Anda di halaman 1dari 96

SKRIPSI

PENGARUH VARIASI CAMPURAN WATER COOLANT DAN


AIR MINERAL TERHADAP EFEKTIVITAS SUHU MESIN
SEPEDA MOTOR 4 LANGKAH

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Program Studi Sarjana Terapan
Jurusan Teknik Mesin

Oleh:

BAYU FAHRIBA
2204151001

JURUSAN TEKNIK MESIN


POLITEKNIK NEGERI BENGKALIS
TAHUN 2019
PERSEMBAHAN

Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu


Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah
yang maha mulia yang mengajar manusia dengan pena.
Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya (QS: Al-‘Alaq 1-5)
Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? (QS: Ar-Rahman 13)
Niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman diantaramu
Dan orang-orang yang memberi ilmu beberapa derajat (QS: Al-Mujadilah 11)

Yang kusayangi
Ibunda (Suryati), Ayahanda (Toifur), dan Keluarga Kecilku
Sebagai tanda bukti, serta rasa hormat dan terima kasih yang tiada terhingga
Kupersembahkan karya kecil ini kepada Ibunda, Ayahanda, dan Keluarga
Kecilku yang telah memberikan kasih sayang, segala dukungan, dan cinta kasih yang
tiada terhingga yang tidak mungkin dapat kubalas hanya dengan selembaran kertas yang
tertulis kata cinta dan persembahan ini. Untuk Ibunda, Ayahanda dan Keluarga Kecilku
yang selama ini telah memberikan doa dan dukungan serta kasih sayang yang tulus
selama ini terhadap diriku, yang membuatku menjadi tegar hingga aku selalu bersabar
Melalui ragam cobaan yang menghampiri,
Kini cita-cita dan harapan telah ku gapai,
Namun...
Itu bukan akhir dari perjalanan
Melainkan awal dari satu perjuangan
Terimakasih Ya Allah
yang telah mengirimkan insane terbaik dalam hidupku.
Dosen Pembimbing Skripsi
Terimakasih ku ucapkan kepada
Bapak Syahrizal, ST., MT, Muhammad Hamidi, S.E., MM,
Suharyono, S.E., M.Ak, Bustami, S.ST., M.Si
Yang sudah banyak memberikan pengetahuan, waktu dan membantu dalam
proses penyusunan Skripsi ini.
Sahabatku
“Hidup ini terlalu berat untuk mengandalkan diri sendiri tanpa melibatkan
Tuhan dan Orang lain.
Tak ada tempat terbaik untuk berkeluh kesah selain bersama
Terimakasih ku ucapkan Kepada Teman Sejawat Saudara Seperjuangan

Thanks For All


PENGARUH VARIASI CAMPURAN
WATER COOLANT DAN AIR MINERAL TERHADAP
EFEKTIVITAS SUHU MESIN SEPEDA MOTOR 4
LANGKAH

Nama Mahasiswa : Bayu Fahriba


NIM : 2204151001
Dosen Pembimbing : Syahrizal, ST., MT

ABSTRAK

Radiator adalah alat yang berfungsi sebagai alat untuk mendinginkan air
yang telah menyerap panas dari mesin dengan cara membuang panas air tersebut
melalui sirip-sirip pendingin. Apabila keadaan ini tidak mendapatkan pendinginan
yang baik, maka suhu pembakaran pada mesin akan mempengaruhi suhu kerja
mesin sehingga mengakibatkan terjadinya panas menyebapkan kerusakan elemen
mesin maka perlu dilakukan penelitian terhadap media pendingin yang digunakan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh yang terjadi dari
setiap variasi campuran dalam instrumen penelitian, penelitian ini mengunakan
metode eksperimen untuk membuktikan hipotesis dan instrumen penelitian
memiliki pengaruh terhadap objek yang diteliti, sehingga menghasilkan suatu
produk yang dapat dinikmati masyarakat secara aman. Hasil analisis korelasi
sederhana (Bivarete Correlation) dan uji t pada tingkat signifikansi 5%. Pada
variasi 10% air mineral mampu membuang panas pada mesin sebesar 14,94 oC,
100% water coolant mampu membuang panas sebesar 11,57oC, 30% air mineral
mampu membuang panas pada mesin sebesar 8,84oC, 100% water coolant mampu
membuang panas 11,57oC. 40% air mineral mampu membuang panas sebesar
9,25oC, 100% water coolant mampu membuang panas 11,57oC. 50% Air mineral
mampu membuang panas sebesar 13,85oC, 100% water coolant mampu membuang
panas sebesar 11,57oC.

Kata kunci: Sepeda Motor 4 Langkah, Radiator, Water coolant,


Pembuangan Panas,

vi
PENGARUH VARIASI CAMPURAN
WATER COOLANT DAN AIR MINERAL TERHADAP
EFEKTIVITAS SUHU MESIN SEPEDA MOTOR 4
LANGKAH

Nama Mahasiswa : Bayu Fahriba


NIM : 2204151001
Dosen Pembimbing : Syahrizal, ST., MT

ABSTRAC

The radiator is a device that functions as a tool to cool water and has absorbed
heat from the engine by removing the heat from the coolant fin. This situation does
not get good cooling, then the combustion temperature on the engine will affect the
engine’s working temperature so that it causes heat to cause damage to the engine
elements, it is necessary to do research on the cooling media used. The purpose of
this study was to determine the effect of each mixed variation in the research
instrument. This study uses an experimental method to prove the hypothesis and
research instruments have an influence on the object under study, so as to produce
a product that can be enjoyed by the public safely. The results of a simple
correlation analysis (Bivarete correlation) and a t test at a significant level of 5%
in a variation of 10% mineral water capable of removing heat on the engine by
14,94oC, 100% water coolant is able to remove heat by 11,57oC, 30% mineral water
is able to throw heat on the engine by 8,84oC, 100% water coolant is able 11,57oC.
40% mineral water is able to remove heat by 9,25oC, 100 water coolant can remove
heat 11,57oC. 50% mineral water is capable of removing heat by 13,85oC, 100%
water coolant is able to remove heat by 11,57oC.

Keywords: 4 Step motorcycle, Radiator, Water coolant, Heat dissipation.

vii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum. Wr. Wb.


Segala puji dan syukur hanya milik Allah SWT sholawat dan salam tak lupa
di limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta para pengikutnya. Dengan
mengucap Alhamdulillahirabbil’alamin atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan judul “Pengaruh Variasi Campuran Water Coolant dan Air
Mineral Terhadap Efektivitas Suhu Mesin Sepeda Motor 4 Langkah”.
Maksud dari penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Terapan di Politeknik Negeri Bengkalis. Penulis
menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini dari
kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun guna untuk memperbaiki dan kelengkapan skripsi ini. Penulis banyak
sekali mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu disini penulis ingin
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Ir. Muhammad Milchan, MT selaku Direktur Politeknik Negeri
Bengkalis.
2. Bapak Ibnu Hajar, ST., MT selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin
Politeknik Negeri Bengkalis.
3. Bapak Bambang Dwi Haripriadi, ST., MT selaku Ketua Program
Studi Teknik Mesin Produksi dan Perawatan.
4. Bapak Syahrizal, ST., MT selaku dosen Pembimbing dan pihak
lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang banyak
membantu, memberikan saran dan masukan kepada penulis selama
proses penyelesaian skripsi.
5. Bapak Hamidi, S.E., MM, Bapak Suharyono, S.E., M.Ak dan Bapak
Bustami, S.ST., M.Si, selaku dosen pembimbing pembelajaran tentang
pengolahan data statistik maupun software statistik

viii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN SAMPUL ............................................................................ i
HALAMAN JUDUL ............................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................... iv
ABSTRAK ............................................................................................... vi
ABSTRACT ............................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .................................................... viii
DAFTAR ISI ........................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xiii
DAFTAR TABEL .................................................................................... xiv
DAFTAR SIMBOL .................................................................................. xvi

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang .............................................................................. 1
1.2 Rumusan masalah ........................................................................ 2
1.3 Batasan masalah ........................................................................... 2
1.4 Tujuan penelitian ......................................................................... 3
1.5 Manfaat penelitian ....................................................................... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Penelitian terdahulu ..................................................................... 4
2.2 Teori dasar ................................................................................... 6
2.2.1 Pengertian Motor bakar 6
2.2.2 Jenis Motor Bakar 6
2.2.3 Prinsip Kerja Motor Bakar 7
2.2.4 Proses Pembakaran 11
2.2.5 Tiga Macam Pembakaran 13

x
2.2.6 Sistem Pendingin Mesin ................................................... 14
2.2.7 Komponen-Komponen Sistem Pendingin ........................ 17
2.2.8 Perpindahan Panas ............................................................ 21
2.2.9 Konveksi Paksa Dalam Pipa ............................................. 23
2.2.10 Penukar Panas .................................................................. 24
2.2.11 Metode Perhitungan 25
2.2.12 Teori Dasar Alat dan Bahan 27
2.2.13 Metode analisis korelasi sederhana 31

BAB 3 METODELOGI
3.1 Alat dan bahan ............................................................................. 35
3.1.1 Alat .................................................................................... 35
3.1.2 Bahan ................................................................................. 35
3.2 Tempat dan Waktu Pelaksanaan .................................................. 36
3.3 Tahapan penelitian ....................................................................... 36
3.4 Diagram alir penelitian ................................................................ 38
3.5 Teknik pengumpulan dan analisis data ........................................ 39
3.5.1 Teknik pengumpulan data ................................................. 39
3.5.2 Teknik analisis data ........................................................... 39

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN .....................................................


4.1 Pengumpulan dan pengolahan data .............................................. 43
4.1.1 Hasil perhitungan nilai penurunan suhu mesin sepeda motor 49
4.1.2 Hasil perhitungan nilai efektivitas suhu mesin sepeda motor 50
4.2 Hasil analisis korelasi sederhana ................................................. 51
4.2.1 Variasi campuran 50% Air mineral dengan 100% Watercoolant 51
4.2.2 Variasi campuran 40% Air mineral dengan 100% Watercoolant 52
4.2.3 Variasi campuran 30% Air mineral dengan 100% Watercoolant 54
4.2.4 Variasi campuran 20% Air mineral dengan 100% Watercoolant 56
4.2.5 Variasi campuran 10% Air mineral dengan 100% Watercoolant 56
4.3 Uji Uji signifikansi Korelasi Sederhana (Uji t)............................. 58
4.3.1 Variasi campuran 50% Air mineral dengan 100% Watercoolant 58

xi
4.3.2 Variasi campuran 40% Air mineral dengan 100% Watercoolant 61
4.3.3 Variasi campuran 30% Air mineral dengan 100% Watercoolant 63
4.3.4 Variasi campuran 20% Air mineral dengan 100% Watercoolant 65
4.3.5 Variasi campuran 10% Air mineral dengan 100% Watercoolant 65

BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan .................................................................................. 68
5.2 Saran ...................................................................................... 69

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 70

LAMPIRAN...............................................................................................

xii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Siklus Motor Bakar Bensin 4 Langkah .............................. 7
Gambar 2.2 Diagram P-v dari siklus ideal motor bakar bensin 4 langkah 8
Gambar 2.3 Langkah Hisap .................................................................... 8
Gambar 2.4 Langkah Kompresi ............................................................. 9
Gambar 2.5 Langkah Pembakaran ......................................................... 10
Gambar 2.6 Langkah Buang ................................................................... 11
Gambar 2.7 Grafik Tekanan versus Sudut Engkol ................................. 11
Gambar 2.8 Grafik Pembakaran ............................................................. 13
Gambar 2.9 Radiator .............................................................................. 17
Gambar 2.10 Pompa Air Radiator ............................................................ 18
Gambar 2.11 Kipas Radiator .................................................................... 19
Gambar 2.12 Katup Thermostat ............................................................... 19
Gambar 2.13 Pola Aliran Fluida ............................................................... 23
Gambar 2.14 Thermo Infrared .................................................................. 27
Gambar 2.15 Anemometer ....................................................................... 28
Gambar 2.16 Tachometer ......................................................................... 29
Gambar 2.17 Cairan pendingin ................................................................ 30
Gambar 2.18 Gelas ukur ........................................................................... 31
Gambar 3.1 Sepeda motor Vario Techno 110 cc ................................... 35
Gambar 3.2 Rancangan pengukuran suhu mesin sepeda motor ............ 37
Gambar 3.3 Diagram alir penelitian ....................................................... 38
Gambar 4.1 Grafik scatter dengan kandungan air mineral 50% ............. 60
Gambar 4.2 Grafik scatter dengan kandungan air mineral 40% ............. 62
Gambar 4.3 Grafik scatter dengan kandungan air mineral 30% ............. 64
Gambar 4.4 Grafik scatter dengan kandungan air mineral 10% ............. 66

xiii
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1 Nilai interperstasi koefisien korelasi ......................................... 33
Tabel 3.1 Spesifikasi pendingin honda vario techno 110cc .................... 35
Tabel 3.2 Nilai interprestasi koefisien korelasi 40
Tabel 4.1 Data hasil pengukuran suhu mesin 50% Air mineral RPM 1500 43
Tabel 4.2 Data hasil pengukuran suhu mesin 40% Air mineral RPM 1500 44
Tabel 4.3 Data hasil pengukuran suhu mesin 30% Air mineral RPM 1500 44
Tabel 4.4 Data hasil pengukuran suhu mesin 20% Air mineral RPM 1500 44
Tabel 4.5 Data hasil pengukuran suhu mesin 10% Air mineral RPM 1500 44
Tabel 4.6 Data hasil pengukuran suhu mesin 50% Air mineral RPM 2000 45
Tabel 4.7 Data hasil pengukuran suhu mesin 40% Air mineral RPM 2000 45
Tabel 4.8 Data hasil pengukuran suhu mesin 30% Air mineral RPM 2000 45
Tabel 4.9 Data hasil pengukuran suhu mesin 20% Air mineral RPM 2000 46
Tabel 4.10 Data hasil pengukuran suhu mesin 10% Air mineral RPM 2000 46
Tabel 4.11 Data hasil pengukuran suhu mesin 50% Air mineral RPM 2500 46
Tabel 4.12 Data hasil pengukuran suhu mesin 40% Air mineral RPM 2500 47
Tabel 4.13 Data hasil pengukuran suhu mesin 30% Air mineral RPM 2500 47
Tabel 4.14 Data hasil pengukuran suhu mesin 20% Air mineral RPM 2500 47
Tabel 4.15 Data hasil pengukuran suhu mesin 10% Air mineral RPM 2500 47
Tabel 4.16 Data hasil pengukuran suhu mesin 100% water coolant
RPM 1500 ............................................................................... 48
Tabel 4.17 Data hasil Pengukuran suhu mesin 100% water coolant
RPM 2000 ............................................................................... 48
Tabel 4.18 Data hasil pengukuran suhu mesin 100% water coolant
RPM 2500 ............................................................................... 48
Tabel 4.19 Nilai rata-rata penurunan suhu mesin sepeda motor RPM 1500 49
Tabel 4.20 Nilai rata-rata penurunan suhu mesin sepeda motor RPM 2000 49

xiv
Tabel 4.21 Nilai rata-rata penurunan suhu mesin sepeda motor RPM 2500 49
Tabel 4.22 Nilai rata-rata efektivitas suhu mesin sepeda motor RPM 1500 50
Tabel 4.23 Nilai rata-rata efektivitas suhu mesin sepeda motor RPM 2000 50
Tabel 4.24 Nilai rata-rata efektivitas suhu mesin sepeda motor RPM 2500 50
Tabel 4.25 Nilai rata-rata efektivitas suhu mesin pada RPM 1500,2000,2500
selama 30 menit 50
Tabel 4.26 Hasil analisis (Descriptive Correlation) 50% Air mineral 51
Tabel 4.27 Hasil analisis (Correlation) 50% Air mineral 51
Tabel 4.28 Hasil analisis (Descriptive Correlation) 40% Air mineral 52
Tabel 4.29 Hasil analisis (Correlation) 40% Air mineral 53
Tabel 4.30 Hasil analisis (Descriptive Correlation) 30% Air mineral 54
Tabel 4.31 Hasil analisis (Correlation) 30% Air mineral 54
Tabel 4.32 Hasil analisis (Descriptive Correlation) 20% Air mineral 56
Tabel 4.33 Hasil analisis (Correlation) 20% Air mineral 56
Tabel 4.34 Hasil analisis (Descriptive Correlation) 10% Air mineral 57
Tabel 4.35 Hasil analisis (Correlation) 10% Air mineral 57

xv
DAFTAR SIMBOL

SIMBOL ARTI

ρ : Massa jenis air


/ : Gradien suhu perpindahan kalor
q : Laju perpindahan kalor
K : Konduktivitas Thermal
A : Luas bidang perpindahan kalor
h : Koefisien perpindahan panas konveksi
Tw : Suhu plat
Tx : Suhu Fluida
Fe : Fungsi emisitas
Fg : Fungsi Geometri
: Konstanta Stefan Boltzman
Cp : Panas jenis pada tekanan konstanta
∆ : Beda suhu aliran pada bagian penampang
: Efektivitas
c : Kalor spesifik
m : Laju aliran masssa
Cc : Kalor spesifik fluida dingin
mc : Laju aliran fluida dingin
mh : Laju aliran fluida massa
Ch : Kalor spesifik fluida panas
Th1 : Suhu masuk fluida panas
Th2 : Suhu keluar fluida panas
Tc1 : Suhu masuk fluida dingin
Tc2 : Suhu keluar fluida dingin
oC : Derajat Celcius

xvi
oK : Derajat Kelvin
oF : Derajat Fahrenheit
: Koefisien korelasi Pearson
x : Variabel Pertama
y : Variabel Kedua
n : Jumlah data
α : Tingkat Signifikansi
r : Koefisien Korelasi Sederhana

xvii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sepeda motor masa kini yang dirancang berperforma tinggi sekaligus tetap
efisien, rata-rata mengunakan radiator sebagai komponen pendingin. Radiator
merupakan sistem pendingin dengan menggunakan cairan fluida sebagai alat
penukar panas. Cara kerja radiator dengan menyalurkan panas yang dikeluarkan
oleh mesin motor kemudian diserap oleh bahan pendingin. Dengan demikian maka
suhu bahan pendingin di radiator akan menurun sedangkan udara disekitarnya akan
meningkatkan suhunya (Asep 2008). Konsep utama radiator adalah menjaga suhu
mesin agar tidak panas dan stabil sehingga kerja mesin menjadi maksimal.
Kinerja mesin pada motor dipengaruhi oleh kekuatan radiator dalam
mengalirkan suhu mesin. Semakin rendah suhu mesin maka kerja mesin semakin
optimal. Apabila mesin motor mengalami panas berlebihan (over heating) maka
dapat merusak komponen mesin itu sendiri. Sehingga radiator memiliki peran vital
pada sebuah mesin motor (Ade 2007).
Efektivitas radiator diartikan seberapa cepat radiator menurunkan suhu
panas pada mesin. Dilihat dari suhu udara disekitar radiator, suhu cairan yang
masuk ke radiator, dan suhu cairan keluar dari radiator (Holman dalam Nazaruddin,
1999). Semakin cepat radiator mendinginkan suhu pada mesin maka semakin
efektif kinerja radiator itu sendiri.
Kestabilan nilai efektifitas radiator tersebut merupakan suatu hal yang wajar
karena bila diamati kenaikan suhu ukur terjadi merata pada parameter suhu air yang
keluar dari mesin, suhu air yang akan keluar radiator masuk kemesin dan suhu udara
dibelakang radiator, sehingga menyebabkan besaran nilai efektifitas radiator akan
cenderung stabil. (Nazaruddin, 1999).
Komponen radiator sepada motor terdiri dari tangki air bagian atas (upper
tank), tangki bagian bawah (lower water tank) dan radiator core pada bagian

1
tengahnya, thermostart, kipas pendingin, tangki cadangan, water jacket, dan pipa
radiator (https: //id.wikipedia.org/wiki/Radiator diakses 23 November 2018)
Pada penelitian (Gatot Soebiyakto 2012:20) Pengaruh Penggunaan water
coolant terhadap peformance mesin Diesel. Penelitian ini menghasilkan pengaruh
penambahan water coolant terhadap daya indikasi sebesar 7,56 HP dan daya
efektifitas sebesar 6,50 HP. Penggunaan water coolant mempengaruhi tekanan
indikasi sebesar 1,8925 kg/cm2 dan tekanan efektif sebesar 5,29%.
Pada penelitian (Mohammad Nur Cahyo 2017) Pengaruh Penggunaan
Variasi water coolant dan variasi RPM terhadap panas yang dibuang oleh radiator
sepeda motor V-IXION. Penelitian ini membandingkan 3 jenis objek pendingin
terhadap putaran sepeda motor dengan nilai rata-rata putaran stasioner mesin 1000
RPM menghasilkan pembuang panas sebesar 4,93oC, pada putaran stasioner mesin
2000 RPM menghasilkan pembungan panas sebesar 3,9oC, putaran stasioner mesin
3000 RPM menghasilkan pembuangan panas sebesar 11,7oC, putaran stasioner
mesin 4000 RPM menghasilkan pembuangan panas sebesar 10,8oC, putaran
stasioner mesin 5000 RPM menghasilkan pembuangan panas sebesar 1,86 oC.
Dari hasil penelitian sebelumnya pengunaan water coolant mampu
mempengaruhi kinerja mesin. Sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian
tentang “Pengaruh Variasi Campuran Water Coolant dan Air Mineral Terhadap
Efektivitas Suhu Sepeda Motor 4 Langkah”

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, yang menjadi rumusan masalah dalam
penelitian ini yaitu bagaimana pengaruh dari variasi campuran water coolant dan
air mineral terhadap nilai efektivitas suhu mesin.

1.3 Batasan Masalah


Pada penelitian ini ada banyak permasalahan-permasalahan yang akan
muncul. Oleh karena itu perlu dibatasi masalah yang akan diteliti:
1. Jenis air radiator yang digunakan adalah water coolant yang banyak
dipasarkan di kota Bengkalis dan air mineral yang digunakan adalah jenis

2
air mineral kemasan dengan merk A nilai pH air = 6,64 - 7 yang banyak
dipasarkan di kota Bengkalis, variasi yang dilakukan adalah melakukan
pencampuran water coolant dan air mineral sehingga dapat melihat
fenomena radiator dalam melakukan kerja menurunkan panas pada mesin
sepeda motor.
2. Jenis sepeda motor yang digunakan adalah Vario Techno tahun 2010 dengan
variasi putaran stasioner mesin sepeda motor 1500, 2000, 2500, RPM
dengan waktu pengambilan data per 10 menit selama 30 menit. Pengamatan
ini dilakukan dengan kondisi mesin pada putaran stasioner.

1.4 Tujuan Penelitian


Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk:
1. Mengetahui pengaruh variasi campuran water coolant dan air mineral
terhadap efektivitas suhu mesin.
2. Mengetahui penurunan suhu tertinggi dari variasi campuran water
coolant dan air mineral terhadap efektivitas suhu mesin.
3. Mengetahui Penurunan suhu terendah dari variasi campuran yang
paling mendekati dengan efektivitas suhu pengunaan radiator murni.

