Anda di halaman 1dari 21

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Kampas Rem


Rem adalah elemen penting pada sebuah kendaraan yang berfungsi
untuk mengurangi atau menghentikan laju kendaraan. Sejalan dengan
pengembangan mesin penggeraknya, saat ini kendaraa dapat bergerak sangat
cepat sehingga memerlukan rem yang sangat baik. Pada tahun 1902 Louis Renault
menemukan rem jenis drum yang bekerja dengan sistem gesek untuk kendaraan.
Peralatan utama rem gesek ini terdiri dari drum dan penggesek. Drum dipasang
pada sumbu roda, sedangkan penggesek pada bagian bodi kendaraan dan
didudukkan pada mekanisme yang dapat menekan drum. Ketika kendaraan
bergerak, maka drum berputar sesuai putaran roda. Pengereman dilakukan
dengan cara menekan penggesek pada permukaan drum sehingga terjadi
pengurangan energi kinetik (kecepatan) yang diubah menjadi energi panas pada
bidang yang bergesekan. (Anshori, 2016)

2.2 Komposi Kampas Rem


Sebelum 1870, roda kendaran masih dibuat dari kayu, dan alat yang
digunakan untuk memperlambat laju roda juga terbuat dari kayu. Namun sejak
1870, roda mulai dibuat menggunakan besi untuk mengurangi keausan kayu. Pada
waktu itu bidang gesek rem juga menggunakan besi. Penggunaan besi untuk
bidang gesek rem ini memang membuatnya lebih awet, namun rem tidak pakem.
Memasuki 1897, mulailah digunakan rem jenis teromol (brake lining) pada
kendaraan. Jenis rem ini diciptakan Herber Food dari perusahaan Ferodo Ltd.
Kampas yang digunakan menggunakan bahan campuran sabut dengan kain katun
(cotton belting). Selanjutnya sekitar 1908, bahan asbestos mulai digunakan.
Asbestos merupakan paduan kuningan dan serat metal yang disatukan
menggunakan binder (bahan pengikat) namun belum dicetak. Hingga 1920,
kampas rem mulai dicetak dengan serat metal dengan ukuran lebih pendek, logam
kuningan yang lebih halus serta tambahan bahan organik (Pratama, 2011).
Namun pada 1994, ditemukan kalau asbestos mengandung zat Karsinogen
yang dituding sebagai salah satu zat penyebab kanker paru-paru. Dan efek itu baru
terasa setelah 10-15 tahun. Sejak itu, produksinya pun mulai perlahan dihentikan.
Sebagai gantinya adalah penggunaan brass, copper fiber dan aramid pulp. Kampas
rem non-asbestos ini terbagi 2, yakni low steel yang masih mengandung besi
meski sedikit dan non-steel yang tidak menggunakan besi. Selain ramahling
kungan, kampas rem non-asbestos juga memiliki segudang kelebihan lain seperti
tidak mudah bunyi, tahan panas dan memiliki friksi baik. Namun ada 2
kelemahannya, kotoran dari pengikisan kampas berwarna hitam dapat mengotori
pelek dan harganya pun lebih mahal dari kampas rem asbestos. Namun kini
beberapa produsen telah meninggalkan penggunaan asbestos. Kemungkinan besar
di masa mendatang, kampas rem mobil massal menggunakan bahan keramik yang
lebih tahan panas. Namun saat ini material itu masih terlalu mahal. Meski sudah
ada mobil produksi massal yang menggunakannya, tapi rem jenis ini banyak
digunakan di mobil balap ( Ari Tristianto Wibowo, 2010). Bahan baku kampas
rem asbestos: asbestos 40 s/d 60 %, resin 12 s/d 15%, BaSO4 14 s/d 15%, sisanya
karet ban bekas, tembaga sisa kerajinan, frict dust. Bahan baku kampas rem non
asbestos: aramyd/ kevlar/ twaron, rockwool, fiberglass, potasiumtitanate,
carbonfiber, graphite, celullose, vemiculate, steelfiber, BaSO4, resin, Nitrile
butadine rubber (Pratama, 2011).

2.3 Prinsip Rem


Mesin mengubah energi panas menjadi energi kinetik untuk
menggerakkan kendaraan. Sebaliknya, rem mengubah energi kinetik menjadi
energi panas untuk menghentikan kendaraan. Umumnya rem bekerja disebabkan
oleh adanya tekanan melawan sistem gerak putar. Efek pengereman diperoleh
dari adanya gesekan yang ditimbulkan antara dua objek (Anshori, 2016).
Kendaraan tidak dapat berhenti dengan segera apabila mesin dibebaskan
tidak dihubungkan dengan pemindahan daya. Kendaraan cenderung tetap
bergerak. Kelemahan ini harus dikurangi dengan maksud untuk menurunkan
kecepatan gerak hingga berhenti. Mesin merubah energi panas menjadi energi

II-2
kinetis (energi gerak) untuk menggerakkan kendaraan. Sebaliknya rem merubah
energi kinetis kembali menjadi energi panas untuk menghentikan kendaraan.
Umumnya rem bekerja disebabkan oleh adanya sistem gabungan penekanan
melawan sistem gerak putar. Efek pengereman (braking effect) diperoleh dari
adanya gesekan yang ditimbulkan antara dua obyek. Secara umum ada dua tipe
atau jenis rem saat ini yang masih dijadikan standar pembuatan rem kendaraan
yaitu rem cakram dan rem tromol (Rokhandy, 2012).

