Anda di halaman 1dari 76

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Perkembangan industri otomotif meliputi komponen-komponen pada sepeda
motor dengan berbagai macam produk dan merek menyebabkan persaingan antar
produsen, baik dalam persaingan harga, mutu dan kualitas produk. Komponen
sepeda motor yang sering diganti adalah kampas rem. Rem berfungsi dengan
baik, maka dapat mengakibatkan kecelakaan.pada umumnya, kampas rem sepeda
motor terbuat dari baha n asbes dan unsur-unsur lainnya seperti SiC, Mn, atau CO.
Berdasarkan proses pembuatannya, kampas rem sepeda motor termasuk pada
particulate composite.
Kualitas kampas rem harus memenuhi standar, salah satunya teragntung dari
kekerasannya. Kekerasan kampas rem berkaitan dengan umur kampas rem, umur
drum atau piringan serta jenis kendaraan. Untuk mendapatkan hasil produksi
optimal, maka akan dilakukan eksperimen dari faktor-faktor yang mempengaruhi
nilai kekerasan kampas rem dan menentukan level dari faktor-faktor tersebut.
Akan tetapi bahan kampas rem yang terbuat dari asbes sangat membahayakan
kesehatan karena mengganggu pencemaran. Sehingga kampas rem yang terbuat
dari non asbes sekarang banyak dikembangkan dan di jadikan objek penelitian
dengan ditambahkannya inovasi –inovasi pengganti asbes.
Kelapa merupakan komoditas yang berkembang di kabupaten jember (Regional
investement). Menurut Morshed dan Haseeb (2004) bahwa kelapa berpotensi
sebagai alternative serat penguat bahan gesek non-asbes karena tempurung kelapa
memiliki kekerasan 50-80 kgf.mm, keausan 5x10-4 - 5x10-3 mm2/kg dan
kerapatannya tinggi, serta serapan airnya rendah (Desi Kiswiranti,2007). Dari
uraian di atas menunjukan bahwa ketersediaan dan potensi limbah tempurung
kelapa sebagai bahan komposit untuk kampas rem kendaraan. Sebelum digunakan
sebagai kampas rem, berbagai kajian sifat fisis-mekanis komposit berbahan dasar
serbuk tempurung kelapa bermatrik epoxy perlu dilakukan untuk mengetahui
tingkat kekerasan kampas dan keausan.
Aluminium merupakan logam ringan yang banyak terdapat di alam dan
menduduki nomor dua tingkat produksinya setelah besi atau baja. Selain itu
aluminium ini memiliki sifat-sifat yang baik, seperti lebih tahan korosi
dibandingkan dengan besi, memiliki daya hantar listrik yang baik dan ringan.
Aluminium dapat dijadikan bahan komposit pada kampas rem memiliki bobot
ringan.
Resin epoksi adalah salah satu dari jenis polimer yang berasal dari kelompok
thermoset, yang dibentuk melalui proses polimerisasi kondensasi. Bahan plastik
yang tidak dapat dilunakkan kembali atau dibentuk kembali keadaaan sebelum
mengalami pengeringan. Resin epoksi termasuk kelompok polimer yang
digunakan sebagai bahan pelapis, perekat, dan sebagai matriks pada material
komposit di beberapa bagian struktural, kekuatan perekat epoksi terdegrasi pada
suhu 350o F (177o C) yang memilki sifat baik dalam hal reaksi kimia,
konduktifitas termal, konduktivitas listrik, tahan korosi, kekuatan tarik kekuatan
banding sangat baik berstruktur amorf, tidak meleleh, tidak bisa di daur ulang.
Atom-atomnya berikatan kuat sekali serta memiliki kelemahan pada sifat sensitif
menyerap air dan getas (Fred, 1994)
Material komposit adalah material yang trbuat dari dua bahan atau lebih yang
terpisah dan berbeda tetapi membentuk komponen tunggal dengan tujuan untuk
menghasilkan sifat-sifat bahan yang berbeda terhadap sifat-sifat unsur bahan
penyusunnya. Menurut Handoyo, komposit terdiri dari suatu bahan utama
(matrik-matrik) dan suati jenis penguatan/resin. Yang ditambahkan untuk
meningkatkan kekuatan dan kekuatan matrik. Bahan komposit memiliki banyak
keunggulan, diantaranya berat yang lebih ringan, kekuatan dan ketahan yang lebih
tinggi, tahan korosi dan ketahanan aus (Smallman & Bishop, 2000)
1.2 TUJUAN KHUSUS PENELITIAN
Adapun tujuan dan manfaat dari penelitian pengaruh variasi ukuran serbuk
tempurung kelapa- alumunium komposit epoksi terhadap nilai kekerasan dan
laju keausan adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pengaruh variasi ukuran partikel adiktif serbuk tempurung
kelapa terhadap nilai kekerasan komposit alumunium epoksi
2. Mengetahui pengaruh variasi ukuran partikel adiktif serbuk tempurung
kelapa terhadap nilai laju keausan komposit alumunium epoksi.

1.3 MANFAAT PENELITIAN


1. Dapat mengetahui variasi ukuran serbuk tempurung kelapa kampas rem
dari campuran serbuk tempurung kelapa-alumunium dengan matriks resin
Epoxy yang memiliki nilai kekerasan tertinggi untuk digunakan sebagai
material alternatif pada kampas rem
2. Dapat mengetahui variasi ukuran serbuk tempurung kelapa pada kampas
rem dari campuran serbuk tempurung kelapa-aluminium dengan matriks resin
Epoxy yang memiliki nilai laju keausan terendah untuk digunakan sebagai
material alternatif pada kampas rem
3. Dapat mengetahui apakah serbuk tempurung kelapa dapat dijadikan
sebagai material alternatif pada kampas rem.
1.4 KEUTAMAAN PENELITIAN
- Memberikan manfaat bagi orang lain terutama para pengendara sepeda
motor
- Menghemat biaya produk
- Awet dan tahan lama
- Ramah lingkungan

1.5 TEMUAN YANG DITARGETKAN


Dengan temuan ini kami mengaharapkan bisa berguna bagi orang yang
banyak serta bermanfaat bagi lingkungan karena bahan yang kami gunakan
berasal dari alam sehingga lebih ramah terhadap lingkungan sekitar.
Menghemat biaya produksi dan lebih awet pemakain nya.

1.6 KONTRIBUSI PENELITIAN


Mampu memberikan pengetahuan dan informasi baru dalam metode
pembuatan kampas rem

1.7 LUARAN

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 REM
Sistem rem dalam suatu kendaraan sepeda motor termasuk sistem
yang sangat penting karena berkaitan dengan faktor keselamatan
berkendara. Sistem rem berfungsi untuk memperlambat dan atau
menghentikan sepeda motor dengan cara mengubah tenaga
kinetik/gerak dari kendaraan tersebut menjadi tenaga panas.
Perubahan tenaga tersebut diperoleh dari gesekan antara komponen
bergerak yang dipasangkan pada roda sepeda motor dengan suatu
bahan yang dirancang khusus tahan terhadap gesekan. Gesekan
(friction) merupakan faktor utama dalam pengereman. Oleh karena itu
komponen yang dibuat untuk sistem rem harus mempunyai sifat
bahan yang tidak hanya menghasilkan jumlah gesekan yang besar,
tetapi juga harus tahan terhadap gesekan dan tidak menghasilkan
panas yang dapat menyebabkan bahan tersebut meleleh atau berubah
bentuk.
Bahan-bahan yang tahan terhadap gesekan tersebut biasanya
merupakan gabungan dari beberapa bahan yang disatukan dengan
melakukan perlakuan tertentu. Sejumlah bahan tersebut antara lain;
tembaga, kuningan, timah, grafit, karbon, kevlar, resin/damar, fiber
dan bahan-bahan aditif/tambahan lainnya. Terdapat dua tipe sistem
rem yang digunakan pada sepeda motor, yaitu: 1) Rem tromol (drum
brake) dan 2) rem cakram/piringan (disc brake). Cara pengoperasian
sistem rem-nya juga terbagi dua, yaitu; 1) secara mekanik dengan
memakai kabel baja, dan 2) secara hidrolik dengan menggunakan
fluida/cairan. Cara pengoperasian sistem rem tipe tromol umumnya
secara mekanik, sedangkan tipe cakram secara hidrolik (Soebiyakto,
2011)

Jenis Rem
2.1.1.1 Rem Tromol
Rem tromol merupakan sistem rem yang telah menjadi metode pengereman
standar yang digunakan sepeda motor kapasitas kecil pada beberapa tahun
belakangan ini. Alasannya adalah karena rem tromol sederhana dan
murah.Cara pengoperasian rem tromol pada umumnya secara mekanik yang
terdiri dari:

pedal rem (brake pedal) dan batang (rod) penggerak. Konstruksi dan
cara kerja rem tromol seperti terlihat pada gambar 2.1 berikut ini :

Gambar 2.1 Konstruksi Rem


Tromol
(http://andreroenaldikkpimuga.blo
gspot.com)

Rem tromol terbuat dari besi tuang dan digabung dengan hub
saat rem digunakan sehingga panas gesekan akan timbul dan gaya
gesek dari brake lining dikurangi. Drum brake mempunyai sepatu rem
(dengan lining) yang berputar berlawanan dengan putaran drum (wheel
hub) untuk mengerem roda dengan gesekan. Pada sistem ini terjadi
gesekangesekan sepatu rem dengan tromol yang akan memberikan
hasil energi panas sehingga bisa menghentikan putaran tromol tersebut.
Rem jenis tromol disebut “internal expansion lining brake”.
Permukaan luar dari hub tersedia dengan sirip-sirip pendingin yang
terbuat dari aluminium– alloy (paduan aluminium) yang mempunyai
daya penyalur panas yang sangat baik. Bagian dalam tromol akan tetap
terjaga bebas dari air dan debu kerena tromol mempunyai alur untuk
menahan air dan debu yang masuk dengan cara mengalirkannya lewat
alur dan keluar dari lubang aliran.

Berdasarkan cara pengoperasian sepatu rem, sistem rem tipe


tromol pada sepeda motor diklasifikaskan menjadi dua, yaitu:
1. Tipe Single Leading Shoe
Rem tromol tipe single leading shoe merupakan rem paling
sederhana yang hanya mempunyai sebuah cam/nok penggerak
untuk menggerakkan dua buah

sepatu rem. Pada ujung sepatu rem lainnya dipasang pivot pin
(pasak) sebagai titik tumpuan sepatu rem.

Gambar 2.2 Rem Tromol Tipe single leading shoe


(http://andreroenaldikkpimuga.blogspot.com)

2. Tipe Two Leading Shoe


Rem tromol tipe two leading shoe dapat menghasilkan gaya
pengereman kira-kira satu setengah kali single leading shoe. Terutama
digunakan sebagai rem depan, tetapi baru-baru ini digantikan oleh disc
brake (rem cakram). Rem tipe ini mempunyai dua cam/nok dan
ditempatkan di masing-masing ujung dari leading shoe dan trailing
shoe. Cam tersebut bergerak secara bersamaan ketika rem digunakan
melalui batang penghubung yang bisa distel. Setiap sepatu rem
mempunyai titik tumpuan tersendiri pivot) untuk menggerakkan cam.

Gambar 2.3 Rem Tromol Tipe Two Leading Shoe


(http://totalotomotif.com/rem- tromol-drum-
brake/rem-tromol-tipe-two-leading-shoe/)

2.1.1.2 Rem Cakram


Rem cakram dioperasikan secara hidrolis dengan memakai tekanan
cairan. Pada rem cakram, putaran roda dikurangi atau dihentikan dengan
cara penjepitan cakram (disc) oleh dua bilah sepatu rem (brake pads). Rem
cakram mempunyai sebuah plat disc (plat piringan) yang terbuat dari
stainless steel yang akan berputar bersamaan dengan roda. Pada saat rem
digunakan plat disc tercekam dengan gaya bantalan piston yang bekerja
sacara hidrolik. Menurut mekanisme penggerakannya, rem cakram
dibedakan menjadi dua tipe, yaitu rem cakram mekanis dan rem cakram
hidrolis. Pada umumnya yang digunakan adalah rem cakram hidrolis.
Gambar 2.4 Rem Cakram ( Jared Fiest, 2014 )

Saat tangkai rem atau pedal digerakkan, master silinder


mengubah gaya yang digunakan kedalam tekanan cairan. Master
silinder ini terdiri dari sebuah reservoir yang berisi cairan minyak rem
dan sebuah silinder yang mana tekanan cair diperoleh. Piston di
dalamnya akan mengatasi kembalinya spring, menutup port kembali
dan begerak lebih jauh. Tekanan cairan dalam master silinder
meningkat dan cairan melalui hose akan menggerakkan caliper. Saat
tangkai rem dilepaskan/dibebaskan, piston tertekan kembali ke
reservoir lewat port kembali (lubang kembali).
Adapun keuntungan dari menggunakan rem cakram (Disc
Brake) adalah sebagai berikut:
1. Panas akan hilang dengan cepat karena rem cakram memiliki
sistem berpendingin di luar (terbuka), sehingga pendinginan dapat
dilakukan pada saat kendaraan melaju.

2. Tidak akan ada kekuatan tersendiri seperti rem sepatu yang utama
pada saat dua buah rem cakram digunakan, tidak akan ada
perbedaan tenaga pengereman pada kedua sisi kanan dan kiri dari
rem. Sehingga sepeda motor tidak mengalami kesulitan untuk
tertarik ke satu sisi.
3. Jika rem basah, maka air tersebut akan akan dipercikkan keluar
dengan sendirinya oleh gaya sentrifugal.

2.1.1 2.1.2 Kampas Rem


Sistem rem berfungsi untuk memperlambat atau menghentikan
laju kendaraan saat berjalan. Proses ini terjadi dengan memanfaatkan
gesekan antara komponen bergerak yang dipasangkan pada roda
dengan suatu bahan yang
dirancang khusus tahan terhadap gesekan. Komponen yang dirancang dengan
bahan khusus tersebut ialah kampas rem. Gesekan pada kampas rem (friction)
merupakan faktor utama dalam pengereman. Oleh karena itu komponen ini
dibuat harus mempunyai sifat bahan yang tidak hanya menghasilkan gesekan
yang besar, tetapi juga harus tahan terhadap gesekan dan tidak menghasilkan
panas yang dapat menyebabkan bahan tersebut meleleh atau berubah bentuk.
Pada umumnya bahan baku kampas rem ialah asbestos dengan komposisi
asbestos
frict dust.40Bahan
s/d 60baku
%, resin 12 s/d
kampas rem15%,
non BaSO4 14: s/d
asbestos 15%, atau
aramyd sisanya karet ban
kevlar,
rockwool,
bekas, tembaga sisa kerajinan dan
fiberglass, potasiumtitanate, carbonfiber, graphite, celullose,
vemiculate, steelfiber, BaSO4, resin phenolic, nitrile butadine rubber .
Bentuk profil kampas rem tergantung jenis sistem rem yang digunakan,
adapun jenis sistem rem yang umum digunakan ialah sistem rem tromol
dan cakram (Barasa,dkk.,2014).

Gambar 2.5 Gambar kampas rem cakram


Asbestos (http://ibmbrakes.blogspot.com/2016/05/kampas-
rem-asbestos-vs-non-
asbestos.html)
Gambar 2.6 Kampas Rem Cakram Non
Asbestos (http://ibmbrakes.blogspot.com/2016/05/kampas-
rem-asbestos-vs-non-asbestos.html)

Kampas rem merupakan komponen penting pada kendaraan


bermotor dijalan raya. Pertambahan kendaraan bermotor roda dua dan
empat saat ini meningkat pesat sejalan laju pertumbuhan ekonomi
masyarakat. Komponen kendaraan yaitu kampas rem sangat perlu
mendapatkan perhatian yang lebih oleh pemegang kebijikan
( pemerintah ) dalam upaya melindugi konsumen dan mengurangi
persentase penyebab kecelakaan di jalan raya. Standar Nasional
Indonesia ( SNI ) kampas rem sudah di buat sejak tahun 1987 namun
beberapa parameter serta spesifikasinya perlu di tinjau atau di kaji
ulang sesuai perkembangan dan mengacu kepada standar internasiponal
atau pola perkembangan teknologi otomotif yang modern ini. (Pratama,
2010)

2.1.2.1 Fungsi Kampas Rem


Fungsi kampas rem adalah untuk menekan permukaan tromol
atau piringan rem agar terjadi gesekan diantara kedua komponen itu.
Karena bahan penyusun kampas rem terbuat dari bahan keramik yang
memiliki gaya gesek tinggi maka disaat pad ini menyentuh piringan
akan terjadi gesekan yang mengubah energi putar menjadi energi gerak,

sehingga laju kendaraan akan terhenti.


Pada saat kendaraan berkecepatan tinggi fungsi kampas rem
memiliki beban mencapai 90% dari komponen lainnya. Kampas rem
memiliki peranan yang sangat penting, bahkan keselamatan jiwa
manusia tergantung pada kualitas dari komponen tersebut.(Aditya Eko
Saputro, Ranto, n.d.)

2.1.2.2 Material Kampas Rem


Kualitas kampas rem dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
komposisi material dan jenis material yang digunakan. Pada umumnya
material pembentuk kampas rem terdiri dari bahan yang mengandung
asbestos atau non asbestos. Seiring berkembangnya zaman
pengembangan kampas rem non asbestos marak dilakukan
menggunakan filler organik. Hal ini didasari oleh performa
pengereman kampas non asbestos yang jauh lebih baik tidak fading dari
pada kampas asbestos. (Sayudi et al., 2014)
Persyaratan bahan untuk kampas rem, baik untuk drum ataupun disk
sangatlah sulit. Disamping agar dapat memberikan koefisien gesek
yang tinggi, juga diharapkan tidak terpengaruh oleh temperature,
tekanan, kecepatan gesek, air, oli, dan secara mekanis harus mampu
dikeling atau dilem pada sepatunya, tidak menimbulkan suara noise
akibat pengereman, berharga murah dan mempunyai umur pakai yang
lama.
Bahan dasar kampas secara umum adalah asbestos, dilengkapi
dengan bahan inorganik seperti: logam oksida; sulphat; dan silikat.
Semuanya dilekatkan bersama dengan berbagai resin organik, karet dan
lain-lain. Namun saat ini banyak digunakan material sintetis dimana
semua bahan dicampur jadi satu termasuk asbestos fibres; kawat seng
dan kuningan dengan menambahkan resin bahan pengikat. Sehingga
dengan demikian lebih mudah untuk ditambahkan bahan lain guna
meningkatkan kemampuan dari kampas rem, yang kemudian dikenal
dengan tipe cetak (moulded tipe). Perilaku kampas rem terhadap
temperatur dapat menunjukkan kemampuan dari kampas rem itu sendiri
dan harga koefisien gesek yang stabil pada rentang temperatur kerjanya
merupakan suatu hal yang ideal. Penurunan yang besar dari harga
koefisien gesek pada temperatur tinggi dapat mengakibatkan fade dan
ini dapat menurunkan daya pengereman. (Lubi, n.d.)
Fakta di pasaran saat ini menunjukkan bahwa banyak kampas
rem yang terbuat dari bahan asbestos. Hal itu di karenakan harga dari
kampas rem berbahan asbestos ini murah. Kampas rem berbahan
asbestos hanya mampu bertahan pada suhu 200°C dan debu dari
kampas rem ini sangat beracun yang dapat menyebabkan fibrosis
(penebalan dan luka gores pada paru-paru), apabila kampas
rem ini terkena air maka daya pengeremannya akan terganggu. Berbeda
dengan kampas rem berbahan non asbestos yang mampu bertahan
hingga suhu di atas 300°C dan kampas rem berbahan non asbestos
tidak menghasilkan debu yang beracun sehingga ramah lingkungan dan
apabila terkena air daya pengeremannya masih bisa optimal.(Ryan
Bagas Wicaksono, Ranto, 2005)
Sifat mekanik menyatakan kemampuan suatu bahan (seperti
komponen yang terbuat dari bahan tersebut) untuk menerima
beban/gaya/energi tanpa menimbulkan kerusakan pada
bahan/komponen tersebut. Sering kali bila suatu bahan mempunyai
sifat mekanik yang baik tetapi kurang baik pada sifat yang lain, maka
diambil langkah untuk mengatasi kekurangan tersebut dengan berbagai
cara yang diperlukan. Untuk mendapatkan standar acuan tentang
spesifikasi teknik kampas rem, maka nilai kekerasan, keausan, bending
dan sifat mekanik lainnya harus mendekati nilai standar keamanannya.
Adapun persyaratan teknik dari kampas rem komposit yakni:
a. Untuk nilai kekerasan sesuai standar keamanan 68 – 105 (Rockwell R).

b. Ketahanan panas 360 0C, untuk pemakaian terus menerus

sampai dengan 250 0C.

c. Nilai keausan kampas rem adalah (5 x 10-4 - 5 x 10-3 mm2/kg)

d. Koefisien gesek 0,14 – 0,27

e. Massa jenis kampas rem adalah 1,5 – 2,4 gr/cm3

f. Konduktivitas thermal 0,12 – 0,8 W.m.°K

g. Tekanan Spesifiknya adalah 0,17 – 0,98 joule/g.°C

h. Kekuatan geser 1300 – 3500 N/cm2

i. Kekuatan perpatahan 480 – 1500 N/cm2


Sumber : (www.stopcobrake.com/en/file/en.pdf/SAEJ661)
2.2 Komposit
Kata komposit berasal dari kata “to compose” yang berarti
penyusun atau penggabung. Secara sederhana bahan komposit berarti
gabungan dari dua atau lebih bahan yang berlainan. Komposit adalah
suatu bahan yang merupakan gabungan dua material atau lebih pada 14
skala makroskopis untuk membentuk

meterial ketiga yang lebih bermanfaat (Jones, 1975). Komposit


merupakan penggabungan material berbeda yang mempunyai tujuan
untuk menemukan material baru yang mempunyai sifat antara
(intermediate) material penyusunnya yang tidak akan di peroleh jika
material penyusunnya berdiri sendiri. Sifat yang dihasilkan dari
penggabungan material diharapkan bisa saling memperbaiki kelemahan
dan kekurangan material penyusunnya. Komposit sangat berkembang
pesat setiap tahunnya. Aplikasi komposit sudah digunakan untuk
pesawat terbang dan pembuatan kapal. Komposit ini digunakan karena
memiliki sifat yang ringan, kuat, dan memiliki kekakuan yang baik.
Material komposit memiliki sifat mekanik yang lebih bagus dari pada
logam, memiliki kekuatan bisa diatur yang tinggi (tailorability),
memiliki kekuatan lelah (fatigue) yang baik, memiliki kekuatan jenis
(strength/ weight) dan kekakuan jenis (modulus Young/ density) yang
lebih tinggi daripada logam, tahan korosi, memiliki sifat isolator panas
dan suara, serta dapat dijadikan sebagai penghambat listrik yang baik,
dan dapat juga digunakan untuk menambal kerusakan akibat
pembebanan dan korosi (Sirait, 2010). Adanya dua penyusun komposit
atau lebih menimbulkan beberapa daerah dan istilah penyebutannya
yakni matriks (penyusun dengan fraksi volume terbesar), penguat
(Penahan beban utama), interphase (pelekat antar dua penyusun), dan
interface (permukaan phase yang berbatasan dengan phase lain).
Secara umum material komposit tersusun dari dua komponen
utama yaitu matriks (bahan pengikat) dan filler (bahan pengisi).
1. Filler
Filler merupakan penguat atau bahan pengisi yang biasanya
memiliki sifat yang kuat dan kaku. Dalam pembuatan komposit
penguat biasanya berupa serat atau serbuk. Serat yang digunakan pada
pembuatan komposit biasanya adalah tserat E-Glass, serat Boron, serar
Carbon, dan serat yang berasal dari alam yaitu serat kenaf, rami,
cantula, jute, dan lain-lain. Sedangkan serbuk yang sering digunakan
adalah Mgo, Alumunium, serta serbuk yang berasal dari alam yaitu
tempurung kelapa, bonggol jagung, dan fly ash.
2. Matrik
Matrik adalah pengikat dari filler yang biasanya berfungsi
untuk mengikat serat atau serbuk yang akan terbentuk menjadi
komposit. Matrik memegang

