Anda di halaman 1dari 7

HOS Tjokroaminoto

Raja jawa tanpa mahkota, dialah H.O.S Tjokroaminoto lahir di Ponorogo Jawa Timur pada 16
Agustus 1882 . Ia anak kedua dari dua belas bersaudara putra dari Raden Mas Tjokro Amiseno,
seorang Wedana Kleco dan cucu R.M Adipati Tjokronegoro bupati Ponorogo. Terlahir dari keluarga
bangsawan tak membuatnya bersikap angkuh, justru karena itulah ia akhirnya menjadi sebuah motor
penggerak kemerdekaan bagi Indonesia disaat semua manusia tertidur dalam belaian kompeni
Belanda.
Pada awalnya, ia juga mengikuti jejak kepriyayian ayahnya, sebagai pejabat pangreh praja. Ia masuk
pangreh praja pada tahun 1900 setelah menamatkan studi di OSVIA, Magelang. Pada tahun 1907, ia
keluar dari kedudukannya sebagai pangreh pradja di kesatuan pegawai administratif bumiputera di
Ngawi, karena ia muak dengan praktek sembah-jongkok yang dianggapnya sangat berbau feodal.
Antara tahun 1907 1910 bekerja pada Firma Coy & CO di Surabaya, disamping meneruskan pada
Burgelijek Avondschool bagian mesin. Bekerja sebagai masinis pembantu, kemudian ditempatkan di
bagian kimia pada pabrik gula di kota tersebut ( 1911 1912 ).
Bersama istrinya, Suharsikin ia mendirikan rumah kost di rumahnya di Surabaya, yang nantinya
melalui rumah inilah Cokro menyalurkan ilmunya dalam agama, politik dan berorasi yang akhirnya
menjadi cikal bakal pembentukan tokoh tokoh penting di Indonesia. R. A. Suharsikin adalah cermin
wanita yang selalu memberikan bantuan moril, selalu menjadi kebiasaannya, jika suaminya bepergian
untuk kepentingan perjuangannya, istri yang sederhana dan prihatin ini mengiringi suaminya dengan
sholat tahajud, dengan puasa, dan doa.
Dengan lahirnya Sarekat Islam pada tahun 1912, mulailah Cokroaminoto membuat karir. Ketika ia
sedang berada di Solo ia didatangi oleh delegasi Sarekat Islam Solo untuk bergabung pada organisasi
ini dan Tjokroaminoto menyatakan kesiapannya untuk bergabung, Tjokroaminoto dikenal sebagai
orang yang berkarakter radikal yang selalu menentang kebiasaan-kebiasaan yang memalukan bagi
rakyat banyak. Pada saat itu Tjokroaminoto telah dikenal sebagai seorang yang sederajat dengan
pihak manapun juga, apakah ia seorang belanda ataupun dengan seorang pejabat pemerintah. dan
Tjokroaminoto berkeinginan sekali untuk melihat sikap ini juga dimiliki oleh kawan sebangsanya
terutama di dalam berhubungan dengan orang-orang asing. Banyak dari sekian banyak orang

menyebut dia sebagai seorang Gatotkoco Sarekat Islam. Rencananya Serikat Dagang Islam H
Samanhudi, didirikan pada tahun 1905 yang berorientasi sosial ekonomi, setelah dilebur menjadi S.I
diperluas dengan politik, ekonomi, Sosila dan Agama. Tjokro Muda tokoh politik yang berhasil
menggabungkan retorika politik melawan penjajah Belanda dengan ideology Islam, sehingga
mengenyahkan penjajah dari bumi Nusantara.
Para pendiri Sarekat Islam mendirikan organisasinya tidak semata-mata untuk mengadakan
perlawanan terhadap orang-orang cina, melainkan membuat front melawan semua penghinaan
terhadap rakyat bumiputra, dan merupakan reaksi terhadap rencanaKrestenings-Politiek (Politik PengKristenan) dari kaum zending, perlawanan terhadap kecurangan-kecurangan dan penindasanpenindasan dari pihak ambtener-ambtener bumi putra dan eropa. Pendeknya perlawanan Sarekat Islam
ditujukan terhadap setiap bentuk penindasan dan kesombongan rasial. Maka Sarekat Islam berhasil
sampai pada lapisan bawah masyarakat, yaitu lapisan yang sejak berabad-abad hampir tidak
mengalami perubahan dan paling banyak menderita.
Prestasi perdana Tjokroaminoto adalah ketika ia sukses menyelenggarakan vergadering SI pertama
pada 13 Januari 1913 di Surabaya. Rapat besar itu dihadiri 15 cabang SI, tiga belas di antaranya
mewakili 80.000 orang anggota. Kongres resmi perdana SI sendiri baru terlaksana pada 25 Maret
1913 di Surakarta di mana Tjokroaminoto terpilih menjadi wakil ketua CSI mendampingi Hadji
Samanhoedi. Dalam posisi wakil ketua inilah Tjokro mulai menanamkan pengaruhnya.
Kongres SI ke-II di Yogyakarta pada 19-20 April 1914 melejitkan nama Tjokroaminoto sebagai Ketua
CSI menggantikan Samanhoedi dalam usia yang masih muda 31 tahun. Di tangan Tjokro, SI mewujud
menjadi organisasi politik pertama terbesar di Nusantara. Pada 1914, anggota resminya mencapai
400.000 orang, sedangkan tahun 1916 terhitung 860.000 orang. Tahun 1917 sempat menurun menjadi
825.000, pada 1918 bahkan merosot lebih drastis lagi hingga pada kisaran 450.000, namun setahun
berikutnya, tahun 1919, keanggotaan SI melesat sampai 2.500.000 orang.
Tjokroaminoto adalah seoarang orator ulung dalam vargadering-vargadering SI yang sanggup
mengalahkan suara baritonnya yang berat dan dapat didengar ribuan orang tanpa mikrofon.
Dibawah kepemimpinannya, Sarekat Islam menjadi organisasi yang besar dan bahkan mendapat
pengakuan dari pemerintahan kolonial.
Konon anggotanya harus mengangkat sumpah rahasia dan memiliki kartu anggota yang sering kali
dianggap sebagai jimat oleh orang-orang desa. Tjokroaminoto kadang-kadang dianggap sebagai ratu
adil, raja yang adil yang diramalkan tradisi-tradisi mesianik jawa, yang disebut erucakra (yaitu,
nama yang sama dengan Cakra-aminata, Tjokroaminoto) bahkan beberapa elite kerajaan jawa, yang
tak suka dengan campur tangan belanda dalam urusan mereka, tetapi mendukung Sarekat Islam.
Pada kongres nasional pertama di Bandung pada tahun 1916 ia berkata:
Tidaklah wajar untuk melihat Indonesia sebagai sapi perahan yang disebabkan hanya karena susu.
Tidaklah pada tempatnya untuk menganggap negeri ini sebagai suatu tempat di mana orang-orang
datang dengan maksud mengambil hasilnya, dan pada saat ini tidaklah lagi dapat
dipertanggungjawabkan bahwa penduduknya adalah penduduk pribumi, tidak mempunyai hak untuk
berpartisipasi di dalam masalah-masalah politik, yang menyangkut nasibnya sendiri tidak bisa lagi

terjadi bahwa seseorang mengeluarkan undang-undang dan peraturan untuk kita, mengatur hidup
kita tanpa partisipasi kita.
HOS pada kongres CSI tahun 1917 HOS mengutarakan persaudaraan umat tidak terbatas letak
geografis ras suku dan kedudukan, semua berlandaskan persaudaraan Islam. HOS tidak menyebutkan
kata Ukhuwah. Tapi gagasan yang HOS gunakan menempatkan Islam sebagai pemersatu seluruh
umat.
Sifat politik dari organisasi ini dirumuskan dalam keterangan pokok (asas) dan program kerja yang
disetujui oleh kongres nasional yang kedua dalam tahun 1917. keterangan pokok ini mengemukakan
kepercayaan central Sarekat Islam bahwa agama Islam itu membuka rasa pikiran perihal
persamaan derajat manusia sambil menjunjung tinggi kepada kuasa negeri dan bahwasanya itulah
{Islam} sebaik-baiknya agama buat mendidik budi pekertinya rakyat. Partai juga
memandangagama sebagai sebaik-baiknya daya upaya yang boleh dipergunakan agar jalannya
budi akal masing-masing orang itu ada bersama-sama pada budi pekerti . sedangkan negeri atau
pemerintah hendaklah tiada terkena pengaruhnya percampuran barang suatu agama, melainkan
hendaklah melakukan satu rupa pemandangan di atas semua agama itu. Central Sarekat Islam
pun tidak mengharapkan sesuatu golongan rakyat berkuasa di atas golongan rakyat yang lain. Ia
lebih mengharapkan hancurnya kuasanya satu kapitalisme yang jahat (zondig kapitalism), dan
memperjuangkan agar tambah pengaruhnya segala rakyat dan golongan rakyat di atas jalannya
pemerintahan dan kuasanya pemerintah yang perlu akhirnya mendapat kuasa pemerintah sendiri
(zelf bestuur). Dalam mencapai maksud dan tujuan ini Central Sarekat Islam mencari kerjasama dan
saling membantu dengan pihak-pihak yang menyetujuinya.
Perkembangan pesat SI lebih disebabkan citra Islam, yang menjadi magnet utama menarik massa.
Apalagi SI adalah tempat berkumpulnya para tokoh Islam terkemuka, sebut saja KH Ahmad Dahlan,
Agus Salim, AM Sangadji, Mohammad Roem, Fachrudin, Abdoel Moeis, Ahmad Sjadzili,
Djojosoediro, Hisamzainie, dan lain-lainnya. Orang-orang besar inilah yang sangat dikagumi dan
menjadi panutan bagi sekalian rakyat.
Tjokroaminoto pun sempat menghasilkan buku-buku Islam, juga menulis banyak artikel tentang
materi keislaman. Meski Tjokro bukan seorang ahli agama yang benar-benar murni berkonsentrasi
pada pemahaman ajaran Islam, tetapi Tjokroaminotolah yang menjadi Bapak Politik Umat Islam
Indonesia. Ia adalah begawan muslim yang mengajarkan pendidikan politik kepada seluruh rakyat
Indonesia.
Dalam memimpin, Tjokroaminoto banyak melakukan tindakan-tindakan yang seringkali membikin
pemerintah Hindia Belanda berang. Antusiasme rakyat terhadap SI membuat kaum kolonialis
khawatir akan timbulnya perlawanan massal di kelak kemudian hari. Di setiap kegiatan SI, massa
yang datang pasti bejubel. Tjokro pernah pula memimpin aksi buruh, membuka ruang pengaduan
untuk rakyat di rumah dan di kantornya, membela kepentingan kaum kromo lewat pidato dan
tulisannya di media pergerakan, mengetuai dibentuknya komite Tentara Kandjeng Nabi
Mohammad (TKNM) untuk memertahankan kehormatan Islam, serta memantik rasa kebangsaan

Indonesia dengan menggencarkan gagasan soal pemerintahan sendiri untuk orang Indonesia
atauzelfbestuur.
Ketakutan pemerintah kolonial terhadap sepak terjang Tjokroaminoto dan SI membuat mereka
terpaksa merangkulnya untuk duduk sebagai anggota Volksraad atau Dewan Rakyat. Penunjukan
Tjokro ini membuat beberapa golongan di internal SI, terutama dari SI Semarang yang dimotori
Semaoen dan Darsono, menentang kebijakan ini. Mereka juga tidak sepakat dengan dukungan
Tjokroaminoto terhadap rencana pembentukan milisi bumiputera.
Karena aktifitas politiknya Belanda akhirnya menangkap Tjokro pada tahun 1921 karena
dikhawatirkan akan membangkitkan semangat perjuangan rakyat pribumi walaupun akhirnya
dibebaskan pada tahun 1922, sebuah cobaan yang lazim diterima para penegak syariat islam di
seluruh dunia.
Sebagai seorang pemimpin, wajar jika Tjokroaminoto punya banyak murid, di antaranya adalah
Soekarno, Muso, Alimin, Kartosoewirjo, Buya Hamka, Abikoesno, dan banyak lagi. Para anak didik
Pak Tjokro ini kelak akan menjelma sebagai pemimpin-pemimpin baru bangsa Indonesia. Seperti
Soekarno yang Nasionalis, SM kartosuwirjo yang Islamis Dan Muso-Alimin yang Komunis.
Perbedaan idiologi dari murid muridnya tersebut secara tidak langsung memberikan warna sendiri
bagaimana secara aktif ide-ide, ilmu dan gagasan Cokro menghujam kedada mereka. Walaupun
dengan pemahaman yang beraneka ragam sesuai dengan latar belakang, pendidikan dan pekerjaanya
masing masing. Jadi, pertarungan Soekarno, Kartosuwirjo dan Muso-alimin sejatinya adalah
pertarungan tiga murid dari seorang guru Tjokroaminoto. Hal ini mengisaratkan bahwa adanya
perbedaan tafsir para murid terhadap guru dan kemudian mendorong kecenderungan yang berbeda
pula.
Dalam beberapa hal, ide Islam Tjokro lebih dipahami oleh Kartosuwirjo dengan Darul Islamnya, ia
melanjutkan perjuangan yang telah dirintis oleh Tjokro yakni menuntut Indonesia dalam wujud Addaulatul Islamiyah. Dengan dasar itu ia akhirnya memproklamirkan Negara Islam Indonesia pada 7
Agustus 1949 di Jawa Barat.
Pak Tjokro juga seorang jurnalis. Ia pernah memimpin suratkabar Otoesan Hindia yang merupakan
organ internal SI sekaligus sebagai pemilik usaha percetakan Setia Oesaha di Surabaya. Juga pernah
terlibat dalam Bendera Islam bersama Agus Salim, Soekarno, Mr Sartono, Sjahbudin Latief,
Mohammad Roem, AM Sangadji, serta aktivis Islam dan Nasionalis lainnya. Fadjar Asia pun terbit
sebagai suratkabar pembela rakyat berkat kerja kerasnya bersama Agus Salim dan Kartosoewirjo.
Tjokroaminoto pun piawai menulis buku, di antaranya adalah dua buku yang diberi judul Tarich
Agama Islam serta Islam dan Sosialisme.
Tjokroaminoto menguasai bahasa Jawa, Belanda, Melayu, dan bahasa Inggris. Bahasa Jawa
mengandung kelembutan dalam bentuk dan wujudnya, juga dalam pengucapannya. Namun, dalam
kata-kata lembut itu termuat maksud dan isi yang tajam, serta seringkali berupa kiasan atau sindirian
yang tak kalah menohok, dan itulah yang sering dilakukan Tjokro untuk menghabisi lawan
bicaranya. Tjokro juga mulai belajar bahasa Inggris, meski hanya sendiri tanpa guru yang mengajari.
Tjokroaminoto sempat menghasilkan pidato dan beberapa tulisan tangkas berbahasa Inggris. Ilmu

bahasa universal itu sempat ia terapkan untuk menerjemahkan tafsir Al-Quran dalam bahasa Inggris
ke dalam bahasa Indonesia.
Tjokroaminoto mempunyai keyakinan yang teguh, bahwa Negara dan bangsa kita tak akan
mentjapai kehidupan jang adil dan makmur, pergaulan hidup jang aman dan tenteram, selama
keadilan sosial sepandjang adjaran-adjaran Islam belum dapat berlaku atau dilakukan mendjadi
hukum
dalam
Negara
kita,
sekalipun
sudah
merdeka.

Terbukti sekarang, sekalipun Negara dan bangsa kita sudah merdeka dan berdaulat bernaung dibawah
pandji-pandji sang merah putih, namun rakjat jelata jang berpuluh-puluh jumlahnja belum merasakan
kenikmatan dan kelezatan hidup dan kehidupan sehari-harinja. Rakyat masih tetap menderita matjam
matjam kesukaran dan kemelaratan. Kekatjauan timbul dimana-mana. Perampokan penggedoran.
Pentjulikan dan pembunuhan seolah-ilah tak dapat diatasi oleh pihak (alat) pemerintahan.
Dikota-kota besar nampak pula kerusakan moral (budi pekerti) bangsa kita. Bukan sadja pelajturan
jang meradjalela dari kota-kota sampai desa-desa, tetapi pihak jang dikatakan kaum terpeladjar,
pemuda dan pemudi tak ada batas lagi pergaulan hidupnja, pergaulan jang merdeka. Pergaulan jang
mempengaruhi alam pikiran pada kesesatan. Sumber-sumber pelatjuran telah menjadi pergaulan hidup
yang modern. Kemadjuan jang mentjontoh dunia barat jang memang sudah rusak. Rusak budipekertinja dan rochaninja. Tak ada kendali didalam djiwa jang dapat menahan hawa nafsunja. Inilah
semuanja yang oleh ketua Tjokroaminoto dikatakan Djahiliah modern.
Kalau alat-alat pemerintah RI jang memegang tampuk kekuasaan pemerintahan, baik pihak atasan
maupun sampai bawahan sudah tidak takut lagi kepada hukuman Allah, jakinlah Negara akan rusak
dan hantjur dengan sendirinja, sebab segala perbuatan djahat, korupsi, penipuan, suapan dan
sebagainja jang terang terang merugikan Negara, dikerjakan dengan aman oleh mereka itu sendiri,
rakjat mengerti sebab rakjat jang menjadi korban.
Di tengah pemerintah kolonial yang masih kuat apalagi saat itu Belanda masih menerapkan
peraturan Reegerings Reglement (RR) sebuah peraturan yang berisi larangan berpolitik, berkumpul
untuk membahas perjuangan kemerdekaan. Yang otomatis Cokro saat itu harus berhadapan dengan
dua lawan yaitu Belanda dan Pangreh Praja yang menjadi kaki tangan Belanda. Pada tahun 1924,
Cokro mulai aktif dalam komite komite pembahasan kekhilafahan yang dicetuskan pemimpin politik
Wahabiah Arab, Ibnu Saud. Sebuah langkah untuk memperkuat barisan menuju kemerdekaan dan
kekhalifahan dunia.
Satu hal yang penting bagi Tjokro, ia berfikir reflektif sebagai respons atas pertautan zamannya. Islam
ditemukannya sebagai suatu ideologi. Setelah menemukan Islam sebagai Ideologi, maka Tjokro
memberi geist baru bagi Islam yaitu dengan sosialisme, yang coba digali dari dalam Al-Quran.
Tampaknya, Tjokro sadar akan bahaya sosialisme yang dengan keseksiannya banyak menarik
pengikut dari aktivis pergerakan. Jika Islam dimaknai secara pasif, bukan suatu unsur yang seksi,
menarik dan berjuang bagi perubahan, maka langkah Islam tidak akan beranjak dari fungsi praktik
ritual belaka.
Sosialisme Islam Tjokroaminoto

Sosialisme Islam menurut Tjokro adalah sosialisme yang wajib dituntut dan dilakukan oleh umat
Islam, dan bukan sosialisme yang lain, melainkan sosialime yang berdasar kepada azaz-azaz Islam
belaka. Baginya, cita-cita sosialisme dalam Islam tidak kurang dari 13 abad umurnya dan tidak ada
hubungannya dengan pengaruh bangsa eropa. Azaz-azaz sosialisme Islam telah dikenal dalam
pergaulan hidup Islam pada zaman nabi Muhammad SAW.
Islam secara tegas mengharamkan riba (woeker) dan itu artinya Islam menentang keras terhadap
kapitalisme. Sebagaimana ditulis Tjokroaminoto dalam bukunya Islam dan Sosialisme, Menghisap
keringatnya orang-orang yang bekerja, memakan pekerjaan lain orang, tidak memberikan bahagian
keuntungan yang semestinya (dengan seharusnya) kebahagiannya lain orang yang turut bekerja
mengeluarkan keuntungan itu,- semua perbuatan yang serupa ini (oleh Karl Marx disebut memakan
keuntungan meerwaarde (nilai lebih) adalah dilarang dengan sekeras-kerasnya oleh agama Islam.
Islam menentang kapitalisme juga terlihat bagaimana konsep muamalah Islam diberlakukan. Ajaran
Islam mengajarkan bahwa akan celaka orang yang mengumpulkan harta untuk kesia-siaan. Dalam
muamalah Islam kata Tjokro, praktek yang mengarah pada penimbunan dan penumpukan modal dan
barang adalah dilarang. Termasuk Islam melarang keras praktek riba karena dianggap benih
kapitalisme yang menurut pendapat Karl Marx disebut sebagai meerwarde.
Azaz penting menurut Tjokro mengapa Nabi Muhammad gigih memperjuangkan Sosialisme Islam
karena Islam mengajarkan sebesar-besarnya keselamatan hendaknya menjadi bahagiannya sebanyakbanyaknya manusia, dan keperluannya seseorang hendaknya bertakluk kepada keperluannya orang
banyak. Termasuk pencapaian rahmatan lil alamien yang menjadi misi kerosulan Nabi Muhammad
adalah ingin meletakkan semangat keadilan dan kemanusiaan yang meniscayakan hadirnya sistem
yang mensejahterakan.
Maka kalau ditelaah lebih jauh pemikiran diatas bahwa sebenarnya semangat perjuangan
Tjokroaminoto adalah ingin meletakkan Islam sebagai unsur fundamental untuk membebaskan rakyat
dari kesewenang-wenangan rezim Kolonial Belanda. Sosialisme Islam baginya adalah ruh
pembebasan manusia dari pemiskinan yang digerakkan oleh sistem. Perlawanan terhadap sistem yang
tidak berkeadilan beliau letakkan sebagai misi kenabian sebagaimana ajaran Nabi Muhammad.
Bagi Tjokroaminoto, dasar sosialisme Islam adalah ajaran Nabi Muhammad tentang kemajuan budi
pekerti rakyat. Sehingga Tjokro membagi anasir sosialisme Islam pada tiga anasir, pertama,
kemerdekaan (vrijheid-liberty). Kedua, persamaan (gelijk-heid-eguality), dan ketiga, persaudaraan
(broederschap-fraternity).
Bagi Cokro, Islam adalah sesuatu yang harus di perjuangkan dan di persatukan, sebagai dasar
kebangsaan yang hendak di proses menuju Indonesia. Tipikal Cokro, identik dengan AI-Afghani yang
juga merupakan tokoh politik Pan-Islamisme (kebangkitan Islam). Cokro dan Afghani juga samasama mengalami kegagalan dalam perjuangan Pan-Islamismenya. Namun, arti penting keduanya
bukan pada kemenangan atau kekalahan. Keduanya menjadi penting karena menggulirkan momentum
perubahan pemikiran dalam Islam. Keduanya juga menjadi ruh perjuangan bagi kepentingan politik
Islam.

Ruh Cokro akan masih terus bergerak menjadi spirit perjuangan ketika islam di artikulasikan sebagai
penggerak yang aktif, tidak statis. Yang mengatakan , Setinggi-tinggi ilmu, semurni-murni tauhid ,
sepintar-pintar siasat. Beliau wafat pada tanggal 17 Desember 1934 di Yogyakarta, dan dimakamkan
di TMP Pekuncen, Yogyakarta.

DAFTAR PUSTAKA
Amelz, H.O.S Tjokroaminoto: Hidup dan Perjuangannya, Jakarta: Bulan Bintang, 1952.
Brackman, Arnold. Indonesian Communism, (New York: Preager, 1963.
Dengel, Holk. Darul Islam dan Kartosuwiryo: Sebuah Angan-Angan yang Gagal, Jakarta:
Sinar Harapan, 1997

Anda mungkin juga menyukai