2.4 Sifat Mekanik Kampas Rem


Sejalan dengan meningkatnya pengguna kendaraan bermotor roda 4 atau
roda 2 makin tinggi dan laju pertumbuhan kebutuhan spare part kampas rem juga
berkorelasi positif. Bahkan saat harga BBM semakin tinggi masyarakat pengguna
kendaraan roda 2 melaju pesat 2-3 kali lipat dari 5 tahun sebelumnya. Kondisi ini
merupakan pangsa empuk bagi pasar komponen kendaaraan bermotor kampas
rem yang umurnya relatif singkat. Komponen ini perlu mendapat perhatian
terhadap kualitas yang mengacu pada standar nasional atau internasional.
Mengingat masyarakat manusia berdasarkan kemampuan ekonominya sangat
beragam dan umumnya bila mencari komponen akan mencari yang murah tanpa
memperhatikan kualitas yang berkaitan dengan keselamatan jarang
diperhitungkan. Walaupun hal ini rasanya sudah terbiasa, namun peran
pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan terhadap produk standar perlu
dilakukan evaluasi atau revisi sesuai perkembangan teknologi dan mengutamakan
faktor keselamatan serta perlindungan konsumen dari akal-akalan produsen
(Pratama, 2011).
Masing-masing tipe sepeda motor memiliki bentuk serta kualitas bahan
kampas rem khusus. Secara umum bagian-bagian kampas rem terdiri dari daging
kampas (bahan friksi), dudukan kampas (body brake shoe) dan 2 buah spiral. Pada
aplikasi sistem pengereman otomotif yang aman dan efektif, bahan friksi harus
memenuhi persyaratan minimum mengenai unjuk kerja, noise dan daya tahan.
Bahan rem harus memenuhi persyaratan keamanan, ketahanan dan dapat
mengerem dengan halus. Selain itu juga harus mempunyai koefisien gesek yang

II-3
tinggi, keausan kecil, kuat, tidak melukai permukaan roda dan dapat menyerap
getaran (Pratama, 2011).
Komposit digunakan sebagai material kampas rem karena memiliki
banyak kelebihan dari material lainnya. Kelebihan tersebut antara lain adalah,
ramah lingkungan, lima kali lebih ringan sehingga mudah dipasang, tahan lama,
memiliki tingkat keausan yang mudah dimodifikasi, ketahanan terhadap korosi
dan pengaruh zat kimia, serta memiliki tingkat kebisingan yang rendah. Banyak
faktor yang bisa menjadi penyebab kegagalan pada kampas rem komposit. Sifat-
sifat material gesek blok rem komposit, baik sifat mekanik dan fisik material akan
mempengaruhi kemampuan kampas rem menerima beban ketika pengereman
terjadi. Kondisi operasi pengereman akan mempengaruhi pembebanan mekanik
pada kampas rem. Rancangan dari backing plate kampas rem komposit juga akan
mempengaruhi kemampuan kampas rem komposit menerima beban (Pratama,
2011).
Untuk memenuhi syarat dan menjaga keselamatan dalam mengemudikan
kendaraan dan kompetisi di pasaran, bahan friksi membutuhkan performa friksi
yang baik dan biaya rendah. Akan tetapi, biasanya bahan mentah dengan performa
friksi yang baik mempunyai harga yang relatif tinggi. Untuk menghasilkan
“brakelining” yang baru dengan nilai yang cukup pada koefisien gesek (μ) dan
kecepatan wear yang rendah, faktor biaya kedua bahan mentah dan proses
pembuatannya harus betul-betul dipertimbangkan, agar didapatkan suatu bahan
dengan koefisien gesek tinggi dan juga wear yang rendah (Pratama, 2011).
Sifat mekanik menyatakan kemampuan suatu bahan (seperti komponen yang
terbuat dari bahan tersebut) untuk menerima beban/gaya/energi tanpa
menimbulkan kerusakan pada bahan/komponen tersebut. Seringkali bila
suatubahan mempunya sifat mekanik yang baik tetapi kurang baik pada sifat yang
lain, maka diambil langkah untuk mengatasi kekurangan tersebut dengan berbagai
cara yang diperlukan. Untuk mendapatkan standar acuan tentang spesifikasi
teknik kampas rem, maka nilai kekerasan, keausan, bending dan sifat mekanik
lainnya harus mendekati nilai standar keamanannya. Adapun persyaratan teknik
dari kampas rem komposit yakni (Pratama, 2011) :

II-4
1. Untuk nilai kekerasan sesuai standar keamanan 68 – 105 (Rockwell R).
2. Ketahanan panas 360 oC, untuk pemakaian terus menerus sampai dengan
250 oC.
3. Nilai keausan kampas rem adalah (5 x 10-4 - 5 x 10-3 mm2/kg)
4. Koefisien gesek 0,14 – 0,27
5. Massa jenis kampas rem adalah 1,5 – 2,4 gr/cm3
6. Konduktivitas thermal 0,12 – 0,8 W.m.°K
7. Tekanan Spesifiknya adalah 0,17 – 0,98 joule/g.°C
8. Kekuatan geser 1300 – 3500 N/cm2
9. Kekuatan perpatahan 480 – 1500 N/cm2

2.5 Macam-Macam Rem


2.5.1 Rem Tromol
Rem teromol digunakan pada kendaraan model lama, tetapi biasanya juga
digunakan untuk rem bagian belakang kendaraan. Rem tromol terdiri dari
komponen rumah rem atau drum dan kampas rem (Rokhandy,2012).

Gambar 2.1 Komponen Rem Tromol


(Sumber: Rokhandy, 2012)

2.5.2 Cara Kerja Rem Tromol


Menurut (Hidayat, 2009, dikutip oleh Rokhandy,2012) rem bekerja atas
dasar gesekan antara sepatu rem dengan drum yang ikut berputar dengan putaran
roda kendaraan. Agar gesekan dapat memperlambat kendaraan dengan baik,
sepatu rem dibuat dari bahan yang mempunyai koefisien gesek yang tinggi
manafaat dari peta kendali adalah untuk (Rokhandy, 2012):

II-5
Gambar 2.2. Cara Kerja Kampas Rem Tromol
(Sumber: Rokhandy, 2012)

2.5.3 Kelebihan Rem Tromol


Karena posisinya tertutup, kotoran tidak gampang masuk dari luar ke
dalam rem tromol. Oleh sebab itu rem tromol banyak di gunakan pada perangkat
rem roda belakang yang sering terkena kotoran atau lumpur. Kelebihan lain dari
rem tromol adalah kinerja rem tromol lebih lembut dan penampang kampas rem
dapat di buat lebar sehingga banyak di gunakan pada kendaraan berat (Rokhandy,
2012).

2.5.4 Kekurangan Rem Tromol


Rem tromol yang masih menerapkan sistem tertutup dalam prosesnya.
Dengan sistem ini membuat partikel kotoran pada ruang tromol tersebut. Jadi
untuk perawatan membersihkannya harus membuka roda agar rumah rem dapat
dibersihkan dari debu atau kotoran (Rokhandy, 2012).
Pada saat banjir air akan mengumpul pada ruang tromol sehingga air akan
menyulitkan sistem rem untuk bekerja, jadi setelah rem tromol menerjang banjir,
maka harus mengeringkannya dengan menginjak setengah rem saat melaju
sehingga bagian dalam rem tromol kering karena panas akibat gesekan, setelah itu
rem dapat digunakan kembali (Rokhandy, 2012).

2.6.1 Rem Cakram


Rem cakram terdiri dari piringan yang dibuat dari logam, piringan logam
ini akan dijepit oleh kanvas rem (brake pad) yang didorong oleh sebuah piston
yang ada dalam kaliper. Untuk menjepit piringan ini diperlukan tenaga yang
cukup kuat. Guna untuk memenuhi kebutuhan tenaga ini, pada rem cakram

II-6
dilengkapi dengan sistem hydraulic agar dapat menghasilkan tenaga yang cukup
kuat. Sistem hydraulic terdiri dari master rem, kaliper,reservoir untuk tempat oli
rem dan komponen penunjang lainnya. Prinsip rem ini menggunakan hukum
pascal yaitu bila gaya yang bekerja pada suatu penampang dari fluida, gaya
tersebut akan menghasilkan tekanan, tekanan yang dihasilkan akan diteruskan
kesegala arah dengan sama besar. Gaya penekanan akan diubah menjadi tekanan
fluida oleh piston dan master rem. Tekanan ini dipindahkan ke kaliper melalui
selang rem dan bekerja pada sepatu rem untuk menghasilkan gaya pengereman,
Perhitungan gaya yang bekerja pada kaliper menurut hukum pascal. (Rokhandy,
2012).
Mobil dan sepeda motor modern kebanyakan telah menerapkan piranti ini.
Biasanya piranti ini dapat ditemukan pada roda kendaraan baru sehingga dalam
setiap penggunaannya menjadi maksimal dan terarah. Rem cakram menjadi salah
satu sistem pengereman modern terbaik pada kendaraan bermotor dan sangat ideal
untuk diterapkan pada tiap sepeda motor, terutama yang telah memakai mesin
berkapasitas CC besar (Rokhandy, 2012).

Gambar 2.3.Master Rem Depan


(Sumber: Rokhandy, 2012)

Gambar 2.4. Kaliper Jenis Piston Ganda


(Sumber: Rokhandy, 2012)

II-7
2.6.2 Cara Kerja Rem Cakram
Pada kendaraan roda dua, ketika handle rem ditarik, bubungan yang
terdapat pada handle rem akan menekan piston yang terdapat dalam master rem.
Piston ini akan mendorong oli rem ke arah saluran oli, yang selanjutnya masuk ke
dalam ruangan kaliper. Pada bagian piston sebelah luar dipasang kanvas
brake pad, brake pad ini akan menjepit piringan metal dengan memanfaatkan gaya
atau tekanan torak ke arah luar yang diakibatkan oleh tekanan oli rem. Pada waktu
handel rem dilepas, tekanan hydraulic menurun dan pad tekanannya berkurang
pada disk (piringan). Minyak rem, piston master dan piston kaliper kembali
seperti semula oleh tekanan pegas di piston master dan sil di piston kaliper
(Rokhandy, 2012).

2.6.3 Kelebihan Rem Cakram


Rem cakram dapat digunakan dari berbagai suhu, sehingga hampir semua
kendaraan menerapkan sistem rem cakram. Selain itu rem cakram tahan terhadap
genangan air sehingga pada kendaraan yang telah menggunakan rem cakram
dapat digunakan pada saat kondisi jalan banjir. Rem cakram memiliki sistem rem
yang berpendingin di luar (terbuka) sehingga pendinginan dapat dilakukan pada
saat kendaraan melaju, ada beberapa cakram yang juga dilengkapi oleh ventilasi
(ventilated disk) atau cakram yang memiliki lubang sehingga pendinginan rem
lebih maksimal digunakan (Rokhandy, 2012).
Rem cakram banyak dipergunakan pada roda depan kendaraan karena
gaya dorong untuk berhenti pada bagian depan kendaraan lebih besar
dibandingkan di belakang sehingga membutuhkan pengereman yang lebih pada
bagian depan. Namun saat ini telah banyak sepeda motor yang telah menggunakan
rem cakram pada kedua rodanya (Rokhandy, 2012).

2.6.4 Kekurangan Rem Cakram


Rem cakram yang sifatnya terbuka memudahkan debu dan lumpur
menempel, dalam waktu yang lama lumpur atau kotoran tersebut dapat
menghambat kinerja pengereman sampai merusak komponen pada bagian kaliper

II-8
seperti piston bila dibiarkan lama. Oleh sebab itu perlu dilakukan pembersihan
(Rokhandy, 2012).

2.7 Cara Kerja Rem Cakram dam Rem Tromol


Rem tromol merupakan sistem rem yang telah menjadi metode
pengereman standar yang digunakan sepeda motor kapasitas kecil pada beberapa
tahun belakangan ini. Alasannya adalah karena rem tromol sederhana dan murah.
Konstruksi rem tromol umumnya terdiri dari komponen-komponen seperti: sepatu
rem (brake shoe), tromol (drum), pegas pengembali (return springs), tuas
penggerak (lever), dudukan rem tromol (backplate), dan cam/nok penggerak. Cara
pengoperasian rem tromol pada umumnya secara mekanik yang terdiri dari; pedal
rem (brake pedal) dan batang (rod) penggerak. Konstruksi dan cara kerja rem
tromol seperti terlihat pada gambar di bawah ini (Tetelepta, 2015):

Gambar 2.6 Kontruksi Rem Tromol


(Sumber: Tetelepta, 2015)
Pada saat kabel atau batang penghubung (tidak ditarik), sepatu rem dan
tromol tidak saling kontak. Tromol rem berputar bebas mengikuti putaran roda.
Tetapi saat kabel rem atau batang penghubung ditarik, lengan rem atau tuas rem
memutar cam/nok pada sepatu rem sehingga sepatu rem menjadi mengembang
dan kanvas rem (pirodo)nya bergesekan dengan tromol. Akibatnya putaran tromol
dapat ditahan atau dihentikan, dan ini juga berarti menahan atau menghentikan
putaran roda (Tetelepta, 2015).

II-9
Rem cakram hidrolik bisa dikatakan menjadi peranti standar pengereman
sepedamotor saat ini. Bahkan acap rem belakang pun menganut hal yang sama.
Pada artikel kali ini membahas tentang rem cakram. Dalam rem cakram memiliki
beberapa komponen yaitu: Master Cylinder Assy, Caliper, Rotor (disc brake),
Tuas rem, dan Minyak rem. Dimana pada saat tuas rem ditekan (1) maka
komponen pada master cylinder akan menekan cairan fluida/minyak rem (2) pada
saat minyak rem ini tertekan sehingga brake pad akan menekan rotor (disc brake),
untuk terjadi proses pengereman kondisi tersebut bergantung juga terhadap gaya
tekan yang diberikan pengendara terhadap tuas rem, semakin keras maka gaya
pengereman akan tinggi (Tetelepta, 2015).

.
Gambar 2.7 Cara Kerja Rem Cakram
(Sumber: Rokhandy, 2012)

2.8 Bahan Asbes


Asbes merupakan nama mineral silikat berserat yang secara alamiah
terdapat di alam. Terdapat tiga jenis utama asbes yaitu krisotil (sering disebut
asbes putih), krokidolit (asbes biru) dan amosit (asbes cokelat). Bentuk asbes lain
namun tidak terlalu banyak yaitu aktinolit, antofilit serta tremolit asbes (Salawati,
2015).
Ketika asbes dipengaruhi oleh panas, zat kimia atau dikombinasikan
dengan substansi yang lainnya, maka warna dan bentuknya dapat berubah. Asbes
merupakan komponen umum yang digunakan dalam berbagai hal misalnya

II-10
industri, pabrik, bangunan dan konstruksi. Asbes digunakan untuk memproduksi
lebih dari dari 3.000 produk dikarenakan daya tahannya (tahan api) dan untuk
isolasi (Salawati, 2015).

2.9 Peraturan Penggunaan Asbes


Sejak beberapa dasawarsa lalu, pemerintah Amerika Serikat telah
mengeluarkan peraturan yang intinya melarang penggunaan bahan asbes dalam
hampir semua bahan bangunan dan menghapus penggunaan bahan asbes dalam
kebanyakan produk konsumen. Penggunaannya dalam industri diatur dan diawasi
dengan ketat guna melindungi kemungkinan pemaparan serat asbes terhadap
pekerja dan anggota masyarakat. Memang tidak semua bahan yang mengandung
asbes berbahaya bagi manusia apabila bahan itu dalam keadaan baik sehingga
serat asbes terikat kuat dalam matrik bahan.
Badan Perlindungan Lingkungan AS (EPA) mengatur asbes dalam
lingkungan dan dalam barang-barang hasil pabrik. Hingga kini EPA telah
melarang pemakaian asbes dalam pipa semen-asbes dan perlengkapannya, dalam
komponen atap dan lantai, dalam ubin lantai vinil asbes, dan dalam busana kedap
api. Dalam kurun waktu sebelumnya, EPA telah melarang penggunaan campuran
asbes untuk bahan penambal dan pembara api. Produk-produk yang dapat
melepaskan serat asbes itu kini sudah tidak dapat ditemui lagi di pasaran.
Sementara itu, pemakaian asbes dalam produk-produk lainnya akan dihapus
secara bertahap.
Pada tahun 1970, Lembaga Konsumen (Komisi Keamanan Produk untuk
Konsumen) di AS memutuskan untuk menghentikan pemakaian asbes sebagai
papan dinding karena produk tersebut mengeluarkan benang asbes dengan jumlah
besar. Pada tahun yang sama, alat pengering rambut (hair dryer) yang di
dalamnya menggunakan insulasi asbes ditarik dari peredaran oleh pabrik
pembuatnya secara sukarela. Pada tahun 1989, EPA melarang pemakaian asbes
untuk produk-produk baru. Pada tahun 1999, pemakaian asbes di AS turun dari
719.000 (tahun 1973) menjadi 15.000 metrik ton yang berarti mengalami
penurunan lebih dari 90 persen.

II-11
Dalam Undang-Undang Udara Bersih yang dikeluarkan pada tahun 1990,
asbes terdaftar sebagai pencemar udara berbahaya, sehingga EPA diminta untuk
menetapkan standar emisi yang aman untuk serat asbes. Badan itu juga membuat
standar keselamatan untuk menyingkirkan bahan asbes yang sebelumnya
digunakan sebagai bahan bangunan di sekolahsekolah negeri. Bahan ini oleh EPA
juga dimasukkan dalam daftar hak-untuk-diketahui masyarakat. Tingkat cemaran
serat asbes dalam administrasi persediaan air untuk umum diatur oleh EPA pada 7
juta serat/liter yang melebihi panjang serat 10 mikron. Kebanyakan Dinas
Lingkungan Hidup setiap negara bagian di AS mempunyai bagian yang khusus
menangani deteksi dan pengujian asbes.

2.10 Komposit
Material komposit adalah material yang terbuat dari dua bahan atau lebih
yang tetap terpisah dan berbeda dalam level makroskopik selagi membentuk
komponen tunggal. Composite berasal dari kata kerja “to compose“ yang berarti
menyusun atau menggabung. Jadi secara sederhana bahan komposit berarti bahan
gabungan dari dua atau lebih bahan yang berlainan. Kata komposit dalam
pengertian bahan komposit berarti terdiri dari dua atau lebih bahan yang berbeda
yang digabung atau dicampur secara makroskopis. Pada umumnya bentuk dasar
suatu bahan komposit adalah tunggal dimana merupakan susunan dari paling tidak
terdapat dua unsur yang bekerja bersama untuk menghasilkan sifat-sifat bahan
yang berbeda terhadap sifat-sifat unsur bahan penyusunnya (Pratama, 2011).
Material komposit terdiri dari lebih dari satu tipe material dan dirancang
untuk mendapatkan kombinasi karakteristik terbaik dari setiap komponen
penyusunnya. Bahan komposit memiliki banyak keunggulan, diantaranya berat
yang lebih ringan, kekuatan dan ketahanan yang lebih tinggi, tahan korosi dan
ketahanan aus (Pratama, 2011).

II-12
2.11 Kayu Karet
Ada beberapa alasan mengapa kayu karet dapat digunakan sebagai
substitusi kayu hutan alam dan menjadi andalan dalam memenuhi kebutuhan kayu
baik untuk pasar dalam maupun luar negeri. Alasan tersebut adalah (Boerhendhy,
2006):
1. sifat-sifat dasar kayu karet, baik sifat fisik, mekanis maupun
kimia relatif sama dengan kayu hutan alam.
2. Potensi ketersediaan kayu karet cukup besar sejalan dengan peremajaan
perkebunan karet rakyat.
3. Nilai ekonomis kayu karet cukup baik.
Menurut (Darsini, 1991, dikutip oleh Boerhendhy, 2006) Salah satu sifat
fisik kayu karet yang cukup penting adalah kerapatan atau berat jenis. Kerapatan
kayu karet tergolong setengah berat yaitu berkisar antara 0,62–0,65 g/cm3.
Variasi kerapatan kayu karet disebabkan beberapa hal, antara lain perbedaan
genetik, tempat tumbuh, dan contoh yang dianalisis (Budiman, 1987). Kerapatan
kayu karet setara dengan kayu eik atau oak (Quercus sp.), Acasia mangium (0,61),
ramin (0,63), dan mahoni (0,61) (Boerhendhy, 2006).
Nilai penyusutan (stabilitas dimensi) kayu karet sangat kecil, hanya sedikit
lebih kecil dari kayu jati, dibandingkan dengan kayu ramin, penyusutan kayu
karet dari basah sampai kering udara arah radial dan tangensial jauh lebih kecil,
yaitu 1,77−3,05%, sedangkan kayu ramin mengalami penyu sutan untuk arah
radial 4,50% dan arah tangensial 9,70%. Berkaitan dengan penyusutan, untuk
mempercepat waktu pengeringan diperlukan dapur pengering (kilndry).
(Boerhendhy, 2006).
Produk berbahan kayu karet makin banyak diminati. Menurut Hasan,1989,
dikutip oleh Boerhendhy, 2006), peralatan yang terbuat dari kayu karet dapat
dibuat secara knock down atau completed knock down seperti meja dan kursi
makan, kursi lipat, rak, pigura dan lis kaca, dinding penyekat, jelusi jendela, dan
profil lantai. Produk seperti ini umumnya diekspor ke Asia Timur, Eropa, dan
Amerika. (Boerhendhy, 2006).

II-13
Sifat-sifat kimia yang penting dari kayu karet antara lain adalah kadar
holoselulose, lignin, dan ekstraktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar
holoselulose kayu karet tergolong tinggi (67,38%), kadar lignin tergolong rendah
(20,68%) dibandingkan dengan kayu Acacia Mangium yang umum digunakan
untuk bahan baku pulp yaitu sebesar 26,72%, dan kadar zat ekstraktif tergolong
tinggi(4,58%). Kayu karet dengan kandungan holoselulose tinggi sangat baik
sebagai bahan baku kertas karena akan menghasilkan rendemen pulp yang tinggi.
Sementara itu dengan kadar lignin yang rendah, kayu karet sangat disukai dalam
pengolahan pulp karena akan menghasilkan pulp yang mempunyai sifat keteguhan
tinggi dan warnanya cerah. Kayu karet mempunyai kadar zat ekstraktif lebih
tinggi dibandingkan dengan klasifikasi kayu Indonesia (> 4%). Kadar zat
ekstraktif yang tinggi akan menghambat proses pengolahan pulp terutama
pengolahan secara kimia, karena akan menurunkan rendemen pulp dan
kemungkinan menimbulkan noda dalam lembaran kertas yang dihasilkan. Namun,
masalah tersebut dapat diatasi dengan cara merendam kayu karet dan memberikan
tambahan ramuan dengan jenis kayu lain (Boerhendhy, 2006)
Sifat kimia kayu karet yang juga cukup penting adalah dimensi serat, yang
meliputi panjang serat, diameter serat, tebal dinding, dan lebar lumen serat. Baik
secara tersendiri maupun kombinasinya, sifat-sifat tersebut akan berpengaruh
terhadap sifat keteguhan lembaran pulp yang dihasilkan. Panjang serat kayu karet
cukup baik, sekitar 1,70 mikron, lebih tinggi dibandingkan dengan kayu akasia
yang mempunyai panjang serat 0,986 mikron Diameter serat kayu karet tergolong
kecil yaitu sekitar 24,16 mikron (kurang dari 36 mikron). Tebal dinding sel
berukuran tipissampai sedang (3,53–4,68 mikron), sedangkan lebar lumen serat
tergolong lebar (0,61 mikron). Menurut (Hendi dan Suhendi, 2000, Boerhendhy,
2006), kayu dengan serat yang panjang, diameter serat yang kecil, dinding sel
yang tipis, dan lumen serat yang lebar sangat baik untuk pembuatan pulp dan
kertas, karena akan menghasilkan daya tenun yang tinggi sehingga kertas yang
dihasilkan mempunyai keteguhan sobek yang tinggi. Ditinjau dari sifat kimia,
kualitas kayu karet termasuk ke dalam kelas II. Berdasarkan sifat fisik, mekanis,

II-14
dan kimia tersebut, kayu karet memungkinkan dimanfaatkan sebagai bahan
bangunan, mebel, dan bahan baku pulp. (Boerhendhy, 2006).

2.12 Biomassa
Biomassa merupakan jumlah total materi organik tanaman yang hidup di
atas tanah yang diekspresikan sebagai berat kering tanaman per unit areal.
Menurut (Hadi, 2007, dikutip oleh Susilowati, 2011) mendefinisikan biomassa
sebagai jumlah total berat kering semua bagian tumbuhan hidup, baik seluruh atau
hanya sebagian tubuh organisme, populasi, atau komunitas yang dinyatakan
dalam berat kering per oven per unit area (Susilowati, 2011).
Menurut (Kusmana, 1993, dikutip oleh Susilowati, 2011) biomassa
tersusun oleh senyawa karbohidrat yang terdiri atas elemen karbon, hidrogen,
dan oksigen yang dihasilkan dari proses fotosintesis tanaman. Biomassa
dibedakan menjadi dua kategori yaitu biomassa di atas permukaan tanah
(aboveground) dan biomassa di bawah permukaan tanah (belowground).
Biomassa di atas permukaan tanah adalah bobot bahan organik per unit luasan
waktu tertentu yang dihubungkan ke suatu fungsi sistem produktivitas, umur
tegakan, dan distribusi organik (Susilowati, 2011).
Biomassa di bawah permukaan tanah umumnya 40 % dari total biomassa
berupa akar. Nilai estimasi biomassa di bawah permukaan tanah suatu pohon tidak
kurang dari 15 % dari biomassa di atas permukaan tanah. Terdapat hubungan
antara biomassa di bawah permukaan tanah (B) suatu pohon dengan diameter akar
(D) yang dituangkan dalam persamaan B = ∑a Dib. Selain itu biomassa di bawah
tanah dapat dihitung dengan berdasarkan biomassa di atas tanah dibagi dengan
rasio tajuk – akar. Menurut (Hairiah,. 2001, dikutip oleh Susilowati, 2011) nilai
rasio tajuk akar tergantung kondisi lahan yaitu untuk lahan hutan tropik basah atau
upland normal bernilai 4, sedangkan untuk daerah selalu basah bernilai lebih dari
10 dan pada lahan yang memiliki kesuburan sangat rendah bernilai 1. Nilai rasio
akar – tajuk hutan sekunder dalam ekosistem tropis sebesar 0.1 (Susilowati,
2011).

II-15
2.13 Karbon dan Karbon Aktif
Karbon atau zat arang merupakan unsur kimia dengan simbol C. Karbon
merupakan unsur non logam dan bervalensi 4, yang berarti memiliki empat
elektron yang di gunakan untuk membentuk ikatan kovalen istilah “karbon”
berasal dari bahasa latin yang berarti batu bara (Ira, 2016)
Karbon aktif adalah senyawa karbon yang memiliki daya adsorpsi atau
daya serap tinggi karena mengalami proses aktivasi kimia atau aktivasi fisika di
mana saat proses aktivasi tersebut gas hidrogen, kandungan uap air dan gas-gas
lain terlepas dari permukaan material karbon aktif. Setelah hilang atau lepasnya
gas-gas dan uap air tersebut karbon aktif memiliki daya adsorpsi (daya serap)
tinggi. Daya serap karbon aktif tergantung dari jumlah senyawa karbon yang
dimilikinya, yang berkisar 85% sampai dengan 95% karbon bebas. Karbon aktif
berwarna hitam, tidak berasa dan mempunyai daya serap yang lebih besar. Sifat-
sifat karbon aktif ditinjau dari parameter fisis dan kimia dapat dilihat pada Tabel
2.1. berikut :
Tabel 2.1 Sifat-sifat Karbon Aktif
No Sifat Fisis Sifat Kimia
1 Warna Hitam Tidak larut dalam air dan
2 Bentuk kristalin Amorf asam, tetapi larut dalam
3 Massa molekul 12,1 g/mol
alkali, misalnya NaOH dan
4 Massa jenis 1,8 g/cm3-2,1 g/cm3
5 Titik leleh >3500 oC KOH
6 Titik didih 4200 oC
(Wahjuni, 2005 dikutif oleh Ira, 2016)
Karbon aktif merupakan suatu bentuk karbon yang telah melalui proses
aktivasi dengan menggunakan uap air, gas CO2 atau senyawa kimia sehingga pori-
porinya dapat terbuka dan setelah di aktivasi daya adsorpsinya menjadi lebih
tinggi. Kandungan air yang terdapat dalam karbon aktif berkisar 5% sampai
dengan 15%, kandungan abu 2% sampai dengan 3%, dan sisanya terdiri dari
karbon (Ira, 2016)

II-16
2.14 Proses Sintering
Sintering merupakan metode pembuatan material dari serbuk dengan
pemanasan sehingga terbentuk ikatan partikel. Sintering adalah pengikatan
bersama antar partikel pada suhu tinggi. Proses sintering sangat rumit dan
melibatkan beberapa mekanisme bahan transportasi, interaksi gas-padat dan reaksi
kimia selama suhu tinggi. Jika ada beberapa bahan dicampur dan suhu semakin
meningkat mungkin ada satu atau lebih bahan tersebut akan meleleh, proses
tersebut adalah fase sintering cair, tapi unsur utama harus solid untuk
mengamankan stabilitas. Selama sintering, penyusutan komponen mungkin
penghematan. bubuk halus cenderung menyusut lebih dan tentu saja lebih tinggi
hasil kepadatan. Jika penyusutan terjadi berbeda dalam arah yang berbeda
masalah akan terjadi dengan stabilitas dimensi. Kontrol suhu sangat diperlukan
untuk mengoptimalkan hasil akhir (Purwanto, 2016).

Gambar 2.8 Proses Sintering


(Haryadi, 2014)

Peralatan yang paling penting dalam proses sintering adalah dapur sinter.
Dapur ini harus dapat mengatur temperatur, waktu pemanasan, kecepatan
pemanasan dan lingkungan dalam dapur itu sendiri. Pemilihan dapur sinter
bergantung pada penggunaanya. Secara umum pemeliharaannya tergantung pada
daerah kerja, ukuran green body, atmosfer atau lingkungan yang di inginkan dan
biaya produksinya (Purwanto, 2016)
Ada dua tipe dapur sinter, yaitu dapur satu (batch furnace) dan dapur
kontinyu (continuous furnace). Batch furnace diisi material yang akan disinter

II-17
lalu temperature diatur sesuai dengan kebutuhan. Sedangkan dapur kontinyu
dilengkapi dengan serbuk yang terdiri dari jalinan kawat dimana diletakkan green
body. Sabuk ini bergerak menuju daerah pemanasan, kemudian ke daerah
pendingin, proses sinter dengan jumlah banyak. Batch furnace digunakan pada
siklus sintering khusus dengan produksi terbatas. Pemilihan temperature sinter
untuk terjadinya katan antar partikel akan sangat tergantung dari jenis material itu
sendiri. Tidak ada kondisi temperature yang tepat untuk proses sinter pada suatu
bahan tertentu, akan tetapi ada ketentuan 17 umum mengenai sinter padat yang
dilakukan di bawah temperature lebur dari bahan tersebut (Fitrianto, 2012).

2.15 Pengujian Sifat Mekanik


2.15. 1 Pengujian Kekerasan.
Kekerasan (hardness), dapat didefenisikan sebagai kemampuan suatu
bahan untuk tahan terhadap deformasi plastis. Sifat ini berkaitan dengan sifat
tahan aus (wear resistance). Kekerasan juga mempunya korelasi dengan kekuatan.
Pengujian kekerasan adalah satu dari sekian banyak pengujian yang dipakai
karena dapat dilaksanakan pada benda uji yang kecil tanpa kesulitan mengenai
spesifikasi. Pengujian yang paling banyak dipakai adalah dengan menekankan
penekanan tertentu dan dengan mengukur ukuran bekas penekanan yang terbentuk
diatasnya, cara ini dinamakan cara kekerasan penekanan (Pratama, 2011).
Ada cara lain yaitu dengan menjatuhkan bola dengan ukuran tertentu dari
ketinggian tertentu dari ketinggian tertentu diatas benda uji dan diperoleh tinggi
pantulannya. Akan tetapi, pada penelitian ini digunakan cara kekerasan penekanan
dengan Rockwell B. Pengujian kekerasan Brinell merupakan pengujian standar
secara industri, tetapi karena penekanannya dibuat dari bola baja yang berukuran
besar dengan beban besar maka bahan lunak atau keras sekali tidak dapat diukur
kekerasannya. Pengujian kekerasan Rockwell cocok untuk semua material yang
keras dan lunak. Penggunaan pengujian ini sederhana dan penekanannya dapat
dengan leluasa (Pratama, 2011).
Kekerasan Brinell dapat dicari dengan rumus dibawah ini :
2xP
BHN = 𝑥 = 2 ...............................................................(2.1)
𝜋 𝐷.(𝐷−√𝐷 − 𝑑2 ))

II-18
HB : Brinell Hardness Number
P : Beban yang menekan (Kg)
D : Diameter Penetrator (mm)
d : Diameter injakan penetrator (mm)

2.15.2 Pengujian Lentur

Kekuatan (strength), menyatakan kemampuan bahan untuk menerima


tegangan tanpa menyebabkan bahan menjadi patah. Kekuatan ini ada beberapa
macam, tergantung pada jenis beban yang bekerja atau mengenainya. Contoh
kekuatan lengkung. Material yang lentur (tidak kaku) adalah material yang dapat
mengalami regangan bila diberi tegangan atau beban tertentu. Kelenturan
(Ductility) Merupakan sifat mekanik bahan yang menunjukkan derajat deformasi
plastis yang terjadi sebelum suatu bahan putus atau patah. Untuk mengetahui
kekuatan lentur suatu material dapat dilakukan dengan pengujian lentur terhadap
material tersebut. Kekuatan lentur atau kekuatan lengkung adalah tegangan lentur
terbesar yang dapat diterima akibat pembebanan luar tanpa mengalami deformasi
yang besar atau kegagalan. Besar kekuatan lentur tergantung pada jenis material
dan pembebanan.
Kekuatan lentur pada sisi bagian atas sama nilai dengan kekuatan lentur
pada sisi bagian bawah. Pengujian dilakukan three point bending.

Gambar 2.5. Three Point Bending


(Sumber: Sulistijono,2004)
Pada perhitungan kekuatan lentur ini, digunakan persamaan yang ada pada
standar UNIVERSAL TESTING MACHINE DME-15-06001, sehingga kekuatan
lentur dirumuskan sebagai berikut:

II-19
3.P.L
p = (2.b.d2) ............................................................................................. (2.2)

Dimana : S = Tegangan lentur (Mpa)


: p = Beban/Load (N)
: b = Lebar/Widh (mm)
: d = Tebal/Depth (mm)

2.16 Rancangan Acak Lengkap


Rancangan acak lengkap didefenisiskan sebagi suatu eksperimen di mana
kita hanya mempunyai sebuah faktor yang nilainya berubah-ubah (Sudjana, 1994
dikutf oleh Siska, 2012) oleh. Faktor yang diperhatikan dapat memiliki sejumlah
taraf dengan nilai yang bisa kuantitatif, kualitatif, bersifat tetap ataupun acak.
Pengacakan mengenai eksperimen tidak ada pembatasan, dan dalam hal demikian
kita peroleh desain yang diacak secara lengkap atau sempurna yang biasa kita
sebut dengan desain rancangan acak lengkan (RAL). Jadi rancangan acak lengkap
adalah desain di mana perlakuan dikenakan sepenuhnya secara acak kepada unit-
unit eksperimen, atau sebaliknya. Dengan demikian tidak terdapat batasan
terhadap pengacakan seperti misalnya dengan adanya pemblokan dan
pengalokasian perlakuan terhadap unit-unit eksperimen. Karena bentuknya
sederhana, maka desain ini banyak digunakan. Akan tetapi satu hal harus diingat,
bahwa desain ini hanya dapat digunakan apabila persoalan yang dibahas
mempunyai unit-unit eksperimen yang bersifat homogen. Jika hal ini terjadi, maka
pemblokan harus diadakan agar efesien desain menjadi meningkat. Prosedur
rancangan acak lengkap juga mempergunakan prosedur uji hipotesis yang sama
dengan prosedur uji hipotesis yang lain (Siska, 2012)
RAL merupakan rancangan yang paling sederhana diantara rancangan-
rancangan percobaan yang lain. Dalam rancangan ini perlakuan dikenakan
sepenuhnya secara acak terhadap satuan-satuan percobaan atau sebaliknya. Pola
ini dikenal sebagai pengacakan lengkap atau pengacakan tanpa pembatasan.
Penerapan percobaan satu faktor dalam RAL biasanya digunakan jika kondisi
satuan-satuan percobaan relatif homogen. Dengan keterbatasan satuan-satuan
percobaan yang bersifat homogen ini, rancangan percobaan ini digunakan untuk

II-20
jumlah perlakuan dan jumlah satuan percobaan yang relatif tidak banyak (Siska,
2012).

II-21

Anda mungkin juga menyukai