1.5 Manfaat Penelitian


Hasil dari penelitian ini dapat menjadi acuan dan masukan bagi dunia
otomotif untuk meningkatkan kinerja pendinginan mesin lebih optimal dan menjadi
bahan untuk acuan pembuatan air radiator yang lebih baik dengan harga yang
terbilang murah serta menjadi bahan pembelajaran dibidang pendidikan dan
pengembangan produk.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu


Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh penelitian sebelumnya yang
terkait dengan penelitian yang dilakukan saat ini antara lain adalah: Clifford
Alexander dkk (2014) melakukan penelitian dengan judul: ‘’Analisis kinerja
coolant pada radiator’’. Penelitian ini berisi tentang kemampuan kinerja coolant
dalam mindahkan panas dimana dua jenis coolant dengan merk yang berbeda.
Dimana coolant merk A memiliki nilai efektifitas sebesar 40%, dan coolant merk
B memiliki nilai efektivitas pemindahan panas sebesar 37%. Hasil dari penelitian
ini memaparkan perbandingan semakin besar nilai viskositas maka semakin kecil
nilai Reynold Number yang dihasilkan oleh fluida. Hal ini dibuktikan dari hasil
penelitian ini, dimana nilai Reynold Number yang dimiliki air paling besar jika
dibandingkan dengan coolant A dan coolant B dimana nilai viskositas sebesar 3x10-
4
Pa.s, viskostas coolant A sebesar 4x10-4 Pa.s dan viskositas coolant B 3,23x 10-
4
Pa.s. Hasil koefisien perpindahan panas sistem (Uh) sebesar 37,3 W/m2K
penelitian ini memperoleh nilai kalor aktual yang dapat dilepas coolant sebesar
396,5 W dengan jenis coolant merk A. Hal ini terjadi karena coolant A memiliki
konduktivitas termal terbesar, jika dibandingkan dengan air dan coolant B sebesar
0,72 W/m.k.
Muhammad Nur Cahyo (2017) melakukan penelitian dengan judul:
“Pengaruh pengunaan variasi water coolant dan variasi RPM terhadap panas yang
dibuang oleh radiator sepada motor V-IXION”. Penelitian ini berisi tentang
peningkatan suhu pada mesin sepeda motor dengan cara membandingkan tiga jenis
coolant dengan merk yang berbeda dimana setiap coolant dilakukan pengujian
dengan mengunakan parameter kecepatan putar mesin sehingga menghasilkan nilai
keluaran panas yang dihasilkan radiator. Dimana pada pengujian ini dilakukan 3
variasi putaran stasioner mesin sebesar 1000, 2000, 3000, 4000, 5000 RPM dengan

4
3 jenis coolant dengan merk yang berbeda sehingga nilai efektif dari jenis coolant
tersebut memiliki pengaruh yang sangat tinggi pada jenis coolant 3 dengan nilai
putaran stasioner mesin 1000 RPM menghasilkan pembuangan panas sebesar
4,93oC, putaran stasioner mesin 2000 RPM menghasilkan pembuangan panas
sebesar 3,9oC, putaran stasioner mesin 3000 RPM menghasilkan pembuangan
panas sebesar 11,7oC, putaran stasioner mesin 4000 RPM menghasilkan
pembuangan panas sebesar 10,8oC, pada putaran stasioner mesin 5000 RPM
menghasilkan pembuangan panas sebesar 1,86oC.
Hadi B (2014) melakukan penelitian dengan judul: “Efektivitas Variasi
Campuran Radiator Coolant Dengan Air Terhadap Laju Pembuangan Panas”.
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui laju pembungan panas dan efektivitas
pada radiator dengan beberapa komposisi campuran air dengan radiator coolant.
Dalam penelitian ini, dilakukan pengujian perbandingan laju pembuangan panas
antara komposisi campuran 90% air dengan 10% radiator coolant, 70% air dengan
30% radiator coolant, 60% air dengan 40% radiator coolant, dan 50% air dengan
50% radiator coolant. Hasil dari penelitian dari beberapa komposisi campuran air
dengan radiator coolant dengan laju pembuangan panas pada komposisi 90% air
dengan 10% radiator coolant dengan nilai ρ = 1 (g/cm3), pada komposisi campuran
70% air dengan 30% radiator coolant nilai ρ = 1,02 (g/cm3), pada komposisi
campuran 60% air dengan 40% radiator coolant nilai ρ = 1,04 (g/cm3) hasil ini
menunjukan bahwa variasi dengan ρ = 1,02 yaitu pada komposisi campuran

70% air dengan 30% radiator coolant yang memiliki nilai laju pembuangan panas
yang paling tinggi. Sedangkan untuk nilai efektivitas paling tinggi untuk variasi
komposisi campuran dimiliki 50% air dengan 50% radiator coolant.
Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan mengambil data
setiap 5 menit selama 30 menit. Dari penelitian ini diambil data temperatur masuk
dan keluar radiator dan volume aliran fluida (Q) yang kemudian dilakukan
pengolahan data untuk menentukan laju aliran massa (m), panas spesifik fluida (Cp),
laju pembuangan radiator (q). Penelitian ini dilakukan dengan mengunakan metode
eksperimental dimana teknik pengolah data dilakukan pengolahan secara grafik.

5
Made Ricki Murti (2008) melakukan penelitian dengan judul: “Laju
Pembuangan Panas Pada Radiator Dengan Fluida Campuran 80% Air Dan 20% Rc
Pada Rpm Konstan”. Penelitian bertujuan untuk melakukan pengujian terhadap laju
pembuangan panas mesin antara pemakaian 100% air dengan campuran 80% air
dan 20% radiator coolant dengan metode paired comparison pada RPM 2000. Dari
penelitian ini diambil data temperatur masuk dan keluar radiator, volume aliran
fluida radiator (Q) yang kemudian dilakukan pengolahan data untuk menentukan
laju aliran massa (m), panas spesifik fluida (C p), laju pembuangan panas radiator
(q), dengan pengolahan data secara statistik.
Hasil pengujian pengujian terhadap campuran fluida radiator 80% air dan
20% radiator coolant menunjukkan rata-rata selisih temperatur inlet radiator dengan
temperatur lebih tinggi sebesar 8,0378 Kj/s. Kondisi ini menunjukkan pada RPM
2000, campuran 80% air dan 20% radiator coolant memiliki kemampuan
penyerapan dan pembuangan panas mesin yang tinggi dari pada 100% air.

2.2 Teori Dasar


2.2.1 Pengertian Motor Bakar
Motor bakar adalah jenis mesin kalor, yaitu mesin yang dapat mengubah
energi termal menjadi energi kerja mekanik atau mengubah bahan bakar menjadi
tenaga mekanis. Sebelum menjadi tenaga mekanis, energi kimia bahan bakar
diubah menjadi energi termal atau panas melalui pembakaran dengan udara diruang
bakar.

2.2.2 Jenis Motor Bakar


Motor bakar dibagi menjadi dua jenis, yaitu Motor Bensin (Otto) dan Motor
Diesel. Perbedaan kedua motor tersebut yaitu motor bensin menggunakan bahan
bakar bensin, sedangkan motor diesel menggunakan bahan bakar solar, perbedaan
lainnya ada sistem penyalaan, dimana motor bensin menggunakan busi untuk
sistem penyalaan sedangkan pada motor diesel tidak menggunakan busi melainkan
menggunakan kompresi yang tinggi untuk dapat membakar bahan bakar solar.

6
2.2.3 Prinsip Kerja Motor Bakar
1. Motor Bensin
Ciri utama dari motor bensin adalah proses pembakaran bahan bakar yang
terjadi di dalam ruang silinder pada volume tetap. Proses pembakaran pada
volume tetap ini disebabkan pada waktu terjadi kompresi, dimana campuran
bahan bakar dan udara mengalami proses kompresi didalam silinder, dengan
adanya tekanan ini bahan bakar dan udara dalam keadaan siap terbakar dan busi
meloncatkan bunga api dari kelistrikkan mesin sehingga terjadi pembakaran
dalam waktu yang singkat sehingga campuran tersebut terbakar habis seketika dan
menimbulkan kenaikan suhu ruang dalam ruang bakar.
2. Prinsip Kerja Motor Bensin 4 Langkah
Motor bakar bensin 4 langkah adalah jenis mesin pembakaran dalam
(internal combustion engine) yang dioperasikan dari udara yang bercampur
dengan bensin dan untuk menyelesaikan satu siklusnya diperlukan empat langkah
torak dan dua kali putaran poros engkol, seperti yang ditunjukkan pada gambar
2.1

Gambar 2.1 Siklus motor bakar bensin 4 langkah


(Sumber: Bambang 24 Mei 2013)

7
Gambar 2.2 Diagram P-v dari siklus ideal motor bakar bensin 4 Langkah
(Sumber: Wardono, 2004)

Untuk lebih jelasnya mengenai proses yang terjadi pada motor bakar bensin
4 langkah yang terdapat pada gambar 2.1 dapat dilihat melalui siklus ideal dari
siklus udara volume konstan seperti ditunjukkan pada gambar 2.2 diatas.
Keterangan mengenai proses pada siklus udara volume konstan dijelaskan sebagai
berikut:
1. Proses 0→1 : Langkah hisap (Intake)

Gambar 2.3 Langkah Hisap


(Sumber: Jama, 2007)

Pada saat proses langkah hisap, campuran udara dan bahan bakar dari
karburator terhidap dan masuk kedalam ruang bakar karena bergeraknya
torak dari posisi TMA menuju TMB. Pada saat proses ini katup hisap berada

8
dalam keadaan terbuka dan katup buang berada dalam posisi tertutup secara
otomatis.
2. Proses 1→2 : Langkah kompresi (Compression)
Proses kompresi adalah proses dimana piston bergerak dari TMB
menuju TMA dan posisi katup hisap dan buang dalam keadaan tertutup.
Campuran bahan bakar dan gas yang berada didalam silinder diakhir
langkah hisap akan ditekan oleh piston. Piston bergerak dan mulai langkah
kompresi dimulai setelah crankshaft melewati TMB. Campuran bahan
bakar dan udara yang berbentuk kabut akan dimampatkan (tekan) kearah
ruang bakar sehingga tekanan dan temperatur campuran bahan bakar dan
udara meningkat diakhir langkah kompresi.

Gambar 2.4 Langkah Kompresi


(Sumber: Jama, 2007)

Pada akhir langkah kompresi tepatnya beberapa derajat ± 5o sebelum


TMA, terjadi percikkan bunga api dari busi yang mengakibatkan
terbakarnya bahan bakar dan udara bertekanan. Proses pembakaran
sempurana ini terjadi berkisar ± 10o yang mengakibatkan terjadinya ledakan
dan dorongan pada permukaan piston.
3. Proses 2→3 : Langkah Pembakaran volume konstan

9
Gambar 2.5 Langkah Pembakaran
(Sumber: Jama, 2007)

Pada saat piston hampir mencapai TMA, percikan bunga api dari
elektroda busi dipercikkan kecampuran udara dan bahan bakar terkompresi
sehingga bahan bakar dan udara terbakar, sehingga terjadi kenaikan
temperatur dan tekanan yang drastis, sedangkan posisi kedua katup masih
dalam keadaan tertutup. Proses ini disebut sebagai proses pemasukkan
panas (kalor) pada volume konstan.
4. Proses 3→4 : Langkah kerja/Ekspansi (Expansion)
Katup hisap dan buang masih dalam posisi tertutup. Gas pembakaran
yang terjadi mampu mendorong piston untuk bergerak kembali ke TMA
menuju TMB menyebabkan volume gas pembakaran didalam silinder
semakin bertambah, sehingga temperatur dan tekanannya turun.
5. Proses 4→1 : Langkah buang volume konstan (Exhaust)
Setelah piston mencapai TMB, katup buang terbuka secara otomatis
sedangkan katup hisap dalam posisi tertutup. Piston bergerak dari TMB ke
TMA untuk membuang kalor sisa pembakaran. Proses ini terjadi pada
volume konstan.

10
Gambar 2.6 Langkah buang
(Sumber: Jama, 2017)

2.2.4 Proses Pembakaran


Proses pembakaran adalah suatu reaksi kimia cepat antara bahan bakar
(hidrokarbon) dengan oksigen dari udara. Proses pembakaran ini tidak terjadi
sekaligus tetapi memerlukan waktu dan terjadi dalam beberapa tahap. Disamping
itu penyemprotan bahan bakar juga tidak dapat dilaksanakan sekaligus tetapi
berlangsung antara 30-40 derajat sudut engkol. Supaya lebih jelas dapat dilihat pada
grafik tekanan versus besarnya sudut engkol seperti pada gambar 2.6. Pada gambar
2.7 dapat dilihat tekanan udara akan naik selama langkah kompresi berlangsung.
Beberapa derajat sebelum piston mencapai TMA bahan bakar mulai disemprotkan
didalam ruang bakar dan bercampur udara dengan tekanan temperatur tinggi.

Gambar 2.7 Grafik tekanan versus sudut engkol


(Sumber: Arismunandar, 2002)

11
Karena temperatur sudah melebihi temperatur penyalaan bahan bakar,
bahan bakar akan terbakar sendirinya dengan cepat. Waktu yang diperlukan antara
saat bahan bakar mulai disemprotkan dengan saat mulai terjadinya pembakaran
dinamai periode persiapan pembakaran (a) (gambar 2.7). waktu persiapan
pembakaran bergantung pada beberapa faktor, antara lain pada tekanan dan
temperatur udara saat bahan bakar mulai disemprotkan, gerakan udara dan bahan
bakar, jenis dan derajat pengabutan bahan bakar, serta perbandingan bahan bakar
udara lokal. Jumlah bahan bakar yang disemprotkan selama periode persiapan
pembakaran tidaklah merupakan faktor yang terlalu menentukan waktu persiapan
pembakaran. Sesudah melampaui periode persiapan pembakaran, bahan bakar akan
terbakar dengan cepat. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar 2.6 sebagai garis
lurus yang menanjak, karena proses pembakaran tersebut terjadi dalam satu proses
pengecilan volume (selama itu piston masih bergerak menuju TMA). Sampai piston
bergerak kembali beberapa derajat sudut engkol sesudah TMA, tekanannya masih
bertambah besar tetapi laju kenaikan tekanannya berkurang. Hal ini disebabkan
karena kenaikan tekanan yang seharusnya terjadi di kompensasi oleh bertambah
besarnya volume ruang bakar sebagai akibat bergeraknya piston dari TMA ke
TMB.
Periode pembakaran ketika terjadi kenaikan tekanan yang berlangsung
dengan cepat (garis tekanan yang curam dan lurus, garis BC pada gambar 2.6)
dinamai periode pembakaran cepat (b). Dalam hal terakhir ini jumlah bahan bakar
yang masuk kedalam silinder sudah mulai berkurang, bahkan mungkin sudah
dihentikan. Laju kenaikan tekanan yang terlalu tinggi tidaklah dikehendaki karena
dapat menyebabkan beberapa kerusakan. Maka haruslah diusahakan agar periode
persiapan pembakaran terjadi sesingkat-singkatnya sehingga belum terlalu banyak
bahan bakar yang siap untuk terbakar selama waktu persiapan pembakaran.
Dipandang dari segi kekuatan mesin, disamping laju kenaikan tekanan pembakaran
itu perlu pula diperhatikan tekanan gas maksimum yang diperoleh. Supaya
diperoleh efisiensi yang setinggi-tingginya, pada umumnya diusahakan agar
tekanan gas maksimum terjadi pada saat piston berada diantara 15-20 derajat sudut
engkol sesudah TMA.

12
Saat pengapian adalah waktu terjadinya percikan bunga api pada busi. Pada
putaran stasioner, saat putaran motor bensin terjadi sebelum titik mati atas akhir
kompresi. waktu pengapian sangat menentukan kesempurnaan proses pembakaran
sehingga ketepatan pengapian harus selalu diperiksa dan di stel.

2.2.5 Tiga Macam Pembakaran


Pengapian merupakan hal terpenting bagi terwujudnya pembakaran.
Pengapian yang baik harus memenuhi beberapa syarat, yaitu pengapian yang kuat
(bunga api yang dihasilkan besar) dan waktu pengapian yang tepat. Waktu
pengapian merupakan waktu dimana busi mulai memercikkan bunga api sampai
terjadi proses pembakaran campuran bahan bakar dan udara secara penuh (selesai).
Waktu pengapian yang tidak tepat akan menimbulkan beberapa masalah baik waktu
pengapian yang terlalu maju atau pun waktu pengapian yang telalu mundur. Oleh
sebab itu diperlukan penyetelan saat pengapian agar saat pengapian dapat sesuai.
Adapun akibat dari waktu pengapian yang tidak tepat,

Gambar 2.8 Grafik Pembakaran


(Sumber: Gaco, 2008)

13
1. Waktu Pengapian Maju
Waktu pengapian terlalu maju atau lebih awal yaitu waktu pengapian yang
lebih cepat dibandingkan dengan waktu pengapian yang seharusnya terjadi.
Akibat dari waktu pengapian yang terlalu maju adalah akan menghasilkan tekanan
pembakaran seperti yang ditunjukkan pada grafik pembakaran diatas (A), yaitu
menyebabkan terjadinya knocking atau detonasi sehingga menyebabkan mesin
bergetar melebihi getaran yang di izinkan, daya motor tidak optimal, temperatur
naik melebihi temperatur yang di izinkan sehingga menyebabkan komponen-
komponen pada mesin menjadi rusak.
2. Waktu Pengapian Terlalu Mundur
Waktu pengapian terlalu mundur yaitu pengapian terjadi lebih lama dari pada
waktu yang seharusnya terjadi pengapian (waktu yang tepat) seperti yang
ditunjukkan pada grafik 2.7 diatas (C). Akibat dari waktu pengapian yang lebih
lama ini menyebabkan tekanan bahan bakar yang dihasilkan akan terjadi jauh
sesudah TMA sehingga daya mesin yang dihasilkan tidak optimal dan pemakaian
bahan bakar yang lebih boros.
3. Waktu Pengapian Yang Tepat
Waktu pengapian yang tepat yaitu pengapian yang terjadi sesuai dengan yang
dianjurkan oleh keluaran pabrik dari mesin tersebut. Saat pengapian yang tepat
dapat dilihat dari grafik pembakaran diatas (B). Pada umunya saat pengapian yang
baik yaitu beberapa derajat sebelum piston mencapai TMA sehingga tekanan
pembakaran maksimal dapat diperoleh ketika piston sudah melewati beberapa
derajat setelah TMA. Waktu pengapian yang tepat akan menghasilkan tenaga
yang optimal dan pemakaian bahan bakar yang lebih efisien.

2.2.6 Sistem Pendingin Mesin


Motor bakar dalam operasionalnya menghasilkan panas yang berasal dari
pembakaran bahan bakar dalam silinder. Panas yang dihasilkan tidak dibuang
akibatnya komponen mesin yang berhubungan dengan panas pembakaran akan
mengalami kenaikan temperatur yang berlebihan dan merubah sifat-sifat serta
bentuk dari komponen mesin tersebut. Sistem pendinginan diperlukan untuk

14
mencegah terjadinya perubahan tersebut. Sistem pendinginan yang biasa
digunankan pada motor bakar ada dua macam, yaitu:
1. Sistem pendinginan udara (Air cooling system)
2. Sistem pendinginan air (Water cooling system)
(Maleev, 1982: 374)

1) Sistem pendinginan udara (Air cooling system)


Sistem pendinginan jenis udara, panas yang dihasilkan dari pembakaran gas
dalam ruang bakar dan silinder sebagian dirambatkan keluar dengan mengunakan
sirip-sirip pendinginan yang dipasangkan dibagian luar dari silinder dan ruang
bakar. Panas yang dihasilkan ini selanjutnya diserap oleh udara luar yang memiliki
temperatur yang jauh lebih rendah dari temperatur pada sirip pendingin. Pada
bagian mesin yang memiliki temperatur tinggi memiliki sirip pendingin yang lebih
panjang dari pada sirip pendingin yang terdapat disekitar silinder yang
temperaturnya lebih rendah.
Udara yang berfungsi menyerap panas dari sirip-sirip pendingin harus
berbentuk aliran atau dengan kata lain harus mengalir, hal ini dimaksud agar
temperatur udara disekitar sirip lebih rendah sehingga penyerapan panas tetap
berlangsung secara baik. Untuk menciptakan keadaan itu maka aliran udara harus
dibuat dengan jalan menciptakan gerakan relatif antara sirip dengan udara. Keadaan
ini dapat ditempuh dengan cara menggerakkan sirip pendingin atau udaranya. Ada
dua kemungkinan apabila sirip pendingin bergerak berarti mesinnya bergerak
seperti mesin-mesin yang dipakai pada sepeda motor secara umum. Untuk mesin-
mesin yang secara konstan diam atau stasioner dan mesin-mesin yang
penempatannya sedemikian rupa sehingga sukar untuk mendapatkan aliran udara,
udara yang dibutuhkan diciptakan dengan cara dihembuskan oleh blower yang
dihubungkan langsung dengan poros engkol hasil putaran akibat langkah kerja
siklus motor bakar. Penghembusan udara oleh blower hasil putaran poros engkol
juga akan menciptakan aliran udara yang sebanding dengan kecepatan mesin
sehingga pendinginan sempurna dapat terjadi pada mesin tersebut. (Maleev, 1982 :
393)

15
2) Sistem pendinginan air (water cooling system)
Sistem pendingina air panas yang berasal dari pembakaran gas dalam ruang
bakar dan silinder sebagian diserap oleh air pendingin yang bersirkulasi melalui
dinding silinder dan ruang bakar, ini dapat terjadi karena adanya mantel air
pendingin (water jacket). Panas yang diserap oleh air pendingin pada mantel-mantel
air selanjutnya akan menaikkan temperatur air pendingin tersebut. Air pendingin
pada water jacket maka cenderung akan mendidih dan menguap. Hal tersebut
sangat merugikan, oleh sebab itu menghindarinya air tersebut disirkulasikan. Air
yang memiliki temperatur yang masih dingin dialirkan mengganti air yang memiliki
temperatur panas. (Maleev, 1982 : 381)

3) Sirkulasi air pendingin


Sirkulasi air pendingin secara garis besar ada 2 macam, yaitu:
1. Sirkulasi alam (Natural circulation)
Sistem pendinginan jenis ini terjadi dengan diakibatkan oleh perbedaan
berat jenis air panas dengan air yang masih dingin, air yang telah panas berat
jenisnya lebih rendah dari pada air yang masih dingin. pada saat air dalam
tangki dipanaskan, maka air yang telah panas akan menempati bagian atas
dari tangki dan mendesak air yang berada diatasnya segera mengalir pipa,
air yang mengalir memasuki bagian bawah dari tangki dimana setelah
dipanaskan akan mengalir keatas. (Maleev, 1982 : 387)
Air yang berada dalam tangki pada mesin disamakan dengan air yang
berada pada mantel-mantel air.
2. Sirkulasi dengan Tekanan
Sirkulasi jenis ini hampir sama dengan sirkulasi jenis aliran hanya
ditambahkan pompa air untuk mempercepat terjadinya sirkulasi air
pendingin. Pompa air ini ada yang ditempatkan pada saluran antara radiator
dengan mesin dimana air yang mengalir ke mesin tekan oleh pompa, ada
juga yang ditempatkan pada saluran antara mesin dengan radiator.
Sirkulasi jenis ini dapat berlangsung dengan sempurna dan air yang
berada di dalam mantel-mantel tetap dalam keadaan penuh tanpa ada

16
gelembung udara. Sirkulasi ini cenderung air untuk mendidih sangatlah
kecil sekali karena tekanannya melebihi tekanan atmosfir yang berarti titik
didihnya akan berada jauh diatas 100oC. (Maleev, 1982 : 388).

2.2.7 Komponen-Komponen Sistem Pendinginan Air


Sistem pendinginan air memiliki bagian-bagian yang bekerja secara
integrasi satu dengan yang lainnya, komponen-komponen tersebut akan bekerja
untuk mendukung kerja sistem pendingin air, antara lain:
1. Radiator
Adalah alat yang berfungsi sebagai alat untuk mendinginkan air yang telah
menyerap panas dari mesin dengan cara membuang panas air tersebut melalui sirip-
sirip pendinginnya. (Suprato, 1999 : 25)
a. Tangki atas
b. Inti radiator (Radiator core)
c. Tangki bawah
d. Tutup radiator

Gambar 2.9 Radiator


(Sumber: Radhityaken.com )

2. Pompa air (Water pump)


Alat ini berfungsi mensirkulasikan cairan radiator dari silinder block lalu ke
head untuk mentransfer suhu panas mesin ke cairan radiator, kemudian cairan ini
dialir menuju radiator untuk didinginkan agar suhu panas cairan radiator menjadi
dingin proses sirkulasikan air pendingin, dengan jalan membuat perbedaan tekanan

17
antara saluran tekan yang terdapat pada pompa. Pompa ini bekerja secara terus
menerus selama mesin beroperasi, ada yang menggunakan poros engkol atau
crankshaft, dan ada yang menggunakan putaran noken as atau crankshaft. Jenis
pompa yang digunakan adalah pompa sentrifugal yang mengunakan sudu-sudu atau
propeler untuk menimbulkan tekanan atau head energi agar dapat bersirkulasi
keseluruh lintasan selang (hose) radiator.

Gambar 2.10 Pompa air radiator


(Sumber: M.Inkuiri.com)

3. Kipas
Kipas berfungsi untuk mengalirkan udara pada inti radiator agar panas yang
terdapat pada inti radiator dapat dirambatkan dengan mudah ke udara. Aliran udara
pada mesin-mesin kendaraan selalu paralel dengan gerakan kendaraan, tetapi
arahnya berlawanan. Permasangan kipas biasanya dibagian depan poros pompa air
sehingga putaran dari kipas sama dengan putaran pompa air yang selanjutnya
menyebabkan aliran udara sesuai dengan putaran mesin. Untuk menyesuaikan
antara kecepatan putaran dari msein dengan kecepatan pengaliran udara yang dapat
menyerap panas dari radiator, maka besar jumlah daun kipas dibuat sesuai dengan
kebutuhan mesin. (Remling, 1981:828).

18
Gambar 2.11 Kipas radiator
Kipas radiator yang digunakan pada penelitian ini menggunakan kipas
radiator dengan sistem kerja mekanik, dimana kipas berputar mengikuti putaran
poros engkol (crankshaft) sehingga cukup menambah beban pada putaran mesin
walaupun hanya beberapa gram. Kelebihan jarang terjadi kerusakan karena proses
kerjanya yang sederhana mengikuti putaran dari poros engkol (crankshaft).

