Anda di halaman 1dari 31

 

 
LAPORAN TUGAS AKHIR D3-TEKNIK KONSTRUKSI GEDUNG
 

  BAB II
DASAR TEORI
 

 
2. 1. Sistem Plambing
  Plambing merupakan salah satu bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam
  pembangunan suatu gedung. Perancangan dan perencanaan sistem plambing
haruslah
 
dilakukan bersamaan dan sesuai dengan tahapan-tahapan perencanaan
dan perancangan gedung itu sendiri dalam penyediaan saluran air bersih maupun
 
saluran air kotor untuk menghindari terjadinya pencemaran terhadap air bersih
  (Morimura dan Noerbambang, 1986).
Plambing merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan
pemasangan pipa beserta peralatannya di dalam suatu gedung yang bersangkutan
dengan air. Fungsi dari sistem plambing adalah:
 Menyediakan air bersih ke tempat yang dikehendaki dengan tekanan yang
cukup.
 Membuang air kotor dari tempat-tempat tertentu tanpa mencemari bagian
penting lainnya.

2. 2. Sistem penyediaan air bersih


Menurut Morimura dan Noerbambang (1986) terdapat beberapa sistem
penyediaan air bersih, yaitu sebagai berikut:

2.2. 1. Sistem Sambungan langsung


Dalam sistem ini pipa distribusi dalam gedung disambung langsung dengan
pipa utama penyediaan air bersih. Sebagai contoh dapat dilihat pada Gambar 3.
Karena terbatasnya tekanan dalam pipa utama dan dibatasi ukuran pipa cabang
dari pipa utama tersebut, maka sistem ini terutama dapat diterapkan untuk
perumahan dan gedung skala kecil dan rendah (Morimura dan Noerbambang,
1986).

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 5

 
 

 
LAPORAN TUGAS AKHIR D3-TEKNIK KONSTRUKSI GEDUNG
 

Gambar 3. Sistem sambungan langsung.


Sumber: Morimura dan Noerbambang. 1986. Perancangan dan pemeliharaan sistem plambing.

2.2. 2. Sistem Tangki Atap


Dalam sistem ini, air ditampung terlebih dahulu pada tangki bawah (dipasang
pada lantai terendah bangunan atau di bawah muka tanah), lalu dipompakan ke
tangki atas. Tangki atas dapat berupa tangki yang disimpan di atas atap atau di
bangunan yang tertinggi. Dari tangki ini air didistribusikan ke seluruh bangunan.
sistem tangki atap dapat dilihat pada Gambar 4. Sistem tangki atap ini diterapkan
seringkali karena alasan-alasan berikut:
1) Fluktuasi tekanan pada alat plambing tidak besar atau dianggap tidak berarti.
Perubahan tekanan diakibatkan perubahan muka air pada tangki atap,
2) Pompa pengisi tangki atap dapat bekerja secara otomatis,
3) Perawatan tangki atap sangat sederhana dan mudah dilaksanakan.
(Morimura dan Noerbambang, 1986).

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 6

 
 

 
LAPORAN TUGAS AKHIR D3-TEKNIK KONSTRUKSI GEDUNG
 

Gambar 4. Sistem tangki atap.


Sumber: Morimura dan Noerbambang. 1986. Perancangan dan pemeliharaan sistem plambing.

2.2. 3. Sistem Tangki Tekan (Hidrosfor)


Prinsip hidrosfor yaitu air yang telah ditampung dalam tangki bawah,
dipompakan ke dalam suatu tangki tertutup sehingga udara di dalamnya
terkompesi. Air dari tangki tersebut dialirkan ke dalam sistem distribusi
bangunan. Daerah fluktuasi tekanan tergantung pada tinggi bangunan, misalnya
untuk bangunan 2 sampai 3 lantai tekanan air harus mencapai 1,0 kg/cm² sampai
1,5 kg/cm² atau 10 mka sampai 11,5 mka (muka kolam air), maka sebenarnya
volume air efektif yang akan mengalir hanyalah sekitar 10% dari volume tangki.
Sistem tangki tekan dapat dilihat pada Gambar 5. (Morimura dan Noerbambang,
1986).

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 7

 
 

 
LAPORAN TUGAS AKHIR D3-TEKNIK KONSTRUKSI GEDUNG
 

Gambar 5. Sistem tangki tekan.


Sumber: Morimura dan Noerbambang. 1986. Perancangan dan pemeliharaan sistem plambing.

Menurut Morimura dan Noerbambang (1986), kelebihan sistem tangki tekan,


antara lain:
1. Lebih estetik dibandingkan dengan sistem tangki atap.
2. Perawatannya lebih mudah, karena dapat dipusatkan pada ruang mesin
bersama pompa-pompa lainnya.
3. Harga awal lebih murah dibandingkan dengan sistem tangki atap.
Kekurangan-kekurangannya:
1. Daerah fluktuasi tekanan sebesar 1,0 kg/cm² sangat besar dibandingkan
dengan sistem tangki atap.
2. Dengan berkurangnya udara, kompresor merupakan kebutuhan mutlak untuk
dipasang.
3. Lebih berfungsi sebagai suatu sistem pengaturan otomatik pompa penyediaan
air saja dan bukan sebagai sistem penyimpanan air seperti tangki atap.

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 8

 
 

 
LAPORAN TUGAS AKHIR D3-TEKNIK KONSTRUKSI GEDUNG
 

  4. Volume air yang lebih kecil, mengakibatkan pompa lebih berat kerjanya.
(Morimura dan Noerbambang, 1986)
 
2. 3.  Persyaratan Dalam Penyediaan Air Bersih
Menurut Entjang (1991) dalam Imam dan Fadillah (2014), air yang dibutuhkan
 
oleh manusia untuk hidup sehat harus memenuhi syarat kualitas. Disamping itu
 
harus pula dapat memenuhi secara kuantitas (jumlahnya) maupun syarat tekanan
air.   Diperkirakan untuk kegiatan rumah tangga yang sederhana paling tidak
membutuhkan
  air sebanyak 100 L/orang/hari.
Angka tersebut misalnya untuk:
 
a. Berkumur, cuci muka, sikat gigi, wudhu : 20L/orang/hari
b. Mandi/mencuci pakaian dan alat rumah tangga :45L/orang/hari
c. Masak, minum :5L/orang/hari
d. Menggelontor kotoran :20L/orang/hari
e. Mengepel, mencuci kendaraan :10L/orang/hari
Kebutuhan manusia akan air sangat kompleks antara lain untuk minum, masak,
mandi, mencuci dan sebagainya. Menurut perhitungan WHO di negara-negara
maju tiap orang memerlukan air antara 60 - 120 liter per hari. Sedangkan di
negara-negara berkembang, termasuk Indonesia tiap orang memerlukan air antara
30 - 60 liter per hari. Di antara kegunaan-kegunaan air tersebut, yang sangat
penting adalah kebutuhan untuk minum. (Notoatmodjo, 2003 dalam Imam dan
Fadillah, 2014).

