Anda di halaman 1dari 82

PENGARUH PENAMBAHAN BUAH MENGKUDU (Morinda citrifolia L.

)
TERHADAP AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN KADAR KAFEIN
BIJI KOPI ROBUSTA (Coffea canephora)

SKRIPSI

Oleh

WIDYA CHARLINIA
NPM. A1F012018

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2016
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto:
 Jangan pikirkan hasil yang diperoleh, yang terpenting niat baik dan usaha.
 If you want to understand, you must to read first
 La Tahzan, Innallahama’ana
Persembahan:
Dengan mengucap syukur Alhamdulillahirobbilalamin kupersembahkan skripsi ini untuk:
 Ayahku Achmad Wadadi dan Ibuku Irmayanti tercinta yang sudah ikut
menemani, menjadi motivator, pemberi nasihat, dan pengingat disaat lupa. Iya
akan selalu berusaha jadi anak berbakti dan membanggakan Ama Apa 
 Adik perempuan satu-satunya Nurtrisna Novriyanti. Semoga kita berdua bisa
membahagiakan Ama Apa, ya dek!
 Seluruh Keluarga, dari paman, bibi, sepupu yang selalu memberikan semangat
dan perhatian Walaupun kita tak satu rumah, tak satu pulau, tetapi kalian
mengingatku 
 Para guru dari TK Bayangkari, SD Negeri 37, SD Negeri 53, SMP Negeri 1, dan
SMA Negeri 5 Kota Bengkulu yang tanpa kalian saya tidak akan punya ilmu
seperti sekarang. Juga kepada para dosen Pendidikan Kimia UNIB yang sudah
memberikan ilmu yang luar biasa, yang sering berbagi pengalaman-pengalaman
yang menginspirasi dan memotivasi. Terima kasih, Pak, Bu.
 Keluarga Chelve pendidikan kimia 2012, sudah lama kita bersama dan saling
mengenal. Semoga kita sukses di jalan kesuksesan masing-masing ya.
 Student Exchange Walailak University, Thailand, kalian memang luar biasa. Dua
bulan di Thailand bersama kalian menjadi pengalaman yang berharga dan tidak
akan terlupakan. Semoga nanti kita bisa kesana lagi ya Riska, Rian, Amir, Adi,
Heru 
 Laboran laboratorium Biomedik FKIK UNIB (Kak Hamzah), laboran
laboratorium Agronomi (Pak Yono), dan laboran Laboratorium pendidikan Kimia
(Kak Habib)
 Sahabat dari SMP sampai sekarang Anes, Syeri, Miessya, dan Litha. Sudah lama
kita tak berkumpul, semoga kita bisa meraih cita-cita kita!
 Tim penelitian Biokimia Yopi, Tya, Kiki, Marlia, Monik, Novi, dan Yudha.
 Seseorang yang sampai sekarang saya belum tau bagaimana rupanya, berapa
tinggi badannyanya, apa warna kulitnya, semoga kita bertemu suatu hari nanti

 Almamaterku Universitas Bengkulu. Saya bangga jadi bagian Universitas
Bengkulu!

iv
v
PENGARUH PENAMBAHAN BUAH MENGKUDU (Morinda citrifolia L.)
TERHADAP AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN KADAR KAFEIN
BIJI KOPI ROBUSTA (Coffea canephora)

(Widya Charlinia*, Sumpono, Elvinawati)


Program Studi Pendidikan Kimia
Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan Universitas Bengkulu

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan


mengkudu terhadap aktivitas antioksidan kopi, pengaruh penambahan
mengkudu terhadap kadar kafein kopi, dan persentase mengkudu yang
memberikan aktivitas antioksidan terbesar dan kadar kafein terendah
pada kopi. Aktivitas antioksidan pada ekstrak metanol kopi, mengkudu,
dan kopi dengan penambahan mengkudu ditentukan dengan uji
penangkapan radikal 2,2-difenil-1-pikrilhidrazil (DPPH). Pada penentuan
kadar kafein dilakukan pada semua sampel kecuali mengkudu. Aktivitas
antioksidan dan kadar kafein dianalisis menggunakan metode
spektrofotometri UV-Vis pada λ= 517 pada penentuan aktivitas
antioksidan dan λ =274 nm pada penentuan kadar kafein. Aktivitas
antioksidan kopi (IC50 = 47,57 ppm, kontrol) lebih besar dibandingkan
dengan aktivitas antioksidan mengkudu (IC50 = 244,28 ppm).
Penambahan 10% mengkudu (IC50 = 84,43 ppm), 20% mengkudu (IC50 =
54,29 ppm), dan 50% mengkudu (IC50 = 48,04 ppm) menurunkan aktivitas
antioksidan kopi, tetapi penambahan 30% mengkudu (IC50 = 39,21 ppm)
dan 40% mengkudu (IC50 = 42,23 ppm) dapat meningkatkan aktivitas
antioksidan kopi. Aktivitas antioksidan terkuat pada penambahan 30%
mengkudu pada kopi. Penambahan mengkudu tidak berpengaruh pada
kadar kafein kopi robusta, tetapi terhadap kadar kafein dalam campuran
kopi dan mengkudu.Kadar kafein pada kopi sebagai kontrol sebesar 1,81
%. Kadar kafein campuran kopi dan mengkudu menurun seiring
penambahan mengkudu, yaitu 1,67%, 1,45%, 1,30%, 1,12%, dan 0,93%.
Kadar kafein sampel campuran kopi dan mengkudu menurun dengan
kadar kafein terendah pada penambahan 50% mengkudu pada kopi.

Kata kunci: kopi, mengkudu, antioksidan, kafein.

e-mail : Widyacharlinia@gmail.com

vi
THE EFFECTS OF ADDITION OF MENGKUDU FRUIT (Morinda citrifolia L.)
AGAINST THE ANTIOKSIDANT ACTIVITY AND CAFFEIN GRADE OF
ROBUSTA COFFEE BEAN (Coffea canephora)

(Widya Charlinia*, Sumpono, Elvinawati)


Study Program of Chemistry Education
Faculty of Teacher Training and Education Universitas Bengkulu

ABSTRACT

This study was carried out to investigate the effect of addition of


Mengkudu fruit agains the antioxidant activity of robusta coffee, the effect
of addition of Mengkudu fruit agains the caffein grade of robusta coffee,
and persentage of Mengkudu that gave the stongest antioxidant activity
and the lowest caffein grade. Antioxidant activities in methanol extract of
coffee, Mengkudu, dan coffee plus Mengkudu were determined by radical
scavenging assay using DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl) radical.
Caffein grades determining were done for all sample, except Mengkudu.
Antioksidant activity and caffein grade were analysed by spectrofotometry
UV-Vis metode with λ= 517 nm for detemined antioxidant activity and λ
=274 nm for caffein grade. Antioxidant activity of coffe (IC50 = 47,57 ppm,
as control) was stronger than Mengkudu (IC50 = 244,28 ppm). Addition
10% Mengkudu (IC50 = 84,43 ppm), 20% Mengkudu (IC50 = 54,29 ppm),
and 50% Mengkudu (IC50 = 48,04 ppm) can decrease the antioxidant
activity of coffee, but addition 30% Mengkudu (IC50 = 39,21 ppm) and
40% Mengkudu (IC50 = 42,23 ppm) can increase the antioxidant activity of
coffee. The strongest antioxidant activity was on addition of 30%
Mengkudu to coffee (KM3). The adding of Mengkudu did not has effect
against caffein grade of coffee robusta, but has effect against blend of
coffee with Mengkudu’s caffein grades. Caffein grade for coffee as control
was 1,81%. The blend of coffee with Mengkudu’s caffein grade decreased
with adding of Mengkudu, that are 1,67%, 1,45%, 1,30%, 1,12%, dan
0,93%. The blend of coffee with Mengkudu’s caffein grades were
decreased with the lowest caffein grade on addition of 50% mengkudu to
coffee.

Key words: coffee, mengkudu, antioxidant, caffein

e-mail : Widyacharlinia@gmail.com

vii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Penambahan Buah
mengkudu (Morinda citrifolia, L) Terhadap Aktivitas Antioksidan dan Kadar
Kafein Kopi Robusta (Coffe canephora)”.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
sarjana pada Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan Pemdidikan
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (PMIPA), Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Bengkulu. Penulisan skripsi ini tidak
lepas dari bantuan, saran, informasi dan bimbingan dari berbagai pihak,
baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itulah dalam
kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimakasih yang kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Rambat Nur Sasongko, M. Pd, sebagai Dekan FKIP
UNIB
2. Dra. Nirwana, M.Pd. sebagai ketua jurusan Pendidikan MIPA.
3. Ibu Dewi Handayani, S. Pd, M. Si sebagai ketua Progran Studi
Pendidikan Kimia.
4. Bapak Dr. Sumpono, M.Si sebagai pembimbing utama yang telah
banyak memberikan waktu, semangat, motivasi, perhatian, nasihat,
ilmu, dan saran yang berarti sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik.
5. Ibu Elvinawati, M.Si selaku pembimbing pendamping yang telah
memberikan ilmu, waktu, perhatian, dan saran yang bermanfaat
demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.
6. Bapak Ibu penguji, I Nyoman Candra, M.Sc. dan Salastri Rohiat,
M.Pd., terimakasih atas saran yang telah diberikan.
7. Bapak ibu dosen program studi Pendidikan Kimia Universitas
Bengkulu yang telah memberikan ilmu pengetahuan selama penulis
mengikuti perkuliahan.
viii
8. Semua pihak yang turut membantu dan memberi dukungan selama
penulis melakukan penelitian dan penyusunan skripsi yang tidak
bisa penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat
kekurangan yang memerlukan perbaikan dan penyempurnaan, namun
penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat dalam perkembangan ilmu
pengetahuan.

Bengkulu, Maret 2016

Penulis

ix
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL..........................................................................
HALAMAN PENGESAHAN............................................................. ii
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................... iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ................................ v
ABSTRAK ....................................................................................... vi
ABSTRACT ..................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ....................................................................... viii
DAFTAR ISI..................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................... xiv
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................ 1
1.2 Batasan Masalah............................................................. 5
1.3 Rumusan Masalah .......................................................... 5
1.4 Tujuan Penelitian............................................................. 5
1.5 Manfaat Penelitian........................................................... 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Landasan teori................................................................. 7
2.1.1 Kopi Robusta (Coffea canephora) ........................ 7
2.1.2 Mengkudu (Morinda citrifolia L.) ........................... 9
2.1.3 Antioksidan........................................................... 11
2.1.4 Mekanisme Kerja Antioksidan .............................. 12
2.1.5 Kafein ................................................................... 14
2.1.6 Metode Ekstraksi .................................................. 15
2.1.6.1 Ekstraksi dengan Corong Pisah............. 16
2.1.6.2 Maserasi ................................................ 17
2.1.7 Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode
2,2-difenil-1-pikrilhidrazil (DPPH).......................... 17
2.1.8 Spektrofotometri UV-VIS ...................................... 19
2.2 Penelitian yang Relevan.................................................. 21
2.3 Kerangka Berpikir ............................................................ 23

x
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ......................................... 24
3.2 Prosedur Penelitian......................................................... 24
3.2.1 Alat dan Bahan ..................................................... 24
3.2.2 Prosedur Kerja...................................................... 24
3.2.2.1 Persiapan Serbuk Biji Kopi .................... 24
3.2.2.2 Persiapan Serbuk Buah Mengkudu ....... 25
3.2.2.3 Pencampuran Serbuk Biji Kopi dan
Buah Mengkudu..................................... 25
3.2.2.4 Ekstaksi Antioksidan.............................. 26
3.2.2.5 Pembuatan Larutan DPPH
(Molineux, 2004) .................................... 26
3.2.2.6 Pembuatan Larutan Uji .......................... 26
3.2.2.7 Pembuatan Larutan Vitamin C sebagai
Kontrol Positif dan Pembanding............. 27
3.2.2.8 Penentuan Panjang Gelombang
Optimum ................................................ 27
3.2.2.9 Pengujian Aktivitas Antioksidan dengan
Metode 2,2-difenil-1-pikrilhidrazil (DPPH) .27
3.2.2.10 Ekstraksi Kafein ..................................... 28
3.2.2.11 Pembuatan Larutan Standar Kafein....... 29
3.2.2.12 Penentuan Panjang Gelombang
Optimum ................................................ 29
3.2.2.13 Pembuatan Kurva Standar..................... 29
3.2.2.14 Penentuan Kadar Kafein Tiap Sampel... 30

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Penentuan Aktivitas Antioksidan ..................................... 31
4.1.1 Ekstraksi Senyawa Antioksidan............................ 31
4.1.2 Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode
2,2-difenil-1-pikrilhidrazil (DPPH).......................... 32
4.1.3 Senyawa Antioksidan pada Kopi dan Mengkudu . 37
4.1.4 Reaksi Peredaman Radikal
2,2-difenil-1-pikrilhidrazil (DPPH).......................... 42
4.2 Penentuan Kadar Kafein ................................................. 45
4.2.1 Ekstraksi Kafein.................................................... 45
4.2.2 Uji Kadar Kafein.................................................... 47

BAB V. PENUTUP
5.1 Simpulan ......................................................................... 52
5.2 Saran .............................................................................. 52

DAFTAR PUSTAKA........................................................................ 53
LAMPIRAN ...................................................................................... 58
RIWAYAT HIDUP ........................................................................... 66
xi
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 .1 Konsumsi Rata-Rata Per Kapita Setahun


terhadap Kopi Tahun 2009-2013........................... 1
Tabel 2.1 Komposisi Biji Kopi Arabika dan Robusta
Sebelum dan Sesudah Disangrai (Ridwansyah,
2003)..................................................................... 8
Tabel 2.2 Warna Pada Daerah Sinar Tampak (Khopkar,
2002)..................................................................... 20

xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman

Gambar 2.1 Kopi Robusta........................................................ 7


Gambar 2.2 Buah Mengkudu.................................................... 9
Gambar 2.3 Struktur Kimia Kafein (Lelyana, 2008)................... 14
Gambar 2.4 Struktur Kimia Radikal Bebas (1) dan Bentuk
Non Radikal (2) DPPH (Molyneux, 2004).............. 18
Gambar 4.1 Maserasi dengan Metanol..................................... 31
Gambar 4.2 Grafik Penentuan Panjang Gelombang Optimum
DPPH dalam Metanol............................................ 33
Gambar 4.3 Nilai IC50 Sampel (Kopi, mengkudu, kopi
ditambah mengkudu) dan Vitamin C.................... 35
Gambar 4.4 Reaksi Oksidasi L-asam askorbat (Zackiyah,
2005)..................................................................... 38
Gambar 4.5 Struktur selenoistein (a), americanin A (b), dan
rutin (c) (Zackiyah, 2005)....................................... 38
Gambar 4.6 Struktur Asam Klorogenat (Ciptaningsih, 2012)... 39
Gambar 4.7 Struktur Umum Melanoidin (Santal, 2013)............ 40
Gambar 4.8 Warna Sampel Uji Kopi 100% (K) Direaksikan
dengan DPPH....................................................... 42
Gambar 4.9 Reaksi Peredaman Radikal DPPH oleh Senyawa
Antioksidan (Prakash, dkk., 2001)........................ 43
Gambar 4.10 Proses Peredaman Radikal DPPH oleh Senyawa
Polifenol................................................................. 44
Gambar 4.11 Ekstraksi Kafein Menggunakan Corong Pisah...... 46
Gambar 4.12 Grafik Ppenentuan Panjang Gelombang
Optimum Larutan Kafein Standar.......................... 47
Gambar 4.13 Kurva Standar Larutan Kafein............................... 48
Gambar 4.14 Kadar Kafein Sampel (kopi dan kopi ditambah
mengkudu)............................................................ 49

xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman

Lampiran 1. Grafik %Inhibisi vs Konsentrasi........................... 58

xiv
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan industri makanan di Indonesia sangat pesat.
Berdasarkan data dari Badan Koordinasi Penanam Modal (2015), tercatat
bahwa sektor industri makanan menjadi sektor penting dalam permodalan
di Indonesia. Industri makanan menempati sektor urutan pertama dalam
realisasi penanaman modal dalam negeri Indonesia di bulan Januari
hingga September 2015, dengan investasi sebesar Rp18,1 trilliun dan
proyek sebanyak 628. Dari data ini dapat dikatakan industri makanan
memegang andil besar terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Saat ini salah satu bahan pangan yang sedang mengalami
pertumbuhan yang tinggi adalah kopi. Kopi merupakan salah satu jenis
minuman yang sangat disukai kalangan masyarakat sebagai minuman
saat santai dengan keluarga, rekan kerja atau siapapun. Bahkan saat ini
sudah banyak kafe yang menyajikan menu utama kopi. Tentunya hal ini
menjadi suatu perkembangan dalam industri pangan yang berbahan
utama kopi. Tabel 1.1 menunjukkan konsumsi kopi rata-rata per kapita
setahun dalam kurun waktu 5 tahun terakhir.

