I. TUJUAN PERCOBAAN
10 9 8 7
Gambar 4.1: Tampak Depan Dari Theodolit Digital
13
11
12
14
15
Keterangan :
1. Klem Pengatur Fokus Benang
2. Pegangan Pembawa / Handle
3. Lensa Okuler
4. Reflektor
5. Klem Pengunci Dan Penggerak Halus Vertikal
V. TEORI
Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa selisih sudut azimuth antara dua
titik koordinat adalah 1800.
5.2.Jarak
Pengukuran jarak dapat ditentukan optis dengan kita mengetahui bacaan
baak ukur yang telah dibaca yaitu benang atas, benang tengah dan benang bawah
maka jarak AB dihitung dengan rumus:
dAB = (BA –BB) x 100 Cos 2
Dimana: dAB = Jarak titik A ke titik B
BA = Benang Atas
BB = Benang Bawah
= Sudut Vertikal antara alat Theodolit dengan permukaan tanah
Setelah Azimuth dan jarak diketahui maka dapat pula ditentukan atau dihitung
sudut luar (γ), sudut dalam (β) dan koordinat.
5.3.Titik Koordinat
Setelah salah satu titik diketahui titik koordinatnya, menegtahui jarak dan
Azimuthnya maka akan ditentukan titik koordinat lainnya. Misalkan:
Titik A (XA ; YA), maka titik koordinat B dapat dihitung dengan rumus:
B α BC
α BA
C
A
D α DC
α DA
Untuk menghitung sesatan yang terjadi pada tiap-tiap titik koordinat adalah
𝑑
dengan menggunakan rumus: 𝐹𝑥 = 𝛴𝑑 𝑥 𝛴𝑑 𝑠𝑖𝑛 𝛼
𝑑
𝐹𝑦 = 𝛴𝑑 𝑥 𝛴𝑑 𝑐𝑜𝑠 𝛼
5.4.Sudut
1. Sudut luar (γ)
Sudut luar yaitu besar sudut 3600 dikurang dengan besar sudut dalam (β).
Dari gambar diatas dapat ditentukan :
= 360o -
Dengan menggunakan rumus diatas dapat ditentukan sudut luar A, B,C dan D
dengan syarat , sudut-sudut luar tersebut harus memenuhi persyaratan : (n +
2) x 180. Apabila besar sudut luar tersebut tidak memenuhi persyaratan diatas
maka dilakukan kontrol. Apabila melebihi (n + 2) x 180 maka harus
dikurangi dan sebaliknya dan apabila kekurangan harus ditambahi, yaitu
dengan cara membagi kelebihan atau kekurangan besar sudut tersebut dengan
jumlah sudut. Kemudian menambahkan atau mengurangkan ke masing-
masing sudut yang kurang atau yang lebih, sehingga besar sudut luar tersebut
memenuhi persyaratan.
2. Sudut dalam ()
Sudut dalam yaitu selisih dari sudut azymuth yang besar dengan sudut yang
kecil. Dari gambar diatas dapat ditentukan sudut dalam dengan rumus:
B = αBA – αBC
a. Poligon harus dimulai dan diakhir pada titik yang tentu, karena titik awal
yang tentu digunakan untuk mencari koordinat titik-titik berikutnya,
sedangkan titik akhir dengan titik awal digunakan untuk penelitian
poligon.
b. Pada poligon yang diukur denagn theodolit diperlukan pula jurusan yang
tentu pada titik awal titik poligon yang akan digunakan untuk menentukan
sudut-sudut jurusan semua sisi poligon. Pada titik akhir diperlukan pula
jurusan tertentu yang bersama dengan jurusan tertentu pada titik awal
poligon akan digunakan untuk meneliti jurusan-jurusan dan sudut-sudut
yang diukur.
c. Yang diukur pada poligon dengan mempergunakan theodolit adalah
semua sudut yang ada pada titik-titik poligon antara kedua sisi poligon
yang bertemu di titik-titik tersebut dan jarak antara titik-titik poligon.
Maka perbedaan antara pengukuran poligon dengan theodolit dan dengan BTM
adalah sebagai berikut :
1. Kedua poligon harus dimulai dan diakhiri pada titik yang tentu. Pada poligon
yang diukur dengan theodolit diperlukan dua jurusan yang telah tentu pada
titik-titik ujungnya, supaya dapat digunakan untuk menghitung semua sudut
2. jurusan sisi-sisi poligon. Pada poligon yang diukur dengan BTM kedua
jurusan yang tentu itu tidaklah perlu lagi, karena dengan BTM dapat dengan
langsung diukur azymuth sisi-sisi poligon.
3. Pada poligon yang diukur dengan theodolit haruslah semua titik poligon
ditempati oleh theodolit untuk mengukur semua sudut poligon yang akan
diperlukan untuk mencari sudut jurusan semua sisi poligon, karena terbukti
bahwa dengan pengukuran yang dilakukan pada suatu titik dapat ditentukan
tempat titik berikutnya. Pada poligon yang diukur dengan BTM tidak perlu
semua titik poligon ditempati BTM, karena dengan BTM diukur langsung
dengan azymuth, maka dari pengukuran di satu titik poligon dapat ditentukan
tempat titik itu sendiri dan tempat titik berikutnya, sehingga BTM selalu akan
meloncat satu titik untuk ditempatinya.
4. Umumnya jarak-jarak pada poligon yang diukur dengan theodolit langsung di
ukur dengan pita ukur jarak dari baja atau dengan pengukur jarak yang
diperlengkapkan dengan theodolit, sedang jarak-jarak pada poligon yang
diukur dengan BTM ditenmtukan dengan pengukuran jarak optis.
D α DA
α DC
A
C
B α BA
α BC
Gambar 8.2: Sudut luar dan sudut dalam
1. Perhitungan ∑ d sin α:
dA-B x sin α AB = 61,70 x sin 2760 11’ 40” = - 61,340 m
dA-D x sin α DA = 62,80 x sin 1790 42’ 10” = + 0,326 m
dC-B x sin α BC = 53,50 x sin 170 20’ 00” = + 15,939 m
dC-D x sin α CD = 38,00 x sin 790 27’ 30” = + 37,359 m +
= - 7,716 m
2. Perhitungan ∑ d cos α:
dA-B x cos α AB = 61,70 x cos 2760 11’ 40” = + 6,658 m
dA-D x cos α DA= 62,80 x cos 1790 42’ 10” = - 62,799 m
dC-B x cos α BC = 53,50 x cos 170 20’ 00” = + 51,070 m
dC-D x cos α CD = 38,00 x cos 790 27’ 30” = + 6,952 m +
= + 1,881 m
8.4.PERHITUNGAN FX
d = 216 m
𝑑
f ( α ) = ∑d ∑d. sin α
f𝛼 𝑑
( 𝐴−𝐵) = 𝐴−𝐵 ∑d.sin α
∑d
61,70
= x ( − 7,716)
216
= - 2,204 m
f𝛼 𝑑
( 𝐷−𝐴) = 𝐷−𝐴
∑d
∑d.sin α
62,80
= x ( − 7,716 )
216
= - 2,243 m
f𝛼 𝑑
(𝐵−𝐶) = 𝐵−𝐶 ∑d.sin α
∑d
53,50
= x ( − 7,716 )
216
= -1,911 m
f 𝛼(𝐶−𝐷 ) 𝑑
= 𝐶−𝐷 ∑d.sin α
∑d
38,00
= x ( − 7,716 )
216
= -1,357 m
8.5.PERHITUNGAN FY
d = 216 m
𝑑
f ( α ) = ∑d ∑d. cos α
f𝛼 𝑑
( 𝐴−𝐵) = 𝐴−𝐵 ∑d.cos α
∑d
61,70
= x ( 1,881 )
216
= 0,537 m
f𝛼 𝑑
( 𝐷−𝐴) = 𝐷−𝐴
∑d
∑d.cos α
62,80
= x ( 1,881 )
216
= 0,547 m
f𝛼 𝑑
(𝐵−𝐶) = 𝐵−𝐶 ∑d.cos α
∑d
53,50
= x ( 1,881 )
216
= 0,466 m
f𝛼 𝑑
(𝐶−𝐷 ) = 𝐶−𝐷 ∑d.cos α
∑d
38,00
= x ( 1,881 )
216
= 0,330 m
A + 14,00 + 19,00
+ 6,658
2760 11’ 40” 61,70
0,537
B - 45,136 + 25,121
+ 51,070
170 20’ 00” 62,80
-0,466
C - 27,286 + 75,725
+ + 6,952
790 27’ 30” 53,50
- 0,330
D + 11,43 + 82,347
- 62,799
1790 42’ 10” 38,00
A + 0,547 + 14,00 + 19,00