Anda di halaman 1dari 13

A.

Pengertian

Abnormal Uteri Bleeding (AUB) adalah perdarahan uterus abnormal yang didalam

maupu diluar siklus haid,yang semata – mata disebabkan gangguan fungsional mekanisme kerja

hipotalamus – hipofisis – ovarium – endometrium –tanpa kelainan organik alat reproduksi AUB

paling banyak dijumpai pada usia perimenars dan perimenopause.(Manuaba,1998)

AUB adalah suatu keadaan yang ditandai perdarahan banyak,berulang dan berlangsung

lama yang berasal dari uterus namun bukan disebabkan oleh penyakit organ dalam

panggul,penyakit sistemik ataupun kehamilan.(Rahman,2008)

AUB adalah perdarahan abnormal dari uterus, biasanya berhubungan dengan kegagalan

ovulasi, dengan tidak adanya lesi organik lainnya terdeteksi.(Kadarusman,2005)

B. Etiologi

Perdarahan uterus disfungsional dapat terjadi pada setiap umur antara menarche dan

menopause.tetapi,kelainan ini lebih sering dijumpai pada masa permulaan dan pada masa akhir

fungsi ovarium. Pada usia perimenars,penyebab paling mungkin adalah faktor pembekuan darah

dan gangguan psikis.

Pada masa pubertas sesudah menarche,perdarahan tidak normal disebabkan oleh

gangguan atau terlambat proses maturasi pada hipotalamus,dengan akibat bahwa pembuatan

releasing faktor dan hormon gonadotropin tidak sempurna. Pada wanita dalam masa

premenopause ,proses terhentinya proses ovarium tidak selalu berjalan

lancar.(Kadarusman,2005)
C. Tanda dan gejala

1. Perdarahan pervagina diantara siklus menstruasi

2. Siklus menstruasi yang abnormal

3. Siklus menstruasi yang bervariasi (biasanya kurang dari 28 hari diantara siklus menstruasi )

4. Variable menstruasi flow ranging from scanty to profuse

5. Infertill

6. Mood yang berfluktuasi

7. Hot Flashes

8. Kekeringan vagina

9. Hirsutism

10. Nyeri

D. Patofisiologi

Pasien dengan perdarahan uterus disfungsional telah kehilangan siklus endometrialnya


yang disebabkan oleh gangguan pada siklus ovulasinya. Sebagai hasilnya pasien mendapatkan
siklus estrogen yang tidak teratur yang dapat menstimulasi pertumbuhan endometrium,
berproliferasi terus menerus sehingga perdarahan yang periodik tidak terjadi.

Schroder pada tahun 1915, setelah penelitian histopatologik pada uterus dan ovarium pada waktu
yang sama, menarik kesimpulan bahwa gangguan perdarahan yang dinamakan metropatia
hemoragika terjadi karena persistensi folikel yang tidak pecah sehingga tidak terjadi ovulasi dan
pembentukan korpus luteum. Akibatnya, terjadilah hiperplasi endometrium karena stimulasi
estrogen yang berlebihan dan terus-menerus.

Penelitian lain menunjukkan pula bahwa perdarahan disfungsional dapat ditemukan


bersamaan dengan berbagai jenis endometrium, yaitu endometrium atrofik, hiperplastik,
proliferatif dan sekretoris, dengan endometrium jenis non sekresi merupakan bagian terbesar.
Pembagian endometrium menjadi endomettrium sekresi dan non sekresi penting artinya, karena
dengan demikian dapat dibedakan perdarahan ovulatoar dari yang anovulatoar. Klasifikasi ini
memiliki nilai klinik karena kedua jenis perdarahan disfungsional ini memiliki dasar etiologi
yang berlainan dan memerlukan penanganan yang berbeda. Pada perdarahan disfungsional yang
ovulatoar gangguan dianggap berasal dari faktor-faktor neuromuskular, hematologi dan
vasomotorik, yang mekanismenya belum seberapa dimengerti, sedang perdarahan anovulatoar
biasanya dianggap bersumber pada gangguan endokrin

C. Komplikasi

1. Infertilitas akibat tidak adanya ovulasi

2. Anemia berat akibat perdarahan yang berlebihan dan lama

3. Pertumbuhan endometrium yang berlebihan akibat ketidakseimbangan hormonal

merupakan faktor penyebab kanker endometrium .(Rahman,2008)

D. PATHWAY
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

a. Identitas Klien

Nama,Umur(menarche & menopouse),jenis kelamin,pekerjaan,

b. Keluhan Utama

Perdarahan pervagina diantara siklus menstruasi,Nyeri,Siklus menstruasi yang

abnormal,Siklus menstruasi yang bervariasi (biasanya kurang dari 28 hari diantara siklus

menstruasi ).Variable menstruasi flow ranging from scanty to profuse,Infertill,Mood yang

berfluktuasi,Hot Flashes,Kekeringan vagina,Hirsutism

c. Riwayat Penyakit

Harus memenuhi kriteria yang telah dikemukakan di atas termasuk :

a. Ginekologi reproduksi.

Pastikan tidak adanya kehamilan dengan memeriksa haid terakhir, menars, pola haid ada

tidaknya dimenore, molimina, penggunaan tampon, benda asing, aktivitas seksual, pemakaian

kontrasepsi (tipe, efek, lamanya), riwayat SOP dan kelainan perdarahan pada keluarga.

b. Coba tentukan banyaknya perdarahan

Jika seorang wanita berdiri tanpa menggunakan tampon perlu dilihat apakah ada

perdarahan yang mengalir pada kedua kakinya. Jika ada maka perdarahan dikatakan banyak.

c. Singkirkan penyebab lain dari perdarahan, seperti stress, kelainan pola makan, olahraga,

kompetisi atletik, penyakit kronis, pengobatan dan penyalahgunaan obat.

d. Tentukan karakteristik episode perdarahan terakhir

d. Pemeriksaan fisik
a. Ortoforia, konjungtifa anemis -/-, sklera ikterik -/-, refleks pupil +/+

c. telinga : aurikula normal, serumen -/-, hiperemis -/-


d. hidung: normal, sekret -/-, tidak ada deviasi septum

e. mulut dan gigi : mukosa bibir basah, soianosis ( - ), lidah kotor -/-

f. Pemeriksaan leher :
Kelenjar getah bening tidak teraba membesar
g. Pemeriksaan Toraks : Paru : dada simetris,vesikular, ronkhi -/-, wheezing -/-
h. Jantung :
BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
i. Pemeriksaan Abdomen : datar, bising usus (+) N, hepar dan lien tidak teraba.
j. Pemeriksaan ekstermitas : edema (-/-), sianosis -/-,capillary refill time< 2 detik
Pemeriksaan harus difokuskan untuk mengidentifikasi tanda-tanda penyebab lain dari

perdarahan. Sindroma Ovarium Polikistik (SOP) dapat ditentukan karena gejalanya

sangat jelas, sedangkan adanya anovulasi kronik tidak menunjukkan tanda yang jelas.

Ø Obesitas, SOP, disfungsi H-P dan hipotiroidisme (menometroragi)

Ø Kelebihan hormon androgen

Ø Memar-memar – koagulopati

Ø Galaktore-peningkatan prolaktin , singkirkan kemungkinan adanya adenoma hipofise

Ø Pembesaran uterus. Kemungkinan hamil, tumor atau miom

Ø Adanya masa pada adneksa

e. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah serta pemeriksaan kehamilan

diperlukan pada kasus ini. Pemeriksaan lain tergantung dari usia, status ovulasi, risiko PMS

(Penyakit Menular Seksual), dan risiko penyakit lain. Pemeriksaan ultrasonografi transvaginal

adalah pemeriksaan noninvasif dan Membantu dalam mendeteksi Kelainan pada rahim, seperti

polip, atau mengukur ketebalan endomentrium.


Pemeriksaan ini dapat dilanjutkan dengan histeroskopi (memasukkan Teropong dalam

rahim) atau Biopsi endometrium (mengambil sedikit jaringan endometrium) bila diperlukan.

Pemeriksaan laboratorium ini harus sudah terarah sesuai dengan hasil pemeriksaan fisis

dan anamnesis karena biayanya sangat mahal,seperti ;

a. Tes kehamilan harus dilakukan dan dihasilkan negatif (-)

b. PAP tes

c. Hitung jenis leukosit 6600 ul

d. Pemeriksaan kadar hormon steroid

e. Biopsi endometrium

f. Hematokrit 2 9 , 0 %

g. Hemoglobin 9,6 gr/dl

h. USG (hasil dari pemeriksaan USG : penebalan dinding endometrium dan dislokasi IUD
tanpa disertai perlukaan yang menyebabkan reaksi radang.

4. Diagnosa Keperawatan (Nanda,2011)

1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d perdarahan uterus

2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan infeksi pada organ reproduksi

3. Cemas/ansietas berhubungan dengan perubahan keadaan atau ancaman kematian

4. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma persalinan, jalan lahir, dan infeksi nasokomial

5. Intervensi (Dongoes,2002)

1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d perdarahan uterus

Tujuan : Status nutrisi: makanan, cairan, dan intake adekuat.

Kriteri Hasil :

Ø BB bertambah dan dalam batas normal.


Ø Nilai laboratorium (tranferin, albumin, dan elektrolit) dalam batas normal

Ø Menunjukkan level energi adekuat.

Ø Menjelaskan komponen keadekuatan diet bergizi

Intervensi

1. Kaji motivasi pasien untuk mengubah kebiasaan makan.

R :Meningkatkan nafsu makan pasien

2. Monitor nilai-nilai laboratorium, terutama transferin, albumin, dan elektrolit.

R :Mengetahui dan untuk menegakkan intervensi yang tepat

3. Tanyakan makanan kesukaan pasien.

R :Meningkatkan nafsu makan

4. Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.

R:Mengetahui cara yang tepat dalam pemberian makan

5. Monitor catatan intake kalori dan komponen nutrisi.

R :Mengetahui jumlah pemasukkan dan zat yang terkandung dalam makanan

6. Monitor BB pasien.

R :Memantau kenaikan berat badan

7. Kaji dan dokumentasikan drat kesulitan mengunyah dan menelan.

R :Mengetahui apa yang menyebabkan proses mengunyah dan menelan terhambat

8. Identifikasi faktor-faktor penyebab mual dan muntah.

R :Mengetahui penyebab mual dan muntah

9. Diskusikan dengan ahli gizi dalam menentukan kebutuhan protein untuk pasien dengan

ketidakadekuatan asupan protein atau kehilangan protein

R :Pemberian yang tepat dapat mempercepat peningkatan nutrisi


10. Identifikasi faktor-faktor yang berkontribusi terhadap kehilangan selera makan pasien

(misalnya, medikasi, masalah emosional).

R :Mengetahui penyebab penurunan bb

11. Monitor perilaku pasien yang berhubungan dengan penurunan BB.

2. Nyeri berhubungan dengan infeksi pada organ reproduksi/perdarahan

Tujuan : Nyeri berkurang/terkontrol

Kriteria Hasil :

Ø Klien mampu mencapai level nyaman

Ø Klien mampu mengontrol nyeri

Ø Klien mampu menyebutkan efek mengganggu dari nyeri

Ø Klien mampu mengurangi level nyeri

Intervensi

1. Selidiki keluhan pasien akan nyeri,perhatikan intensitas (0-10),lokasi,dan faktor pencetus

R:Mengetahui tingkat nyeri dan penanganan yang tepat

2. Awasi tanda vital,perhatikan petunjuk non-verbal,misal:tegangan otot,gelisah.

R:Mengawasi keadaan umum klien

3. Berikan lingkungan yang tenang dan kurangi rangsangan penuh stress.

R:Mengurangi nyeri

4. Berikan tindakan kenyamanan (misal:pijatan/masase punggung)

R:Merilekskan sumber nyeri

5. Dorong menggunakan tekhnik manajemen nyeri ,contoh : latihan relaksasi/napas

dalam,bimbingan imajinasi,visualisasi)
R:Mengontrol nyeri

6. Berikan teknik relaksasi nafas dalam

R:Menurut jurnal penelitian Ernawati, Tri Hartiti, Idris Hardi yang menyatakan bahwa Teknik

relaksasi napas dalam dapat menurunkan intensitas nyeri dengan cara merelaksasikan otot-otot

skelet yang mengalami spasme yang disebabkan oleh peningkatan prostaglandin sehingga terjadi

vasodilatasi pembuluh darah dan akan meningkatkan aliran darah ke daerah yang mengalami

spasme dan iskemic. Teori lain yang mendukung bahwa teknik relaksasi nafas dalam dapat

menurunkan intensitas nyeri adalah teori huges dkk (1975). Menurutnya dalam keadaan tertentu

tubuh mampu mengeluarkan opoid endogen yaitu endorphin dan enkefalin. Zat –zat tersebut

memiliki sifat mirip morfin dengan efek analgetik yang membentuk suatu “system penekan

nyeri”. Tehnik relaksasi nafas dalam merupakan salah satu keadan yang mampu merangsang

tubuh untuk mengeluarkan opoid endogen sehingga terbentuk system penekan nyeri yang

akhirnya akan menyebabkan penurunan intensitas nyeri. Hal inilah yang menyebabkan adanya

perbedaan penurunan intensitas nyeri sebelum dan sesudah dilakukan teknik relaksasi nafas

dalam, dimana setelah dilakukan teknik relaksasi nafas dalam terjadi penurunan intensitas nyeri.

Teknik relaksasi nafas dalam yang dilakukan secara berulang akan menimbulkan rasa nyaman.

Adanya rasa nyaman inilah yang akhirnya akan meningkatkan toleransi seseorang terhadap

nyeri. Orang yang memiliki toleransi nyeri yang baik akan mampu beradaptasi terhadap nyeri

dan akan memilki mekanisme koping yang baik pula.

7. Kolaborasi:Pemberian obat analgetika dan Pemberian Antibiotika

R:Mengurangi rasa nyeri

3. Cemas/ansietas berhubungan dengan perubahan keadaan atau ancaman kematian


Tujuan : Klien dapat mengungkapkan secara verbal rasa cemasnya dan mengatakan perasaan

cemas berkurang atau hilang

Kriteria hasil :

Ø Klien lebih rileks

Ø Rasa cemas klien berkurang

Intervensi

1. Kaji respon psikologis klien terhadap perdarahan paska persalinan

R: Persepsi klien mempengaruhi intensitas cemasnya

2. Kaji respon fisiologis klien ( takikardia, takipnea, gemetar )

R: Perubahan tanda vital menimbulkan perubahan pada respon fisiologis

3. Perlakukan pasien secara kalem, empati, serta sikap mendukung

R: Memberikan dukungan emosi

4. Berikan informasi tentang perawatan dan pengobatan

R: Informasi yang akurat dapat mengurangi cemas dan takut yang tidak diketahui

5. Bantu klien mengidentifikasi rasa cemasnya

R: Ungkapan perasaan dapat mengurangi cemas

6. Kaji mekanisme koping yang digunakan klien

R: Cemas yang berkepanjangan dapat dicegah dengan mekanisme koping yang tepat

7. Ajarkan teknik nafas dalam

R: Menurut Jurnal Penelitian Oleh : Abdul Ghofur dan Eko Purwoko menyatakan bahwa

Pemberian teknik nafas dalam pada pasien akan terjadi penurunan dalam ketegangan untuk

mencapai keadaan rileks, memusatkan perhatian pada teknik pernafasan,dan mengencangkan

serta mengendurkan kumpulan otot secara bergantian sehingga dapat merasakan perbedaan
antara relaksasi dan ketegangan. Dari hasil penelitian, gambaran tingkat kecemasan setelah

pemberian teknik nafas dalam pada waktu selama 15 menit diperoleh penurunan nilai tingkat

kecemasan rata-rata standar devisiasinya 0,4923.

4. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma persalinan, jalan lahir, dan infeksi

nasokomial

Tujuan : mencegah terjadinya infeksi

Kriteria Hasil :

Ø Klien mampu mencegah status infeksi

Ø Klien mampu mencapai status kekebalan tubuh

Intervensi :

1. Kaji tinggi fundus dan sifat Kaji lochia: jenis, jumlah, warna dan sifatnya Monitor vital sign,

terutama suhu setiap 4 jam dan selama kondisi klien kritis

R:Mengetahui keadaan umum pasien

2. Catat jumlah leukosit dan gabungkan dengan data klinik secara lengkap Lakukan perawatan

perineum dan jaga kebersihan, haruskan mencuci tangan pada pasien dan perawat

R:Mengetahui data tambahan,dan proteksi diri untuk pasien agar tidak terinfeksi

3. Kaji ekstremitas: warna, ukuran, suhu, nyeri, denyut nadi dan parasthesi/ kelumpuhan

R:Mengetahui keadaan fisik dan fungsi syaraf klien

4. Pemberian analgetika dan antibiotika

R:Mengurangi perluasan infeksi

6. Evaluasi

Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan klien dapat :


1. Klien mampu mencegah status infeksi

2. Klien mampu mencapai status kekebalan tubuh

3. Klien lebih rileks

4. Rasa cemas klien berkurang

5. Klien mampu mencapai level nyaman

6. Klien mampu mengontrol nyeri

7. Klien mampu menyebutkan efek mengganggu dari nyeri

8. Klien mampu mengurangi level nyeri

DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, M.E, et al.2002. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan

Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC


Kadarusman.2005.Perdarahan Uterus Disfungsional Kronik pada Masa Reproduksi. Diunduh

pada tanggal 3 Mei 2013 dari http://digilib.unsri.ac.id

Manuaba. 1998. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita., Jakarta: ARCAN

NANDA,2011.Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda, Alih Bahasa Budi Santosa, Prima

Medika, NANDA.

Rahman .2008. Pendidikan Kesehatan. Jakarta: Surya Cipta

Robbins, Stephen P. dan Mary Coulter. 2007. Manajemen Edisi 8. Jakarta: Indeks

Sylvia A.Prie,Lorraine M.Wilson, 1995. Patofisiologi edisi 4, Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai