Anda di halaman 1dari 17

2.

1 Obat Intropik positif


2.1.1 Glikosida jantung
2.1.2 Penghambat fosfodiesterase
Obat inotropik positif bekerja dengan meningkatkan kontraksi otot jantung (miokardium);
untuk simpatomimetik dengan aktivitas inotropik lihat bagian 2.11.1
2.1.1 Glikosida jantung
Glikosida jantung meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium dan menurunkan
konduktifitas di atrioventricular (AV) Node. Digoksin adalah glikosida jantung yang paling
banyak digunakan.
Glikosida jantung paling bermanfaat untuk pengobatan takikardi supraventrikel, terutama
untuk mengontrol respon ventricular pada fibrilasi atrium yang menetap. Digoksin memiliki
peran yang terbatas dalam mengatasi gagal jantung kronik pada anak. Peran digoksin pada
gagal jantung dapat dilihat di bagian 2.3. Pada tata laksana fibrilasi atrium, dosis penunjang
glikosida jantung biasanya ditentukan berdasarkan kecepatan vertikel pada saat istirahat yang
seharusnya tidak boleh turun dibawah 60 denyut per menit kecuali dalam keadaan khusus,
misalnya pada pemberian bersama betabloker. Pada anak - anak, dosis penunjang glikosida
jantung untuk tata laksana atriafibrilasi biasanya dapat ditentukan berdasarkan kecepatan
vertikel paling rendah yang dapat diterima pada saat istirahat.
Saat ini digoksi jarang digunakan sebagai terapi pengaturan detak jantung yang harus segera
dilakukan (lihat bagian 2.2 untuk obat- obat yang digunakan pada aritmia) meskipun digoksin
dapat diberikan secara intravena, munculnya respon tetap memerlukan waktu beberapa jam ;
gejala takikardi yang menetap bukan merupakan suatu indikasi untuk pemberian dosis
melebihi yang dianjurkan. Tidak dianjurkan pemberian secara intramuscular. Pada pasien
dengan gagal jantung ringan, dosis muatan (loading dose) tidak diperlukan, dan kadar
digoksin dalam pertama yang diharapkan dapat dicapai dalam waktu sekitar 1 minggu dengan
dosis sebesar 125- 250 mcg 2 kali sehari, yang kemudian dapat diturunkan.
Digoksin mempunyai waktu paruh yang panjang dan dosis penunjang hanya perlu diberikan
sehari sekali (meskipun dosis tinggi dapat diberikan dalam dosis terbaagi untuk mengurangi
efek mual) digitoksin juga mempunyai waktu paruh yang panjang dan dosis penunjang hanya
perlu diberikan sehari sekali atau hari tertentu. Fungsi ginjal pasien merupakan faktor yang
paling menentukan dosis digoksin, meskipun eliminasi digitoksin bergantung pada
metabolisme hati.
Efek yang tidak diinginkan bergantung pada kadar glikosida jantung dalam plasma dan
bergantung juga pada sensitivitas dari sistem konduksi atau miokardium, yang sering
meningkat pada penyakit jantung. Kadang -kadang sulit untuk membedakan antara efek
toksik obat atau perburukan kondisi klinis karena gejalanya mirip. Selain itu, kadar plasma
saja tidak dapat menandakan adanya toksisitas namun hampir dapat dipastikan terjadi
peningkatan risiko toksisitas jika kadar digoksin dalam plasma mencapai 1,5 – 3 mcg/L
glikosida jantung harus digunakan dengan sangat hati - hati pada lansia karena meningkatnya
risiko terjadi toksisitas digitalis pada kelompok pasien tersebut.
Pemantauan secara teratur kadar plasma digoksin selama terapi pemeliharaan tidak
diperlukan kecuali bila diduga ada masalah. Hypokalemia dapat memicu terjadinya toksisitas
digitalis. Seperti halnya pada orang dewasa, perhatian khusus harus juga diberikan pada anak
anak yang menggunakan diuretika bersama dengan glikosida jantung agar terhindar dari
hypokalemia. Pada anak hypokalemia juga dapat memicu terjadinya toksisitas digitalis.
Toksisitas ini dapat diatasi dengan menghentikan penggunaan digoksin dan mengoreksi
kondisi hypokalemia dengan pemberian diuretika hemat kalium atau, jika diperlukan,
suplemen kalium (atau pada anak, dapat diberikan makanan yang kaya akan kalium).
Manifestasi yang serius memerlukan penatalaksanaan secara cepat dari dokter spesialis.
Anak. Dosis berdasarkan pada berat badan ; anak - anak memerlukan dosis yang relativ lebih
besar dibandingkan dewasa.

