Penilaian epistemologi -cabang ilmu filosofi
yang meneliti asal usul, kodrat, cara dan batasan-batasan ilmu pengetahuan manusia- yang kritis
telah menampik klaim tersebut, tetapi sekarang kita lihat hal ini hidup kembali dalam nama samaran
scientism, yang membuang nilai-nilai [kebajikan] sebagai produk emosi dan menolak pengertian
‘being‘/ keberadaan, agar melapangkan jalan menuju faktualitas -keadaan faktual- yang murni dan
sederhana. Karena itu, ilmu pengetahuan diposisikan untuk mendominasi semua aspek kehidupan
manusia melalui kemajuan teknologi…
Sayangnya,… scientism menyerahkan segala yang berkenaan dengan pertanyaan tentang arti
kehidupan ke ranah hal imajiner dan tidak rasional. Tidak kalah mengecewakan adalah caranya yang
olehnya pandangan ini mendekati masalah filosofi, yang jika tidak diabaikan, ditundukkan pada
analisa yang didasari oleh analogi-analogi yang superfisial, yang kekurangan semua dasar akal budi.
Ini mengarahkan kepada pemiskinan pemikiran manusia, yang tidak lagi membahas pertanyaan-
pertanyaan tertinggi yang manusia…, telah selalu merenungkannya secara terus menerus sejak mulai
adanya waktu. Dan karena ilmu pengetahuan tidak meninggalkan ruang bagi kritik yang diberikan
oleh penilaian etis, mentalitas sains telah berhasil mengarahkan banyak orang untuk berpikir bahwa
jika sesuatu itu secara teknis mungkin terjadi, maka sesuatu itu dapat diterima secara moral.” (Fides
et Ratio, 88)
Paus Benediktus XVI lebih lanjut juga menjelaskan tentang pandangan Gereja Katolik tentang sains:
“[Tradisi Katolik] telah selalu menolak prinsip ‘fideism‘, yaitu keinginan untuk percaya tanpa akal
budi …. Memang, meskipun merupakan sebuah misteri, Tuhan tidak ngawur/ (absurd) … Kalau,
dalam mengkontemplasikan misteri, akal budi melihat hanya kegelapan, ini bukan berarti bahwa
misteri tidak mengandung terang, tetapi karena [misteri itu] mengandung terlalu banyak terang.
Seperti ketika kita menatang mata kita langsung ke matahari, kita hanya dapat melihat bayangan -
siapa yang dapat berkata bahwa matahari tidak terang? Iman memperbolehkan kita memandang
‘sang matahari’ itu, yaitu Tuhan, sebab iman menyambut wahyu-Nya dalam sejarah…. Tuhan telah
mencari manusia dan membuat Diri-Nya dapat dikenal, dengan membawa Diri-Nya ke dalam
keterbatasan akal budi manusia…
“Hubungan yang benar antara ilmu pengetahuan dan iman juga adalah berdasarkan interaksi yang
berdayaguna antara pemahaman dan kepercayaan. Penelitian ilmiah mengarahkan kepada
pengetahuan akan kebenaran-kebenaran baru tentang manusia dan kosmos. Kebaikan sejati
manusia, yang dapat dicapai melalui iman, menunjukkan arah yang harus diikuti oleh jalan
penyingkapannya. Oleh karena itu, adalah penting untuk mendorong, misalnya, penelitian yang
melayani kehidupan dan yang berusaha memerangi penyakit. Penyelidikan rahasia-rahasia planet
kita dan alam semesta juga penting untuk alasan ini, dalam pengetahuan bahwa manusia
ditempatkan di puncak penciptaan, bukan untuk mengeksploitasinya tanpa perasaan, tetapi untuk
melindungi dan menjadikannya dapat dihuni.
“Dengan cara ini, iman tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan tetapi bekerjasama
dengannya, dengan menawarkan kriteria fundamental untuk memastikan bahwa ilmu memajukan
kebaikan universal, dan hanya meminta bahwa ilmu pengetahuan berhenti dari inisiatif-inisiatif itu
yang, bertentangan dengan rencana awal Tuhan, dapat menghasilkan akibat-akibat yang menentang
manusia itu sendiri. Alasan lainnya yang masuk akal untuk dipercaya adalah ini: jika ilmu
pengetahuan adalah rekan pendukung yang bernilai bagi iman dalam pemahaman kita akan rencana
Tuhan bagi alam semesta, iman juga mengarahkan kemajuan ilmu pengetahuan menuju kebaikan
dan kebenaran tentang manusia, yang setia kepada rencana awal itu….” (General Audience, Nov 21,
2012)
Perkembangan IPTEK semakin merajalela. Orang mulai mementingkan IPTEK di atas segala sesuatu.
Bahkan banyak orang saat ini menuhankan IPTEK dalam hidupnya seperti arti penyembahan berhala
dalam iman Kristen. Tentu, hal ini tidak sesuai dengan kehendak Tuhan, pencipta manusia. Selain itu,
saat ini semakin banyak terlihat dampak negatif dari IPTEK. IPTEK bisa membuat kita lupa akan
Tuhan. IPTEK dapat digunakan untuk menyebar kebencian. IPTEK membuat orang berlomba-lomba
untuk menjadi yang terbaik tanpa memperhatikan orang lain.
Bagaimanapun, IPTEK tetap hal yang dibutuhkan bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu, manusia
perlu menyelaraskan antara kehidupan agama dan IPTEK. Hal ini seperti hal yang dikatakan Albert
Einstein bahwa ilmu tanpa agama adalah buta dan agama tanpa ilmu lumpuh. Dalam menggunakan
IPTEK, hendaknya kita sebagai orang Kristen tetap melandaskannya dengan firman Tuhan. Berikut
beberapa ayat Alkitab tentang IPTEK.
