Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum
Plambing adalah sistem perpipaan beserta peralatannya, perlengkapan, dan asesorisnya yang
dipasang di dalam gedung, bangunan atau halaman, yang membawa air atau cairan lainnya
yang berasal dari sumber menuju ke titik tertentu di dalam gedung. Plambing juga
berhubungan dengan jenis material yang digunakan, perawatan yang dilakukan, dan
pengendalian terhadap air buangan yang berlimpah, sampai penyaluran air buangan menuju
ke tempat pembuangan akhir terdekat.
Dalam sistem plambing memerlukan peralatan yang mendukung agar terbentuk sistem
plambing yang baik. Jenis peralatan plambing dalam artian khusus meliputi :
a. Peralatan untuk penyediaan air bersih / air minum.
b. Peralatan untuk penyediaan air panas.
c. Peralatan untuk pembuangan dan ventilasi.
d. Peralatan Plambing
Peralatan saniter plambing diantaranya kloset, peturasan, dan bak cuci tangan umumnya
dibuat dari bahan porselen atau keramik. Bahan ini sangat populer karena biaya dalam hal
pembuatanya cukup murah, dan ditinjau dari segi sanitasi sangat baik. Jenis peralatan saniter
antara lain :
1. Kloset
Dibagi dalam beberapa golongan menurut kontruksinya, antara lain :
a. Type Wash-Out
Tipe ini adalah yang paling tua dari jenis kloset duduk. Tipe ini sekarang dilarang di
Indonesia karena kontruksinya berdampak pada timbulnya bau yang tidak sedap akibat
penggelontoran yang tidak sempurna.
b. Type Wash-Down
Tipe ini lebih baik daripada wash-out , bau yang timbul akibat sisa kotoran lebih sedikit jika
dibandingkan dengan tipe wash-out.
c. Type Siphon
Tipe ini mempunyai kontruksi jalannya air buangan yang lebih rumit dibandingkan dengan
tipe wash-down, untuk sedikit menunda aliran air buangan tersebut sehingga timbul efek
siphon. Bau yang dihasilkan lebih berkurang lagi pada tipe ini.
d. Type Siphon-jet
Tipe ini dibuat agar menimbulkan efek siphon yang lebih kuat,dengan memancarkan air
dalam sekat melalui suatu lubang kecil searah aliran air buangan. Tipe siphon-jet ini
menggunakan air penggelontor lebih banyak.
e. Type Blow-Out

Tipe ini sebenarnya dirancang untuk menggelontor air kotor dengan cepat, tapi akibatnya
membutuhkan air dengan tekanan sampai 1kg/cm2, dan menimbulkan suara berbisik.
2. Peturasan
Ditinjau dari kontruksinya, peturasan dapat dibagi seperti kloset, dimana yang paling banyak
digunakan adalah tipe wash-down. Untuk tempat-tempat umum, sering dipasang peturasan
berbentuk mirip “talang” terbuat dari porselen, plastik, atau baja tahan karat, dan harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. Dalamnya talang 15 cm atau lebih.
b. Pipa pembuangan ukuran 40 mm atau lebih dan dilengkapi dengansaringan.
c. Pipa penggelontor harus diberi lubang-lubang untuk menyirambidang belakang talang
dengan lapisan air.
d. Laju aliran air penggelontor dapat ditentukan dengan menganggapsetiap 45 cm panjang
talang ekivalen dengan satu peturasan biasa.
3. Bak Cuci Piring (Sink)
Bak cuci dapur (sink) memiliki fungsi untuk mencuci peralatan yang mengandung lemak. Bak
cuci dapur dibuat dari bermacam – macam bahan, seperti stailess, fiber, dan nada yang terbuat
dari susunan batu yang diplester bahan kedap air atau dilapisi porselen.
4. Fitting Saniter
Beberapa jenis fitting saniter antara lain :
a. Kran air ada beberapa macam yaitu :
1. Kran air yang dapat dibuka dan ditutup dengan mudah.
2. Kran air yang dapat dibuka tetapi akan menutup sendiri,misalnya untuk cuci tangan.
3. Kran air yang laju alirannya diatur oleh ketinggian muka air,yaitu kran atau katup
pelampung.
b. Katup gelontor dan tangki gelontor
1. Katup gelontor berfungsi mengatur aliran air penggelontor, untuk kloset dan peturasan.
2. Tangki gelontor, dibuat dari plastik, ada yang otomatis dan ada juga yang harus
dijalankan oleh orang.

2.2 Prinsip Dasar Perencanaan Plambing


Perancangan sistem plambing dilakukan sesuai dengan prosedur perancangan sistem
plambing yaitu (Morimura, 2000):

1. Rancangan konsep
Hal-hal yang perlu diketahui yakni :

a. Jenis dan penggunaan gedung;


b. denah;
c. jumlah penghuni
2. Penelitian lapangan
Penelitian lapangan merupakan bagian dari perancangan. Kegiatan ini tidak hanya berarti
kunjungan ke lokasi pembangunan gedung dan melihat situasi setempat, tetapi mencakup
pula perundingan dengan instansi pemerintah serta informasi mengenai hak penggunaan
air dan pembuangan air buangan.

3. Rancangan dasar
a. Masalah umum

Pada tahap ini disiapkan dasar-dasar perancangan dengan menggunakan rancangan


konsep serta data yang diperoleh dari penelitian lapangan. Hal- hal yang perlu
dilakukan antara lain:

II-2
1) Pertemuan dengan pemilik gedung atau perancang gedung;
2) Penyesuaian dengan persyaratan gedung maupun peralatan lainnya.
b. Pemilihan peralatan
Setelah menetapkan dasar-dasar perancangan, jenis sistem plambing dapat dipilih, data
untuk perhitungan perancangan dapat disiapkan dan jenis-jenis peralatannya dipelajari.

4. Rancangan pendahuluan
Berdasarkan rancangan dasar yang telah dibuat, kapasitas sistem dan perletakan peralatan
plambing dipelajari lebih detail dengan menggunakan gambar-gambar pendahuluan denah
bangunan.

5. Rancangan pelaksanaan

Kegiatan ini meliputi perhitungan dan penyiapan gambar-gambar, dokumen spesifikasi dan
perkiraan biaya pelaksanaan.