DIGOKSIN
Indikasi : gagal jantung, aritmia supraventricular (terutama vibrilasi atrium).
Peringatan : infark jantung baru ; sindrom penyakit sinus; penyakit tiroid; kurangi dosis
pada usia lanjut; hindari hipokalemia dan pemberian intavena yang sangat cepat (nausea dan
risiko aritmia); gangguan fungsi ginjal; kehamilan.
Interaksi : digoksin dapat diadsorpsi bila diberikan bersama kolestiramin, kolestipol, kaolin
atau pectin atau karbo adsorbers, karena itu pemberian digoksin harus beranjak paling sedikit
2 jam sebbelum atau sesudah pemberian obat obat diatas. Pemberian bersama kinidin
menaikan kadar digoksin plasma sampai sekitar 70-100%. Hal tersebut diperkirakan karena
kinidin mengurangi klirens ginjal dan volume distribusi digoksin (terjadi perpindahan
digoksin dari otot skelet). Dengan demikian dosis digoksin harus dikurangi sampai 50% dan
dilakukan pemantaunn kadar digoksin plasma. Verapamil, suatu antagonis kalsium
menunjukkan interaksi yang sama dengan kinidin.
Obat anti–aritmia yang lain seperti prokainamid, disopiramid, dan meksiletin tidak
menunjukkan interaksi seperti kinidin.
Konta indikasi : blok jantung komplit yang intermiten; blok AV derajat II; aritmia
supraventricular karena sindrom wolf-parkinson-white; takikardi atau fibrilasi ventricular;
kardiomiopati obstruktif hipertropik.
Efek samping : biasanya karena dosis yang berlebihan, termsuk anoreksia, mual muntah,
diare, nyeri abdomen, gangguan penglihatan, sakit kepala, rasa capai, mengaantuk, bingung,
pusing: depresi: delirium, halusinasi: aritmia, blok jantun; rash yang jarang; iskemi usus;
ginekomastia pada pemakaian jangka panjang; trombositopenia.
Dosis : oral, untuk digitalisasi cepat : 1-1,5 mg/24 jam dalam dosis terbagi ; bila tidak
diperlukan cepat : 250-500 mcg sehari (dosis lebih tinggi harus dibagi).
Dosis penunjang, 62,5-500 mcg sehari tergantung pada fungsi ginjal, dan pada vibrilasi atria,
pada respon denyut jantung. Dosis penunjang biasanya berkisar 125-250 mcg/hari (pada usia
lanjut 125/hari).
Pada keadaan gawat darurat/akut, dosis muatan diberikan secara infus intravena, 250-500
mcg dalam 15-20 menit, diikuti dengan sisanya dalam dosis terbagi tiap 4-8 jam (tergantung
dari respon jantung) sampai total dosis muatan 0,1-1 mg tercapai. Bila kemungkinan
dilakukan monitoring kadar plasma digoksi, sempel darah diambil paling sedikit 6 jam
setelah suatu dosis diberikan.
Digoxin (Generic) tablet 0,25 mg/mL) (K)
Kardoxin (Dupa/Dupa) Cairan Injeksi 0,25mg/mL) (K)
Fargoxin (Fahrenheit Pratapa Nirmala/ Fahrenheit Pratapa Nirmala) tablet 0,25mg (K)
Fargoxin (Fahrenheit Pratapa Nirmala/ Fahrenheit Pratapa Nirmala) Cairan Injeksi
0,25mg/mL (K)

DIGITOKSIN
Alkaloid lain dari digitalis yang mempunyai khasiat sama dengan digoksin, bedanya
digitoksin lebih larut dalam lemak disbanding dengan digoksin. Bioavailabilitas oral
digitoksin mendekati 100%, waktu paruhnya 4 – 7 hari, dan volume distribusinya 0,6 liter/kg.
indikasi, efek samping, dan interaksinya tidak jauh berbeda dengan digoksin.
Indikasi : gagal jantung, aritmia supraventikular, terutama fibrilasi atrium.
Peringatan : lihat pada digoksin
Interaksi : lihat pada digoksin
Kontraindikasi : lihat pada digoksin
Efek Samping : lihat pada digoksin
Dosis : Penunjang, 100mcg sehari atau 2 hari sekali; bila perlu dapat dinaikkan sampai 200
mcg sehari

2.1.2 Penghambat Fosfodiesterase


Obat–obat dalam golongan ini (milrinon dan enoksimon) merupakan penghambat enzim
fosfodiesterase yang selektif bekerja pada jantung. Manfaat yang terlihat setelah pemberian
adalah kondisi hemodinamik yang stabil, namun tidak terbukti memberikan manfaat terhadap
kemampuan bertahan hidup.
Obat ini memiliki kerja inotropic positif dan vasodilatasi dan bermanfaat bagi bayi atau
anak–anak dengan curah jantung rendah terutama setelah operasi jantung. Penghambat
fosfodiesterase harus dibatasi hanya untuk penggunaan jangka pendek karena pemberian
jangka panjang menyebabkan peningkatan mortalitas pada orang dewasa dengan gagal
jantung kongestif.
MILRINON
Indikasi : gagal jantung akut, setelah bedah jantung; pengobatan jangka pendek gagal
jantung berat yang tidak responsive terhadap pengobatan konvensional (tidak segera setelah
infarik miokard).
Peringatan : gagal jantung karena kardiomiopati hipertrofik, katup jantung stenotik atau
obstruktif atau keadaan obstruksi lainnya; perlu pemantauan tekanan darah, frekuensi
jantung, EKG, tekanan vena sentral, status cairan dan elektrolit, jumlah trombosit, fungsi hati
dan ginjal; koreksi hipokalemia; kurangin dosis pada gangguan fungsi ginjal; hindari
terjadinya ekstravasasi; kehamilan dan menyusui.
Efek Samping : denyut ektopik, takikardi ventricular atau aritmia supraventricular (lebih
mudah pada pasien aritmia); hipotensi; nyeri dada; sakit kepala; insomnia, mual dan muntah;
diare; kadang – kadang menggigil, oliguria, demam, retensi urin, nyeri di lengan dan tungkai,
nyeri dada, tremor, bronkhospasme anafilaksis dan rash.
Dosis : injeksi intravena lambat (selama 10 menit), diencerkan terlebih dahulu, 50
mcg/kg.BB diikuti dengan infus intravena 0,37 – 0,75 mcg/kg.BB/menit biasanya sampai 12
jam setelah bedah jantung atau selama 48 – 72 jam pada gagal jantung kongestif, dosis
maksimal sehari 1,13 mg/kg BB.