2. 4. Tekanan Air Dan Kecepatan Aliran


Menurut Morimura dan Noerbambang (1986), tekanan air yang kurang
mencukupi akan menimbulkan kesulitan dalam pemakaian air. Tekanan yang
berlebihan dapat menimbulkan rasa sakit terkena pancaran air serta mempercepat
kerusakan peralatan plambing, dan menambah kemungkinan timbulnya pukulan
air. Besarnya tekanan air yang baik berkisar dalam suatu daerah yang agak lebar
dan bergantung pada persyaratan pemakaian atau alat yang harus dilayani.

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 9

 
 

 
LAPORAN TUGAS AKHIR D3-TEKNIK KONSTRUKSI GEDUNG
 

  Secara umum dapat dikatakan besarnya tekanan “standar” adalah 1,0 kg/cm²,
sedang tekanan statik sebaiknya diusahakan antara 4,0 sampai 5,0 kg/cm² untuk
 
perkantoran antara 2,5 sampai 3,5 kg/cm² untuk hotel dan perumahan. Disamping
itu,  beberapa macam peralatan plambing tidak dapat berfungsi dengan baik kalau
  tekanan airnya kurang dari sutu batas minimun. Besarnya tekanan minimum ini

  dicantumkan dalam Tabel 1. (Morimura dan Noerbambang, 1986)


Tabel 1. Tekanan yang dibutuhkan alat plambing
 
Tekanan Yang Tekanan
NO. Nama Alat Plambing
  Dibutuhkan(kg/cm2) Standar(kg/cm2)
1. Katup gelontor kloset 0,70 1) 2)
  2. Katup gelontor peturasan 0,40 2)
Keran yang menutup sendiri,
3. 0,70 3)
otomatik
Pancuran mandi, dengan 1,00
4. 0,70
pancaran halus/tajam
5. Keran biasa 0,35
6. Pancuran mandi (biasa) 0,30
Pemanas air langsung, dengan
7. 0,25 – 0,70 4)
bahan bakar gas
Sumber: Morimura, T. dan Noerbambang, S.M. 1986. Perancangan dan pemeliharaan sistem plambing.

Catatan:
1. Tekanan Minimum yang dibutuhkan katup gelontor untuk kloset dan urinal
yang dimuat dalam Tabel ini adalah tekanan statik pada waktu air mengalir,
dan tekanan maksimalnya adalah 4 kg/cm2.
2. Untuk keran dengan katup yang menutup secara otomatis, kalau tekanan airnya
kurang dari yang minimum dibutuhkan maka katup tidak akan dapat menutup
dengan rapat, sehingga air masih akan menetes dari keran.
3. Untuk pemanas air langsung dengan bahan bakar gas, tekanan minimum yang
dibutuhkan biasanya dinyatakan/dicantumkan pada alat pemanas tersebut.

Untuk bangunan yang berlantai banyak, misalnya 64 tingkat, maka tekanan air
dilantai bawah (untuk sistem pengaliran air dengan menggunakan tangki atap)
akan sangat besar, yaitu sebesar 64 X 3,50 m = 224 meter kolom air (mka). Oleh

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 10

 
 

 
LAPORAN TUGAS AKHIR D3-TEKNIK KONSTRUKSI GEDUNG
 

  karena itu, agar tekanan air tidak melampaui batas yang ditentukan, maka
bangunan tersebut harus dibagi menjadi beberapa bagian atau zona, dimana setiap
 
zona tekanan airnya tidak melampaui tekanan yang telah ditentukan. (Morimura
dan  Noerbambang, 1986)
 
2. 5. Komponen-Komponen Yang Penting dalam Sistem Penyediaan Air
 
Minum Suatu Bangunan
  Menurut Poerbo (1995) dalam Imam dan Fadillah (2014), ada beberapa

komponen
  atau bagian-bagian yang penting di dalam sistem penyediaan air
minum suatu bangunan.
 

2.5. 1. Sumber Air


Sumber air untuk sistem penyedian air minum suatu bangunan gedung ada 2
(dua) macam yaitu, secara kolektif dan secara individual.
Secara individual adalah sistem penyediaan air minum yang sumber airnya
diambil secara perorangan atau rumah/bangunan. Air dari sumber air yang ada di
dalam tanah melalui sumur diangkat kepermukaan tanah dengan menggunakan
timba/pompa, lalu air tersebut digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Ada juga
air dari sumber air yang ada di dalam tanah melalui sumur dipompa langsung ke
alat-alat plambing atau dipompa ke menara air, lalu air dari menara air dialirkan
secara gravitasi ke alat-alat plambing. Ada juga yang menggunakan sumber air
dari mata air atau dari air permukaan (sungai atau kolam). (Poerbo, 1995 dalam
Imam dan Fadillah, 2014)
Secara kolektif adalah sistem penyediaan air minum yang sumber airnya
diambil secara bersama-sama atau kolektif yang diselenggarakan oleh suatu badan
atau Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Sistem yang digunakan untuk
mendistribusikan airnya menggunakan sarana perpipaan. Oleh karena itu sistem
ini juga disebut “penyediaan air minum sistem perpipaan”. Air dari sumber air
(air tanah tertekan, mata air, atau air permukaan) dialirkan melalui saluran
transmisi (saluran pembawa) air baku, baik secara gravitasi maupun secara

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 11

 
 

 
LAPORAN TUGAS AKHIR D3-TEKNIK KONSTRUKSI GEDUNG
 

  pemompaan ke bangunan atau unit pengolahan air minum (water treatment plan)
untuk diolah agar supaya air dari sumber air yang belum memenuhi syarat kualitas
 
air minum menjadi memenuhi syarat kualitas air minum. (Poerbo, 1995 dalam
 
Imam dan Fadillah, 2014)
 
2.5. 2. Pompa Air
 
Menurut Poerbo (1995) dalam Imam dan Fadillah (2014), pompa air adalah
suatu
  alat untuk menaikkan air dari level yang rendah ke level yang lebih tinggi.

Dilihat
  dari jenisnya dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu pompa hisap dan
pompa hisap-tekan. Pompa hisap hanya menaikkan air dari level di bawah pompa
 
ke level sama dengan level pompa. Pompa hisap-tekan menaikkan air dari level di
bawah pompa ke level di atas pompa. Dari cara kerjanya, pompa dapat dibedakan
menjadi pompa tangan dan pompa mekanik (digerakan dengan cara mekanik).
Pompa mekanik dibedakan menjadi 2 (dua) golongan.
1. Pompa yang diletakkan di atas permukaan air (pompa sentrifugal dan pompa
jet),
2. Pompa yang diletakkan di dalam air, yang disebut pompa rendam
(submersible pump).
Pompa sentrifugal akan efektif digunakan untuk menaikkan air dari
kedalaman lebih kecil atau sama dengan 7.00 meter (jarak dari pompa sentrifugal
dengan permukaan air yang akan dipompa < 7.00 meter). Untuk menaikan air,
bila kedalaman muka air lebih besar dari 7.00 meter dari permukaan tanah,
sebaiknya digunakan pompa jet (jet pump) atau pompa rendam (submersible
pump). Agar pompa bisa berfungsi secara optimal (terutama pada pompa
centrifugal), maka udara tidak boleh masuk ke dalam pipa hisap. (Poerbo, 1995
dalam Imam dan Fadillah, 2014)
Menurut Poerbo (1995) dalam Imam dan Fadillah (2014) peralatan-peralatan
serta fungsi yang ada sekitar pompa yang dijelaskan di atas diantaranya adalah
sebagai berikut.

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 12

 
 

 
LAPORAN TUGAS AKHIR D3-TEKNIK KONSTRUKSI GEDUNG
 

  1. Foot valve, dari jenis katup searah : berfungsi untuk mencegah air turun
kembali,
 
2. Pipa hisap dan peralatannya (soket, knie): berfungsi sebagai jalan air ke
 
pompa air,
  3. Pompa air : berfungsi untuk menaikan air,

  4. Fleksible joint: berfungsi agar pada waktu pompa akan dipasang setelah
diperbaiki (dilepas), pada waktu pemasangnya kembali tidak mengalami
 
kesulitan,
 
5. Sambungan peredam getaran : berfungsi untuk meredam getaran pompa agar
  tidak merambat ke pipa. Sambungan peredam getaran biasanya dipasang pada
pompa dengan kapasitas yang besar,
6. Pipa tekan : berfungsi sebagai jalan air dari pompa air,
7. Katup (valve) : berfungsi untuk mengatur aliran air biasanya yang digunakan
adalah dari jenis gate valve (katup sorong),
8. Katup searah (swing valve) : berfungsi untuk menahan air balik agar tidak
menekan pompa,
9. Saringan (strainer) : berfungsi untuk menyaring kotoran agar tidak masuk ke
dalam pompa,
10. Manometer :berfungsi untuk mengukur tekanan air. Biasanya dipasang pada
pompa dengan kapasitas yang besar.
2.5. 3. Pipa Air Dan Peralatannya (Accessories)
Menurut Poerbo (1995) dalam Imam dan Fadillah (2014), air yang mengalir
dalam pipa, mengalir di bawah tekanan (under pressure) atau disebut juga air
mengalir dengan tekanan, yaitu air mengalir dalam pipa dalam kondisi pipa terisi
penuh oleh air, jadi tidak ada udara di dalam pipa. Oleh karena itu air bisa
mengalir ke bawah, ke atas, atau ke samping. Jadi pipa dapat dipasang tegak,
miring ke atas, miring ke bawah atau mendatar. Pada waktu air mengalir dalam
pipa, akan timbul gesekan-gesekan antar molekul air dan gesekan-gesekan antara
air dengan dinding pipa. Hal ini mengakibatkan timbulnya kehilangan tekanan

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 13

 
 

 
LAPORAN TUGAS AKHIR D3-TEKNIK KONSTRUKSI GEDUNG
 

  (head loss) pada waktu air mengalir di dalam pipa. Besarnya kehilangan tekanan
dalam pipa tergantung dari:
 
1. Kekasaran dinding pipa makin kasar dinding pipa makin besar kehilangan
 
tekanannya,
  2. Panjang pipa makin panjang pipa, makin besar kehilangan tekanannya,

  3. Kecepatan air dalam pipa makin cepat air mengalir dalam pipa makin besar
kehilangan tekanannya,
 
4. Banyaknya perlengkapan (Accessories) pipa makin banyak perlengkapan pipa
 
makin besar kehilangan tekanannya.
  Pipa yang digunakan dalam sistem plambing air minum harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
1. Pipa yang terbuat dari bahan yang kuat menahan tekanan air,
2. Tidak mudah berkarat,
3. Tidak mudah bocor,
4. Tidak merubah kualitas air dalam pipa,
5. Tidak berubah kualitasnya oleh cuaca (terutama kalau pipa dipasang di luar
bangunan gedung).
Peralatan (Accessories) pipa harus terbuat dari bahan yang sama dengan
bahan pipa yang akan dipasang. Peralatan pipa diantaranya terdiri dari :soket,
knie, tee, reduser, croos, valve, dan Dop.
1. Soket: berfungsi untuk menyambung 2 (dua) pipa lurus,
2. Knie : berfungsi untuk menyambung 2 (dua) pipa berubah arah,
3. Tee : berfungsi untuk menyambung 3 (tiga) pipa yang bertemu,
4. Reduser: berfungsi untuk menyambung 2 (dua) pipa dengan garis tengah
berbeda,
5. Croos: berfungsi untuk menyambung 4 (empat) pipa lurus,
6. Valve: berfungsi untuk mengatur atau menutup aliran air,
7. Dop: berfungsi untuk menutup ujung pipa.

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 14

 
 

 
LAPORAN TUGAS AKHIR D3-TEKNIK KONSTRUKSI GEDUNG
 

  2.5. 4. Tangki Air


Tangki air biasa disebut juga reservoir, berfungsi sebagai tempat menyimpan
 
air minum sementara. Tangki air bisa diletakkan di bawah atau di atas tanah
 
(ground reservoir), pada atap bangunan atau bangunan yang tertinggi, dan pada
  menara air. Sebaiknya tangki bawah untuk bangunan gedung tidak diletakkan di

  dalam tanah (ditanam), tetapi diletakkan di atas tanah dengan ketinggian sekitar
45 cm sampai 60 cm di atas tanah, agar tidak mudah terkotori, dan mudah untuk
 
pemeliharaan. (Poerbo, 1995 dalam Imam dan Fadillah, 2014)
 
Dalam pemasangan tangki air diperlukan ruang bebas yang cukup di
  sekeliling tangki untuk pemeriksaan dan perawatan, seperti, di sebelah atas, di
sebelah dinding, dan di bawah dasar reservoir, agar supaya dapat dilakukan
pemeriksaan dan perawatan dengan baik. Ruang bebas tersebut
sekurangkurangnya 45 cm, tetapi lebih baik dibuat sekitar 60 cm agar
memudahkan pengecatan dinding luar tangki. (Poerbo, 1995 dalam Imam dan
Fadillah, 2014)
Menurut Poerbo (1995) dalam Imam dan Fadillah (2014), tangki-tangki
yang digunakan untuk menyimpan air minum harus dibersihkan secara teratur,
agar kualitas air minum tetap terjaga. Di samping itu sinar matahari tidak boleh
masuk atau menembus ke dalam tangki, agar lumut (ganggang) tidak tumbuh.
Disyaratkan juga agar tangki air bukan merupakan bagian struktural dari
bangunan, serta lokasinya tidak berdekatan dengan tempat pembuangan air kotor
atau kotoran lainnya. Serta lokasi tangki juga tidak boleh di tempat yang sering
didatangi orang, kecuali petugas yang akan melakukan perawatan dan
pembersihan.
Tangki air harus terbuat dari bahan sebagai berikut:
1. Tidak mudah bocor,
2. Tahan terhadap tekanan air,
3. Tahan terhadap perubahan cuaca (bila tangki air diletakkan di luar bangunan),
4. Tidak menyebabkan air berubah kualitasnya.