2.2.1 Dasar-Dasar Perencanaan Sistem Penyediaan Air Bersih


Sistem penyediaan air bersih yang saat ini banyak digunakan dapat dikelompokan menjadi
(Morimura, 1999) :
1. Sistem Sambungan Langsung
Pipa distribusi pada sistem ini disambungkan langsung dengan pipa utama penyediaan air
bersih (misalnya pipa utama di bawah jalan dari Perusahaan Air Minum). Karena
terbatasnya tekanan dalam pipa utama dan dibatasinya ukuran pipa cabang dari pipa utama
tersebut, maka sistem ini terutama dapat diterapkan untuk perumahan dan gedung –
gedung kecil dan rendah. Ukuran pipa cabang biasanya diatur atau ditetapkan oleh
Perusahaan Air Minum.

Gambar 2.1 Sistem Sambungan Langsung


Sumber: Morimura, 1999

2. Sistem Tangki Atap


Sistem tangki atap dapat diterapkan apabila sistem sambungan langsung tidak dapat
diterapkan, sebagai gantinya banyak yang menggunakan sistem tangki atap. Air
ditampung lebih dahulu di dalam tangki bawah (dipasang pada lantai terendah bangunan
II-3
atau dibawah muka tanah), kemudian dipompakan ke suatu tangki atas yang biasanya
dipasang di atas atap atau lantai tertinggi bangunan. Dari tangki ini air didistribusikan ke
suluruh bangunan.

Gambar 2.2 Sistem Tangki Atap


Sumber: Morimura, 1999
Sistem tangki atap ini diterapkan karena alasan – alasan berikut (Morimura, 1999):
1. Selama airnya digunakan, perubahan tekanan yang terjadi pada alat plambing hampir tidak
berarti. Perubahan tekanan ini hanyalah akibat perubahan muka air dalam tangi atap.
2. Sistem pompa yang menaikan air ke tangki atap bekerja secara otomatis dengan cara yang
sangat sederhana sehingga kecil sekali kemungkinan timbulnya kesulitan. Pompa biasanya
dijalankan dan dmatikan oleh alat yang mendeteksi muka dalam tangki atap.
3. Perawatan tangi atap sangat sederhana dibandingkan dengan sistem lain, misalnya tagki
tekan.
3. Sistem Tangki Tekan
Sistem tangki tekan diterapkan dalam keadaan dimana oleh karena suatu alasan tidak dapat
digunakan sistem sambungan langsung. Prinsip kerja sistem ini adalah air yang telah
ditampung dalam tangki bawah (seperti sistem tangki atap), dipompakan ke dalam suatu
bejana (tangki) tertutup sehingga udara didalamnya terkompresi. Air dari tangki tersebut
dialirkan ke dalam sistem distribusi bangunan. Pompa bekerja secara otomatis yang diatur
oleh suatu detector tekanan, yang menutup atau membuka saklar motor listrik penggerak
pompa. Pompa berhenti bekerja kalau tekanan tangki telah mencapai suatu batas minimum
yang ditetapkan.

II-4
Gambar 2.3 Sistem Tangki Tekan
Sumber: Morimura, 1999
Kelebihan dari sistem tangki tekan antara lain (Morimura, 1999) :
1) Lebih menguntungkan dari segi estetika karena tidak terlalu menyolok dibandingkan
dengan tangki atap.
2) Mudah perawatannya karena dapat dipasang dalam ruang mesin bersama pompa lainnya.
Harga awal lebih rendah dibandingkan dengan tangki yang harus dipasang di atas
menara.
Kekurangan dari sistem tangki tekan antara lain :
3) Daerah fluktuasi tekanan sebesar 1,0 kg/cm2 sangat besar dibandingkan dengan sistem
tangki atap yang hampir tidak ada fluktuasi tekanannya. Fluktuasi yang besar ini dapat
menimbulkan fluktuasi aliran air yang cukup berarti pada alat plambing, dan pada alat
pemanas gas dapat dihasilkan air dengan temperature yang berubah.
4) Dengan berkurangnya udara dalam tangki tekan, maka setiap beberapa hari sekali hars
ditambahkan udara kempa dengan kompresor atau dengan menguras seluruh air dalam
tangki.
5) Sistem tangki tekandapat dianggap sebagai suatu sistem pengaturan otomatik pompa
penyediaan air saja dan bukan sebagai sistem penyimpanan air seperti tangki atap.
6) Karena jumlah air yang efektif tersimpan dalam tangki tekan relative sedikit, maka pmpa
akan sering bekerja dan hal ini akan menyebabkan keausan pada saklar lebih cepat.
4. Sistem Tanpa Tangki
Dalam sistem ini tidak menggunakan tangki apapun, baik tangki bawah, tangki tekan atau
tangki atap. Air dipompakan langsung ke sistem distribusi bangunan dan pompa
menghisap air langsung dari pipa utama (misalnya pipa utama Perusahaan Air Minum).
Sistem ini sebenarnya dilarang di Indonesia, baik oleh Perusahaan Air Minum maupun
pipa – pipa utama dalam pemukiman khusus (untuk umum).
Pompa dibutuhkan dalam pengaliran air dari tangki bawah ke tangki atas. Jenis-jenis pompa
penyediaan air yang banyak digunakan adalah (Morimura, 1999):
1. Pompa sentrifugal
Komponen dari pompa sentrifugal adalah impeller dan rumah pompa. Pompa dengan
impeller tunggal disebut pompa tingkat tunggal (single stage). Apabila beberapa impeller
dipasang pada satu poros dan air dialirkan dari impeller pertama ke impeller kedua dan
seterusnya secara berturutan, disebut pompa dengan tingkat banyak (multi stage).

II-5
2. Pompa submersibel
Pompa submersibel adalah suatu pompa dengan konstruksi di mana bagian pompa dan
motor listriknya merupakan suatu kesatuan dan terbenam dalam air. Pompa submersibel
terbagi atas pompa turbin untuk sumur dan pompa submersil untuk sumur dalam.
Kelebihan dan ciri-ciri pompa submersibel, adalah (Morimura, 1999):
1. Tidak diperlukan suatu bangunan pelindung pompa;
2. Tidak berisik;
3. Konstruksinya sederhana, karena tidak ada poros penyambung dan bantalan perantara;
4. Pompa dapat bekerja pada kecepatan putaran tinggi;
5. Mudah dipasang;
6. Harga relatif murah.

2.2.2 Dasar-Dasar Perencanaan Sistem Penyediaan Air Panas


Sistem penyediaan air panas adalah instalasi yang menyediakan air panas dengan
menggunakan sumber air bersih, dipanaskan dengan banyak cara baik langsung dari alat
pemanas ataupun melalui sistem perpipaan (Morimura,1999).

2.2.2.1 Instalasi Penyediaan Air Panas


Jenis instalasi yang dapat digunakan yaitu (Morimura, 1999):
1. Instalasi Lokal
Pemanas air dipasang di tempat/ berdekatan dengan alat plambing yang membutuhkan
air panas
2. Instalasi Sentral
Air panas yang dihasilkan di suatu tempat kemudian didistribusikan kesseluruh lokasi
alat plambing.

2.2.2.2 Sistem Pipa


Menurut sistem pipa, sistem penyediaan air panas dibagi atas (Morimura, 1999):
1. Sistem aliran ke atas (up feed)
2. Sistem aliran ke bawah (down feed)
Menurut cara penyediaannya, sistem penyediaan air panas dibagi atas ((Morimura, 1999):
1. sistem pipa tunggal
2. sistem sirkulasi atau dua pipa.
Sedangkan menurut cara sirkulasinya dibedakan atas sirkulasi gravitasi dan sirkulasi paksaan
dengan menggunakan pompa.

2.2.2.3 Cara Pemanasan

Cara pemanasan terbagi atas sistem penyediaan air panas dibagi atas (Morimura, 1999):
1. Cara pemanasan langsung
a. Katel pemanas air
b. Kombinasi katel pemanas dan tangki penyimpanan
c. Pemanas satu jalan
2. Cara pemanasan tidak langsung

2.2.3 Dasar-Dasar Perancangan Sistem Penyaluran dan Pengolahan Air Buangan


Sistem pembuangan air umumnya dibagi dalam beberapa klasifikasi menurut jenis air
buangan, cara membuang air, dan sifat – sifat lain dari lokasi dimana saluran itu akan
dipasang. sistem penyediaan air panas dibagi atas (Morimura dan Noerbambang, 1993):
II-6
1) Klasifikasi menurut jenis air buangan
1. Sistem pembuangan air kotor adalah sistem pembuanagan melalui kloset, peturasan
dan lain – lain dalam gedung yang dikumpulkan dan dialirkan keluar.
2. Sistem pembuangan air bekas adalah sistem pembunagan dimana air bekas dalam
gedung dikumpulkan dan dialirkan ke luar.
3. Sistem pembuangan air hujan adalah sistem pembuangan dimana hanya air hujan dari
atap gedung dan tempat lainnya dikumpulkan dan dialirkan ke luar.
4. Sistem air buangan khusus, dimana air buangan khusus sebelum dimasukan ke riol
umum, harus melewati pengolahan pengamanan terlebih dahulu.
5. Sistem pembuangan dari dapur, yaitu air buangan yang berasal dari bak cuci dapur,
dan bila air buangan banyak mengandung lemak maka harus dilengkapi dengan
perangkap lemak, walaupun masih ada kemungkinan lemak yang tersisa dan dapat
memperkecil penampang saluran.
2) Klasifikasi menurut cara pembuangan air
1. Sistem pembuangan air campuran, yaitu sistem pembuangan dimana segala macam air
buangan dikumpulkan ke dalam satu saluran dan dialirkan ke luar gedung, tanpa
memperhatikan jenis air buangan.
2. Sistem pembuangan terpisah, yaitu sistem pembuangan dimana jeis air buangan
dikumpulkan dan dialirkan ke luar gedung secara terpisah.
3. Sistem pembuangan tak langsung, yaitu sistem pembuangan dimana air buangan dari
beberapa lantai gedung bertingkat digabungkan dalam satu kelompok. Pada setiap
akhir gabungan perlu dipasang pemecah aliran.
3) Klasifikasi menurut cara pengaliran
1. Sistem gravitasi yaitu air buangan mengalir dari tempat tinggi secara gravitasi kes
saluran umum yang letaknya lebih rendah.
2. Sistem bertekanan, yaitu air buangan dikumpulkan dalam bak penampung dan
kemudian dipompakan ke luar ke dalam riol umum.
4) Klasifikasi menurut letaknya
1. Sistem pembuangan gedung, yaitu sistem pembuangan yang terletak di dalam gedung
sampai jarak satu meter dari dinding paling luar gedung tersebut.
2. Sistem pembuangan diluar gedung sampai ke roil umum, yaitu sistem pembuangan di
luar gedung, di halaman, mulai satu meter dari dinding paling lar gedung sampai ke
roil umum.
Air buangan dapat dibedakan atas(SNI, 2000):
1. Air kotor
Air buangan yang berasal dari kloset, peturasan, bidet dan air buangan mengandung
kotoran manusia yang berasal dari alat plambing lainnya.
2. Air bekas
Air buangan yang berasal dari alat-alat plambing lainnya, seperti: bak mandi (bath tub),
bak cuci tangan, bak dapur dan lain-lain.
3. Air hujan
Air hujan yang jatuh pada atap bangunan.
4. Air buangan khusus
Air buangan ini mengandung gas, racun atau bahan-bahan berbahaya, seperti: yang
berasal dari pabrik, air buangan dari laboratorium, tempat pengobatan, rumah sakit, tempat
pemotongan hewan, air buangan yang bersifat radioaktif atau mengandung bahan radioaktif
dan air buangan yang mengandung lemak.

II-7
2.2.4 Dasar-Dasar Perancangan Sistem Ven
Sistem ven merupakan bagian penting dalam sistem suatu pembuangan, sedangkan tujuan dari
sistem ven ini antara lain :
1. Menjaga sekat perangkap dari efek sifon atau tekanan
2. Menjaga aliran yang lancar dalam pipa pembuangan
3. Mensirkulasi udara dalam pipa pembuangan.
Karena tujuan utama dari sistem ven ini adalah menjaga agar perangkap tetap mempunyai
sekat air, oleh karena itu pipa ven harus dipasang sedemikian rupa agar mencegah hilangnya
sekat air tersebut.