Coritrope (Sanofi Winthrop France/ Sanofi Aventis Indonesia) Cairan injeksi 1 mg/ml (K)
Inovad (Fahrenheit Pratapa Nirmala/ Fahrenheit Pratapa Nirmala) Cairan injeksi 1 mg/ml
(K)

AMRINON
Tidak dibahas di sini karena selektivitasnya lebih rendah, dan efek sampingnya lebih banyak
disbanding milrinon, juga potensinya 1/10 kali milrinon dan menyebabkan trombositopenia
pada 10% pasien (pada milrinon jarang terjadi).

2.2 Aritmia
2.2.1 Antiaritmia

2.2.1 Antiaritmia
Obat–obat antiaritmia dapat diklasifikasikan secara klinik menjadi kelompok obat untuk
aritmia supraventrikel (misalnya verapamil), kelompok obat untuk aritmia supraventrikel
maupun aritmia ventrikel (misal disopiramid), dan kelompok obat untuk aritmia ventrikel
(misal lidokain).
Obat–obat aritmia juga dapat diklasifikasikan berdasarkan efeknya pada aktivitas listrik sel
miokard :
Kelas Ia, b, c : obat – obat yang menstabilkan membrane (misal berturut – turut
kinidin, lidokain, flekainid).
Kelas II : beta bloker.
Kelas III : amiodaron, dan sotalol (juga kelas II)
Kelas IV : antagonis kalsium (misal verapamil, tapi bukan golongan
dihidropiridin)
Klasifikasi terakhir ini (klasifikasi Vaughan Williams) Kurang dimanfaatkan dalam praktek
klinik.
Peringatan. Efek inotropic negative obat – obat antiaritmia cenderung saling memperkuat.
Oleh karena itu perlu perhatian khusus bila obat yang digunakan dua atau lebih, terutama bila
fungsi miokard terganggu. Sebagian besar atau semua obat yang efektif dalam mengatasi
aritmia dapat juga mebuat aritmia semakin memburuk pada beberapa kondisi tertentu; selain
itu, hypokalemia meningkatkan efek aritmogenik beberapa obat.

Aritmia Supraventrikel
Adenosin merupakan obat pilihan untuk mengatasi takikardia supraventrikel paroksismal.
Karena masa kerjanya pendek sekali ( waktu paruhnya hanya 8-10 detik, tapi lebih lama bila
diberikan bersama dipiridamol), kebanyakan efek sampingnya berlangsung singkat. Berbeda
dengan verapamil, adenosin dapat digunakan setelah beta bloker. Pada asma , lebih dipilih
verapamil daripada adenosin.
Penggunaan pada anak. Adenosin tidak bersifat inotropik negatif sehingga tidak
menyebabkan hipotensi. Karena itu dapat digunakan pada anak dengan fungsi jantung yang
terganggu atau aritmia pasca operasi.
Glikosida jantung oral ( misal digoksin 2.1.1) memperlambat respons ventrikel pada kasus
fibrilasi dan floter atrium. Digoksin infus intravena jarang efektif untuk mengendalikan
kecepatan ventrikel secara cepat. Pemberian glikosida jantung dikontra indikasikan pada
aritmia supraventrikular yang berhubungan dengan sindrom Wolff-Parkinson- White.
Verapamil biasanya efektif untuk takikardia supraventrikel. Pemberian intravena awal dapat
diikuti dengan dosis oral ; hipotensi dapat terjadi . Obat ini tidak boleh digunakan untuk
takiaritmia bila kompleks QRS lebar kecuali bila asal supraventrikelnya sudah diketahui
dengan pasti. Obat ini juga fikontraindikasikan pada fibrilasi atrium dengan preeksitasi
( misalnya sindrom Wolff- Parkinson – White). Obat ini tidak boleh digunakan pada anak
dengan aritmia , tanpa pertimbangan dokter spesialis jantung ; beberapa aritmia
supraventrikel pada anak dapat dipcu oleh verapamil dengan akibat yang membahayakan.
Pemberian beta bloker secara intravena seperti esmolol atau propanolol dengan cepat dapat
mengendalikan kecepatan ventrikular. Obat- obat yang termasuk golongan antiaritmia
supraventrikel dan ventrikel adalah amiodaron, beta bloker, disopiramid, flekainid,
prokainamid, propafenon dan kinidin.
ADENOSIN
Indikasi: mengenbalikan dengan cepat takikardia supraventrikel paroksismal ke ritme sinys,
rermasuk yang berhubungan dengan jalur tanbahan ( mis, sindrom Wolff- Parkinson – White)
: membantu diagnosis takikardia sypraventrikel kompleks yang luas maupun yang sempit.
Peringatan : fibrilasi atau fluter atrium dengan jalur tambahan ( konduksi melalui jalur
tambahan tersebut dapat meningkat) ; transplantasu jantung.
Interaksi : lihat lampiran 1 (adenosin).
Kontraindikasi : blok AV derajat 2 atau 3 dan sindrom gangguan sinus ( kecuali bila
digunakan pacu jantung) ; asma.
Efek Samping : muka merah ( transient), nyeri dada, sesak napas , brinkospasme, rasa
tercekik, mual, kepala terasa rinfan , kradikardi berat; gangguan ritme ( transient) pada EKG.
Dosis : injeksi intravena cepat ke dalam vena senteal atau vena perifer yang besar , 3 mg
selama 2 detik dengan pantauan jantung; bila perlu diikuti dengan 6 mg setelah 1-2 menit ,
dan kemudian 12 mg setelah 1-2 menit lagi penambahan diais jangan dilakukan bila terjadi
blok AV derajat 2 atau lebih.
Catatan : Dosis 3 mg tidak efektif pada sejumlah pasien, maka dosis awal yang lebih tinggi
kadang – kadang digunakan tapi pasien dengan transplantasu jantung sangat sesitif terhadap
efek adenosin, dan tidak boleh diberi dosis awal yang lebih tinggi. Juga bila perlu
memberikan adenosin bersama dipiridamol, dosis awal adenosin harus dikuranfi menjadi 0.5-
1 mg .
ATP Dankos ( Dankos Farma / Dankos Farma) Cairan injeksi 10 mg/mL (K)
ATP Dankos ( Hexpharm/ Dankos Farma Tablet salut selaput 20 mg (K)
Atrivat ( Pyridam Farma / Pyridam Farma) Tablet salut enterik 20 mg (K)