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 15

 
 

 
LAPORAN TUGAS AKHIR D3-TEKNIK KONSTRUKSI GEDUNG
 

  Di dalam tangki air tidak boleh ada air mati, jadi air yang masuk duluan harus
keluar duluan (antri). Ke dalam tangki air tidak boleh ada binatang atau serangga
 
yang masuk, oleh karena itu lubang ventilasi harus ditutup oleh bahan yang tidak
bisa  ditembus serangga, tetapi udara bisa masuk (biasanya bahan yang digunakan
  adalah kasa nyamuk) (Poerbo, 1995 dalam Imam dan Fadillah, 2014).

 
2. 6. Proyeksi Jumlah Kebutuhan Air Bersih
  Menurut Linsley dan Joseph (1991) dalam Imam dan Fadillah (2014), untuk

memproyeksi
  jumlah kebutuhan air bersih dapat dilakukan berdasarkan perkiraan
kebutuhan air untuk berbagai macam tujuan ditambah perkiraan kehilangan air.
 
Adapun kebutuhan air untuk berbagai macam tujuan pada umumnya dapat dibagi
dalam:
a. Kebutuhan Domestik
- Sambungan rumah
- Sambungan kran umum
b. Kebutuhan Non Domestik
- Fasilitas sosial (Masjid, panti asuhan, rumah sakit dan sebagainya)
- Fasilitas perdagangan/industri
- Fasilitas perkantoran dan lain-lainnya
Sedangkan kehilangan air dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu:
1. Kehilangan air akibat faktor teknis, misalnya kebocoran dari pipa distribusi
2. Kehilangan air akibat faktor non teknis, antara lain sambungan tidak terdaftar,
kerusakan meteran air, untuk kebakaran dan lain-lainnya.
a. Kebutuhan Domestik
Merupakan kebutuhan air bersih untuk rumah tangga dan sambungan kran
umum. Jumlah kebutuhan didasarkan pada banyaknya penduduk, persentase yang
diberi air dan cara pembagian air yaitu dengan sambungan rumah atau melalui
kran umum. (Linsley dan Joseph, 1991 dalam Imam dan Fadillah, 2014)
Kebutuhan air per orang per hari disesuaikan dengan standar yang biasa
digunakan serta kriteria pelayanan berdasarkan pada kategori kotanya. Di

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 16

 
 

 
LAPORAN TUGAS AKHIR D3-TEKNIK KONSTRUKSI GEDUNG
 

  dalamnya setiap kategori tertentu kebutuhan air perorang perhari berbeda-beda.


Standar kebutuhan air bersih berdasarkan kategori kota dapat dilihat pada Tabel 2
 
berikut. (Linsley dan Joseph, 1991 dalam Imam dan Fadillah, 2014)
  Tabel 2. Standar Kebutuhan Air Bersih

  Kebutuhan Air Bersih


Kategori Kota
(liter/orang/hari)
 
Kota Metropolitan 190
Kota  Besar 170
Kota Sedang 150
 
Kota Kecil 130
  Desa 60
Sumber: Linsley, R.K., dan Joseph, F., 1991 dalam Imam dan Fadillah, 2014.

b. Kebutuhan Non Domestik


Kebutuhan non domestik adalah kebutuhan air bersih selain untuk keperluan
rumah tangga dan sambungan kran umum, seperti penyediaan air bersih untuk
perkantoran, perdagangan serta fasilitas sosial seperti tempat-tempat ibadah,
sekolah, hotel, puskesmas, militer serta pelayanan jasa umum lainnya. (Linsley
dan Joseph, 1991 dalam Imam dan Fadillah, 2014)

2. 7. Metode penaksiran laju aliran air


Menurut Morimura dan Noerbambang (1986) Metode yang digunakan untuk
menaksir besarnya laju aliran air adalah:
- Berdasarkan Jumlah Penghuni.
- Berdasarkan Jumlah dan Jenis Alat Plambing.
- Berdasarkan Unit Beban Alat Plambing.

2.7. 1. Penaksiran Berdasarkan Jumlah Penghuni


Metode ini didasarkan pada pemakaian air rata-rata sehari dari setiap
penghuni, dan perkiraan jumlah penghuni. Dengan demikian jumlah pemakaian
air sehari dapat diperkirakan, walaupun jenis maupun jumlah alat plambing belum
ditentukan. Metode ini praktis untuk tahap perencanaan atau juga perancangan.

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 17

 
 

 
LAPORAN TUGAS AKHIR D3-TEKNIK KONSTRUKSI GEDUNG
 

  Apabila jumlah penghuni diketahui, atau ditetapkan, untuk sesuatu gedung maka
angka tersebut dipakai menghitung pemakaian air rata-rata sehari berdasarkan
 
“standar” mengenai pemakaian air per orang per hari untuk sifat penggunaan
 
gedung tersebut. Tetapi kalau jumlah penghuni tidak dapat diketahui, biasanya
  ditaksir berdasarkan luas lantai dan menetapkan kepadatan hunian per luas lantai.

  Luas lantai gedung yang dimaksudkan adalah luas lantai efektif, berkisar antara
55 sampai 80 persen dari luas seluruhnya. (Morimura dan Noerbambang, 1986)
 
Angka pemakaian air yang diperoleh dengan metode ini biasanya digunakan
 
untuk menetapkan volume tangki bawah, tangki atap, pompa, dan sebagainya.
  Tabel 3 dapat digunakan sebagai referensi, tetapi harus diperiksa terhadap kondisi
pemakaian gedung yang dirancang.
Tabel 3. Pemakaian Air Minimum Sesuai Penggunaan Gedung

Jangka Waktu
Pemakaian
No. Penggunaan Gedung Pemakaian Air Rata- Satuan
Air
Rata Sehari (jam)

1. Rumah tinggal 120 8-10 Liter/Penghuni/Hari


2. Rumah Susun 100’ 8-10 Liter/Penghuni/Hari
3. Asrama 120 8 Liter/Penghuni/Hari
Liter/Tempat Tidur
4. Rumah sakit 500” 8-10
Pasien/Hari
5. Sekolah Dasar 40 5 Liter/Siswa/Hari
6. SLTP 50 6 Liter/Siswa/Hari
SMU/SMK dan Lebih
7. 80 6 Liter/Siswa/Hari
Tinggi
Liter/Penghuni dan
8. Ruko/Rukan 100 8
Pegawai/Hari
9. Kantor/Pabrik 50 8 Liter/Pegawai/Hari
10. Toserba/Toko Pengecer 5 7 Liter/m2
11. Restoran 15 7 Liter/Kursi
12. Hotel Berbintang 250 10 Liter/Tempat Tidur/Hari
13. Hotmelati/Penginapan 150 10 Liter/Tempat Tidur/Hari

