Anda di halaman 1dari 8

PENGELOLAAN LIMBAH PADAT BAHAN BERBAHAYA DAN

BERACUN (B3) RUMAH SAKIT DI RSUD Dr.SOETOMO SURABAYA


The Processing Of Hazardous And Toxic Hospital Solid Waste
In Dr.Soetomo Hospital Surabaya

Alvionita Ajeng Purwanti


Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Airlangga
alvionita.ajeng.purwanti-2015@fkm.unair.ac.id

ABSTRAK : Bertambahnya jumlah rumah sakit di Indonesia, maka jumlah produksi limbah medis yang dihasilkan
semakin banyak. Limbah medis rumah sakit dikategorikan sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun (B3)
seperti disebutkan dalam Lampiran I PP No. 101 Tahun 2014. Pengelolaan limbah B3 di rumah sakit diperlukan
karena apabila limbah B3 tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan dampak antara lain: mengakibatkan
cidera, pencemaran lingkungan, penyakit nosokomial. Pengelolaan limbah B3 rumah sakit yang baik diharapkan
meminimalisir dampak yang ditimbulkan tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi alur
pengelolaan limbah B3 rumah sakit di RSUD Dr. Soetomo sesuai peraturan yang berlaku. Jenis penelitian ini
observasional deskriptif menggunakan metode pengumpulan data sekunder dari instalasi sanitasi lingkungan.
Data yang didapat kemudian dibandingkan dengan standar Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
No. P.56 tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan pengelolaan limbah B3 rumah sakit di
RSUD Dr. Soetomo sudah sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup dan Kehutanan No P.56 tahun 2015 mulai dari pengurangan dan pemilahan limbah B3, penyimpanan
limbah B3, pengangkutan limbah B3 dan pengolahan limbah B3.
Kata Kunci : Rumah sakit, pengelolaan, limbah B3.

ABSTRACT : The increasing number of hospital, increases medical waste in Indonesia. Medical waste is
categorized as hazardous and toxic waste as mentioned in Appendix I of Government Regulation number 101 in
2014. The hazardous and toxic waste management in hospital is necessary because if it is not managed properly
can cause injury, environmental pollution, and nosocomial disease. Hazardous and toxic hospital waste
management can minimize the effect of it. The purpose of this study was to identify the flow of hazardous and
toxic waste management in RSUD Dr. Soetomo according to the regulations. The research type was descriptive
observational using secondary data from the installation of environmental sanitation. Data was compared to the
Minister of Environment and Forestry Regulation No. P.56 in 2015 about Technical Procedures and Technical
Requirements for the Hazardous and Toxic Waste’ s Management from Health Service Facilities. The results
showed that the management of hazardous and toxic waste in RSUD Dr. Soetomo was fulfill the requirements in
the regulation of the Minister of Environment and Forestry No. P.56 of 2015 from the reduction and segregation,
storage, transportation and treatment of hazardous and toxic waste.
Keywords: Hospital, processing, hazardous and toxic waste

PENDAHULUAN limbah medis tidak dikelola dengan baik, maka


kondisi tersebut akan memperbesar
Pembangunan kesehatan diarahkan untuk
kemungkinan potensi limbah rumah sakit dalam
meningkatkan kemauan, kesadaran, dan
mencemari lingkungan serta menularkan
kemampuan hidup sehat bagi semua lapisan
penyakit dan juga dapat mengakibatkan
masyarakat sehingga dengan begitu
kecelakaan kerja (Pertiwi, 2017).
diharapkan dapat meningkatkan derajat
Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
kesehatan setinggi-tingginya. Derajat
1204/Menkes/SK/X/2004 menjelaskan sebagai
kesehatan sangat berpengaruh terhadap
tempat berkumpulnya orang sakit maupun
kualitas sumber daya manusia. Sumber daya
orang sehat, rumah sakit yang sering
manusia yang sehat akan meningkatkan
dimanfaatkan masyarakat sebagai salah satu
produktivitas hidup. Pengetahuan dan
fasilitas pelayanan kesehatan juga
kepedulian masyarakat akan kesehatan
memungkinkan terjadinya penularan penyakit,
menyebabkan kebutuhan terhadap layanan
pencemaran lingkungan, dan gangguan
bermutu rumah sakit semakin meningkat dari
kesehatan. Rumah sakit memberikan dampak
tahun ke tahun. Hal tersebut mengakibatkan
positif sebagai sarana untuk peningkatan
perkembangan rumah sakit di Indonesia
derajat kesehatan masyarakat juga memberikan
meningkat pesat belakangan ini. Seiring jumlah
dampak negatif yaitu penghasil limbah
rumah sakit yang bertambah setiap tahunnya di
sehingga perlu mendapatkan perhatian. Apabila
Indonesia, maka semakin banyak pula jumlah
benda tajam seperti jarum suntik yang berasal
produksi limbah medis yang dihasilkan. Jika
dari limbah rumah sakit kontak dengan manusia