Adenosin kombinasu
Myoviton ( Labaz – France / Pharos Indonesia ) Tablet salut gula (K)
Neuro ATP ( Erlimpex/ Erlimpex) Tablet salut selaput (K)
Bio ATP ( Phapris / phapros ) Tablet salut selaput (K)
Enerplus ( Sogo Industri Pharmasi / Sogo Industri Pharmasj ) Kaptabs salut selaput ( K)
Pro ATP ( Graha Farma / Graha Farma ) Kaptabs salut selaput ( K)
Vitap ( Global Multi Pharmalab / Global Multi Pharmalab) kaptabs salut selaput (K)
VERAPAMIL HIDROKLORIDA
Indikasi : hipertensi.
Peringatan : diketahui dengan pasti ; hati-hati penggunaan pada penderita dengan penurunan
transmisi neuromuskuler. Hati-hati penggunaan pada Blok AV, hipotensi, bradikard,
penurunan fungsi hepar berat, penyakit di mana transmisi neuromuscular terkena (miastenia
gravis, sindroma Lambert-Eaton, distropi otot Duchene lanjut). Efek verapamil pada
konduksi nodus AV dan SA dapat menyebabkan AV blok dan bradikardia sementara.
Interaksi : bila verapamil dikombinasikan dengan obat-obat kardiodepresan atau obat yang
menghambat nodus AV, menyebabkan sinergisme; Pemberian bersamaan dengan
antihipertensi oral lainnya (seperti vasodilator, penghambat ACE, diuretika, beta bloker) akan
memperkuat efek penurunan tekanan darah; Penggunaan verapamil dapat meningkatkan
kadar plasma karbamazepin sehingga meningkatkan efek samping karbamazepin seperti
diplopia, sakit kepala, ataksia, atau pusing; Penggunaan dengan rifampisin maupun
fenobarbital akan meningkatkan eliminasi verapamil sehingga menurunkan ketersediaan
hayati verapamil oral.
Kontraindikasi : penderita hipersensitivitas, syok kardiogenik, infark miokard akut dengan
komplikasi, AV blok tingkat II-III (kecuali pada pasien dengan pacu jantung), sindroma sick
sinus (kecuali pada pasien dengan pacu jantung), gagal jantung kongestif, fluter atau fibrilasi
atrium dengan jalur by pass (misal sindroma Wolff-Parkinson-White, sindroma Lown-
Ganong-Levine).
Efek Samping : efek sambing yang umum terjadi adalah: konstipasi, pusing, mual, hipotensi,
sakit kepala, edema, edema paru, fatigue dispnea, bradikardi, AV blok, rash.
Dosis: hipertensi, 240-480 mg sehari dalam 2-3 dosis terbagi. Injeksi intravena lambat selama
2 menit (3 menit pada usia lanjut), 5-10mg (sebaiknya dengan pemantauan ECG), pada
takiaritmia paroksimal jika perlu 5 mg lagi setelah 5-10 menit.
Angina, 80-120 mm 3 kali sehari; Hipertensi, 40 mg 3 kali sehari untuk penderita dengan
respon meningkat seperti pada penderita usia lanjut dan penurunan fungsi hati; Aritmia,
penderita yang mendapat digitalis: 240-320 mg dalam 3-4 dosis bagi; Penderita yang tidak
mendapat digitalis: 240-480 mg dalam 3-4 dosis bagi.
Verapamil (Generik) Tablet salut selaput 80 mg (K)
Isoptin (Abbott Indonesia/Abbott Indonesia) Tablet salut selaput 80 mg (K)

Aritmia Supraventrikel dan Ventrikel


Amiodaron digunakan untuk pengobatan takikardia yang berkaitan dengan sindrom Wolff-
Parkinson-White. Obat ini digunakan untuk pengobatan aritmia lain bila obat-obat lain tidak
efektif atau dikontraindikasikan dan sebaiknya dimulai hanya di Rumah Sakit atau di bawah
supervise dokter spesialis jantung. Obat ini digunakan untuk takikardia ventrikel paroksismal,
takikardia nodus dan ventrikel; fibrilasi dan fluter atrium, dan fibrilasi ventrikel. Obat ini
dapat diberikan melalui infuse intravena maupun oral, keuntungannya adalah tidak atau
hanya sedikit menyebabkan depresi miokard. Amiodaron intravena bekerja relatif cepat
disbanding amiodaron oral.
Injeksi intravena amiodaron dapat digunakan dalam resusitasi jantung-paru untuk fibrilasi
ventrikel atau pulseless tachycardia yang tidak memberikan respon terhadap intervensi yang
lain.
Amiodaron mempunyai waktu paruh yang sangat panjang (sampai berminggu-minggu) dan
hanya perlu diberikan sekali sehari (tapi dosis besar dapat menyebabkan mual bila tidak
diberikan dalam dosis terbagi). Diperlukan waktu berminggu-minggu atau beberapa bulan
untuk mencapai kadar lunak (steady state) obat ini dalam plasma; hal ini terutama penting
bila ada interaksi dengan obat lain.
Kebanyakan pasien yang diberi amiodaron mengalami mikrodeposit yang reversible di
kornea yang jarang mengganggu penglihatan tetapi bagi pengendara mobil di malam hari
mudah silau oleh lampu besar. Namun, apabila penglihatan terganggu atau apabila terjadi
neuritis optik, amiodaron harus dihentikan untuk mencegah kebutaan dan diperlukan nasihat
dokter. Karena adanya kemungkinan reaksi fototoksik, pasien disarankan untuk melindungi
kulit dari cahaya selama berbulan-bulan setelah menghentikan amiodaron dan disarankan
untuk menggunakan pelindung sinar matahari yang berspektrum lebar untuk melindungi kulit
terhadap sinar ultraviolet dan sinar yang visible (tabir surya).
Amiodaron mengandung iodium dan dapat menyebabkan gangguan fungsi tiroid, baik
hipotiroid maupun hipertiroid. Penilaian secara klinis saja tidak cukup untuk dapat
menentukannya dan diperlukan uji laboratorium yang dilakukan tiap 6 bulan. Tiroksin (T4)
dapat meningkat tanpa adanya hipertiroid, karena itu tri-iodotironin (T3), T4, dan thyroid-
stimulating hormone (thyrotrophin, TSH) sebaiknya semuanya diuji. Peningkatan T3 dan T4
dengan kadar TSH yang sangat rendah atau tidak terdeteksi menunjukkan terjadinya
tirotoksikosis. Tirotoksikosis bisa sangat sulit diatasi sehingga amiodaron biasanya harus
dihentikan untuk sementara agar mudah dikendalikan; mungkin diperlukan pengobatan
dengan karbimazol. Hipotiroid dapat diobati dengan terapi sulih tanpa menghentikan
amiodaron bila obat ini sangat diperlukan bagi pasien yang bersangkutan; namun diperlukan
pengawasan yang lebih hati-hati.
Bila terjadi sesak napas atau batuk yang baru muncul dan memburuk harus selalu diduga
terjadi pneumonitis. Gejala neurolgik yang baru muncul menunjukkan kemungkinan
terjadinya neuropati perifer.
Amiodaron juga dihubungkan dengan hepatotoksisitas dan obat sebaiknya dihentikan bila
terjadi gangguan fungsi hati yang berat atau muncul tanda-tanda klinis penyakit hati.
Beta Bloker bekerja sebagai obat antiaritmia terutama dengan mengurangi efek system
simpatis terhadap automatisitas dan konduktivitas jantung.

Setalol digunakan untuk aritmia ventrikel.

Disopiramid Intravena digunakan untuk mengendalikan aritmia yang terjadi setelah infark
miokard (termasuk aritmia yang tidak respnsif terhadap lidokain), tapi obat ini menggaanggu
kontraktilitas jantung. Disopiramid oral bermanfaat, tetapi efek antimuskariniknya membatasi
penggunaannya pada pasien glaukoma sudut sempit atau hipertrofi prostat.

Flekainid termasuk dalam kelas yang sama dengan lidokain. Obat ini mungkin berguna
untuk gejala aritmia ventrikel yang serius, juga diindikasikan untuk takikardia yang
melibatkan nodud AV dan untuk fibrilasi atrium paroksimal. Sama dengan kuinidin, flekainid
dapat menyebabkan aritmia yang serius pada sebagian kecil pasien ( bahkan bisa terjadi pada
pasien dengan jantung yang normal).

Prokainamid intravena dapat digunakan untuk mengatasi aritmia ventrikel.

Propafenon digunakan untuk profilaksis dan pengobatan aritmia ventrikel dan juga untuk
beberapa aritmia supraventrikel. Mekanisme kerjanya kompleks, termasuk memiliki aktivitas
seperti beta bloker lemah (oleh karena itu harus hati-hati bila digunakan pada penyakit paru
obstruktif di kontraindikasikan bila berat).

Kinidin dapat mengurangi aritmia supraventrikel dan ventrikel. Kinidin sendiri dapat
menyebabkan ganggguan ritme dan harus digunakan di bawah supervisi dokter spesialis
jantung. Obat ini sekarang jarang digunakan.

Obat - obat untuk aritmia supraventrikel meliputi adenosin, glikosida jantung, dan verapa
mil. Obat – obat untuk aritmia ventrikel adalah lidokain, meksiletin, dan fenitoin.

AMIODARON HIDROKLORIDA

Indikasi: lihat di atas ( harus dimulai di rumah sakit atau di bawah supervise dokter ahli
jantung).

Peringatan: Uji fungsi hati dan fungsi tiroid diperlukan sebelum terapi dan kemudian tiap 6
bulan; kadar kalium serum, sinar alpha toraks diperlukan sebelum terapi; gagal jantung,
gangguan ginjal; usia lanjut, bradikardi dan gangguan konduksi berat pada dosis berlebih:
pemberian intravena dapat menyebabkan penurunan tekanan darah yang moderat dan traslen
(kolaps sirkulasi terjadi pada pemberian yang cepat atau dosis berlebih) atau toksisitas
hepatoselular berat (pantau transaminase dengan teliti dalam): porvfiria.

Interaksi: lihat lampiran 1 (Amiodaron)


Kontraindikasi: bradikardi sinus, blok SA; kecualo bila digunakan pacu jantung hindarkan
pada gangguan konduksi yang berat atau penyakit nodus SA; gangguan fungsi tiroid;
kehammilan dan menyusul (lampiran 3); sesitivitas terhadap iodium; hindari pemberian
intravena pada gagal pernapasan yang berat, kolaps sirkulasi, hipotensi arterial yang berat.