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 18

 
 

 
LAPORAN TUGAS AKHIR D3-TEKNIK KONSTRUKSI GEDUNG
 

  Jangka Waktu
Pemakaian
No.   Penggunaan Gedung Pemakaian Air Rata- Satuan
Air
Rata Sehari (jam)
 
Gd. Pertunjukan,
  14. 10 3 Liter/Kursi
Bioskop
  15. Gd. Serba Guna 25 5 Liter/Kursi
Liter/Penumpang Tiba
16.   Stasiun/Terminal 3 15
dan Pergi
  Liter/Orang (Belum
17. Peribadatan 5 2
dengan Air Wudhu)
 
Sumber: Morimura dan Noerbambang. 1986. Perancangan dan pemeliharaan sistem plambing.

2.7. 2. Penaksiran Berdasarkan Jumlah dan Jenis Alat Plambing


Metode ini digunakan apabila kondisi pemakaian alat plambing dapat
diketahui, misalnya untuk perumahan atau gedung kecil lainnya. Juga harus
diketahui jumlah dari setiap jenis alat plambing dalam gedung tersebut. Lihat
Tabel 4 sebagai referensinya.
Tabel 4. Pemakaian Air pada Alat Plambing
Nilai Aliran, liter/detik (Untuk Semua
Alat-alat Saniter
Harga Pemasangan Air Panas/Dingin)
WC (Bak Penggelotor) 0,11
Wastafel 0,15
Wastafel dengan Kran Siram 0,03
Bak Rendam, Kran 18 mm 0,30
Bak Rendam, Kran 25 mm 0,60
Shower (Siram Bentuk Dayung) 0,11
Cuci Piring dengan Kran
Kran 12 mm 0,19
Kran 18 mm 0,30
Kran 25 mm 0,40
Sumber: bahan ajar sanitasi pemukiman.

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 19

 
 

 
LAPORAN TUGAS AKHIR D3-TEKNIK KONSTRUKSI GEDUNG
 

  2.7. 3. Penaksiran Berdasarkan Unit Beban Alat Plambing


Dalam metode ini untuk setiap alat plambing ditetapkan suatu unit beban
 
(fixture unit), dimana 1 fu=7,5 galon/menit. Untuk setiap bagian pipa dijumlahkan
 
besarnya unit beban dari semua alat plambing yang dilayaninya, dan kemudian
  dicari besar laju aliran airnya dengan kurva pada Gambar 6. Kurva ini

  memberikan hubungan antara jumlah unit beban alat plambing dengan laju aliran
air, dengan memasukkan faktor kemungkinan penggunaan serentak dari alat-alat
 
plambing. (Morimura dan Noerbambang, 1986)
 

Gambar 6. Hubungan antara unit beban alat plambing dengan laju aliran.
Sumber: Morimura dan Noerbambang. 1986. Perancangan dan pemeliharaan sistem plambing.

Kurva (1) untuk sistem yang sebagian besar dengan katup penggelontor.
Kurva (2) untuk sistem yang sebagian besar dengan tangki penggolontor.
Untuk besarnya unit beban pada setiap alat plambing dapat dilihat pada Tabel
5 berikut.
Tabel 5. Unit Beban Alat Plambing
Unit Alat Plambing
Jenis
Jenis Alat Plambing Untuk
Penyediaan Air Untuk Umum
Pribadi
Kloset Katup gelontor 6 10
Kloset Tangki gelontor 3 5
Peturasan, dengan tiang Katup gelontor _ 10

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 20

 
 

 
LAPORAN TUGAS AKHIR D3-TEKNIK KONSTRUKSI GEDUNG
 
Unit Alat Plambing
  Jenis
Jenis Alat Plambing Untuk
Penyediaan Air Untuk Umum
  Pribadi

  Peturasan terbuka Katup gelontor _ 5


(urinal stall)
  Peturasan terbuka
Tangki gelontor _ 3
  (urinal stall)
Bak cuci (kecil) Keran 0,5 1
 
Bak cuci tangan Keran 1 2
  Bak cuci tangan, untuk
Keran _ 3
kamar operasi
 
Keran
Bak mandi rendam
pencampur air dingin 2 4
(bathtub)
dan panas
Keran
Pancuran mandi
pencampur air 2 4
(shower)
dingin dan panas
Keran
Pancuran mandi tunggal pencampur air 2 _
dingin dan panas
Satuan kamar mandi Kloset dengan
8 _
dengan bak mandi rendam katup gelontor
Satuan kamar mandi Kloset dengan
6 _
dengan bak mandi rendam tangki gelontor
(untuk tiap _ 2
Bak cuci bersama
keran)
Bak cuci pel Keran 3 4
Bak cuci dapur Keran 2 4
Bak cuci piring Keran _ 5
Bak cuci pakaian ( 1 - 3) Keran 3 _
Pancuran minum Keran air minum _ 2
Pemanas air Katup bola _ 2
Sumber: Morimura dan Noerbambang. 1986. Perancangan dan pemeliharaan sistem plambing.

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 21

 
 

 
LAPORAN TUGAS AKHIR D3-TEKNIK KONSTRUKSI GEDUNG
 

  2. 8. Langkah Perhitungan Instalasi Air Bersih


1. Gambar Instalasi Air Bersih
 
Gambar instalasi air bersih berguna untuk menentukan jalur serta titik-titik
ruas  pipa untuk memudahkan dalam perhitungan.
  2. Menentukan Panjang Pipa

  Menentukan panjang pipa yaitu menentukan panjang tiap ruas pipa mulai dari
pipa utama, pipa horizontal dan vertikal serta pipa cabang.
 
3. Menentukan Diameter Rencana
 
Menentukan diameter dari setiap ruas pipa baik itu pipa utama maupun pipa
  cabang.
4. Menentukan Panjang Total
Menentukan nilai head yaitu dengan cara memasukan nilai ekivalen yang
sesuai dengan ukuran diameter yang dierencanakan pada Tabel 6 kemudian
panjang pipa ditambah 25% dari pajang pipa tersebut.

Tabel 6. Panjang ekivalen untuk kehilangan tekanan

Sumber: bahan ajar sanitasi pemukiman.

5. Menentukan jalur pipa keritis


Pipa kritis yaitu jarak terjauh dari roof tank ke setiap alat saniter. Cara
menentukan jalur pipa kritis yaitu dengan cara menjumlahkan panjang total dari
setiap ruas pipa yang dilalui oleh jalur tersebut.
6. Menghitung Tekanan Tersedia
Tekanan tersedia atau head available yaitu beda tinggi antara roof tank
dengan alat saniter disetiap kamar dan lantai.

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 22

 
 

 
LAPORAN TUGAS AKHIR D3-TEKNIK KONSTRUKSI GEDUNG
 

  7. Menghitung Head loss ( Hilang Tinggi Tekan )


Hilang tinggi tekan terjadi akibat gesekan pipa dengan air yang mengalir,
 
serta akibat dari penggunaan sambungan, valve, belokan, dll. Untuk mendapatkan
nilai  hilang tinggi tekan yaitu dengan cara menarik garis lurus tekanan tersedia
  dengan panjang jalur keritis.

  8. Pengecekan
Yaitu mengecek apakah pipa rencana seseuai dengan pipa yang dihasilkan
 
dari nomogram dengan cara menarik garis lurus dari nilai hilang tinggi tekan ke
 
debit yang dibutuhkan sampai ke diameter.
 
2. 9. Sistem Penyediaan Air Panas
Menurut Morimura dan Noerbambang (1986) Sistem penyediaan air panas
adalah instalasi yang menyediakan air panas dengan menggunakan sumber air
bersih, dipanaskan dengan berbagai cara, baik langsung dari alat pemanas maupun
melalui sistem pemipaan. Seperti halnya untuk instalasi air bersih, peralatan air
panas juga harus memenuhi syarat sanitasi. Dalam garis besarnya ada dua macam
instalasi, yaitu instalasi lokal dan sentral. Instalasi mana yang akan dipilih pada
tahap perancangan bergantung pada beberapa faktor, antara lain:
• ukuran dan jenis penggunaan gedung,
• cara pemakaian air panas,
• harga peralatannya.

2.9. 1. Instalasi Lokal


Pada jenis pemanasan ini, air panas dapat diperoleh lebih cepat. Hal ini
dikarenakan pemasangan alat pemanas berdekatan dengan alat plambing
(plumbing fixture), sehingga kehilangan kalor pada pipa sangat kecil. Pemasangan
instalasi dan perawatanya sederhana dan harganya cukup rendah. Cara ini banyak
digunakan pada rumah tinggal dan gedung-gedung kecil. (Morimura dan
Noerbambang, 1986)
Instalasi jenis lokal dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu:

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 23

 
 

 
LAPORAN TUGAS AKHIR D3-TEKNIK KONSTRUKSI GEDUNG
 

  a. Pemanasan sesaat
Pada jenis ini air dipanaskan dalam pipa-pipa yang dipasang didalamnya
 
dengan sumber kalor dari listrik atau gas. Air yang telah dipanaskan melalui pipa-
pipa  di dalamnya kemudian disalurkan langsung ke dalam alat plambing.
  (Morimura dan Noerbambang, 1986)

 
b. Pemanasan simpan
  Air bersih dipanaskan dalam suatu tangki yang dapat menyimpan air panas.

Dalam
  jumlah yang tidak terlalu banyak. Volume tangki biasanya tidak lebih dari
100 liter. Sumber kalor yang digunakan dari listrik, gas atau uap panas.
 
(Morimura dan Noerbambang, 1986)

c. Pencampuran uap panas dengan air


Cara ini dapat dilakukan apabila di dalam gedung telah tersedia sumber uap
panas. Uap panas tersebut dicampurkan langsung dengan air dalam suatu tangki
atau melalui katup ke dalam pipa air. (Morimura dan Noerbambang, 1986)

2.9. 2. Instalasi Sentral


Pada jenis ini, air panas dibangkitkan disuatu tempat dalam gedung,
kemudian dialirkan melalui pipa keseluruh alat plambing yang membutuhkan air
panas. Bahan bakar yang digunakan biasanya dari bahan bakar minyak atau gas.
Dengan tenaga listrik jarang digunakan karena harga listrik cukup mahal. Dari alat
pemanas air panas disimpan dalam tangki yang besar, kemudian dialihkan ke alat-
alat plambing melalui pipa distribusi. Distribusi air panas dapat dilakukan melalui
dua cara, yaitu sistem langsung dan sistem sirkulasi. (Morimura dan
Noerbambang, 1986)
Sistem langsung atau sistem terbuka, pipa hanya mengalirkan air panas dari
tangki penyimpanan ke alat plambing, sehingga apabila air lama tidak digunakan,
air di dalam pipa menjadi dingin, apalagi jika instalasi pipanya panjang.
(Morimura dan Noerbambang, 1986)

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 24

 
 

 
LAPORAN TUGAS AKHIR D3-TEKNIK KONSTRUKSI GEDUNG
 

  Sistem sirkulasi atau sistem tertutup, jaringan pipa tertutup jika keran-keran
tidak ada yang dibuka, air panas di dalam pipa utama akan disirkulasikan oleh
 
pompa menuju alat pemanas kembali. Dengan demikian air panas di dalam pipa
akan  selalu terjaga panasnya meskipun alat plambing yang dilayani cukup jauh.
  (Morimura dan Noerbambang, 1986)

 
2. 10. Cara Pemanasan
  Menurut Morimura dan Noerbambang (1986), cara pemanasan air dapat

dilakukan
  dengan cara pemanasan langsung dan pemanasan tidak langsung.

  2.10. 1. Cara Pemanasan Langsung


A. Ketel pemanas air ( storage hot water boiler )
Seperti terlihat pada Gambar 7, air dipanaskan oleh dinding ruang bakar ketel
dan kemudian didistribusikan. Proses pemanasan air terjadi secara konveksi. Cara
ini mempunyai efisiensi yang tinggi, tetapi mempunyai beberapa kelemahan,
diantaranya:
• Pada waktu air panas digunakan, maka air dingin akan masuk ke dalam ketel.
Dinding ketel akan mengalami perubahan temperatur yang cukup besar
sepanjang waktu pemakaian air panas, sehingga akan menimbulkan
perubahan tegangan pada dinding ketel yang pada akhirnya akan
memperpendek umur ketel.
• Kalau air dingin yang masuk ke dalam ketel mempunyai kualitas yang kurang
baik, dapat menimbulkan kerak pada dinding, sehingga lama kelamaan akan
mengurangi efisiensi pemanasan.
• Tekanan air masuk ketel berpengaruh langsung pada kekuatan dinding ketel,
sehingga tekanan kerja dinding ketel harus lebih besar dari tekanan air dingin
masuk.

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 25

 
 

 
LAPORAN TUGAS AKHIR D3-TEKNIK KONSTRUKSI GEDUNG
 

Gambar 7. Contoh sistem pemanasan langsung.


Sumber: Morimura dan Noerbambang. 1986. Perancangan dan pemeliharaan sistem plambing.

B. Kombinasi ketel pemanas air dan tangki penyimpan


Dalam cara ini, seperti terlihat pada Gambar 8, air panas keluar dari ketel
dimasukan lebih dahulu ke tangki penyimpan sebelum didistribusikan. Sehingga
menmpunyai efisiensi yang kurang baik. (Morimura dan Noerbambang, 1986)

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 26

 
 

 
LAPORAN TUGAS AKHIR D3-TEKNIK KONSTRUKSI GEDUNG
 

Gambar 8. Contoh sistem pemanasan langsung.


Sumber: Morimura dan Noerbambang. 1986. Perancangan dan pemeliharaan sistem plambing.

C. Pemanas satu jalan (once through)


Cara pemanasan ini termasuk sistem pemanasan sesaat, seperti terlihat pada
Gambar 9 berikut.

Gambar 9. Ketel pemanas air satu jalan.


Sumber: Morimura dan Noerbambang. 1986. Perancangan dan pemeliharaan sistem plambing.

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 27

 
 

 
LAPORAN TUGAS AKHIR D3-TEKNIK KONSTRUKSI GEDUNG
 

  2.10. 2. Cara Pemanasan Tidak Langsung


Dalam cara ini uap panas atau air sangat panas (tekanan tinggi) dialirkan ke
 
dalam suatu jaringan pipa di dalam tangki penyimpan air panas, sehinggga terjadi
 
pertukaran panas di dalam tangki tersebut. Pemanasan tidak langsung
  menghasilkan efisiensi yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan cara

  pemanasan langsung. Pemanasan tidak langsung yang terjadi pada tangki


penyimpan bekerja berdasarkan pertukaran kalor (Heat Exchanger). (Morimura
 
dan Noerbambang, 1986)
 
Untuk mencegah air air dingin yang masuk ke dalam tangki terlalu panas,
  maka pipa air dingin disambungkan pada pipa balik air panas pada sistem pipa
sirkulasi. Contoh gambar pemanas tidak langsung dapat dilihat pada Gambar 10
berikut.

Gambar 10. contoh sistem pemanas tidak langsung.


Sumber: Morimura dan Noerbambang. 1986. Perancangan dan pemeliharaan sistem plambing.

2. 11. Laju Aliran Air Panas


Menurut Morimura dan Noerbambang (1986), banyaknya air panas yang
digunakan bergantung pada jenis pemakaian gedung, jumlah orang, banyaknya
alat plambing dan lain-lain. Ada dua cara yang dapat digunakan untuk
menghitung kebutuhan air panas, yaitu berdasarkan jumlah orang atau penghuni
dan berdasarkan jumlah dan jenis alat plambing.

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 28

 
 

 
LAPORAN TUGAS AKHIR D3-TEKNIK KONSTRUKSI GEDUNG
 

  2.11. 1. Perhitungan Berdasarkan Jumlah Orang ( Penghuni )


Untuk setiap jenis pemakaian gedung, jumlah kebutuhan air panas dapat
 
dihitung berdasarkan jumlah orang dan kebutuhan air panas setiap orang setiap
harinya.
  Jumlah pemakaian air panas setiap orang setiap hari dapat dilihat pada

  Tabel 7. (Morimura dan Noerbambang, 1986)

  2.11. 2. Perhitungan Berdasarkan Jenis dan Jumlah Alat Plambing


  Metode ini digunakan apabila kondisi pemakaian alat plambing dapat
diketahui penggunaan gedung dan jumlah dari setiap alat plambing. Laju aliran air
 
panas maksimum pada jenis alat plambing yang diperlukan dapat dihitung
 
berdasarkan Tabel 8. (Morimura dan Noerbambang, 1986)
Tabel 7. Pemakaian Air Panas Hunian, Komersial dan Industri

Sumber: SNI 03-7065-2005. Tata Cara Perencanaan Sistem Plambing.

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 29

 
 

 
LAPORAN TUGAS AKHIR D3-TEKNIK KONSTRUKSI GEDUNG
 
Tabel 8. Pemakaian Air Panas Pada Alat Plambing
 

Sumber: Morimura dan Noerbambang. 1986. Perancangan dan pemeliharaan sistem plambing.

Catatan:
Faktor pemakaian alat plambing untuk Rumah sakit dan hotel sebesar 25% ,
untuk Rumah pribadi, rumah susun dan kantor 30% sedangkan untuk pabrik dan
sekolah : 40% . (Morimura dan Noerbambang, 1986)
Untuk memperjelas pembahasan mengenai faktor pemakaian air dan jumlah
alat plambing dapat dilihat pada Tabel 9 berikut.

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 30

 
 

 
LAPORAN TUGAS AKHIR D3-TEKNIK KONSTRUKSI GEDUNG
 
Tabel 9. Faktor pemakaian (%) dan jumlah alat plambing
 

  Sumber: Morimura dan Noerbambang. 1986. Perancangan dan pemeliharaan sistem plambing.

  Perhitungan Kapasitas Pompa Transfer


2. 12.
  Dalam sistem instalasi air bersih yang dialirkan pada tangki atap sebelumnya
disimpan di bak penampungan atau pada umumnya gedung-gedung bertingkat
menggunakan Ground Water Tank sebagi penanpungan air dari sumber air yang
didapat. Setelah di tampung maka diperlukan pompa untuk mengalirkan air dari
Ground Water Tank menuju tangki atap. Daya pompa yang diperlukan dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut:

𝛾 𝑎 .𝑄.ℎ 𝑝
P= .......................................................................................................... (1)
𝜂

Dimana:
P = daya pompa, dalam satuan watt.
Q = debit pemompaan, dalam satuan m3/detik
Hf = panjang pipa + 25% panjang pipa.
𝛾𝑎 = berat jenis air, dalam satuan kN/m3.
𝜂 = efisiensi pompa, tanpa satuan.

Efisiensi pompa untuk pompa yang relatif masih baru mempunyai efisiensi
85%, sedangkan pompa yang sudah lama efisiensinya berkisar 65%.

η=
𝑜𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡 WHP 𝑤𝑎𝑡𝑒𝑟 ℎ𝑜𝑟𝑠𝑒 𝑝𝑜𝑤𝑒𝑟
= = = (85%~65%) ................................... (2)
𝑖𝑛𝑝𝑢𝑡 BHP break horse power

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 31

 
 

 
LAPORAN TUGAS AKHIR D3-TEKNIK KONSTRUKSI GEDUNG
 

  2. 13. Perhitungan Kapasitas Reservoir


Untuk menghitung volume Reservoir yang dibutuhkan dapat dihitung
 
dengan cara :
 
Volume = 20% - 30% x kebutuhan puncak air bersih......................................... (3)
 
2. 14. Perhitungan Kapasitas Pompa Booster
  Air bersih dalam pendistribusiannya dari tangki atap instalasi pipa pada
perancangan
  ini menggunakan sistem gravitasi untuk air dingin dan sistem pompa
booster untuk air panas, oleh sebab itu sangatlah dibutuhkan tekanan yang
 
disyaratkan untuk alat-alat plambing. Tekanan yang berlebihan dapat
 
menimbulkan rasa sakit jika terkena pancaran air serta mempercepat kerusakan
perlalatan plambing.
Rumus yang dipakai untuk menghitung kapasitas pompa yaitu rumus yang
sama seperti perhitungan kapasitas pompa transfer pada persamaan 1.

2. 15. Persiapan Pelaksanaan


Rencan pelaksanaan yang dimaksud ialah gambar yang akan menjadi patokan
dalam pelaksanaan pekerjaan plambing. Gambar-gambar yang ada dalam rencana
pelaksanaan yaitu sebagai berikut:

2.15. 1. Shop drawing


Shop drawing merupakan gambar teknik yang dibuat oleh kontraktor sebagai
acuan pelaksanaan pekerjaan di lapangan. Gambar ini dibuat oleh drafter yang
nantinya diperiksa dan disetujui oleh enginering kemudian gambar tersebut
diawasi dan didistribusikan kepada personil lapangan oleh quality control. Shop
drawing dibuat dengan mengacu pada gambar kontrak, RKS dan keadaan di
lapangan agar gambar yang dibuat jelas dan dapat dimengerti sehingga mudah
diaplikasikan di lapangan.

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 32

 
 

 
LAPORAN TUGAS AKHIR D3-TEKNIK KONSTRUKSI GEDUNG
 

  2.15. 2. Penjadwalan
Penjadwalan proyek merupakan salah satu elemen hasil perencanaan. Yang
 
dapat memberikan informasi tentang jadwal rencana dan kemajuan proyek dalam
hal  kinerja sumber daya berupa biaya, tenaga kerja, peralatan dan material serta
  rencana durasi proyek dan progres waktu untuk menyelesaikan proyek. Dalam

  proses penjadwalan, penyusunan kegiatan dan hubungan antar kegiatan dibuat


lebih terperinci dan sangat detail. Hal ini dimaksudkan untuk membantu
 
pelaksanaan evaluasi proyek. Penjadwalan atau scheduling adalah pengalokasian
 
waktu yang tersedia melaksanakan masing-masing pekerjaan dalam rangka
  menyelesaikan suatu proyek hingga tercapai hasil optimal dengan
mempertimbangkan keterbatasan-keterbatasan yang ada. (Radjatadoe, 2012).

Secara umum penjadwalan mempunyai kegunaan seperti berikut:

 Memberikan pedoman terhadap unit pekerjaan/kegiatan mengenai batas


waktu untuk mulai dan akhir dari masing-masing tugas.
 Memberikan sarana bagi manajemen untuk koordinasi secara sistematis dan
relistis dalam penentuan alokasi prioritas terhadap sumber daya dan waktu.
 Memberikan saran untuk menilai kemajuan pekerjaan.
 Memberikan kepastian waktu pelaksanaan pekerjaan.
 Merupakan sarana penting dalam pengendaliaan proyek.

Agar penjadwalan dapat diimplementasikan, digunakan cara-cara atau metode


teknis yang sudah digunakan seperti metode penjadwalan proyek. Kemampuan
scheduler yang memadai dan bantuan software komputer untuk penjadwalan
dapat membantu memberikan hasil yang optimal. Ada beberapa metode
penjadwalan proyek yang digunakan untuk mengelolah waktu dan sumber daya
proyek. Masing-masing metode mempunyai kelebihan dan kekurangan.

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 33

 
 

 
LAPORAN TUGAS AKHIR D3-TEKNIK KONSTRUKSI GEDUNG
 

  Pertimbangan penggunaan metode-metode tersebut didasarkan atas kebutuhan dan


hasil yang ingin di capai terhadap kinerja penjadwalan. (Radjatadoe, 2012).
 
1.   Waktu Dan Durasi Kegiatan
Dalam konteks penjadwalan, terdapat dua perbedaan, yaitu waktu (Time) dan
 
kurun waktu (duration). Bila waktu menyatakan siang/malam, sedangkan kurun
 
waktu atau durasi menunjukan lama waktu yang dibutuhkan dalam melakukan
suatu
  kegiatan, seperti lamanya waktu kerja dalam satu hari adalah 8 Jam.

Melakukan
  durasi suatu kegiatan bisanya dilandasi volume pekerjaan dan
produktivitas crew/kelompok pekerja dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.
 
(Radjatadoe, 2012).

2. Bagan Balok (Barchart)


Barchart ditemukan oleh Gantt dan Fredick W. Tailor dalam bentuk bagan
balok, dengan panjang balok sebagai representasi dari durasi setiap kegiatan.
Format bagan baloknya informatif, mudah dibaca dan efektif untuk dikomunikasi
serta dapat dibuat dengan mudah dan sederhana.
Bagan balok terdiri atas sumbu-Y yang dinyatakan kegiatan atau paket kerja dari
lingkup proyek, sedangkan sumbu-X menyatakan satuan waktu dalam hari,
minggu, atau bulan sebagai durasi. (Radjatadoe, 2012).
Penyajian informasi bagan balok agak terbatas, misal hubungan antar
kegiatan tidak jelas dan lintasan kritis kegiatan proyek tidak dapat diketahui.
Karena urutan kegiatan kurang terinci, maka bila terjadi keterlambatan proyek,
prioritas kegiatan yang akan dikoreksi menjadi sukar untuk dilakukan.
(Radjatadoe, 2012).

3. Kurva S atau Hanumm Curve


Kurva S adalah sebuah grafik yang dikembangkan oleh Warren T. Hanumm
atas dasar pengamatan terhadap sejumlah besar proyek sejak awal hingga akhir
proyek. Kurva S dapat menunjukan kemajuan proyek berdasarkan kegiatan, waktu

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 34

 
 

 
LAPORAN TUGAS AKHIR D3-TEKNIK KONSTRUKSI GEDUNG
 

  dan bobot pekerjaan yang direpresentasikan sebagai persentase kumulatif dari


seluruh kegiatan proyek. Visualisasi Kurva S dapat memberikan informasi
 
mengenai kemajuan proyek dengan membandingkannya terhadap jadwal rencana.
Dari  sinilah diketahui apakah ada keterlambatan atau percepatan jadwal proyek.
  (Radjatadoe, 2012).

  Untuk membuat kurva S, jumlah persentase kumulatif bobot masing-masing


kegiatan pada suatu periode diantara durasi proyek diplotkan terhadap sumbu
 
vertikal sehingga bila hasilnya dihubungkan dengan garis, akan membentuk kurva
 
S. Bentuk demikian terjadi karena volume kegiatan pada bagian awal biasanya
  masih sedikit, kemudian pada pertengahan meningkat dalam jumlah cukup besar,
lalu pada akhir proyek volume kegiatan kembali mengecil. (Radjatadoe, 2012).

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 35

Anda mungkin juga menyukai