Anda di halaman 1dari 25

MENJELASKAN DAN

MENGHITUNG PENYESUAIAN
DOSIS DIGOXIN
KELOMPOK 3 (3.2)
 FIKI JULFITRA TELAMBANUA
150309087
 RETNO AMALIA
150309184
 MERISKA
150309103
 MAULIDA YANA
150309106
 DENY SABRINA HUTAGALUNG
150309075
 SUSI ERISA TAMPUBOLON
150309129
 NUR MAULIDA
150309113
 VERONIKA MAGDALENA SINAGA
150309132
 ACHMAD MAULANA YAZID
150309069
Digoxin adalah suatu glikosida jantung
dan alkaloida digitalis yang digunakan
dalam pengobatan gagal jantung dan
aritmia supraventikular.
Digoxin merupakan obat yang
berhubungan dengan Na-K ATP-Ase :
yaitu penghambatan ikatan sub unit alfa
pada Na+- K+ ATPase (pompa sodium).
Khasiat digoxin yaitu :
inotropik positif, yaitu mengakibatkan
kontraktil otot meningkat, sehingga
digunakan untuk congestif heart failure
yaitu untuk udema jantung atau paru.
Kronotropik negative yaitu frekuensi
jantung menurun, sehingga memberikan
kesempatan otot jantung untuk
melakukan recovery, sehingga pukulan
menjadi kuat.
keuntungan pemberian digoxin pada penderita
gagal jantng yang kemungkinan berhubungan
dengan efek modulasi terhadap abnormalitas
neurohormonal
Pertama, efek simpatoinhibitor :
Dimana digoxin memiliki efek
simpatoinhibitor langsung yang tidak
terlihat yang ad hubungannya pada
peningkatan cardiacoutput yang dihasilkan
oleh obat.
Kedua, digoxin memiliki efek
vagomimetik, yaitu meningkatkan
vagaltone yaitu menurunkan sinoatrial dan
konduksi antriventricular (Wiwin, 2016).
Ambang Terapetik dan
Konsentrasi Toksik (MTC)

Walaupun terdapat variasi yang sangat


besar diantara pasien, konsentrasi plasma
digoxin secara umum bernilai ~ 1 hingga
2 mcg/L (ng/mL) biasanya diangap berada
didalam kisaran terapeutik. Data saat ini
mengindikasikan bahwa kisaran terapeutik
0,5 hingga 0,9 mcg/L diindikasikan untuk
pasien dengan CHF (congestive heart
failure).
Kisaran target yang lebih rendah ini
didasarkan pada fakta bahwa kebanyakan
pasien dengan disfungsi ventricular kiri
tidak menunjukkan manfaat terapeutk
tambahan dari penggunaan konsentrasi
digoxin yang lebih tinggi dan pasien
tersebut memiliki resiko yang lebih besar
terhadap toksisitas dengan konsentrasi
digoxin ≥ 1,2 mcg/L.
Parameter Farmakokinetika Klinik

1. Absorbsi
Absorbsi digoxin melalui difusi pasif tergantung
luas area dan kosentrasi meningkat karena dosis
yang meningkat dan absorbs yang meningkat.
Digoxin tablet diabsorbsi 60-80%,sedangkan dalam
bentuk kapsul digoxin diabsorbsi lebih dari 90% jika
diberikan dalam 1-3 jam. Hal ini akan dilanjutkan
dengan distribusi terhadap jaringan selama 6-8 jam.
Pada beberapa pasien,kemuadian digoxin peroral
sebagian akan diinaktivasi oleh bakteri,sehingga
antibiotic akan dapat meningkatkan aborbsi digoxin
(Wiwin, 2016).
2. Distribusi
K+ -Na+ ATPase,mengakibatkan
hipokaliemia,dimana distribusi meningkat
dan volume distribusi meningkat. Otot
skelet akan mengikat 50% dari total
digoxin (Wiwin, 2016).
3. Metabolisme
Hanya 16% digoxin yang telah
diabsorbsi akan dimetabolisme yang akan
dikeluarkan dalam bentuk tak berubah
melewati urin. Metabolime digoxin terjadi
dihepar dimana reaksi reduksi dan
oksidasi (lebih kecil dibandingkan didalam
lambung).
4. Ekskresi
Ekskresi digoxin melewati dua jalur
yaitu ekskresi bilier dan ekskresi renal.
Tetapi klirens total = 180 ml/menit atau
1,73m2. Klirens renal = 140 ml/menit atau
1,73m2. Jadi klirens hepatik tidak begitu
berpengaruh. Digoxin biasa digunakan 1
kali sehari. Dan karena digoxin
diperuntukan pada pasien gagal jantung
yang memerlukan pengobatan segera
maka diperlukan Loading Dose atau dosis
muatan, sehingga konsentrasi digoxin
langsung mencapai range terapi
T ½ digoxin 36 – 48 jam pada pasien
dengan fungsi ginjal normal dan 3,5 – 5
hari pada pasien anuria. Pada pasien
dengan fungsi ginjal normal pemberian
secara oral setiap hari dengan dosis
pemeliharaan tanpa pemberian Loading
Dose akan menyebabkan konsentrasi saat
steady state tercapai dalam 7 hari
(Wiwin, 2016).
PENGARUH KONDISI PATOFISIOLOGI
PASIEN TERHADAP PARAMETER