Efek Samping: mikrodeposit di kornea yang reversible (kadang-kadang dengan silau


dimalam hari), jarang gangguan penglihatan akibat neuritis optic; neuropati perifer dan
miopati (biasanya reversible bila obat dihentikan); bradikardi dan gangguan konduksi; foto
toksisitas dan jarang perwarnaan kulit menjadi abu-abu yang persisten; hipotiroidisme,
hipertiroidisme; alveolitis paru yang difus, peneumonitis, dan fibrosis; peningkatan
transsaminasus serum, (mungkin perlu penurunan dosis atau penghentian obat bila disertai
dengan penyakit hati akut); penyakit kuning, hepatitis dan sirosis; jarang mual, muntah, rasa
logam, gemetar, mimpi buruk, vertigo, sakit kepala, susah tidur, rasa lelah, kepala botak,
kesemutan, tekanan intracranial sedikit meningkat, inpotensi, epididimoorkitis; rash
(termasuk dermatitis eksfoliatif), hipersensitivitas termasuk vaskulitis, gangguan ginjal dan
trombositopenia; anemia himolitik atau aplastic; anaflaksis bila disuntikkan cepat, juga
hipotensi, bronkospasme, berkeringan dan mukak merah.

Dosis: oral, 200 mg 3 kali sehari selama 1 minggu 200 mg 2 kali sehari. Selama 1 minggu
berikutnya; dosis penunjang biasanya 200 mg seharu atau dosis minimal yang diperlukan
untuk mengendalikan aritnia.

Infus Intravena via kateter vena cental, 5 mg / kg BB selama 20 – 120 menit dengan pantauan
ekg maksimal 1,2 g dalam 24 jam.

Cordarone (sanovi Winthrop france / aventis Indonesia pharma) tablet 300 mg (K)

Cortifib (Sandoz Canada Inc – Canada/Sandoz – Indoonesia) injeksi 50 mg/ml (K)

Kendaron (prafa/daria varia laboratoria) tablet 200 mg (K)

Tiyarit (Fahrenheit pratapa nirmala/Fahrenheit pratama nirmala) tablet 300 mg (K)

Tiyarit (Fahrenheit pratama nirrmala/ Fahrenheit pratama nirrmala) injeksi 50mg/ml (K)

Lamda (pharos Indonesia, pharos Indonesia) cairan injeksi 50mg/ml (K)

Rexidron (Novell Pharmaceutical Lab/Novell Pharmaceutical Lab) Tablet 200 mg (K)


Azoran (Pharos Indonesia/ Pharos Indonesia) Injeksi 500 mg (K)

DISOPIRAMID
Indikasi:
Aritmia ventrikel, terutama setelah infark miokard; aritmia supraventrikel
Peringatan:
Hentikan bila terjadi hipotensi, hipoglikemia, takikardia atau fibrilasi ventrikel atau torsades
de pointes; fluter atau takikardia atrium dengan blok parsial, blok cabang bundel His, gagal
jantung (hindari bila berat); pembesaran prostat; glaukoma; gangguan hati atau ginjal;
kehamilan dan menyusui.
Interaksi:
Lihat lampiran 1 (Disopiramid).
Kontraindikasi:
Blok jantung derajat 2 atau 3 dan disfungsi SA (kecuali bila dipakai pacu jantung); syok
kardiogenik; gagal jantung berat yang tidak terkompensasi.
Efek Samping:
Takikardia ventrikel, fibrilasi ventrikel atau torsades de pointes (biasanya disertai dengan
pemanjangan kompleks QRS atau interval QT), depresi miokard, hipotensi, blok AV; efek
antimuskarinik (mulut kering, penglihatan kabur, retensi urin); iritasi saluran cerna; psikosis,
penyakit kuning kolestatik, hipoglikemi.
Dosis:
Oral, 300-800 mg sehari dalam dosis terbagi.
Injeksi intravena lambat, 2 mg/kg bb selama paling sedikit 5 menit sampai maksimal 150 mg,
dengan pantauan EKG, segera diikuti dengan 200 mg oral, kemudian 200 mg tiap 8 jam
selama 24 jam atau infus intravena 400 mcg/kg bb/jam, maksimal 300 mg dalam jam pertama
dan 800 mg sehari.

KINIDIN
Indikasi:
supresi takikardia supraventrikel dan aritmia ventrikel (lihat di atas).
Peringatan:
dosis uji 200 mg untuk mendeteksi reaksi hipersensitivitas, penanganan khusus pada gagal
jantung tidak terkompensasi, blok jantung derajat pertama tau kedua, miokarditis, kerusakan
miokard berat dan pada miastenia gravis; kehamilan.
Interaksi:
lampiran 1 (Kinidin).
Kontraindikasi:
blok jantung.
Efek Samping:
lihat Prokainamid HCl; juga aritmia ventrikel, trombositopenia, anemia hemolitik; jarang
hepatitis granuloma; juga sinkonisme.
Dosis:
oral, kinidin sulfat 200-400 mg 3-4 kali sehari.
Catatan: kinidin sulfat 200 mg = kinidin bisulfat 250 mg.

PROKAINAMID HIDROKLORIDA
Indikasi:
aritmia ventrikel, terutama setelah infark miokard, takikardia atrium.
Peringatan:
usia lanjut, gangguan hati atau ginjal, asma, miastenia gravis; kehamilan.
Interaksi:
lihat lampiran 1 (Prokainamid).
Kontraindikasi:
blok jantung, gagal jantung, hipotensi; SLE; tidak diindikasikan untuk torsades de
pointes (dapat memperburuk); menyusui.
Efek Samping:
mual, diare, ruam kulit, demam, depresi miokard, gagal jantung, sindrom seperti SLE
(Syndrome resembling systemic lupus erythematosus), agranulositosis setelah pemakaian
lama; psikosis dan angioedema.
Dosis:
Injeksi intravena lambat, kecepatan tidak melebihi 50 mg/menit, 100 mg dengan pantauan
EKG, diulang dengan interval 5 menit sampai aritmia teratasi; maksimum 1 g.
Infus intravena, 500-600 mg selama 25-30 menit dengan pantauan EKG, diikuti dengan
penunjang dengan kecepatan 2-6 mg/menit, kemudian bila perlu secara oral seperti di atas,
dimulai 3-4 jam setelah infus.

PROPAFENON HIDROKLORIDA
Indikasi:
aritimia ventrikel, takiaritmia supraventrikel paroksismal, termasuk fluter atau fibrilasi atrium
paroksismal dan takikardia berulang paroksismal yang melibatkan AV node atau jalur
tambahan, yang tidak memberikan respons terhadap terapi standar atau dikontraindikasikan.
Peringatan:
gagal jantung, lansia, pasien yang menggunakan pacu jantung, sangat hati-hati pada pasien
obstruksi pernafasan akibat penggunaan beta bloker (dikontraindikasikan jika berat),
gangguan fungsi hati (lampiran 2), gangguan fungsi ginjal (lampiran 3), kehamilan (lampiran
4), menyusui (lampiran 5).
Interaksi:
lampiran 1 (propafenon).
Kontraindikasi:
gagal jantung kongestif yang tidak terkontrol, syok kardiogenik (kecuali jika terinduksi
karena aritmia), bradikardia berat, gangguan keseimbangan elektrolit, penyakit obstruksi paru
berat, hipotensi berat, miastenia gravis, gangguan konduksi atrium, disfungsi nodus sinus
(kecuali yang dapat dihindari dengan pacu jantung), AV block derajat dua atau yang lebih
berat, bundle branch block or distal block.
Efek Samping:
efek antimuskarinik termasuk konstipasi, pandangan kabur, dan mulut kering; telah
dilaporkan pusing, mual dan muntah, letih, mulut terasa pahit, diare, sakit kepala, dan reaksi
alergi kulit; hipotensi postural, terutama pada lansia; bradikardi, sino-atrial, penghambatan
atrioventrikel atau intraventrikel, efek aritmogenik (pro-aritmia), jarang terjadi: reaksi
hipersensitivitas (kolestasis, gangguan darah, sindrom lupus), kejang; juga dilaporkan
mioklonik.
Dosis:
Berat badan lebih dari atau sama dengan 70 kg, dosis awal 150 mg 3 kali sehari sesudah
makan, di rumah sakit, yang langsung diikuti dengan monitoring EKG dan tekanan darah
(jika perpanjangan interval QRS lebih dari 20%, dosis dikurangi atau dihentikan hingga EKG
kembali ke normal); dosis dapat ditingkatkan menjadi 300 mg 2 kali sehari, dengan interval
waktu sekurangnya 3 hari dan jika diperlukan, ditingkatkan menjadi maksimal 300 mg 3 kali
sehari; Berat badan di bawah 70 kg, dosis dikurangi; Lansia, dapat merespons dosis yang
lebih rendah.