2.2.4.1 Jenis Sistem Ven


Sistem ven bagian dari sistem plambing yang terdiri dari pipa yang dipasang untuk sirkulasi
udara ke seluruh bagian dari sistem pembuangan dan mencegah terjadinya kerja sifon dan
tekanan balik pada perangkap. Ada beberapa jenis pipa ven, yaitu:
1. Ven basah
Yaitu ven yang juga bekerja sebagai pipa pembuangan. Ven bersama yaitu pipa ven yang
dipasang pada titik pertemuan dua pengering alat lambing dan bekerja sebagai ven untuk
kedua alat plambing tersebut.
2. Ven belakang
Yaitu bagian dari jalur ven yang menyambung langsung dengan suatu perangkap, di
bawah atau di belakang suatu alat plambing dan yang membentang sampai pipa tegak air
kotoran atau air buangan pada setiap titik yang terletak lebih tinggi dari alat plambing
atau perangkap yang dilayaninya
3. Ven lup
Ven cabang yang melayani dua perangkap atau lebih dan berpangkal dari bagian depan
penyambungan alat plambing terakhir suatu cabang datar pipa pembuangan sampai ke
ven pipa tegak.
4. Ven pelepas
Pipa ven yang dipasang pada tempat khusus untuk menambah sirkulasi udara antara
sistem pembuangan dan sistem ven
5. Ven pipa tegak
Yaitu perpanjangan pipa tegak air kotoran atau air buangan diatas cabang pipa
pembuangan teratas yang disambungkan dengan pipa tegak tersebut.
6. Ven sirkit
Ven cabang yang melayani dua perangkap atau lebih dan berpangkal dari bagian depan
penyambungan alat plambung terakhir suatu cabang datar pipa pembuangan sampai ke
pipa tegak ven.
7. Ven sisi
Ven yang dihubungkan ke pipa pembuangan air kotor atau pipa air kotoran melalui fitting
dengan sudut tidak lebih dari 45° terhadap vertikal.

2.2.4.2. Ketentuan Umum Ukuran Pipa Ven


Ketentuan yang diperhatikan dalam membangun gedung tinggi adalah (SNI,2005):
1. Ukuran pipa ven lup dan ven sirkit
a. Ukuran pipa ven lup dan sirkit minimum 32 mm dan tidak boleh kurang dari setengah
kali diameter cabang mendatar pipa buangan atau pipa tegak ven yang disambungkan.
b. Ukuran pipa ven lepas minimum 32 mm dan tidak boleh kurang dari setengah kali
diameter cabang mendatar pipa pembuangan yang dilayaninya.
2. Ukuran ven pipa tegak

II-8
Ukuran ven pipa tegak tidak boleh kurang dari ukuran pipa tegak air buangan yang
dilayaninya dan selanjutnya tidak boleh diperkecil ukurannya sampai ke ujung yang
terbuka.
3. Ukuran ven pipa tunggal
Ukuran pipa ven tungga minimum 32 mm dan tidak boleh kurang dari setengah diameter
pipa pegering alat plambing yang dilayani.
4. Ukuran pipa ven offset
Ukuran pipaven pelepas untuk offset pipa pembuangan harus sama dengan atau lebih besar
dari pada diameter pipa tegak ven atau pipa tegak air buangan (yang terkecil antara
keduanya).
5. Ukuran pipa ven yoke
Ukuran pipa ven yoke harus sama dengan atau lebih besar dari pada diameter pipa tegak
vena tau pipa tegak air buangan (yang terkecil antara keduanya).
6. Pipa ven untuk bak penampung
Ukuran pipa ven untuk bak penampung air buangan minimum harus 50 mm.

2.2.5 Dasar-Dasar Penyaluran Air Hujan


Air hujan yang jatuh di atas gedung harus disalurkan ke rembesan, sesuai dengan SNI 03-
2459-1991 tentang sumur resapan air hujan. Ukuran saluran pembuangan air hujan gedung di
setiap pipa cabang datarnya dengan kemiringan 4% atau lebih kecil harus didasarkan pada
jumlah daerah drainase yang dilayaninya dan sesuai dengan tabel 3.13. Untuk ukuran pipa
drainase bawah tanah yang dipasang di bawah lantai basement atau di sekeliling tembok luar
suatu gedung harus lebih besar atau sama dengan 100 mm. Untuk talang tegak air hujan
didasarkan luas atap yang dilayaninya dan sesuai tabel 3.13. Apabila atap tersebut mendapat
tambahan air hujan dari dinding yang berdekatan, maka pada ukuran pipa tegak air hujan
harus ditambah dengan memperhitungkan 50% dinding terluas yang dianggap sebagai atap
(SNI, 2005)
Perencanaan pipa air hujan harus memenuhi beberapa ketentuan, antara lain (SNI, 2005) :
1. Pipa air hujan tidak boleh ditempatkan pada :
a. Dalam ruang tangga
b. Sumuran alat pengangkat
c. Di bawah lift atau di bawah beban imbangan lift
d. Langsung diatas tangki air minum tanpa tekanan
e. Di atas lubang pemeriksaan tangki air minum yang bertekanan
f. Di atas lantai yang digunakan untuk pembuatan persiapan pembungkusan penyimpanan
atau peragaan makanan
2. Penempatan ujung buntu dilarang pada jaringan air hujan,kecuali bila diperlukan untuk
memperpanjang pipa lubang pembersih.
Kemiringan dan perubahan arah pipa air hujan memenuhi ketentuan sebagai berikut :
1. Pipa air hujan datar yang berukuran sampai dengan 75 mm harus dipasang dengan
kemiringan minimal 2% dan untuk pipa yang berukuran lebih besar minimal 1%.
Kemiringan yang lebih kecil hanya diperbolehkan apabila secara khusus dibenarkan oleh
pejabat yang berwenang.
2. Perubahan arah pipa air hujan harus dibuat Y 45 0, belokan jari – jari 900, belokan 600, 450,
22,50 atau gabungan belokan tersebut atau gabngan penyambungan ekivalen yang
dibenarkan kecuali dinyatakan lain dalam SNI 03-6481-2000 tentang sistem plambing.
3. Belokan jari – jari pendek dan T saniter tunggal atau ganda hanya diijinkan
pemasanganya pada pipa air hujan.

II-9
Fitting dan penyambungan yang dilarang yaitu :
1. Ulir menerus, sambungan klem atau sadel tidak boleh dipergunakan pada pipa air hujan.
2. Fitting, sambungan , peralatan dan cara penyambungannya tidak boeh menghambat aliran
air atau udara dalam pipa air hujan.
3. Soket ganda tidak boleh dipakai pada pemasangan pipa air hujan. Soket harus dipasang
berlawanan dengan arah aliran. Cabang T pipa air hujan tidak boleh dipakai sebagai
cabang masuk air buangan.
4. Tumit atau belokan 450 dengan lubang masuk samping tidak boleh digunakan sebagai
penyambungan ven pada pipa air hujan dan pipa air buangan apabila tunit atau lubang
masuk samping tersebut ditempatkan mendatar.

2.3 Prinsip Dasar Perhitungan Sistem Plambing

2.3.1 Perancangan Sistem Penyediaan Air Bersih


2.3.1.1. Sistem Pipa
Pada dasarnya ada dua sistem pipa penyediaan air dalam gedung, yaitu sistem pengaliran ke
atas dan sistem pengaliran ke bawah. Dalam sistem pengaliran ke atas, pipa utama dipasang
dari tangki atas ke bawah sampai langit-langit lantai terbawah dari gedung, kemudian
mendatar dan bercabang-cabang tegak ke atas untuk melayani lantai-lantai di atasnya. Dalam
sistem pengaliran ke bawa, pipa utama dari tangki atas dipasang mendatar dalam langit-langit
lantai teratas dari gedung, dan dari pipa mendatar ini dibuat cabang-cabang tegak ke bawah
untuk melayani untuk melayani lantai-lantai dibawahnya (Noerbambang, Morimura, 1991).
2.3.1.2. Pemasangan Katup
Katup merupakan peralatan yang digunakan untuk menutup aliran balik mencegah aliran balik
atau mengontol aliran pada unit penyediaan air bersih. Jenis-jenis katup yang dipakai antara
lain:
1) Katup sorong (gate valve), yaitu katup yang digunakan untuk pengaturan aliran baik
dengan membuka atau menutup katup sesuai dengan kebutuhan.
2) Katup bola (Globe volve), digunakan untuk membuka atau menutup aliran seluruhnya
3) Cluck valve, digunakan untuk mencegah aliran balik atau untuk aliran satu arah
(Morimura, 1999).
2.3.1.3 Kebutuhan Alat Plambing
Penentuan jumlah plumbing berdasarkan penghuni digunakan apabila kondisi pemakaian alat
plambing dapat diketahui, misalnya untuk perumahan. Juga harus diketahui jumlah dari alat
setiap jenis alat plambing dalam gedung tersebut (Morimura, 1999).
Apabila jumlah penghuni tidak dapat diketahui, biasanya ditaksirkan berdasarkan luas lantai
dan menetapkan kepadatan penghuni perluas lantai.
Tabel 2.1 Pemakaian Minimum Air Dingin Sesuai Penggunaan Gedung
No. Penggunaan Gedung Pemakaian Air Satuan
1 Rumah Tinggal 120 Liter/Penghuni/Hari
2 Rumah susun 100 1) Liter/Penghuni/Hari
3 Asama 120 Liter/Penghuni/Hari
4 Rumah Sakit 500 2) Liter/Tempat tidaur pasien/Hari
5 Seolah Dasar 40 Liter/ Siswa/hari
6 SLTP 50 Liter/ Siswa/hari
7 SMU/ SMK dan lebih Tinggi 80 Liter/ Siswa/hari
8 Ruko/ Rukan 100 Liter/Penghuni dan Pegawai/Hari
9 Kantror/ Pabrik 50 Liter/Pegawai/Hari
10 Toserba, Toko Pengencer 5 Liter/m2
11 Restoran 15 Liter/Kursi
12 Hotel Berbintang 250 Liter/Tempat Tidur/Hari

II-10
13 Hotel Melati/ Penginapan 150 Liter/Tempat Tidur/Hari
14 Gd. Pertunjukan, Bioskop 10 Liter/Kursi
15 Gd. Serba Guna 25 Liter/Kursi
16 Stasium, Terminal 3 Liter/Penumpang Tiba dan Pergi
17 Peribadatan 5 Liter/Orang (belum dengan air
Wudhu)
Sumber: SNI,2005

Tabel 2.2 Pemakaian Air Dingin Pada Alat Plambing


No Nama Alat Plambing Setiap Pemakaian Waktu Pengisian (detik)
(Liter)
1 Kloset, katup gelontor 15 10
2 Kloset, tangki gelontor 14 60
3 Peturasan katup gelontor 5 10
4 Peturasan, tangki gelontor 14 300
5 Bak cuci tagan kecil 10 18
6 Bak cuci tangan biasa 10 40
7 Bak cuci dapur dengan keran 13 mm 15 60
8 Bak cuci dapur dengan keran 20 mm 25 60
9 Bak mandi rendam (bathtu) 125 250
10 Pancuran mandi (shower) 42 210
Sumber: SNI,2005

.3.1.4. Rumus Perhitungan dalam Plambing


Pemakaian air rata-rata sistem penyediaan air panas dibagi atas (Morimura dan Noerbambang,
1993):
Qh= Qd/ T ………… (2.1)
Dimana :
Qd: Pemakaiaan air rata-rata (m³/jam).
Qh: Pemakaian air rata-rata sehari (m³)
T : Jangka waktu pemakaian (jam).
Pemakaian air jam puncak (Morimura dan Noerbambang, 1993).
Qh-max= (C1 ) × (Qh )…(2.2)
Dimana :
C1: konstanta (1,5–2,0), tergantung pada lokasi dan pengguna pada gedung.
Pemakaian air pada menit puncak (Morimura dan Noerbambang, 1993)
Qm-max= (C2 ) × (Qh /60) ……… (2. 3)
Diamana:
adalah konstanta (3,0–4,0)
Kapasitas tangki air bawah (Morimura dan Noerbambang, 1993)
Untuk tangki air yang digunakan hanya menampung air minum yaitu:
Vr= Qd-Qs×T ….…….…………..…. (2.4)
Dimana:
Qd= Jumlah kebutuhan air perhari (m³).
Qs= Kapasitas pipa dinas (m³/jam).
T = Rata-rata pemakaian perhari (jam).
Vr= Volume tangki air (m³).
Kapasitas tangki air atas ((Morimura dan Noerbambang, 1993)