peranan penting dalam mentransfer tegangan, melindungi serat dari


lingkungan dan menjaga permukaan serat dari pengikisan. Matrik harus
memiliki kompatibilitas yang baik terhadap serat. Gibson R.F, (1994)
mengatakan bahwa matrik pada komposit biasanya berasal dari bahan
logam, keramik, maupun polimer. Polimer adalah jenis matriks yang
sering digunakan untuk pembuatan komposit dari alam seperti resin
epoxy atau resin polyester
2.1.1 Tujuan Komposit
Tujuan dibuatnya komposit yaitu memperbaiki sifat mekanik
atau sifat spesifik tertentu, mempermudah desain yang sulit pada
manufaktur, keleluasaan dalam bentuk atau desain yang dapat
menghemat biaya produksi, dan menjadikan bahan lebih ringan.
komposit yang diproduksi oleh suatu instansi atau pabrik biasanya
dapat diprediksi sifat mekanik dari bahan komposit berdasarkan bahan
matrik dan bahan penguatnya (Callister, 2007).
Adapun beberapa sifat mekanik yang dapat diprediksi dari
komposit yaitu kekuatan tarik dan kelayakan sebagai material komposit
(validitas komposit). Dalam komposit kekuatan tarik dipengaruhi oleh
kekuatan interface-nya. Dari pengujian kekuatan interface sangat sulit
ditentukan karena prosesnya yang tidak sederhana. Sehingga hasil
pengujian juga sangat sulit ditentukan karena adanya faktor teknis
pembuatan spesimen. Untuk komposit serat , perbedaan campuran
unsur matrik dan perbedaan serat juga menghasilkan kekuatan adhesive
yang berbeda sehingga tidak jarang serat akan putus sebelum terlepas
dari matriknya (Matthew, 1999). (Daniel Andri Porwanto, 2008)

2.1.2 Jenis – jenis Komposit


Ditinjau dari unsur pokok penyusun komposit, maka komposit
dapat dibedakan menjadi beberapa macam, antara lain :
a. Komposit Lapis
Komposit lapis merupakan jenis komposit yang terdiri atas dua
lapisan atau lebih yang digabung menjadi satu dimana setiap
lapisannya memiliki karakteristik berbeda. Sebagai contoh adalah
Polywood Laminated Glass yang merupakan komposit yang terdiri
dari lapisan serat dan lapisan matriks, komposit ini sering
digunakan sebagai bangunan.
b. Komposit Serpihan
Suatu komposit serpihan terdiri atas serpih-serpih yang saling
menahan dengan mengikat permukaan atau dimasukkan kedalam
matriks. Sifat-sifat khusus yang dapat diperoleh adalah bentuknya
yang besar dan permukaannya yang datar.

c. Komposit Partikel
Komposit yang dihasilkan dengan menempatkan partikel-
partikel dan sekaligus mengikatnya dengan suatu matriks bersama-
sama. Contoh komposit partikel yang sering dijumpai adalah
beton, dimana butiran butiran pasir diikat bersama dengan matriks
semen. Bahan komposit partikel pada umumnya lemah dan
fracture toughness-nya lebih rendah dibandingkan dengan serat
panjang, namun disisi lain bahan ini mempunyai keunggulan
dalam ketahanan terhadap aus.
d. Komposit Serpihan
Suatu komposit serpihan terdiri atas serpih-serpih yang saling menahan
dengan mengikat permukaan atau dimasukkan kedalam matriks. Sifat-sifat
khusus yang dapat diperoleh adalah bentuknya yang besar dan permukaannya
yang datar.
e. Komposit Partikel
Komposit yang dihasilkan dengan menempatkan partikel-partikel dan
sekaligus mengikatnya dengan suatu matriks bersama-sama. Contoh komposit
partikel yang sering dijumpai adalah beton, dimana butiran butiran pasir
diikat bersama dengan matriks semen. Bahan komposit partikel pada
umumnya lemah dan fracture toughness-nya lebih rendah dibandingkan
dengan serat panjang, namun disisi lain bahan ini mempunyai keunggulan
dalam ketahanan terhadap aus.
f. Komposit Serat
Komposit serat yaitu komposit yang terdiri dari serat dan matriks. Komposit jenis ini hanya
terdiri dari satu lapisan. Serat yang digunakan dapat berupa serat sintesis (asbes, kaca,
boron) atau serat organik (selulosa, polipropilena, polietilena bermodulus tinggi, sabut
kelapa, ijuk, tandan kosong sawit, dll). Berdasarkan ukuran seratnya, komposit serat dapat
dibedakan menjadi komposit berserat panjang dan diameternya sebesar <100 mm. Serat
pendek ini dapat diorentasikan atau didistribusikan secara acak. Komposit serat panjang
lebih mudah diorientasikan dibanding serat pendek, akan tetapi komposit serat pendek lebih
memiliki rancang design lebih banyak. Bahan komposit serat mempunyai keunggulan yang
utama yaitu strong (kuat), stiff (tangguh), dan lebih tahan terhadap panas pada saat

didalam matrik (Schwartz, 1984).

2.2 Tanaman kelapa


Kelapa (Cocos nucifera) merupakan salah satu anggota tanaman palma
yang paling dikenal dan banyak tersebar di daerah tropis. Tinggi pohon kelapa
dapat mencapai 10 - 14 meter lebih, daunnya berpelepah dengan panjang dapat
mencapai 3 - 4 meter lebih dengan sirip-sirip lidi yang menopang tiap helaian.
Tanaman ini diperkirakan berasal dari pesisir Samudera Hindia di sisi
Asia, namun kini telah menyebar luas di seluruh pantai tropika dunia. Kelapa
merupakan tanaman tropis yang telah lama dikenal masyarakat Indonesia
termasuk daerah Gorontalo. Hal ini terlihat dari penyebaran tanaman kelapa
dihampir seluruh wilayah Nusantara, yaitu di Sumatera dengan areal 1,20
Universitas Sumatera Utara 8 juta ha (32,90%), Jawa 0,903 juta ha (24,30%),
Sulawesi 0,716 juta ha (19,30%), Bali, NTB, dan NTT 0,305 juta ha (8,20%),
Maluku dan Papua 0,289 juta ha (7,80%). Kelapa merupakan tanaman perkebunan
dengan areal terluas di Indonesia, lebih luas dibanding karet dan kelapa sawit.
Menempati urutan teratas untuk tanaman budidaya setelah padi. Kelapa
menempati areal seluas 3,70 juta ha atau 26% dari 14,20 juta ha total areal
perkebunan (Ardiawan, 2011).
Di Indonesia, banyak sekali limbah logam dan limbah organik yang dapat
dijadikan bahan baku bahan gesek, misalnya serabut kelapa. Serabut kelapa dapat
dijadikan sebagai pengganti grafit pada pembuatan bahan gesek. Banyak negara-
negara maju telah menghentikan produksi bahan gesek asbes, karena bahan asbes
dapat menyebabkan penyakit kanker. Potensi lain pemanfaatan serabut kelapa
adalah sebagai alternatif serat penguat bahan gesek karena serabut kelapa tersebut
memiliki karakteristik fisik dan mekanik yang baik yaitu kekerasan dan
kerapatannya tinggi, serta serapan airnya rendah (Morshed, 2004).

2.2.1 Serat Sabut Kelapa


Serat atau fiber dalam bahan komposit berperan sebagai bagian utama
yang menahan beban, sehingga besar kecilnya kekuatan bahan komposit sangat
tergantung dari kekuatan serat pengisinya. Selain itu, serat juga merupakan unsur
yang terpenting, karena seratlah nantinya yang akan menentukan sifat mekanik
komposit tersebut seperti kekakuan, keuletan, kekuatan. Semakin kecil diameter
serat, maka semakin kuat bahan tersebut, karena minimnya cacat pada material
(Hartanto, 2009).
Sabut
Kulit
Tempurung
Daging

Gambar 2.7 Bagian-bagian Buah kelapa (Waifielate, 2008)

Fungsi utama serat pada kompopsit yaitu:


a. Sebagai penahan beban. Dalam struktur komposit, serat menahan beban
sekitar 70% s.d 90%.
b. Memberikan sifat kekakuan, kekuatan, stabilitas panas dan sifat-sifat lain.
c. Memberikan konduktivitas pada komposit (tergantung dari serat
yang digunakan).

Gambar 2.8 Bagian-bagian Serat Sabut Kelapa (Waifielate, 2008)

Ketebalan sabut kelapa berkisar 5-6 cm sebagaimana yang diperlihatkan


pada Gambar 2.10 terdiri atas lapisan terluar (exocarpium) dan lapisan dalam
(endocarpium). Endocarpium mengandung serat halus yang dapat digunakan
sebagai bahan pembuat karpet, keset, tali, sikat, saringan, isolator panas dan suara,
bahan pengisi jok kursi, dan papan partisi. Satu butir buah kelapa dapat
menghasilkan 0,4 kg sabut yang mengandung 30% serat (Nurmaulita, 2010).
Serat sabut kelapa merupakan salah satu serat alam yang diperoleh dari
kulit buahnya (seed fiber). Serat sabut kelapa memiliki penampang melintang
yang berbentuk lingkaran. Bentuk morphologi penampang serat sabut kelapa
menunjukkan bahwa serat sabut kelapa memiliki banyak 24 rongga. Struktur
permukaannya lebih menyerupai busa (sponge) bahkan terdapat lubang yang
cukup besar berada di tengah-tengah diameternya. Luas lubang ini diperkirakan ±
5 % luas lingkaran penampang melintangnya. Serat sabut kelapa memiliki ukuran
diameter ratarata 236μm, serat sabut kelapa memiliki sifat yang paling ulet
(Sunariyo, 2008). Untuk mengetahui kandungan serat sabut kelapa maka
dilakukan uji komposisi seperti uji lignin, sellulosa, dan hemisellulosa. Uji lignin
dilaksanakan untuk mengetahui jumlah lignin yang terdapat dalam serat sabut
kelapa. Komposit yang diperkuat serat yang mengandung sedikit lignin maka
komposit tersebut akan memiliki sifat fisik dan kekuatan yang baik, karena lignin
bersifat rapuh dan kaku. (Sunariyo, 2008).

Tabel 2.1 Sifat Mekanis Beberapa Serat Alam

2.3 Magnesium Oksida (MgO)


MgO dipilih sebagai bahan pengisi yang juga berfungsi sebagai bahan
abrasif dan penguat karena karakteristik yang baik. selain itu juga magnesium
oksida sebagai 7 wetting agent yang membuat ikatan antar Alumina dan
Aluminium lebih kuat, tidak mudah terkikis permukaannya. Ketahanan aus dapat
ditingkatkan melalui penambahan unsur magnesium oksida. Magnesium oksida
stabil dalam atmosfir oksida hingga 2300oC dan 1700oC dalam atmosfir reduksi.
(Lukman Hadi Surya, 2008)
Gambar 2.9 Magnesium Oksida (http://www.yishunglaze.com)

2.3.1 Karakteristik Magnesium Oksida (MgO)


Sifat fisik magnesium oksida adalah: titik lebur 2800oC, kekerasan 5–6
skala Mohs, densitas 3,58 g/cm3, entalpi pembentukan 298 K = -14.900
KJ/kg[20]. Magnesium oksida mempunyai titik leleh yang sangat tinggi yaitu
berkisar sekitar 2800oC. Sehingga magnesium oksida stabil pada temperatur
tinggi. Oksida lain yang mempunyai titik leleh setinggi magnesium oksida
maupun di atasnya yaitu thorium oksida dan uranium oksida. Tetapi kedua oksida
tersebut merupakan senyawa radioaktif. Magnesium oksida diperingkatkan
sebagai bahan isolator yang paling tahan panas untuk aplikasi praktek.
Magnesium oksida juga mempunyai konduktivitas panas yang cukup baik.
Berilium oksida merupakan oksida yang lebih baik dalam hal konduktivitas panas
tetapi sifat racunnya membuatnya tidak dapat digunakan untuk aplikasi praktek.
Magnesium oksida juga memiliki tahanan listrik yang sangat baik, sehingga
banyak digunakan sebagai material insulator dengan karakteristik cenderung tidak
berubah saat dipanaskan. Magnesium oksida juga merupakan material yang aman
bagi tubuh manusia.(Lukman Hadi Surya, 2008)

2.3.2 Fungsi Magnesium Oksida (MgO)


Penggunaan magnesium oksida dalam aplikasi sangat bergantung pada
temperatur kalsinasi yang diberikan. Magnesium oksida dengan grade refractory
memiliki resistansi yang sangat tinggi terhadap syok termal dan banyak digunakan
dalam produksi baja untuk perlindungan dan replaceable linings untuk peralatan
yang digunakan untuk memegang baja cair. Fused magnesia mempunyai kekuatan
yang sangat bagus, tahan terhadap abrasi dan kestabilan kimia yang cukup bagus.
(Lukman Hadi Surya, 2008)

2.4 Aluminium (Al)


Aluminium (Al) merupakan logam ringan yang mempunyai ketahan korosi
yang baik dan hantaran listrik yang baik dan sifat- sifat yang baik lainnya sebagai
logam. Serbuk aluminium(Al) yang disinter memiliki sifat yang berbeda dengan
kebanyakan jenis material yang lainnya.(Purboputro, 2014)

Gambar 2.10 Serbuk Aluminium


(https://bisakimia.com/2015/08/06/jual- aluminium-
powder-serbuk-aluminium/)

Alumina adalah bahan baku utama dalam industri peleburan aluminium.


Alumina ini berasal dari bermacam-macam bahan baku seperti: bauksit, dowsit,
kaolinit, anorthosit, dan lain-lain. Aluminium oksida memiliki kekerasan yang
cukup tinggi sehingga sering dipakai sebagai bahan abrasif dan sebagai komponen
dalam alat pemotong. Alumina yang dihasilkan melalui anodiasi bersifat amorf,
namun beberapa proses oksidasi seperti plasma electrolytic oxidation
menghasilkan sebagian besar alumina dalam bentuk kristalin, yang meningkatkan
kekerasan. (Sayudi et al., 2014).
2.4.1 Karakteristik Aluminium (Al).

Tabel 2.2 Tabel karakteristik Aluminium (Al).

(Irawan, 2000)
Aluminium pertama kali ditemukan tahun 1825, logam ini dialam bebas
terdapat pada bauksit yang berupa senyawa oksida lumanium yang tidak murni,
selain itu terdapat silika dan oksida besi. Untuk memisahkan aluminium dari
unsur-unsur diatas dikembangkan proses reduksi elektrolisa, sehingga dihasilkan
aluminium dengan kadar Al (90 - 98) %, Berat Jenis Alumunium murni 2643
kg/m3 sedangkan titik cair aluminium 660oC. Kekerasan permukaan aluminium
murni 17 BHN sedangkan kekuatan tarik maksimum adalah 4,9 kg/m2. Untuk
memperbaiki sifat mekanis aluminium dilakukan dengan memadukan dengan
unsur-unsur lain seperti tembaga, silisium,magnesium, mangan, dan nikel.
(Kurniawan et al., 2014).

2.5 Kompaksi
Penekanan adalah salah satu cara untuk memadatkan serbuk menjadi
bentuk yang diinginkan. Terdapat beberapa metode penekanan, Diantaranya
penekanan dingin (cold compaction) dan penekanan panas (hot compaction).
Proses kompaksi juga bertujuan untuk menghidari gas yang terjebak di dalam
komposit cetak, sehingga terhindar dari cacat porositas. Selama proses kompaksi
perlu diperhitungkan gesekan yang terjadi. Pelumasan pada cetakan serta
pencampuran bahan pelumas pada bahan cetak (grafit) menjadi faktor penting
dalam proses ini. (Sayudi et al., 2014)
Proses kompaksi adalah proses memampatkan serbuk sehingga serbuk
akan saling melekat dan rongga udara antar partikel akan ter- dorong keluar.
Semakin besar tekanan kompaksi jumlah udara (porositas) diantara partikel akan
semakin sedikit, namun porositas tak mungkin mencapai nilai nol. Hasil kompaksi
biasa disebut Green Body. Proses pemampatan adalah suatu proses mesin
kompaksi yang memberikan gaya penekanan uniaksial (German, 1984).
Pemberian tekanan yang sangat besar terhadap material serbuk yang bertujuan
untuk mendapatkan spesimen benda uji yang diinginkan.(Purboputro, 2014)

2.6 Resin Epoxy


Epoxy termosets termasuk kelompok polimer yang digunakan sebagai
bahan pelapis, perekat, dan sebagai matriks pada material komposit. Epoxy
termosets sangat luas digunakan pada banyak aplikasi seperti automotif,
aerospace, perkapalan, dan peralatan elektronik. Salah satu epoxy termosets yang
sering digunakan dalam bidang industri adalah epoxy resin. Epoxy resin dibentuk
lewat reaksi kimia secara in situ, dimana resin dan hardener atau resin dengan
katalis dicampur dalam satu tempat kemudian terjadilah proses pengerasan
(polimerisasi). Sekali terjadi pengerasan, epoxy ini tidak bisa mencair lagi
sekalipun dilakukan pemanasan sehingga resin ini memiliki karakteristik mekanik
yang bagus, daya penyusut yang rendah, perekat yang bagus untuk banyak bahan
logam, dan tahan terhadap kelembaban udara serta tahan terhadap tekanan.
(Firmansyah, 2013)
Resin epoxy adalah matrik terbaik untuk macam-macam serat dalam
pembuatan komposit, hal ini ada beberapa alasan diantaranya :
1. Resin epoxy melekat sangat baik dengan banyak macam zat pengisi, zat
penguat dan substrat.
2. Resin epoxy dimungkinkan untuk divariasi secara luas dan zat pembantu
pemanasan dapat diformulasikan, untuk memberikan range yang lebar dari
sifat setelah pemanasan dan memberikan bermacam-macam spectrum dan
dapat memenuhi keperluan atau persyaratan proses.
3. Reaksi kimia antara resin epoxy dan zat pembantu pemanasan tidak mudah
menguap atau larut dalam air, oleh sebab itu, mengkeret setelah pemanasan
biasanya lebih rendah bila dibanddingkan dengan phenolik atau resin
polyester.
4. Resin epoxy setelah proses pemanasan tidak hanya tahan terhadap kimia
tetapi juga memberikan isolasi terhadap listrik yang baik.
Resin epoxy digunakan dalam bermacam-macam komposit dan dalam
bermacam-macam bagian struktur, selain itu juga digunakan sebagai pot dan
bahan campuran untuk kapsul, peralatan, cetakan powder dan perekat. Sebab resin
epoxy sangat tahan terhadap alkali, asam, dan kelembaban. Dapat mencapai suhu
penyimpangan panas tinggi, mengkeret rendah dan mempunyai daya tahan
terhadap volue tinggi. Resin epoxy memberikan kekuatan untuk merekat yang
tertinggi dari bahan polimer yang ada. Jadi resin epoxy dapat digunakan untuk
menggabungkan dari material yang tidak sama. Selain itu juga dapat dilakukan
proses pemanasan ada temperature dan waktu yang beberapa yang sangat penting
untuk dipertimbangkan jika memproduksi perekat secara komersial. Salah satu
penggunaan yang terpenting dari resin epoxy sebagai bagan matrik adalah pada
komposit dari benang filamen atau sebagai laminasi untuk bagian struktur.
Komposit bagian struktur telah banyak digunakan sebagai body pesawat,
ruangan, militer, dan aplikasi industri. Laminasi juga digunakan untuk papan
cetakan sirkuit pada industri elektrik.

Gambar 2.11 Resin Epoxy ( A) dan Hardener (B) merek Eposchon


Tabel 2.3 Sifat-sifat Resin Epoxi

Sifat resin Resin epoxy


Spesific gravity 1,11-1,40
Tensile strength, Mpa 27,58-89,63
Tensile modulus, (103Mpa) 2,413
Elongation, % 3-6

Deflection Temperature, 0C 97-532

Flextural Strength, Mpa 89,63-1444,79

(Sumber : Mallick, 1997)

2.7 Uji Kekerasan


Kekerasan (Hardness) adalah salah satu sifat mekanik (Mechanical
properties) dari suatu material. Kekerasan suatu material harus diketahui
khususnya untuk material yang dalam penggunaanya akan mangalami pergesekan
(frictional force) dan dinilai dari ukuran sifat mekanis material yang diperoleh
dari DEFORMASI PLASTIS (deformasi yang diberikan dan setelah dilepaskan,
tidak kembali ke bentuk semula akibat indentasi oleh suatu menda sebagai alat
uji).
Uji kekerasan ada 3 metode:
1. Metode Gores
Metode ini dikenalkan oleh Fredrich Mohss yang membagi kekerasan
material di dunia ini berdasarkan skala Mohs. Skala ini bervariasi dari nilai 1
untuk kekerasan yang paling rendah, sebagaimana dimiliki oleh material talk,
hingga skala 10 sebagai kekerasan tertinggi, sebagaimana dimiliki oleh intan.
2. Metode elastic/pantul (rebound)
Kekerasan suatu material ditentukan oleh alat Scleroscope yang mengukur
tinggi pantulan suatu pemukul (hammer) dengan berat tertentu yang dijatuhkan
dari suatu ketinggian terhadap benda uji. Tinggi pantulan (rebound) yang
dihasilkan mewakili kekerasan benda uji. Semakin tinggi pantulan tersebut, yang
ditunjukkan oleh dial pada alat pengukur, maka kekerasan benda uji dinilai
semakin tinggi.
3. Metode Identasi
Tipe pengetasan kekerasan material/logam ini adalah dengan mengukur
tahanan plastis dari permukaan suatu material konstruksi mesin dengan specimen
standar terhadap penetrator. Adapun beberapa bentuk penetrator atau cara
pengetasan ketahanan permukaan yang dikenal adalah:
a. Ball identation test (Brinnel)
Pengujian kekerasan dengan metode Brinnell bertujuan untuk menentukan
kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja
(identor) yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut (speciment).
Idealnya, pengujian Brinnel diperuntukan bagi material yang memiliki kekerasan
Brinnel sampai 400 HB, jika lebih dati nilai tersebut maka disarankan
menggunakan metode pengujian Rockwell ataupun Vickers. Angka Kekerasan
Brinnel (HB) didefinisikan sebagai hasil bagi (koefisien) dari beban uji (F) dalam
Newton yang dikalikan dengan angka faktor 0,102 dan luas permukaan bekas luka
tekan (injakan) bola baja (A) dalam milimeter persegi. Identor (Bola baja)
biasanya telah dikeraskan dan diplating ataupun terbuat dari bahan Karbida
Tungsten. Jika diameter Identor 10 mm maka beban yang digunakan (pada mesin
uji) adalah 3000 N sedang jika diameter Identornya 5 mm maka beban yang
digunakan (pada mesin uji) adalah 500 N. Mengenai lama pengujian itu
tergantung pada material yang akan diuji. Untuk semua jenis baja lama pengujian
adalah 30 detik sedang untuk material bukan besi lama pengujian adalah 15 detik.
jarak antara indentasi satu dengan lainnya ialah tiga kali diameter indentasi.
Metode uji kekerasan yang diajukan oleh J.A Brinell pada tahun 1900 ini
merupakan uji kekerasan lekukan yang pertama kali banyak digunakan serta
disusun pembakuanya (dieter, 1987). Uji kekerasan ini berupa pembentukan
lekukan pada permukaan logam memakai bola baja yang dikeraskan kemudian
ditekan dengan beban tertentu, berkisar 500- 3000kgf. Beban diterapkan pada
waktu tertentu, biasanya antara 10 - 30 detik, dan diameter lekukan diukur dengan
mikroskop, setelah beban dihilangkan. Permukaan harus relatif halus, rata, bersih
dari debu atau kerak.
Gambar 2.12 Uji kekerasan Brinell
(Sumber: http://febrielektro.blogspot.co.id/2014/10/materialteknik-
metode-pengujian.html)

Angak kekerasan brinell (BHN) dinyatakan sebagai beban P dibagi luas


permukaan lekukan. Pada prakteknya, luas ini dihitung dari pengukuran
mikroskopik panjang diameter jejak, BHN dapat ditentukan dari persamaan
berikut:
2𝑃
𝐻𝐵:
𝜋[𝐷 − √𝐷2 − 𝑑 2]

Keterangan:
P = Load (kgf)
D = Diameter bola (mm)
d = Diameter jejakan (mm)
HB = Hardness Brinell (Kgf/mm2)

Jejak penekanan yang relatif besar pada uji kekerasan brinell memberikan
keuntungan dalam membagikan secara pukul rata ketidak seragaman lokal. Selain
itu, uji brinell tidak begitu dipengaruhi oleh goresan dan kekerasan permukaan
dibandingkan dengan uji kekerasan yang lain. Di sisi lain jejak penekanan yang
besar ukuranya, dapat menghalangi pemakaian uji ini pada benda uji yang kecil
atau tipis.
b. Pyramida identation (Vickers)
Pengujian kekerasan dengan metode Vickers bertujuan menentukan
kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap intan
berbentuk piramida dengan sudut puncak 136 Derajat yang ditekankan pada
permukaan material uji tersebut. Angka kekerasan Vickers (HV) didefinisikan
sebagai hasil bagi (koefisien) dari beban uji (F) dalam Newton yang dikalikan
dengan angka faktor 0,102 dan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) bola
baja (A) dalam milimeter persegi. Secara matematis dan setelah disederhanakan,
HV sama dengan 1,854 dikalikan beban uji (F) dibagi dengan diagonal intan yang
dikuadratkan. Beban uji (F) yang biasa dipakai adalah 5 N per 0,102; 10 N per
0,102; 30 N per 0,102N dan 50 per 0,102 N. Dalam Praktiknya, pengujian Vickers
biasa dinyatakan dalam (contoh ) : HV 30 hal ini berarti bahwa kekerasan Vickers
hasil pengujian dengan beban uji (F) sebesar 30 N per 0,102 dan lama
pembebanan 15 detik. Contoh lain misalnya HV 30 / 30 hal ini berarti bahwa
kekerasan Vickers hasil pengujian dengan beban uji (F) sebesar 30 N per 0,102
dan lama pembebanan 30 detik.

Gambar 2.13 Uji kekerasan Vicker


(http://www.alatuji.com/article/detail/656/metode-pengujian-kekerasan)

c. Cone identation test (Rockwell)


Skala yang umum dipakai dalam pengujian Rockwell adalah : a. HRa
(Untuk material yang sangat keras)
1. HRb (Untuk material yang lunak). Identor berupa bola baja dengan diameter
1/16 Inchi dan beban uji 100 Kgf.
2. HRc (Untuk material dengan kekerasan sedang). Identor berupa Kerucut
intan dengan sudut puncak 120 derjat dan beban uji sebesar 150 kgf.
Tabel 2.4 skala kekerasan
BEBAN
SIMBOL INDENTER
MAJOR (kg)
A Intan 60
B Bola 1/16 inch 100
C Intan 150
D Intan 100
E Bola 1/8 inch 100
F Bola 1/16 inch 60
G Bola 1/16 inch 150
H Bola 1/18 inch 60
K Bola 1/18 inch 150

Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell bertujuan menentukan


kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap benda uji
(speciment) yang berupa bola baja ataupun kerucut intan yang ditekankan pada
permukaan material uji tersebut.

Gambar 2.14 Uji kekerasan Rockwell


(https://fadhilglory.wordpress.com/2017/01/06/ trashed-4)

d. Uji kekerasan mikro.


Pada pengujian ini Identornya menggunakan intan kasar yang dibentuk
menjadi piramida. Bentuk lekukan intan tersebut adalah perbandingan diagonal
panjang dan pendek skala 7:1. Pengujian ini untuk menguji suatu material adalah
dengan menggunakan beban statis. Bentuk idento yang khusus berupa knop
memberikan kemungkinan membuat kekuatan yang lebih rapat dibandingkan
dengan lekukan Vickers. Hal ini sangat berguna khususnya bila mengukur
kekerasan lapisan tipis atau mengukur kekerasan bahan getas dimana
kecenderungan menjadi patah sebanding dengan volume bahan yang ditegangkan.
Hardenability adalah sifat yang menentukan dalamnya daerah logam yang dapat
dikeraskan. Pendinginan yang terlalu cepat dapat dihindarkan karena dapat
menyebabkan permukaan logam (baja) retak. Kekerasan didefinisikan sebagai
ketahanan sebuah benda terhadap penetrasi/daya tembus dari bahan lain yang
lebih keras (penetrator). Kekerasan merupakan suatu sifat dari bahan yang
sebagian besar dipengaruhi oleh unsur-unsur paduannya dan kekerasan suatu
bahan tersebut dapat berubah bila dikerjakan dengan cold worked seperti
pengerolan, penarikan, penekanan dan lain-lain serta kekerasan dapat dicapai
sesuai kebutuhan dengan perlakuan panas. Hardening dilakukan untuk
memperoleh sifat tahan aus yang tinggi, kekuatan dan fatigue limit/strength yang
lebih baik. Kekerasan yang dapat dicapai tergantung pada kadar karbon dalam
baja dan kekerasan yang terjadi akan tergantung pada temperature pemanasan
(temperature autenitising), holding time dan laju pendinginan yang dilakukan
serta seberapa tebal bagian penampang yang menjadi keras banyak tergantung
pada hardenability (Wahyuni et al., n.d.).

2.8 Perubahan Temperatur


Pengereman merupakan salah satu bentuk perubahan energi kinetik
menjadi energi panas yang tercemin dari adanya kenaikan temperatur, baik pada
kampas maupun pada piringan cakram. Pada proses pengereman terjadi gesekan
antara kampas rem dan piringan cakram karena kedua elemen tersebut berada
pada putaran yang berbeda, energi yang diserap dalam bentuk panas menyebabkan
adanya kenaikan temperatur baik pada kampas atau pada piringan cakram.
Energi panas yang di hasilkan oleh gesekan antara kampas rem dan
piringan cakram bisa dihitung dengan menghitung perubahan suhu yang terjadi
sebelum dan sesudah terjadi pengereman menggunakan alat pengukur
temperature.
∆𝑇 = 𝑇1 − 𝑇0 ......................................................... (2.2)
Keterangan : ∆𝑇: Perubahan Temperatur (o C)
T1 : Temperatur Akhir
T0 : Temperatur Awal

2.8.1 Pengaruh Temperatur dan Koefisien Gesek Pada Kampas Rem


Perilaku kampas rem terhadap temperature dapat menunjukkan
kemampuan dari kampas rem itu sendiri dan harga koefisien gesek (μ) yang stabil
pada rentang temperatur kerjanya merupakan suatu hal yang ideal.
Penurunan yang besar dari harga koefisien gesek pada temperatur tinggi
dapat mengakibatkan fade (pudar) dan ini dapat menurunkan daya pengereman.
Dibawah ini dapat dilihat hubungan antara koefisien gesek dengan temperatur
kampas saat pengereman yang dapat dilihat pada gambar 2.4, sedangkan
hubungan antara temperature dengan laju keausan. Sebagaimana tampak pada
gambar 2.5 (Lubi, 2001).

2.8.2 Kenaikan Temperatur Kampas rem


Pengereman merupakan salah satu bentuk perubahan energi kinetik
menjadi energi panas yang tercemin dari adanya kenaikan temperatur, baik pada
kampas maupun pada drum. Pada proses pengereman terjadi gesekan antara
kampas rem dan drumkarena kedua elemen tersebut berada pada putaran yang
berbeda, energi yang diserap dalam bentuk panas menyebabkan adanya kenaikan
temperatur baik pada kampas atau pada drum (Lubi, 2001).
Walaupun kenaikan temperature memerlukan selang waktu tertentu,
namun hal tersebut diasumsikan terjadi secara singkat. Temperatur kemudian
turun jika rem dilepas kecuali diikuti kembali oleh pengereman yang berikutnya,
sehingga pada pengereman yang kedua temperatur kembali mengalami kenaikan
dan kembali akan menurun secara eksponensial seperti sebelumnya jika tidak
dilakukan pengereman kembali (Lubi, 2001).

2.9 Efisiensi Pengereman


Untuk mengetahui karakteristik dari kemampuan pengereman pada
kendaraan, seringkali digunakan perhitungan efisiensi pengereman. Efisiensi
pengereman (breaking efficiency) adalah didefinisikan sebagai perbandingan dari
perlambatan maksimum yang dapat dicapai dalam unit gravitasi g sebelum
terjadinya lock pada ban dengan koefisien adhesi dari jalan μ.

2.10 Gerak Lurus Berubah Beraturan


Gerak lurus berubah beraturan (GLBB) adalah gerak benda dalam lintasan
garis lurus dengan percepatan tetap. Jadi, ciri utama GLBB adalah bahwa dari
waktu ke waktu kecepatan benda berubah, semakin lama semakin
cepat/lambat...sehingga gerakan benda dari waktu ke waktu mengalami
percepatan/perlambatan. Dalam artikel ini, kita tidak menggunakan istilah
perlambatan untuk gerak benda diperlambat. Kita tetap saja menamakannya
percepatan, hanya saja nilainya negatif. Jadi perlambatan sama dengan percepatan
negatif.
Contoh sehari-hari GLBB adalah peristiwa jatuh bebas. Benda jatuh dari
ketinggian tertentu di atas permukaan tanah. Semakin lama benda bergerak
semakin cepat. Kini, perhatikanlah gambar di bawah yang menyatakan hubungan
antara kecepatan (v) dan waktu (t) sebuah benda yang bergerak lurus berubah
beraturan dipercepat.

Gambar 2.15 Gambar diagram s-t

𝑉𝑡 = 𝑉𝑜 + 𝑎. 𝑡

vo = kecepatan awal (m/s)


vt = kecepatan akhir (m/s)
a = percepatan
t = selang waktu (s)
Perhatikan bahwa selama selang waktu t , kecepatan benda berubah dari vo
menjadi vt sehingga kecepatan rata-rata benda dapat dituliskan:
𝑉𝑜 + 𝑉𝑡
𝑉=
2
Karena: 𝑉𝑡 = 𝑉𝑜 + 𝑎. 𝑡,maka
𝑉0 + (𝑉𝑜 + 𝑎. 𝑡 ) 2
𝑉=

2𝑉𝑜 + 𝑎. 𝑡
𝑉=
2
Kita tahu bahwa kecepatan rata-rata :
𝑠
𝑉=
𝑡
Maka,
𝑠 2𝑉𝑜 𝑎. 𝑡2
= +
𝑡 2
dan dapat disederhanakan menjadi :
1 2

S = jarak yang ditempuh


seperti halnya dalam GLB (gerak lurus beraturan) besarnya jarak tempuh juga
dapat dihitung dengan mencari luasnya daerah dibawah grafik v - t
Bila dua persamaan GLBB di atas kita gabungkan, maka kita akan dapatkan
persamaan GLBB yang ketiga.

𝑉2 = 𝑉2 + 2. 𝑎. 𝑠
𝑡 𝑜

𝑣2
𝑠=

2. µ𝑠. 𝑔
2.11 Keausan
Keausan suatu bahan komposit semakin besar atau semakin mudah aus
dapat dipengaruhi oleh besarnya waktu yang diberikan pada proses kompaksi.
Bila waktu penekanannya semakin besar maka tingkat keausan pun juga semakin
besar. Nilai kekerasan suatu bahan juga terpengaruh oleh besar waktu penekanan
kompaksi yang diberi- kan dalam proses pembuatan bahan kampas rem. Dalam
pembuatan kampas, nilai kekerasan kampas juga berpengaruh dengan semakin
besar kompaksi yang dibebankan maka semakin keras pula komposit tersebut.
Karena komposit tersebut sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor dalam proses
pembuatan dari bahan menjadi komposit dan beberapa penyebabnya yaitu: variasi
bahan, beban kompaksi yang diberikan serta lamanya beban kompaksi.
(Purboputro, 2014)
Keausan pada umumnya di definisikan sebagai kehilangan material secara
progresif atau pemindahan sejumlah material dari suatu permukaan suatu hasil.
Pergerakan relatif antara permukaan tersebut dan permukaan lainnya. Pengujian
keausan dapat di lakukan dengan berbagai macam metode dan teknik, yang
semuanya bertujuan untuk mensimilasikan kondisi keausan aktual. Adapun jenis-
jenis uji keausan yaitu :
1. Keausan Adhesive ( Adhesive Wear ),
Terjadi bila kontak permukaan dari dua material atau lebih mengakibatkan
adanya perlekatan satu sama lainnya ( adhesive ) serta deformasi plastis
dan pada akhirnya terjadi pelepasan / pengoyakan salah satu material
seperti di perlihatkan pada gambar di bawah ini :

Gambar 2.16 Keausan Metode Adhesive(Callister, 2001)

2. Keausan Abrasive (Abrasive Wear) Terjadi bila suatu partikel keras


(asperity) dari material tertentu meluncur pada permukaan material lain
yang lebih lunak sehingga terjadi penetrasi atau pemotongan material yang
lebih lunak. Tingkat keausan pada mekanisme iniditentukan oleh derajat
kebebasan (degree of freedom) partikel keras atau asperity
tersebut.Sebagai contoh partikel pasir silica akan menghasilkan keausan
yang lebih tinggi ketika diikat pada suatu permukaan seperti pada kertas
amplas, dibandingkan bila pertikel tersebut berada di dalam sistem slury.
Pada kasus pertama, partikel tersebut kemungkinan akan tertarik sepanjang
permukaan dan akhirnya mengakibatkan pengoyakan. Sementara pada
kasus terakhir, partikel tersebut mungkin hanya berputar (rolling) tanpa
efek abrasi.

Gambar 2.17 Keausan Metode Abrasive(Callister, 2001)

3. Keausan Fatik (lelah), keausan fatik dibutuhkan interaksi multi. Keausan


ini terjadi akibat interaksi permukaan dimana permukaan yang
mengalami beban berulang akan mengarah pada pembentukan retak-
retak mikro. Retak-retak mikro tersebut pada akhirnya menyatu dan
menghasilkan pengelupasan material. Tingkat keausan sangat bergantung
pada tingkat pembebanan

Gambar 2.18 Mekanisme Keausan Lelah(Callister, 2001)


4. Keausan Oksidasi/ Korosif ( Corrosive Wear ), Proses kerusakan dimulai
dengan adanya perubahan kimiawi material di permukaan oleh faktor
lingkungan. Kontak dengan lingkungan ini menghasilkan pembentukan
lapisan pada permukaan dengan sifat yang berbeda dengan material
induk. Sebagai konsekuensinya, material akan mengarah kepada
perpatahan interface antara lapisan permukaan dan material induk dan
akhirnya seluruh lapisan permukaan itu akan tercabut

Gambar 2.19 Skematis Keausan Erosi (Callister, 2001)

Pada penelitian ini menggunakan metode laju keausan. Pengujian


keausan di nyatakan dengan jumlah kehilangan/pengurangan specimen
tiap satuan luas bidang kontak dan lama pengausan ( Victor Malau dan
Adhika Widyaparaga, 2008 ). Perhitungan Harga Keausan pada kampas
rem cakram dapat dihitung dengan rumus :

𝑊0− 𝑊1
𝑊=
𝐴.𝑡

Keterangan: W : Laju keausan (g/mm2. detik)


Wo : Massa awal spesimen sebelum pengausan
(gram) W1 : Massa akhir spesimen setelah
pengausan (gram) A : Luas bidang kontak dengan
pengausan (mm2)
t : Waktu/ lama pengausan (detik)
(Sukamto,2012)
2.12 Kekasaran Permukaan
Surface Roughness Tester merupakan alat yang mampu mengukur tingkat
kekasaran permukaan. Setiap permukaan komponen dari suatu benda mempunyai
beberapa bentuk dan variasi yang berbeda baik menurut strukturnya maupun dari
hasil proses produksinya. Roughness/kekasaran didefinisikan sebagai
ketidakhalusan bentuk yang menyertai proses produksi yang disebabkan oleh
pengerjaan mesin. Nilai kekasaran dinyatakan dalam Roughness Average (Ra). Ra
merupakan parameter kekasaran yang paling banyak dipakai secara internasional.
Menurut ISO 1302 - 1978 yang dimaksud dengan kekasaran permukaan
adalah penyimpangan rata-rata aritmetik dari garis rata-rata profil. Definisi ini
digunakan untuk menentukan harga dari rata-rata kekasaran permukaan.
Pengukuran kekasaran permukaan diperoleh dari sinyal pergerakan stylus
berbentuk diamond untuk bergerak sepanjang garis lurus pada permukaan sebagai
alat indicator pengkur kekasaran permukaan benda uji. Prinsip kerja dari Surface
Roughness adalah dengan menggunakan transducer dan diolah dengan
mikroprocessor.

Rumus mencari Ra:


∑ 1 𝑛|𝑦|

𝑅𝑎 =
𝑛
Tabel 2.5 Toleransi harga kekasaran rata-rata Ra

Sumber : http://kekasaranpermukaan04.blogspot.com/2018/03/seperti-halnya-
toleransi-ukuran-lubang.html
2.13 Koefisien Gesek
Gaya gesek adalah hambatan yang terjadi pada suatu bagian saat bergerak.
Gerakan yang dimaksud yaitu meluncur dan berputar. Gesekan juga dipengaruhi
oleh daya (P), apabila beban yang diterima pada sumber gesekan besar maka daya
yang dibutuhkan juga akan semakin besar dan begitu pula sebaliknya. Hal ini juga
dapat menunjukan tingkat kekasatan atau kepakeman dari bahan gesekan.
a. Perhitungan berat kendaraan:
Selanjutnya dilakukan kalkulasi berat kendaraan (Wtotal) yang merupakan
jumlah dari seluruh bagian kendaraan dan isi kendaraan:
Berat siap pakai
Berat penumpang
Berat total kendaraan (W total)
Beban depan (Wdepan) @2/5 W
Beban belakang (Wbelakang) @3/5 W
b. Gaya pada tuas rem
Perhitungan gaya pada tuas rem dilakukan secara lansung yaitu dengan
cara menghitung berat yang dibutuhkan untuk menarik tuas sehingga terjadi gaya
pengereman. Dari hasil pelaksanaan perhitungan diperoleh:
𝐹 = 𝑚. 𝑔

Dimana : F = Gaya pada tuas rem


(N) m = massa (kg)
g = Percepatan grafitasi (m/s2 )
c. Diameter Piston kaliper
Diameter piston kaliper didapat dari persamaan hokum Pascal:
𝐹𝑡𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐹𝑘𝑎𝑙𝑖𝑝𝑒𝑟

𝐴𝑚𝑎𝑠𝑡𝑒𝑟 = 𝐴 𝑘𝑎𝑙𝑖𝑝𝑒𝑟

Jika diketahui Dcakram =

𝑇 = 𝐹. 𝑟

𝑇
𝐹𝑐𝑎𝑘𝑟𝑎𝑚 =
𝑟
Sehingga gaya yang dapat menyebabkan rem terkunci sebesar

𝐹𝑘𝑎𝑙𝑖𝑝𝑒𝑟 . 𝐴𝑚𝑎𝑠𝑡𝑒𝑟
𝐹𝑚𝑎𝑠𝑡𝑒𝑟. =
𝐴
𝑘𝑎𝑙𝑖𝑝𝑒𝑟

Waktu pengereman (t),


Waktu pengereman adalah hasil bagi massa dikali perubahan kecepatan dengan
gaya sewaktu mengerem, secara matematis dapat ditulis:

𝑑𝑣 (𝑣 − 𝑣 ) (𝑡
1 2 1
𝐹 = 𝑚. 𝑎 = 𝑚 = − 𝑡 )
𝑑𝑡 2

Dimana: t1 = Waktu sebelum pengereman


t2 = Waktu setelah pengereman
m = massa kendaraan dan pengendara
v1 = Kecepatan sebelum terjadi
pengereman v2 = Kecepatan setelah terjadi
pengereman F = gaya pengereman

Diasumsikan : V2 = 0(diam) dan t1 = 0 (titik acuan)

𝐹𝑘𝑎𝑙𝑖𝑝𝑒𝑟
(v1−v2)
=
𝑡

(v1 − v2)
𝑡=
𝐹𝑘𝑎𝑙𝑖𝑝𝑒𝑟

Waktu rem sesungguhnya,

𝑣
𝑡𝑒 =
𝑎
Jarak pengereman,

𝑣2
𝑠=
2𝑎
Koefisien gesek pada kampas rem: 𝑃 = 𝑉 𝑥 𝐼
Keterangan : P = daya yang dibutuhkan (watt)
V = tegangan (volt)
I = kuat arus (ampere)
Koefisien gesek,
Coefficient of Friction, disimbolkan dengan huruf Yunani μ, yaitu suatu skala
dimensional bernilai kecil yang menjelaskan perbandingan gaya gesek antara dua
bagian dan gaya tekan keduanya. Koefisien gesek tergantung pada material yang
digunakan. Gesekan pada kampas rem dipengaruhi putaran maka perlu juga dicari
besaran torsi yang dihasilkan.

Keterangan : T = torsi (Nm)


P = daya (Watt)
ω = putaran sudut (rad/s)

𝑟𝑝𝑚
𝜔= 2𝜋
60
𝑃

𝑇=
Rumus koefisien gesek : ω

𝑇
𝜇=
2Fkaliper . r
43

Keterangan : T = Torsi (Nm)


FkalipeR = gaya tekan (N)
r = jari-jari lintasan (m)

(Supriyanto,2016)

Universitas Sumatera Utara


44

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat


Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Logam Fisik Departemen
Teknik Mesin dan Laboratorium penelitian Teknik Kimia, Fakultas Teknik,
Universitas Sumatera Utara mulai bulan Januari 2018 sampai dengan Februari
2018.

3.2 Alat dan Bahan


Pembuatan kampas rem serat serabut kelapa membutuhkan beberapa alat
dan bahan diantaranya:
3.2.1 Alat
Alat yang dibutuhkan untuk membuat kampas rem adalah:
1. Ayakan dengan ukuran mesh 50 (0,30 mm = 297 mikron)
Alat ini digunakan untuk mengayak serbuk serabut kelapa, serbuk
aluminium (Al), dan serbuk magnesium oksida (MgO) agar didapat
ukuran serbuk atau butiran yang sama. Standart yang digunaka astm.

Gambar 3.1 Gambar ayakan ukuran mesh 50

2. Timbangan Digital merek OHAUS dengan ketelitin 0.00


Alat ini digunakan untuk menimbang berat dari masing-masing bahan
yang akan digunakan untuk pembuatan kampas rem sesuai dengan
variasi yang sudah ditentukan.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 3.2 Gambar Timbangan digital merek OHAUS

3. Mesin Hot Press


Alat ini digunakan untuk menekan (mengkompaksi) bahan yang
berada di dalam cetakan (dies) agar spesimen yang dicetak
kepadatannya merata.

Gambar 3.3 Mesin Hot Press

4. Mesin Penghalus (Ball Mill)


Alat ini digunakan untuk menghaluskan ampas serabut kelapa sampai
menjadi serbuk dengan ukuran mesh 50.

Gambar 3.4 Ball mill.


5. Mesin Tray Dryer
Alat ini digunakan untuk mengeringkan serabut kelapa.

Gambar 3.5 Tray Dryer

6. Perangkat Cetakan (Dies) dengan ukuran 120 mm x 70 mm x 12.5


mm terdiri dari 3 lapisan cetakan.
Alat ini digunakan untuk mencetak kampas rem agar bentuk spesimen
sesuai dengan dimensi yang diinginkan.

Gambar 3.6 Gambar Perangkat Catakan (Dies)

7. Gerinda tangan
Untuk menghaluskan dan menghabiskan sisa-sisa material kampas
rem

Gambar 3.7 Gerinda tangan


8. Bor tangan
Untuk menghaluskan permukaan lubang besi kampas rem agar pin
cetak dapat masuk dengan mudah.

Gambar 3.8 Bor

tangan Alat-alat pendukung:


1. Gunting
2. Pisau
3. Tang
4. Palu
5. Obeng negative ukuran 6mm
6. Sendok makan besi
7. Gelas ukur
9. Kertas Pasir ukuran 1000, 800, 500
10. Kunci L ukuran 6mm
11. Aluminium foil
12. Kunci T 12mm dan 10mm
13. Waterpass

Adapun alat untuk pengujian kampas rem yaitu sebagai berikut :


1. Brinell Herdness Tester
Alat ini digunakan untuk mengetahui nilai kekerasan dari material
kampas rem.
Gambar 3.9 Gambar Brinell Herdness Tester

2. Teropong Ukur
Berfungsi untuk mengukur diameter jejak pada kampas rem setelah
terjadi pembebanan.

Gambar 3.10 Gambar Teropong ukur


3.Termocouple
Untuk mengukur perubahan suhu yang terjadi pada piringan cakram
sebelum dan setelah terjadinya pengereman.
Gambar 3.12 Termocouple

1. Mitutoyo Surftest SJ 21 Surface Roughness Tester 178 561 02


Alat ini digunakan untuk mengukur kekasaran permukaan kampas
rem untuk mengetahui nilai Ranya.

Gambar 3.13 Mitutoyo Surftest

2. Meteran Ukuran 50m dan 5m


Untuk mengukur jarak pengereman motor.

Gambar 3.14 Meteran 50m dan 5m


3. Timbangan
Untuk mengukur besar gaya tekan pedal rem.

Gambar 3.15 Timbangan

4. Jangka Sorong
Untuk mengukur jarak pedal rem ketitik tumpu, tebal kampas rem,
jarak variasi tekan pedal rem dan yang lainnya.

Gambar 3.16 Jangka sorong

5. Stopwatch
Untuk menghitung waktu pengereman sampai berhenti dan untuk
menghitung waktu penekanan pada uji kekerasan brinell.

Gambar 3.17 Stopwatch iphone 5S


3.2.2 Bahan
Bahan yang dibutuhkan untuk membuat kampas rem adalah
sebagai berikut:
1. Serbuk sabut kelapa
Serbuk sabut kelapa ini digunakan sebagai bahan pengisi dari material
kampas rem.

Gambar 3.18 Gambar serbuk sabut kelapa

2. Serbuk Aluminium (Al)


Serbuk aluminium (Al) ini berfungsi sebagai bahan campuran pengisi
pada kampas rem.

Gambar 3.19 Gambar Serbuk Aluminium

3. Magnesium Oksidda (MgO)


Magnesium Oksida (MgO) ini juga berfungsi sebagai bahan pengisi
dan sebagai bahan anti abrasive pada kampas rem.
Gambar 3.20 Gambar Magnesium Oksida (MgO)

4. Resin Epoxy dan Hardener Merek Eposchon


Resin ini berfungsi sebagai zat pengikat bahan-bahan yang lain dan
Hardener adalah katalis yang berfungsi untuk mempercepat reaksi
atau proses pengeringan.

Gambar 3.21 Gambar Resin Epoxy dan Hardener

5. Lem merek Dextone


Berfungsi untuk menempelkan kampas rem hasil cetakan pada besi
kampas rem.

Gambar 3.22 Gambar Lem merek Dextone


6. Kampas rem merek Federal.
Kampas rem merek Federal berfungsi sebagai bahan kampas rem
pembanding dari uji performa dan karakteristik kampas rem berbahan
serbuk tebu, MgO, Al, dan Resin Epoxy.

Gambar 3.23 Gambar kampas rem merek Federal.

7. Wax merek Meguiar’s


Untuk mencegah bahan kampas rem tidak lengket pada cetakan pada
saat penyetakan.

Gambar 3.24 Wax merek Meguiar’s

8. Besi kampas rem


Wadah tempat menempelnya kampas rem.

Gambar 3.25 Plat Besi kampas rem


3.3 Prosedur pengujian
Penelitian ini dimulai dengan pembuatan kampas rem dengan tiga variasi
komposisi. Setiap variasi komposisi dilakukan pengujian kekerasan pada setiap
spesimen yang dibuat dan kampas rem pembanding dengan melakukan penjejakan
3 kali sebesar 500kg selama 15 detik menggunakan diameter bola jejak 5 mm
pada mesin uji Brinell Herdness Tester, kemudian diukur diameter jejak pada
kempas rem menggunakan teropong ukur. Pengukuran diameter dilakukan secara
vertikal dan horizontal kemudian hitung rata-rata dari penjejakan dan cari
BHNnya.
Selain melakukan uji kekerasan pada kampas rem juga dilakukan uji
kekasaran permukaan dengan menggunakan alat surface roughness tester.
Pegujian dilakukan dengan cara mengukur kekasaran menggunakan dial indicator.
Uji keausan dilakuan dengan memberi gaya tekan pada pedal rem 27 N,
kemudian dijalankan dengan kecepatan 20 km/jam selama 120 detik lalu
bandingkan masa setelah pengausan dan sebelum pengausan.
Perubahan temperatur yang terjadi pada piringan cakram yang disebabkan
gesekan oleh kampas rem dan piringan cakram pada saat terjadi pengereman
untuk mengubah kecepatan yang ditentukan (20km/h, 30km/h,40km/h,50km/h,
60km/h) menjadi 0km/h. pengukuran dilakukan sebelum dan setelah melakukan
pengereman setiap variasi kecepatan.

3.4 Tahapan Pengujian


Terdapat beberapa tahapan yang perlu diperhatikan dalam pengujian yaitu
sebagai berikut :
1. Uji kekerasan,kekasaran dan keausan Kampas rem
2. Pengukuran ∆T dari piringan cakram

Ditinjau dari fungsinya maka parameter yang berpengaruh besar terhadap


sistem rem pada kendaraan adalah kecepatan dari kendaraan itu sendiri. Maka
parameter yang digunakan adalah input, : Kecepatan (V), gaya pada pedal rem (F).
Output, : waktu (t), jarak (s). Secara detail dapat dilihat pada diagram berikut ini :
Parameter yang dikendalikan :

Persamaan tekanan hidrolik


Gaya yang keluar dari pedal
Perbandingan pedal rem

Parameter Input :
5 Variasi Jarak Pengereman
kecepatan kendaraan 𝑣2
(Km/jam) 𝑠 = 2. 𝑒. 𝑔 Parameter
20, 30, 40, 50,
Waktu Output :
60 Km/h Pengeraman
𝑣
5 variasi gaya tekan pada 𝑡𝑒 = 1.
Jarak
𝑒.
pedal (N) 0, 7.5, 15, 22.5, 30N 𝑔 pengereman
𝐹 = 𝑚. 𝑎 Pertambaha 2.
n Waktu
(a=10m/s2)
Panas pengereman
∆𝑇 = 𝑇1 − 𝑇0 3. Pertambahan

Koefisien Panas
Gesek
𝑇
𝜇 = 2Fn . r

Parameter yang tidak


dikendalikan :

Gaya gesek antara ban


dan jalan
Kondisi permukaan jalan
Laju kecepatan angin

Gambar 3.26 Parameter Uji Performa

Ditinjau dari dari kelayakan uji ada beberapa parameter yang harus
dipenuhi agar material kampas rem bekerja dengan sebaiknya dengan fungsi
pengereman yang bagus, tidak cepat aus, cakram, dan tidak tinggi panas, untuk itu
ada beberapa parameter yang harus di uji :

Parameter yang diuji :

Kekasaran permukaan
Kekerasan material
Keausan

Parameter Input :
1. Kekasaran
Ra
Kampas rem
∑ 𝑛1|𝑦|
𝑅𝑎 =
𝑛
2. Kekerasan
BHN
kampas rem, P
500kgf, t 15 detik. 2𝑃
𝐻𝐵:
3. Keausan 𝜋[𝐷 − √𝐷2 − 𝑑2]

Kampas rem Keausan

F 27N, t 120 detik, V


𝑊0 − 𝑊1
20 km/s 𝑊= 𝐴. 𝑡

Parameter Output :

Nilai Ra kekasaran Nilai BHN


kekerasan Nilai W keausan

Gambar 3.27 Parameter Uji karakteristik


3.5 Setting pengujian
Untuk pengujian kampas rem pada penelitian ini ada beberapa yang
harus disiapkan sebelum pengujian, yaitu setting pengukuran. Pengukuran
yang harus diatur antara lain mengukur jarak pengereman dan mengetahui
gaya pedal rem.
a. Membangun setup penekanan pedal rem.
Dengan pedal rem ditekan penuh maka diperoleh gaya tekan pedal
sebesar 30 N. Selanjutnya memberi variasi batas-batas penekanan
sebanyak 5 titik dengan alat jangka sorong. kemudian membuat jarum
penunjuk yang diletakkan pada ujung pedal rem agar mudah
mengetahui jarak tekan saat pengereman.

Gambar 3.28 Setup tekan pedal rem

b. Membangun setup jalan.


Dengan cara menentukan jalan yang sesuai kriteria pengujian yaitu
lurus datar dan mulus, kemudian dilakukan penandaan panjang jalan
dengan interval 5 meter guna untuk memudahkan menghitung jarak.

Gambar 3.29 Setup jalan.


c. Memasang dan menyesuaikan ketebalalan kampas rem.
Agar mendapatkan gaya tekan yang sama, maka harus setting kampas
rem sesuai dengan tebal pabrikan supaya terpasang bagus dan tidak
terjadi pengucian ban saat tidak dilakukan pengereman karena
ketebalan kampas rem.

Gambar 3.30 Gambar Setup Kampas rem.

Pada penelitian ini terdapat variabel tetap untuk sebagian acuan untuk
mendapatkan variabel bebas yaitu data hasil penelitian:

Tabel 3.1 variabel tetap dan variabel bebas

No Variabel Tetap Variabel Bebas

1 t (Waktu pengausan) detik t (waktu pengereman) detik

2 F (Pedal rem) Kgf W (Keausan) gram/mm2.detik

3 F (Pedal Brinell) Kgf BHN (Kekerasan)

4 v (Kecepatan) m/s s (Jarak pengereman) m

5 A (Luas penampang (Perubahan suhu) oC


kampas rem) mm2

6 W (Penumpang) N Ra (kekasaran)

7 t (Waktu penekanan 𝜇 (Koefisien gesek)


Brinell) detik
3.6 Flowchart Penelitian
3.6.1 Flowchart Penelitian

Pembuatan Cetakan (Dies) Mulai

Menyediakan bahan kampas rem seperti serbuk sabut kelapa, MgO, Al,
dan Resin Epoxy.

Proses Pembuatan Kampas Rem

TIDAK
Apakah Komposisi Kampas Rem sudah tepat ?

YA

Uji kekerasan Menggunakan Brinell Hardness Tester


Uji kekasaran permukaan Menggunakan Mitutoyo
Surftest
Pengujian keausan kampas rem

Kesimpulan

Selesai

Gambar 3.31 Flowchart Penelitian


3.6.2 Flowchart Persiapan Bahan Baku

Serbuk serabut kelapa dikeringkan denganMulai


cahaya matahari

Serbuk serabut kelapa dipotong dengan ukuran 10 mm panjang 15 mm

Dikeringkan dengan mesin tray dryer

Dihaluskan dengan ball mill

Diayak dengan ayakan 50 mesh

Selesai

Gambar 3.32 Flowchart Persiapan Bahan Baku


3.6.3 Flowchart Pembuatan kampas rem

Mulai
Hidupkan mesin hot press dengan suhu 100 o
C dengan waktu 30 menit

Disiapkan cetakan dan oleskan dengan wax

Ditentukan takaran komposisi kampas rem dengan 3 variasi

Dicampurkan semua bahan kampas rem diaduk hingga rata selama 5 menit

Dicampurkan resin epoxy dan hardener diaduk hingga rata selama 5 menit

Dicampurkan semua bahan kampas rem dengan resin epoxy hingga rata

Dibersihkan besi kampas rem dari sisa material kampas rem

Ditekan dengan mesin hot press gaya 150 kgf selama 30 menit suhu 100oC

Selesai

Gambar 3.33 Flowchart Pembuatan kampas rem


62

3.6.4 Flowchart Uji kekasaran dengan alat Mitutoyo Surftest

Mulai
Diletakkan alat uji pada meja datar lalu ukur dengan waterpass

Diatur dial indikator pada posisi stabil

Ditentukan jalur yang akan dilewati oleh dial indikator

Terjadi pengukuran

Tidak
Apakah alat bisa
membaca
kekasaran?

