i
4.2 Alat alat yang perlu digunakan.................................................... V-1
4.4 Kesalahan Umum yang terjadi pada saat setting out bangunan IV-4
ii
BAB I
PENGENALAN DAN SETTING ALAT
I-1
Berfungsi sebagai alat bantu bidikan. Bisa juga menggunakan sinar
laser yang telah disediakan dengan menekan tombol ON/OFF.
b. Objective lens (lensa objektif)
Berfungsi untuk menangkap objek yang dibidik sehingga bisa dibaca
pada lensa okuler atau pengamat.
c. Instrument center mark (titik ketinggian theodolit)
Berfungsi sebagai titik pusat ketinggian dimana theodolit didirikan
yang diukur dari permukaan tanah.
d. Horizontal motion clamp (klem pengunci horizontal)
Berfungsi untuk mengunci perputaran theodolit kearah horizontal.
e. Horizontal tangent screw (sekrup penggerak halus horizontal)
Berfungsi untuk menggerakkan theodolit kearah horizontal secara
halus.
f. Optical plummet telescope (centering optic)
Berfungsi untuk mengecek kedudukan theodolit, apakah sudah tepat
berada di atas patok atau belum.
g. Display (layar)
Berfungsi sebagai tempat menampilkan pembacaan sudut vertikal
maupun sudut horizontal, baik pembacaan sudut biasa maupun luar
biasa.
h. Hand grip (pegangan)
Tempat untuk memegang atau membawa theodolit.
i. Hand grip fixing screw (sekrup pengencang pegangan)
Sekrup untuk mengencangkan pegangan theodolit atau hand grip.
j. Telescope focusing knob (pengatur fokus teropong)
Berfungsi untuk mengatur fokus teropong sehingga objek yang dibidik
dapat terlihat dengan jelas.
k. Battery (baterai)
Sumber tenaga yang dipakai di theodolit.
l. Telescope eyepiece (lensa okuler atau pengamat)
Berfungsi untuk mengamati objek bidik dan mengamati bacaan
benang atas,benang tengah dan benang bawah (pada rambu ukur).
m. Vertical motion clamp (klem pengunci vertikal)
Berfungsi untuk mengunci perputaran theodolit kearah vertikal.
n. Vertical tangent screw (sekrup penggerak halus vertikal)
I-2
Berfungsi untuk menggerakkan theodolit kearah vertikal secara halus.
o. Circular level (nivo kotak)
Berfungsi untuk mengetahui posisi theodolit secara pendekatan sudah
datar (sumbu I vertikal).
p. Plate level (nivo tabung)
Berfungsi untuk mengatur agar theodolit benar-benar horizontal.
Dalam hal ini sumbu I sudah benar-benar vertikal.
q. Operating keys (tombol pengoperasi)
Berfungsi untuk mengoperasikan theodolit, seperti menyalakan
theodolit, memunculkan pembacaan sudut vertikal, membaca sudut
biasa dan luar biasa, dll.
r. Leveling screw (sekrup A, B dan C)
Berfungsi untuk mengatur nivo kotak dan nivo tabung agar sumbu I
vertikal.
s. Centering screw
Berfungsi untuk mengatur posisi theodolit agar berada tepat di atas
plat dasar sehingga posisinya stabil.
t. Connector ( penghubung )
Untuk lebih jelasnya tentang bagian-bagian dari Theodolit, dapat dilihat
pada Gambar I-1.
I-3
Gambar I-1 Bagian – bagian theodolith tampak depan (kanan) dan bagian – bagian theodolith tampak belakang (kiri)
I-1
1.2.1 Waterpass
Waterpass adalah sebuah alat optis yang berfungsi untuk mengukur beda
tinggi dan jarak horizontal antara dua buah titik. Berikut ini bagian-bagian alat
ukur beda tinggi (waterpass).
1. Lensa objektif
Berfungsi untuk menangkap objek yang dibidik sehingga bisa dibaca
pada lensa okuler atau pengamat.
2. Optical micrometer alignment index (Kelurusan mikrometer optis indexing)
3. Cermin
Berfungsi untuk memberikan pencahayaan pada nivo kotak.
4. Pembidik
Berfungsi sebagai alat bantu bidikan untuk membidik objek yang akan
diamati.
5. Nivo kotak
Berfungsi untuk mengetahui posisi waterpass benar-benar sudah datar
(sumbu I vertikal ).
6. Lensa okuler ( pengamat )
Berfungsi untuk mengamati objek bidik dan mengamati bacaan benang
atas dan benang bawah ( pada rambu ukur ).
7. Pelindung lensa okuler
Berfungsi sebagai cover/pelindung lensa okuler.
8. Sekrup pengatur fokus teropong
Berfungsi untuk mengatur fokus teropong sehingga objek yang dibidik
dapat terlihat dengan jelas.
9. Sekrup penggerak halus horizontal
Berfungsi untuk menggerakkan waterpass kearah horizontal secara
halus.
10. Sekrup A, B dan C.
Berfungsi untuk mengatur nivo kotak agar sumbu I vertikal.
11. Plat dasar
Berfungsi sebagai tempat dudukan waterpass sehingga posisi waterpass
bisa stabil.
I-1
Gambar I-2 Bagian-bagian Waterpass (model AT-G2)
1.2.2 Statif
Berfungsi sebagai tempat untuk mendirikan alat.Bentuk alat dapat dilihat
pada Gambar 1.3
I-2
Gambar I-3 Statif (tripod)
1.2.3 Rambu ukur
Berfungsi sebagai objek yang dibidik untuk mendapatkan data-data,
seperti ketinggian, sudut vertikal, sudut horizontal, benang atas, benang tengah,
dan benang bawah.Disini ukuran rambu ukur yang dipakai adalah sepanjang 3
meter. Bentuk alat dapat dilihat pada Gambar 1.4
I-3
Gambar I-5 Kompas
1.2.5 Unting-unting
Berfungsi untuk menempatkan sumbu alat agar tepat berada di atas
patok. Alat dapat dilihat pada Gambar 1.6
I-4
1.3 Setting Alat
1.3.1 Theodolit
1. Menentukan titik tempat alat theodolith.
2. Mendirikan statif di titik tersebut dan letakkan theodolith di atasnya
kemudian dikunci (bagian bawah).
3. Lakukan pengecekan apakah theodolith tepat diatas titik yang telah
ditentukan menggunakan optical plummet telescop.
4. Mengatur sumbu I vertikal dengan cara sebagai berikut ini.
a. Secara pendekatan pengaturan sumbu I dilakukan dengan
pengaturan nivo kotak dengan memutar ketiga skrup penyetel A, B,
dan C (lihat gambar).
b. Misalnya gelembung nivo mula-mula pada kedudukan I, maka
pindahkan ke kedudukan II dengan memutar sekrup penyetel A dan B
secara bersama-sama dengan perputaran seperti anak panah.
Kemudian pindahkan gelembung nivo tersebut dari kedudukan II ke
kedudukan III dengan memutar skrup penyetel C saja. Untuk checking
putarlah teropong terhadap sumbu I. Lihat kedudukan gelembung nivo
kotak tadi bila masih pada kedudukan III berarti upaya agar sumbu I
mendekati vertikal sudah selesai. Tetapi bila gelembung nivo kotak
masih berpindah kedudukan, maka ulangi tindakan-tindakan di atas
hingga dicapai kedudukan yang selalu seimbang (III) bila teropong
diputar terhadap sumbu I nya.
III I
II
B A
I-5
C
II
III
B A
I-6
12. Apabila di layar pada pembacaan sudut horizontal muncul huruf R
menunjukkan pembacaan sudut biasa, dan bila ingin diubah menjadi
pembacaan sudut luar biasa tekan tombol R / L .
13. Ukur tinggi kedudukan alat dengan menggunakan pita ukur.
14. Pengukuran sudut horizontal dan vertikal menggunakan theodolith model
DT-200 dilakukan dengan cara :
a. Sentring alat di titik C dan target di titik A dan B (lihat gambar)
B
A
C
b. Tekan power ON hingga tampil :
V 901020
HR 1202530
V 901020
HR 00000
V 901020
HR 503015
I-7
b. Tekan tombol HOLD agar jika teropong diputar kearah yang
diinginkan pembacaan horizontal tidak berubah.
c. Untuk menormalkan kembali bacaan arah horizontal tekan HOLD.
17. Pengukuran kemiringan (V%)
Tekan tombol V%
V 901020 V -0.30%
HR 1202530
HR 1202530
18. Pengukuran jarak (D)
a. Dengan bantuan pembacaan rambu ukur dan metode stadia maka
jarak alat DT-200 Series dengan rambu ukur dapat diketahui.
0 rambu
Ba
Bt
Z Bb
D 100Ba Bbcos 2 h
Dengan
D = Jarak alat ke rambu ukur
100 = Konstanta alat
Ba = Pembacaan benang atas rambu ukur
Bb = Pembacaan benang bawah rambu ukur
Z = Pembacaan sudut vertikal
h = Heling ( 90 - Z atau Z-270)
1.3.2 Waterpass
1. Menentukan titik tempat alat waterpass.
I-8
2. Mendirikan statif di titik tersebut dan letakkan waterpass diatasnya
kemudian dikunci (bagian bawah).
3. Membuat garis arah nivo tegak lurus sumbu I :
a. Untuk tipe semua alat tanpa sekrup heling, garis arah nivo sudah
tegak lurus sumbu I. Cara mengatur nivo seimbang adalah dengan
ketiga sekrup penyetel (seperti pada setting alat theodolith)
b. Untuk tipe semua alat dengan sekrup heling, garis bidik dapat diatur
dengan sekrup helingnya, kemudian nivo diseimbangkan.
4. Mengatur benang silang mendatar tegak lurus sumbu I :
a. Selanjutnya yang harus dilakukan adalah membuat kedudukan
benang silang mendatar tegak lurus sumbu I.
I-9
D D D
A B C D
bta btc
D
B h
A C
a. Bawalah alat ke tanah lapang atau pinggir jalan yang dapat leluasa
memandang sepanjang minimum 60 meter, kalau sulit dan terlalu jauh
dapat diperkecil sesuai tempat yang ada. Seterusnya diukur tiga
segment garis yang masing-masing sepanjang D (10-20 meter).
b. Dari B (tengah-tengah antara A dan C) ukurlah beda tinggi A dan C
dengan membaca benang silang pada baak di A (btA) dan baak di C
(btC). Cek pula pembacaan benang silang atas dan bawah.
c. Beda tinggi A dan C adalah = btA – btC = hAC.
d. Kemudian alat dipindahkan ke D dan disetting. Baak A dibaca lagi
dengan benang tengah btA’ demikian pula di C terbaca btC’.
e. Bila btA’ - btC’ = hAC berarti waterpass sudah terkoreksi dan dapat
dipakai atau dengan kata lain beda tinggi h dapat diukur dengan
kedudukan di B atau di D dengan hasil yang sama.
f. Tetapi kalau ternyata diperoleh hasil yang berbeda berarti masih
terdapat kesalahan pada waterpass tersebut, yakni garis bidik belum
horizontal. Cara mengoreksi :
I-10
2D D
3
t 4
k
5
1 2
D
B h
A C
I-11
A
B
2) Tipe yang menggunakan nivo teropong
A B
Alat yang mempunyai tipe
seperti ini misalnya WILD
NAK-1 atau alat-alat yang
bukan waterpass otomatis.
3) Dengan penggerak halus vertikal teropong, benang silang tengah
dibidikkan ke pembacaan 3-k atau 3-3/2t. Akibatnya nivo teropong
tidak seimbang (tidak ditengah-tengah) dan diseimbangkan
dengan menggerakkan sekrup A dan B.
4) Pada alat otomatis yang umumnya dipakai misalnya jenis Zeiss-
Ni-2, Topcon ATD-3, Sokkisha B-2 dan sebagainya. Kalau tidak
ada kesalahan besar (berat) biasanya sudah otomatis langsung
dapat digunakan.
1.4.1 Theodolit
Berikut ini persamaan-persamaan yang digunakan untuk melakukan
perhitungan data-data yang diperoleh dengan menggunakan theodolit.
D = 100 .y cos2 H …………………………………………………… (1.1)
∆h = Ti + D tan H – Bt ….………………………………………….... (1.2)
H = 90- SV …………………………………………………...……… (1.3)
Keterangan :
Ba = benang atas
Bt = benang tengah
Bb = benang bawah
I-12
SV = sudut vertikal
SH = sudut horizontal
Ti = tinggi alat
H = helling ( 90° – SV)
D = jarak alat ke titik
∆h = beda tinggi
(Ba Bb )
Bt =
2
Berikut ini hasil data pengukuran dan perhitungan sudut biasa dan
perhitungan sudut luar biasa.
1. Perhitungan sudut biasa,
Ba = 1,059 m
Bb = 0,94 m
SV = 90 07'55"
SH = 36° 34’10”
Ti = 1,388 m
H = 90° – 90° 07' 55"
= – 0° 07' 55"
D = 100 .y cos2 H
= 100 x (1,059 - 0,94) cos2(– 0° 07'55")
= 11,899
∆h = D tan H (Ti–Bt)
= 11,899 tan (-0° 17' 10") x (1,388– 0,9995)
= 0,0109 ( tanah lebih tinggi )
2. Perhitungan sudut luar biasa
Ba = 1,238 m
Bb = 1,125 m
SV = 270° 45' 11"
SH = 216° 19' 25"
Ti = 1,388
H = 270° 45' 11" - 90
= (180° 45' 11")
D = 100 .y cos2 H
= 100 x ( 1,238-1,125 ) cos2 (180° 45' 11")
= 11,187 meter
I-13
∆h = D tan H (Ti–Bt)
= 11,187 tan (- 1°28' 25") x (1,388 – 1,182)
= - 0,255 m ( tanah lebih rendah )
1.4.2 Waterpass
Berikut ini persamaan-persamaan yang digunakan untuk melakukan
perhitungan data-data yang diperoleh dengan menggunakan waterpass.
D = A .y ………...…...……………………………………………….. (1.4)
Berikut ini persamaan untuk menghitung beda tinggi alat dengan rambu.
∆h = Ti –Bt..…..…….………………………………………………….. (1.5)
Berikut ini persamaan untuk menghitung beda tinggi antara dua rambu.
∆hAB = BtA –BtB..…..……….…………………………………………….. (1.6)
Keterangan :
Ba = benang atas
Bt = benang tengah
Bb = benang bawah
Ti = tinggi alat
y = Ba-Bb
D = jarak alat ke titik
∆h = beda tinggi
Berikut ini data hasil pengukuran beda tinggi dengan menggunakan
waterpass.
1. Ba = 1,450 m
2. Bt = 1,395 m
3. Bb = 1,34 m
4. Ti = 1,440 m
Dari data tersebut dapat dihitung jarak (D) dan beda tinggi (∆h)
1. Perhitungan jarak
D =A.y
= 100 (1,450-1,340)
= 100 (0,11)
= 11,000 m
2. Perhitungan beda tinggi
∆h = Ti - bt
= 1,440-1,395
= 0,045 m
I-14
1.5 Pembahasan
1.6 Kesimpulan
I-15
BAB II
PENGUKURAN BEDA TINGGI (WATERPASSING)
II-1
Slag 2
Slag 1 b2 m21
b1 m1
Bidang Referensi
D
D
3. Total slag yang dilakukan dalam satu hari disebut 1 seksi. Sedangkan
total panjang seksi yang diukur disebut satu trayek.
4. Bila beda tinggi tiap slag ∆h1, ∆h2,….dan seterusnya sampai kembali ke 0
(starting point) kesalahan penutup waterpasing ∑ ∆ h = fh
Ketelitian order – I, fh = + 4 mm √D
order – II, fh = + 7 mm √D
order – III, fh = + 10 mm √D
II-2
2.3.2 Pengukuran melintang
Untuk keperluan tertentu, misalnya untuk perencanan saluran dan jalan,
waterpassing memanjang biasanya diikuti dengan pengukuran penampang
melintang (cross section). Pengambilan detail minimum 7 (tujuh) titik.
1 3 4 7
2 5 6
2 6
7
1
3 4 5
II-3
Gambar II-3 Waterpassing melintang pada titik rambu (kiri) dan
waterpassing melintang pada posisi alat (kanan)
2.4 Data hasil pengukuran beda tinggi
II-4
h btbelakang btmuka ................................................................................................................ (2.3)
1) Stasiun I
∆hAB = 1,895 – 0,67 = 1,225 m
dst….
∑∆hpergi = …..
b. Beda tinggi pulang
1) Stasiun V
∆hED = 1,895 – 0,67 = 1,225 m
dst….
∑∆hpulang = …..
c. Beda tinggi rata-rata setiap stasiun
1) Stasiun I = (∆hAB+∆hBA)/2 = ….
dst…
4. Koreksi Beda Tinggi
fh = 0,5(fhpergi+fhpulang) ......................................................................... (2.4)
D12 rerata
kh12
D fh .................................................................... (2.5)
rerata
a. fh = …..
b. k.∆hAB= ( 30/180 ). 0,003 = 0,0005 m
dst….
5. Elevasi Tetap
Elevasi tetap = El.awal + beda tinggi + koreksi ..................................... (2.6)
a. HA = 100 m (diketahui )
dst…
Perhitungan untuk memperoleh elevasi tetap dapat dilihat pada Tabel II-2.
II-5
Tabel II-2 Perhitungan elevasi hasil pengukuran beda tinggi
Pengukuran Pergi Pengukuran Pulang Beda tinggi
Elevasi
Stasiun Arah Ba (m) Bt (m) Bb (m) D Stasiun Arah Ba (m) Bt (m) Bb (m) D hpergi hpulang hrata-rata khAB
II-6
2.5.2 Perhitungan elevasi pengukuran beda tinggi melintang
1. Perhitungan beda tinggi antar titik ikat dengan titik detail.
a. Stasiun I ( titik ikat A ) → btA = 0,6700
1) ∆hy. = 0,67000 – 0,71875 = -0,04870 m
dst…
b. Stasiun II ( titik ikat B ) → btB = 0,79500
1) ∆hz = 0,79500– 0,80500 = -0,01000 m
dst…
dst…
2. Perhitungan elevasi tiap detail
Elevasi Detail = Elevasi ikat + ∆h detail .............................................. (2.8)
a. Elevasi Stasiun 1
1) Ely = 101,22550 – 0,04875 = 101,17675 m
dst
b. Elevasi Stasiun 2
1) Elx = 101,22550 – 0,04875 = 101,17675 m
dst
dst…
Data-data penghitungan untuk memperoleh Elevasi detail dapat dilihat
pada Tabel II-3
Tabel II-3 Penghitungan Elevasi Titik Detail
II-1
B (lebar dasar saluran) = 7,5 m
I (kemiringan saluran) = 7‰
b. Hitungan volume galian:
Hitung volume timbunan dari titik: D-E
H0 = 102 m
B (lebar dasar saluran) = 7,5 m
I (kemiringan saluran) =7‰
2. Persamaan yang dapat dipakai:
V = ½ (LA + LB) x DAB
a. Hitungan volume timbunan
1) Mencari luasan timbunan di titik B
Potongan melintang di titik C sebelum dan sesudah
timbunan dapat dilihat pada Gambar 2.4 dan Gambar 2.5.
II-2
xe = 3,83 ye = 101,1705-103 = -1,8295
LB = ½ |(xq.yr +xr.ye + xe.yB + xB.yd + xd.yc + xc.yp + xp.yq)-
(xq.yp + xp.yc + xc.yd + xd.yB + xB.ye + xe.yr + xr.yq)|
LB = ½ |(0 x 0 + 3,75 x (-1,8295)+ 3,83 x (-1,7745) + 1,53 x
(-1,7495) + 0 x (-1,7795) + (-3,81) x 0 + (-3,75) x 0) –
( 0 x 0 + (-3,75) x (-1,7795) + (-3,81) x (-1,7495) +
0 x (-1,7745) + 1,53 x (-1,8295) + 3,83 x 0 + 3,75 x 0)|
= 13,4366 m2
2) Mencari luasan timbunan di titik C
Potongan melintang di titik C sebelum dan sesudah
timbunan dapat dilihat pada Gambar II-6 dan Gambar II-7.
Ho`= 103 + (7‰ x 30)
Ho`= 103,21
II-3
(xp.yq)-(xq.yp + xp.yc + xc.yd + xd.yC + xC.ye + xe.yr +
xr.yq)|
LB = ½ |(0 x 0 + 3,75 x (-0,944) + 3,67x (-0,899) + 1,78 x
(-0,8915) + 0 x (-0,934) + (- 3,67) x 0 + (-3,75) x 0) –
( 0 x 0 + (-3,75) x (-0,934) + (- 3,67) x (-0,8915) + 0 x
(-0,899) + 1,78 x (-0,944) + 3,67x 0 + 3,75 x 0)|
= 6,7600925 m2
3) Volume timbunan
Volume timbunan = ½ (LB+ LC) x DBC ............................... (2.9)
= ½ (13,4366 m2 + 6,7600925 m2) x 30 m
= 302,951 m3
b. Hitungan Volume Galian
1) Mencari Luasan Galian di Titik D
Potongan melintang di titik D dapat dilihat pada Gambar II-8
II-4
= ½ |(0 x 1,2235+ 1,99x 1,2285+ 3,82x 0 + 3,75x 0 + 0 x 0
+ (- 3,75) x 1,211 + (-3,81) x 1,2485) – ( 0 x 1,211 +
(-3,81) x 0 + (-3,75) x 0 + 0 x 0 + 3,75x 1,2285 + 3,82x
1,2235 + 1,99x 1,2485)|
= 9,30924 m2
2) Mencari Luasan Galian di Titik E
Potongan melintang di titik E dapat dilihat pada Gambar
II-9.
H0` = 102 -(7‰ x 30) = 101,79 m
B (lebar dasar saluran) = 7,5 m
II-5
Volume Galian = ½ (LD+ LE) x DDE
= ½ (9,30924m2 + 4,07448 m2) x 30 m
= 200,7558 m3
2.6 Pembahasan
2.7 Kesimpulan
II-6
BAB III
POLIGON TERTUTUP
Z Z
h+ h+
270° 90°
h- h-
Z Z
5. Koordinat titik : letak suatu titik pada poligon yang diproyeksikan pada
bidang datar dalam koordinat cartesius (x,y).
Dalam praktikum poligon tertutup ini, alat-alat yang diperlukan antara lain
berikut ini.
III-7
1. Theodolit beserta statif 1 buah
2. Rambu ukur 2 buah
3. Pita ukur 1 buah
4. Kompas 1 buah
5. Palu/martil 1 buah
6. Payung alat 1 buah
7. Patok dari kayu reng dengan panjang 30 cm
8. Formulir poligon secukupnya.
III-8
1. Sudut dalam polygon diperoleh dari selisih pembacaan ke dua titik
polygon yang diamati.
2. Menghitung nilai rata-rata sudut dalam (φ) tiap titik poligon dari hasil
pengukuran biasa (B) dan luar biasa (LB) kemudian menjumlahkan
semua sudut dalam 180n 2. Jika 180n 2 berarti ada
kesalahan sudut dalam sebesar fφ. Dengan n adalah banyaknya titik
polygon.
(a) Poligon tertutup searah jarum jam (b) Poligon tertutup berlawanan arah jarum
jam
3. Nilai koreksi dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini.
koreksi
r erara n 2180
n .
Koreksi memiliki tanda yang berlawanan dengan kesalahan (fφ).
4. Sudut dalam terkoreksi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
berikut ini terkoreksi pengukuran koreksi
Dengan
D = Jarak alat ke rambu ukur
100 = Konstanta alat
Ba = Pembacaan benang atas rambu ukur
III-9
Bb = Pembacaan benang bawah rambu ukur
Z = Pembacaan sudut vertikal
h = Heling (90-Z atau Z-270)
7. Menghitung nilai beda tinggi dengan rumus berikut ini.
h ti D tanh Bt
Dengan
ti = tinggi instrument
D = jarak optis
H = heling
Ba Bb
B = pembacaan benang tengah ( )
t
2
8. Menghitung jumlah beda tinggi ketiga titik h dengan h =0. Jika
h 0 berarti ada kesalahan pengukuran beda tinggi (fh) sehingga
dengan
fh = - h
10. Jumlahkan nilai koreksi dengan h untuk mendapatkan h terkoreksi.
11. Jumlahkan nilai h terkoreksi dengan elevasi awal.
12. Menghitung selisih koordinat setiap titik pada arah x ( Dsin ) dan selisih
koordinat setiap titik pada arah y ( D cos ).
III-10
Y
D23cos23
D12cos12
3
D13cos13
1
D12sin12 D23sin23
D13sin13
13. Jika Dsin 0 berarti ada kesalahan pada arah x yang nilainya dapat
III-11
x1 ditentukan
x2 x1 x12 kx12
x3 x2 x23 kx23
x1 x3 x31 kx31
Untuk koordinat y dapat dihitung dengan menggunakan persamaan yang
analoginya sama dengan persamaan di atas.
III-12
Beda tinggi titik I – BM IV
∆h =
Elevasi titik I-BM IV=
e. Perhitungan Koordinat di Titik I
1) Jarak Titik I-BM IV =
Azimuth (α) I-BM IV =
D sin α =
D cos α =
2) Koordinat X BM IV =
Koordinat Y BM IV =
3) Koordinat X Titik I= Koordinat X BM IV + D sin α =
4) Koordinat Y Titik I= Koordinat Y BM IV + D cos α =
3.5.2 Perhitungan Formulir Pencatatan Data Poligon
1. Perhitungan Sudut dalam Poligon Tertutup.
a. Sudut dalam Biasa dan Luar Biasa
1) Persamaan
a) Sudut dalam B = Bbesar - Bkecil
Apabila sudutnya ≥ 180° maka sudut dalam biasa
B = 360° – (Bbesar - Bkecil)
b) Sudut dalam LB = LBbesar - LBkeci)
Apabila sudutnya ≥ 1800 maka sudut dalam luar biasa
LB = 360° – (LBbesar - LBkecil)
2) Perhitungan
a) Titik I ke titik arah IV dan II
Sudut dalam B =
Dst…
b. Sudut dalam rata-rata
1) Sudut dalam rata-rata = (S.dalam B + S.dalam LB) / 2
a) Titik theodolit I
Sudut dalam rata-rata I =
Dst…
2) Koreksi
Koreksi (1)
sudut dalamrata rata (n 2)180
n
3) Sudut dalam terkoreksi
III-13
Sudut dalam terkoreksi = sudut dlm rata-rata + koreksi
a) Titik th I = 87°35’45” - 0°20’04” = 87°15’41”
Dst…
c. Perhitungan Azimuth Poligon Tertutup
α =αij ± 180° ± θ
α : azimuth
θ : sudut dalam terkoreksi
α1.2 = azimuth awal SHII = 95°51’10”
a. α2.3 = α1.2 + 180° + θ2
dst…
d. Perhitungan Jarak Poligon Tertutup
1) Jarak (D)
D = A.Y.cos2 h
A = 100
Y = ba-bb
Helling (h) = 90° - sudut vertikal
hI-IV = 90° - 93°08’15” = -3°8’15”
dst…
DI-IV = 100.0,223. cos2(-3°8’15”) = 22,26667379 m
dst
Jarak rata-rata
Koreksi = x -∑∆hrata-rata
∆h I-II =
Dst….
III-14
Σ∆h Rata-rata =
c) ∆h Terkoreksi
∆h terkoreksi = ∆hrata-rata + koreksi
Koreksi = x (-Σ∆hrata-rata)
K I-II=
Dst….
d) Elevasi
Elevasi = En + ∆htn
E1 =
Dst…
3) Perhitungan Koordinat Poligon Tertutup
a) D sin α
D sin αI-II =15,0847 sin 95°51’10” = 15,00606 m
Dst…
ΣD sin α =
Dst…
b) D cos α
D cos αI-II =
ΣD cos α =
Dst…
FxI-II =
Dst…
Dst…
e) D sin α Terkoreksi
D sin α terkoreksi = D sin α + Fxij
D sin αI-II terkoreksi =
Dst…
f) D cos α Terkoreksi
D cos αI-II terkoreksi =
Dst…
III-15
g) Koordinat X
XI =
Dst…
h) Koordinat Y
YI =
Dst…
3.5.3 Perhitungan Detil Penyebaran
Dalam praktikum Poligon Tertutup diperlukan titik – titik penyebaran
sekitar daerah titik Poligon, yang nantinya berguna untuk mengetahui kontur
tanah di poligon itu.
1. Titik I
a. Penghitungan Jarak Optis dari titik I ke titik-titik detail penyebaranya.
Jarak (D) = A.Y. cos2h
A = 100
Y = Ba – Bb
Heling (h) = 90°-sudut vertical
Perhitungan
D1 =
Dst…
b. Penghitungan Beda Tinggi (∆h)dari titik I ke titik-titik detail penyebaranya
∆h = V + tinggi alat – bt
V = D tan h
Tinggi alat =
∆h1 =
Dst…
c. Penghitungan Elevasi titik detail penyebaran titik I
Elevasi Detail = 363,90898 + ∆h
E1 =
Dst…
Data penghitungan elevasi titik-titik detail penyebaran pada titik I dapat
dilihat pada Tabel 3.1
III-16
Tabel III-1 Tabel Hasil Penyebaran Pada Titik I
2. Titik II
a. Penghitungan Jarak Optis dari titik II ke titik-titik detail penyebaranya.
Jarak (D) = A.Y. cos2h
A = 100
Y = Ba – Bb
Heling (h) = 90°-sudut vertikal
Perhitungan
D1 =
Dst…
b. Penghitungan Beda Tinggi (∆h)dari titik II ke titik-titik detail penyebaranya
∆h = V + tinggi alat – bt
V = D tan h
Tinggi alat =
∆h1 =
Dst…
c. Penghitungan Elevasi titik detail penyebaran titik II
Elevasi Detail =
E1 =
Dst…
Data penghitungan elevasi titik-titik detail penyebaran pada titik II dapat
dilihat pada Tabel 3.1
Tabel III-2 Tabel Hasil Penyebaran Pada Titik II
III-17
Titik Pembacaan (∆h)
Titik Arah Arah Jarak Elevasi
Kedudukan Rambu beda
Detail Horizontal Vertikal Optis detail
Instrumen ba Bb tinggi
3. Titik III
a. Penghitungan Jarak Optis dari titik III ke titik-titik detail penyebaranya.
Jarak (D) = A.Y. cos2h
A = 100
Y = Ba – Bb
Heling (h) = 90°-sudut vertikal
Perhitungan
D1 =
Dst…
b. Penghitungan Beda Tinggi (∆h)dari titik III ke titik-titik detail penyebaranya
∆h = V + tinggi alat – bt
V = D tan h
Tinggi alat =
∆h1 =
Dst…
c. Penghitungan Elevasi titik detail penyebaran titik III
Elevasi Detail =
E1 =
Dst…
Data penghitungan elevasi titik-titik detail penyebaran pada titik III dapat
dilihat pada Tabel 3.1
III-18
Tabel III-3 Tabel Hasil Penyebaran Pada Titik III
4. Titik IV
a. Penghitungan Jarak Optis dari titik III ke titik-titik detail penyebaranya.
Jarak (D) = A.Y. cos2h
A = 100
Y = Ba – Bb
Heling (h) = 90°-sudut vertikal
Perhitungan
D1 =
Dst…
b. Penghitungan Beda Tinggi (∆h)dari titik IV ke titik-titik detail penyebaranya
∆h = V + tinggi alat – bt
V = D tan h
Tinggi alat =
∆h1 =
Dst…
c. Penghitungan Elevasi titik detail penyebaran titik IV
Elevasi Detail =
E1 =
Dst…
Data penghitungan elevasi titik-titik detail penyebaran pada titik IV dapat
dilihat pada Tabel 3.1
III-19
Tabel III-4 Tabel Hasil Penyebaran Pada Titik III
Perhitungan galian dan timbunan dimana tanah akan diratakan pada titik
I. Data poligon yang akan diolah dalam Perhitungan Galian dan Timbunanan
dapat dilihat pada Tabel 3.1
Tabel III-5 Koordinat, Elevasi,dan Beda Tinggi Poligon Tertutup
Titik X Y Elevasi ∆h
I
II
III
III-20
Gambar III-1 Koordinat dan Beda Tinggi Poligon Tertutup.
1. Perhitungan Data Pendukung
Untuk mendapatkan jarak antara titik I ke titik III dapat dihitung dengan
menggunakan rumus phytagoras, lebih jelasnya lihat pada Gambar 3.3 Jarak
antara titik I ketitik III.
III-21
Gambar III-4 Sketsa Panjang a dan b.
a=
XP = XII – a
XP =
c. Perhitungan koordinat y pada titik P
b=
YP = YII – b
YP =
YP =
Jadi, P {XP; YP}
3.6.1 Timbunan
Untuk lebih jelasnya, sketsa galian dapat dilihat pada Gambar 3.6.
III-22
Gambar III-5 Sketsa Timbunan.
L =
3.6.2 Galian
Untuk lebih jelasnya,sketsa galian dapat dilihat pada Gambar 3.7
L =
3.7 Pembahasan
3.8 Kesimpulan
III-23
BAB IV
SETTING OUT BANGUNAN
1. Sebelum ke lapangan:
a. Menentukan benchmark pada peta situasi misal dua titik patok bumi
yang diberi nama titik P dan Q. Di titik P ini akan dipasang alat
theodolit untuk mengukur titik-titik pondasi yang diberi nama titik A-B-
C-D. Titik Q dipakai sebagai titik referensi arah.
III-24
IV-1
titik patok bumi
D C
jalan raya
IV-2
titik patok bumi
Q
3.00
titik pondasi titik pondasi
A B
59° 8.25
41°
3.00
4.03
6.29
jalan raya
b. Cari jarak antara titik-titik pondasi terhadap titik P dan cari sudut
antara titik-titik pondasi yang dihitung dari P terhadap arah P-Q.
2. Di lapangan
Setting alat theodolite di titik P sesuai dengan persyaratan yaitu sumbu 1
vertikal dan teropong diarahkan pada pembacaan 90°00`00`` (posisi
teropong horizontal) lalu dikunci dan sudut horisontal 0°00`00`` diarahkan
ke titik Q.
Contoh aplikasi di lapangan sebagai berikut di bawah ini.
a. Buat sudut horizontal 21° dengan alat theodolite.
b. Salah satu praktikan memegang yalon untuk menandai arah sudut 21°
dengan mengikuti arahan praktikan yang mengoperasikan theodolit.
c. Ukur jarak dari titik P ke pondasi (titik A) sepanjang 7 meter dengan
menggunakan pita ukur.
d. Cek jarak P-A dengan menggunakan alat theodolit (jarak optis)
e. Lakukan cara tersebut di atas untuk menentukan titik B-C-D
IV-3
f. Apabila keempat titik tersebut sudah dibuat kemudian cek keakuratan
dengan cara mengukur jarak horizontal A-B dengan meteran, apakah
sesuai dengan jarak di gambar desain yaitu 3 meter. Lakukan cara
tersebut untuk titik titik yang lain.
4.4 Kesalahan Umum yang terjadi pada saat setting out bangunan
IV-4
4.6 Pembahasan
4.7 Kesimpulan
IV-5