1. Kejadian 1:28
Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: “Beranakcuculah dan bertambah
banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung
di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.”
Dalam menggunakan IPTEK, kita perlu mengingat terlebih dahulu tujuan penciptaan manusia. Kita
diciptakan untuk beranakcucu dan bertambah banyak. Allah menciptakan kita untuk dapat
memenuhi Bumi dan menaklukkannya. Kita harus dapat berkuasa atas segala yang ada di Bumi ini.
Inilah mengapa IPTEK dibutuhkan oleh setiap manusia. IPTEK membantu kita untuk lebih memahami
dunia ini agar kita dapat berkuasa atasnya. Dengan adanya IPTEK, kita dapat mengerti dunia ini dan
membuat kita lebih mudah untuk mengambil tindakan yang diperlukan atas Bumi ini.
2. Keluaran 35:30-31
Berkatalah Musa kepada orang Israel: “Lihatlah, TUHAN telah menunjuk Bezaleel bin Uri bin Hur,
dari suku Yehuda, dan telah memenuhinya dengan Roh Allah, dengan keahlian, pengertian dan
pengetahuan, dalam segala macam pekerjaan,
Allah menciptakan manusia dengan pengertian dan pengetahuan. Hal ini membuat manusia menjadi
ciptaan Allah yang paling berharga dibandingkan dengan hewan dan tumbuhan. Pengertian dan
pengetahuan ini diberikan untuk dapat memenuhi tujuan penciptaan manusia yaitu berkuasa atas
Bumi ini seperti yang sudah tertulis pada ayat Alkitab tentang IPTEK sebelumnya. Namun, kita pun
harus berhati-hati dalam mengartikan menguasai Bumi. Berkuasa atas Bumi bukanlah hal yang
sembarangan, seakan membuat kita dapat melakukan segala sesuatu atas kehendak kita. Berkuasa
atas Bumi pun tetap perlu kita lakukan sesuai dengan kehendak Allah.
3. Keluaran 36:1
Demikianlah harus bekerja Bezaleel dan Aholiab, dan setiap orang yang ahli, yang telah dikaruniai
TUHAN keahlian dan pengertian, sehingga ia tahu melakukan segala macam pekerjaan untuk
mendirikan tempat kudus, tepat menurut yang diperintahkan TUHAN.”
Allah mau Bezaleel dan Aholiab menggunakan keahlian dan pengertian yang telah diberikan kepada
mereka untuk mengerjakan pekerjaan sesuai dengan yang diperintahkan Tuhan. Begitu pula dengan
kita saat ini. Ayat Alkitab tentang IPTEK ini mengingatkan bahwa Tuhan telah memberikan IPTEK
untuk mendukung kita mengerjakan pekerjaan Tuhan di dunia. Hendaknya, kita menggunakannya
bukun menurut akal budi dan pengertian kita sendiri. Penting untuk kita memakai IPTEK ini dan
menyerahkan segala hasil pekerjaan kita kepada Tuhan. Apa yang kita kerjakan dengan IPTEK
haruslah sesuai dengan kehendak Tuhan. Oleh karena itu, kita perlu mengetahui apa yang Tuhan
kehendaki untuk kita lakukan dalam hidup kita. Dengan memahami hal tersebut, kita pun dapat
menentukan bagaimana menggunakan IPTEK dengan baik.
4. Amsal 1:5
Baiklah orang bijak mendengar dan menambah ilmu dan baiklah orang yang berpengertian
memperoleh bahan pertimbangan.
Tuhan menyukai hamba-Nya yang bijak dan memiliki pengertian. Hal ini menyukakan hati Tuhan.
Sebagai orang Kristen, patutnya kita menjadi orang yang bijak dan memiliki pengertian. Kita dapat
menilai diri kita dengan melihat ciri orang bijak menurut Alkitab. Oleh karena itu, kita harus mau
mendengar, menambah ilmu, dan memperoleh bahan pertimbangan. Kita dapat menambah ilmu
dengan terus menggunakan IPTEK yang berkembang. Ayat Alkitab tentang IPTEK ini mengingatkan
kita bahwa IPTEK pun dapat digunakan untuk kesukaan hati Tuhan. Ketika IPTEK membantu kita
untuk memperluas pengetahuan kita, membuat kita semakin bijak, Tuhan akan senang dengan apa
yang kita lakukan.
5. Amsal 1:7
Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan
didikan.
Ayat Alkitab tentang IPTEK ini mengingatkan bahwa awal mula penggunaan IPTEK haruslah rasa
takut akan Tuhan sesuai pengertian takut akan Tuhan. Seperti yang sudah dikatakan pada ayat
Alkitab tentang IPTEK sebelumnya, kita seharusnya menambah ilmu dengan IPTEK. Namun,
semuanya itu baru bisa kita dapatkan ketika kita memiliki rasa takut akan Tuhan. Dengan rasa takut
akan Tuhan ini, tidaklah mungkin bagi kita untuk menyalahgunakan penggunaan IPTEK di kehidupan
keseharian kita.
6. Ibrani 13:8
Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya.
Nasihat dari Paulus dalam ayat Alkitab tentang IPTEK ini mau mengingatkan kita bahwa selalu ada
perubahan dalam IPTEK. IPTEK dapat berkembang menjadi semakin baik ataupun semakin buruk.
Suatu saat, mungkin saja IPTEK tidak dapat lagi memenuhi keinginan dan kebutuhan manusia akan
ilmu pengetahuan maupun kebutuhan lainnya. Paulus ingin mengingatkan kita bahwa kita tidak bisa
menggantungkan hidup kita sepenuhnya pada IPTEK. Tetap gantungkan hidup dan pengharapan kita
sepenuhnya pada Tuhan karena Tuhan tidak akan pernah berubah. Dahulu, sekarang, bahkan sampai
selama-lamanya, Tuhan akan tetap sama seperti Tuhan yang kita kenal saat ini.
7. Amsal 3:5
Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu
sendiri.
Sekali lagi, kita diingatkan untuk tetap percaya kepada Tuhan dengan segenap hati kita yang juga
sesuai dengan ayat Alkitab tentang kepercayaan. Ketika IPTEK membuat kita malah ragu dengan
Tuhan, itu artinya kita sudah bersandar kepada pengertian kita sendiri. Kita berusaha memahami
dunia ini berdasarkan apa yang kita pribadi mau mengerti. Padahal, seharusnya, kita bergantung
kepada hikmat dari Allah. Hanya Allah yang mampu membuat kita memahami segala sesuatu. Oleh
karena itu, iman kita kepada Tuhan justru seharusnya semakin kuat dengan adanya IPTEK, dan
bukannya malah membuat kita semakin jauh dengan Tuhan.
Awal mulanya Tuhan menghendaki dan memberi kepintaran dan akal budi kepada manusia semata-
mata untuk memuji dan memuliakan Tuhan, namun semakin kita lihat ke sini tujuan murni ini
semakin tersamarkan. Lalu bagaimana pengaruh IPTEK terhadap iman Kristen dalam beberapa tolak
ukur sebenarnya?
Pengaruh IPTEK terhadap iman Kristen yang pertama yakni IPTEK hadir dikehidupan kita sebagai
manusia semata-mata sebagai sarana untuk memuliakan Tuhan. Tuhan memberikan pengetahuan
dan rasa penasaran untuk membuat suatu yang dapat digunakan kepada manusia yang dikasihinya.
Perlu diketahui melalui pandangan iman kita dapat mengerti bahwa segala pengetahuan akan alam
semesta ini berasal dari Tuhan dan untuk Tuhan.
Berkembangnya teknologi bagi kehidupan manusia dapat digunakan untuk mempermudah
pelayanan kita kepada orang lain yang mungkin tidak dapat kita jangkau dalam waktu yang singkat.
IPTEK hadir untuk membantu manusia terutama kaum beriman untuk menyebar luaskan injil
sehingga setiap telinga mendengar dan mengetahui kebenaran akan Tuhan.
Dengan pengaruh IPTEK terhadap iman Kristen yang kita ketahui semakin menyadarkan jika bahwa
Tuhan diatas segalanya sehingga rasa takut akan Tuhan dapat kita rasakan kembali. Pandangan iman
terhadap IPTEK dapat kita lihat dalam Kitab Amsal 1:7 “Takut akan Tuhan merupakan permulaan
akan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan”.
Jika kita melihat mengaruh dan maksud IPTEK itu secara mendasar tentunya dapat membuat kita
merasakan betapa besarnya kuasa Tuhan dalam hidup kita sehari-hari. Tuhan tidak hanya bertindak
pada 2000 tahun lalu namun masih tetap ada dan bekerja hingga hari ini, sehingga sekiranya kaum
beriman tetap mengutaman Tuhan dan pelayanan walaupun disamping itu kita tidak dapat
menghindari dari penggunaan IPTEK. Kita perlu menjadi sebuah contoh perilaku sebagai terang dan
garam dunia dalam kehidupan kita sebagai manusia.
Ketika manusia pertama kali diciptakan oleh Tuhan, semua yang terbaik diberikanNya kepada
manusia ciptaannya. Mulai dari bentuk dan rupa, hayat hinggga fasilitas lainnya yang dapat
digunakan, demikian pula dengan ilmu pengetahuan. Tuhan memberikan ilmu pengetahuan kepada
manusia yang dikasihinya karena Tuhan tahu apa saja yang diperlukan oleh manusia setiap hari dan
tidak hanya mengacu kepada makanan yang tersedia setiap hari.
Seperti ada tertulis dalam kitab Amsal 1: 5 “Baiklah orang bijak mendengar dan menambah ilmu dan
baiklah orang yang berpengertian memperoleh bahan pertimbangan” Tuhan ingin agar kita manusia
terus menuntut dan mencari ilmu bahkan tidak hanya dalam kurun waktu 12 tahun sekolah tetapi
seumur hidup kita juga perlu untuk belajar. Belajar tidak hanya untuk mengetahui ilmu pengetahuan
dan isinya namun juga belajar untuk mengerti keadaan kita tiap harinya sehingga kita juga
menyadari pengaruh IPTEK terhadap iman Kristen serta janji Tuhan bagi orang percaya.
Dengan adanya IPTEK dikehidupan kita sehari-hari maka sudah dapat dipastikan akan menimbulkan
dua efek bagi kita yakni efek negative dan efek positif. IPTEK jika dipandang dari nilai baiknya maka
akan bertujuan untuk memuliakan dan takut akan Tuhan, namun hal ini juga dapat diperdaya atau
dimanfaatkan oleh si iblis untuk mengikat lebih banyak manusia bersamanya.