Tabel 1.1 Konsumsi Rata-Rata Per Kapita Setahun


terhadap Kopi Tahun 2009-2013
Tahun Kuantitas Konsumsi Nilai (Rp)
(Ons)
2009 11,836 26.280,00
2010 12,879 29.043,57
2011 13,661 30.295,00
2012 10,637 29.304,29
2013 13,714 42.444,29
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, 2013
2

Selain jumlah konsumen yang meningkat, rasa kopi yang disajikan


makin bervariasi pula, dari varian kopi late, kopi mocca, hingga kopi
cappuccino. Sebagai konsumen yang cerdas ada baiknya juga
memperhatikan dampak baik dan buruk dari kopi yang dikonsumsi.
Senyawa kimia yang ada didalam kopi terdiri dari senyawa volatil dan non-
volatil. Senyawa volatil berpengaruh pada aroma kopi, sedangkan
senyawa non-volatil seperti kafein akan berpengaruh terhadap mutu kopi
(Johnston, dkk., 2003). Kafein ialah senyawa alkaloid xantina berbentuk
kristal dan berasa pahit. Manfaat kafein bila dikonsumsi dalam dosis yang
telah ditentukan dapat memberikan efek yang positif. Namun
mengkonsumsi kafein sebanyak 100 mg tiap hari dapat menyebabkan
individu tersebut tergantung pada kafein. Berdasarkan FDA (Food Drug
Administration) yang diacu dalam Maramis (2013), dosis kafein yang
diizinkan 100-200mg/hari, sedangkan menurut SNI 017152-2006 batas
maksimum kafein dalam makanan dan minuman adalah 150 mg/hari dan
50 mg/sajian. Penelitian membuktikan bahwa kafein memiliki efek sebagai
stimulasi sel saraf pusat, otot jantung dan meningkatkan diuresis. Efek lain
dari kafein dapat meningkatkan denyut jantung dan berisiko terhadap
penumpukan kolesterol, menyebabkan kecacatan pada anak yang
dilahirkan.
Selain kafein, di dalam kopi juga terdapat asam klorogenat, yaitu
salah satu jenis senyawa polifenol yang menjadi antioksidan kuat didalam
kopi (Johnston, dkk., 2003). Antioksidan sangat bermanfaat untuk
kesehatan. Atioksidan adalah senyawa yang mempunyai struktur molekul
yang dapat memberikan elektronnya kepada molekul radikal bebas tanpa
terganggu sama sekali fungsinya dan dapat memutuskan reaksi berantai
dari radikal bebas. Setiap radikal bebas mempunyai elektron yang tidak
berpasangan di permukaan kulit luarnya, sehingga radikal bebas
berusaha menarik elektron dari jaringan-jaringan yang ada di dalam
tubuh yang disusun oleh sel-sel. Radikal bebas yang masuk ke dalam
tubuh mulanya merusak sel, lalu protein, enzim, dan kemudian inti sel
3

dimana DNA dibentuk yang menyebabkan kerusakan-kerusakan sel


tubuh yang berakibat timbulnya penyakit seperti jantung koroner, kanker,
katarak, dan penyakit degeneratif (Kumalaningsih, 2006).
Berhubungan dengan baik buruknya mengkonsumsi kopi, sekarang
sudah banyak penelitian yang memanfaatkan teknologi dan ilmu
pengetahuan sebagai usaha menghasilkan produk kopi yang lebih
bermanfaat, salah satunya yaitu menghasilkan produk kopi rendah kafein.
Kopi rendah kafein saat ini sangat marak diproduksi, mulai dari
dekafeinasi, fermentasi dengan hewan luwak (kopi luwak), hingga
fermentasi kopi metode basah yang telah dikembangkan dibeberapa
pabrik kopi di Indonesia (Hanifah, dkk., 2013). Selain itu, produk olahan
kopi yang juga sedang berkembang yaitu produk kopi dengan tambahan
bahan berkhasiat, seperti kopi dengan tambahan jahe yang dapat
memberikan rasa hangat pada tubuh, dan melancarkan peredaran darah.
Selain itu ada juga penambahan ginseng pada kopi yang dapat
meningkatkan vitalitas. Selain jahe dan gingseng, bahan berkhasiat yang
dapat ditambahkan antara lain, mengkudu (Morinda citrifolia, L). Pemilihan
bahan aktif tambahan dari buah mengkudu karena mengkudu memiliki
banyak khasiat (Dewi, dkk., 2014).
Mengkudu dapat sangat berkhasiat dikarenakan kandungan dari
mengkudu itu sendiri. Kandungan senyawa yang terdapat dalam ekstrak
buah mengkudu adalah alkaloid, saponin, flavonoid,antraquinon, dan
polifenol (Nji, 2005). Dari sejumlah penelitian pada tanaman obat
dilaporkan bahwa banyak tanaman obat yang mengandung antioksidan
dalam jumlah besar. Efek antioksidan terutama disebabkan karena
adanya senyawa fenol seperti flavonoid, asam fenolik (Andayani, dkk.,
2008). Senyawa fenolik atau polifenolik adalah senyawa antioksidan alami
yang terdapat pada tumbuhan. Komponen senyawa fenolik bersifat polar
dan dapat meredam radikal bebas (Kumalaningsih, 2006). Menurut
penelitian oleh Nji (2005) dan Zackiyah (2014) mengkudu terbukti dapat
menjadi sumber antioksidan yang bermanfaat bagi kesehatan.
4

Walaupun mengkudu memiliki khasiat dan kelimpahan yang cukup


tinggi, namun tingkat konsumsi buah mengkudu masih belum optimal. Hal
ini disebabkan buah mengkudu memiliki bau yang tidak sedap sehingga
masyarakat masih enggan mengonsumsi mengkudu (Zackiyah, 2014).
Oleh karena itu menjadikan mengkudu sebagai bahan tambahan pada
kopi juga sebagai salah satu usaha untuk memberikan daya tarik pada
produk dari mengkudu. Kopi terkenal memiliki aroma yang khas. Ketika
mengkudu ditambahkan pada kopi, maka aroma mengkudu akan tertutupi
oleh aroma kopi. Selain itu dalam Kumalaningsih (2006) dikatakan
seringkali kombinasi beberapa jenis antioksidan memberikan perlindungan
yang lebih baik terhadap oksidasi dibandingkan dengan satu jenis
antioksidan saja.
Di Indonesia terdapat beberapa jenis kopi, salah satunya kopi
robusta. Terkhusus di Provinsi Bengkulu, potensi kopi robusta sangat
besar. Selama tahun 2009 hingga 2013, jumlah produksi kopi di Bengkulu
terus meningkat dari 52.497 ton pada tahun 2009 menjadi 55.461 ton di
tahun 2013. Dari 55.461 ton kopi yang diproduksi pada tahun 2013,
sebanyak 54.003 ton diantaranya adalah kopi robusta dan 1.458 ton kopi
arabika (Badan Koordinasi Penanaman Modal, 2015). Kopi robusta
memiliki keunggulan yaitu memiliki kandungan senyawa polifenol yang
lebih tinggi dibandingkan kopi arabika ataupun tanaman lain (Johnston,
dkk., 2003) namun kandungan kafeinnya juga lebih tinggi dibanding jenis
arabika. Kopi robusta dari Bengkulu merupakan bahan utama yang
digunakan pada penelitian ini.
Berdasarkan alasan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian tentang “Pengaruh Penambahan Buah mengkudu (Morinda
citrifolia, L) Terhadap Aktivitas Antioksidan dan Kadar Kafein Kopi
Robusta (Coffea canephora)”. Penambahan mengkudu dilakukan
bervarisi dari penambahan 10% hingga 50% untuk melihat pengaruh
masing-masing penambahan mengkudu terhadap kopi robusta.
5

I.2 Batasan Masalah


1. Kopi yang digunakan adalah kopi robusta dari Curup, Bengkulu.
2. Mengkudu yang digunakan berasal dari Kota Bengkulu.
3. Uji aktivitas antioksidan dan kadar kafein dilakukan dengan cara
spektrofotometri UV-Vis.
4. Uji aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode DPPH.
5. Buah mengkudu dan biji kopi robusta yang digunakan berupa
serbuk
6. Penambahan mengkudu terhadap kopi robusta sebesar 10%, 20%,
30%, 40%, dan 50%

I.3 Rumusan masalah


1. Bagaimana pengaruh penambahan buah mengkudu terhadap
aktivitas antioksidan biji kopi?
2. Bagaimana pengaruh penambahan buah mengkudu terhadap
kadar kafein biji kopi?
3. Berapa persentase penambahan mengkudu yang dapat
memberikan aktivitas antioksidan terkuat dan kadar kafein terendah
pada kopi?

I.4 Tujuan Penelitian


1. Mengetahui pengaruh penambahan buah mengkudu terhadap
aktivitas antioksidan kopi.
2. Dapat mengetahui pengaruh penambahan buah mengkudu
terhadap kadar kafein kopi.
3. Dapat mengetahui persentase penambahan mengkudu yang dapat
memberikan aktivitas antioksidan terkuat dan kadar kafein terendah
pada kopi
6

I.5 Manfaat Penelitian


1. Bagi Peneliti
Dapat menjadi sumber ilmu tentang antioksidan maupun kafein
yang terkandung pada makanan yang dikonsumsi. Peneliti juga
akan tahu tentang pengaruh penambahan antioksidan pada bahan
makanan satu dengan yang lainnya. Selain itu penelitian ini dapat
membuat peneliti mencoba menghubungkan antara makanan dan
ilmu pengetahuan atau biasa disebut dengan food science.
2. Bagi Masyarakat
Menjadi sumber informasi tentang salah satu jenis pangan, yaitu
minuman kopi yang sehat dan mengetahui manfaat dari kandungan
kopi tersebut.
3. Bagi Pemerintah dan Negara
Dapat menambah jenis kopi olahan di Indonesia, sehingga dapat
bersaing satidaknya di industri makanan yang sedang pesat
pertumbuhannya. Dengan begitu Indonesia dapat menambah nilai
ekonomi di bidang makanan.
7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan teori


2.1.1 Kopi Robusta (Coffea canephora)
Tanaman kopi termasuk terdiri atas banyak jenis antara lain
Coffea arabica, Coffea robusta dan Coffea liberica. Negara asal tanaman
kopi adalah Abessinia yang tumbuh di dataran tinggi. Tanaman kopi
Robusta tumbuh baik di dataran rendah sampai ketinggian sekitar 1.000 m
diatas permukaan laut, daerah-daerah dengan suhu sekitar 200C.
Tanaman kopi arabika tumbuh di daerah-daerah yang lebih tinggi sampai
ketinggian sekitar 1700 m diatas permukaan laut, daerah-daerah yang
umumnya dengan suhu sekitar 10-16°C. Tanaman kopi liberika dapat
tumbuh di dataran rendah (Ridwansyah, 2003).

Gambar 2.1 Kopi Robusta


Klasifikasi tanaman kopi Robusta menurut Rahardjo (2012) adalah
sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionita
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Astridae
Ordo : Rubiaceace
Genus : Coffea
Spesies : Coffea canephora (var. robusta)
8

Biji kopi memiliki kandungan yang berbeda-beda, tergantung pada jenis


dan proses pengolahan kopi. Proses pengolahan kopi dapat
mempengaruhi kandungan biji kopi disebabkan karena adanya oksidasi
pada saat proses penyangraian. Komposisi biji kopi arabika dan robusta
sebelum dan sesudah disangrai (% bobot kering) dapat dilihat pada tabel
2.1 berikut:
Tabel 2.1. Komposisi Biji Kopi Arabika dan Robusta Sebelum dan Sesudah Disangrai
(Ridwansyah, 2003).
Komponen Arabika Arabika Robusta Robusta
Green Roasted Green Roasted
Mineral 3.0- 4.2 3.5 -4.5 4.0 -4.5 4.6 -5.0
Kafein 0.9 -1.2 1.0 1.6-2.4 2.0
Trigonelline 1.0-1.2 0.5 -1.0 0.6 -0.75 0.3 -0.6
Lemak 12.0 18.0 14.5-20.0 9.0-13.0 11.0 -16.0
Asam Alifatis 1.5-2.0 1.0 -1.5 1.5 -1.2 1.0 -1.5
Asam Amino 2.0 0 - -
Protein 11.0 -13.0 13.0 -15.0 - 13.0 -15.0
Humic Acid 16.0-17.0 16.0-17,0 - 16.0-17,0
Total 5.5-8.0 1.2 -2.3 7.0-10.0 3,9 - 4,6
chologenic
acid

Senyawa yang terdapat dalam kopi terdiri dari senyawa volatil dan
non-volatil yang mempengaruhi aroma dan mutu kopi. Kopi antara lain
mengandung: senyawa kafein yang merupakana alkaloid xanthin dan
asam klorogenat termasuk golongan senyawa polifenol yang memiliki
aktivitas antioksidan dan kandungan polifenol kopi robusta lebih tinggi
dibandingkan kopi arabika ataupun tanaman lain. Antioksidan terbagi atas
tiga golongan yaitu golongan fenol, golongan amin dan golongan amino-
phenol. Antioksidan golongan fenol antara lain asam klorogenat yang
mempunyai titik leleh pada 208°C. Dalam penelitian in vitro menunjukan
9

kopi dapat melindungi DNA, lipid, protein melalui mekanisme menangkap


radikal bebas sehingga mengurangi risiko terjadinya penyakit kronik
(Sukohar, 2011).

2.1.2 Mengkudu (Morinda citrifolia L.)


Mengkudu (Morinda citrifolia L.) termasuk tumbuhan keluarga kopi-
kopian (Rubiaceae). Mengkudu dapat tumbuh di dataran rendah sampai
pada ketinggian 1500 meter di atas permukaan laut. Mengkudu banyak
terdapat di Indonesia dan dikenal dengan berbagai nama yaitu mengkudu,
pace, kemudu, kudu (Jawa), cangkudu (Sunda), kodhuk (Madura),dan
wengkudu (Bali) (Putra, 2015). Buah mengkudu berbonggol, permukaan
tidak teratur, berdaging, panjang 5-10 cm, buah muda berwarna hijau,
semakin tua menjadi kuning hingga putih transparan, daging buah berbau
tidak sedap (di Australia dikatakan bau keju biru) akibat bau agak busuk
dari asam kaprat dan asam kaprit, juga akibat penguraian protein oleh
bakteri pembusuk menjadi senyawa aldehida atau keton (Nji, 2005).

