LANDASAN TEORI
II-2
kinetis (energi gerak) untuk menggerakkan kendaraan. Sebaliknya rem merubah
energi kinetis kembali menjadi energi panas untuk menghentikan kendaraan.
Umumnya rem bekerja disebabkan oleh adanya sistem gabungan penekanan
melawan sistem gerak putar. Efek pengereman (braking effect) diperoleh dari
adanya gesekan yang ditimbulkan antara dua obyek. Secara umum ada dua tipe
atau jenis rem saat ini yang masih dijadikan standar pembuatan rem kendaraan
yaitu rem cakram dan rem tromol (Rokhandy, 2012).
II-3
tinggi, keausan kecil, kuat, tidak melukai permukaan roda dan dapat menyerap
getaran (Pratama, 2011).
Komposit digunakan sebagai material kampas rem karena memiliki
banyak kelebihan dari material lainnya. Kelebihan tersebut antara lain adalah,
ramah lingkungan, lima kali lebih ringan sehingga mudah dipasang, tahan lama,
memiliki tingkat keausan yang mudah dimodifikasi, ketahanan terhadap korosi
dan pengaruh zat kimia, serta memiliki tingkat kebisingan yang rendah. Banyak
faktor yang bisa menjadi penyebab kegagalan pada kampas rem komposit. Sifat-
sifat material gesek blok rem komposit, baik sifat mekanik dan fisik material akan
mempengaruhi kemampuan kampas rem menerima beban ketika pengereman
terjadi. Kondisi operasi pengereman akan mempengaruhi pembebanan mekanik
pada kampas rem. Rancangan dari backing plate kampas rem komposit juga akan
mempengaruhi kemampuan kampas rem komposit menerima beban (Pratama,
2011).
Untuk memenuhi syarat dan menjaga keselamatan dalam mengemudikan
kendaraan dan kompetisi di pasaran, bahan friksi membutuhkan performa friksi
yang baik dan biaya rendah. Akan tetapi, biasanya bahan mentah dengan performa
friksi yang baik mempunyai harga yang relatif tinggi. Untuk menghasilkan
“brakelining” yang baru dengan nilai yang cukup pada koefisien gesek (μ) dan
kecepatan wear yang rendah, faktor biaya kedua bahan mentah dan proses
pembuatannya harus betul-betul dipertimbangkan, agar didapatkan suatu bahan
dengan koefisien gesek tinggi dan juga wear yang rendah (Pratama, 2011).
Sifat mekanik menyatakan kemampuan suatu bahan (seperti komponen yang
terbuat dari bahan tersebut) untuk menerima beban/gaya/energi tanpa
menimbulkan kerusakan pada bahan/komponen tersebut. Seringkali bila
suatubahan mempunya sifat mekanik yang baik tetapi kurang baik pada sifat yang
lain, maka diambil langkah untuk mengatasi kekurangan tersebut dengan berbagai
cara yang diperlukan. Untuk mendapatkan standar acuan tentang spesifikasi
teknik kampas rem, maka nilai kekerasan, keausan, bending dan sifat mekanik
lainnya harus mendekati nilai standar keamanannya. Adapun persyaratan teknik
dari kampas rem komposit yakni (Pratama, 2011) :
II-4
1. Untuk nilai kekerasan sesuai standar keamanan 68 – 105 (Rockwell R).
2. Ketahanan panas 360 oC, untuk pemakaian terus menerus sampai dengan
250 oC.
3. Nilai keausan kampas rem adalah (5 x 10-4 - 5 x 10-3 mm2/kg)
4. Koefisien gesek 0,14 – 0,27
5. Massa jenis kampas rem adalah 1,5 – 2,4 gr/cm3
6. Konduktivitas thermal 0,12 – 0,8 W.m.°K
7. Tekanan Spesifiknya adalah 0,17 – 0,98 joule/g.°C
8. Kekuatan geser 1300 – 3500 N/cm2
9. Kekuatan perpatahan 480 – 1500 N/cm2
II-5
Gambar 2.2. Cara Kerja Kampas Rem Tromol
(Sumber: Rokhandy, 2012)
II-6
dilengkapi dengan sistem hydraulic agar dapat menghasilkan tenaga yang cukup
kuat. Sistem hydraulic terdiri dari master rem, kaliper,reservoir untuk tempat oli
rem dan komponen penunjang lainnya. Prinsip rem ini menggunakan hukum
pascal yaitu bila gaya yang bekerja pada suatu penampang dari fluida, gaya
tersebut akan menghasilkan tekanan, tekanan yang dihasilkan akan diteruskan
kesegala arah dengan sama besar. Gaya penekanan akan diubah menjadi tekanan
fluida oleh piston dan master rem. Tekanan ini dipindahkan ke kaliper melalui
selang rem dan bekerja pada sepatu rem untuk menghasilkan gaya pengereman,
Perhitungan gaya yang bekerja pada kaliper menurut hukum pascal. (Rokhandy,
2012).