4. Katup Thermostat
Secara ideal air pendingin bersirkulasi apabila suhu ideal mesin telah
dicapai, dengan kata lain apabila air pendingin dibuat bersirkulasi pada suhu rendah
maka suhu air pendingin sukar mencapai idealnya. Sistem pendingin pada suhu
rendah dan membuka saluran air pendingin dari mesin ke radiator dan ke mesin
pada saat mesin telah mencapai suhu ideal.

Gambar 2.12 Katup Thermostart


(Sumber: Mitra wordpress.com )
Pemasangan katup ini biasanya pada saluran air keluar dari mesin ke
radiator yang dimaksud agar lebih mudah untuk melakukan proses kerjanya. Cara

19
kerja dari katup thermostat ini ialah pada saat air pendingin mulai naik sekitar 75oC
sampai dengan 78oC jarum didalam katup thermostat akan memuai dan menekan
karet, keadaan ini akan mengubah bentuk dan menekan poros katup sehingga akan
membuat posisi katup menjadi terbuka dan terbuka penuh pada suhu 100oC. Untuk
mengatasi tekanan air yang berlebihan pada saat katup thermostat masih tertutup,
maka dibuat saluran pintas (By pass passage) kesaluran pompa air. (Remling, 1981
: 824)

5. Mantel Pendingin (Water Jacket)


Mantel pendingin dapat digambarkan secara sederhana sebagia sebuah
ruangan yang berada disekeliling silinder mesin dan kepala silinder mesin.
Keberadaan bagian ini berfungsi untuk mendinginkan silinder dan kepala silinder
mesin. Proses pertukaran panas berlangsung pada bagian ini, dimana panas yang
berada pada silinder dan kepala silinder mesin akan diserap air yang bersirkulasi
melewati bagian mantel air ini. Mantel pendingin ini secara konstruksi berhubungan
dengan tangki radiator. (Maleev, 1982 : 386)

6. Cairan Pendingin
Fluida atau cairan pendingin yang biasa dipakai ialah air. Fluida ini dalam
proses pendinginan akan bergerak atau disirkulasikan untuk mengambil panas yang
berasal dari pembakaran bahan bakar dalam silinder mesin yang kemudian akan
didinginkan pada radiator. Namun sebagai media penyerap panas, air mempunyai
beberapa efek yang merugikan, antara lain:
a. Air nantinya akan menimbulkan endapan kotoran pada saluran pendingin
dan water jacket, kerusakan itu dapat berbentuk korosi atau karat yang
dalam jangka waktu yang relatif lama akan menimbulkan kerusakan.
b. Air mempunyai sifat akan membeku pada temperatur yang rendah,
gangguan atau masalah.
c. Air juga berpotensi mengandung kapur yang dapat menyebabkan endapan
dalam pipa-pipa radiator. Keadaan ini tentu akan mengakibatkan
penyumbatan pipa-pipa tersebut.

20
2.2.8 Perpindahan Panas
Perpindahan panas ialah proses berpindahnya energi dari suatu tempat
ketempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu ditempat-tempat tersebut.
Perpindahan panas terdapat tiga jenis, yaitu:
1. Konduksi
Merupakan perpindahan panas dari tempat yang bertemperatur tinggi
ketempat yang bertemperatur rendah di dalam medium yang bersinggungan
langsung.
Jika pada suatu benda terdapat gradien suhu, maka yang akan terjadi
perpindahan panas serta energi dari bagian yang bersuhu tinggi kebagian yang
bersuhu rendah, sehingga dapat dikatakan bahwa energi akan berpindah secara
konduksi, laju perpindahan kalornya dinyatakan sebagai berikut:
q = −k. A. ∂T/ ∂x .................................................................... (2.1)
Dimana:
Q = Laju perpindahan kalor
∂T/ ∂x = Gradien suhu perpindahan kalor
K = Konduktifitas thermal bahan
A = Luas bidang perpindahan kalor

2. Konveksi
Merupakan proses transport energi dengan kerja gabungan dari konduksi
panas, penyimpangan energi dan proses mencampur. Proses ini terjadi pada
permukaan padat, cair dan gas.
Laju perpindahan kalor dipengaruhi oleh luas permukaan perpindahan kalor
(A) dan beda menyeluruh antara permukaan bidang dengan fluida yang dapat
dirumuskan sebagai berikut:
q = h. A(T − T ) ............................................................... (2.2)
Dimana:
h = Koefisien perpindahan panas konveksi
A = Luas penampang
Tw = Suhu Plat

21
Tx = Suhu Fluida
Perpindahan panas konveksi tergantung pada viskositas fluida, disamping
ketergantungan terhadap sifat-sifat thermal fluida, seperti: konduktivitas thermal,
kalor spesifik, dan densitas. Hal ini disebabkan karena viskositas mempengaruhi
profil kecapatan dan oleh sebab itu mempengaruhi laju perpindahan energi di
daerah dinding.
Ada dua sistem konveksi, yaitu:
1. Perindahan panas konveksi alami (Natural convection)
Fenomena ini terjadi karena fluida dilakukan pemanasan, sehingga
berubah densitasnya sehingga fluida mengalami pergerakkan.
2. Perpindahan panas konveksi paksa (Force convection)
Fenomena ini terjadi apabila sistem dimana fluida didorong oleh
permukaan perpindahan kalor, atau melalui bergerak adanya faktor
pemaksa.

3. Radiasi
Merupakan proses perpindahan panas dari tempat yang bersuhu tinggi ke
tempat yang bersuhu rendah bila kedua tempat itu terpisah dalam ruangan bahkan
ruang hampa sekalipun. (Kreith, 1991 : 4).
Merupakan perpindahan panas dari benda yang bersuhu tinggi kebenda
yang bersuhu rendah apabila benda-benda tersebut terpisah dalam satu ruangan
bahkan bila terdapat ruang hampa diantara benda-benda tersebut. Untuk radiasi
antar dua benda, dapat dirumuskan:
q = Fe. Fg. A. σ(T − T ) ................................................... (2.3)
Dimana:
Fe = Fungsi emisitas
A = Luas permukaan bidang
Fg = Fungsi Geometri
= konstanta Stefan Boltzman (5,699 x 10-8 W/m2K4)
(Holman, 1999 : 13)

22
2.2.9 Konveksi Paksa Dalam Pipa
Persamaan serta pendinginan fluida yang mengalir di dalam saluran
merupakan satu diantara perpindahan yang terpenting di dalam perekayasaan. Bila
koefisien perpindahan panas untuk geometri tertentu serta kondisi aliran yang telah
ditetapkan diketahui, maka perpindahan panas pada beda suhu dapat dihitung
dengan persamaan:
q = H A(T −T ) ....................................... (2.4)
(Kreith, 1991 : 415)
Suhu aliran fluida sebagai acuan memungkinkan kita untuk menghitung
secara mudah, karena dalam keadaan Steady. Perbedaan antara suhu aliran rata-rata
pada dua penampang suatu saluran merupakan tolak ukur laju perpindahan panas:
q = m. c ∆t ................................................... (2.5)
Dimana: q = Laju perpindahan panas ke fluida (Btu/h)
m = Laju aliran (lbm/h)
Cp = Panas jenis pada tekanan konstan (Btu/lbm F)
∆t = Beda suhu aliran antara penampang-penampang yang
bersangkutan.
(Kreith, 1991 : 417)
Penjelasan kualitatif mengenai perilaku fluida dapat diberikan dengan
mengamati medan aliran fluida yang ditunjukkan dalam gambar dibawah ini:

Gambar 2.13 Pola aliran fluida


(Sumber: Kreith, 1991 : 549)
Pada saluran aliran fluida sepenuhnya turbulen kecuali dalam suatu lapisan
yang tipis yang berbatasan dengan dinding. Tanda panah berbentuk lingkaran
adalah aliran turbulen yang menyapuh tepi lapisan batas laminar. Pusaran itu
mencampur fluida yang lebih panas dan yang lebih dingin lebih efektif, sehingga

23
panas berpindah secara tepat antara tepi lapisan laminar mengendalikan laju
perpindahan panas, sebaliknya medan aliran turbulensi memberikan tahanan yang
kecil terhadap aliran panas.
Cara yang efektif yang dapat dilakukan ialah dengan menaikkan koefisien
perpindahan panas dan mengurangi tahanan thermal lapisan batas laminar. Hal yang
dapat dilakukan dengan meningkatkan turbulensi didalam aliran utama sehingga
pusaran turbulen dapat menembus jauh kedalam lapisan laminar.
Kenaikan turbulensi di satu sisi juga mengakibatkan kerugian energi yang
besar dalam peningkatan tekanan gesek fluida dalam saluran, sehingga dibutuhkan
kecepatan aliran fluida relatif tinggi yang akan menghasilkan koefisien perpindahan
panas yang tinggi pula.

2.2.10 Penukar Panas


Penukar panas ialah suatu alat yang menghasilkan perpindahan panas dari
suatu fluida ke fluida lainnya. Jenis dari penukaran panas secara umum ialah:
1. Penukar panas yang menggunakan pencampuran fluida secara langsung.
a. Pemanasan air pengisi ketel terbuka (Open feed water heater)
b. Pemanas lanjut (De-super heater)
c. Kondensor jet (Jet condenser)
2. Penukar panas dimana suatu fluida terpisah dengan fluida yang lainnya
melalui suatu dinding atau sekat atau biasa disebut dengan recuperator
a. Kondensor (Condenser)
b. Alat penguapan (Evaporator)
Penukar panas jenis ini juga termasuk didalamnya terdapat suatu medan
luas penukar panas cangkang dan pipa (shell and tube) biasa.
Tipe penukar panas yang sederhana ialah terdiri dari sebuah pipa
konsentrik didalam pipa lainnya yang merupakan cangkang untuk susunan ini,
salah satu fluida mengalir melalui pipa dalamnya sedangkan fluida yang
lainnya mengalir melalui cincin yang terbentuk diantara pipa dalam dan luar
pipa.

24
Kedua aliran fluida ketika melintasi penukar panas hanya sekali sehingga
disebut susunan penukar panas satu lintasan (single pass). Penukar panas jenis
ini mempunyai berbagai variasi aliran yaitu:
a. Penukar panas aliran searah (Parallel flow)
b. Penukar panas berlawanan (Conter flow)
c. Penukar panas aliran lintang atau saling tegak lurus (Cross flow)
Untuk penukar panas jenis cross flow terdapat jenis penukar panas
dimana fluida yang bekerja didalamnya tidak bercampur (unmixed) sewaktu
melintasi penukar panas tersebut yang mengakibatkan suhu fluida yang
meninggalkan penampang pemanas tidak seragam, pada satu sisi lebih panas
dari sisi lainnya.
Pemanasan bertipe plate datar merupakan jenis penukar panas seperti
yang telah diuraikan diatas. Tipe penukar panas ini banyak digunakan pada
mekanisme heat changer radiator kendaraan.

2.2.11 Metode Perhitungan


Metode perhitungan pada penelitian ini menggunakan rumus metode
efektivitas pendinginan. Metode efektifitas mempunyai beberapa keuntungan untuk
menganalisa perbandingan berbagai jenis penukar kalor dalam memilih jenis yang
terbaik untuk melaksanakan pemindahan kalor tertentu.
Efektifitas penukar kalor (Heat Exchange Effectiveness) didefinisikan
sebagai berikut:

∈= ........................... (2.6)

(Holman, 1999 : 498)


Perpindahan kalor yang sebenarnya (actual) dapat dihitung dari energi yang
dilepaskan oleh fluida panas atau energi yang diterima oleh fluida dingin untuk
penukar kalor aliran lawan arah.
q = mh ch (Th1 – Th2) = mc cc (Tc1 – Tc2) ....................................... (2.7)
dimana:
q = Perpindahan panas
mh = Laju aliran fluida massa

25
mc = laju aliran fluida dingin
ch = Kalor spesifik fluida panas
cc = Kalor spesifik fluida dingin
Th1 = Suhu masuk fluida panas
Th2 = Suhu keluar fluida panas
Tc1 = Suhu masuk fluida dingin
Tc2 = Suhu keluar fluida dingin
Untuk menetukan perpindahan kalor maksimum bagi penukar kalor itu
maka dapat pahami bahwa nilai maksimum akan didapat bila salah satu fluida
mengalami perubahan suhu sebesar beda suhu maksimum yang terdapat dalam
penukar kalor itu, yaitu selisih suhu masuk fluida panas dan fluida dingin.
Fluida yang mungkin mengunakan mengalami beda suhu maksimum ini
ialah laju aliran fluida dinginnya minimum, syarat keseimbangan energi bahwa
energi yang diterima oleh fluida yang satu sama dengan energi yang dilepas oleh
fluida yang lain. Jika fluida yang mengalami nilai mc yang lebih besar yang dibuat
mengalami beda suhu yang lebih besar dari maksimum, dan ini tidak
dimungkinkan, jadi perpindahan kalor yang mungkin dinyatakan:
q =( ) (T −T ) ................................................... (2.8)
Perhitungan efektivitas dengan fluida yang menunjukkan nilai mc yang
minimum, untuk penukar kalor lawan arah maka:
( )
ϵ= ( )
= ............................................................... (2.9)
( )
ϵ= ( )
= ............................................................. (2.10)

Secara umum efektivitas dapat dinyatakan secara umum sebagai berikut:


∆ ( )
ϵ= ..................................... (2.11)

Jika fluida dingin ialah fluida minimum, maka:

ϵ= ............................................................. (2.12)

Penyederhaan rumus diatas dilakukan dengan alasan bahwa penelitian ini


hanya mengambil data berdasarkan suhu yang bekerja tanpa memperhitungkan nilai
m (laju aliran massa) dan c (kalor spesifik).

26
2.2.12 Teori Dasar Alat dan Bahan Penelitian
1. Thermometer Infrared
Adalah sebuah alat untuk mengukur suhu yang dapat mengukur temperatur
atau suhu tanpa bersentuhan dengan objek. Alat ini mampu untuk mendeteksi
temperatur secara optik selama objek diamati, radiasi energi sinar inframerah
diukur dan dikonversikan sebagai suhu.
Prinsip dasar termometer infra merah menyatakan bahwa semua objek
memancarkan energi inframerah. Semakin panas suhu benda, maka molekulnya
semakin aktif dan semakin banyak energi inframerah yang dipancarkan. Akurasi
dari infrared thermometer biasanya kurang dari 1o (satu) derajat.

Gambar 2.14 Thermometer Infrared


(Sumber: Alat uji.com)

2. Anemometer (Velocity)
Anemometer adalah sebuah alat pengukuran kecepatan angin yang banyak
dipakai dalam bidang meteorologi dan geofisika atau stasiun prakiraan cuaca. Nama
alat ini berasal dari kata yunani anwmos yang berarti angin. Perancangan pertama
dari alat ini adalah Leon Battista Alberti pada tahun 1450. Selain mengukur
kecepatan angin, alat ini juga dapat mengukur besarnya tekanan angin.
Prinsip kerja dari anemometer dimana pada saat tertiup angin, maka balin-
baling atau mangkuk yang terdapat pada anemometer akan bergerak sesuai dengan
arah mata angin. Semakin cepat angin meniup, semakin cepat pulak perputaran dari
baling-baling tersebut. Berdasarkan jumlah perputaran perdetiknya, maka akan
diketahui jumlah dari kecepatan anginnya. Pada anemometer terdapat bagian alat

27
pencacah yang berfungi menghitung jumlah kecepatan angin. Hasilnya akan
dicatat, kemudian akan disesuaikan dengan skala Beaufrot c.

Gambar 2.15 Anemometer


(Sumber: Alat uji.com)
Pada penelitian ini anemometer yang digunakan jenis digital yang
merupakan alat yang terdiri dari tombol-tombol dan layar tampilan (Display).
Anemometer digital memiliki tiga skala pengukuran yaitu meter/sekon, km/jam,
dan north. Pada pengukuran anemometer digital pengukuran dapat dilakukan secara
berulang-ulang dan data akan otomatis tersimpan dalam memori.

3. Tachometer
Tachometer adalah sebuah alat penguji yang dirancang untuk mengukur
kecepatan rotasi dari poros atau disk, seperti di sepeda motor atau mesin lainnya.
Perangkat ini biasanya menampilkan putaran per menit (RPM) pada dial analog
yang dikalibrasi, tetapi tampilan digital semakin umum. Kata ini berasal dari bahasa
yunani (tachos “speed”) dan metron (mengukur). Pada dasarnnya kata tachometer
dan sepedometer memiliki arti yang identik dengan perangkat yang mengukur
kecepatan. (Wikipedia, 2018)

28
Gambar 2.16 Tachometer
(Sumber: Alat uji.com)

4. Air mineral
Air mineral adalah air yang mengandung mineral atau bahan-bahan larutan
lain yang mengubah rasa atau memberi nilai-nilai terapi. Banyak kandungan garam,
sulfur, dan gas-gas yang larut didalam air ini. Air mineral biasanya memiliki buih.
Air mineral bersumber dari mata air yang berada di alam.

5. Cairan pendingin
Cairan pendingin radiator dibuat dengan mencampurkan cairan etilen glikon
atau 1,2-etanadiol (C2H6O2) dengan aquadestilata dengan perbandingan tertentu
tergantung pada kebutuhan dan situasi atau iklim dimana kendaraan bermotor atau
mesin tersebut digunakan. Larutan merupakan campuran homogen terdiri dari zat
pelarut dan zat terlarut, adanya zat terlarut akan mempengaruhi sifat-sifat larutan
yang terjadi. Sifat fisik yang dipengaruhi oleh jumlah partikel zat terlarut ialah,
tekanan uap, kenaikan titik didih, penurunan titik beku dan tekanan osmotik.
Cairan etilena glikon (C2H6O2) merupakan cairan bening dengan nilai massa
molar 62,07 g.mol-1 dan nilai densitas sebesar 1,1132 g/cm3. Dimana titik lebur zat
ini sebesar -12,9oC (8,8oF;260,2oK), sedangkan titik didih zat ini sebesar 197,3oC
(387,1oF;470,4oK) dengan viskositas kekentalan 1,61x 10-2N2/m2.
Aquadestilata (H2O) merupakan cairan bening dengan berat molekul 18,02
gr/mol dengan nilai densitas sebesar 1000 kg/m3, dimana titik didih dari
aquadestilata sebesar 100oC (273oK, 32oF) dengan nilai tekanan uap aquadestilata
sebesar 2,3 kPa. Aquadestilata merupakan air murni yang dihasilkan dari proses
penyulingan (destilasi) sebanyak 1 kali. Nilai pH 7 (netral) yang berfungsi sebagai

29
pelarut universal yang digunakan sebagai media pendingin karena dapat
menghambat terjadinya kerak dan lumut. Sifat kimia dari aquadestilata ini tidak
dapat terbakar dan tidak beracun sehingga tidak membahayakan bila terjadi kontak
dengan kulit. (id.wikipedia.org)
Dalam penelitian ini cairan yang digunakan adalah water coolant dengan
kapasitas 1L. Merupakan air radiator dengan formula super cool untuk memastikan
pendinginan yang lebih baik untuk sistem radiator mesin sepeda motor dan mobil.
Dengan licensed JUMBO SPRING, INC, LOS ANGELES, CA 90004, U.S.A.
dengan keungulan memberi perlindungan terbaik untuk komponen metal melawan
korosi dan melindungi sistem radiator dari overhating dan boil-over menjaga sistem
radiator tetap dingin dalam kondisi apapun dengan nilai titik didih yang tinggi yaitu
130oC.

Gambar 2.17 Cairan pendingin


(Sumber: M.tokopedia.com)

6. Gelas ukur
Adalah peralatan laboraturium yang umum digunakan untuk mengukur
volume cairan. Alat ini memiliki bentuk silinder dan setiap garis memiliki bentuk
silinder dan setiap garis penanda pada gelas ukur mewakili jumlah cairan yang telah
terukur. Untuk akurasi volume pada gelas ukur digambarkan pada skala dengan 3
angka signifikan. Silinder 100mL memiliki gradasi 1mL sedangkan silinder 10mL
memiliki gradasi 0,1mL.
Kalibrasi gelas ukur terbagi menjadi 2 yaitu:

30
1. Untuk menampung (to contain) menunjukan volume cairan di dalam
gelas ukur dan ditandai sebagai “TC”
2. Untuk memindahkan (to deliver) menunjukan volume cairan yang
dituang, dengan menghitung sisa cairan yang dituang, dengan
menghitung sisa cairan yang tinggal disilinder diberi tanda “TD”. Namun
sekarng sudah dianggap sama. Selain itu, simbol internasional “IN” dan
“EX” cenderung lebih digunakan, bukan “TC” dan “TD”
Untuk membaca volume dengan akurat, pengamatan harus dilakukan sejajar
dengan mata dan pembaca dilakukan pada meniskus bawah cairan. Misalnya
sebuah gelas ukur 100mL, digunakan untuk mengukur cairan, silinder tersebut
mengandung cairandengan volume 60mL. Jika volume terbaca dilakukan dan nilai
volume terbaca sebesar 36,5mL. nilai lebih persisi adalah 36,5mL ± 0,5mL atau
36,0mL hingga 37,0mL.

Gambar 2.18 Gelas ukur

2.2.13 Metode Analisis Korelasi Sederhana (Bivarete Corelation)


Korelasi adalah istilah statistik yang menyatakan derjat hubungan linear
antara dua variabel atau lebih (usman,2006:197). Korelasi sederhana merupakan
suatu teknik statistik yang dipergunakan untuk mengukur kekuatan hubungan 2
variabel dan digunakan untuk mengetahui hubungan antara 2 variabel tersebut
dengan hasil yang sifatnya kuantitatif. Kekuatan hubungan antara 2 variabel yang
dimaksud disini adalah apakah hubungan tersebut erat, lemah, atau pun tidak erat.

31
Sedangkan bentuk hubungannya adalah bentuk korelasi linear positif atau linear
negatif.
Keeratan hubungan korelasi juga dapat dilihat dengan cara menerjemahkan
nilai korelasi dalam bentuk diagram tebar (scatter Diagram) tetapi diagram ini
hanya dapat diperkirakan kecenderungan hubungan tersebut apakah linear positif
atau dalam bentuk linear negatif atau pun tidak memiliki korelasi. Kelemahan dari
diagram ini adalah tidak dapat menunjukkan secara tepat dan juga tidak dapat
memberikan angka kuantitas tentang kekuatan hubungan antara 2 variabel yang
diteliti.
Kekuatan hubungan antara 2 variabel biasanya disebut dengan koefisien
korelasi dilambangkan dengan simbol ’’r’’. Nilai korelasi r akan selalu berada di
antara -1 sampai +1. Koefisien korelasi akan slalu berada didalam range -1.≤ r ≤
+1.
Koefisien korelasi sederhana disebut juga dengan koefisien korelasi
Pearson karena rumus perhitungan koefisien korelasi sederhana ini dikemukakan
oleh Karl Pearson yaitu seorang ahli Matematika yang berasal dari inggris. Untuk
menentukan mengetahui koefisien korelasi Pearson dapat dilakukan dengan
mengunakan rumus sebagai berikut:
∑ (∑ )(∑ )
r = ............................................................. (2.13)
⌊ ∑ ∑( ) ⌋⌊ ∑ ∑ ) ⌋

Dimana:
x = Variabel pertama
y = Variabel kedua
n = Jumlah data
Perubahan salah satu nilai variabel diikuti perubahan nilai variabel yang
lainnya secara teratur dengan arah yang sama. Jika nilai variabel X mengalami
kenaikan, maka variabel Y akan ikut naik, jika nilai variabel X mengalami
penurunan, maka variabel Y ikut mengalami penurunan. Apabila nilai koefisien
korelasi mendekati +1 berarti pasangan data variabel X dan variabel Y memiliki
Korelasi Linear positif yang kuat (erat). Perubahan salah satu nilai variabel diikuti
perubahan nilai variabel yang lainnya secara teratur dengan arah yang berlawanan.