Gambar 2.2 Buah Mengkudu


Klasifikasi mengkudu dalam Putra (2015) adalah:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Dycotyledone
Bangsa : Rubiales
10

Suku : Rubiaceae
Marga : Morinda
Jenis : Morinda citrifolia L.
Mengkudu merupakan salah satu jenis tanaman obat yang memiliki
banyak manfaat. Pemanfaatan mengkudu secara tradisional oleh
masyarakat diantaranya sebagai obat batuk, sariawan, tekanan darah
tinggi, sakit perut, sembelit, radang amandel, kulit terasa kasar, dan
sebagai antiseptik. Selain itu mengkudu dimanfaatkan sebagai obat
radang ginjal, radang empedu, radang usus, nyeri limpa, dan diabetes
(Hariana, 2015).
Komponen major yang telah diidentifikasi dari tanaman mengkudu
adalah sebagai brikut: skopoletin, asam oktanoat, kalium (K), vitamin C,
terpenoid, alkaloid, antrakuinon, (seperti: nordamnacanthal, rubiadin-1-
metil eter, morindon, rubiadin, dan antrakuinon glikosida), β-sitosterol, β-
karoten, vitamin A, flavon glikosida, asam kaproat, asam kaprilik, asam
ursolik, rutin, dan putative proxeronin. Selain itu, pada penapisan fitokimia
ekstrak buah mengkudu (Morinda citrifolia L.), juga didapat data bahwa
bahwa kandungan senyawa yang terdapat dalam ekstrak buah mengkudu
adalah alkaloid, saponin, flavonoid, antraquinon, dan polifenol (Nji, 2005).
Secara keseluruhan mengkudu mengandung gizi yang lengkap. Zat nutrisi
yang dibutuhkan tubuh, seperti protein, vitamin, dan mineral yang penting
tersedia dalam jumlah yang cukup pada buah mengkudu. Selenium
merupakan mineral yang terdapat pada mengkudu yang merupakan
senyawa antioksidan (Hidayat, 2015).
Beberapa penelitian yang berhubungan dengan tanaman
mengkudu, khususnya paten, telah banyak dilakukan. Salah satu paten
oleh Moniz H (1988) tentang metode untuk memproses tanaman
mengkudu menjadi dalam bentuk serbuk, yaitu meliputi: pemetikan atau
pengambilan buah mengkudu dari pohon, penyimpanan buah mengkudu
dalam suatu tempat, pencucian, pembersihan, penghancuran atau
11

pelunakan buah mengkudu, penempatan bubur mengkudu, dan


pengeringan sampai menjadi serbuk mengkudu (Nji, 2005).

2.1.3 Antioksidan
Antioksidan adalah senyawa yang mempunyai struktur molekul
yang dapat memberikan elektronnya kepada molekul radikal bebas
tanpa terganggu sama sekali fungsinya dan dapat memutus reaksi
berantai dari radikal bebas. Antioksidan adalah bahan tambahan yang
digunakan untuk melindungi komponen-komponen makanan yang
bersifat tidak jenuh (mempunyai ikatan rangkap), terutama lemak dan
minyak (Kumalaningsih, 2006). Terdapat tiga macam antioksidan, yaitu:
1) Antioksidan yang dibuat oleh tubuh kita sendiri yang berupa enzim
antara lain superoksida dismutase, glutathione peroxide, dan
katalase. Superoksida dismutase (SOD) adalah antioksidan berupa
enzim yang bekerja bila ada pembantunya, yaitu berupa mineral-
mineral yang bersumber pada kacang-kacangan atau padi-padian.
Glutathione peroxide adalah enzim yang berperan aktif dalam
menghilangkan H2O2 dalam tubuh dan mempergunakannya untuk
mengubah glutathione (GSH) menjadi glutathione teroksidasi
(GSSG), yang mendukung aktivitas enzim SOD bersama-sama
dengan enzim katalase. Glutathione sangat penting dalam
melindungi selaput-selaput sel. Katalase merupakan enzim yang di
samping mendukung aktivitas enzim SOD, juga dapat mengkatalisis
perubahan berbagai macam peroksida dan radikal bebas menjadi
oksigen dan air. Ketiga enzim (superoksida dismutase, glutathione
peroxide, dan katalase) tersebut sangat membutuhkan mineral-
mineral penyusun seperti Copper (Cu), Zinc (Zn), Selenium (Se),
Mangan (Mn), dan besi (Fe).
2) Antioksidan alami yang dapat diperoleh dari tumbuhan dan hewan,
yaitu tokoferol, vitamin C, betakaroten, flavonoid dan senyawa
fenolik. Bahan pangan yang dapat menjadi sumber antioksidan
12

alami, seperti rempah-rempah, dedaunan, teh, kokoa, biji-bijian,


buah-buahan, sayur-sayuran, dan tumbuhan/ alga laut. Bahan
pangan tersebut tersebut mengandung senyawa antioksidan, seperti:
asam-asam amino, asam askorbat, golongan flavonoid, tokoferol,
karotenoid, tannin, peptida, melanoidin, asam klorogenat, dan asam-
asam organik lain. Antioksidan alami tersebar di beberapa bagian
tanaman, seperti pada kayu, kulit kayu, akar, daun, buah, bunga, biji,
dan serbuk sari.
3) Antioksidan sintetik yang dibuat dari bahan-bahan kimia yaitu Butil
Hidroksil Anisol (BHA), Butil Hidroksi Toluen (BHT), Propil Galat (PG),
Tert-Butil Hidroksi Quinon (TBHQ), dan NDGA yang ditambahkan
dalam makanan untuk mencegah kerusakan lemak (Kumalaningsih,
2006).

2.1.4 Mekanisme Kerja Antioksidan


Radikal bebas adalah molekul yang mengandung satu atau lebih
elektron tidak berpasangan pada orbital terluarnya, radikal bebas sangat
reaktif dan tidak stabil, sebagai usaha untuk mencapai kestabilannya
radikal bebas akan bereaksi dengan atom atau molekul di sekitarnya
untuk memperoleh pasangan elektron (Inggrid, 2014). Radikal bebas
reaktif sangat berbahaya karena akan mengambil elektron dari senyawa
lain seperti protein, lipid, dan juga DNA. DNA adalah senyawa yang ada
dalam inti sel, yang apabila mengalami kerusakan akan menyebabkan
berbagai macam penyakit seperti katarak, kanker, dan penyakit
degeneratif (Kumalaningsih, 2006). Untuk meredam aktivitas radikal
bebas diperlukan antioksidan.
Berdasarkan mekanisme kerjanya, senyawa antioksidan memiliki
dua fungsi. Fungsi pertama merupakan fungsi utama dari antioksidan
yaitu sebagai pemberi atom hidrogen. Antioksidan (AH) yang mempunyai
fungsi utama tersebut sering disebut sebagai antioksidan primer.
Senyawa ini dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke radikal
13

lipida (R*, ROO*). Atau mengubahnya ke bentuk yang lebih stabil,


sementara turunan radikal antioksidan (A*) tersebut memiliki keadaan
lebih stabil dibandingkan radikal lipida. Fungsi kedua merupakan fungsi
sekunder antioksidan, yaitu memperlambat laju antioksidan dengan
berbagai mekanisme di luar mekanisme pemutusan rantai autooksidasi
dengan mengubah radikal lipida ke bentuk lebih stabil (Nji, 2005). Reaksi
berantai pada radikal bebas (tanpa ada antioksidan) terdiri dari tiga tahap,
yaitu:
Tahap inisiasi : RH  R* + H*
Tahap propagasi : R* + O2  ROO*
ROO* + RH  ROOH +R*
Tahap terminasi : R* + R*  R–R
ROO* + R*  ROOR
ROO* + ROO*  ROOR + O2
Pada tahap inisiasi terjadi pembentukan radikal bebas (R*) yang
sangat reaktif, karena (RH) melepaskan satu atom hidrogen, hal ini
dapat disebabkan adanya cahaya, oksigen atau panas. Pada tahap
propagasi, radikal (R*) akan bereaksi dengan oksigen membentuk radikal
peroksi (ROO*). Radikal peroksi selanjutnya akan menyerang RH
(misalnya pada asam lemak) menghasilkan hidroperoksida dan
radikal baru. Hidrogen peroksida yang terbentuk bersifat tidak stabil
dan akan terdegradasi menghasilkan senyawa-senyawa karbonil rantai
pendek seperti aldehida dan keton. Tanpa adanya antioksidan, reaksi
oksidasi lemak akan berlanjut sampai tahap terminasi, sehingga antar
radikal bebas dapat saling bereaksi membentuk senyawa yang kompleks
(Inggrid, 2014).
Penambahan antioksidan (AH) primer dengan konsentrasi rendah
pada lipida dapat menghambat atau mencegah reaksi autooksidasi lemak
dan minyak. Penambahan tersebut dapat menghalangi reaksi oksidasi
pada tahap inisiasi maupun propagasi.
14

Inisiasi : R* + AH  RH + A*
Radikal lipida
Propogasi : ROO* + AH  ROOH + A*
Radikal-radikal antioksidan (A*) yang terbentuk pada reaksi tersebut
relatif stabil dan tidak mempunyai cukup energi untuk dapat bereaksi
dengan molekul lipida lain membentuk radikal lipida baru (Nji, 2005).
Antioksidan sekunder, seperti: asam sitrat, asam askorbat, dan
esternya, sering ditambahkan pada lemak dan minyak sebagai kombinasi
dengan antioksidan primer. Kombinasi tersebut dapat memberi efek
sinergis sehingga menambah keefektifan kerja antioksidan primer.
Antioksidan sekunder ini bekerja dengan satu atau lebih mekanisme,
yaitu: memberikan suasana asam pada medium (sistem makanan),
meregenerasi antioksidan utama, mengkelat atau mendeaktifkan
kontaminan logam prooksidan, menangkap oksigen, dan mengikat singlet
oksigen dan mengubahnya ke bentuk triplet oksigen (Nji, 2005).

2.1.5 Kafein
Kafein adalah salah satu jenis alkaloid yang banyak terdapat dalam
biji kopi, daun teh, dan biji coklat (Maramis, 2013). Struktur kimia kafein
adalah 1,3,7-trimetilxantin dan termasuk dalam molekul xantin. Gugus
metilnya berikatan dengan ketiga hidrogen dan nitrogen pada cincin
xanthin. Kafein merupakan alkaloid putih dengan rumus senyawa kimia
C8H10N4O2, dan rumus bangun 1,3,7-trimetilxantin. Kafein mempunyai
kemiripan struktur kimia dengan 3 senyawa alkaloid yaitu xantin, teofillin,
dan teobromin (Lelyana, 2008).

Gambar 2.3. Struktur Kimia Kafein (Lelyana, 2008)


15

Kafein memiliki efek farmakologis yang bermanfaat secara klinis,


seperti menstimulasi susunan syaraf pusat, relaksasi otot polos terutama
otot polos bronkus dan stimulasi otot jantung (Maramis, 2013). Kafein
ditambahkan dalam jumlah tertentu ke minuman. Efek berlebihan (over
dosis) mengkonsumsi kafein dapat menyebabkan gugup, gelisah, tremor,
insomnia, hipertensi, mual dan kejang (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 2002). Berdasarkan FDA (Food Drug Administration) yang
diacu dalam Maramis (2013), dosis kafein yang diizinkan 100-200mg/hari,
sedangkan menurut SNI 017152-2006 batas maksimum kafein dalam
makanan dan minuman adalah 150 mg/hari dan 50 mg/sajian.
Kadar kafein yang terkandung dalam kopi tergantung pada tempat
pertumbuhan kopi dimana pada kopi robusta yang tumbuh di Indonesia
dan Afrika memiliki kadar kafein mencapai 2,2%, sedangkan kopi Arabika
yang tumbuh di Amerika Selatan mengandung sekitar 1,1% kafein. Selain
itu, kadar kafein juga tergantung pada cara penyajian kopi. Cara penyajian
kopi menentukan kandungan kopi (Lelyana, 2008).

2.1.6 Metode Ekstraksi


Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat
larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut menggunakan pelarut
cair. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat
digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, dan lain-
lain. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan
mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Ditjen
POM, 2000). Senyawa organik yang terdapat dalam larutan ataupun
jaringan tumbuhan dan hewan dapat diambil dengan berbagai teknik
ekstraksi dengan berbagai pelarut, seperti n-heksana, petroleum eter,
ligorin, eter, kloroform, metilen klorida, metanol, dan lain-lain. Jenis pelarut
berkaitan dengan polaritas dari pelarut tersebut. Hal yang perlu
diperhatikan dalam proses ekstraksi adalah senyawa yang diinginkan
16

akan lebih mudah tertarik atau terlarut dengan pelarut yang memiliki
tingkat kepolaran yang relatif sama (Ibrahim, 2013).
Teknik yang digunakan untuk menarik atau mengambil senyawa
yang diinginkan dapat dilakukan dengan menggunakan corong pisah,
pemerasan (pressing), destilasi, sublimasi, maserasi, perkolasi, dan
sokletasi (Ibrahim, 2013). Pada penelitian ini digunakan dua teknik
ekstraksi, yaitu menggunakan corong pisah yang merupakan teknik
ekstraksi cair-cair dan maserasi yang merupakan teknik ekstraksi padat
cair. Ekstraksi cair-cair adalah mentransfer suatu senyawa yang
diinginkan dari satu pelarut berupa cairan ke pelarut lain. Sedangkan
ekstraksi padat-cair adalah mengambil senyawa dari suatu bahan padat
menggunakan pelarut (Most, 1988).

2.1.6.1 Ekstraksi dengan Corong Pisah


Corong pisah digunakan untuk mengekstraksi senyawa organik
yang terlarut dalam suatu pelarut dengan pelarut lainnya dan antara
kedua pelarut tidak saling melarutkan. Dengan demikian akan membentuk
dua lapisan dan senyawa organik yang diinginkan akan tertarik kepada
pelarut yang ditambahkan. Cara kerja ekstraksi dengan corong pisah
adalah menambahkan pelarut lainnya kepada larutan yang mengandung
senyawa yang akan diekstraksi dan kemudian akan membentuk dua
lapisan. Corong pisah dipegang dengan kedua tangan sambil dikocok.
Perlu diperhatikan bahwa pengisian corong pisah jangan sampai penuh,
namun harus ada rongga udara sekitar seprtiganya. Selanjutnya dibiarkan
beberapa waktu sampai terjadi dua lapisan.
Teknik ekstraksi ini hanya dapat digunakan bila senyawa yang
akan diekstraksi kelarutannya lebih besar dalam pelarut pengekstraksi
atau koefisien distribusinya (KD) lebih besar serta antara kedua pelarut
tidak bercampur. Sebagai contoh adalah pengekstraksian residu pestisida
dalam air dengan menggunakan kloroform. Pengekstraksian akan lebih
sempurna apabila pelarut dengan volume sama dilakukan berkali-kali
17

dibandingkan menggunakan sekaligus pelarut yang sama. Contohnya


penggunaan empat kali 25 ml pelarut lebih baik dibandingkan dengan
penggunaan sekaligus 100 ml pelarut untuk mengekstraksi suatu bahan
(Ibrahim, 2013).

2.1.6.2 Maserasi
Maserasi adalah teknik ekstraksi dengan perendaman terhadap
bahan yang ingin diekstraksi. Teknik maserasi ini adalah teknik
pengekstraksian yang paling klasik. Sampel yang telah dihaluskan
direndam dalam suatu pelarut organik selama beberapa waktu, kemudian
disaring dan hasilnya dapat berupa filtrat. Proses maserasi dapat
dilakukan dengan pengocokan dan juga dengan ultrasonik (Ibrahim,
2013).
Waktu maserasi pada umumnya 5 hari, setelah waktu tersebut
keseimbangan antara bahan yang diekstraksi pada bagian dalam sel
dengan luar sel telah tercapai. Dengan pengocokan dijamin
keseimbangan konsentrasi bahan ekstraksi lebih cepat dalam cairan.
Pendiaman selama maserasi menyebabkan turunnya perpindahan bahan
aktif. Semakin besar perbandingan simplisia terhadap cairan
pengekstraksi, akan semakin banyak yang diperoleh (Indraswari, 2008).

2.1.7 Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode 2,2-difenil-1-


pikrilhidrazil (DPPH)
Metode uji 2,2-difenil-1-pikrilhidrazil (DPPH) merupakan salah satu
metode yang paling banyak digunakan untuk memperkirakan efisiensi
kinerja dari substansi yang berperan sebagai antioksidan. Pengujian
antioksidan dengan DPPH merupakan salah satu metode yang sederhana
dengan menggunakan 2,2-difenil-1-pikrilhidrazil (DPPH) sebagai senyawa
pendeteksi. Senyawa DPPH merupakan senyawa radikal bebas yang
bersifat stabil sehingga dapat bereaksi dengan atom hidrogen yang
18

berasal dari suatu antioksidan membentuk DPPH tereduksi (Molyneux


2004).
Ketika DPPH menerima elektron atau radikal hidrogen, maka akan
terbentuk molekul diamagnetik yang stabil. Interaksi antioksidan dengan
DPPH baik secara transfer elektron atau radikal hidrogen, akan
menetralkan karakter radikal bebas dari DPPH. Struktur kimia DPPH
dalam bentuk radikal bebas (1) dan bentuk kompleks non radikal (2)
dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4. Struktur kimia Radikal Bebas (1) dan


Bentuk Non Radikal (2) DPPH (Molyneux, 2004)
Adanya aktivitas antioksidan dari sampel mengakibatkan perubahan
warna pada larutan DPPH dalam metanol yang semula berwarna violet
pekat menjadi kuning pucat. Aktivitas antioksidan sampel ditentukan oleh
besarnya hambatan serapan radikal DPPH melalui perhitungan
persentase inhibisi serapan DPPH dengan menggunakan rumus
(Andayani, dkk., 2008) :

Absorbansi kontrol – Absorbansi sampel


%Inhibisi = 100%
Absorbansi kontrol

Keterangan :
Absorbansi kontrol : Serapan radikal DPPH
Absorbansi sampel : Serapan sampel dalam radikal DPPH
19

Persen inhibisi adalah kemampuan suatu bahan untuk


menghambat aktivitas radikal bebas, yang berhubungan dengan
konsentrasi suatu bahan. Persen inhibisi ini didapatkan dari perbedaan
serapan antara absorban DPPH dengan absorban sampel yang diukur
dengan spektrofotometer UV-Vis. Besarnya aktivitas antioksidan ditandai
dengan nilai IC50, yaitu konsentrasi larutan sampel yang dibutuhkan untuk
menghambat 50% radikal bebas DPPH (Andayani, dkk., 2008). Semakin
kecil nilai IC50 berarti aktivitas antioksidannya semakin tinggi (Molyneux,
2004).

2.1.8 Spektrofotometri UV-VIS


Spektroskopi adalah ilmu yang mengkaji hubungan interaksi antara
materi dan radiasi elektromagnet (cahaya). Materi yang menyerap radiasi
elektromagnet menyebabkan materi tersebut mengalami transisi dalam
tingkat-tingkat energi elektronik, vibrasional, atau rotasionalnya. Prinsip-
prinsip spektroskopi digunakan pada teknik analisis yang menggunakan
alat berupa spektrometer atau spektrofotometer. Spektofotometer
dikhususkan hanya memberikan spektrum tampak dan spektrum UV, dan
teknik analisisnya disebut spektrofotometri UV-Vis. Spektrofotometer
dapat digunakan untuk mengamati spektrum serapan (spektrum absorbsi)
atau spektrum pancaran (spektrum emisi) sebagai hasil perubahan dalam
sampel akibat radiasi cahaya (Mulyono, 2009).
Spektrofotometri UV dan visibel digunakan untuk tujuan analisis
kualitatif dan kuantitatif. Spektrofotometri UV mempunyai kisaran sinar
dengan panjang gelombang 200-400 nm, sedangkan sinar visible
(tampak) adalah pada panjang gelombang 400-900 nm (Ibrahim, 2013).
Pada metode spektrofotometri UV materi materi menyerap cahaya ultra
ungu (ultraviolet = UV). Dengan cara ini larutan tak berwarna dapat
diukur (Hendayana, 1994) berupa senyawa organik yang mengandung
gugus kromofor yaitu diene terkonjugasi (C=C-C=C) dan enon (ketena)
20

(C=C-C=O) (Ibrahim, 2013). Spektrofotometri visible (tampak) adalah


untuk analisis senyawa berwarna (Ibrahim, 2013). Senyawa tak berwarna
dapat dibuat berwarna dengan mereaksikannya dengan pereaksi yang
menghasilkan senyawa berwarna. Contohnya, ion Fe 3+ dengan ion CNS-
menghasilkan larutan berwarna merah (Hendayana, 1994). Berikut
spesifikasi panjang gelombang pada warna tertentu:

Tabel 2.2 Warna pada Daerah Sinar Tampak (Khopkar, 2002)


Panjang Warna Warna komplementer
gelombang ditransmisikan
(nm)
< 380 UV -
380-435 Violet Kuning-hijau
435-480 Biru Kuning
480-490 Hijau-biru Jingga
490-500 Biru-hijau Merah
500-560 Hijau Ungu
560-580 Kuning-hijau Biru-ungu
580-595 Kuning Biru
595-650 Jingga Biru-hijau
650-780 Merah Biru-hijau
>780 IR dekat -

Terdapat langkah-langkah di dalam analisis spektofotometri, yaitu


meliputi penetapan kondisi kerja dan pembuatan suatu kurva kalibrasi
yang menghubungkan konsentrasi dengan absorbansi. Hal-hal yang harus
dilakukan dan diperhatikan pada analisis adalah:
1) Pemilihan panjang gelombang
Pengukuran absorbansi spertrofotometri biasanya dilakukan pada
suatu panjang gelombang yang sesuai dengan absorbsi maksimum.
(Hendayana, 1994). Analisa pada spektofotometri didasarkan pada
21

panjang gelombang maksimum (λmaks) yaitu panjang gelombang


dengan absorbansi maksimum, karena setiap senyawa yang
mengandung gugus kromofor dan berwarna mempunyai λmaks yang
spesifik (Ibrahim, 2013). Konsentrasi pada titik ini artinya absorbansi
larutan encer masih terdeteksi (Hendayana, 1994).
2) Faktor yang mempengaruhi absorbansi
Faktor-faktor yang mempengaruhi absorbansi meliputi jenis pelarut,
pH larutan, suhu, konsentrasi larutan yang tinggi, dan adanya zat
pengganggu. Pengaruh-pengaruh ini harus diketahui, kondisi analisis
harus dipilih sedemikian rupa hingga absorbansi tidak akan
dipengaruhi sedikitpun. Kebersihan juga akan mempengaruhi
absorbansi termasuk bekas jari. Pada dinding tabung harus
dibersihkan dengan tissu dan hanya memegang bagian ujung atas
tabung sebelum pengukuran (Hendayana, 1994). Selain itu, pemilihan
pelarut dan proses pengenceran dalam persiapan sampel juga harus
diperhatikan pada metode spektrofotometri Uv-vis (Ibrahim, 2013).
3) Penentuan hubungan antara absorbansi dan konsentrasi
Setelah menetapkan kondisi untuk menganalisis (seperti panjang
gelombang yang sesuai), kemudian menyiapkan kurva kalibrasi dari
sederet larutan standar. Larutan-larutan standar ini sebaiknya
mempunyai komposisi yang sama dengan komposisi cuplikan yang
sebenarnya dan konsentrasi cuplikan berada diantara konsentrasi-
konsentrasi larutan standar (Hendayana, 1994).

2.2 Penelitian yang Relevan


Purnawati (2012) melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh
Konsentrasi Ekstrak Buah Mengkudu (Morinda citrifolia) Pada Kombucha
Coffee Terhadap Kadar Vitamin C (Asam askorbat)”. Pada penelitian
tersebut didapat hasil kadar vitamin C terendah 0,18% pada Kombucha
Coffee tanpa penambahan ekstrak buah mengkudu (kontrol). Kadar
vitamin C tertinggi 0,98% pada Kombucha coffee dengan penambahan
22

ekstrak buah mengkudu 75 mL. Berdasarkan hasil penelitian dapat


dikatakan bahwa penambahan ekstrak buah mengkudu konsentrasi (25,
50, dan 75 mL) dapat meningkatkan kadar vitamin C Kombucha coffee.
Oktadina (2013) melakukan penelitian dengan menambahkan
bahan lain ke kopi, yaitu nanas. Penelitian ini berjudul “Pemanfaatan
Nanas (Ananas Comosus L. Merr) untuk Penurunan Kadar Kafein dan
Perbaikan Citarasa Kopi (Coffea Sp) dalam Pembuatan Kopi Bubuk”.
Pada penelitian ini didapat hasil bahwa kandungan bromelin nanas
mampu menurunkan kadar kafein kopi. Kadar kafein hasil fermentasi
nanas menghasilkan kadar kafein 1,15%, lebih rendah dibandingkan
dengan kadar kafein kontrol sebesar 2,27%.
Rastuti (2012) berhasil melalukan penelitian tentang pengujian
aktivitas antioksidan dengan metode DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil)
dengan judul penelitian: Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Kalba
(Albizia falcataria) dengan Metode DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) dan
Identifikasi Senyawa Metabolit Sekundernya. Pada penelitian tersebut
didapat hasil uji aktivitas antioksidan larutan ekstrak pekat daun kalba
larut heksana (E1), larut etil asetat (E2) dan larut metanol (E3) memiliki
nilai IC50 masing-masing sebesar 1338,758; 473,756 dan 264,519 ppm.
Ekstrak metanol daun kalba memilki aktivitas antioksidan paling tinggi. Uji
senyawa metabolit sekunder pada ekstrak metanol daun kalba
menunjukkan senyawa metabolit sekunder golongan terpenoid, flavonoid
dan fenolat.
Nji (2005) melakukan penelitian dalam penentuan aktivitas
antioksidan pada ekstrak fraksi kloroform serta fraksi etanol sebelum dan
sesudah dihidrolisis buah mengkudu (Morinda citrifolia L.) menggunakan
radikal bebas DPPH. Didapat hasil bahwa aktivitas antioksidan dalam IC50
pada fraksi kloroform sebesar 276,4 ppm, fraksi fraksi etanol (sebelum
dihidrolisis) sebesar 243,5 ppm, dan fraksi etanol (sesudah dihidrolisis)
9,7 ppm.
23

Dari hasil penelitian oleh Fitri (2008), dapat diketahui bahwa


terdapat pengaruh berat dan waktu penyeduhan terhadap kadar kafein
bubuk teh, yaitu semakin banyak bubuk teh yang digunakan dan semakin
lama waktu penyeduhan akan meningkatkan kadar kafein. Kadar kafein
optimum dari penelitian ini adalah 20,2955 mg (1,01%) yang terdapat
pada bubuk teh dengan berat 2 gram dan waktu penyeduhan selama 6
menit.

2.3 Kerangka Berpikir

Kopi Robusta
(Komoditas
Mengkudu
kopi terbesar
sebagai
di Bengkulu)
salah satu
tanaman
Penggolahan
Kadar kafein obat
dengan cara
relatif tinggi
dekafeinasi,
Penambahan
fermentasi
Mengkudu
dengan hewan
luwak (kopi Aktivitas
Memiliki
luwak), hingga antioksidan
aktivitas
fermentasi kopi relatif kuat
antioksidan
metode basah,
yang sudah
dan penambahan
teruji dan tidak
bahan berkhasiat
mengandung
seperti jahe dan
kafein (zero
Kopi dengan
gingseng
Produk kopi dengan kafein)
kadar kafein
rendah dan aktivitas antioksidan

menambah nilai yang kuat dan

fungsi kopi kadar kafein rendah


24

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian dilakukan selama 2 bulan dari bulan Januari sampai
dengan Februari 2016. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Pendidikan
Kimia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Bengkulu,
laboratorium Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu, dan
laboratorium Biomedik FKIK Universitas Bengkulu.

3.2 Prosedur Penelitian


3.2.1 Alat dan Bahan
 Adapun alat yang digunakan pada penelitian ini adalah:
mesin sangrai (Toper), blender (Philips), ayakan 60 mesh
(Advantech), corong pisah 500 ml dan 250 ml (pyrex), botol semprot, pipet
tetes, mikropipet, pipet ukur (pyrex), bola hisap, gelas ukur (pyrex), gelas
kimia (pyrex), erlenmeyer (pyrex), labu ukur 100 ml dan 25 ml (pyrex),
statif dan klem, sudip, batang pengaduk, corong kaca, botol vial, shaking
water bath (Jeio Tech), neraca analitik (OHAUS dan BEL Engineering),
hot plate, termometer, shaker (Scilogex), spektrofotometer UV-Vis
(Biospectrometer eppendorf dan spectrophotometer Apel PD-303 S);
kuvet, alumunium foil, kertas saring, dan tisu.
 Adapun bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah:
kopi robusta, buah mengkudu, metanol p.a, serbuk DPPH (Sigma-
Aldrich), serbuk vitamin C, kloroform p.a, serbuk kafein standar, aquades,
serbuk kalsium karbonat (CaCO3).

3.2.2 Prosedur Kerja


3.2.2.1 Persiapan Serbuk Biji Kopi
Kopi robusta yang digunakan berasal dari Curup, Bengkulu.
Mulanya biji kopi dicuci bersih. Kemudian kopi dikeringkan dengan cara
25

dijemur dibawah sinar matahari. Setelah proses pengeringan selesai,


dilakukan penumbukan untuk membuang kulit kopi, sehingga didapatlah
biji kopi kering. Biji kopi kering tersebut kemudian disangrai.
Penyangraian ini dilakukan dengan alat sangrai pada suhu 200 0 C. Biji
kopi lalu digiling dengan blender hingga menjadi serbuk. Terakhir, serbuk
biji kopi diayak dengan ayakan 60 mesh. Sampel serbuk biji kopi robusta
100% dinamai serbuk K.

3.2.2.2 Persiapan Serbuk Buah Mengkudu


Buah mengkudu yang digunakan berasal dari Kota Bengkulu,
Bengkulu. Pada awalnya dilakukan pemilihan buah mengkudu yang akan
digunakan. Pemilihan buah mengkudu dilakukan dengan memilih buah
mengkudu yang belum terlalu masak. Buah mengkudu yang belum terlalu
masak memiliki tekstur buah yang masih keras dan kadar air tidak terlalu
tinggi. Hal ini bertujuan untuk mempermudah proses pemotongan dan
pengeringan. Setelah penyortiran selesai, buah mengkudu dicuci dan
dipotong kecil-kecil. Kemudian dijemur dengan cara diangin-anginkan dan
terhindar dari sinar matahari. Suhu tempat pengeringan dikontrol pada
suhu tidak lebih dari 400 C. Mengkudu yang sudah kering kemudian
digiling hingga didapatlah serbuk mengkudu. Terakhir, serbuk buah
mengkudu diayak dengan ayakan 60 mesh. Serbuk buah mengkudu
100% dinamai serbuk M.

3.2.2.3 Pencampuran Serbuk Biji Kopi dan Buah Mengkudu


Dicampurkan serbuk biji kopi robusta dan serbuk buah mengkudu
dengan cara: kopi 90% ditambah mengkudu 10% (KM1), kopi 80%
ditambah mengkudu 20% (KM2), kopi 70% ditambah mengkudu 30%
(KM3), kopi 60% ditambah mengkudu 40% (KM4), dan kopi 50% ditambah
mengkudu 50% (KM5). Kemudian, masing-masing dihomogenkan dengan
cara diaduk-aduk. Tahap ini dilakukan tiga kali pengulangan.
26

3.2.2.4 Ekstraksi Antioksidan


Proses ekstraksi antioksidan dilakukan pada sampel yaitu serbuk
mengkudu 100% (M), kopi 100% (K), kopi 90% ditambah mengkudu 10%
(KM1), kopi 80% ditambah mengkudu 20% (KM2), kopi 70% ditambah
mengkudu 30% (KM3), kopi 60% ditambah mengkudu 40% (KM4), dan
kopi 50% ditambah mengkudu 50% (KM5). Ekstraksi yang dilakukan
adalah metode maserasi. Maserasi dilakukan dengan merendam
sebanyak 20 g tiap-tiap serbuk dengan pelarut metanol sebanyak 140 ml.
Perendaman dilakukan selama lebih kurang 5 hari pada suhu kamar dan
disimpan di tempat yang terlindung dari sinar matahari serta sambil
sesekali dikocok. Kemudian disaring melalui kertas saring dan pelarut
diuapkan dalam water bath pada suhu 400 C hingga diperoleh ekstrak
kental.

3.2.2.5 Pembuatan Larutan DPPH (Molyneux, 2004)


Sebanyak 39,3 mg serbuk DPPH dilarutkan dengan metanol di
gelas kimia. Kemudian dimasukkan ke labu ukur 100 ml dan ditambahkan
metanol sampai tanda batas, sehingga diperoleh larutan DPPH dengan
konsentrasi 0,1 mM. Larutan DPPH 0,1 mM digunakan sebagai larutan
yang direaksikan dengan larutan uji dan pada penentuan panjang
gelombang.

3.2.2.6 Pembuatan Larutan Uji


Sebanyak 50 mg masing-masing ekstrak ditambah dengan metanol
dalam labu ukur 25 mL sehingga diperoleh konsentrasi 200 ppm (larutan
induk). Kemudian dilakukan pengenceran dalam labu ukur 25 mL dengan
menambahkan metanol sampai tanda batas. Larutan uji masing-masing
ekstrak antioksidan dibuat dalam konsentrasi 10 ppm, 30 ppm, 50 ppm,
dan 70 ppm.
27

3.2.2.7 Pembuatan Larutan Vitamin C Sebagai Kontrol Positif dan


Pembanding
Sebanyak 5 mg serbuk vitamin C dilarutkan dengan metanol dan
dimasukkan ke labu ukur 50 ml. Kemudian ditambahkan metanol hingga
tanda batas dan dihomogenkan, sehingga diperoleh larutan induk 100
ppm. Larutan induk yang diperoleh kemudian diencerkan dengan variasi
konsentrasi 2 ppm, 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm.

3.2.2.8 Penentuan Panjang Gelombang Optimum


Sebanyak 2 mL larutan DPPH 0,1 mM dan ditambahkan dengan 2
mL metanol. Setelah dibiarkan selama 30 menit ditempat gelap pada suhu
370 C, serapan larutan diukur dengan spektrofotometer UV-Vis
(Spectrophotometer Apel PD-303 S) pada panjang gelombang 500-570
nm.

3.2.2.9 Pengujian Aktivitas Antioksidan dengan Metode 2,2-difenil-


1-pikrilhidrazil (DPPH)
Penentuan aktivitas antioksidan dilakukan dengan cara 2 mL
larutan DPPH 0,1 mM ditambah dengan masing-masing 2 mL larutan uji
(larutan uji ekstrak mengkudu 100% (M), kopi 100% (K), kopi 90%
ditambah mengkudu 10% (KM1), kopi 80% ditambah mengkudu 20%
(KM2), kopi 70% ditambah mengkudu 30% (KM3), kopi 60% ditambah
mengkudu 40% (KM4), dan kopi 50% ditambah mengkudu 50% (KM5))
konsentrasi 10 ppm, 30 ppm, 50 ppm, 70 ppm. Kemudian campuran
tersebut diinkubasi selama 30 menit pada suhu 370 C. Larutan ini
kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum.
Larutan blanko dibuat dengan cara 2 ml larutan DPPH 0,1 mM
ditambahkan 2 ml metanol. Selanjutnya dilakukan penentuan persentase
inhibisi terhadap radikal DPPH dari nilai absorbansi larutan blanko dan
larutan uji.
28

Absorbansi DPPH kontrol (blanko)– Absorbansi DPPH sisa


% Inhibisi = 100%
Absorbansi DPPH kontrol (blanko)
 Absorbansi kontrol (blanko) = absorbansi DPPH tanpa
penambahan larutan uji
 Absorbansi DPPH sisa = absorbansi DPPH setelah penambahan
larutan uji

Nilai konsentrasi larutan uji dan persen inhibisinya diplot masing-


masing pada sumbu x dan y pada persamaan regresi linear. Persamaan
regresi linear yang diperoleh dalam bentuk persamaan y = mx + c
digunakan untuk mencari nilai IC50 (inhibitor concentration 50%) dari
masing-masing sampel dengan menyatakan nilai y sebesar 50 dan nilai x
yang akan diperoleh sebagai IC50. Nilai IC50 menyatakan besarnya
konsentrasi larutan uji yang dibutuhkan untuk mereduksi radikal bebas
DPPH sebesar 50%.

3.2.2.10 Ekstraksi Kafein


Sebanyak 1 gram serbuk kopi 100% (K) dimasukkan ke dalam
gelas kimia. Kemudian ditambahkan 150 mL akuades panas (90 0 C)
kedalamnya sambil diaduk menghasilkan larutan sampel. Larutan sampel
yang masih panas disaring melalui corong dengan kertas saring ke dalam
erlenmeyer. Hasil penyaringan larutan sampel ditambahkan 1,5 g padatan
kalsium karbonat (CaCO3) dan diaduk. Setelah kalsium karbonat (CaCO3)
larut semua, dimasukkan ke dalam corong pisah. Selanjutnya dilakukan
ekstraksi sebanyak 4 kali. Tiap kali ekstraksi dilakukan dengan
penambahan 25 mL kloroform. Pada proses ekstraksi akan terdapat dua
lapisan, yaitu bagian atas dan bawah. Lapisan bagian bawah yang diambil
dan kemudian ekstrak (fase kloroform) ini diuapkan hingga kloroform
menguap seluruhnya, sehingga didapatkan ekstrak kafein bebas pelarut
(Maramis, 2013). Dilakukan juga hal yang sama pada dan serbuk kopi
90% ditambah mengkudu 10% (KM1), kopi 80% ditambah mengkudu 20%
29

(KM2), kopi 70% ditambah mengkudu 30% (KM3), kopi 60% ditambah
mengkudu 40% (KM4), dan kopi 50% ditambah mengkudu 50% (KM5).

3.2.2.11 Pembuatan Larutan Standar Kafein


Awalnya dibuat larutan induk dengan konsentrasi 1000 ppm.
Pembuatan larutan dilakukan dengan cara menimbang serbuk kafein
standar sebanyak 250 mg, lalu dimasukkan ke dalam gelas kimia dan
dilarutkan dengan aquades secukupnya. Setelah semua kafein standar
larut, dimasukkan ke dalam labu ukur 250 mL. Ditambahkan akuades
hingga tanda batas dan dihomogenkan (Maramis, 2013). Setelah didapat
larutan induk, kemudian dibuat larutan standar yaitu sebanyak 5 mL
larutan induk 1000 ppm dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL, kemudian
ditambahkan akuades hingga tanda batas dan dihomogenkan. Setelah itu
diambil sebanyak: 0,5; 1; 1,5; 2; 2,5; 3; 3,5; 4 mL kemudian dimasukkan
ke labu ukur 50 mL. Ditambahkan akuades hingga tanda batas, lalu
dihomogenkan. Konsentrasi larutan standar yang diperoleh berturut-turut
adalah : 1; 2; 3; 4; 5; 6; 7; 8 ppm.

3.2.2.12 Penentuan Panjang Gelombang optimum


Deteksi absorbansi larutan standar dilakukan pada rentang
panjang gelombang 250-300 nm dengan menggunakan spektrofotometer
UV-Vis (Biospectrometer Appendorf). Larutan standar yang digunakan
adalah larutan standar kafein 8 ppm.

3.2.2.13 Pembuatan Kurva Standar


Kurva standar menghubungkan nilai absorbansi dengan
konsentrasi dari masing – masing larutan standar. Pembuatan kurva
standar menggunakan larutan standar yang sudah dibuat, yaitu dengan
konsentrasi 1; 2; 3; 4; 5; 6; 7; 8 ppm. Setiap larutan standar diukur
absorbansinya pada panjang gelombang maksimum yang didapat pada
penelitian ini.
30

3.2.2.14 Penentuan Kadar Kafein Tiap Sampel


Uji ini dilakukan dengan pembacaan serapan sinar (absorbansi)
masing-masing sampel dari ektrak kafein bebas pelarut (ekstrak kafein
kopi 100% (K), kopi 90% ditambah mengkudu 10% (KM1), kopi 80%
ditambah mengkudu 20% (KM2), kopi 70% ditambah mengkudu 30%
(KM3), kopi 60% ditambah mengkudu 40% (KM4), dan kopi 50% ditambah
mengkudu 50% (KM5)). Ekstrak kafein bebas pelarut masing-masing
dilarutkan dengan aquades 100 dalam labu ukur. Setelah dilakukan
pelarutan, kemudian diencerkan dengan cara mengambil 0,2 mL dari
larutan kafein 100 ml tersebut ke dalam 6 mL aquades. Setelah itu
absorbansi diukur dengan spketrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang yang didapat pada penelitian. Blanko serapan yang
digunakan yaitu akuades. Setelah nilai absorbansi didapat, kemudian
dihitung kadar kafein dari nilai serapan masing-masing sampel (Maramis,
2013).
31

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penentuan Aktivitas Antioksidan


4.1.1 Ekstraksi Senyawa Antioksidan
Proses ekstraksi senyawa antioksidan dilakukan dengan cara
maserasi. Pelarut yang digunakan adalah metanol. Pemilihan metanol
sebagai pelarut dalam proses maserasi dikarenakan metanol memiliki
tingkat kepolaran yang relatif sama dengan senyawa antioksidan yang
akan diekstrak. Metanol digunakan untuk mengekstrak senyawa yang
bersifat polar (Yuhernita, 2011). Pada penelitian ini senyawa yang
diinginkan yaitu senyawa antioksidan pada kopi dan mengkudu yaitu
polifenol yang bersifat polar (Kumalaningsih, 2006). Selain itu metanol
adalah senyawa yang relatif mudah menguap (volatil) karena memiliki titik
didih yang rendah 64,70 C (Ibrahim, 2013), sehingga akan memudahkan
dalam proses penguapan pelarut.
Maserasi dilakukan dengan perbandingan sampel dan pelarut 1:7.
Setiap 20 gram sampel dimaserasi dalam 140 ml metanol. Sampel yang
dimaserasi sebanyak 7 sampel, yaitu sampel mengkudu 100% (M), kopi
100% (K), kopi 90% ditambah mengkudu 10% (KM1), kopi 80% ditambah
mengkudu 20% (KM2), kopi 70% ditambah mengkudu 30% (KM3), kopi
60% ditambah mengkudu 40% (KM4), dan kopi 50% ditambah mengkudu
50% (KM5). Setiap sampel dengan masing-masing penambahan
mengkudu dibuat dalam tiga pengulangan. Tiga pengulangan yang
dimaksud adalah sampel kopi 90% yang ditambah mengkudu 10% (KM1)
dibuat sebanyak tiga sampel sehingga ada 3 sampel KM1 yang
dimaserasi, begitu juga dengan sampel lainnya.

Gambar 4.1 Maserasi dengan metanol


32

Dalam proses maserasi dilakukan pengadukan sesekali agar senyawa


yang diinginkan terekstrak oleh pelarut pengekstrak. Maserasi dilakukan
selama 5 hari pada suhu ruang untuk memaksimalkan ekstraksi sampel
karena dengan jangka waktu tersebut filtrat metanol sudah berkurang
warnanya, artinya pelarut maksimal dalam mengambil senyawa-senyawa
dalam sampel. Teknik ekstraksi dengan metode maserasi memiliki
keunggulan yaitu dapat menghindari rusaknya senyawa-senyawa yang
tidak tahan panas, namun memiliki kelemahan yaitu membutuhkan waktu
yang cukup lama (Sukohar, 2011). Hasil maserasi disaring dan dipekatkan
dalam waterbath pada suhu 400 C sehinga diperoleh ekstrak kental
metanol. Penguapan pelarut dilakukan pada suhu ± 40°C bertujuan untuk
mencegah dekomposisi senyawa yang terkandung di dalamnya (Sukohar,
2011). Kemudian dilakukan uji aktivitas antioksidan pada ekstrak kental
dengan metode DPPH.

4.1.2 Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode 2,2-difenil-1-


pikrilhidrazil (DPPH)
Pengukuran aktivitas antioksidan dalam menangkal radikal bebas
dapat dilakukan dengan bermacam metode, seperti DPPH, ORAC, ABTS
(TEAC), Cupric Ion Reducing Antioxidant (CUPRAC) dan Ferric Reducing
Ability of Plasma (FRAP). Metode yang digunakan pada penentuan
aktivitas antioksidan sampel yang diduga mengandung antioksidan pada
penelitian ini adalah metode DPPH dengan menggunakan DPPH (2,2-
difenil-1-pikrilhidrazil) sebagai radikal bebas. Metode ini dipilih karena
memiliki beberapa kelebihan seperti teknis yang sederhana, dapat
dikerjakan dengan cepat dan hanya membutuhkan spektrofotometer UV-
Vis (Karadag, dkk., 2009). Pengujian aktivitas antioksidan diawali dengan
menentukan panjang gelombang optimum larutan DPPH dengan
menggunakan larutan DPPH 0,1 mM dalam metanol. Penentuan panjang
gelombang optimum dilakukan dengan mengukur absorbansi larutan
DPPH pada rentang panjang gelombang 500-570 nm.
33

0,800
0,700
0,600
Absorbansi

0,500
0,400
0,300
0,200
0,100
0,000
490 500 510 520 530 540 550 560 570 580
λ (nm)

Gambar 4.2 Grafik Penentuan Panjang Gelombang Optimum


DPPH dalam Metanol

Pemilihan panjang gelombang dari rentang 500-570 nm


dikarenakan rentang tersebut merupakan bagian dari panjang gelombang
daerah sinar tampak/ visible (400-750 nm). Larutan DPPH merupakan
larutan berwarna, sehingga pengukuran absorbansi dilakukan pada
daenar sinar tampak. Warna yang tampak atau warna komplementer dari
larutan DPPH adalah warna ungu (violet). Warna komplementer dari
warna ungu adalah warna hijau. Warna hijau inilah yang akan menyerap
cahaya pada panjang gelombang tertentu. Warna hijau menyerap cahaya
pada rentang 500-560 nm (Khopkar, 2002). Oleh karena itu panjang
gelombang optimum larutan DPPH ditentukan pada rentang 500-570 nm.
Panjang gelombang optimum adalah panjang gelombang dengan
absorbansi maksimum (Ibrahim, 2013). Dari hasil pengukuran absorbansi
larutan DPPH didapat bahwa absorbansi maksimum pada panjang
gelombang 517 nm, sehingga panjang gelombang 517 nm dipilih sebagai
panjang gelombang optimum yang digunakan pada penentuan aktivitas
antioksidan. Pengukuran aktivitas antioksidan secara spektofotometri
menggunakan DPPH telah dilakukan dalam beberapa penelitian.
Penelitian oleh Marzuki, dkk (2012) tentang pengukuran kapasitas
34

antioksidan dengan metode DPPH juga menggunakan panjang


gelombang 517 nm sebagai panjang gelombang optimum.
Pengukuran aktivitas antioksidan dilakukan dengan mereaksikan
larutan DPPH 0,1 mM dan masing-masing larutan uji serta diinkubasi
selama 30 menit pada suhu 370 C. Larutan uji adalah larutan yang dibuat
dari ekstrak kental masing-masing sampel yang dilarutkan dalam metanol
dengan berbagai konsentrasi. Larutan blanko yang digunakan adalah
larutan DPPH 0,1 mM dengan penambahan metanol (tanpa penambahan
larutan uji). Tujuan dilakukan inkubasi adalah untuk memberikan waktu
agar larutan uji yang berperan sebagai antioksidan dapat bereaksi dengan
larutan DPPH dan suhu 370 C untuk mempercepat reaksinya. Inkubasi
dilakukan pada tempat gelap dikarenakan DPPH merupakan radikal
bebas yang bersifat peka terhadap cahaya.
Untuk mendapatkan data kuantitatif uji aktivitas antioksidan,
dilakukan pengukuran absorbansi DPPH pada panjang gelombang 517
nm. Absorbansi DPPH yang terukur adalah absorbansi dari DPPH yang
tersisa setelah ditambahkan/ atau bereaksi dengan larutan uji. Dari nilai
absorbansi DPPH sisa dapat diketahui aktivitas antioksidan tiap larutan uji
dalam menghambat radikal bebas DPPH. Dari nilai absorbansi yang
diperoleh lalu dihitung persen inhibisi (peredaman) terhadap radikal bebas
DPPH, yaitu besarnya aktivitas senyawa antioksidan yang dapat
menangkap radikal bebas DPPH. Persen inhibisi diperoleh dengan rumus:

Absorbansi DPPH kontrol (blanko)– Absorbansi DPPH sisa


% Inhibisi = 100%
Absorbansi DPPH kontrol (blanko)

 Absorbansi kontrol (blanko) = absorbansi DPPH tanpa


penambahan larutan uji
 Absorbansi DPPH sisa = absorbansi DPPH setelah
penambahan arutan uji
35

Setelah mendapatkan nilai persen inhibisi, parameter yang umum


digunakan untuk mengetahui besarnya aktivitas antioksidan pada suatu
ekstrak bahan adalah dengan menentukan nilai inhibitor concentration
50% (IC50) bahan antioksidan tersebut. IC50 merupakan nilai yang
menunjukkan konsentrasi ekstrak yang mampu menghambat aktivitas
radikal sebesar 50% (Molyneux, 2004). Masing-masing nilai %inhibisi dan
konsentrasi yang telah dikatahui diplot pada grafik sehingga didapat
persamaan garis linier y = mx+c. Dengan mengganti y dengan 50 dari
persamaan garis linier, maka akan didapat nilai x yang merupakan nilai
IC50. Hasil perhitungan nilai IC50 dapat dilihat pada gambar 4.3.

300
244,28

200
IC50 (ppm)

84,43
100 54,29
47,57 39,21 42,23 48,04
8,55
0
K KM1 KM2 KM3 KM4 KM5 M Vit C
Sampel
*Keterangan:
Sampel K = 100% kopi, KM1 = kopi 90% ditambah mengkudu 10%, KM2 =
kopi 80% ditambah mengkudu 20%, KM3 = kopi 70% ditambah
mengkudu 30%, KM4 = kopi 60% ditambah mengkudu 40%, KM5 = kopi
50% ditambah mengkudu 50%, M = 100% mengkudu

Gambar 4.3 Nilai IC50 Sampel (Kopi, mengkudu, kopi ditambah mengkudu) dan Vitamin C

Dari hasil yang diperoleh diketahui bahwa makin besar persen


inhibisi maka nilai IC50 semakin kecil. Nilai IC50 yang kecil menandakan
suatu senyawa antioksidan sudah dapat menghambat radikal bebas
sebanyak 50% dengan konsentrasi kecil. Semakin besar persen inhibisi
dan semakin kecil nilai IC50, maka semakin kuat aktivitas antioksidan
senyawa tersebut. Penelitian ini menggunakan antioksidan vitamin C
sebagai pembanding dan kontrol positif. Vitamin C yang digunakan adalah
36

vitamin C standar yang berupa serbuk berwarna putih kekuningan. Pada


Pengujian aktivitas antioksidan pada sampel uji dengan berbagai
konsentrasi didapat bahwa pada konsentrasi yang tertinggi menunjukkan
aktivitas antioksidan yang lebih tinggi, tetapi apabila dibandingkan dengan
vitamin C standar, sampel uji mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih
rendah.
Dari gambar 4.3 dapat dilihat bahwa nilai IC50 kopi yang ditambah
10% dan 20% mengkudu relatif lebih besar dibanding kopi sebagai
kontrol. Hal ini berarti pada penambahan 10% dan 20% mengkudu
menurunkan aktivitas antioksidan kopi. Namun, pada penambahan 20%
mengkudu aktivitas antioksidan lebih besar jika dibandingkan dengan
penambahan 10% mengkudu, yang berarti aktivitas antioksidan berangsur
naik seiring banyaknya penambahan mengkudu. Selanjutnya aktivitas
antioksidan pada kopi meningkat pada penambahan 30% mengkudu.
Tidak berbeda jauh dengan penambahan 30% mengkudu, aktivitas
antioksidan kopi dengan penambahan 40% mengkudu juga meningkat.
Akan tetapi aktivitas antioksidan kopi dengan penambahan 40%
mengkudu menurun jika dibandingkan dengan penambahan 30%
mengkudu. Aktivitas antioksidan menurun dengan penambahan 50%
mengkudu pada kopi.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa penambahan mengkudu
dapat menurunkan maupun menaikkan aktivitas antioksidan kopi, dengan
kenaikan antioksidan optimal pada penambahan 30% mengkudu. Suatu
senyawa dikatakan sebagai antioksidan sangat kuat jika nilai IC 50 bernilai
kurang dari 50 ppm, sedang jika bernilai 100-150 ppm, dan lemah jika
bernilai 150-200 ppm (Mardawati, 2008). Dari nilai IC50 sebesar 39,21 ppm
dapat dikatakan penambahan 30% mengkudu terhadap kopi memberikan
aktivitas antioksidan yang sangat kuat. Nilai IC50 sebesar 39, 21 ppm
menunjukkan bahwa larutan uji dari ekstrak kopi dengan penambahan
30% mengkudu telah dapat meredam DPPH sebesar 50% pada
37

konsentrasi 39,21 ppm. Aktivitas antioksidan tentunya terkait dengan


kandungan antioksidan pada tiap sampel.

4.1.3 Senyawa Antioksidan pada Kopi dan Mengkudu


Dari hasil uji aktivitas antioksidan diketahui bahwa semua sampel
mengandung antioksidan, akan tetapi aktivitas antioksidan masing-masing
berbeda. Mengkudu memiliki aktivitas antioksidan yang lebih kecil
dibanding kopi. Dalam penelitian oleh Nji (2005) diketahui bahwa IC50 dari
fraksi etanol ekstrak buah mengkudu adalah sebesar 243,5 ppm, tidak
berbeda jauh dari hasil pada penelitian ini.
Perbedaan aktivitas antioksidan terkait dengan kandungan
antioksidan pada mengkudu dan kopi. Mengkudu mengandung
antioksidan berupa asam askorbat. Pada penelitian ini kadar asam
askorbat (vitamin C) pada buah mengkudu kemungkinan menurun
dikarenakan sifat vitamin C yang mudah hilang oleh pengolahan maupun
pengeringan (Poedjiadi, 1994). Kadar vitamin C yang tersisa jauh lebih
kecil dibandingkan dengan kadarnya dalam bahan segar (Kumalaningsih,
2006). Pengolahan yang menyebabkan kadar vitamin C pada bahan
menurun dikarenakan oleh proses oksidasi vitamin C. Pada proses
persiapan serbuk mengkudu yaitu saat pengeringan mengkudu terkena
udara yang menyebabkan vitamin C teroksidasi. Proses oksidasi vitamin C
pada gambar 4.4.
38

-2H+ -2e

+2H+ +2e

L-Asam Askorbat L-Asam Dehidroaskorbat


Oksidasi

Asam diketogulonat

Gambar 4.4 Reaksi Oksidasi L-asam askorbat (Zackiyah, 2005)

Pada buah mengkudu terdapat antioksidan lain selain asam


askorbat. Diduga aktivitas antioksidan ini yang juga terukur pada
penentuan aktivitas antioksidan buah mengkudu, yaitu selenium (dalam
bentuk selenoisten), americanin A, dan rutin (Zackiyah, 2005). Struktur
molekul ketiga antioksidan pada buah mengkudu dapat dilihat pada
gambar 4.5.
H O
HN
2 C COOH C H
HO
CH 2

SeH
(b)
(a)

(c)
Gambar 4.5 Struktur selenoistein (a), americanin A (b), dan rutin (c)
(Zackiyah, 2005)
39

Pada penelitian ini didapat bahwa kopi memiliki aktivitas


antioksidan yang lebih besar daripada mengkudu. Di dalam biji kopi
terdapat antioksidan yaitu asam klorogenat. Selain kafein, asam
klorogenat merupakan kandungan terbesar pada kopi. Asam klorogenat
termasuk golongan senyawa polifenol yang memiliki aktivitas antioksidan
dan kandungan polifenol kopi robusta lebih tinggi dibandingkan kopi
arabika ataupun tanaman lain (Johnston, 2003). Struktur molekul asam
klorogenat dapat dilihat pada gambar 4.6.

Gambar 4.6 Struktur Asam Klorogenat (Ciptaningsih, 2012)

Sebelum diolah menjadi serbuk, biji kopi mengalami proses


penyangraian terlebih dahulu. Penyangraian ini akan menaikkan total
aktivitas antioksidan. Penyangraian tingkat sedang-gelap akan
mengoptimalkan aktivitas antioksidan. Beberapa penelitian di enam
negara berbeda menunjukkan kopi jenis robusta memiliki aktivitas
antioksidan lebih tinggi dibanding arabika. Selain itu kopi yang disangrai
memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi pula daripada biji kopi hijau
(belum disangrai) (Ciptaningsih, 2012).
Pada penelitian ini suhu sangrai yang digunakan adalah 200o C
yang tergolong suhu sangrai tingkat gelap. Penyangraian ringan hingga
sedang secara signifikan memberikan aktivitas antioksidan yang lebih
tinggi dibanding kopi hijau. Akan tetapi pada proses penyangraian terjadi
penurunan kandungan asam klorogenat sebesar 19% pada penyangraian
ringan dan 45% pada penyangraian sedang. Diduga ada senyawa lain
yang berkontribusi terhadap aktivitas antioksidan, yaitu melanoidin.
40

Melanoidin adalah biopolimer berwarna coklat yang terbentuk selama


proses penyangraian yang jumlahnya bisa meningkat hingga 25%.
Diketahui pula bahwa melanoidin secara signifikan menunjukan aktivitas
antioksidan (Ciptaningsih, 2012).

Gambar 4.7 Struktur Umum Melanoidin (Santal, 2013)

Antioksidan pada mengkudu dan kopi termasuk dalam metabolit


sekunder golongan polifenol. Americanin A dan rutin pada mengkudu
merupakan golongan flavonoid (Indraswati, 2008) dan asam klorogenat
pada kopi merupakan golongan fenolik turunan asam sinamat
(Nurhidayah, 2009). Sesuai dengan hasil yang diperoleh pada penelitian
ini dapat dikatakan bahwa asam klorogenat dan melanoidin pada kopi
memiliki aktivitas antioksidan lebih kuat dibandingkan dengan aktivitas
antioksidan pada mengkudu. Hal ini terkait dengan struktur senyawa
antioksidan pada kopi dan mengkudu. Pada senyawa polifenol, aktivitas
antioksidan berkaitan erat dengan struktur rantai samping dan juga
substitusi pada cincin aromatiknya. Kemampuannya untuk bereaksi
dengan radikal bebas DPPH dapat mempengaruhi urutan kekuatan
antioksidannya. Aktivitas peredaman radikal bebas senyawa polifenol
dipengaruhi oleh jumlah dan posisi hidrogen fenolik dalam molekulnya.
Dengan demikian aktivitas antioksidan yang lebih tinggi akan dihasilkan
41

pada senyawa fenolik yang mempunyai jumlah gugus hidroksil (gugus


OH) yang lebih banyak pada inti flavonoidnya (Yuhernita, 2011).
Senyawa fenolik mempunyai kemampuan untuk menyumbangkan
hidrogen, maka aktivitas antioksidan senyawa fenolik dapat dihasilkan
pada reaksi netralisasi radikal bebas yang mengawali proses oksidasi
atau pada penghentian reaksi radikal berantai yang terjadi. Sifat
antioksidan dari flavonoid berasal dari kemampuan untuk mentransfer
sebuah elektron ke senyawa radikal bebas dan juga membentuk kompleks
dengan logam yang menyebabkan flavonoid dapat menghambat
peroksidasi lipid, menekan kerusakan jaringan oleh radikal bebas dan
menghambat aktivitas beberapa enzim (Yuhernita, 2011). Seperti yang
terlihat pada gambar 4.3 aktivitas antioksidan kopi meningkat dengan
penambahan 30% dan 40% mengkudu. Hal ini menunjukkan bahwa pada
penambahan mengkudu, senyawa antioksidan dari kopi dan mengkudu
dapat bersama-sama meredam radikal DPPH dengan kuat.
Kemampuan antioksidan berbeda satu sama lain. Seringkali
kombinasi beberapa jenis antioksidan memberikan perlindungan yang
lebih baik terhadap oksidasi dibanding dengan satu jenis antioksidan saja.
Sebagai contoh asam askorbat seringkali dicampur dengan senyawa
antioksidan golongan fenolik untuk mencegah reaksi oksidasi lemak
(Kumalaningsih, 2006). Mekanisme pertahanan antioksidan adalah
meredam radikal bebas dengan mendonorkan satu elektronnya. Molekul
antioksidan yang telah kehilangan satu elektronnya akan menjadi radikal
bebas yang baru, namun dianggap relatif stabil atau akan dinetralisir oleh
bantuan antioksidan lainnya (Medicinus, 2011). Diduga antioksidan pada
kopi dan mengkudu akan bersinergi dalam meredam radikal bebas DPPH.
Gabungan senyawa fenolik dan flavonoid dari kopi dan mengkudu yang
dibantu juga oleh asam askorbat, selenium dan melanoidin dapat
memberikan aktivitas antioksidan yang lebih baik. Akan tetapi aktivitas
antioksidan kopi menurun pada penambahan 10%, 20%, dan 50%
mengkudu. Hal ini menunjukkan terdapat takaran khusus antara senyawa
42

antioksidan satu dengan yang lain untuk menghasilkan aktivitas


antioksidan yang lebih baik. Diduga senyawa antioksidan dari 10% dan
20% mengkudu belum optimal dalam membantu senyawa antioksidan
pada kopi dalam menangkal radikal bebas, sedangkan senyawa
antioksidan dari 50% mengkudu malah membuat aktivitas antioksidan dari
kopi hilang atau bahkan bersifat prooksidan.

4.1.4 Reaksi Peredaman Radikal 2,2-difenil-1-pikrilhidrazil (DPPH)


Pada uji aktivitas antioksidan reaksi antara antioksidan dan DPPH
dapat diukur secara kuantitatif dari nilai absorbansi. Selain itu reaksi juga
dapat dilihat secara kualitatif dari perubahan warna sampel uji. Contoh
perubahan warna dapat dilihat pada gambar 4.8.

10 30 50 70
ppm ppm ppm ppm

Gambar 4.8 Warna Larutan Uji Kopi Setelah Direaksikan Dengan DPPH

Pada gambar 4.8 terlihat warna awal DPPH yaitu semakin


memudar dan menjadi warna kuning seiring kenaikan konsentrasi larutan
uji yang ditambahkan. Terjadinya penurunan absorbansi dan perubahan
warna pada sampel uji mengindikasikan adanya transfer elektron/ atom H
dari larutan uji sebagai antioksidan ke DPPH. Semakin tinggi konsentrasi
larutan uji berarti semakin banyak pula senyawa yang akan
menyumbangkan elektron atau atom hidrogennya kepada radikal bebas
DPPH, yang turut menyebabkan pemudaran warna pada DPPH. Reaksi
43

yang terjadi antara radikal DPPH dan senyawa antioksidan secara umum
dapat dilihat pada gambar 4.9.

RH R*

Gambar 4.9 Reaksi Peredaman Radikal DPPH oleh Senyawa Antioksidan


(Prakash, dkk., 2001)

Berdasarkan reaksi di atas, senyawa antioksidan (RH) melepas


atom hidrogen menjadi radikal senyawa antioksidan (R*). DPPH
merupakan radikal bebas yang direaksikan dengan senyawa antioksidan
dan menjadi DPPH bentuk tereduksi (DPPH-H). Mekanisme penangkapan
radikal DPPH, yaitu melalui donor atom H dari senyawa antioksidan yang
menyebabkan peredaman warna radikal pikrilhidrazil yang berwarna ungu
menjadi pikrilhidrazil berwarna kuning yang nonradikal (Molyneux, 2004).
Pada penelitian ini diketahui senyawa yang berperan sebagai
antioksidan adalah golongan polifenol, yaitu flavonoid dan asam
klorogenat. Senyawa golongan polifenol memiliki gugus OH pada struktur
cincin benzenanya. Atom H dari gugus OH ini yang akan meredam radikal
DPPH. Radikal DPPH akan direduksi oleh senyawa antioksidan dari kopi
dan mengkudu. Reaksi antara senyawa polifenol dengan DPPH dapat
dilihat pada gambar 4.10.
44

OH
OH

Polifenol
DPPH

O*
OH
+

Radikal Polifenol
DPPH-H

O*
OH

Radikal Polifenol
DPPH

O*
O*
+

Radikal Polifenol

DPPH-H
O* O
O* O

Gambar 4.10 Proses Peredaman Radikal DPPH oleh Senyawa Polifenol


45

4.2 Penentuan Kadar Kafein


4.2.1 Ekstraksi Kafein
Penentuan kadar kafein sampel dilakukan dengan metode
ekstraksi. Ekstraksi masing-masing sampel dilakukan dengan tiga kali
pengulangan. Pada proses ekstraksi dilakukan dengan melarutkan
masing-masing sampel dengan aquades panas (900 C). Kafein akan larut
di dalam air biasa maupun air panas. Kelarutan kafein dalam air adalah
2,2 mg/ml pada suhu 250 C, 180 mg/ml pada suhu 800 C, dan 670 mg/ml
pada suhu 1000 C (Fieser, 1992). Pelarutan dengan air panas merupakan
proses ekstraksi awal yang disertai pengadukan agar kafein dari sampel
dapat terekstrak optimal dalam air panas. Setelah disaring, ekstrak air
kafein ditambahkan kalsium karbonat. Kalsium karbonat berfungsi untuk
memastikan bahwa zat yang bersifat asam tetap larut dalam air dan kafein
ada dalam basa bebas (Fieser, 1992).
Ekstrak air dan kalsium karbonat yang saling larut kemudian
dimasukkan ke corong pisah dan ditambahkan kloroform. Mulanya kafein
hanya terkonsentrasi pada air. Namun setelah corong pisah di kocok,
kafein yang ada dalam basa bebas akan terdistribusi menempati kedua
bagian pelarut dan mencapai kesetimbangan sebagian antara fasa air dan
fasa kloroform. Kafein akan lebih terdistribusi ke dalam pelarut dengan
tingkat kepolaran yang relatif sama dengannya. Kafein merupakan zat
organik yang bersifat nonpolar yang dapat larut dalam pelarut organik
kloroform yang bersifat nonpolar juga sesuai prinsip “like dissolved like”,
yang artinya suatu senyawa akan larut secara baik dalam pelarut yang
memiliki kepolaran yang relatif sama dengan senyawa tersebut (Ibrahim,
2013).
Pada proses ekstraksi pelarut semula, yaitu air tidak saling
bercampur dengan pelarut kedua, yaitu kloroform, dikarenakan air bersifat
polar dan kloroform bersifat nonpolar. Penggunaan kedua pelarut ini
sesuai dengan teknik ekstraksi . Kedua pelarut ini tidak saling bercampur
karena air yang bersifat polar dan kloroform bersifat nonpolar.
46

Penggunaan dua pelarut ini sesuai dengan prinsip ekstraksi, yaitu


senyawa yang akan diekstraksi kelarutannya harus lebih besar dalam
pelarut pengekstraksi dan antara kedua pelarut tidak saling bercampur
(Ibrahim, 2013). Dalam penelitian ini pelarut pengekstraksi adalah
kloroform. Dikarenakan kedua pelarut tidak saling bercampur, maka
terbentuk dua lapisan pada corong pisah yang terlihat di gambar 4.11.

Fase Air

Kalsium karbonat
(CaCO3) Fase Kloroform

Gambar 4.11 Ekstraksi kafein menggunakan corong pisah

Pengekstraksian akan lebih sempurna bila dilakukan berkali-kali


dibandingkan dengan hanya satu kali ekstraksi. Sebagai contoh, ekstraksi
sebanyak empat kali menggunakan 25 mL pelarut tiap ekstraksinya akan
lebih baik dibandingkan dengan hanya satu kali ekstraksi menggunakan
100 ml pelarut (Ibrahim, 2013). Pada penelitian ini proses ekstraksi
dilakukan sebanyak empat kali, dengan penambahan 25 ml kloroform
pada tiap proses ekstraksinya. Hal ini dilakukan agar kafein terekstrak
optimal. Setiap penambahan kloroform dilakukan pengocokan sehingga
terjadi kesetimbangan konsentrasi zat yang diekstraksi pada dua lapisan
yang terbentuk. Lapisan bagian bawah yaitu fase kloroform diambil dan
diuapkan. Kloroform diuapkan hingga hanya ekstrak kafein yang
tertinggal. Ekstrak kafein bebas pelarut yang didapat berbentuk seperti
jarum-jarum dan berwarna kecoklatan yang disebabkan karena pengaruh
47

penyangraian kopi. Penyangraian pada kopi mengubah biji kopi yang


awalnya berwarna hijau (green bean) menjadi warna kecoklatan. Kafein
hasil ekstraksi yang sudah bebas pelarut kemudian dilarutkan dalam
aquades.

4.2.2 Uji Kadar Kafein


Pada pengukuran kuantitatif berupa pengukuran absorbansi
dilakukan penentuan panjang gelombang optimum kafein terlebih dahulu
menggunakan larutan kafein standar 8 ppm.
0,500

0,400
Absorbansi

0,300

0,200

0,100

0,000
245 250 255 260 265 270 275 280 285 290 295 300 305
λ (nm)

Gambar 4.12 Grafik Penentuan Panjang Gelombang Optimum


Larutan Kafein Standar

Penentuan panjang gelombang optimum dilakukan pada rentang


250-300 nm karena larutan tidak berwarna atau bening. Pada metode
spektrofotometri, larutan tidak berwarna/ bening dapat diukur pada daerah
sinar UV (200-400 nm). Dari hasil pengukuran didapat absorbansi
maksimum pada panjang gelombang 274 nm, sehingga panjang
gelombang tersebut digunakan pada analisis kuantitatif kadar kafein.
Panjang gelombang yang digunakan pada penelitian ini berbeda dengan
panjang gelombang yang digunakan pada penelitian oleh Maramis (2013)
yaitu 275 nm. Hal ini bisa saja terjadi karena sentivitas terhadap analit
berbeda pada tiap alat.
48

Pada pengujian kuantitatif kafein dilakukan pembuatan kurva


standar larutan kafein. Larutan standar kafein dibuat dengan konsentrasi
1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 ppm, yang memberikan persamaan garis y = 0,054x -
0,023 dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,973. Hasil pengukuran
larutan standar kafein dapat dilihat pada gambar 4.13.
0,45
0,40 y = 0,054x - 0,023
R² = 0,973
0,35
0,30
Absorbansi

0,25
0,20
0,15
0,10
0,05
0,00
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Konsentrasi (ppm)

Gambar 4.13 Kurva Standar Larutan Kafein

Pada gambar 4.13 terlihat bahwa masing-masing larutan kafein


standar dengan berbagai konsentrasi memberikan absorbansi yang
berbeda-beda, dimana makin tinggi konsentrasi larutan kafein maka
absorbansi juga semakin besar. Dari nilai absorbansi standar ini akan
dijadikan acuan dalam penentuan kadar kafein tiap sampel yang dianalisa
pada penelitian ini.
Hal yang perlu diperhatikan dalam persiapan sampel sebelum
dianalisis secara spektrofotometri UV-Vis yaitu pemilihan pelarut dan
proses pengenceran (Ibrahim, 2013). Ekstrak kafein yang sebelumnya
sudah dilarutkan dengan aquades diencerkan terlebih dahulu.
Pengenceran ini dilakukan agar absorbansi tidak terlalu tinggi dan
menyamai rentang absorbansi pada kurva standar yang telah dibuat. Tiap
sampel diukur absorbansinya. Dari nilai absorbansi dilakukan perhitungan
49

sehingga diperoleh kadar kafein masing-masing sampel yang dapat dilihat


pada gambar 4.14.
2,00% 1,81%
1,80% 1,67%
1,60% 1,45%
1,30%
Kadar Kafein (%)

1,40%
1,20% 1,12%
0,93%
1,00%
0,80%
0,60%
0,40%
0,20%
0,00%
K KM1 KM2 KM3 KM4 KM5
Sampel

*Keterangan:
Sampel K = 100% kopi, KM1 = kopi 90% ditambah mengkudu 10%, KM2 =
kopi 80% ditambah mengkudu 20%, KM3 = kopi 70% ditambah
mengkudu 30%, KM4 = kopi 60% ditambah mengkudu 40%, KM5 = kopi
50% ditambah mengkudu 50%

Gambar 4.14 Kadar Kafein Sampel (kopi dan kopi ditambah mengkudu)

Dari gambar 4.14 dapat dilihat bahwa semakin banyak


penambahan mengkudu maka kadar kafein akan semakin menurun. Kopi
tanpa penambahan mengkudu yang digunakan sebagai kontrol memiliki
kadar kafein tertingi. Kafein termasuk dalam senyawa golongan alkaloid.
Alkaloid adalah senyawa-senyawa organik yang terdapat dalam tumbuh-
tumbuhan, bersifat basa dan struktur kimianya mempunyai sistem lingkar
heterosiklik dengan nitrogen sebagai hetero atomnya. Unsur-unsur
penyusun alkaloid adalah karbon, hidrogen, nitrogen, dan oksigen.
Adanya nitrogen dalam lingkar pada struktur kimia alkaloid menyebabkan
alkaloid tersebut bersifat alkali. Oleh karena itu golongan senyawa-
senyawa ini disebut alkaloid (Putri, 2014). Kafein adalah salah satu jenis
alkaloid yang banyak terdapat dalam biji kopi, daun teh dan biji coklat
(Maramis, 2013). Kopi mengandung kafein tetapi mengkudu tidak
mengandung kafein. Kadar kafein dipengaruhi oleh berat kopi bubuk yang
50

digunakan pada analisis (Maramis, 2013). Jika penambahan mengkudu


semakin banyak, maka keberadaan kopi dalam satu gram sampel
campuran kopi dan mengkudu yang digunakan pada analisa akan
semakin sedikit, sehingga menyebabkan kafein yang terekstrak akan
sedikit pula. Jadi pada penambahan mengkudu hanya mengurangi
keberadaan kopi dalam campuran kopi dan mengkudu, sehingga kadar
kafein pada campuran kopi dan mengkudu menurun. Dari hasil penelitian
yang diperoleh diketahui bahwa pada penambahan 50% mengkudu
terhadap kopi memiliki kadar kafein terendah, yaitu sebesar 0,93%.
Dalam dugaan awal, penambahan mengkudu dapat menurunkan
kadar kafein kopi dikarenakan kandungan enzim protease dalam
mengkudu tersebut. Pada penelitian Adrian, dkk. (2015) telah dilakukan
pemanfaatan buah mengkudu sebagai penghasil enzim protease. Selain
itu pada penelitian Ishartani, dkk. (2011) juga telah meneliti tentang
pemurnian enzim protease dari buah dan daun mengkudu. Menurut
Rohman (2013), pada penelitiannya kandungan kafein pada biji kopi
setelah fermentasi menggunakan bakteri proteolitik lebih rendah
dikarenakan kerja enzim protease pada biji yang mampu menguraikan
protein. Sekresi enzim protease memecah kandungan protein yang
terdapat pada biji kopi. Dalam Zohiroh (2013) juga menunjukkan jika
proses fermentasi secara enzimatis menggunakan bakteri proteolitik
dapat menurunkan kadar kafein pada biji kopi.
Dugaan awal bahwa penambahan mengkudu dapat menurunkan
kadar kafein kopi ternyata belum terbukti. Berbeda dengan penelitian
Rohman (2013) dan Zohiroh (2013), pada penelitian ini tidak ada lagi kerja
enzim protease dalam menurunkan kadar kafein kopi. Enzim protease dari
mengkudu sudah kehilangan fungsinya dikarenakan proses pengeringan
pada persiapan serbuk buah mengkudu, sehingga penambahan
mengkudu tidak mempengaruhi kadar kafein kopi. Pengeringan adalah
suatu metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari
suatu bahan dengan cara menguapkan air tersebut dengan menggunakan
51

energi panas. Tujuan dari pengeringan adalah mengurangi kadar air


bahan sampai batas dimana mikroorganisme dan kegiatan enzim yang
dapat menyebabkan pembusukan akan terhenti, dengan demikian bahan
yang dikeringkan dapat mempunyai waktu simpan yang lama (Riansyah,
dkk., 2013). Jadi, pada penelitian ini penambahan mengkudu tidak
mempengaruhi kadar kafein dari kopi tetapi mempengaruhi kadar kafein
dalam campuran kopi dan mengkudu.
52

BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil simpulan bahwa:

1. Pada penambahan mengkudu sebesar 10%, 20% dan 50% dapat


menurunkan aktivitas antioksidan kopi. Sedangkan penambahan
mengkudu sebesar 30% dan 40% dapat menaikkan aktivitas
antioksidan kopi.
2. Dapat dikatakan penambahan mengkudu berpengaruh pada kadar
kafein campuran kopi dan mengkudu, tetapi bukan terhadap kadar
kafein kopi.
3. Pada penentuan aktivitas antioksidan, penambahan 30% mengkudu
pada kopi memiliki aktivitas antioksidan terkuat. Pada penentuan
kadar kafein penambahan mengkudu tidak berpengaruh pada kadar
kafein kopi robusta, tetapi pada kadar kafein dalam campuran kopi
dan mengkudu dengan kadar kafein terendah pada penambahan
50% mengkudu pada kopi.

5.2 Saran

1. Sebaiknya untuk penelitian selanjutnya dilakukan perbandingan


penambahan mengkudu segar dan mengkudu yang sudah
dikeringkan terhadap aktivitas antioksidan dan kadar kafein kopi.

2. Pada pengeringan mengkudu sebaiknya dilakukan dengan metode


yang lebih canggih untuk menjaga ketersediaan antioksidan yang
terkandung dalam mengkudu.

3. Sebaiknya dilakukan uji lebih lanjut tentang kandungan antioksidan


yang terkandung pada kopi dan mengkudu serta pada kopi yang
sudah ditambah mengkudu.
53

DAFTAR PUSTAKA

Adrian, M.T., Azmy N. F., Faula L. N., Agustin K. W. 2015. Eksplorasi


Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) untuk Produksi Enzim
Protease dan Potensinya Sebagai Bahan Pengganti Rennet pada
Industri Keju. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 2 No.3:1136-1144

Andayani R, Lisawati Y, Maimunah. 2008. Penentuan aktivitas


antioksidan, kadar fenolat total dan likopen pada buah tomat
(Solanum Lycopersium L.). Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi
Vol.13 No. 1:1-9

Badan Koordinasi Penanam Modal. 2015. Realisasi Penanaman Modal


Januari-September 2015: Berdasarkan Sektor. Indonesia Investment
Coordinating Board

Ciptaningsih, Erna. 2012. Uji Aktivitas Antioksidan dan Karakteristik


Fitokimia pada Kopi Luwak Arabika dan Pengaruhnya terhadap
Tekanan Darah Tikus Normal dan Tikus Hipertensi. Tesis. Jakarta:
Universitas Indonesia

Dewi, Kurnia Harlina., Yessy Rosalina., Helmiyetti., Nusri, Ronni Armando


Siahaa. 2014. Karakteristik Sifat Fisik dan Kimia Kopi Herbal
“KOTEJA” dengan Bahan Berkhasiat Tambahan. Prosiding Seminar
dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI

Ditjen POM. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.


Cetakan Pertama. Jakarta:Departemen Kesehatan RI. Halaman 10-
12

Fieser, Louis F., Kenneth L. Williamson. 1992. Organic Experiment,


Seventh Edition. Lexington: D.C. Heath and Company

Fitri, Novianty Syah. 2008. Pengaruh Berat dan Waktu Penyeduhan


terhadapKadar Kafein dari Bubuk Teh. Skripsi. Medan: Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera
Utara

Hanifah, Nurul., Desy Kurniawati. 2013. Pengaruh Larutan Alkali dan


Yeast Terhadap Kadar Asam, Kafein, dan Lemak pada Proses
Pembuatan Kopi Fermentasi. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri Vol
2 No. 2 :162-168

Hariana, Arief. 2015. 262 Tumbuhan Obat dan Khasiatnya, cetakan


kedua. Jakarta: Penebar Swadaya
54

Hendayana, Sumar., Asep Kadarohman., AA Sumarna, Asep S. 1994.


Kimia Analitik Instrumen, edisi kesatu. Semarang: IKIP Semarang
Press
Hidayat, Syamsul. 2015. Kitab Tumbuhan Obat. Jakarta: AgriFilo

Ibrahim, Sanusi M., Marham Sitorus. 2013. Teknik Laboratorium Kimia


Organik. Yogyakarta: Graha Ilmu. ISBN 978-979-756-925-9

Indraswari, Arista. 2008. Optimasi Pembuatan Ekstrak Daun Dewandaru


(Eugenia uniflora L.) Menggunakan Metode Maserasi dengan
Parameter Kadar Total Senyawa Fenolik dan Flavonoid. Skripsi.
Surakarta: Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Inggrid, H Maria, Herry Santoso. 2014. Ekstraksi Antioksidan Dan
Senyawa Aktif Dari Buah Kiwi (Actinidia deliciosa). Bandung:
Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas
Katolik Parahyangan

Ishartani, D., Elfi, Nuri A., Dahrul S., 2011. Pemurnian Protease dari Buah
dan Daun Mengkudu (Morinda citrifolia L.). Jurnal Teknologi dan
Industri Pangan Vol. 22 No.1:78-84

Johnston, Kelly L, Michael N Clifford, Linda M Morgan. 2003. Coffee


Acutely Modifies Gastrointestinal Hormon Secretion and Glucose
Tolerance in Human: Glycemic Effect of Chlorogenic Acid and
Caffeine. Am J Clin Nutr Vol. 79 No. 4:728-33

Karadag, Ayse, Beraat Ozcelik , Sanim Saner. 2009. Review of Methods


to Determine Antioxidant Capacities. Food Analytical Methods. Vol. 2
:41-60

Khopkar, S.M. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press


Kumalaningsih, Sri. 2006. Antioksidan Alami. Surabaya: Trubus
Agrisarana. ISBN 979-3842-30-X

Lelyana,Rosa. 2008. Pengaruh Kopi Terhadap Kadar Asam Urat Darah.


Tesis. Semarang: Universitas Diponegoro.

Maramis, Rialita Kesia, et al. 2013. Analisis Kafein Dalam Kopi Bubuk Di
Kota Manado Menggunakan Spektrofotometri Uv-Vis. Jurnal Ilmiah
Farmasi, Vol. 2 No.4: 122-124

Mardawati, E. 2008. Kajian Aktivitas Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia


mangostana L) dalam Rangka Pemanfaatan Limbah Kulit Manggis di
Kecamatan Puspahiang Kabupaten Tasikmalaya. Bandung: Jurusan
55

Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas


Padjajaran

Marzuki, A., Hasyim, N., Sartini, Sapri. 2012. Uji Aktivitas Antioksidan
Ekstrak Etil Asetat Kayu Batang Banyuru Sulawesi (Pterospermum
Celebicum Miq.) Dengan Metode Penangkapan Radikal Bebas
DPPH (2,2-diphenyl1-picryl-hydrazyl). Majalah Farmasi dan
Farmakologi Vol. 16 No. 3:147 –150

Medicinus. 2011. Anti Aging. Scientific Journal Of Pharmaceutical


Development And Medical Applicacion

Molyneux P. 2004. The use of stable free radical diphenylpicrylhydrazyl


(DPPH) for estimating antioksidan activity. Songklanakarin J Sci
Technol Vol. 26 No. 2:211-219

Most, Clark F. 1988. Experimental Organic Chemistry. New York : John


Willey & Sons

Mulyono. 2009. Kamus Kimia. Jakarta: PT Bumi Aksara

Nji, Fo. 2005. Penentuan Aktivitas Antioksidan Pada Ekstrak Buah


Mengkudu (Morinda citrifolia L.) Menggunakan Radikal Bebas DPPH.
Skripsi. Semarang: Jurusan Kimia FMIPA Undip

Nurhidayah, Siti. 2009. Perbandingan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Pisang


Raja (Musa AAB ‘Pisang Raja’) dengan Vitamin A, Vitamin C dan
Katekin Melalui Penghitungan Bilangan Peroksida. Skripsi. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Oktadina, F.D. 2013. Pemanfaatan Nanas (Ananas Comosus L. Merr)


untuk Penurunan Kadar Kafein dan Perbaikan Citarasa Kopi (Coffea
Sp) dalam Pembuatan Kopi Bubuk. Jurnal Keteknikan Pertanian
Tropis dan Biosistem Vol. 1 No. 3: 265-273
Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: UI Press

Prakash, A., Rigelhof, F., Miller, E. 2001. Antioxidant Activity. Medallion


Laboratories : Analithycal Progress. Vol.19 No.2:1-4.

Purnawati. 2012. Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Buah Mengkudu


(Morinda citrifolia) Pada Kombucha Coffee Terhadap Kadar Vitamin
C (Asam askorbat). Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta
56

Putra, Winkanda Satria. 2015. Kitab Herbal Nusantara: Aneka Resep dan
Ramuan Tanaman Obat untuk Berbagai Gangguan Kesehatan.
Yogyakarta: Kata Hati

Putri, Tri Utami. 2014. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Bayur Elang
(Pterospermum diversifolium) dengan Metode DPPH (1,1-diphenyl-2-
picrylhydrazyl) dan Identifikasi Metabolit Sekunder pada Fraksi Aktif.
Skripsi. Bengkulu: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Bengkulu

Rahardjo, Pudji. 2012. Panduan Budidaya dan Pengolahan Kopi Arabika


dan Robusta. Jakarta: Penebar Swadaya

Rastuti, Undri. 2012. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Kalba (Albizia
falcataria) dengan Metode DPPH (1,1-Difenil-2-pikrilhidrazil) dan
Identifikasi Senyawa Metabolit Sekundernya. Molekul, Vol. 7. No. 1:
33-42

Riansyah, Angga, Agus Supriadi, Rodiana Nopianti. 2013. Pengaruh


Perbedaan Suhu dan Waktu Pengeringan Terhadap Karakteristik
Ikan Asin Sepat Siam (Trichogaster pectoralis) Dengan
Menggunakan Oven. Fishtech Vol. 2 No. 1:53-68

Ridwansyah. 2003. Pengolahan Kopi. Medan: Jurusan Teknologi


Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Rohman, Hazizur. 2013. Produksi Kopi Secara Enzimatis Menggunakan
Bakteri Proteolitik dan Kombinasi Bakteri Selulolitik dan Xilanolitik
dari Luwak. Skripsi. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian Institut
Pertanian Bogor
Santal, Anita Rani., Nater Pal Singh. 2013. Biodegradation of Melanoidin
from Distillery Effluent: Role of Microbes and Their Potential
Enzymes, Dr. Rolando Chamy (Ed.). ISBN: 978-953-51-1155-9,
InTech

Sukohar, Asep., Setiawan.,Firman F. Wirakusumah., Herry S.


Sastramihardja. 2011. Isolasi dan Karkterisasi Senyawa Sitotoksik
Kafein dan Asam Klorogenat dari Biji Kopi Robusta Lampung. Jurnal
Medikal Planta Vol 1 No 4. Research Article

Survei Sosial Ekonomi Nasional. 2013. Konsumsi Rata-rata per Kapita


Setahun beberapa Bahan Makanan di Indonesia 2009-2013.
Jakarta : Kementerian Pertanian RI.
57

Yuhernita., Juniarti. 2011. Analisis Senyawa Metabolit Sekunder Dari


Ekstrak Metanol Daun Surian Yang Berpotensi Sebagai Antioksidan.
Makara Sains Vol. 15 No. 1: 48-52

Zackiyah., Gebi Dwiyanti., Florentina Maria., Titin Supriyanti. 2014. Buah


Mengkudu (Morinda Citrifolia L) Sebagai Sumber Antioksidan Pada
Produksi Minuman Fungsional Yogurt. Prosiding Seminar Nasional
Sains dan Pendidikan Sains IX, Fakultas Sains dan Matematika,
UKSW. Vol 5 No 1, ISSN 2087-0922. Bandung: Universitas
Pendidikan Indonesia
Zohiroh, Siti. 2013. Fermentasi Biji Kopi Menggunakan Bakteri Selulolitik,
Xilanolitik dan Proteolitik Asal Luwak. Skripsi. Bogor: Fakultas
Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
58

Grafik %inhibisi vs konsentrasi

Sampel Kopi
Pengulangan 1

80,00
y = 1,046x + 1,997
60,00 R² = 0,998
%inhibisi

40,00
20,00
0,00
0 20 40 60 80
Konsentrasi (ppm)

Pengulangan 2

80,00
y = 0,784x + 11,10
60,00
R² = 0,995
%inhibisi

40,00
20,00
0,00
0 20 40 60 80
Konsentrasi (ppm)

Pengulangan 3

80,00
y = 0,914x + 6,844
60,00
R² = 0,998
%inhibisi

40,00
20,00
0,00
0 20 40 60 80
Konsentrasi (ppm)
59

Sampel Kopi dengan Penambahan 10% Mengkudu


Pengulangan 1

50,00
y = 0,596x - 1,219
40,00
R² = 0,996
%inhibisi

30,00

20,00

10,00

0,00
0 20 40 60 80
Konsentrasi (ppm)

Pengulangan 2

50,00
y = 0,583x + 0,708
40,00
R² = 0,986
%inhibisi

30,00

20,00

10,00

0,00
0 20 40 60 80
Konsentrasi (ppm)

Pengulangan 3

50,00
y = 0,573x + 2,557
40,00
R² = 0,997
%inhibisi

30,00

20,00

10,00

0,00
0 20 40 60 80
Konsentrasi (ppm)
60

Sampel Kopi dengan Penambahan 20% Mengkudu


Pengulangan 1

80,00 y = 0,977x - 0,167


70,00 R² = 0,997
60,00
50,00
%inhibisi

40,00
30,00
20,00
10,00
0,00
0 20 40 60 80
Konsentrasi (ppm)

Pengulangan 2

80,00
y = 0,908x + 4,000
70,00 R² = 0,999
60,00
50,00
%inhibisi

40,00
30,00
20,00
10,00
0,00
0 20 40 60 80
Konsentrasi (ppm)

Pengulangan 3

70,00
60,00 y = 0,693x + 7,827
R² = 0,992
50,00
%inhibisi

40,00
30,00
20,00
10,00
0,00
0 20 40 60 80
Konsentrasi (ppm)
61

Sampel Kopi dengan Penambahan 30% Mengkudu


Pengulangan 1

100,00

80,00 y = 1,118x + 11,92


R² = 0,993
%inhibisi

60,00

40,00

20,00

0,00
0 20 40 60 80
Konsentrasi (ppm)

Pengulangan 2

100,00
y = 1,174x + 12,83
80,00 R² = 0,929
%inhibisi

60,00

40,00

20,00

0,00
0 20 40 60 80
Konsentrasi (ppm)

Pengulangan 3

70,00 y = 0,881x + 4,274


60,00 R² = 0,994
50,00
%inhibisi

40,00
30,00
20,00
10,00
0,00
0 20 40 60 80
Konsentrasi (ppm)
62

Sampel Kopi dengan Penambahan 40% Mengkudu


Pengulangan 1

70,00
60,00 y = 0,782x + 2,686
50,00 R² = 0,999
%inhibisi

40,00
30,00
20,00
10,00
0,00
0 20 40 60 80
Konsentrasi (ppm)

Pengulangan 2

100,00 y = 1,211x + 9,871


R² = 0,966
80,00
%inhibisi

60,00

40,00

20,00

0,00
0 20 40 60 80
Konsentrasi (ppm)

Pengulangan 3

100,00
y = 1,137x + 12,42
80,00
R² = 0,950
%inhibisi

60,00

40,00

20,00

0,00
0 20 40 60 80
Konsentrasi (ppm)
63

Sampel Kopi dengan Penambahan 50% Mengkudu


Pengulangan 1

70,00 y = 0,694x + 14,59


60,00 R² = 0,997
50,00
%inhibisi

40,00
30,00
20,00
10,00
0,00
0 20 40 60 80
Konsentrasi (ppm)

Pengulangan 2

100,00
y = 1,139x + 0,699
80,00
R² = 0,991
%inhibisi

60,00

40,00

20,00

0,00
0 20 40 60 80
Konsentrasi (ppm)

Pengulangan 3

80,00
y = 0,913x + 4,506
70,00
R² = 0,998
60,00
50,00
%inhibisi

40,00
30,00
20,00
10,00
0,00
0 20 40 60 80
Konsentrasi (ppm)
64

Sampel Mengkudu
Pengulangan 1

20,00
y = 0,197x + 1,903
15,00 R² = 0,944
%inhibisi

10,00

5,00

0,00
0 20 40 60 80
Konsentrasi (ppm)

Pengulangan 2

20,00
y = 0,202x + 1,049
15,00 R² = 0,984
%inhibisi

10,00

5,00

0,00
0 20 40 60 80
Konsentrasi (ppm)

Pengulangan 3

20,00
y = 0,191x + 2,931
R² = 0,950
15,00
%inhibisi

10,00

5,00

0,00
0 20 40 60 80
Konsentrasi (ppm)
65

Vitamin C

Pengulangan 1

50,00 y = 6,705x - 7,554


40,00 R² = 0,994
%inhibisi

30,00

20,00

10,00

0,00
0 2 4 6 8 10

Konsentrasi (ppm)

Pengulangan 2

50,00
y = 6,834x - 8,129
40,00 R² = 0,994
%inhibisi

30,00

20,00

10,00

0,00
0 2 4 6 8 10
Konsentrasi (ppm)

Pengulangan 3

50,00 y = 6,712x - 7,482


40,00 R² = 0,992
%inhibisi

30,00

20,00

10,00

0,00
0 2 4 6 8 10
Konsentrasi (ppm)
66

RIWAYAT HIDUP

A. IDENTITAS DIRI

1 Nama Lengkap Widya Charlinia


2 Jenis Kelamin Perempuan
3 NPM A1F012018
4 Tempat dan Bengkulu, 19 Agustus
Tanggal Lahir 1994
5 Agama Islam
6 Kewarganegaraan Indonesia
7 Alamat Jalan Damai 1 RT 6
RW 1 No.35 Kelurahan
Pengantungan,
Kecamatan Ratu
Samban, Kota
Bengkulu
8 E-mail widyacharlinia@gmail.
com
9 NomorTelepon/ 08972215161
HP
10 Status Belum menikah

B. RIWAYAT PENDIDIKAN

Tahun
Jenjang
No. Nama Institusi Jurusan Masuk-
Pendidikan
Lulus
1 SD SD N 53 2000-2006
Kota Bengkulu
2 SMP SMP N 1 - 2006-2009
Kota Bengkulu
3 SMA SMA N 5 IPA 2009-2012
Kota Bengkulu
4 Perguruan Tinggi Universitas Pendidikan 2012-2016
Bengkulu Kimia

C. PENGALAMAN BERORGANISASI

No Nama Organisasi Jabatan Tahun


1 RISMA Surya Ramadhan Anggota Bidang 2009-2012
SMA Negeri 5 Kota Bengkulu Kaderisasi
67

2 PMR SMA Negeri 5 Kota Anggota 2009-2012


Bengkulu (PARAWIRA
CENDANA)
3 HIMAMIA (Himpunan Anggota 2013-2014
Mahasiswa Pendidikan Kimia) Departemen
UNIB Kerohanian

4 HIMAMIA (Himpunan Ketua Departemen 2014-2015


Mahasiswa Pendidikan Pemberdayaan
Kimia) UNIB Perempuan

D. PRESTASI YANG PERNAH DIRAIH

No Jenis Penghargaan Institusi Pemberi Tahun


Penghargaan
1 Asisten Dosen Badan Teknologi 2013
Aplikasi Komputer Informasi dan
Komunikasi UNIB
2 Asisten Dosen Mata Program Studi 2013, 2014,
Praktikum Kimia Pendidikan Kimia UNIB 2015
3 Penerima Hibah Dikti 2014
Proposal PKM-K
4 Penerima Hibah Dikti 2015
Proposal PKM-K
5 Juara III Pemuda Dinas Tenaga Kerja 2015
Pelopor tingkat kota Pemuda dan Olahraga
Kota Bengkulu
6 Peringkat IV Pemuda Dinas Pemuda dan 2015
Pelopor tingkat Olahraga Provinsi
provinsi Bengkulu
7 Pemateri Pelatihan Program Studi 2015
Karya Tulis Ilmiah Pendidikan Fisika UNIB
(KTI) dan Program
Kreativitas Mahasiswa
8 Pemateri Pelatihan Program Studi 2015
Manajemen Pendidikan Kimia UNIB
Organisasi (PMO) 1
HIMAMIA UNIB
9 Student exchange Universitas Bengkulu 2015
(pertukaran
mahasiswa) ke
Walailak University,
Thailand
68

10 Partisipan dalam School of Liberal Arts, 2015


Kegiatan Akademik Walailak University,
dan Pertukaran Thailand
Budaya Program
Pertukaran
Mahasiswa
11 Partisipan pada Kelas ASEAN 2015
Melayu Education Center,
Muangnakhonsithammarat Muangnakhonsithammarat
School School

12 Penerima IP 4 Universitas Bengkulu 2015


Semester Genap 2015
13 Mahasiswa yang Universitas Bengkulu 2015
Berprestasi bagi
Universitas Bengkulu
14 Delegasi IDEAS Fakultas Ekonomika 2016
Summit 2016 dan Bisnis, UGM

Semua data yang penulis isikan dan tercantum dalam biodata ini
adalah benar dan dapat dipertanggung jawabkan secara hukum. Dan
apabila dikemudian hari ternyata dijumpai ketidaksesuaian dengan
kenyataan, penulis sanggup menerima risiko. Demikian biodata ini penulis
buat dengan sebenarnya untuk melengkapi naskah skripsi.

Bengkulu, Maret 2016

WIDYA CHARLINIA
NPM. A1F012018

Anda mungkin juga menyukai