Mobil dan sepeda motor modern kebanyakan telah menerapkan piranti ini.
Biasanya piranti ini dapat ditemukan pada roda kendaraan baru sehingga dalam
setiap penggunaannya menjadi maksimal dan terarah. Rem cakram menjadi salah
satu sistem pengereman modern terbaik pada kendaraan bermotor dan sangat ideal
untuk diterapkan pada tiap sepeda motor, terutama yang telah memakai mesin
berkapasitas CC besar (Rokhandy, 2012).
II-7
2.6.2 Cara Kerja Rem Cakram
Pada kendaraan roda dua, ketika handle rem ditarik, bubungan yang
terdapat pada handle rem akan menekan piston yang terdapat dalam master rem.
Piston ini akan mendorong oli rem ke arah saluran oli, yang selanjutnya masuk ke
dalam ruangan kaliper. Pada bagian piston sebelah luar dipasang kanvas
brake pad, brake pad ini akan menjepit piringan metal dengan memanfaatkan gaya
atau tekanan torak ke arah luar yang diakibatkan oleh tekanan oli rem. Pada waktu
handel rem dilepas, tekanan hydraulic menurun dan pad tekanannya berkurang
pada disk (piringan). Minyak rem, piston master dan piston kaliper kembali
seperti semula oleh tekanan pegas di piston master dan sil di piston kaliper
(Rokhandy, 2012).
II-8
seperti piston bila dibiarkan lama. Oleh sebab itu perlu dilakukan pembersihan
(Rokhandy, 2012).
II-9
Rem cakram hidrolik bisa dikatakan menjadi peranti standar pengereman
sepedamotor saat ini. Bahkan acap rem belakang pun menganut hal yang sama.
Pada artikel kali ini membahas tentang rem cakram. Dalam rem cakram memiliki
beberapa komponen yaitu: Master Cylinder Assy, Caliper, Rotor (disc brake),
Tuas rem, dan Minyak rem. Dimana pada saat tuas rem ditekan (1) maka
komponen pada master cylinder akan menekan cairan fluida/minyak rem (2) pada
saat minyak rem ini tertekan sehingga brake pad akan menekan rotor (disc brake),
untuk terjadi proses pengereman kondisi tersebut bergantung juga terhadap gaya
tekan yang diberikan pengendara terhadap tuas rem, semakin keras maka gaya
pengereman akan tinggi (Tetelepta, 2015).
.
Gambar 2.7 Cara Kerja Rem Cakram
(Sumber: Rokhandy, 2012)
II-10
industri, pabrik, bangunan dan konstruksi. Asbes digunakan untuk memproduksi
lebih dari dari 3.000 produk dikarenakan daya tahannya (tahan api) dan untuk
isolasi (Salawati, 2015).
II-11
Dalam Undang-Undang Udara Bersih yang dikeluarkan pada tahun 1990,
asbes terdaftar sebagai pencemar udara berbahaya, sehingga EPA diminta untuk
menetapkan standar emisi yang aman untuk serat asbes. Badan itu juga membuat
standar keselamatan untuk menyingkirkan bahan asbes yang sebelumnya
digunakan sebagai bahan bangunan di sekolahsekolah negeri. Bahan ini oleh EPA
juga dimasukkan dalam daftar hak-untuk-diketahui masyarakat. Tingkat cemaran
serat asbes dalam administrasi persediaan air untuk umum diatur oleh EPA pada 7
juta serat/liter yang melebihi panjang serat 10 mikron. Kebanyakan Dinas
Lingkungan Hidup setiap negara bagian di AS mempunyai bagian yang khusus
menangani deteksi dan pengujian asbes.
2.10 Komposit
Material komposit adalah material yang terbuat dari dua bahan atau lebih
yang tetap terpisah dan berbeda dalam level makroskopik selagi membentuk
komponen tunggal. Composite berasal dari kata kerja “to compose“ yang berarti
menyusun atau menggabung. Jadi secara sederhana bahan komposit berarti bahan
gabungan dari dua atau lebih bahan yang berlainan. Kata komposit dalam
pengertian bahan komposit berarti terdiri dari dua atau lebih bahan yang berbeda
yang digabung atau dicampur secara makroskopis. Pada umumnya bentuk dasar
suatu bahan komposit adalah tunggal dimana merupakan susunan dari paling tidak
terdapat dua unsur yang bekerja bersama untuk menghasilkan sifat-sifat bahan
yang berbeda terhadap sifat-sifat unsur bahan penyusunnya (Pratama, 2011).
Material komposit terdiri dari lebih dari satu tipe material dan dirancang
untuk mendapatkan kombinasi karakteristik terbaik dari setiap komponen
penyusunnya. Bahan komposit memiliki banyak keunggulan, diantaranya berat
yang lebih ringan, kekuatan dan ketahanan yang lebih tinggi, tahan korosi dan
ketahanan aus (Pratama, 2011).
II-12
2.11 Kayu Karet
Ada beberapa alasan mengapa kayu karet dapat digunakan sebagai
substitusi kayu hutan alam dan menjadi andalan dalam memenuhi kebutuhan kayu
baik untuk pasar dalam maupun luar negeri. Alasan tersebut adalah (Boerhendhy,
2006):
1. sifat-sifat dasar kayu karet, baik sifat fisik, mekanis maupun
kimia relatif sama dengan kayu hutan alam.
2. Potensi ketersediaan kayu karet cukup besar sejalan dengan peremajaan
perkebunan karet rakyat.
3. Nilai ekonomis kayu karet cukup baik.
Menurut (Darsini, 1991, dikutip oleh Boerhendhy, 2006) Salah satu sifat
fisik kayu karet yang cukup penting adalah kerapatan atau berat jenis. Kerapatan
kayu karet tergolong setengah berat yaitu berkisar antara 0,62–0,65 g/cm3.
Variasi kerapatan kayu karet disebabkan beberapa hal, antara lain perbedaan
genetik, tempat tumbuh, dan contoh yang dianalisis (Budiman, 1987). Kerapatan
kayu karet setara dengan kayu eik atau oak (Quercus sp.), Acasia mangium (0,61),
ramin (0,63), dan mahoni (0,61) (Boerhendhy, 2006).
Nilai penyusutan (stabilitas dimensi) kayu karet sangat kecil, hanya sedikit
lebih kecil dari kayu jati, dibandingkan dengan kayu ramin, penyusutan kayu
karet dari basah sampai kering udara arah radial dan tangensial jauh lebih kecil,
yaitu 1,77−3,05%, sedangkan kayu ramin mengalami penyu sutan untuk arah
radial 4,50% dan arah tangensial 9,70%. Berkaitan dengan penyusutan, untuk
mempercepat waktu pengeringan diperlukan dapur pengering (kilndry).
(Boerhendhy, 2006).
Produk berbahan kayu karet makin banyak diminati. Menurut Hasan,1989,
dikutip oleh Boerhendhy, 2006), peralatan yang terbuat dari kayu karet dapat
dibuat secara knock down atau completed knock down seperti meja dan kursi
makan, kursi lipat, rak, pigura dan lis kaca, dinding penyekat, jelusi jendela, dan
profil lantai. Produk seperti ini umumnya diekspor ke Asia Timur, Eropa, dan
Amerika. (Boerhendhy, 2006).
II-13
Sifat-sifat kimia yang penting dari kayu karet antara lain adalah kadar
holoselulose, lignin, dan ekstraktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar
holoselulose kayu karet tergolong tinggi (67,38%), kadar lignin tergolong rendah
(20,68%) dibandingkan dengan kayu Acacia Mangium yang umum digunakan
untuk bahan baku pulp yaitu sebesar 26,72%, dan kadar zat ekstraktif tergolong
tinggi(4,58%). Kayu karet dengan kandungan holoselulose tinggi sangat baik
sebagai bahan baku kertas karena akan menghasilkan rendemen pulp yang tinggi.
Sementara itu dengan kadar lignin yang rendah, kayu karet sangat disukai dalam
pengolahan pulp karena akan menghasilkan pulp yang mempunyai sifat keteguhan
tinggi dan warnanya cerah. Kayu karet mempunyai kadar zat ekstraktif lebih
tinggi dibandingkan dengan klasifikasi kayu Indonesia (> 4%). Kadar zat
ekstraktif yang tinggi akan menghambat proses pengolahan pulp terutama
pengolahan secara kimia, karena akan menurunkan rendemen pulp dan
kemungkinan menimbulkan noda dalam lembaran kertas yang dihasilkan. Namun,
masalah tersebut dapat diatasi dengan cara merendam kayu karet dan memberikan
tambahan ramuan dengan jenis kayu lain (Boerhendhy, 2006)
Sifat kimia kayu karet yang juga cukup penting adalah dimensi serat, yang
meliputi panjang serat, diameter serat, tebal dinding, dan lebar lumen serat. Baik
secara tersendiri maupun kombinasinya, sifat-sifat tersebut akan berpengaruh
terhadap sifat keteguhan lembaran pulp yang dihasilkan. Panjang serat kayu karet
cukup baik, sekitar 1,70 mikron, lebih tinggi dibandingkan dengan kayu akasia
yang mempunyai panjang serat 0,986 mikron Diameter serat kayu karet tergolong
kecil yaitu sekitar 24,16 mikron (kurang dari 36 mikron). Tebal dinding sel
berukuran tipissampai sedang (3,53–4,68 mikron), sedangkan lebar lumen serat
tergolong lebar (0,61 mikron). Menurut (Hendi dan Suhendi, 2000, Boerhendhy,
2006), kayu dengan serat yang panjang, diameter serat yang kecil, dinding sel
yang tipis, dan lumen serat yang lebar sangat baik untuk pembuatan pulp dan
kertas, karena akan menghasilkan daya tenun yang tinggi sehingga kertas yang
dihasilkan mempunyai keteguhan sobek yang tinggi. Ditinjau dari sifat kimia,
kualitas kayu karet termasuk ke dalam kelas II. Berdasarkan sifat fisik, mekanis,
II-14
dan kimia tersebut, kayu karet memungkinkan dimanfaatkan sebagai bahan
bangunan, mebel, dan bahan baku pulp. (Boerhendhy, 2006).
2.12 Biomassa
Biomassa merupakan jumlah total materi organik tanaman yang hidup di
atas tanah yang diekspresikan sebagai berat kering tanaman per unit areal.
Menurut (Hadi, 2007, dikutip oleh Susilowati, 2011) mendefinisikan biomassa
sebagai jumlah total berat kering semua bagian tumbuhan hidup, baik seluruh atau
hanya sebagian tubuh organisme, populasi, atau komunitas yang dinyatakan
dalam berat kering per oven per unit area (Susilowati, 2011).
Menurut (Kusmana, 1993, dikutip oleh Susilowati, 2011) biomassa
tersusun oleh senyawa karbohidrat yang terdiri atas elemen karbon, hidrogen,
dan oksigen yang dihasilkan dari proses fotosintesis tanaman. Biomassa
dibedakan menjadi dua kategori yaitu biomassa di atas permukaan tanah
(aboveground) dan biomassa di bawah permukaan tanah (belowground).
Biomassa di atas permukaan tanah adalah bobot bahan organik per unit luasan
waktu tertentu yang dihubungkan ke suatu fungsi sistem produktivitas, umur
tegakan, dan distribusi organik (Susilowati, 2011).
Biomassa di bawah permukaan tanah umumnya 40 % dari total biomassa
berupa akar. Nilai estimasi biomassa di bawah permukaan tanah suatu pohon tidak
kurang dari 15 % dari biomassa di atas permukaan tanah. Terdapat hubungan
antara biomassa di bawah permukaan tanah (B) suatu pohon dengan diameter akar
(D) yang dituangkan dalam persamaan B = ∑a Dib. Selain itu biomassa di bawah
tanah dapat dihitung dengan berdasarkan biomassa di atas tanah dibagi dengan
rasio tajuk – akar. Menurut (Hairiah,. 2001, dikutip oleh Susilowati, 2011) nilai
rasio tajuk akar tergantung kondisi lahan yaitu untuk lahan hutan tropik basah atau
upland normal bernilai 4, sedangkan untuk daerah selalu basah bernilai lebih dari
10 dan pada lahan yang memiliki kesuburan sangat rendah bernilai 1. Nilai rasio
akar – tajuk hutan sekunder dalam ekosistem tropis sebesar 0.1 (Susilowati,
2011).
II-15
2.13 Karbon dan Karbon Aktif
Karbon atau zat arang merupakan unsur kimia dengan simbol C. Karbon
merupakan unsur non logam dan bervalensi 4, yang berarti memiliki empat
elektron yang di gunakan untuk membentuk ikatan kovalen istilah “karbon”
berasal dari bahasa latin yang berarti batu bara (Ira, 2016)
Karbon aktif adalah senyawa karbon yang memiliki daya adsorpsi atau
daya serap tinggi karena mengalami proses aktivasi kimia atau aktivasi fisika di
mana saat proses aktivasi tersebut gas hidrogen, kandungan uap air dan gas-gas
lain terlepas dari permukaan material karbon aktif. Setelah hilang atau lepasnya
gas-gas dan uap air tersebut karbon aktif memiliki daya adsorpsi (daya serap)
tinggi. Daya serap karbon aktif tergantung dari jumlah senyawa karbon yang
dimilikinya, yang berkisar 85% sampai dengan 95% karbon bebas. Karbon aktif
berwarna hitam, tidak berasa dan mempunyai daya serap yang lebih besar. Sifat-
sifat karbon aktif ditinjau dari parameter fisis dan kimia dapat dilihat pada Tabel
2.1. berikut :
Tabel 2.1 Sifat-sifat Karbon Aktif
No Sifat Fisis Sifat Kimia
1 Warna Hitam Tidak larut dalam air dan
2 Bentuk kristalin Amorf asam, tetapi larut dalam
3 Massa molekul 12,1 g/mol
alkali, misalnya NaOH dan
4 Massa jenis 1,8 g/cm3-2,1 g/cm3
5 Titik leleh >3500 oC KOH
6 Titik didih 4200 oC
(Wahjuni, 2005 dikutif oleh Ira, 2016)
Karbon aktif merupakan suatu bentuk karbon yang telah melalui proses
aktivasi dengan menggunakan uap air, gas CO2 atau senyawa kimia sehingga pori-
porinya dapat terbuka dan setelah di aktivasi daya adsorpsinya menjadi lebih
tinggi. Kandungan air yang terdapat dalam karbon aktif berkisar 5% sampai
dengan 15%, kandungan abu 2% sampai dengan 3%, dan sisanya terdiri dari
karbon (Ira, 2016)
II-16
2.14 Proses Sintering
Sintering merupakan metode pembuatan material dari serbuk dengan
pemanasan sehingga terbentuk ikatan partikel. Sintering adalah pengikatan
bersama antar partikel pada suhu tinggi. Proses sintering sangat rumit dan
melibatkan beberapa mekanisme bahan transportasi, interaksi gas-padat dan reaksi
kimia selama suhu tinggi. Jika ada beberapa bahan dicampur dan suhu semakin
meningkat mungkin ada satu atau lebih bahan tersebut akan meleleh, proses
tersebut adalah fase sintering cair, tapi unsur utama harus solid untuk
mengamankan stabilitas. Selama sintering, penyusutan komponen mungkin
penghematan. bubuk halus cenderung menyusut lebih dan tentu saja lebih tinggi
hasil kepadatan. Jika penyusutan terjadi berbeda dalam arah yang berbeda
masalah akan terjadi dengan stabilitas dimensi. Kontrol suhu sangat diperlukan
untuk mengoptimalkan hasil akhir (Purwanto, 2016).
Peralatan yang paling penting dalam proses sintering adalah dapur sinter.
Dapur ini harus dapat mengatur temperatur, waktu pemanasan, kecepatan
pemanasan dan lingkungan dalam dapur itu sendiri. Pemilihan dapur sinter
bergantung pada penggunaanya. Secara umum pemeliharaannya tergantung pada
daerah kerja, ukuran green body, atmosfer atau lingkungan yang di inginkan dan
biaya produksinya (Purwanto, 2016)
Ada dua tipe dapur sinter, yaitu dapur satu (batch furnace) dan dapur
kontinyu (continuous furnace). Batch furnace diisi material yang akan disinter
II-17
lalu temperature diatur sesuai dengan kebutuhan. Sedangkan dapur kontinyu
dilengkapi dengan serbuk yang terdiri dari jalinan kawat dimana diletakkan green
body. Sabuk ini bergerak menuju daerah pemanasan, kemudian ke daerah
pendingin, proses sinter dengan jumlah banyak. Batch furnace digunakan pada
siklus sintering khusus dengan produksi terbatas. Pemilihan temperature sinter
untuk terjadinya katan antar partikel akan sangat tergantung dari jenis material itu
sendiri. Tidak ada kondisi temperature yang tepat untuk proses sinter pada suatu
bahan tertentu, akan tetapi ada ketentuan 17 umum mengenai sinter padat yang
dilakukan di bawah temperature lebur dari bahan tersebut (Fitrianto, 2012).
II-18
HB : Brinell Hardness Number
P : Beban yang menekan (Kg)
D : Diameter Penetrator (mm)
d : Diameter injakan penetrator (mm)
II-19
3.P.L
p = (2.b.d2) ............................................................................................. (2.2)
II-20
jumlah perlakuan dan jumlah satuan percobaan yang relatif tidak banyak (Siska,
2012).
II-21