Aritmia Ventrikel
Lidokain (1 gnokain) relatif aman bila diberikan sebagai injeksi intravena yang diberikan
dengan lambat dan harus menjadi pilihan utama dalam keadaan darurat. Meskipun efektif
dalam mengurangi takikardia ventrikel dan mengurangi resiko terjadinya vibrilasi ventrikel
setelah infark miokard, obat yang tidak mengurangi mortalitas bilpa digunakan sebagai
profilaksis dalam kondisi ini. Pada pasien gagal jantung atau hati, dosis perlu dikurangi untuk
mencegah terjadinya konvulsi,depresi SSP,atau depresi sistem kardiovaskular.
Meksiletin diberikan sebagai injeksi intravena yang diberikan secara lambat bila lidokain
tidak efektif; obat ini mempunyai kerja yang serupa, Efek yang tidak diinginkan dalam sistem
kardiovaskular dan SSP membatasi dosis yang dapat ditoleransi; mual dan muntah dapat
menyebabkan dosis efektif tidak dapat diberikan secara oral. Profilaksis dan pengobatan
aritmia vertrikal yang serius dan mengancam jiwa pada sistem yang kondisinya sudah stabil
dengan pemberian morasizin. Obat-obatan baik untuk aritmia supraventrikal dan ventrikel
meliputi; amiodaron, beta bloker,disopiramid,flekainid,prokainamid,propafenon dan
kinidin.
FENITOIN NATRIUM
Indikasi: aritmia (lihat keterangan di atas); untuk penggunaan epilepsi (lihat 4.3.1).
Peringatan: lihat 4.8.1
Kontraindikasi: Bradikardi sinus; blok SA; blok jantung derajat 2 dan 3; sindrom stokes
adams
Efek Samping: lihat 4.8.1
Dosis: aritmia, injeksi intravena lewat kateter vena sentral, 3,5-5 mg/kg BB pada kecepatan
tidak lebih dari 50 mg/menit, dengan pemantauan tekanan darah dan EKG; ulagi sekali lagi
jika perlu (jarang dipakai, lihat keterangan diatas).
Phenytoin (Generik) Cairan injeksi 50 mg/ml (K)
Phenytoin (Generik) Kapsul 30 mg, 100 mg (K)
Decatona (Harsen/Harsen) Kapsul 30 mg, 100 mg (K)
Dilantin (Actavis Italya S.P.A – Italy/Pfizer Indonesia) Cairan injeksi 50 mg/ml (K)
Dilantin (Pfizer Indonesia/Pfizer Indonesia) Kapsul 100 mg (K)
Ikaphen (Ikapharmindo Putramas/Ikapharmindo Putramas) Cairan injeksi 50 mg/ml (K)
Kutoin (Prafa/Marsifarma Tirmaku Mercusana) Cairan injeksi 50 mg/ml (K)
Kutoin (Marsifarma Tirmaku Mercusana/Marsifarma Tirmaku Mercusana) Kapsul 100 mg
(K)
Lapsicon (Novel) Pharmaceutical Lab/Euterical Pharma) Injeksi 50 mg/ml (K)
Mavileus (Dexa Medica/Dexa Medica) Tablet 50 mg (K)
Movileps (Dexa Medica/Dexa Medica) Kapsul 100 mg (K)
Pharsixib (Pharos Indonesia/Pharos Indonesia) Cairan Injeksi 50 mg/ml (K)
Kombinasi dengan kalsium fosfat
Endotoin (Cendo/Cendo) Kapsul 100 mg (K)
LIDOKAIN HIDROKLORIDA (Lignokain hidroklorida)
Indikasi: aritmia ventrikal, terutama setelah infark miokard.
Peringatan: dosis lebih rendah pada gagal jantung kongesif,pada gagal hati,gagal ginjal dan
setelah bedah jantung;usia lanjut; kehamilan.
Interaksi: lampiran 1 (Lidokain).
Kontraindikasi: gangguan nodus SA,semua derajat blok AV, depresi miokard yang berat;
porfiria.
Efek Samping: pusiong, kesemutan atau mengantuk (terutama bila injeksi terlalu cepat); efek
SSP lainnya (bingung,depresi pernafasan dan konvulsi); hipotensi dan bradikardi (sampai
terjadi henti jantung); hipersensitivitas.
Dosis: injeksi intervena, pada pasien tanpa gangguan sirkulasi yang berat, 100 mg sebagai
bolus selama beberapa menit 50 mg pada pasien dengan BB lebih ringan atau pasien dengan
gangguan sirkulasi yang berat),segera diikuti dengan infus 4 mg/menit selama 30 menit, 2
mg/menit selama 2 jan, kemudian 1 mg/menit; kadarnya dikurangi lagi bila infusnya
dilanjutkan lebih dari 24 jam (pantauan EKG dan supervisidokter asli jantung).
Penting setelah injeksi intravena, lidokain masa kerjanya pendek (berakhir dalam 25-20
menit). Bila infus intravena tidak segera tersedia,injeksi intravena awal 50-100 mg dapat
diulangi bila perlu 1 kali atau 2 kali dengan interval tidak kurang dari 10 menit.
Lidocain (Generik) Cairan injeksi 2%,5% (K)
Kiafacaine (Kimia Farma/Kimia Farma)
Lidodex (Bernofarm/Bernofarm) Cairan injeksi 5% (K)
Lidox (Bernofarm/Bernofarm) Cairan Injeksi 2% (K)
Lignovell (Novel Pharmaceutical Lab/Novel Pharmaceutical Lab) Cairan Injeksi 20 mg/ml
(K)
Lidocain Compositum (Indofarma/Indofarma) Injeksi 2% (K)
Lidofion (Bernofarm/Infion) Injeksi 20 mg/ml (K)
Loxin (Lucas Djaya/Lucas Djaya) Cairan Injeksi 20 mg (K)
Sensiva (Claris Life Sciences Ltd-India/Claris Life Sciences Indonesia) Cairan Injeksi 2%
(K)
Xylocaine (Astra Zeneca AB-Sweden/Astra Zeneca Indonesia) Injeksi 2% (K)

Kombinasi Dengan Epinefrin


Inacain (Indofarma/Indofarma) Injeksi 2% (K)
Pehacain (Phapros/Phapros) Cairan Injeksi 2% (K)
Xylestecin-A (3M Health Care Limited/Kalbe Farma) Cairan Injeksi (K)
Lidokain Kombinasi
Bioneuron (Phapros/Phapros) Injeksi (K)
Camidon (Lucas Djaya/Lucas Djaya) Cairan Injeksi (K)
Neurotrat Forte (Normark Werke-West Germany/Tunggal) Cairan Injeksi (K)
Novabion (Novapharin/Nofapharin) Cairan Injeksi (K)
Paramidon (Prafa/Prafa) Cairan Injeksi (K)

MEKSILETIN HIDROKLORIDA
Indikasi: Aritma vertical, terutama setelah infark miokard.
Peringatan: gangguan hati, pemantauan ketat pada awal terapi (termasuk EKG, tekanan
darah); kehamilan.
Interaksi: lihat lampiran 1(Meksiletin)
Kontraindikasi: bradikardi,syok, blok AV derajat tinggi,diare,bradikardi,hipotensi fibriasi
atrium,palpitasi, gangguan konduksi, eksaserbi aritmia,torsades de poites; mengantuk,
bingung, konvulsi, gangguan kejiwaan, disartria, atksia, kesemutan, nistagmus, tremor;
jaundice,hepatitis, rash, sindrom Stevans Johnsons, gangguan darah; lihat juga keterangan di
atas.
Dosis: oral, dosis awal 400 mg (mungkin ditingkatkan sampai 600 mg jika analgesic oploid
juga diberikan), setelah 2 jam diikuti dengan 200-250 mg 3-4 kali sehari.
Injeksi Intravena, 100-250 mg dengan kecepatan 25 mg/menit dengan pantauan EKG
diikuti dengan infus 250 mg dalam larutan 0,1 % selama 1 jam, 125 mg/jam untuk 2 jam,
kemudian 500 mcg/menit.
Mexitec (merck Sharp & Dohme/Merck Sharp & Dohme) Kapsul 50 mg (K).

Anda mungkin juga menyukai