Anda di halaman 1dari 4

Nama : Khoirun Nisa

Dwi Saptono
Kelas : Gatotkaca 2
NIM : P1337420516048
P1337420516066

Digitalis
Digitalis berasal dari daun digitalis purpurea,tetapi biji dan daun tanaman digitalis jenis lain
juga berisi zat aktif. Digitalis merupakan glikosida yang terdiri atas steroid, cincin lokton, dan
beberapa molekul heksosa.
Sifat farmakodinamik pertama digitalis adalah inotripik positif, yaitu meningkatkan kekuatan
kontraksi miokardium. Pada penderita yang mengalami gangguan sistolik, efek inotropik
positif ini akan menyebabkan peningkatan curah jantung sehingga tekanan vena
berkurang,ukuran jantung mengecil, dan reflex takikardia yang merupakan kompensasi
jantung, diperlambat. Digitalis juga menyebabkan perlambatan denyut ventrikel pada
vibrilasi dan flutter atrium,dan pada kadar toksik menimbulkan distritmia.
Fungsi :
1. Penggunaan Klinik
a. Gagal jantung
2. Penggunaan Lain
a. Fibrirasi atrium
b. Flutter atrium
c. Takikardia
d. Paroksismal
Jenis-jenis obat digitalis :
a. Digoksin
1. Digoksin adalah salah satu obat yang digunakan dalam penanganan masalah ritme
jantung dan gagal jantung kongestif. Digoksin mengendalikan detak jantung dan
meningkatakan kekuatan serta efisiensi jantung sehingga sirkulasi darah menjadi
lebih baik.
2. Indikasi : gagal jantung,aritmia supraventrikular (terutama fibrilasi atrium)
3. Kontraindikasi : aritmia supraventrikular karena sindrom Wolf Parkinson
White,blok jantung komplit yang intermiten,blok AV derajat II
4. Dosis
Dosis perlu disesuakan berdasarkan respon penderita,karena adanya perbedaan
individual dalam sensitivitas atau keadaan kliniknya.
Oral ,untuk digitalis cepat : 1-1,5 mg/24 jam dalam dosis terbagi bila tidak
diperlukan cepat :250-500 mcg sehari (dosis lebih tinggi harus dibagi)
Dosis pemeliharaan : 62,5-500 mcg sehari tergantung pada fungsi ginjal, dan pada
fibrilasi atrial,pada respon denyut jantung.
Dosis pemeliharaan biasanya berisar125-250 mcg/hari (pada usia lanjut125
mcg/hari).
Pada keadaan dawat darurat /akut,dosis muatan diberikan secara infuse
intravena,250-500mcg dalam 15-20 menit,diikuti dengan sisanya dalam dosis
terbagi tiap 4-8 jam (tergantung dari respon jantung) sampai total dosis muatan
0,5-1mg tercapai. Bila memungkinkan dilakukan monitoring kadar plasma
digoksin,sampel darah diambil paling sedikit 6 jam setelah suatu dosis diberikan.
5. Efek Samping
Dosis berlebihan dapat menimbulkan anoreksia, mual muntah,diare, nyeri
abdomen, gangguan penglihatan,sakit kepala, rasa capai
(sick!),mengantuk,bingung,derilium,halusinasi; aritmia,blok jantung.

b. Lanoxin
1. Indikasi : gagal jantung, takkikardia supraventrikuler
2. Kontraindikasi : Blok jantung total sementara atau blok AV derajat 2, aritmia
karena intoksikasi glikosida jantung, sindroma Wolff-Parkinson-White,
kardiomiopati obstruksi hipertrofi. Hipersensitif terhadap digoksin atau glikosida
digitalis lainnya.
3. Dosis :
Dewasa dan anak > 10 tahun Digitalisasi cepat : dosis tunggal 0,75-1,5 mg.
Digitalisasi lambat : 0,25-0,75mg/hari selama 1 minggu.
4. Efek Samping
Anoreksia, mual, muntah, diare , nyeri perut, ginekomastia, gangguan sistem saraf
pusat (SSP), aritmia, gangguan konduksi , takikardia atrial.

c. Fargoxin
1. Indikasi : Gagal jantung kongestif , takikardiasupraventrikuler paroksismal
2. Kontraindikasi : Takikardia ventrikular & fibrilasi ventricular. Blok AV komplit
& derajat 2. Henti sinus , sinus bradikardia berlebihan
3. Dosis
Digitalisasi cepat (24-36 jam) Dewasa 4-6 tablet diikuti 1 tablet setelah interval
yang adekuat s/d tercapai kompensasi. Anak 25mcg kg, ditingkatkan dengan
interval s/d kompensasi tercapai. Pemeliharaan : 10-20 mcg/kg/hr. Digitalisasi
lambat (3-5 hari) 2-3 tablet/hr dalam dosis terbagi. Pemeliharaan : 1-3 tabler/hr.
Digitalisasi pada anak premature dan bayi baru lahir s/d 1 bulan Total dosis
0,02-0,035 mg/kgBB. Bayi 1 bulan-2 tahun 0,03-0,06 mg/kgBB. Anak 2-5
tahun 0,03-0,04 mg/kgBB. Anak>10 tahun dosis dewasa. Total dosis diberikan
terbagi dalam 2 dosis atau lebih, tiap 6-8 jam. Umumnya, dosis oral 0,01-0,02
mg/kgBB tiap 6 jam, sampai respon tercapai. Dosis pemeliharaan : 1/5 atau 1/3
total digitalisasi, diberikan 1x/hr.
4. Efek Samping
Gangguan SSP&GI. Jarang: bingung, disorientasi, afasia, gangguan denyut
jantung, konduksi, ritme. Reaksi alergi kulit, ginekomastia.
d. Lanitop
1. Indikasi: semua bentuk dan tingkat payah jantung.
2. Kontraindikasi: Intoksikasi digitalis, hiperkalsemia, sebelum elektrokarioversi,
hipoklameia,gangguan konduksi antrio ventrikuler dan bradikardia patologik yang
berhubungan pada keparahannya. Tidak dianjurkan diberikan bersama kalsium
secara parental.
3. Dosis
Digitalisasi Lambat: Pengobatan dapat dimulai dengan dosis pemeliharaan;
Digitalisasi Cepat; 2x2 tablet/hari selama 3hari; Dosis Pemeliharaan; 1-2
tablet/hari.
4. Efek Samping
Mual, muntah, gangguan penglihatan terutama pada penderita yang peka. Perh:
hati-hati pada gangguan ginal dan kehamilan tiga bulan pertama.

Peran Perawat dalam Pemberian Obat


1. Pemberi Asuhan
Perawat dalam memberikan obat kepada pasien sebaiknya sesuai dengan dosis dan
cara yang sudah tersedia atau resep dokter. Contohnya digoksin dapat diberikan
secara IV atau oral, tidak boleh secara IM karena menimbulkan nyeri hebat dan
nekrosis otot.
2. Pendidikan (Edukasi)
Pasien dididik mengenai tanda keracunan dan tanda awal kambuhnya gagal jantung
kongestif. Mereka perlu diajari cara menghitung frekuensi nadi perifer. Beri tahu
adannya perbedaan antara nama generic dan nama dagang obat,untuk menghindari
minum obat yang sama (obat yang diresepkan saat pulang dan sisa obat dariresep
sebelumnya).
3. Pengelola
Perawat menyimpan,menyiapkan dan administrasi obat. Menyimpan obat yang salah
bisa merusak struktur kimia obat maupun efek kimia obat yang dapat membahayakan
pasien.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ganiswarna Sulistia G.1995. Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Jakarta:Gaya Baru


2. ISFI (Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia),2002. Informasi Spesialite Obat Indonesia
Edisi XXXVII. Jakarta: AKA
3. Depkes RI. 1998. Informatorium Obat Generik. Jakarata : Direktorat Jenderal
Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
4. MIMS. 2006. MIMS Edisi Bahasa Indonesia Volume 7. Jakarta Selatan:
PT Info Master
5. Depkes RI. 2000. Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000. Jakarta : Departemen
Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.
6. Tambayong,Jan, 2001. Farmakologi Untuk Keperawatan. Jakarta: Widya Medika

Anda mungkin juga menyukai