291
Alvionita Ajeng Purwanti, Pengelolaan Limbah Padat Bahan Berbahaya 292

akan dapat menyebabkan infeksi hepatitis B Pengumpulan data menggunakan metode


dan C serta HIV. Selain itu buangan limbah pengumpulan data sekunder dari instalasi
rumah sakit lainnya juga dapat menyebabkan sanitasi lingkungan. Data yang diperoleh
penyakit antara lain kolera, tifoid, malaria, dan kemudian dianalisis secara deskriptif dan
penyakit kulit (Riyanto, 2013). dibandingkan dengan standar Peraturan
Sekitar 70 – 90 % limbah padat yang Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
berasal dari instalasi kesehatan merupakan Nomor P.56 tahun 2015 tentang Tata Cara dan
limbah umum yang menyerupai limbah rumah Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah Bahan
tangga dan tidak mengandung risiko. Sisanya Berbahaya dan Beracun dari Fasilitas
sekitar 10 – 25 % merupakan limbah yang Pelayanan Kesehatan.
dapat menimbulkan berbagai jenis dampak .
kesehatan karena dipandang berbahaya. HASIL DAN PEMBAHASAN
Produksi limbah medis padat rumah sakit di RSUD Dr. Soetomo merupakan rumah
Indonesia secara nasional diperkirakan sebesar sakit milik pemerintah provinsi kelas A sesuai
376.089 ton/hari (Astuti, 2014). Limbah rumah dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan
sakit dibagi menjadi dua kelompok secara 51/Menkes/SK/1179 tahun 1979 sebagai rumah
umum yaitu limbah medis dan limbah non sakit pelayanan, pendidikan, penelitian dan
medis (Pertiwi, 2017). Limbah medis rumah pusat rujukan (Top Referal) dan merupakan
sakit dikategorikan sebagai limbah Bahan rumah sakit paling besar di wilayah Indonesia
Berbahaya dan Beracun (B3) seperti bagian Timur. Tugas pokok RSUD Dr.
disebutkan dalam Lampiran I PP No. 101 Soetomo adalah melaksanakan upaya
Tahun 2014 bahwa limbah medis memiliki kesehatan secara berdaya guna dan berhasil
karakteristik infeksius. Limbah B3 dapat guna dengan mengutamakan upaya
menimbulkan bahaya terhadap lingkungan dan penyembuhan (kuratif) dan pemulihan
juga dampak terhadap kesehatan masyarakat (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara serasi
serta makhluk hidup lainnya bila dibuang dan terpadu dengan upaya promotif, preventif
langsung ke lingkungan. Selain itu, limbah B3 dan penyelenggaraan upaya rujukan serta
memiliki karakteristik dan sifat yang tidak sama penyelenggaraan pendidikan, pengembangan
dengan limbah secara umum, utamanya di bidang kesehatan, penelitian dan pelatihan
karena memiliki sifat yang tidak stabil, reaktif, tenaga kesehatan.
eksplosif, mudah terbakar dan bersifat racun. Pada tahun 1998, instalasi sanitasi
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan lingkungan dibentuk dengan tujuan menangani
Kehutanan Republik Indonesia No. P.56 Tahun kegiatan yang berlangsung di rumah sakit.
2015 juga menyebutkan Rumah sakit termasuk Tugas pokok dari instalasi ini yaitu
salah satu fasilitas pelayanan kesehatan wajib menyediakan semua kebutuhan dan fasilitas
melakukan pengelolaan limbah B3 yang yang berhubungan dengan sanitasi. Sumber
meliputi pengurangan dan pemilahan limbah daya manusia yang terdapat pada instalasi
B3, penyimpanan limbah B3, pengangkutan sanitasi RSUD Dr. Soetomo Surabaya
limbah B3, pengolahan limbah B3, penguburan jumlahnya sebanyak 39 orang terdiri dari 1
limbah B3, dan/atau penimbunan limbah B3. kepala instalasi, 4 orang koordinator dan 6
Pengelolaan limbah B3 di rumah sakit sangat orang kepala unit pelayanan serta 28 staf
diperlukan karena apabila limbah B3 tidak karyawan. Instalasi sanitasi lingkungan terdiri
dikelola dengan baik dapat menimbulkan dari unit-unit, salah satunya adalah unit sampah
dampak antara lain: mengakibatkan cedera, medis yang merupakan unit pelaksana upaya
pencemaran lingkungan, serta menyebabkan untuk mewujudkan pengelolaan sampah medis
penyakit nosokomial. Pengelolaan limbah B3 di lingkungan rumah sakit. Jumlah sampah
rumah sakit yang baik diharapkan dapat medis yang dihasilkan dari lokasi pelayanan
meminimalisir dampak yang ditimbulkan kesehatan dari yang terdapat di RSUD Dr.
tersebut. Soetomo Surabaya pada semester ke-1 tahun
2017 adalah sebagai berikut :
METODE PENELITIAN
Tabel 1.
Jenis penelitian ini merupakan penelitian
Jumlah Sampah Medis Pada Semester I Tahun 2017
observasional deskriptif yang dilakukan secara
cross sectional melalui pengamatan terhadap Bulan Jumlah Sampah (Kg)
pengelolaan limbah padat B3 di Rumah Sakit Januari 44.873
Umum Daerah (RSUD) Dr. Soetomo Surabaya. Pebruari 41.997
Variabel yang diamati dalam penelitian ini Maret 46.107
April 45.387
meliputi pengurangan dan pemilahan limbah Mei 48.089
B3, penyimpanan limbah B3, pengangkutan Juni 44.808
limbah B3, dan pengolahan limbah B3. Data Rata-rata 45.210
yang digunakan merupakan data pada Sumber : Laporan Implementasi Dokumen Lingkungan
semester ke-1 tahun 2017. Hidup (RKL-RPL) Semester I RSUD Dr. Soetomo Surabaya
Tahun 2017
293 Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 10 , No.3, Juli 2018: 291-298

Dari tabel di atas diketahui jumlah sampah disesuaikan dengan pengelolaan limbah B3.
medis yang dihasilkan di RSUD Dr. Soetomo Gambar alur ringkas proses pengelolaan
rata-rata adalah 1200 - 1500 kg/hari. Jenis sampah medis yang dilakukan di RSUD Dr.
limbah padat medis yang dihasilkan tersebut Soetomo Surabaya dapat dilihat pada Gambar
dibedakan menjadi 5 berdasarkan kategori dan 1. Pengelolaan sampah medis yang dilakukan
pewadahannya, yaitu : sampah medis lunak di RSUD Dr. Soetomo secara garis besar
dengan bak sampah dan kantong plastik warna adalah sampah medis yang berasal dari
kuning, sampah medis tajam dengan bak ruangan penghasil timbulan diangkut ke lokasi
sampah dan kantong plastik warna kuning, insinerator oleh petugas untuk dilakukan proses
sampah medis sitotoksik dengan bak sampah insinerasi (pembakaran). Pengelolaan sampah
dan kantong plastik warna ungu, sampah medis medis yang tergolong limbah B3 mulai tahap
radiologi dengan bak sampah dan kantong pengurangan dan pemilahan limbah B3 hingga
plastik warna merah, sampah medis farmasi pengolahaannya secara lebih rinci dijelaskan
dengan bak sampah dan kantong plastik warna sebagai berikut.
cokelat. Komposisi dari masing-masing jenis Pengurangan dan Pemilahan Limbah B3
limbah padat medis dijelaskan pada Tabel 2 di
bawah ini. Pengurangan limbah padat B3 dapat
dilakukan melalui tata kelola yang baik terhadap
Tabel 2. setiap bahan atau material yang berpotensi
Jenis Limbah Padat Medis di RSUD Dr. Soetomo
menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan
Surabaya
maupun gangguan kesehatan. RSUD Dr.
Jenis Sampah Komposisi Soetomo mewujudkan kegiatan tersebut
Medis dengan cara melakukan pengelolaan terhadap
Sampah Medis Syringe, jarum suntik + spuit,
limbah padat medis yang dihasil dari kegiatan
Tajam pecahan gelas/botol/ampul,
lancet, catridge/silet pelayanan kesehatan.Limbah non medis rumah
Sampah Medis Kapas, perban, selang darah, sakit dan sampah domestik apabila
Lunak plester, kateter, kantung transfusi terkontaminasi limbah medis harus dikelola
darah/cairan, pembalut wanita, lidi sebagaimana layaknya limbah medis, maka
dan kapas, jaringan tubuh upaya dini pencegahan kontaminasi limbah
Sampah Botol-botol bekas kemoterapi
Beracun (toxic)
medis melalui pemilahan limbah sejak awal
Sampah Fixer dan Developer dihasilkan harus diprioritaskan (Kementerian
Radiologi Lingkungan Hidup, 2014). Pemilahan limbah B3
Sampah Obat kadaluwarsa di RSUD Dr. Soetomo dilakukan dengan
Farmasi memisahkan tempat penampungan / wadah
Sumber : Laporan Implementasi Dokumen Lingkungan dari sampah medis di ruangan menjadi tiga
Hidup (RKL-RPL) Semester I RSUD Dr. Soetomo Surabaya
Tahun 2017 macam yaitu wadah sampah medis tajam,
wadah sampah medis lunak dan wadah
Sampah atau limbah medis menurut sampah B3. Hal ini dilakukan dengan harapan
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan limbah padat B3 sudah terpilah mulai dari
Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.56 sumbernya di ruangan berdasarkan jenis,
Tahun 2015 termasuk dalam limbah B3 oleh kelompok, dan/atau karakteristik limbah B3.
karena itu pengelolaannya juga harus

Bak sampah medis Pengangkutan sampah


Di ruangan medis dari unit penghasil
(ruangan) ke unit
pengolahan (insinerator)

Proses Pemusnahan Sampah Medis dengan Metode


Insinerasi (Pembakaran)

Gambar 1. Proses Pengelolaan sampah Medis di RSUD Dr. Soetomo


Alvionita Ajeng Purwanti, Pengelolaan Limbah Padat Bahan Berbahaya 294

Penyimpanan limbah padat B3 dilakukan di


Pengurangan volume limbah dan
fasilitas penyimpanan limbah B3 yaitu di TPS
pemilahan limbah yang cenderung sejenis
limbah B3 milik RSUD Dr. Soetomo yang bebas
merupakan persyaratan keamanan yang
banjir dan bencana alam serta memiliki fasilitas
penting bagi petugas pembuang (Alamsyah,
yang lengkap sesuai dengan yang tercantum
2007). Penelitian Hasan et al (2008) yang
dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
dilakukan di dua Rumah Sakit besar di Dhaka
Kehutanan Republik Indonesia No. P.56 Tahun
City ditemukan bahwa limbah yang dibuang ke
2015.
dalam wadah tanpa dipisahkan dan dipilah, hal
TPS yang ada di lingkungan RSUD Dr.
tersebut menimbulkan risiko kesehatan yang
Soetomo ini juga sudah memiliki izin TPS yang
serius kepada para petugas penanganan
dikeluarkan oleh Badan Lingkungan Hidup
limbah, dan kepada masyarakat pada
(BLH) Surabaya. Hal ini serupa dengan
umumnya. Upaya pengurangan dan pemilahan
penelitian Maulana (2017) penyediaan fasilitas
limbah B3 yang dilakukan oleh RSUD Dr.
rumah sakit dalam hal penanganan limbah
Soetomo sudah sesuai dengan Peraturan
perlu perencanaan yang matang. Kementerian
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Lingkungan Hidup (2014) menyebutkan
Republik Indonesia No. P.56 Tahun 2015 dilihat
penyimpanan limbah infeksius dan / atau yang
dari pemisahan timbulan sampah di ruangan
terkontaminasi limbah infeksius menurut
yang dilakukan yaitu dipisah antara sampah
peraturan dibatasi maksimum 48 jam. Waktu
medis dan sampah non medis. Terkadang
penyimpanan limbah medis yang merupakan
sampah medis dari ruangan penghasil masih
limbah infeksius di RSUD Dr. Soetomo tidak
bercampur dengan sampah non medis, namun
lebih dari 2 hari karena setiap harinya limbah
untuk mengatasinya pihak sanitasi RSUD Dr.
medis langsung dibakar menggunakan
Soetomo sudah melakukan upaya pemilahan
insinerator. Hal ini dilakukan karena timbulan
lagi di Tempat Pembuangan Sementara (TPS)
limbah padat medis yang dihasilkan dari
sampah non medis sehingga sampah medis
kegiatan pelayanan kesehatannya relatif besar
yang tercampur bisa dipisahkan kemudian
(1200 – 1500 kg/hari), sehingga diharapkan
dibawa ke TPS limbah B3 untuk diinsenerasi
dengan begitu tidak ada penumpukan dan
bersama sampah medis lainnya oleh petugas
limbah tidak tercecer. Hal ini didukung oleh
cleaning service.
penelitian yang dilakukan Astuti (2014) yang
Timbulan sampah medis sendiri dalam
menyatakan bahwa ceceran limbah dan
pewadahannya dibedakan menjadi sampah
ruangan yang kotor merupakan akibat dari
tajam, sampah lunak dan sampah B3. Agar
tempat sampah yang telah penuh.
memudahkan pemilahan, pewadahan sampah
Limbah yang perlu penanganan khusus
medis wadah terlebih dahulu dilapisi dengan
seperti limbah radiologi menunggu waktu
kantong plastik berukuran 60 cm x 60 cm untuk
luruhnya terlebih dahulu, begitu pula limbah
wadah kecil dan berukuran 80 cm x 100 cm
patologis menunggu waktu hingga 2 minggu
untuk wadah besar sedangkan sampah medis
(disimpan di unit patologi anatomi) baru
tajam pewadahannya menggunakan safety box.
dilakukan insenerasi. Penyimpanan limbah B3
Setiap ruangan yang menghasilkan sampah
dilakukan dalam wadah yang tertutup untuk
medis disediakan tempat sampah dengan
mencegah kontak dengan manusia. Hal ini
wadah dan kantong plastik yang warnanya
sesuai dengan penelitian Pertiwi (2007), yang
disesuaikan dengan jenis limbah
menyatakan tempat sampah tertutup
peruntukannya. Hal ini juga sesuai dengan
memperkecil kemungkinan manusia kontak
yang tercantum dalam Keputusan Menteri
dengan mikroba, gangguan estetika, dan bau.
Kesehatan Republik Indonesia
Selain itu penelitian yang dilakukan oleh
No.1204/MENKES/SK/X/2004 yang
Paramita (2007) di Rumah Sakit Pusat
menyebutkan pemilahan harus dilakukan mulai
Angkatan Darat Gatot Soebroto menjelaskan
dari sumber penghasil limbah.
bahwa fungsi penyimpanan ini adalah untuk
Penyimpanan Limbah B3 mengumpulkan limbah B3 sebelum dibakar dan
untuk mencegah terjadinya penularan baik
Penyimpanan limbah B3 RSUD Dr. melalui udara, kontak langsung, maupun
Soetomo menggunakan wadah atau kemasan melalui binatang.
dengan warna sesuai dengan jenis limbahnya
Pengangkutan Limbah B3
yaitu warna kuning untuk limbah padat medis
(limbah infeksius), warna merah untuk limbah Pengangkutan sampah medis di RSUD Dr.
radioaktif, warna ungu untuk limbah sitotoksik Soetomo dibagi menjadi dua yaitu sebelum
dan warna cokelat untuk limbah farmasi. Selain dibakar dan setelah dibakar menggunakan
itu wadah / kemasannya juga sudah diberi insinerator. Pengangkutan sampah medis
simbol seperti yang diatur dalam Peraturan sebelum dibakar yaitu menggunakan troli
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan sampah medis namun sampah medis lunak dan
Republik Indonesia No. P.56 Tahun 2015. sampah B3 diangkut secara terpisah. Sampah
295 Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 10 , No.3, Juli 2018: 291-298

medis tajam pengangkutannya mengikuti dilakukan hanya 2-3 hari sekali tergantung dari
petunjuk pelaksanaan pengambilan kontainer jumlah sampah medis yang dihasilkan.
jarum. Pengangkutan limbah B3 dari ruangan Paramita (2007) juga menyebutkan bahwa
dilakukan sebanyak 3 kali dalam sehari melalui pada prinsipnya limbah medis harus sesegera
jalur umum yang juga digunakan oleh pasien mungkin diolah setelah dihasilkan dan
dan pengunjung. Berbeda dengan penelitian penyimpanan merupakan prioritas akhir apabila
Triana (2006) yang menunjukkan pengangkutan limbah tidak dapat langsung diolah.
sampah medis yang dilakukan di Rumah Sakit Sampah medis berupa botol infus bekas
Umum Haji Surabaya dilakukan hanya satu kali dan jerigen hemodialisis (HD) bekas tidak
sehari. Walaupun pengangkutan di RSUD Dr. dibakar menggunakan insinerator, melainkan
Soetomo melalui jalur umum, namun didaur ulang bekerja sama dengan pihak ke-3.
pengangkutannya dilakukan sebelum jam Botol Infus dan jerigen HD bekas yang terlebih
besuk pengunjung dan menggunakan troli dahulu dipilah dari ruangan diangkut oleh
tertutup menuju ke lokasi insinerator. Sampah petugas sampah medis ke tempat pengolahan.
medis merupakan salah satu sarana Setelah itu dilakukan proses pemotongan agar
berkembang biak kuman dan vektor penyakit mempermudah proses pencacahan. Apabila
(Ditjen PPM dan PLP, 2002). Pengangkutan sudah dicacah kemudian dilakukan proses
menggunakan troli tertutup dimaksudkan untuk didesinfeksi lalu dilanjutkan ke proses
menghindari gangguan estetika akibat adanya pengeringan. Setelah kering kemudian
ceceran yang dikhawatirkan kontak dengan dilakukan proses pewadahan dan penimbangan
manusia. sebelum dikirim kepada industri pemanfaat.
Pengangkutan limbah B3 setelah dibakar Pada saat dikirim ke industri pemanfaat
yang berupa residu insinerator ke PT. PPLI tersebut, pengiriman disertai dengan berita
(Prasadah Pamunah Limbah Indonesia) acara pengiriman yang ditandatangani oleh
mengunakan kendaraan dengan wadah kuat pihak ke-3 dan pihak instalasi sanitasi. Alur
dan tertutup untuk menghindari risiko penularan pengolahan dapat dilihat pada Bagan 1.
penyakit akibat limbah B3 rumah sakit. Proses daur ulang yang dilakukan oleh
Kendaraan yang disediakan oleh PT. PPLI RSUD Dr. Soetomo sudah sesuai dengan yang
dilengkapi dengan simbol dan disertai manifes tercantum dalam Peraturan Menteri Lingkungan
limbah B3 sesuai yang tercantum dalam Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Nomor P.56 Tahun 2015. Dalam peraturan
Kehutanan Republik Indonesia No. P.56 Tahun tersebut dijelaskan bahwa pengolahan
2015. Hal ini sesuai penelitian Paramita (2007) kemasan limbah B3 seperti kemasan bekas B3,
yang menyebutkan risiko penularan penyakit spuit bekas, botol infus bekas selain infus darah
dapat muncul mulai proses pengumpulan, dan/atau cairan tubuh dan/atau bekas kemasan
pengangkutan, maupun penyimpanan limbah. cairan hemodialisis dilaksanakan melalui
Oleh karena itu proses pengangkutan memang pengosongan, pembersihan, desinfeksi, dan
sudah seharusnya dilakukan secara tertutup penghancuran atau pencacahan.
agar tidak berisiko menyebabkan penularan Pengelolaan sampah medis yang
penyakit. memerlukan pengelolaan khusus lainnya yaitu
sampah yang berasal dari instalasi radiologi.
Pengolahan Limbah B3
Sebelum diinsinerasi sampah dari instalasi
Pengolahan sampah medis dilakukan radiologi dilakukan peluruhan terhadap
melalui proses insinerasi (pembakaran) dengan radioisotop yang digunakan. Waktu luruh (T 1/2)
menggunakan insinerator yang ada di RSUD NaI131 = 8,02 hari dan Technesium = 6 jam,
Dr. Soetomo Surabaya dengan suhu minimal pengolahan sampah ini baru dilakukan setelah
untuk primary burner yaitu 800 oC dan waktu luruh terpenuhi dan lolos uji radiasi.
secondary burner yaitu min 1000 oC. Proses Limbah radioaktif yang sudah memenuhi waktu
pemusnahan dengan insinerator dilakukan luruh baru bisa diolah bersama dengan sampah
karena sampah medis termasuk dalam kategori medis yakni dibakar menggunakan insinerator.
limbah B3 yaitu bersifat infeksius dan Penanganan khusus juga dilakukan pada unit
berpotensi menularkan penyakit. Menurut patologi anatomi, dimana potongan jaringan
Kementerian Lingkungan Hidup (2014) hingga tubuh dari ruang operasi yang di bawa ke
awal abad 21 fungsi utama teknologi insenerasi patologi anatomi memerlukan waktu
sebagai penghancur limbah medis infeksius penyimpanan selama 2 minggu, sebelum
adalah yang paling efektif dan tidak tergantikan dilakukan pengolahan dengan Insinerator.
oleh teknologi lain. RSUD Dr. Soetomo Tujuannya adalah untuk menunggu ada
melakukan insinerasi setiap hari karena tidaknya pemeriksaan ulang terhadap jaringan
timbulan jumlah sampah yang dihasilkan cukup tubuh tersebut. Saat ini jumlah insinerator yang
besar. Tidak seperti hasil penelitian Triana ada di RSUD Dr. Soetomo ada 4 (empat) buah,
(2006) di Rumah Sakit Umum Haji Surabaya dengan kapasitas dan spesifikasi seperti yang
yang menunjukkan pemusnahan sampah medis ditunjukkan pada Tabel 3.
Alvionita Ajeng Purwanti, Pengelolaan Limbah Padat Bahan Berbahaya 296

Pengolahan yang dilakukan oleh RSUD Dr. bagian atas cyclone secara kontinu atau terus
Soetomo juga sudah memenuhi Peraturan menerus dengan sistem gravitasi, sehingga asap
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang keluar dari insinerator menjadi lebih baik. Ini
Republik Indonesia Nomor P.56 Tahun 2015 dibuktikan dengan hasil uji emisi yang dilakukan
karena sudah menggunakan insinerator yang pada 4 insinerator, hasilnya keseluruhan masih
dapat mereduksi massa dan volume limbah memenuhi baku mutu udara emisi. Proses
padat B3 90 - 95%. Selain itu suhu primary dan insenerasi akan menghasilkan residu berupa
secondary burner sudah memenuhi syarat yaitu abu. Hasil analisis TCLP (Toxicity Characteristic
minimal 800 oC dan minimal 1000 oC. Hal ini Leaching Procedure) untuk residu hasil proses
sesuai dengan penelitian Askarian, M. dkk pembakaran sampah medis disajikan pada
(2003) yang menunjukkan bahwa massa limbah Tabel 4.
direduksi sebesar 70% dan volumenya Dari Tabel 4 bisa diketahui bahwa
direduksi sampai 90% oleh insinerator. parameter yang diperiksa memenuhi baku
Penelitian lain yang dilakukan oleh Saragih mutu. Pembuangan abu dari hasil atau proses
(2013) di rumah sakit TNI Dr. Ramelan pembakaran dimasukkan ke dalam drum-drum
Surabaya menunjukkan tingkat reduksi limbah kapasitas 200 liter, yang kemudian dilakukan
oleh insinerator adalah 82,63%. proses solidifikasi dengan menggunakan
Insinerator dilengkapi dengan alat campuran semen dan pasir sebagai cover,
pengendali pencemar udara wet scrabber dan kemudian di kirimkan ke pihak ke-3 yang
sprayer pada stack atau cerobong insinerator memiliki legalitas untuk pengelolaan limbah abu
dan fasilitas pendukung untuk pengambilan insinerator dari proses insinerasi yaitu di kirim
contoh uji emis berupa tangga dan platform ke PT. PPLI. Limbah B3 di RSUD Dr. Soetomo
pengambilan. Wet scraber dan sprayer berfungsi Surabaya yang di luar proses produksi
untuk menyaring gas dan partikulat yang keluar menggunakan insinerator meliputi oli bekas,
dari cerobong insinerator. Prinsip kerja aki, lampu TL, fixer/developer, abu paska bakar
penanganan asap yang ada di cerobong insinerator, sludge IPAL, sisa obat dari instalasi
insinerator yaitu asap tebal yang keluar dari hasil farmasi yang kadaluwarsa dan lain-lain. Limbah
pembakaran limbah medis terserap oleh blower B3 ini sebelum ditangani oleh pihak ke-3 yang
(centrifugal fan). telah memiliki perijinan dari Kementerian
Gas asap yang keluar dari proses Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)
pembakaran di insinerator bertemperatur tinggi, disimpan di TPS limbah B3.
yang semula mengandung partikel halus maupun
kasar akan tersaring oleh sprayer jet air di dalam
Limbah Medis yang didaur ulang:
Botol Infus bekas
Jerigen HD bekas

Proses Pemilahan dan Pengambilan dari Ruangan

Proses Pengangkutan ke tempat pengolahan

Proses Pemotongan
(Untuk memudahkan pencacahan)

Proses Pengolahan :
Proses Pencacahan
Proses Desinfeksi

Proses Pengeringan

Proses Pewadahan

Proses Penimbangan dan Pengiriman

Berita acara pengiriman barang di TTD oleh :


Pihak ke -3 (Instalasi sanitasi RSUD Dr. Soetomo)

Industri Pemanfaat
Bagan 1. Alur Pengelolaan Botol Infus Bekas dan Jerigen HD Bekas
297 Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 10 , No.3, Juli 2018: 291-298

Sistem pengelolaan limbah B3 di atas meliputi dokumen limbah B3 yang terdiri dari 7 rangkap.
pengangkutan limbah B3 dari ruangan, Pelaporan limbah B3 dilakukan setiap 3 bulan
pengemasan limbah B3. Penyimpanan limbah kepada Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota
B3, pengangkutan limbah B3 oleh pihak ke-3 Surabaya, BLH provinsi dan KLHK. Pelaporan
dan pelaporan limbah B3. tersebut berupa neraca limbah B3, logbook
Pengangkutan limbah B3 dari setiap limbah B3 dan pendataan limbah B3.
ruangan dilakukan oleh petugas limbah medis Neraca limbah B3 merupakan kinerja
atau cleaning service yang selanjutnya dibawa pengelolaan limbah B3 dalam periode penataan
dan disimpan ke TPS limbah B3. Pengemasan tertentu. Pengisian logbook berisi tentang
limbah B3 fase cair (fixer developer, oli bekas) sumber nama, jumlah dan volume, karakteristik,
ditampung dalam jerigen dan drum serta pelaksanaan penyimpanan dan penyerahan
diletakkan di atas palet dengan tujuan limbah B3 kepada pihak ke -3. Hal ini sesuai
mencegah kontak dengan lantai secara dengan yang tercantum dalam Peraturan Menteri
langsung. Limbah B3 fase padat (lampu TL Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik
bekas, kemasan dan baterai bekas) dikemas Indonesia Nomor P.56 Tahun 2015 yang
menggunakan kardus dan diletakkan juga di menyatakan bahwa pelaporan tentang
atas palet Pengangkutan dan pembuangan Pengolahan Limbah B3 dilakukan secara berkala
limbah B3 diserahkan ke pihak ke-3 yang setiap 6 bulan sekali kepada Menteri Lingkungan
memiliki legalitas dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan tembusan kepada
Hidup untuk proses lebih lanjut. Pengangkutan gubernur dan bupati/walikota sesuai
kewenangannya.
limbah B3 dilengkapi dengan manifes atau

Tabel 3.
Data Insinerator di RSUD Dokter Soetomo Surabaya
Kode Kapasi Tinggi Cerobong
Merk Lokasi Titik Koordinat
Cerobong tas & Diameter
3 o
Insinerator CMC Utara 2m 14 m/40 cm 07 16' 07.0" LS
o
01 (SLI-02) (bahan IKF 112 45' 32.7" BT
bakar gas) (Telah memiliki izin operasional)
3 o
Insinerator Hoval Utara 1m 10,8 m/40 cm 07 16' 04.71" LS
o
02 (Bahan bakar gas) IKF 112 45' 35.81" BT
(Telah memiliki Izin operasional)
3 o
Insinerator CMC Utara 2m 9 m /40 cm 07 16' 04.85" LS
o
03 (bahan bakar gas) IKF 112 45' 35.85" BT
(Telah memiliki Izin operasional)
3 o
Insinerator CMC Utara 3m 14 m/40 cm 07 16' 07.04" LS
o
04 (SLI-03) IKF 112 45' 32.43" BT
(bahan bakar gas) (Telah memiliki izin operasional
dari KLH)
Sumber : Laporan Implementasi Dokumen Lingkungan Hidup (RKL-RPL) Semester I RSUD Dr. Soetomo Surabaya Tahun 2017

Tabel 4.
Hasil Analisis TCLP Residu Hasil Proses Pembakaran di Insinerator RSUD Dr. Soetomo
Parameter Satuan Hasil Lab Baku Mutu Limit Deteksi
Mercury (Hg) Mg/l <0,0014 0,05 0,0014
Plumbum (Pb) Mg/l <0,0405 0,5 0,0405
Cadmium (Cd) Mg/l <0,0198 0,15 0,0198
+
Chrom (Cr 6 ) Mg/l <0,0030 2,5 0,0030
Copper (Cu) Mg/l 0,0408 10 0,0378
Sumber : Laporan Implementasi Dokumen Lingkungan Hidup (RKL-RPL) Semester I RSUD Dr. Soetomo Surabaya Tahun 2017
Tabel 5.
Data TPS LB3 RSUD Dr. Soetomo Surabaya
Nama TPS Jenis Limbah B3 yang Disimpan Titik Koordinat No Izin
o
TPS LB3 Oli Bekas, residu abu (bottom ash 07 16' 04.09" 660.1/1127/436.7.2/2014
Incinerator), obat kadaluwarsa, lampu TL LS
o
bekas, Fixer-Developper, baterai dan aki 112 45' 35.4"
bekas BT
o
TPS Limbah Limbah infeksius, sludge IPAL, majun 07 16' 04.8" LS 660.1/1127/436.7.2/2014
o
Infeksius terkontaminasi 112 45' 35.3"
BT
Sumber : Laporan Implementasi Dokumen Lingkungan Hidup (RKL-RPL) Semester I RSUD Dr. Soetomo Surabaya Tahun 2017
Alvionita Ajeng Purwanti, Pengelolaan Limbah Padat Bahan Berbahaya 298

Kondisi ruangan TPS limbah B3 sudah Hasan,M,M., Ahmed, S, A., Rahman, K, A., &
baik dan layak karena telah mendapatkan izin Biswas, T, K. (2008) Pattern of medical waste
TPS yang dikeluarkan oleh BLH Surabaya. management: Existing Scenario in Dhaka City
Bangladesh. BMC Public Health. 8(36)
Ruangan TPS bersih dan terdapat palet yang
doi:10.1186/1471-2458-8-36.
digunakan sebagai alas untuk menyimpan Kementerian Lingkungan Hidup. (2014). Pedoman
limbah B3 agar tidak tercampur. Untuk kriteria teknologi pengelolaan limbah medis
antisipasi tumpahan atau ceceran, di dalam ramah lingkungan. Jakarta : KLH.
TPS dilengkapi dengan saluran pembuangan Maulana, M. (2017). Pengolahan limbah padat medis
air limbah. Masing-masing TPS juga dilengkapi dan pengolahan limbah bahan berbahaya dan
peralatan penanggulangan keadaan darurat beracun di RS swasta kota Jogja. The 5th
yaitu APAR dan kotak P3K. Urecol Proceeding. 184. ISBN 978-979-3812-
RSUD Dr. Soetomo tidak melakukan tahap 42-7. Diakses dari https://lpp.uad.ac.id/wp-
penguburan maupun penimbunan limbah B3 content/uploads/2017/05/24.-muchsin-184-190
Menteri Kesehatan. (2004). Keputusan Menteri
karena abu sisa pembakaran insinerator Kesehatan No. 1204 Tahun 2004 tentang
dikirimkan ke pihak ke-3 yang memiliki legalitas Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah
untuk pengelolaan limbah ash insinerator. Sakit. Jakarta: Menkes
Kontrak kerjasama didalam penanganan limbah Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2015).
antara RSUD Dr. Soetomo dengan PT PPLI Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
sebagai pihak ke-3 pengelola limbah telah Kehutanan Nomor P.56 Tahun 2015 tentang
dibuat berdasarkan kontrak kerjasama Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan
No.116/12681.1/301/2016. Pengiriman residu Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dari
Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Jakarta :
ke pihak ke-3 menggunakan kendaraan milik
MenLHK.
pihak ke-3 (PT. PPLI).Pelaporan limbah B3 Paramita N. (2007). Evaluasi pengelolaan sampah
dilakukan setiap 3 bulan kepada BLH Kota Rumah Sakit Pusat AngkatanDarat Gatot
Surabaya, BLH provinsi, dan KLHK. Pelaporan Soebroto. Jurnal Presipitasi Universitas
tersebut berupa neraca limbah B3, logbook Indonesia 2(1), ISSN 1907-187X. Diakses
limbah B3 dan pendataan limbah B3. darihttps://eprints.undip.ac.id/533/1/halaman_51
-55
Pemerintah Republik Indonesia. (2014). Peraturan
KESIMPULAN DAN SARAN Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101
Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah
Pengelolaan Limbah Padat Bahan
Bahan Berbahaya dan Beracun. Indonesia :
Berbahaya dan Beracun (B3) Rumah Sakit Pemerintah RI.
yang dilakukan di RSUD Dr.Soetomo Surabaya Pertiwi, V. (2017) Evaluasi pengelolaan limbah
sudah sesuai dengan persyaratan yang Bahan Berbahaya Dan Beracun (B3) di Rumah
tercantum Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang.
dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.56 Jurnal Kesehatan Masyarakat 5(3), ISSN:
Tahun 2015 mulai dari pengurangan dan 23P.56-3346. Diakses dari
pemilahan limbah B3, penyimpanan limbah B3, https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm/articl
pengangkutan limbah B3 dan pengolahan limbah e/download/17260/16518
B3. Riyanto. (2013). Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun. Yogyakarta: Deepublish.
DAFTAR PUSTAKA RSUD Dr. Soetomo, 2017. Laporan implementasi
Dokumen Pengelolaan Dan Pemantauan
Alamsyah, B. (2007). Pengelolaan limbah di Rumah Lingkungan Hidup (RKL-RPL) Semester I
Sakit Pupuk Kaltim Bontang untuk memenuhi Tahun 2017. Surabaya: RSUD Dr. Soetomo.
baku mutu lingkungan. Universitas Diponegoro, Saragih, J.L. (2013). Evaluasi fungsi insinerator
Semarang. dalam memusnahkan limbah B3 di Rumah Sakit
Askarian, M., Vakili, M., Kabir, G. (2003). Results of a TNI Dr. Ramelan Surabaya. Jurnal Teknik
hospital waste survey in private hospitals in Promits Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Fars Province. Journal of Department of 2(2), ISSN 2337-3539. Diakses dari
Medicine Community, 24(4), 347-352. http://download.portalgaruda.org/article.php?arti
doi.org/10.1016/j.wasman.2003.09.008. cle=89205&val=4186
Astuti, A. (2014). Kajian pengelolaan limbah di Triana, N. (2006) Evaluasi pengelolaan sampah
Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa Tenggara padat di Rumah Sakit Haji Surabaya. Jurnal
Barat. Journal Community Health. 2(1). Diakses Kesehatan Lingkungan 3(1): 21-34. Diakses
dari dari
https://ojs.unud.ac.id/index.php/jch/article/view/ https://media.neliti.com/media/publications/3964
7692 -ID-evaluasi-pengelolaan-sampah-padat-di-
Ditjen PPM dan PLP Depkes (2002). Petunjuk rumah-sakit-umum-haji-surabaya
pelaksanaan pengawasan dan pengendalian
dampak sampah. Jakarta: Ditjen PPM dan PLP.

Anda mungkin juga menyukai