32
Jika nilai variabel nilai X mengalami kenaikan, maka nilai Y akan turun. Jika nilai
variabel X mengalami penurunan, maka nilai variabel Y akan naik.
Menurut Sugiyono (2007) pedoman untuk memberikan interprestasi
koefisien korelasi sebagai berikut:
Tabel 2.1 Nilai interprestasi koefisien korelasi
0,00 - 0,199 = Sangat rendah
0,20 - 0,399 = Rendah
0,40 - 0,599 = Sedang
0,60 - 0,799 = Kuat
0,80 – 1,000 = Sangat kuat

Uji signifikansi (One Sample T Test) merupakan teknik analisis untuk


membandingkan satu variabel bebas. Teknik ini digunakan untuk menguji apakah
nilai tertentu berbeda secara signifikan atau tidak dengan rata-rata sebuah sample.
Langkah-langkah pengujian signifikansi koefisien korelasi sederhana (Uji t):
a. Menetukan hipotesis
Ho : Tidak ada hubungan antara variabel X terhadap variabel Y
Ha : Ada hubungan antara variabel X terhadap variabel Y
b. Menentukan tingkat signifikansi
Dalam peneltian ini mengunakan uji dua sisi dengan tingkat signifikansi α
= 5%. Tingkat signifikansi dalam penelitian ini mengambil risiko salah
dalam mengambil keputusan untuk menolak hipotesis yang benar sebanyak-
banyaknya 5% (signifikansi 5% atau 0,05 adalah ukuran standar yang sering
digunakan dalam penelitian.
c. Mementukan t hitung

t hitung = √
............................................................. (2.14)

dimana:
r = koefisiein korelasi sederhana
n = jumlah data atau kasus
d. Menetukan t tabel
ttabel = (α/2: n-k-1)
dimana :

33
α = nilai signifikansi
2 = pengujian dalam penelitian ini mengunakan uji 2 sisi
(5%/2 = 0,025)
n = jumlah data sample
k=1
e. Kriteria pengujian
Ho diterima jika –t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel
Ho ditolak jika –t hitung < -t tabel atau t hitung > t tabel
Berdasarkan nilai signifikansi 5%:
Ho diterima jika signifikansi > 0,05
Ho ditolak jika signifikansi < 0,05
f. Membandingkan t hitung dengan t tabel dan signifikansi
Nilai t hitung > t tabel dan signifikansi (0,001<0,05) maka Ho ditolak
g. Diagram Scatter
h. kesimpulan

34
BAB 3
METODELOGI

3.1 Alat Dan Bahan


Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
3.1.1 Alat
1. Thermometer Infrared
2. Anemometer
3. Tachometer
4. Gelas ukur
3.1.2 Bahan
1. Air mineral
2. Cairan water coolant
3. Sepeda motor Vario Techno 100cc

Gambar 3.1 Sepeda motor Vario Techno 110cc

Tabel 3.1 Spesifikasi pendingin sepeda motor Vario Techno 110cc


Bagian Spesifikasi
Kapasitas coolant Radiator dan mesin 0,49 Liter
(cairan pendingin) Reserver tank 0,20 Liter
Tekanan pembebasan radiator cap 108-137 kPa (1,1-1,4 kgf/cm2, 16-20 psi)
Mulai membuka 74-78oC
Thermostat Terbuka penuh 100oC
Pengangkatan klep Minimal 8 mm
Coolant yang dianjurkan Honda genuine coolant
Sumber: Manual books service honda vario techno 110cc.

35
3.2 Tempat Dan Waktu Pelaksanaan Penelitian
Adapun tempat dan waktu pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan di Lab.
Motor bakar Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Bengkalis, jalan Bhatin
Alam, Sungai Alam, Bengkalis.

3.3 Tahapan Penelitian


1. Studi literatur
Dalam penelitian ini penulis melakukan pembelajaran mengenai penelitian
terkait baik dalam bentuk buku, majalah dan sumber-sumber lainnya untuk
menunjang kelancaran penelitian.
2. Identifikasi masalah
Mengindentifikasi hubungan dan pengaruh yang akan terjadi dari proses
pencampuran air mineral dan water coolant terhadap efektivitas suhu radiator dari
literatur yang ada, sehingga dapat menyimpulkan pengaruh yang signifikan atau
tidak signifikan
3. Persiapan alat dan bahan penelitian
Melakukan persiapan alat dan bahan survei harga alat dan spesifikasi alat
ukur. Melakukan proses pencampuran water coolant dan air mineral dengan
perbandingan yang sudah ditetapkan.
4. Pelaksanaan pengujian
a. Pengambilan data awal
1. Suhu ruangan penelitian (oC)
2. Suhu awal sepeda motor saat tidak dalam beroperasi (oC)
3. Temperatur water coolant tanpa campuran sebelum mesin dioperasikan
(oC)
4. Temperatur water coolant tanpa campuran pada saat mesin beroperasi
(oC)
b. Pengambilan data pengujian
1. Hidupkan mesin sepeda motor
2. Naikkan putaran mesin sesuai tabel pengujian

36
3. Operasikan anemometer untuk mengukur kecepatan angin pada kipas
pendingin radiator penelitian dalam satuan m/sekon
4. Ukur temperatur suhu air yang keluar dari mesin masuk ke radiator (Th1).
5. Ukur temperatur suhu air yang keluar dari radiator masuk ke mesin (Th2).
6. Ukur temperatur suhu aliran udara yang didepan radiator (Tc1)
7. Ukur temperatur suhu aliran udara yang keluar dari radiator (Tc2)
5. Rancangan percobaan
Penelitian ini akan mencari hubungan antara volume campuran cairan
radiator dan air mineral terhadap efektivitas suhu mesin sepeda motor. Penelitian
ini mengunakan waktu selama 30 menit pengukuran berlangsung selama 10 menit
sekali. tingkat perbandingan campuran cairan radiator dan air mineral (50:50,
60:40, 70:30, 80:20, 90:10)% . dengan variasi putaran 1500, 2000, 2500 RPM.

Gambar 3.2 Rancangan pengukuran suhu mesin sepeda motor

37
3.4 Diagram Alir Penelitian

MULAI

STUDI AWAL
 Identifikasi Masalah
 Studi Literatur

PERSIAPAN
 Alat dan bahan
 Menetukan variasi putaran
(RPM) 1500, 2000, 2500.
 Menentukan variasi
perbandingan campuran coolant
dan air mineral (%):
50:50, 60:40, 70:30, 80:20, 90:10

PENGUMPULAN DATA
 Pengambilan data awal suhu air
radiator murni
O
 Th1 dan Th2,Tc1 dan Tc2 ( C)
 Pengambilan data campuran radiator
dan air mineral.
O
 Th1 dan Th2, Tc1 dan Tc2 ( C)

PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA


o
 Perhitungan nilai efektivitas suhu cairan radiator ( C)
 Analisis statistik Korelasi Sederhana dengan Metode
Pearson Correlation dan Uji Signifikansi (One
Sample T Test)

HASIL

KESIMPULAN

SELESAI

Gambar 3.3 Diagram alir penelitian

38
3.5 Teknik Pengumpulan dan Analisis Data
Penelitian ini bersifat asosiatif dimana penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh atau pun juga hubungan antara dua variabel atau lebih.
3.5.1 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini mengunakan metode
observasi dimana pengukuran dilakukan secara langsung terhadap objek yang
diteliti secara berkala. Data yang diperlukan dari metode observasi ini adalah data
kuantitatif, yaitu data yang berbentuk angka. Pengumpulan data dilakukan secara
berkala (time series), yaitu data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu untuk
mengambarkan perubahan peristiwa.

3.5.2 Teknik Analisis Data


Sebelum dilakukan analis data maka peneliti harus menentukan nilai
efektivitas dengan mengunakan rumus terapan sebagai berikut:

ϵ= ........................................................................... (3.1)
Dimana:
ϵ = Nilai efektivitas suhu radiator
Th1 = Suhu masuk fluida panas
Th2 = Suhu keluar fluida panas
Tc2 = Suhu keluar fluida dingin
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengolahan data
kuantitatif. Langkah-langkah dalam pengolahan data kuantitatif adalah:
1. Penyusunan data
Data yang sudah ada perlu dikumpulkan semua agar mudah untuk dipastikan
apakah semua data yang dibutuhkan sudah tepenuhi semua. Kegiatan ini dimaksud
untuk menguji hipotesis penelitian.
2. Klasifikasi data
Klasifikasi data merupakan sebuah usaha untuk menggolongkan,
mengelompokkan dan memilih data berdasarkan pada klasifikasi tertentu yang telah
dibuat dan ditentukan oleh peneliti. Klasifikasi data dilakukan untuk memudahkan
pengujian.

39
3. Pengolahan mengunakan Statistik
Statistik yang digunakan dalam proses analisis data untuk menarik kesimpulan
dalam penelitian ini adalah Analisis Korelasi Sederhana (Bivarete Correlation)
mengambil keputusan dalam menghadapi ketidak pastian dan perubahan. Untuk
membuktikan ketidak pastian itu maka peneliti melakukan uji korelasi untuk
mencari bukti terdapat tidaknya hubungan korelasi antar variabel yang diteliti, jika
terdapat hubungan, peneliti dapat melihat besar kecilnya hubungan antar variabel
dengan melakukan uji korelasi. Dalam penelitian ini analisis korelasi sederhana
mengunakan metode Pearson atau sering disebut Product Moment Pearson. Nilai
korelasi (r) berkisaran antara 1 sampai -1 berarti hubungan antara dua variabel
makin kuat, sebaliknya nilai mendekati 0 berarti hubungan antara dua variabel
semakin lemah. Nilai positif menunjukkan hubungan terbalik (variabel X naik,
maka Y turun). Menurut Sugiyono (2007) pedoman untuk memberikan interprestasi
koefisien korelasi sebagai berikut:
Tabel 3.2 Nilai interprestasi koefisien korelasi
0,00 - 0,199 = Sangat rendah
0,20 - 0,399 = Rendah
0,40 - 0,599 = Sedang
0,60 - 0,799 = Kuat
0,80 – 1,000 = Sangat kuat

Untuk menentukan mengetahui koefisien korelasi Pearson dapat dilakukan


dengan mengunakan rumus sebagai berikut:
∑ (∑ )(∑ )
r = ................................................... (3.2)
⌊ ∑ ∑( ) ⌋⌊ ∑ ∑ ) ⌋

Dimana:
x = Variabel pertama
y = Variabel kedua
n = Jumlah data

4. Uji signifikansi koefisien korelasi sederhana (Uji t)


Uji signifikansi (One Sample T Test) koefisien korelasi dalam penelitian ini
bertujuan untuk menguji apakah hubungan yang terjadi dalam variabel yang diteliti

40
dapat berlaku untuk semua populasi (di generalisasi) atau tidak dimana dalam kasus
yang diteliti ini adalah pengaruh campuran water coolant dan air mineral terhadap
efektivitas suhu mesin sepeda motor 4 langkah, dimana pengujian dilakukan dengan
3 variasi RPM dan 3 Variasi waktu (time series), jadi fungsi penelitian ini apakah
ada keterkaitan atau hubungan yang berpengaruh campuran radiator terhadap
variabel-variabel lain, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat campuran
yang terkorelasi sangat singnifikan yang menjadi output dari penelitian ini. Segala
bentuk pengolahan data statistik dalam penelitian ini mengunakan software SPSS
(Statistical Product and Service Soluctions) untuk memudahkan peneliti untuk
menyelesaikan penelitian ini dengan akurat.
Langkah-langkah pengujian signifikansi koefisien korelasi sederhana (Uji t):
a. Menetukan hipotesis
Ho : Tidak ada hubungan antara campuran water coolant dan air mineral
terhadap efektivitas suhu mesin sepeda motor 4 langkah
Ha : Ada hubungan antara campuran water coolant da air mineral terhadap
efektivitas suhu mesin sepeda motor 4 langkah
b. Menentukan tingkat signifikansi
Dalam peneltian ini mengunakan uji dua sisi dengan tingkat signifikansi α
= 5%. Tingkat signifikansi dalam penelitian ini mengambil resiko salah
dalam mengambil keputusan untuk menolak hipotesis yang benar sebanyak-
banyaknya 5% (signifikansi 5% atau 0,05 adalah ukuran standar yang sering
digunakan dalam penelitian.
c. Mementukan t hitung

t hitung = √
............................................................... (3.3)

Dimana:
r = koefisiein korelasi sederhana
n = jumlah data atau kasus
d. Menetukan t tabel
ttabel = (α/2: n-k-1)
dimana:

41
α = nilai signifikansi
2 = pengujian dalam penelitian ini mengunakan uji 2 sisi
(5%/2 = 0,025)
n = jumlah data sample
k=1
e. Kriteria pengujian
Ho diterima jika –t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel
Ho ditolak jika –t hitung < -t tabel atau t hitung > t tabel
Berdasarkan nilai signifikansi 5%:
Ho diterima jika signifikansi > 0,05
Ho ditolak jika signifikansi < 0,05
f. Membandingkan t hitung dengan t tabel dan signifikansi
Nilai t hitung > t tabel dan signifikansi (0,001<0,05) maka Ho ditolak
g. Diagram Scatter
h. Kesimpulan

42
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengumpulan dan Pengolahan Data


Data hasil penelitian ini didapatkan dari data hasil eksperimen yang telah
dilakukan di Laboratorium Motor Bakar Teknik Mesin Politeknik Negeri
Bengkalis. Mesin yang digunakan dalam pengambilan data penelitian ini ialah
mesin honda jenis Matic dengan spesifikasi yang terlampir. Pengambilan data
eksperimen ini dilakukan dengan cara mengukur suhu yang bekerja pada instrumen
radiator, ada pun bagian-bagian yang dilakukan pengujian ialah:
Th1 = Suhu air yang masuk ke radiator
Th2 = Suhu air yang keluar dari radiator
Tc1 = Suhu aliran udara yang menumbuk radiator
Tc2 = Suhu aliran udara yang keluar dari radiator
Pengukuran suhu Th1,Th2,Tc1, dan Tc2 dilakukan dengan menggunakan
Thermometer Infrared, sedangkan untuk mengetahui RPM mesin mengunakan
Tachometer dengan probe yang disentuh langsung pada kipas yang berhubungan
langsung dengan crankshaft.
Tabel 4.1 Data hasil pengukuran suhu mesin dengan kandungan 50% Air mineral RPM 1500

Kandungan 50% Air Mineral


Sample RPM Menit
o
Th1 C Th2 oC Tc1 oC Tc2 oC
1 1500 52,7 37,86 50 54,8 10
2 1500 56,14 44,2 58,3 57,58 20
3 1500 58,28 48,2 66,4 65,18 30

Tabel 4.1 diatas merupakan hasil pengukuran suhu rata-rata mesin dengan
perbandingan 50% cairan water coolant yang dicampur dengan 50% Air mineral
dengan putaran stasioner mesin RPM 1500 sehingga memperoleh nilai temperatur
yang tertera pada tabel.

