THEODOLIT I
I. NAMA PERCOBAAN : PENGUKURAN THEODOLIT (T1)
II. TUJUAN PERCOBAAN :
1. Mengenal bagian alat Theodolit yang digunakan.
2. Mengukur besar sudut dilapangan.
3. Menghitung dan menetapkan besar sudut dilapangan.
4. Menghitung dan menetukan jarak optis
5. Menghitung sudut jurusan dari titik-titik yang diukur.
a. Theodolit
b. Statif
c. Meteran d. Payung
e. unting unting
15 2 4
9
4
13
5
3
10
11
12 6
8
14
7
16
Keterangan :
1. Mikrometer krop 9. Mikrometer eyepiece
2. Lensa Objektif 10. Reflector
3. Vertikal Klam 11. Telescope eyepiece
4. Optikal sight 12. Focussing krop
5. Vertikal tangens screw 13. Miror
1
1
2
26
17
24
16
21
6
7
8
11
9
3 10
4
12 12
25
22
23
15
14
20
13
18
19
Keterangan :
4. Tutup baterai
6. Panel keyboard
9. Kiap tribach
12. Layar
VI. TEORI
a. Syarat pertama yang harus dipenuhi adalah sumbu tegak harus benar-benar
tegak. Kalau sumbu tegak ini miring, mak lingkaran skala mendatar tidak lagi
datar dan hal ini berarti sudut yan diukur bukan sudut mendatar.
b. Sumbu mendatar II haruslah benar-benar datar atau kalau sumbu tegak haruslah
benar-benar tegak, maka dapat dikatakan sumbu mendatar tegak lurus sumbu
tegak.
c. Garis bidik harus benar-benar tegak lurus sumbu mendatar II.
d. Tidak adanya salah salah satu indeks pada salah satu lingkaran tegak, salah satu
indeks disebabkan oleh tidak tepatnya indeks pada bacaan nol lingkaran tegak
kalau kedudukan garis tidak mendatar atau tegak lurus keatas, tergantung dari
garis miring dan sudut zenit yang di baca.
a. Tiga buah kaki penyetel nivo berfungsi untuk mengatur sumbu kedua
horizontal.
b. Sekrup untuk mengunci teropong supaya tidak dapat bergerak dalam arah
vertical, sekrup gerak halus dalam pengukuran repetisi, sekrup gerak halus
pengukuran reiterasi, sekrup pengatur centring pada titik berdirinya alat, skrup
pengunci mahnet supaya agar tidak bergeraksekrup pengunci gerakan vertical
teropong, sekrup gerakan halus vertical dan sekrup pengatur diafraghma.
c. Lempengan untuk pembacaan sudut horizontal dan vertical.
d. Lensa okuler, untuk membidik titik yang akan diukur yang telah dan akan
ditentukan.
e. Lensa objektif, jalan masuknya bayangan pada alat.
f. Nivo mendatar, membuat smbbu vertical dam horizontal.
g. Pengatur objektif, untuk dipantulkan pada teropong.
Bila garis jurusan nivo telah mendatar sumbu I akan tegak lurus garis pada sumbu I.
Maka lebih dahulu garis-garis jurusan nivo dibagi dalam dua jurusan, supaya sumbu
ke I menjadi tegak lurus. Untuk digambarkan nivo yeng terletak diatas nonius
mendatar.
a. Sudut Jurusan
Untuk mementukan suatu arah yang dinyatakan oleh garis lurus yang
menghubungkan titik T1 ( X1 ; Y1 ) dengan titik T2 ( X2 ; Y2 ). Sudut jurusan
dihitung dari arah utara berputar sesuai dengan arah putaran jarum jam, diakhiri
pada jurusan garis yang bersangkutan.
b. Sudut jurusan dan jarak antara dua buah titik tertentu. Apabila diketahui titik T1
( X1 ; Y1 ) denga titk T2 ( X2 ; Y2 ) maka sudut jurusan ditentukan sebagai
berikut :
X 2 X1
Y 2 Y1
Tg 1,2 = ( 1 )
Untuk menghitung koordinat titik 1 diperlukan salah satu titik yang diketahui
misalnya : Diketahui titik T1 ( X1 ; X1 ), hubungkan T1 dan T2 atau dengan titik
lainnya yang dicari koordinatnya, maka :
X2 = X1 + D1-2 sin 1-2
Dan untuk sumbu Y ;
Y2 = Y1 + D1-2 cos 1-2
Dalam hal ini haruslah diketahui jarak kedua titik serta sudut jurusan garis / jarak
tertentu. Sebelum kita menghitung titik koordinat lebih dahulu kita harus menentukan
besar sudut azimuth ke masing-masing titik yang ditinjau. Begitu pula hal dengan
perhitungan jarak dari titik satu ketitik yang lainnya.
Dengan mengetahui bacaan benang atas dan benang bawah melalaui pengukuran
dilapangan, kita dapatkan jaraknya dengan rumus sebagai berikut :
D = 100 ( Ba Bb ) . cos2 ( 2 )
Dimana D = jarak
Ba = benang atas
Bb = Benang bawah
Cos2 = sudut vertikal (1800)
Jadi penentuan koordinat suatu titik adalah mencari dengan cara tertentu jarak
antara titik tersebut dengan titik yang diketahui dan sudut jurusan garis yang
menghubungkan kedua titik tersebut.
c. Jarak optis
Dari hasil pembacaan Ba, Bt, Bb kita dapat menetukan panjangnya jarak optis
antara tempat berdirinya alat ketempat baak ukur
a. Pemasangan patok
Yaitu terdapat 4 buah patok A,B,C,D yang merupakan arah bidik dari arah
Theodolit.
Titik merupakan tempat alat berdiri.
b. Penegakan alat
Hal yang pertama dilakukan adalah meletakkan 1 buah kaki statif lalu
diikuti oleh kedua kaki statif dan menyetel panjang kaki-kaki statif dengan
menyesuaikan tingginya dengan orang yang akan melakukan pembacaan
dengan Theodolit tersebut dengan memperhatikan patok (titik P) dibawah
kaki alat Theodolit.
Setelah kaki alat Theodolit berdiri dan ditekan ketanah dilakukan
pemeriksaan dengan menyesuaikan unting-unting dan patok (titik P), apakah
titik patok telah tepat dengan unting-unting. Apabila telah tepat pesawat
Theodolit boleh diletakkan pada BASE PLATE, bila belum tepat cara
tersebut boleh diulang lagi serta dilakukan pemeriksaan seperti cara kedua.
Bila pesawat telah diletakkan, dilakukan kontrol dengan melihat teropong
apakah titik P telah tepat, kemudian dilakukan penyetelan nivo pas berada
ditengah-tegah dengan menggunakan sekrup nivo. Bila hal ini telah
terlaksana dengan baik dan tepat maka pengukuran sudah dapat dimulai.
a. Cara biasa
Setelah dilakukan pengukuran pada satu titik lalu pada bak ukur di baca
Ba, Bt, Bb, dengan mengetahui ini maka jarak diketahui. Lalu sudut
horizontal dibaca dengan pesawat. Setelah yang pertama dibaca sudut
AB,BC,CD, kemudian pembacaan diulang dengan membaca sudut
horizontal dari DC,CB,BA.
D Biasa
C B
b. Luar biasa
Teropong dibalik dengan diputar 180, serta ditentukan arah utara dengan
menggunakan kompas. Kemudian dilakukan pencarian sudut dan jarak
pada masing-masing titik.
D
A
C Luar Biasa
C B
a. Pada cara ini bedannya dengan cara pertama adalah pada cara kedua
kita wajib menentukan arah utara terlebih dahulu dengan kompas,
setelah itu dicari Azimuth dari masing-masing sudut, pertama mencari
Azimuth UD, DA, AB, BC kemudian putar dan mulai dari CB, BA,
AD, dan terakhir DU.
Biasa U
D U
D
A
A
p
P
C B
C Luar Biasa B
Gambar 3.7. Sudut horizontal cara biasa Gambar 3.8. Sudut horizontal cara luar biasa
2.
TRI SUCI MUTIARA 12 10 10 61
3.
RIKI WARDIANTO 12 10 10 91
5.
WARISNO SIALLAGAN 12 10 10 98
U A
PD
PC
PB B
PA
PA
AB
BC
CD C
BC= PC PB BC ( B ) + CB ( LB )
BC=
2
1290 30 ' 40 ' ' 470 56 ' 20' '
0 ' '' 0 ''
81 34 20 + 81 50 ' 40
810 34 ' 20 '' 2
( 97 0 25' 00' ' 3090 41' 20' ' ) Jarak optis (m)
309 41' 20' ' 227 0 50 ' 4 0' ' dPB = (BA BB) x 100
= 30,7 m
BA= PB PA
dPC = (BA BB) x 100
0 ' 0 ' ''
227 50 40' ' 195 43 00
= (1,502 1,378) x 100
PD ( B ) + PD ( LB )
= (1,580 1,418) x 100 dPD=
2
= 16,2 m
15,9+16,2
2
dPC = (BA BB) x 100
16,05 m
= (1,613 1,488) x 100
= 30,6 m PA = UA - PU
= 19 30 40 - 000 00 00
dPA = (BA BB) x 100
= 19 30 40
= (1,872 1,578) x 100
= 29,4 m PB = UB - PU
= 56 04 50 - 000 00 00
Jarak optis rata-rata (m):
= 56 04 50
PA ( B ) + PA ( LB )
dPA =
2
PC = UC - PU
29,7+ 29,4 = 122 04 20 - 000 00 00
2
= 122 04 20
29,55 m
PD = UD - PU
PB ( B ) + PB ( LB )
dPB= = 181 05 25 - 000 00 00
2
= 181 05 25
30,7+ 30,6
2
- Dalam keadaan luar biasa (B):
30,65 m
PA = UA - 1800
= 199 17 25 - 1800
= 19 17 25
= 236 03 30 - 1800
= 56 03 30 1220 00' 20' '
PD ( B ) + PD ( LB )
PC = UC - 1800 PD=
2
= 301 56 20 - 1800
= 121 56 20 1810 05' 25 ' ' +1800 58' 55' '
2
= 190 00 00
= (1,689 1,551) x 100
= 13,85 m
PA ( B ) + PA ( LB ) = 26 m
PA=
2
dPC = (BA BB) x 100
19 17 25+19 30 40
2 = (1,728 1,428) x 100
PC ( B ) + PC ( LB )
PC = dPD = (BA BB) x 100
2
= (1,590 1,365) x 100
= 13,3 m 21,5725
PB ( B ) + PB ( LB ) 0,4077
dPB=
2
26+ 26
2 Perhitungan d Cos A:
26 m Y PA =dPA cos PA
30+30,2
2 Y PB=dPB cos PB
14,5128
PD ( B ) + PD ( LB )
dPD=
2
Y PC =dPC cos PC
0 ' ''
22,55 cos 181 02 10 YC = YP +dPCcos PC
XB = XP +dPBsin PB DP = PD 1800
= 5521,32 + 26 sin 5600410
= 5521,32 + 21,5725 = 181 0525 - 1800
= 5542,89 m
= 1 0525
XC = XP +dPCsin PC
= 5521,32 + 30,1 sin 12200020
= 5521,32 + 25,5247 XDP = dDP sin DP
= 5546,84 m
= 22,55 Sin 1 0525
XD = XP +dPDsin PD
= 0,42 m
= 5521,32 + 22,55 sin 18100210
= 5521,32 - 0,4077 YDP = dDP cos DP
= 5520,91 m
Perhitungan titik koordinat sumbu Y = 22,55 cos 1 0525
:
= 22,54 m
YA = YP +dPAcos PA
XP2 = XD + dDP sinDP
= 17035,22 + 13,57cos 190242,5
= 17035,22 + 12,7981 = 5520,91 + 0,42
= 17048,01 m
= 5521,33
= 17012,67 + 22,54
KESIMPULAN
Dalam pelaksanaan pengukuran Theodolit kita dapat mengetahui :
DPA = 13,57 m
DPB = 26 m
DPC = 30,1 m
DPD = 22,55 m
DPA = 29,55 m
DPB = 30,65 m
DPC = 12,45 m
DPD = 16,05 m
AB = 320 15 00
BC = 810 42 30
CD = 1470 49 00
PA = 190 24 2,5
PB = 560 04 10
PC = 1220 00 20
PD = 1810 02 10
A (5525,82 ; 17048,01)
B (5542,89 ; 17049,73)
C (5546,84 ; 17019,26)
D (5520,91 ; 17012,67)
P2 (5521,33 ; 17035,21)
SARAN
1. Jarak dari suatu titik ke titik terlalu jauh sehingga menyulitkan pembacaan
bagi yang membidik maka jarak harus di perpendek.
2. Instruktur harus selalu berada di lapangan sehinnga bila ada kesulitan yang
dihadapi di lapangan langsung mudah di selesaikan.
3. Pembacaan harus lebih teliti agar tidak terjadi kesalahan pembacaan dari
perhitungan jarak optis dengan jarak lapangan.
Titik Bidik A B C D