Di saat seperti ini handphone dan alat elektronik lainnya ada kala menyita banyak waktu kita setiap
hari, si iblis tahu jika waktu merupakan suatu yang berharga bagi manusia terutama bagi para
remaja. Pemanfaatan waktu yang baik inilah yang Tuhan inginkan serta menggunakan lebih banyak
waktu untuk mencari dan melayani Tuhan sehingga kita dapat menjadi bagian dalam ciri orang bijak
menurut alkitab.
5. Firman Tuhan sebagai tolak ukur pengaruh IPTEK
Kita sebagai kamu yang beriman dan berpengharan kepada Tuhan tentunya juga memiliki kewajiban
yang harus dilakukan dan salah satunya ialah selalu menggunakan firman Tuhan sebagai tolak ukur
segala suatu hal yang ada disekitar kita seperti contoh kebudayaan yang melanggar firman Tuhan.
Untuk mengetahui dan mempelajari semua firman Tuhan yang terdapat di Alkitab bukanlah perkara
yang mudah dan dapat dilakukan dalam waktu yang begitu singkat. Namun kita harus memiliki hati
yang rindu untuk menuntut kesegaran yang dari pada Tuhan.
Tuhan ingin agar kita bijak dan cerdik dalam menghadapi kehidupan kita sehari-hari ditengah
masyarakat dan perkembangan IPTEKnya. Seperti dalam Efesus 6:11 “ Kenakanlah seluruh
perlengkapan senjaya Allah supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis” dan
sesungguhnya firman Allah menjadi pelita saat berjalan dalam dunia yang semakin gelap ini serta
kita juga perlu mengetahu ayat alkitab mengenai hedonisme.
Jika kita berfikir sekali lagi mengenai segala firman Tuhan yang ada sudah dipastikan itu menjadi
suatu hal yang mustahil untuk di lakukan apalagi menjadi sebagai karakter Kristus, namun perlu kita
ketahui ada tertulis bahwa apa yang tidak mungkin bagi manusia itu mungkin bagi Allah. Pengaruh
IPTEK terhadap iman Kristen serta keteladanan Yesus Kristus perlu diperhatikan setiap saat, Tuhan
ingin kita memanfaatkan sebaiknya ilmu yang telah diberikan kepada kita sehingga dengan diri kita
tersebu dapat menyalurkan berkat serta menjadi kesaksian bagi banyak orang, seperti ada lirik lagu
berkata “ firmanMu pelita bagi kaki ku dan terang bagi jalan-jalan ku”.
komunikasi. Nyaris tidak ada bidang kehidupan yang tidak dipengaruhi oleh
produk yang dihasilkan memberi pengaruh terhadap gaya hidup. Perubahan gaya
berpengaruh terhadap cara pandang dan sikap kaum muda terhadap agama.
Pertanyaan mengenai peran dan fungsi agama mulai menguat karena tidak jarang
dapat menyebabkan manusia modern bersikap sedemikian optimis dan yakin dapat
menerangkan segala fenomena alam secara rinci, ilmiah dan rasional. Fakta telah
membuktikan bahwa teknologi yang merupakan implikasi dan aplikasi dari ilmu
pengetahuan, telah memberi sumbangan dan kemudahan yang jelas bagi kemajuan
dan kesejahteraan hidup manusia modern. Kalau IPTEK bisa menjelaskan berbagai
dan kekuatan manusia sebagai tuan atas alam semesta dan hidupnya.
Keberhasilan IPTEK dalam memecahkan berbagai persoalan hidup menyadarkan manusia akan
otonomi dan daya kemampuannya sendiri. Banyak orang modern merasa tidak
dunia ini. Bahkan, tidak sedikit orang yang secara terus terang menyangkal yang
ilahi karena menganggap bahwa yang ilahi itu hanyalah khayalan manusia. Hal
ini juga terjadi dalam dunia akademis. Tidak sedikit mahasiswa yang meragukan
peran agama atau bahkan secara terang-terangan menyatakan bahwa iman dan
agama tidak lagi diperlukan. Manusia yang secara diam-diam atau terang-terangan
meninggalkan Allah telah merasuk suatu agama baru, yaitu keyakinan terhadap
teknologi mutakhir yang menjamin adanya masa depan yang lebih cerah. Bahkan di
negera-negara maju seperti Eropa, agama tidak lagi diminati oleh mayoritas warga
negara. Bagi orang beriman, fenomena ini tentu menggelisahkan dan menjadi
pihak, IPTEK membantu manusia untuk mengembangkan kehidupan individuindividu dan bersama:
tansportasi, komunikasi-multimedia, peningkatan sarana
dan mutu pendidikan, dan lain-lain. Di lain pihak, tak dapat dipungkiri bahwa
IPTEK juga berpotensi besar terhadap penghancuran hidup dan alam semesta.
Keganasan senjata nuklir dan bom adalah bagian kecil dari akibat negatif dari
perkembangan IPTEK yang secara kasat mata bisa kita lihat. Selain itu, polusi udara
dan air serta kerusakan/kehancuran alam semesta (hutan) yang dari tahun ke tahun
semesta.
agama hanya sebagai warisan tradisi keluarga dan imannya kurang mengakar. Ada
dengan keyakinan agamanya sehingga memilih untuk menjadi ateis dan merasa
tidak memerlukan agama lagi. Golongan kedua ini mengikuti kuliah pendidikan
moralitas kaum muda. Di sisi lain, penulis juga menyadari bahwa perkembangan
moralitas kaum muda zaman ini tidak bisa dipisahkan dari realitas perkembangan
IPTEK. Kaum mudalah yang paling banyak menyerap hasil perkembangan IPTEK.
Mereka pula yang terkena dampak negatif secara langsung dari penggunaan produk-
bahwa kaum muda adalah kendali bagi pengembangan IPTEK di masa mendatang.
Itulah sebabnya perlu dikaji di sini hubungan antara agama dan IPTEK, bagaimana
hubungan itu mesti dilihat dan bagaimana mengembangkan moralitas kaum muda
apa manusia hidup? Untuk apa manusia harus mengalami penderitaan dan
dirinya dari hewan dan benda-benda mati sekaligus menyadarkan dirinya sebagai
bagian tak terpisahkan dari ciptaan-ciptaan yang lain? Sejak sebelum berkembangnya
secara ilmiah. Kendati sampai sekarang belum ada jawaban tuntas mengenai
sebagai bagian tak terpisahkan dari alam semesta memberi pengaruh terhadap sikap
Manusia adalah puncak dari evolusi alam. Ia terus berkembang dan dapat
yang ia mau. Manusia menghargai kehidupan, maka ia selalu berusaha mempertahankan dan
melanggengkan hidupnya dengan keturunan. Selanjutnya,
manusia menyadari bahwa ia tidak berkuasa secara penuh atas hidupnya. Secerdas
di dunia ini. Pada saatnya ia harus merangkul kematian dan penentu kematian itu
berada di luar kuasa dirinya. Hal ini menandakan bahwa ada kekuatan adikodrati
yang terlibat dalam kehidupan manusia. Selain itu, manusia tidak bisa hidup tanpa
Pengetahuan agama dicari oleh manusia dengan budi dan hatinya, dengan
segala ilmu pengetahuan dan alat teknologi yang memadai. Bagi orang beriman,
agama bukan sekedar lembaga pembuat dan penjaga aturan atau norma dan
kewajiban moral. Agama bersangkut paut dengan seluruh hidup manusia, dengan
segala segi-seginya. Dasar dari sebuah agama adalah iman, yaitu relasi mendalam
Agama dan Iptek: Refleksi dan Tantangannya dalam Mengembangkan Moralitas Kaum Muda
tengah dunia. Agama berkaitan dengan ajaran moral yang bersumber pada Kitab
Suc dan tradisi. Ajaran moral itu berisi tentang nilai-nilai yang mendorong hidup
Yang Ilahi dalam doa dan peribadatan. Agama merupakan sebuah lembaga atau
kehilangan roh pembaru bagi para pemeluknya dan dunia sehingga agama kurang
dan penuh kejutan, manusia menyadari betapa dirinya kecil dan terbatas. Manusia
hidup dalam keterbatasan ruang dan waktu. Para pemimpin dan pemeluk agama
adalah manusia-manusia terbatas yang perlu selalu terbuka untuk belajar dari
pengalaman dan membaca tanda-tanda zaman dalam terang ajaran agamanya. Kasus
yang menimpa Galileo Galilea merupakan salah satu contoh bahwa para pemimpin
agama pun bisa keliru di dalam mengambil sikap dan keputusan di tengah realitas
yang sangat berharga bagi para pemeluk agama. Sebaliknya, mengandalkan IPTEK
sebagai satu-satunya alat untuk kemajuan hidup manusia juga akan mengakibatkan
penderitaan dan frustasi. Contohnya, sampai saat ini belum ada ilmu dan teknologi
yang bisa menghentikan lumpur panas Lapindo. Letusan gunung Merapi yang
sedemikian dasyat dan kadang sulit diprediksi secara akurat oleh IPTEK merupakan
tangan Allah harus berhadapan dengan kenyataan bahwa perkembangan (teknologi) sendiri
menghadirkan banyak keterbatasan.
penderitaan manusia. Bukankah orang miskin tetap merupakan penghuni terbanyak di planet bumi
ini. Bukankah perang di pelbagai belahan dunia tidak
kunjung henti. Kekejaman para teroris dan sepak terjang para koruptor masih
me raja lela. Banyak orang yang mengenyam pendidikan tinggi dan mempunyai
terhadap kepentingan orang-orang kecil dan sibuk mencari keuntungan diri dan
mempertahankan kuasanya. Kerusakan alam lingkungan telah sangat parah. Kasuskasus moral
seperti penggunaan narkoba, kebebasan seks dan pelecehan terhadap
sesama manusia tetap tidak pernah berkurang di era IPTEK ini. Tidak jarang,
berbagai kasus kejahatan dan moral itu justru dipermudah oleh perkembangan
IPTEK. Manusia rindu akan keadilan tetapi tak henti-hentinya manusia dibelit
dengan persoalan HAM atau Hak Asasi Manusia. Semua keprihatinan masyarakat
merupakan lonceng kematian dan kehancuran masa depan manusia. Maka, peran
pencipta IPTEK yang sering gagap berhadapan dengan akibat dari perkembangan
agama yang dipersempit hanya pada tataran dogma (yang berciri deduktif dan
berbagai pengalaman konkrit di tengah hiruk pikuk di dunia ini. Selain itu, di tengah
manusia bukanlah sekadar proses alami, melainkan proses kultural dan religius
aspek (berciri multi dimensi) dan bagian dari dinamika alam yang sedemikian
optimisme semakin mengisolasi manusia dari campur tangan Allah dan menjadikan
alam sebagai sapi perah bagi kepentingan kesejahteraan material belaka. Hubungan
dengan alam hanya dihayati secara fungsional untuk mendatangkan keuntungan
material-ekonomis dan tidak dihayati secara afektif berdasarkan rasa rasa kasih
pengendali dan penguasa alam. Perkembangan ilmu fisika, geografi, kimia dan
pandang Yunani kuno yang menempatkan manusia sebagai bagian dari dinamika
animal symbolicum (Ernst Cassirer), insan kamil ( Islam), ren (Konfusius), wong utama
(Jawa), homo faber (Karl Marx), dan homo religious (Rudolf Otto), perlu disatukan untuk
Maka, pemahaman
bagi agama untuk memberikan refleksinya yang khas, terkait dengan dimensi
Agama dan Iptek: Refleksi dan Tantangannya dalam Mengembangkan Moralitas Kaum Muda — 159
IPTEK. Manusia beragama dan manusia IPTEK adalah makhluk yang sama
sebagai cipataan Tuhan, penghuni alam semesta ini. Keyakinan iman seharusnya
mampu menguak semua misteri kehidupan dan alam semesta ini. Kegagalan IPTEK
untuk menjelaskan peristiwa kehidupan dan berbagai peristiwa alam semesta juga
tidak perlu membuat manusia merasa pesimis terhadap hidup dan masa depannya.
Manusia tidak hanya bisa belajar dari segala potensi dirinya yang mendatangkan
kekhasan refleksi dan sumbangannya bagi perkembangan peradaban umat manusia. Usaha manusia
untuk mengembangkan IPTEK tetap mempertimbangkan
agama perlu terus menerus berdialog satu sama lain dan berdialog dengan kenteks
Manusia bukan hanya penghuni dunia dan alam semesta melainkan juga
manusiawi. Puncak dari segala usaha manusia dalam mengolah dunia itu antara
lain adalah IPTEK. Dunia tidak berada di luar diri manusia. Dunia adalah panggung
dunia macam ini manusia diberi kebebasan untuk menentukan pilihan hidup dan
sesama manusia dan dengan dunia yang melingkupinya. Meskipun relasi itu
memberi pengaruh terhadap sikap, pola pikir dan tindakan manusia, namun relasi
dirinya dengan sesama dan alam semesta secara ilmiah. Kajian empiris dengan
semesta. Akan tetapi, tidak semua hal bisa dijelaskan dengan kaidah ilmiah. Ada
sisi misteri yang tidak bisa diselami oleh kemampuan akal budi manusia. Agama
untuk menumbuhkan rasa kagum atas pengalaman hidup ini dan gentar terhadap
yang berciri afektif dan menumbuhkan kepekaan manusiawi untuk melihat dengan
kebeningan mata hati kehadiran Yang Ilahi di dalam berbagai peristiwa alam yang
yang berciri etis). Pengalaman akan dasyatnya karya Tuhan yang tampak dalam
yaitu sebuah gerakan pemeliharaan dan pelestarian alam serta menjadikan manusia
semakin akrab dengan Tuhan. Dengan demikian, manusia di era IPTEK yang
bersujud penuh hormat di hadapan Tuhan Sang Penguasa alam kehidupan ini yang
Berhadapan dengan letusan Merapi yang dahsyat dan tsunami yang memporak
sebagai makhluk nan cerdas dan mampu mengkalkulasi berbagai peristiwa alam
harus mengakui dengan rendah hati segala keterbatasannya. Realitas alam yang
yang inklusif, kontekstual dan peka terhadap berbagai persoalan manusia. Hidup
bersifat beku melainkan bertautan dengan keyakinan, suara hati, tata hidup bersama,
tata kerja, relasi dengan alam sekitar, dan tindakan-tindakan moral kemanusiaan
kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, akan masuk ke dalam Kerajaan Surga, melainkan dia
Bapa di sorga berarti hidup dalam keutuhan relasi dengan sesama, alam dan Sang
Pencipta yang terwujud dalam peri kehidupan bersaudara dan damai. Jadi agama
dan IPTEK bukanlah tujuan melainkan jalan bagi manusia untuk membangun peri
manusia pada orientasi hidup yang sifatnya sementara dan sesaat belaka. Sebagai
mentalitas yang cenderung konsumtif, materialistis dan hedonis. Maka, IPTEK yang
menolak refleksi iman akan memproduksi kultur kehidupan yang dangkal dan
agama dan iman yang mengisolasi diri dari perkembangan IPTEK akan berhenti pada
agama akan menjadi formalistik, buta dan kurang peduli terhadap persoalan nyata
Agama dan Iptek: Refleksi dan Tantangannya dalam Mengembangkan Moralitas Kaum Muda — 161
(1548-1600) yang dianggap sesat akibat mengikuti ajaran Galileo Galilei (1564-1642)
merupakan bukti nyata bahwa agama yang menolak IPTEK akan menjadi institusi
yang meligitimasi kekejaman. Dengan kata lain, agama tanpa refleksi kritis ilmiah
agama dan iman adalah masukan yang hakiki bagi IPTEK karena refleksi agama dan
iman membantu manusia untuk membimbing hidupnya pada makna bagi kehidupan
makna kehadiran Tuhan sebagai dimensi yang paling dasar peradaban manusia.
Iman adalah salah satu aspek penting dari agama, di samping institusi
Iman merupakan dasar dari peziarahan dan makna hidup. Yang menjadi pondasi
dari iman adalah keyakinan terhadap Yang Mutlak atau Yang Transenden dan
hal-hal yang berkaitan dengan keyakinan tersebut. Dalam iman Kristen, Allah
yang menjadi isi iman itu diyakini sebagai Pribadi yang menyatakan diri-Nya
Jawaban manusia atas perwahyuan Allah itulah yang disebut iman. Iman
merupakan hubungan pribadi manusia secara utuh dengan Allah dan bukan hanya
pengetahuan tentang Allah. Inti iman adalah pengalaman personal tentang Allah di
sikap dan perilaku. Pengalaman iman dan proses beriman juga dipengaruhi oleh
Pemahaman akan isi iman menentukan cara berpikir dan bersikap bagi orang
beriman dalam berelasi dengan sesama dan alam semesta. Isi iman menyangkut
Allah, hubungan Allah dengan dunia, untuk apa Allah menciptakan manusia. Bagi
orang beriman isi iman tersebut meresap ke dalam jiwanya (hati dan budinya).
Kalau Allah yang diimani adalah Allah yang mahakasih, maka orang beriman tidak
hanya tahu tentang kasih, tetapi berbuat kasih secara konsisten dan kontinyu. Kalau
Allah yang diimani adalah mahaadil, maka orang beriman tidak hanya tahu tentang
keadilan, tetapi berbuat adil. Jadi iman mencakup segala sesuatu yang menjamin
keluarga atau dalam masyarakat, tata hukum, tata kerja, ilmu pengetahuan. Ketika
iman yang menjadi inti sebuah agama sunggguh dihayati sebagai kekuatan dari
nilai-nilai yang mendorong hidup pribadi maupun bersama, agama tetap menjadi
Iman menyangkut hidup manusia seluruhnya: cipta, rasa, karsa dan karya.
Iman sekaligus bersifat afektif dan rasional. Suara hati adalah tempat manusia
perasaan manusiawi. Kehadiran Allah di dalam hati yang diyakini sebagai Pribadi
yang penuh kasih dan pencinta manusia mendorong untuk menghadirkan nilainilai kasih dan
membela martabat manusia. Namun, di hadapan kuasa Allah yang
tengah berbagai peristiwa hidup ini. Kepada Allah yang Mahaagung itulah manusia
berserah diri.
logis dan niscaya bagi manusia sebagai makhluk berakal budi. Memang tidak semua
hal yang berkaitan dengan hidup beriman bisa dimengerti secara menyeluruh
oleh akal budi. Metode ilmiah ilmu-ilmu empiris pun tidak pernah mampu menjelaskan seluruh
aspek kehidupan beriman. Rasionalita iman bukan pertama-tama
ter hadap motivasi atau alasan beriman di tengah situasi dan persoalan nyata
kehidupan manusia.15 Jadi yang dimaksud dengan rasionalitas iman adalah refleksi
pengalaman dalam terang iman yang dikomunikasikan kepada orang lain sebagai
hanya dalam dogma-dogma beku melainkan dalam kualitas nilai yang unggul
dalam retorika dogmatis (politis) dan berkutat dalam aktivitas kultis melainkan
dan berdaya ubah bagi peradaban? Refleksi iman yang kontekstual tidak
Agama dan Iptek: Refleksi dan Tantangannya dalam Mengembangkan Moralitas Kaum Muda
mungkin mengabaikan realitas dunia saat ini yaitu perkembangan IPTEK karena
IPTEK merupakan peng hadiran konteks atau wajah manusia dan dunia modern.
mencermati secara kritis dampak negatifnya bagi hidup manusia. Iman memberi
Iman membantu manussia untuk melihat kualitas IPTEK bukan hanya diukur
melainkan juga dari nilai-nilai kemanusiaan secara utuh. IPTEK yang berkualitas
kesejahteraan sosial.16 Dalam kaca mata iman kontekstual, IPTEK bukan menjadi
IPTEK sebagai bagian tak terpisahkan dari peradaban modern adalah potensi
yang merupakan produk dari IPTEK telah dimanfaatkan oleh agama untuk
dengan bahasa persuasif-dialogis akan lebih mudah dicerna banyak kalangan dari
pada dari pada bahasa doktriner konspetual (yang cenderung elitis). Maka, para
pemimpin agama dan pengjaran agama kiranya perlu menjalin kerjasama dan dialog
intensif dengan berbagai kalangan agar dapat membahasakan dan menghadirkan
agama dalam secara humanis dan kontekstual. Sebaliknya, para ilmuwan perlu
agar mereka mampu merefleksikan dan memaknai IPTEK dalam keutuhan dimensi
manusia.
Dalam dialog kritis kiranya kita makin disadarkan bahwa iman yang menolak
ilmu pengetahuan bukan merupakan sikap iman yang benar. Sebaliknya, hanya
menerima ilmu dan mengabaikan iman, juga bukan sikap ilmiah yang benar,
sebab akal budi manusia ada batasnya. IPTEK tanpa iman dapat mengarah pada
IPTEK untuk tindak kejahatan seperti penggunaan bom atom untuk perang,
teknologi pencurian data dan informasi, teknik aborsi, dan penghancuran alam
dengan menggunakan dinamit merupakan bukti bahwa IPTEK yang dipisahkan dari
norma-norma moral (dan agama) jugstu akan menghancurkan manusia dan masa
depan kehidupan. Maka, pendidikan dan kuliah agama bagi kaum muda akan lebih
secara nyata.
memahami kenyataan secara kritis), learning to live together (belajar untuk hidup
bersama orang lain dan alam ciptaan secara harmonis), learning to do (belajar
untuk bertindak atau menerapkan apa yang sudah dipahami bersama orang lain),
learning to love (belajar untuk mengasihi hidupny, sesama, alam semesta dan Sang
Pencitpa), learning to be (belajar menjadi pribadi yang otentik dan utuh) dan learning
untuk membantu para korban. Selain itu, fenomena meletusnya gunung Merapi
juga menjadi pembelajaran bahwa alam adalah sekolah kehidupan yang telah
agama, iman mendapat bentuk yang khas, yang memampukan orang beriman untuk
orang beriman diharapkan semakin mampu berdialog secara lebih luas dalam
melestarikan alam semesta. Iman memberi warna terbangunnya visi hidup dan
tanggungjawab sosial. Bagi para cendekiawan, iman mencerahi moralitas, yaitu visi
dan tindakan nyata dalam mengembangkan ilmu dalam rangka mewujudkan nilainilai kemanusiaan
di tengah masyarakat.
Pertentangan antara agama dan IPTEK terjadi karena adanya sikap curiga dan
sikap kurang terbuka baik dari sisi pemeluk agama dan ilmuwan. Hal itu terjadi
ketika agama dipahami secara sempit sebagai aturan beku dan peribadatan belaka
yang tidak boleh dikritisi dan ilmu menempatkan diri sebagai oposisi terhadap
agama. Meskipun agama dan IPTEK masing-masing bersifat otonom, artinya masingmasing memiliki
hukum-hukum dan nilai-nilai sendiri, keduanya mempunyai
subyek yang sama, yaitu manusia. Manusia sebagai makhluk yang berakal budi dan
Agama dan Iptek: Refleksi dan Tantangannya dalam Mengembangkan Moralitas Kaum Muda
umat beragama tidak ada alasan untuk mempertentangkan atau menolak IPTEK.
Justru dengan mengembangkan IPTEK manusia ikut terlibat dalam pekerjaan Allah
untuk membangun dan menyelamatkan dunia. Bagi para ilmuwan juga tidak ada
alasan untuk menolak agama, karena inti pokok agama adalah iman yang harus
moralitas generasi muda ketika proses pembelajaran tersebut memberi ruang bagi
refleksi iman atas pengalaman dan persoalan hidup, termasuk yang ditimbulkan
oleh IPTEK.
Kesimpulan
persoalan yang diakibatkannya, masa depan dari agama-agama dewasa ini sangat
aktual yang ada di tengah masyarakat. Ketika agama hanya sibuk memberikan
pengajaran konseptual, mengurusi soal-soal kultus dan tidak peka terhadap persoalan
diri generasi modern. Agama seharusnya membantu para pemeluknya untuk menemukan kekayaan
multidimensional dan humanisme radikal yang sehat karena
ke masa depan. Justru dengan menyerahkan diri kepada Yang Tak Terbatas, manusia
akan memperoleh kebebasan dan kedaulatan terhadap segala sesuatu yang hanya
dan hedonis, pola hidup asketis penuh pengorbanan yang diajarkan oleh agamaagama akan
membangun peradaban dan identitas pribadi yang memampukan
manusia bersikap lepas bebas dari segala kecenderungan tak teratur. Hal ini terjadi
karena refleksi iman di dalam agama membantu untuk menemukan makna hidup
dan mengarahkan pada nilai-nilai abadi. Dengan demikian kepercayaan pada Tuhan
memberikan kekuatan pada orang beriman untuk bertahan tidak hanya dalam suka,
tetapi juga dalam duka, sehat atau sakit, keberhasilan atau kegagalan. Dengan kata
Para pemeluk agama harus melakukan refleksi dalam horizon dan dialog
hidup, agama menghadirkan wajah kehidupan manusia yang peduli, terbuka dan
spiritual, insani dan adikodrati, serta kekinian dan masa depan di tengah ideologi
sekularistik yang cenderung memisahkan antara yang spiritual dengan material dan
untuk mengalami kesatuan antara cinta kepada Allah dan cinta kepada manusia.
Hal-hal materi tidak pernah memuaskan hati secara mutlak, bukan karena hal itu
jahat melainkan karena sifatnya yang tidak kekal (kondisional).20 Refleksi iman
kepada Allah dan kepercayaan kepada manusia, iman dan akal budi, kerohanian
dan kejasmanian, dan harapan akan hidup kekal di alam baka dengan keterlibatan
penuh semangat pada pembelaan keadilan. Selama masih ada ketidakadilan, orangorang miskin
ketidakadilan, dan perebutan kekuasaan, kekayaan dan kemapanan
Persoalannya bukan apakah kekayaan dan kekuasaan itu boleh atau tidak boleh
melainkan apakah kekayaan dan kekuasaan itu diperoleh dan didistribusikan secara
adil. Kekayaan dan kekuasaan itu baik namun akan melukai kemanusiaan selama
hal itu dicapai secara tidak adil dengan menindas kepentingan sesama.21 Refleksi
akal budi bagi pemenuhan kesejahteraan kekinian, pendidikan agama tidak cukup
nyata. Pembelajaran agama kepada orang muda perlu bertolak dari pengalaman
pergulatan hidup dan bergerak menuju penemuan makna dan nilai-nilai yang
mendorong pelaksanaan tanggungjawab sosial. Nilai-nilai kemanusiaan yang
tempat untuk membentuk karakter dan moralitas kaum muda yang ditandai oleh
ter hadap situasi sosial, dan keterlibatan atau tindakan nyata untuk menjawab persoalan hidup
bersama.
relevansi dan signifikansi agama. Pembelajaran tersebut ditandai oleh proses refleksi
Agama dan Iptek: Refleksi dan Tantangannya dalam Mengembangkan Moralitas Kaum Muda
karena tanpa iman hidup manusia berhenti pada hal-hal yang bersifat kondisional
dan kehilangan horizon keabadian. Di sisi lain, iman yang kontekstual dan aktual
umat manusia di bumi ini, pendidikan agama yang reflektif berorientasi pada
hormat pada sesama dan alam, keadilan serta perdamaian di dalam hidup bersama.
muda untuk mengembangkan karakter iman mereka sebagai pribadi yang peduli,