II-11
Ve= (Qm-max – Qh-max ) ×Tp – (Qpu-Tpu)...… … (2.5)
Dimana:
Ve = Kapasiata efektif tangka atas (m³).
Qh-max= Kebutuhan puncak (liter/menit).
Qh = Kebutuhan jam puncak (liter/menit).
Qpu = Kapasitas pompa pengisi (liter/menit).
Tp = Jangka waktu kebutuhan puncak (menit).
Tpu = Jangka waktu kerja pompa pengisi (menit).
Jika akan digunakan sistem dengan tangki atas atau dengan tangki bawah kombinasi
dengan tangki tekan, maka diperlukan pompa untuk menaikkan air. Kapasitas pompa
biasanya diambil sama dengan kebutuhan air pada jam maksimum, sedangkan jika
digunakan sistem tanpa tangki kapasitas pompa diambil sama dengan kebutuhan air
puncak. Kecepatan air yang disarankan dalam pipa hisap berkisar antara 2-3 m/detik dan
kadang-kadang sampai dengan 4 m/detik. Untuk menentukan daya pompa terlebih dahulu
ditentukan tinggi angkat pompa, dengan rumus sebagai berikut:
v2
H  H a  H fsd  ........................................(2.7)
2g
dimana: H = Tinggi angkat total (m);
Hs = Tinggi potensial (m);
Hfsd = Kerugian gesek dalam pipa hisap dan pipa tekan (m);
V2/2g = Tekanan kecepatan pada lubang keluar pipa (m).
Maka, daya poros pompa ditentukan dengan rumus berikut:

Np 
0.163  Q  H   
p ........................................(2.8)

dimana: Np = Daya poros pompa (hp);


Q = Kapasitas pompa (m3/menit);
H = Tinggi angkat total (m);
 = Berat spesifik (kg/l);
p = Efisiensi pompa.

Untuk efisiensi pompa dapat dilihat pada Gambar 2.4 berikut ini :

II-12
Gambar 2.4 Efisiensi Pompa Sentrifugal Ukuran Kecil
Sumber: Morimura, 1999

Gambar 2.5 Efisiensi Pompa Sentrifugal Kecil, Bertingkat Banyak


Sumber: Morimura, 1999

Daya motor pompa ditentukan dengan rumus berikut:


(0.163  Q  H   )(1  A)
Nm  ........................................(2.9)
 p  k
dimana: A = Faktor yang bergantung jenis motor
II-13
0,1 s/d 0,2 untuk motor listrik
0,2 untuk motor bakar besar
0,25 untuk motor bakar kecil
k = Efisiensi hubungan poros
1 untuk poros kopel langsung
0,9 sampai 0,95 untuk ban mesin dan roda gigi

2.3.2 Perancangan Sistem Penyediaan Air Panas


1. Laju aliran air panas
a. Perhitungan berdasarkan jumlah orang
Qd = N x qd ... (2.6)
Qh = Qd x qh... (2.7)
V = Qd x v....... (2.8)
H = Qd x p x (th-tc).. (2.9)

Dimana:
Qd = Jumlah air panas perhari (l/hari)
N = Jumlah orang pemakai air panas
qd = kebutuhan air panas orang perhari (l/org/hari)
Qh = Jumlah air panas perjam (l/jam)
qh = kebutuhan air panas orang perjam (l/org/jam)
V = volume tangki penyimpanan (l)
H = kapasitas pemanas (kcal/jam)
p = berat spesifik (kg/l)
th = temperatur air panas ( C)
tc = temperatur air dingin (C)
v = kapasitas tangki penyipanan untuk pemakaian sehari (l)
b. berdasarkan jenis dan jumlah plambing
laju aliran panas maksimum yang diperlukan dapat dihitung dengan mengalirkan jumlah alat
plambing dengan jumlah air panas tiap alat plambing dan menjumlahkannya.
Tabel 2.3 Pemakaian Air Panas Minimum Menurut Jenis Penggunaan Gedung
No. Penggunaan Gedung Pemakaian air (L/O/H) Kapasitas Tangki
Penyimpanan Sehari
1 Rumah Tinggal 50 dan 100 1/5
2 Rumah Susun 50 dan 100 1/5
3 Hotel 110 1/5
4 Rumah Sakit 130 1/10
5 Kantor 20 1/5
6 Pabrik 20 2/5
7 Restoran 10 2/5
8 Kamar Mandi Umum (1 x mandi per orang) 30 1/5
Sumber: SNI,2005

Tabel 2.4 Pemakaian air panas pada alat plambing


No. Alat Plambing Setiap Pemakaian Keterangan
(L)
1 Bak cuci tangan pribadi 7,5
2 Bak cuci tangan untuk umum 5
3 Bak mandi rendam (bathtub) 100
II-14
4 Pancuran Mandi (shower) 50
5 Bak cuci dapur (kitchen sink) 15 Untuk ruaah tinggal
dan rumah susun
6 Bak cuci kecil dapur (pantry sink) 10
Sumber: SNI,2005

2.3.3 Perancangan Sistem Penyaluran dan Pengolahan Air Buangan


1. Ukuran minimum pipa cabang mendatar
2. Ukuran minimum pipa tegak
3. Pengecilan ukuran pipa
4. Pipa bawah tanah
5. Penentuan ukuran pipa
Tabel 2.5 Diameter Minimum Pipa Air Buangan Tiap Alat Plambing
Alat Plambing Diameter Minimum (mm)
Closet 75
Lavatory 32
Urinal 40
Floor drain 40,50,75
Shower 50
sink 50
Tabel 2.6 Nilai unit Alat Plambing untuk Air Buangan
Alat Plambing Diameter Minimum (mm)
Closet 4
Lavatory 1
Urinal 4
Floor drain 1
sink 4
Tabel 2.7 Jumlah Kloset, Bak Cuci Tangan dan Peturasan untuk Hunian Kumpulan

Jumlah Jumlah Jumlah Bak Jumlah Jumlah


JumlahPengunjungLaki-laki
Kloset Pengunjung Cuci Tangan Pengunjung Peturasan
1 1 - 100 1 1 – 100 1 1 - 100
2 101 - 200 2 101 – 200 2 101 - 200
3 201 - 400 3 201 – 400 3 201 - 400
4 401 - 700 4 401 – 700 4 401 - 700
5 701 - 1100 5 701 – 1100 5 701 - 1100
Pengunjung lebih dari Pengunjung lebih dari 1100 Pengunjung lebih dari 1100 orang ditambahkan
1100 orang ditambahkan orang ditambahkan 1 kloset 1 kloset untuk setiap pertambahan 400 orang
1 kloset untuk setiap untuk setiap pertambahan 400 pengunjung
pertambahan 400 orang orang pengunjung
pengunjung
Sumber: SNI, 2000

Keterangan:

a. Pancaran air minum atau alat plambing sejenis harus disediakan untuk setiap 1100 orang
pengunjung atau sekurang-kurangnya sebuah alat plambing sejenis tersebut disediakan pada
setiap tingkat bangunan atau balkon.
b. Bila dalam ruangan proyektor terdapat lebih dari sebuah proyektor, maka harus dilengkapi
sekurang-kurangnya dengan sebuah kloset dan sebuah bak cuci tangan di lantai yang
bersangkutan dan terletak 69-7 m dari ruang proyektor tersebut.

II-15
c. Alat plambing untuk pengunjung dapat pula dipakai oleh karyawan, akan tetapi setidak-
tidaknya fasilitas toilet karyawan harus sesuai dengan jumlah dan jenis yang disyaratkan untuk
karyawan seperti pada bangunan usaha.

Fasilitas toilet untuk laki-laki dan perempuan harus terpisah serta harus mudah dicapai .

2.3.4 Perancangan Sistem Ven

Hal yang harus diperhatikan dalam perancangan pipa ven adalah:


1. ukuran pipa vent luph dan pipa ven sirkit
2. ukuran pipa vent tegak
b. Tabel 2.8 Ukuran Pipa Cabang Horizontal Ven dengan Lup
Diameter ven lup ( mm )
Unit alat plambing
Nomor Jalur Ukuran Pipa air buangan 40 50 65 75 100
maksimum
Panjang max horizontal (m)
1 40 10 6
2 50 12 4,5 12
3 50 20 3 9
4 75 10 6 12 30
5 75 30 12 30
6 75 60 48 24
7 100 100 2,1 6 15,6 60
8 100 200 1,8 5,4 15 54
9 100 500 4,2 10,8 42
Sumber: Morimura dan Noerbambang, 1999

c. Tabel 2.9 Ukuran dan Panjang Pipa Tegak Ven dan Pipa Ven
Horizontal
Ukuran pipa ven yang di syaratkan
Ukuran pipa tegak air kotor Unit alat plambing yang
32 40 50 65 80 100 125 150 200
atau air buangan dihubungkan
Panjang ukuran maksimum pipa ven ( m )
32 2 9
40 8 15 45
40 10 9 30
50 12 9 20
50 20 7 15
65 42 9 30 90
80 10 9 30 60 180
80 30 18 60 150
80 60 15 24 120
100 100 10 30 75 300
100 200 9 27 75 270
100 500 6 20 54 210
125 200 10 24 105
Dst
Sumber: SNI, 2000

2.3.5 Penentuan Diameter dan Slope Pipa Air Buangan


Dalam perencanaan ukuran pipa pembuangan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu
:

1. Layout sistem
Digunakan untuk:

II-16
a. memudahkan pemasangan
b. memudahkan pemeliharaan
c. menghindari tumpang tindih dengan pipa lain

2. Dimensionering

Tahap-tahap untuk menentukan diameter pipa pembuangan dengan metoda unit alat plambing
berdasarkam standar “National Plambing Code“, Minimum Requirements for Plumbing
A.S.A.A 40.8 – 1955:
1. Gunakan tabel unit alat plambing sebagai beban, setiap alat atau kelompok serta tabel
beban maksimum unit alat plambing yang diizinkan. Untuk cabang horizontal dan pipa
tegak buangan serta untuk pipa pembuangan gedung;
2. Tentukan unit alat plambing;
3. Tentukan ukuran pipanya serta kemiringan saluran horizontal.
Penyaluran air buangan di rumah sakit terdiri dari:
1. Penyaluran air kotor
Air kotor ini berasal dari kloset dan urinal yang disaluran ke tangki septik;
2. Penyaluran air bekas
Air bekas berasal dari lavatory dan floor drain yang disalurkan ke IPAL;
3. Penyaluran air buangan khusus
Air buangan khusus berasal dari laboratorium, ruang bedah, dan ruang operasi yang
disaluran ke IPAL.

.3.5 Tangki Septik dan Bidang Resapan

Tangki septik adalah tangki yang berfungsi untuk menampung dan mengolah air buangan
dengan kecepatan aliran yang lambat sehingga dapat terjdi endapan dan penguraian bahan-
bahan organik (Badan Standarisasi Nasional, 03-2398-2002).

Ruang-ruang yang terdaat dalam tangki septik adalah (Ehlers and Steel,1976):
1. Ruang lumpur
2. Ruang air
3. Ruang udara bebas
Sarana untuk mengolah efluen yang keluar dari tangki septik dapat berupa bidang resapan
atau sumur resapan. Bidang resapan sering digunakan untuk meresap air buangan.
Prinsip kerja dari tangki septik adalah mengolah dan memisahkan antara air dengan kotoran
dengan cara pengendapan. Pengolahan dilakukan oleh bakteri anaerobik yang merubah
kotoran baku menjadi lumpur. Air hasil pemisahan (70% lebih bersih) dialirkan keluar secara
gravitasi dan diresapkan ke tanah, sedangkan hasil endapan (lumpur) harus dibuang secara
berkala dengan bantuan layanan mobil tangki air kotor pemerintah setempat. Dengan
demikian tangki septik biasanya terletak diluar bangungan (mudah dicapai mobil tangki) dan
tidak ada peralatan pompa yang dipasangkan.

2.3.6 Perancangan Sistem Penyaluran Air Hujan


Hal-hal yang harus diperhatikan dalam merancang talang tegak dan talang horizontal antara
lain:
3. Talang tegak tidak boleh kurang dari 3 kecuali untuk atap serambi dan dak beton dapat
digunakan 2 buah
II-17
4. Jika jarak antar pipa tegak sejauh 50 ft atau kurang maka diameter talang horizontal tidak
boleh kurang dari 4
5. Untuk atap dasar tambahan 1 untuk diameter talang tegak setiap penambahan 30 ft
panjang talang horizontal

2.3.7 Perancangan Sistem Pencegahan Kebakaran

2.3.7.1 Pipa Tegak dan Slang Kebakaran


Hal yang harus di perhatikan yaitu (Morimura,2000):
1. Aliran dan ukuran pipa tegak
Ukuran pipa tegak ditentukan dengan memperhatikan tinggi gedung, ukuran dan jumlah aliran
air yang dibutuhkan secara serentak
2. Jumlah pipa tegak dan slang kebakaran
Jumlah kotak slang kebakaran adalah sedemikian rupa sehingga setiap bagian gedung berada
dalam jangkauan 9 m.
Tabel 2.10 Perletakan Hidran Berdasarkan Luas Lantai, Klasifikasi Bangunan dan Jumlah Lantai
Bangunan
Klasifikasi Ruang Tertutup Ruang Tertutup dan Terpisah
Bangunan Jumlah/luas Lantai Jumlah/luas Lantai
A 1 buah per 1000 m2 2 buah per 1000 m2
B 1 buah per 1000 m2 2 buah per 1000 m2
C 1 buah per 1000 m2 2 buah per 1000 m2
D 1 buah per 800 m2 2 buah per 800 m2
E 1 buah per 800 m2 2 buah per 800 m2
Sumber: Panduan Sistem Hidran untuk Pencegahan Kebakaran pada Bangunan Rumah Tinggal dan Gedung, Dept.P.U,
1987
Tabel 2.11 Klasifikasi Bangunan Menurut Tinggi dan Jumlah Lantai
Klasifikasi Bangunan Ketinggian dan Jumlah Lantai
A Ketinggian sampai dengan 8 meter atau 1 (satu) lantai
B Ketinggian sampai dengan 8 meter atau 2 (dua) lantai
C Ketinggian sampai dengan 14 meter atau 4 (empat) lantai
D Ketinggian sampai dengan 40 meter atau 8 (delapan) lantai
E Ketinggian lebih dari 40 meter atau 8 (delapan) lantai
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 1987
Tabel 2.12 Diameter Pipa Hidran Minimal

Total Akumulasi Aliran Jarak Total Pipa Terjauh dari Keluaran


Gpm l/menit < 15,2 m 15,2 m – 30,5 m > 30,5 m
100 379 2 inci 2½ inci 3 inci
101 – 500 382 – 1893 4 inci 4 inci 6 inci
501 – 750 1896 – 2839 5 inci 5 inci 6 inci
751 – 1250 2843 – 4731 6 inci 6 inci 6 inci
1251 ke atas 4735 ke atas 8 inci 8 inci 8 inci
Sumber: Badan Standardisasi Nasional, 2000

2.3.7.2 Sprinkler
II-18
Jarak maksimum untuk hunian bahaya ringan adalah 4,6 m dan jarak maksimum sprinkler
dengan dinding terdekat adalah 2,3 m. Sumber air untuk sistem sprinkler dapat diperoleh dari
air PAM, pompa kebakaran otomatis, tangki tekan dan tangki gravitasi.
Jenis-jenis sistem sprinkler adalah (Dept.Pekerjaan umum, 1987):
1. Wet Pipe System
Jenis ini menggunakan kepala sprinkler otomatis yang dipasang pada jaringan pipa berisi air
yang bertekanan sepanjang waktu.
2. Dry Pipe System
Jenis ini menggunakan kepala sprinkler otomatis yang dipasang pada pipa berisi udara atau
nitrogen yang bertekanan.
3. Preaction System
Sistem ini adalah sistem dry pipe dengan udara bertekanan atau tanpa tekanan pada pipa.
4. Deluge System
Sistem ini sama dengan preaction system, kecuali bahwa semua kepala dalam keadaaan
terbuka.
5. Kombinasi Dry dan Preaction
Sistem ini berisi udara bertekanan. Jika terjadi kebakaran, peralatan deteksi akan membuka
katup kontrol air dan udara dikeluarkan pada akhir pipa suplai, sehingga sistem ini akan berisi
air dan bekerja seperti wet pipe.
Setiap sistem sprinkler harus memiliki sumber penyediaan air otomatis dengan kapasitas dan
tekanan yang memadai untuk mensuplai sistem sprinkler dengan periode minimal 30 menit.
Sumber air untuk sistem sprinkler dapat diperoleh dari: sistem air PAM, pompa kebakaran
otomatis, tangki tekan, dan tangki gravitasi (SNI, 2000).
Tabel 2.13 Pipa Cabang untuk Sistem Bahaya Kebakaran Ringan
Ukuran Pipa Jumlah Maksimum
Keterangan
(mm) Kepala Sprinkler
25 3 Masih memungkinkan pemakaian pipa
berukuran 25 mm di antara “2-3 titik kelompok
sprinkler” dan katup kendali apabila
perhitungan hidrolik mengizinkan. Apabila
“titik kelompok sprinkler 2” sebagai titik
desain, pipa berukuran 25 mm tidak boleh
dipakai diantara kepala sprinkler ke 3 dan ke 4.
Sumber: SNI,2000

Tabel 2.14 Kehilangan Tekanan Pipa untuk Kebakaran Ringan


Ukuran Pipa (mm) Kehilangan Tekanan 10 -3 atm/m Panjang Pipa
Kolom 1 Kolom 2 Kolom 3
25 44 200
32 12 51
40 5,5 25
50 1,7 7,8
65 0,49 2,2
Sumber: SNI,,2000

Tabel 2.15 Kelebihan dan Kekurangan Alternatif Tangki


Alternatif 1 (dipisah) Alternatif 2 (digabung)
Kelebihan Kekurangan Kelebihan Kekurangan
 Tidak perlu  Membutuhkan  Tangki dapat  Air yang telah
II-19
Alternatif 1 (dipisah) Alternatif 2 (digabung)
Kelebihan Kekurangan Kelebihan Kekurangan
pengolahan air untuk tempat yang luas diletakkan diolah juga
kebakaran. untuk perletakan pada satu digunakan untuk
 Biaya pengolahan tangki. tempat. kebakaran.
lebih murah.  Sulit dalam  Masih  Adanya air yang
 Tidak ada air yang pemeliharaan. tersedia diam.
diam. cadangan air
jika listrik
mati.
 Lebih mudah
dalam
pemeliharaan
.
Sumber: Morimura, 2000

II-20

Anda mungkin juga menyukai