Ya
Selesai

Gambar 3.34 Flowchart Uji kekasaran dengan alat Mitutoyo Surftest

Universitas Sumatera Utara


63

3.6.5 Flowchart Uji kekerasan dengan alat Brinell Hardness

Mulaipasir
Diratakan permukaan spesimen dengan kertas

Dipasang bola jejak 5 mm pada mesin Brinell

Diputar panel untuk menguatkan tekanan

Dilakukan pembebanan 500 kgf selama 15 pada 3 titik

Terjadi penjejakan

Apakah spesimen Ya
tidak pecah atau
retak?

Tidak
Dilakukan pengukuran diameter jejak

Selesai

Gambar 3.35 Flowchart Uji kekerasan dengan alat Brinell Hardness

Universitas Sumatera Utara


3.6.6 Flowchart Uji pertambahan panas piringan cakram menggunakan
thermocouple

Dicari panas awal piringan cakram Mulai

Diukur panas awal piringan cakram

Dilakukan pengereman dengan variasi kecepatan dan


gaya tekan pedal rem tertentu

Dilakukan pengukuran dengan menjepit sensor thermocouple

Terjadi kenaikan suhu

Apakah Ya
pertambahan suhu
jauh berbeda
dengan
sebelumnya?
Tidak
Selesai

Gambar 3.36 Flowchart Uji pertambahan panas piringan cakram

menggunakan thermocouple
3.6.7 Flowchart Pengujian jarak dan waktu pengereman

Mulai

Dipasang kampas rem pada motor satria FU

Dilakukan pengujian dengan massa penumpang 150 kg

Dihidupkan mesin motor dan stopwatch, lalu dijalankan jauh


dari sebelum titik pengereman

Dijalankan motor dengan kecepatan yang telah ditentukan


secara konstan

Dilakukan pengereman dengan gaya pedal rem yang telah di tentukan

Diukur jarak dan waktu yang dihasilkan dari pengereman

Seles
ai
Gambar 3.37 Flowchart Pengujian jarak dan waktu pengereman
3.7 Prosedur Penelitian
Untuk melakukan penelitian ini ada beberapa tahap dan langkah yang
lakukan agar penelitian dapat dilaksanakan dengan baik dan benar, diantaranya:
Langkah-langkah pembuatan cetakan (dies):
1. Pembuatan disain autocad dengan menggunakan Autocad 2007
2. Membeli bahan sesuai dengan dimensi 120mm x 70mm x 12.5mm
sebanyak tiga komponen.
3. Dilakukan pelubangan baut dan pin untuk beberapa titik yang telah di
tentukan sesuai dengan cetakan menggunakan mesin konvensional di
bengkel mesin POLMED.
4. Pembuatan lubang lapisan cetakan yang sudah di hardeneing sesuai
dengan pola kampas rem menggunakan mesin CNC Wire Cutting.
5. Cetakan permukaan dihaluskan, dicat, dan dirakit.
6. Cetakan siap dipakai.

Gambar 3.38 Desain Cetakan

Langkang membuat serbuk sabut kelapa :


1. Pengambilan kelapa dari pedagang kaki lima
2. Memisahkan sabut kelapa hingga bagian terkecil
3. Dikeringan menggunakan cahaya matahari.
4. Dipotong sabut kelapa menjadi sebesar 5mm x 10mm.
5. Dikurangi kadar air sabut kelapa menggunakan tray dryer
6. Dihaluskan ampas sabut kelapa menggunakan mesin ball mill untuk
mendapatkan ukuran partikel serbuk ampas sabut kelapa sebesar 50
mesh.
7. Diayak ampas sabut kelapa yang sudah menjadi serbuk, apabila partikel
masih besar dilakukan lagi langkah 5-6.

Gambar 3.39 Proses pembuatan Serbuk Sabut kelapa

Untuk mendapatkan kampas rem yang layak uji dilakukan beberapa


eksperimen untuk mendapatkan waktu dan suhu Hot Press.
1. Dilakukan pembuatan kampas rem tanpa tekanan dan suhu, hasilnya
membutuhkan waktu yang lama dan terdapat udara yang terperangkap.
2. Dilakukan dengan penekanan tanpa ada panas, hasilnya tidak ada bahan
yang tercetak karena bahan kampas rem masih encer sehinggan bahan
kampas rem keluar dari cetakan setelah diberi tekanan.
3. Dilakukan penekanan dengan suhu 80oC, hasilnya bahan kampas rem juga
keluar ketika diberi tekanan.
4. Dilakukan penekanan dengan jarak 7mm dengan suhu 80oC selama
10,20,30 menit, hasilnya bahan kampas rem berhasil tercetak pada
waktu
30 menit, lalu dilakukan uji kekerasan, tetapi kekerasan belum sesuai
dengan kekerasan kampas rem federal.
5. Dilakuakann variasi suhu 80 oC, 90 oC, 100 oC, 110 oC, 120 oC, hasilnya
pada suhu 100oC kekerasan material yang sesuai dengan kampas rem
federal.
6. Dilakukan pembuatan kampas rem dengan jarak tekan 7mm, suhu 100oC
selama 30 Menit dengan tiga variasi komposisi yaitu;
 20% serbuk sabut kelapa, 15% MgO, 15% Al dan 25% resin epoxy
25% hardener.

 25% serbuk sabut kelapa, 15% MgO, 10% Al dan 25% resin epoxy
25% hardener.

 30% serbuk sabut kelapa, 15% MgO, 5% Al dan 25% resin epoxy
25% hardener.

Gambar 3.40 Uji ekperimen pembutan kampas rem

Langkah pembuatan kampas rem;


1. Dihidupkan mesin Hot Press dengan suhu sebesar 100o C selama 30 menit.
2. Disiapkan cetakan dan oleskan dengan wax anti lengket.
3. Ditentukan takaran komposisi kampas rem dengan 3 variasi komposisi.
4. Dicampurkan semua bahan penyusun kampas rem diaduk rata selama 5
menit.
5. Dicampurkan resin epoxy dan hardener hingga rata selama 5 menit.
6. Dicampurkan bahan kampas rem dengan pengikat resin epoxy

dan mengaduk hingga rata.


7. Dibersihkan besi kampas rem yang akan dicetak.
8. Dirangkai cetakan dan masukan bahan yang sudah tercampur kedalam
cetakan.
9. Ditekan cetakan yang terisi bahan kampas rem dengan mesin Hot Press
selama 30 menit suhu 100 oC.
10. Dilakukan langkah 1-8 sampai mendapatkan spesimen kampas rem yang
sesuai.

Gambar 3.41 Proses pembuatan kampas rem

Langkah – langkah pengerjaan uji kekerasan dengan alat Mitutoyo Surftest


ini adalah :
1. Diletakkan alat uji pada meja datar dan diukur menggunakan waterpass
2. Diatur ujung dari dial indicator pada posisi stabil untuk melakukan
pembacaan skala tekanan tehadap permukaan benda uji
3. Ditentukan seberapa panjang dari bagian benda ukur yang akan diuji
kekasaran permukaannya, nantinya panjang inilah yang akan di lewati
oleh dial indicator.
4. Apabila dial indicator telah melakukan pengukuran sepanjang jarak yang
tentukan, nilai kekasaran perm ukaan akan terlihat pada monitor.
5. Diatur, benda uji dan alat ukur Sebelum dilakukan pengukuran sehingga
sedapat mungkin tidak terdapat kesalahan dalam pengukuran.

Gambar 3.42 Uji Kekasaran.


Langkang- langkah uji kekerasan menggungakan mesin Brinell Hardness
Tester adalah:

1. Diratakan permukaan kampas rem dengan kertas pasir.


2. Dipasang bola jejak 5 mm pada mesin Brinel sebagai titik penjejak
spesimen.
3. Diputar panel untuk menguatkan tekanan agar saat penekanan beban kaku.
4. Dilakukan pembebanan selama 15 detik dengan beban 500kgf sebanyak 3
titik.
5. Dilakukan pengukuran diameter jejak titik horizontal dan vertikal,
kemudian diratakan ketiga titik, lalu cari BHNnya pada tabel.
6. Dilakukan langkah 1-5 pada semua spesimen

Gambar 3.43 Uji kekerasan

Langkah-langkah uji pertambahan panas menggunakan Thermocouple :

1. Dicari panas awal piringan cakram agar dapat menentukan suhu standar
awal piringan cakram.
2. Diukur panas piringan sebelum melakukan pengereman.
3. Dilakukan pengereman dengan kecepatan dan tekanan pedal rem tertentu.
4. Diukur panas piringan cakram dengan cara menempelkan kabel
thermocouple pada shock depan agar ujung kabel tepat menyentuh
bagian piringan cakram yang mengalami gesekan.
5. Kemudian didinginkan sampai suhu standar piringan cakram sebelum
melakukan pengujian selanjutnya.
6. Dilakukan pengukuran seperti langkah 2-5 kepada semua variasi tekanan
pedal rem dan variasi kecepatan sebanyak 3 kali pengujian.

Gambar 3.44 Uji Pertambahan Panas kampas rem.

Metode keausan memang ada beberapa cara, seharusnya ada uji keausan
secara laboratorium tapi dikarenakan bentuk benda uji yang berbeda terhadap alat
yang digunakan di laboratorium maka dilakukan metode laju keausan kampas rem
pada kenderaan dimana adanya perlakuan pengujian yang sama terhadap kampas
rem tersebut.
Langkah-langkah pengujian keausan dengan metode laju keausan
menggunakan motor Satria FU 150 :
1. Dilakukan penimbangan kampas rem sebelum dilakukan pengausan.
2. Dipasang komponen kampas rem pada rem cakram depan Satria FU 150.
3. Dilakukan pengausan selama 120 detik dengan kecepatan 20Km/h dan
menekan pedal rem dengan gaya 12 N.
4. Didinginkan kampas rem dan diganti dengan kampas rem berikutnya.
5. Dibersihkan Kampas rem yang sudah uji dari debu kampas rem yang
melekat hasil pengausan.
74

6. Ditimbang berapa massa kampas rem setelah pengujian.


7. Dilakukan langkah 1-6 pada semua komponen uji.

Gambar 3.45 Uji keausan

Langkah-langkah pengujian jarak dan waktu dengan


menggunakan motor Satria FU 150:
1. Dilakukan pengujian dengan beban pengemudi (80 kg) dan
beban boncengan (70 kg).
2. Dihidupkan motor dan stopwacth, lalu dilakukan start pada
jalan lurus jauh sebelum titik pengereman yang di tentukan.
3. Dijalankan motor dengan kecepatan yang telah ditentukan,
setelah kecepatan motor stabil lakukan pengereman pada titik
yg ditentukan.
4. Ditekan pada saat pedal rem, kompling juga ditekan
bersamaan dengan rem dan Stopwatch.
5. Dilakukan gaya tekan pedal rem dengan variasi 0N, 7,5N, 15N,
22,5N, 30N dan kecepatan 20,30,40,50,60km/h sebanyak 3 kali
pengujian. Dilakukan langkah 1-5 pada semua kondisi yang
telah ditentukan dan pada semua kampas rem.

Universitas Sumatera Utara


75

Gambar 3.46 Uji performa jarak dan waktu

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai