TANGERANG
Pergerakan kita yang mula-mula bernama sarekat islam atau harus ditulis syarikat
islam, kemudian diganti dengan nama partai syarekat islam india- timur pada tahun
1927, dan akhirnya pada tahun 1930 diganti lagi dengan nama partai syarekat islam
Indonesia, sesungguhnya mulai menampak betul-betul sifat, maksud, dan tujuannya
ialah ketika sudah ditetapkan program –asasnya (beginsel-program) yang pertama-
tama dan program-pekerjaannya (program Van Actie) di dalam kongresnya pada
tahun 1917 dikota Jakarta (betawi), yang kemudian program-asas dan program-
pekerjaan itu diubah di dalam kongres di kota mataram (Yogyakarta) pada tahun
1920 dan akhirnya diubah lagi di dalam kongres di mataram pada tahun 1930, di
mana program-asas itu ditambah dalam dan luas pahamnya, dan program-
pekerjaan yang biasanya hanya berlaku buat beberapa tahun saja lamanya, diganti
dengan program-tandhim (program perlawanan), yang kekuatannya hampir sama
kekalnya sebagai program-asas, sedang buat selanjutnya di mana ada perlunya,
pada tiap-tiap kongres hendaknya ditetapkan suatu program-pekerjaan yang harus
dilakukan pada tahun berikutnya.
Pergerakan kita partai syarekat islam Indonesia yang maksudnya dikatakan dengan
singkat: akan menjalankan islam dengan seluas-luas dan sepenuh-penuhnya,
supaya kita bisa mendapat sesuatu dunia islam yang sejati dan bisa menurut
kehidupan muslim yang sesungguh-sungguhnya, nyatalah perlu sekali mempunyai
suatu program-asas dan suatu program-tandhim, yang harus menjadi dasar dan
pedoman bagi segala cita-cita yang kita tuju dan bagi segala perbuatan yang kita
lakukan untuk mencapai maksud itu.
Sungguh pun islam itu agama Allah dan ialah peraturan yang sempurna-
purnanya yang diberikan oleh Allah Ta’ala kepada manusia untuk mencapai
keselamatan di dunia dan akhirat, haruslah kita ingat, bahwa manusia itulah yang
membikin riwayatnya sendiri. Oleh karena itu, maka dalam usaha kita menuju
kehidupan muslim yang sesungguh-sungguhnya itu haruslah mengetahui sifat dan
keadaan-keadaan pergaulan hidup manusia, yang kita hidup di dalamnya sekarang
ini, dan dengan sejelas-jelasnya kita harus mengetahui kecelaan-kecelaan dan
kebusukan-kebusukannya, yang harus lenyap dan mesti dilenyapkan karena
menjadi sebabnya tidak bisa ada kehidupan muslim yang sesungguh-sungguhnya
sebagai yang kita harapkan, ataupun sedikitnya menjadi rintangan bagi usaha kita
akan mencapai kehidupan muslim yang demikian itu.
Dari kutipan diatas tampak jelas apa yang dicita-citakan oleh tjokroaminoto
dengan partai yang dibesarkannya itu. Itu pula sebabnya, mengapa ia mengganti
nama dari SDI menjadi partai syarikat islam Indonesia. Islam sebagai jalan hidup
adalah pilihan yang terus diperjuangkan oleh tjokroaminoto.
Dalam salah satu artikelnya yang bejudul “pemberi ingat dan penunjuk jalan kepada
umat islam” yang ditulis pada tahun 1930-an, tjokro memberi peringatan kepada
umat islam secara tandas, yakni, untuk mencapai kebahagiaan dan keselamatan di
dunia dan akhirat, maka hendaklah seseorang itu melaksanakan agamanya (Islam)
dan berilmu. “hanya dua perkara ini saja yang bisa menghindarkan dirimu dari
kerendahan derajat dan kesengsaraan.”
Terusik oleh aksi-aksi semaoen, dalam kongres CSI yang berlangsung pada
1917 di Batavia, Tjokro berpidato dengan nada militan. Tak berhenti disitu, semaoen
terus menggalang aksi-aksi mogok. Operasi semaoen itu mengganggu gerakan
Tjokro, yang berusaha tetap kooperatif. Mulailah Tjokro Membangun aksi sosialistis
yang tidak hanya sebatas kata-kata. Dia melancarkan gerakan Djawa Dwipa, yang di
mulai dari surabaya, di bawah komando dua pemimpin Sarekat Islam, Tirtodanoedjo
dan Tjokrosoedarmo. Gerakan itu mengubah bahasa jawa tinggi (kromo) menjadi
bahasa jawa rendah (ngoko). Tjokro juga menggalang tentara kandjeng Nabi
Muhammad untuk mempertahankan kehormatan islam. Dia juga meminta dukungan
dari keturunan arab.
Aksi terus mengeras. Tjokro mulai mengambil alih gerakan radikal yang di
bangun semaoen di semarang. Ia pun menyerukan perjuangan ekonomi dengan
mengambil alih perserikatan pegawai pegadaian boemiputra. Dalam kongres CSI
1918, gerakan buruh resmi menjadi bidang utama aktivitas CSI. Perlawanan hindia
mulai terasa. Melihat Tjokro mulai garang, semaoen bersedia ikut dalam barisan
yang sama. Aksi-aksi radikal SI membuat pemerintah kolonial marah dan
menangkapi para tokoh CSI, termasuk Tjokroaminoto. Mereka di penjarakan.
Sejatinya Tjokro bukan pendiri sarekat islam. Kiai haji Samanhoedi-lah yang
menegakkan organisasi itu di rumahnya di surakarta pada 11 november 1911.
Penulis anggaran dasar saat itu seperti tertulis dalam disertasi Deliar Noer,
“Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900 – 1942”, di universitas cornell-raden mas
tirto adhi soerjo. Tujuan sarekat mrelindungi para saudagar batik pribumi dari
persaingan dengan pedagang cina serta tekanan kaum ningrat solo.
Bonnie dan Anhar menilai kemajuan Sarekat makin melekatkan organisasi itu
dengan Tjokroaminoto. Namanya bahkan lebih menjulang ketimbang samanhoedi,
sang pendiri. Di era jaya Sarekat Islam, Tjokro malah sempat di anggap Ratu Adil
oleh sejumlah kalangan. Mengutip Anhar :”Dia diterima seakan-akan sebagai
penyelamat dalam keadaan kritis.”
Kongres Sarekat Islam (SI) kedua di Yogyakarta pada april 1914 ibarat
lonceng yang menandai akhir kejayaan samanhoedi. Usaha batiknya mulai kurang
bersinar , wibawanya sebagai ketua banyak di gerogoti oleh tokoh baru yang dua
tahun sebelumnya direkrut sendiri dari surabaya: Oemar SaidnTjokroaminoto.
Kongres kedua ini berlangsung tepat pada saat Tjokro, yang ketika itu enjadi
wakil samanhoedi di komite pusat SI, sukses mengubah tata organisasi lebih dari 60
afdeling SI menjadi SI lokal dalam waktu tak sampai setahun. Perubahan itu di
perlukan sebagai akibat dari keputusan pemerintah Hindia Belanda pada 30 juni
1913, yang menolak mengakui anggaran dasar organisasi itu sebagai perkumpulan
di level nasional. Dominasi Tjokroaminoto setelah kongres kedua ini bertahan dalam
masa perang dunia 1 hingga 1917. Pada saat bersamaan, pengaruh dan percepatan
pertumbuhan keanggotaan organisasi mengalami kemandekan. Banyak yang tidak
puas dengan cara Tjokro yang bergerak di dalam batas-batas yang di inginkan
pemerintah melalui Rinkes. Takashi memberikan contoh ketika CSI tak memberikan
pembelaannya kepada Said Aboebaakr, ketua SI Lasem, yang di tangkap setelah
memimpin perlawanan terhadap aturan baru sewa tanah di karesidenan Rembang.
Waktu itu Tjokro memang mengirim sosrokardono debagai wakil sekretaris ke
lasem. Tapi, alih-alih memprotes penangkapan said, utusan ini hana memohon
kepada residen rembang agar SI lasem tidak di larang lantaran ulah ketuanya.
Tapi Tjokro terus saja berkeliling jawa, walau hasilnya kurang memuaskan. Dari
pertengahan 1915 sampai akhir 1916, hanya 11 SI lokal yang dapat didirikan. Itu
pun sebenarnya perkembangan semu. Sebab, seiring dengan munculnya SI lokal
baru, banyak SI lokal lama yang mulai layu. Januari 1916, vergadering pertama di
gelar dan CSI sempalan ini di maklumkan. Duduk sebagai ketua adalah samanhoedi
sedangkan Goenawan sebagai sekretaris merangkap bendahara. Selain SI Batavia,
hadir dalam vergadering itu antara lain utusan SI Benkulen (Bengkulu) dan
kutabumi, lampung.
Diungkap pula skandal fulus lainnya, yakni pinjaman 2000 gulden uang
pribadi Tjokro kepada sarekat dengan jaminan mobil SI seharga 3000 gulden, yang
di beli oleh Tjokro sebagai bendaharaan untuk kepentingan sendiri sebagai ketua.
Meski tak berlangsung lama, serangan terhadap reputasi personal ini sempat
membuat kepemimpinan juga pamor Tjokro goyah.
Sebagai ketua umum sarekat islam, Tjokro hanya digaji ala kadarnya.
Rumahnya, kata sukarno, berada di tengah-tengah perkampungan padat, hanya
beberapa puluh meter dari kali Mas yang membelah kota Surabaya. Di rumah yang
tak seberapa luas itu, Tjokro tinggal bersama istrinya, Soeharsikin, dan lima anaknya
– Oetari, Oetarjo Anwar, Harsono, Islamiyah, dan Sujud Ahmad. Sepeninggal
Tjokroaminoto pada 1934, rumah di Gang peneleh itu berulang kali berpindah
tangan kepemilikan dan sempat hilang jejak. Setelah istrinya meninggal pada 1921,
Tjokroaminoto pindah dari peneleh ke kampung plampitan,tak jauh dari rumah
pertama. Di plampitan pun dia hanya bertahan beberapa tahun. Pada tahun 1926,
Tjokro sekeluarga boyongan ke Kedung Jati, Grobogan, Jawa tengah.”Raja Jawa
Tanpa Mahkota” itu meninggal dan di makamkan di Yogyakarta.
Rumah di peneleh ini sempat di tempati Wali kota Surabaya R Soekotjo. Dari
Soekotjo, rumah itu beralih lagi kepada Soenarjo. Baru pada september 1996, Wali
kota Surabaya menetapkan rumah di Gang Peneleh itu sebagai bangunan cagar
budaya.
Tjokro jarang makan di luar rumah meski semua jenis makanan dia suka. Tak
sembarangan menerima tamu.” Badannya sedikit kurus, tapi matanya bersinar.
Kumisnya melentik ke atas. Badannya tegak dan sikapnya penuh keagungan,
sehingga, walaupun beliau tidak memperdulikan lagi titel raden mas yang tersunting
di hadapan namanya, namun masuknya ke dalam madjelis tetap membawa
kebesaran dan kehormatan.” Ini kata-kata Hamka tentang kesan yang dia dapat saat
“berguru” kepada H.O.S Tjokroaminoto di Yogyakarta pada 1924. Dalam pengantar
untuk buku amelz yang berjudul H.O.S Tjokroaminoto :hidup dan
perjuangannya,Hamka bercerita dia sengaja memalsukan umumnya – dari 17
menjadi 18 tahun agar bisa masuk Sarekat Islam saat itu, soalnya hanya anggota SI
yang boleh mengikuti kursus agama dua kali seminggu dalam kelas Tjokro. Ketika
itu, Hamka baru datang dari Sumatera dan tinggal bersama pamannya, Dja’far
Amarullah, dan marah intan, saudagar sekampungnya yang telah lama berdagang di
Yogyakarta.
Tjokro datang ke Yogyakarta setelah kongres SI di solo pada 1913. Tak ada
catatan jelas mengapa Tjokro memilih tinggal di Yogyakarta. Padahal, seperti yang
di tulis A.P.E. korver dalam bukunya, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?, SI tak
punya banyak anggota di Jogyakarta. Mungkin karena di sana kala itu sudah ada
Muhammadiyah dan Boedi Oetomo, tapi Ismail, yang kini mengajar sejarah
pemikiran Tjokro di Universitas Cokroaminoto Yogyakarta, menduga Tjokro tinggal di
Yogyakarta karena ingin menggalang dukungan untuk menghadang gerak Alimin,
Darsono, dan Semaoen cs di Semarang, yang mau memerahkan SI. Di Yogyakarta
inilah Tjokro merekrut Abdoel Moeis, Agus salim, dan Ahmad dahlan, yang
kemudian juga jadi pengurus SI. Ada juga A.M. Sangaji dari Maluku, Kartosoewirjo,
dan Muhammad Roem. Meski lama di Yogyakarta, Tjokro tak punya rumah sendiri di
kota ini. Kebutuhan sehari-harinya pun seluruhnya ditanggung anggota SI.
Sakit ginjal dan maag kronis akhirnya merenggut hidup Tjokro pada 17
desember 1934. Tjokro menghembuskan napas terakhir di pangkuan Roesramli,
yang menungguinya bersama Jumarin kader PSII yang asli padang dan Rostinah,
dia kemudian di makamkan di pemakaman umum Kuncen, Kampung Pakuncen,
Kecamatan Wirobrajan, Kota Yogyakarta merombar central sarekat islam. Semua
pemimpin SI surakarta dari masa Rekso Roemekso dihabisi, kecuali Abdoelfatah,
bendahara SI sebelumnya, yang pada periode kali ini diberi jabatan komirasis.
Jabatan ketua kehormatan yang disandang Samanhoedi sama sekali tak ada
artinya.
Kursi yang lowong diberikan kepada muka-muka baru: Achmad Sjazili dari SI
madura, Djojosoediro (malang), Soerjodipoetro (bondowoso), dan Soerjopranoto
(wonosobo). Mereka berada di kubu Tjokro ketika ia dan samanhoedi mulai
berselisih. Tak lama setelahTjokrosoedarmo bergabung dengan Tjokroaminoto,
Adiwidjojo, achmad, sosrokardono, dan Brotosoehardjo menyusul. Adiwidjojo diberi
jabatan sekretaris Jenderal setia Oesaha, sekaligus sekretaris SI surabaya. Di SI
pusat, ia menjabat ketuaa departemen jawa timur. Achmad, teman sekelah Tjokro di
OSVIA magelang, dijadikan ketua SI surabaya pada pertengahan 1913. Setelah
menjabat ketua, Tjokro benar-benar merombak Central Sarekat Islam. Semua
pemimpin SI Surakarta dari masa Rekso Roemekso dihabisi, kecuali Abdoelfatah,
bendahara SI sebelumnya, yang pada periode kali ini diberi jabatan komisaris.
Jabatan ketua kehormatan yang disandang Samanhoedi sama sekali tak ada
artinya.
Sosrokardono juga tetap menjadi salah satu tangan kanan Tjokro hingga
bertahun-tahun kemudian. Sebelum kongres di Yogyakarta, Tjokro mengutusnya
untuk mengawasi afdeling-afdeling SI di Pekalongan dan Sukaraja. Ini pula cara dia
menggerus pengaruh Samanhoedi di Jawa tengan. Untuk memastikan
Brotosoehardjo sebagai redaktur. Nepotisme ini bukannya tak pernah dipersoalkan.
Tondokoesoemo dan Sosrokoernio, ketua dan wakil ketua SI Surabaya, sekali waktu
menanyakan masalah ini. Merasa terganggu, Tjokro dan orang-orangnya balik
menyerang mereka dalam setiap rapat. Belakangan, keduanya bahkan dituduh
menggelapkan uang organisasi. Mereka dicopot dan dipindahkan ke Surakarta.
Waktu yang disukai Sukarno adalah sesuai makan malam. Selain anak kos,
ke rumah Tjokro juga kerap bertamu tokoh pergerakaan masa itu, anata lain alimin
dan Musso. Dari obrolan meja makan itu Sukarno kemudian paham kenapa Tjokro
mendirikan Sarekat Islam dan kenapa Alimin bersusah payah menyatukan buruh
dan tani dalam perkumpulan-perkumpulan. Tjokto dengan sabar dan tekun
menerangkan pentingnya aktivitas politik dan mencurahkan seluruh pengetahuannya
tentang pelbagai macam ideologi. Kehangatan rumah Tjokro di Peneleh terhenti
ketika pada 1921 Soehaesikin, istrinya meninggal. Tjokro kerap menyendiri dan
murung. Anak-anaknya yang masih kecil jadi tak terurus.
Suatu kali adik Tjokro, Poerwadi Tjokrosoedirdjo, Bupati Bojonegoro datang
bertamu. Ia menemui sukarno dan memintanya menjadi menantu kakaknya agar
Tjokro tak lagi murung. Sukarno hendak dijodohkan dengan Siti Oetari. Benar saja
ketika Sukarno mendatanginya dan mengajukan lamaran, Tjokro begitu gembira.
Sukarno-Oetari pun menikah. Sejak itu Sukarno seolah menjadi bayangan
mertuanya. Jika Tjokro absen dalam rapat-rapat Sarekat Islam, Sukarno yang
datang menggantikan. Jika Tjokro tak sempat menulis artikel untuk disiarkan
Oetoesan Hindia, sukarno yang tampil.
Setelah lulus dari OSVIA,sesuai jalur pendidikanya Tjokro menjadi juru tulis
dikepatihan ngawi. Tahun-tahun itu ia dinikahkan dengan Soeharsikin. Iantaran hati
tidak nyaman dengan tradisi di rokrasi seperti perintah jongkok dan menyembah, ia
undur diri pada 1905. Inilah letupan yang memecahkan hubungan dengan
mertuantya tadi.
Dari atas mimbar Tjokroaminoto menyihir ribuan orang .gaya orasinya ditiru
bung karno. Kemunculanya meredakan riuh puluhan ribu peserta kongres SI di
surabaya, 26 januari 1913. Tjokro ahli pidato. Bicaranya lempeng, lurus, dan tegas.
Ia menguasai bahasa belanda,inggris, jawa, dan melayu. Peneliti Amelz dalam
Tjokroaminoto:Hidup dan perjuangannya mengatakan Tjokro memiliki suara
menggeledek, penuh keyakinan. Menurut Anhar gonggong, Sukarno meniru gaya
pidato Tjokroaminoto. Sukarno memang rajin mengamati teknik orasi ketua SI itu.
Anhar pengankuan dari anggota sarekat islam, Resoramli, yang pernah melihat
pidato Tjokro.dalam beberapa pidato, Tjokro membaca teks, tapi daya pikatnya tak
pudar. “kalo dia sudah bicara, tak ada orang bersuara,”kata Anhar.
Salah satu orang yang pernah berguru pada Tjokro adalah Haji Abdul Malik
Karim amrullah, biasa disapa Hamka. Ketika berusia 18 tahun, Hamk belajar kepada
Tjokro dalam kursus bagi anggota pemula dalam Sarekat Islam. Bagi kalangan
intelektual minangkabau, Tjokroaminoto bukan nama yang asing. Selama mengajar
Hamka dan kawan-kawan, Tjokro selalu meminta ruangan luas. Tjokro tak mau
terikat mimbar sempit. Ia menerangkan berbagai hal sosialisme dalam islam dan
keadaan politik dalam negeri. Hamka menilai Tjokro sebagai orator dan agitator
yang layak di tempat lebih besar, bukan hanya di ruangan kelas. “suaranya lantang
besar, memancar dari sinar jiwa dan sanubarinya,”kata Hamka.Tjokro pandai
menabuh gamelan. Sejak kecil ia menyukai tari jawa – kesenian wajib di sekolah
pegawai negeri pribumi OSVIA. Tjokro juga tertarik pada wayang.
Hobi saya membaca. Saya gemar membaca novel yang bersifat lelucon,
seperti novel karya Raditya Dika, berenang, bermain volly, dan menggambar. Saya
sangat suka menggambar, kegiatan ini selalu saya lakukan di waktu senggang.