Seperti diketahui bahwa sistem


sirkulasi memegang peran sentral disposisi
obat. Begitu obat terabsorpsi dari sistem
gastro – intestinal, topikal ( otot), atau
langsung masuk ke dalam sistem sirkulasi
sesudah pemberian intravena, fraksi obat
bebas (protein unbound) akan terdistribusi
ke seluruh organ tubuh, termasuk reseptor
dan organ tereliminasi.
Patofisiologi Gagal Jantung

Gagal jantung, suatu kelainan fungsi


jantung , menimbulkan ketidak cukupan
aliran darah untuk memenuhi kebutuhan
jaringan tubuh, baik ketika istirahat ataupun
beraktivitas normal. Spektum gagal jantung
meliputi gagal jantung kongesti ringan-shock
kardiogenik . Dalam merespon penurunan
fungsi jantung, terjadilah gangguan atau
sejumlah reaksi untuk mengkompensasi
penurunan tersebut
Parameter Farmakokinetika
Gagal Jantung
1. Absorbsi Obat
Gagal jantung dapat mengubah ketersediaan
hayati obat disebabkan karena perlambatan
kecepatan aliran darah di tempat-tempat
absorpsi. Misalnya, terjadinya vasokonstriksi
pada otot skelet yang diatur oleh syaraf simpatis,
memperlambat kecepatan absorpsi obat setelah
pemberian intramuskular pada pasien. Gangguan
syaraf otonom (kenaikan aktifitas syaraf
simpatis, penurunan aktitifitas syaraf
parasimpatis) atau terjadinya hipoperfusi
jaringan dapat mengurangi mutilitas gastro-
intestinal, sehingga memperlama waktu transit
obat.
2. Distribusi Obat
Respon syaraf otonom terhadap gagal
jantung tersebut merupakan sumber
perubahan distribusi obat. Ketika terjadi
penurunan fungsi jantung timbul autoregulasi
aliran darah (aliran darah ke otak dan otot
lebih jantung besar), sehingga sebagian besar
obat didalam darah di alirkan ke otak jantung,
dan sisanya dalam porsi kecil menuju ke ginjal
otak dan organ splanchnik, karna aliran darah
ke organ-organ berkurang. Didalam ginjal
aliran darah di alirkan melalui aliran korteks ke
juxtamedulla nefron. Penurunan aliran darah
juga menyebabkan kekurangan kecepatan dan
kemungkinan jumlah obat yang diambil oleh
volume cairan ekstraseluler, obat akan
terdistribusi lebih banyak dari normal, sehingga
memperbesar volume distribusi obat.
3. Klirens obat
Karena perubahan kecepatan aliran
darah ke tempat-tempat eliminasi utama
(hati dan ginjal), maka klirens hepatik
dan renal obat juga akan berubah.
Perlambatan aliaran darah karena gagal
jantung (atau karena obat-obat penekan
jantung, misalnya norepinefrin,
propranolol) akan memperlambat klirens
hepatik obat-obat Eh tinggi sebab terjadi
perlambatan aliran darah hepatik,
sehingga meningkatkan kadarnya dalam
darah jika dosis maintenance obat tidak
dikurangi.
4. Regimen Dosis
Digoxin pada dosis rendah,
mengakibatkan kosentrasi digoxin pada
plasma kurang dari 1 ng/ml, memiliki efek
hemodinamik, neurohormonal dan klinik yang
menguntungkan. Penelitian retrospektif
terhadap analisis digoxin dalam plasma
menduga bahwa digoxin memiliki efek,
dengan kemungkinan dapat menurunkan
angka kematian jika konsentrasi pada plasma
berkisar antara 0,5 – 0,9 ng/ml dan dapat
meningkatkan kematian ketika kadar plasma
diatas 1ng/ml (Wiwin, 2016).
Terdapat data dari penelitian terhadap
kadar plasma digoxin yang menduga bahwa
pasien dengan fungsi ginjal normal yang
tidak mendapat pengobatan bahwa
kemungkinan untuk kenaikan kadar plasma
digoxin, dengan dosis 0,125 mg setiap hari
akan diperoleh kadar plasma sekitar 0,8
ng/ml. Penetapan kadar plasma digoxin
secara rutin tidak diperlukan karena kadar
plasmanya dapat diprediksi dari penggunaan
dosisnya. Hanya pada setelah fase distribusi
(12-24 jam setelah pemberian) akan berguna
untuk mengevaluasi apakah dosis digoxin
dapat memberikan kadar plasma yang sesuai
(Wiwin, 2016).
 Dewasa : Pada penderita dewasa jika klirens
kreatinin lebih > 20 ml/menit = 0,5 mg 2x sehari
jarak 6 jam. Jika diberikan secara i.v maka 0,375
mg 2x sehari jarak 6 jam (Wiwin, 2016).
 Gagal ginjal : Pada penderita gagal ginjal dimana
klirens kreatinin < 20 ml/menit = 0,25 2x sehari
jarak 6 jam (Wiwin, 2016).
 Dan jika diberikan secara i.v maka dosis nya
0,1875 mg 2x sehari jarak 6 jam. Anak-anak :
Usia > 2 tahun : 30-40 µg/kg, Bayi : Premature :
20 µg/kg, bayi = < 2 bulan = 30 µg/kg dan < 2
tahun = 40-50 µg/kg. Berat badan rendah :
Berat badan < 40 kg = 0,1875 mg 2x sehari
jarak 6 jam (Wiwin, 2016).
 DL (bisa diterima oleh pasien)
D maintanace/pemeliharaan = 0,25 mg/hari (CLcr
> 20 ml/min) CLcr < 2ml/menit & BB < 40
kg 0,12 mg/kg (Wiwin, 2016).
Contoh Dan Kasus

Estimasikan dosis muatan digoxin


yang akan menghasilkan konsentrasi
plasma sebesar 0,8 mcg/L untuk pasien
yang berusia 50 tahun dan berat badan
70 kg dengan klirens kreatinin 80
mL/menit, serta sedang menjalani
pengobatan untuk gagal jantung kongestif
(Michael, 2012).
Maka :
Dalam mengestimasi dosis muatan dibutuhkan
pengetahuan mengenai volume distribusi obat.
Walaupun seseorang mempertimbangkan untuk
mengunakan nilai rerata V digoxin literatur (7,3 L/kg),
suatu pendekatan yang lebih konservatif dan atau
logis adalah untuk mengunakan estimasi parameter
pada pasien tertentu. Dengan mempertimbangkan
fungsi ginjal pasien (Clcr = 80 mL/menit), maka
volume distribusi pasien dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan :

VDigoxin (L) = (3,8 L/kg) (Berat dalam kg) + (3,1)


(Clcr dalam mL/menit)
= (3,8 L/kg) (70 kg) + (3,1) (80
mL/menit)
= 266 L + 248 L
= 514 L
Selanjutnya dengan menggunakan
persamaan berikut dosis muatan dapat di
hitung sebagai berikut :
Dosis Muatan
=

= 587 mcg atau 500 mcg (Michael,


2012).
Pada kasus ini, diasumsikan bahwa dosis
muatan diberikan secara oral dalam bentuk
tablet. Oleh sebab itu, bioavailibilitas (F) yang
digunakan adalah 0,7. Jika dosis muatan
diberikan secara intravena, maka (F) nya bernilai
1 dan dosis muatan yang dihitung akan bernilai
411mcg (= 375 mcg) (Michael, 2012).
Dosis muatan digoxin umumnya tidak
diberikan pada pasien CHF dalam kondisi rawat
jalan. Dosis muatan dalam kondisi perawatan
akut. Perbedaannya dapat berupa tingkat
ketajaman, kemampuan untuk memantau pasien
secara ketat selama proses pemberian muatan,
dan kemungkinan tekanan ekonomi yang
memaksa klinisi untuk mencapai tujuan
terapeutik secepat mungkin (Michael, 2012).
terimakasih

Anda mungkin juga menyukai