43
Tabel 4.2 Data hasil pengukuran suhu mesin dengan kandungan 40% Air mineral RPM 1500

Kandungan 40% Air Mineral


Sample RPM Menit
o
Th1 C Th2 oC Tc1 oC Tc2 oC
1 1500 57,68 46,16 56,5 57,6 10
2 1500 59,84 52,5 62,5 63,1 20
3 1500 70,74 55,3 64,5 67,3 30

Tabel 4.2 diatas merupakan hasil pengukuran suhu rata-rata mesin dengan
perbandingan 60% cairan water coolant yang dicampur dengan 40% Air mineral
dengan putaran stasioner mesin RPM 1500 sehingga memperoleh nilai temperatur
yang tertera pada tabel.
Tabel 4.3 Data hasil pengukuran suhu mesin dengan kandungan 30% Air mineral RPM 1500

Kandungan 30% Air Mineral


Sample RPM Menit
o
Th1 C Th2 oC Tc1 oC Tc2 oC
1 1500 65,06 49,7 55,14 61,8 10
2 1500 71,1 50,2 59,6 63,6 20
3 1500 68,46 51,3 58 66,22 30

Tabel 4.3 diatas merupakan hasil pengukuran suhu rata-rata mesin dengan
perbandingan 70% cairan water coolant yang dicampur dengan 30% Air mineral
dengan putaran stasioner mesin RPM 1500 sehingga memperoleh nilai temperatur
yang tertera pada tabel.
Tabel 4.4 Data hasil pengukuran suhu mesin dengan kandungan 20% Air mineral RPM 1500

Kandungan 20% Air Mineral


Sample RPM Menit
o
Th1 C Th2 oC Tc1 oC Tc2 oC
1 1500 65,2 47,5 59,8 63,2 10
2 1500 63,46 57,1 65,2 69,2 20
3 1500 54,1 62,52 69 72 30

Tabel 4.4 diatas merupakan hasil pengukuran suhu rata-rata mesin dengan
perbandingan 80% cairan water coolant yang dicampur dengan 20% Air mineral
dengan putaran stasioner mesin RPM 1500 sehingga memperoleh nilai temperatur
yang tertera pada tabel.
Tabel 4.5 Data hasil pengukuran suhu mesin dengan kandungan 10% Air Mineral RPM 1500

Kandungan 10% Air Mineral


Sample RPM Menit
o
Th1 C Th2 oC Tc1 oC Tc2 oC
1 1500 59,6 44,88 45,5 50 10
2 1500 65,5 41,6 55,5 61,3 20

44
Tabel 4.5 (Lanjutan).
3 1500 65,6 46,1 57,5 61,46 30

Tabel 4.5 diatas merupakan hasil pengukuran suhu mesin rata-rata dengan
perbandingan 90% cairan water coolant yang dicampur dengan 10% Air mineral
dengan putaran stasioner mesin RPM 1500 sehingga memperoleh nilai temperatur
yang tertera pada tabel.
Tabel 4.6 Data hasil pengukuran suhu mesin dengan kandungan 50% Air mineral RPM 2000

Kandungan 50% Air Mineral


Sample RPM Menit
Th1 Co
Th2 oC Tc1 oC Tc2 oC
1 2000 51,7 50,2 64,7 65,5 10
2 2000 54,34 46,5 49,26 68,8 20
3 2000 58,38 44,6 55,9 67,48 30

Tabel 4.6 diatas merupakan hasil pengukuran suhu rata-rata mesin dengan
perbandingan 50% cairan water coolant yang dicampur dengan 50% Air mineral
dengan putaran stasioner mesin RPM 2000 sehingga memperoleh nilai temperatur
yang tertera pada tabel.
Tabel 4.7 Data hasil pengukuran suhu mesin dengan kandungan 40% Air mineral RPM 2000
Kandungan 40% Air Mineral
Sample RPM Menit
o
Th1 C Th2 oC Tc1 oC Tc2 oC
1 2000 67,16 57,58 65,6 66,82 10
2 2000 61,18 51,3 69,78 72,5 20
3 2000 64,76 57,96 68,58 69,72 30

Tabel 4.7 diatas merupakan hasil pengukuran suhu rata-rata mesin dengan
perbandingan 60% cairan water coolant yang dicampur dengan 40% Air mineral
dengan putaran stasioner mesin RPM 2000 sehingga memperoleh nilai temperatur
yang tertera pada tabel.
Tabel 4.8 Data hasil pengukuran suhu mesin dengan kandungan 30% Air mineral RPM 2000
Kandungan 30% Air Mineral
Sample RPM Menit
o
Th1 C Th2 oC Tc1 oC Tc2 oC
1 2000 62,1 58,6 66,04 67,5 10
2 2000 55,5 50,5 70,64 75,06 20
3 2000 58,42 53 67,7 65,02 30

Tabel 4.8 diatas merupakan hasil pengukuran suhu rata-rata mesin dengan
perbandingan 70% cairan water coolant yang dicampur dengan 30% Air mineral

45
dengan putaran stasioner mesin RPM 2000 sehingga memperoleh nilai temperatur
yang tertera pada tabel.
Tabel 4.9 Data hasil pengukuran suhu mesin dengan kandungan 20% Air mineral RPM 2000
Kandungan 20% Air Mineral
Sample RPM Menit
o
Th1 C Th2 oC Tc1 oC Tc2 oC
1 2000 58,14 53,64 67,72 65,66 10
2 2000 70,2 60,82 67,88 68,8 20
3 2000 75,3 66,54 73,48 75 30

Tabel 4.9 diatas merupakan hasil pengukuran suhu rata-rata mesin dengan
perbandingan 80% cairan water coolant yang dicampur dengan 20% Air mineral
dengan putaran stasioner mesin RPM 2000 sehingga memperoleh nilai temperatur
yang tertera pada tabel.
Tabel 4.10 Data hasil pengukuran suhu mesin dengan kandungan 10% Air mineral RPM 2000
Kandungan 10% Air Mineral
Sample RPM Menit
Th1 Co
Th2 oC Tc1 oC Tc2 oC
1 2000 60 43,04 52,5 55,02 10
2 2000 60,08 47,26 59,8 61,2 20
3 2000 63,04 54,08 59,5 63,6 30

Tabel 4.10 diatas merupakan hasil pengukuran suhu rata-rata mesin dengan
perbandingan 90% cairan water coolant yang dicampur dengan 10% Air mineral
dengan putaran stasioner mesin RPM 2000 sehingga memperoleh nilai temperatur
yang tertera pada tabel.
Tabel 4.11 Data hasil pengukuran suhu mesin dengan kandungan 50% Air mineral RPM 2500

Kandungan 50% Air Mineral


Sample RPM Menit
Th1 Co
Th2 oC Tc1 oC Tc2 oC
1 2500 69,06 45,3 65,82 68,12 10
2 2500 66,12 45,68 73,76 80,26 20
3 2500 66,5 46,02 67,84 68,88 30

Tabel 4.11 diatas merupakan hasil pengukuran suhu rata-rata mesin dengan
perbandingan 50% cairan water coolant yang dicampur dengan 50% Air mineral
dengan putaran stasioner mesin RPM 2500 sehingga memperoleh nilai temperatur
yang tertera pada tabel.

46
Tabel 4.12 Data hasil pengukuran suhu mesin dengan kandungan 40% Air mineral RPM 2500
Kandungan 40% Air Mineral
Sample RPM Menit
Th1 Co
Th2 oC Tc1 oC Tc2 oC
1 2500 62,2 53,7 66,22 70,02 10
2 2500 63,48 61,68 67,08 70,68 20
3 2500 64,12 51,7 69,28 78,06 30

Tabel 4.12 diatas merupakan hasil pengukuran suhu rata-rata mesin dengan
perbandingan 60% cairan water coolant yang dicampur dengan 40% Air mineral
dengan putaran stasioner mesin RPM 2500 sehingga memperoleh nilai temperatur
yang tertera pada tabel.
Tabel 4.13 Data hasil pengukuran suhu mesin dengan kandungan 30% Air mineral RPM 2500
Kandungan 30% Air Mineral
Sample RPM Menit
Th1 Co
Th2 oC Tc1 oC Tc2 oC
1 2500 56,5 47,5 64,34 73,6 10
2 2500 59 50,76 67,14 70,6 20
3 2500 63,46 68,5 71,2 73,8 30

Tabel 4.13 diatas merupakan hasil pengukuran suhu rata-rata mesin dengan
perbandingan 70% cairan water coolant yang dicampur dengan 30% Air mineral
dengan putaran stasioner mesin RPM 2500 sehingga memperoleh nilai temperatur
yang tertera pada tabel.
Tabel 4.14 Data hasil pengukuran suhu mesin dengan kandungan 20% Air mineral RPM 2500
Kandungan 20% Air Mineral
Sample RPM Menit
Th1 Co
Th2 oC Tc1 oC Tc2 oC
1 2500 59,7 48,12 57,6 58,48 10
2 2500 58,52 51,7 65,38 63,64 20
3 2500 57,02 50 70,14 66,5 30

Tabel 4.14 diatas merupakan hasil pengukuran suhu rata-rata mesin dengan
perbandingan 80% cairan water coolant yang dicampur dengan 20% Air mineral
dengan putaran stasioner mesin RPM 2500 sehingga memperoleh nilai temperatur
yang tertera pada tabel.
Tabel 4.15 Data hasil pengukuran suhu mesin dengan kandungan 10% Air mineral RPM 2500
Kandungan 10% Air Mineral
Sample RPM Menit
Th1 Co
Th2 oC Tc1 oC Tc2 oC
1 2500 60,5 45,2 57,7 60 10
2 2500 53,86 42,46 57,6 63,12 20
3 2500 51,02 40,5 57,98 62,28 30

47
Tabel 4.15 diatas merupakan hasil pengukuran suhu rata-rata mesin dengan
perbandingan 90% cairan water coolant yang dicampur dengan 10% Air mineral
dengan putaran stasioner mesin RPM 2500 sehingga memperoleh nilai temperatur
yang tertera pada tabel.
Tabel 4.16 Data pengukuran suhu kandungan 100% watercoolant RPM 1500
Kandungan 100% Water Coolant
Sample RPM o
Menit
Th1 C Th2 oC Tc1 oC Tc2 oC
1 1500 42,1 40,9 50 49,94 10
2 1500 45,7 40,2 52 58,34 20
3 1500 43,9 36,96 52,3 57,8 30

Tabel 4.16 diatas merupakan hasil pengukuran rata-rata suhu rata-rata mesin
dengan cairan 100% kandungan water coolant pada putaran stasioner mesin RPM
1500 sehingga memperoleh nilai temperatur yang tertera pada tabel.
Tabel 4.17 Data pengukuran suhu kandungan 100% water coolant RPM 2000
Kandungan 100% Water Coolant
Sample RPM o
Menit
Th1 C Th2 oC Tc1 oC Tc2 oC
1 2000 45,15 42,34 52,6 54,6 10
2 2000 68,25 49,2 61,8 62,5 20
3 2000 64,1 54 59,6 61,58 30

Tabel 4.17 diatas merupakan hasil pengukuran suhu rata-rata mesin dengan
cairan 100% kandungan water coolant pada putaran stasioner mesin RPM 2000
sehingga memperoleh nilai temperatur yang tertera pada tabel.
Tabel 4.18 Data pengukuran suhu kandungan 100% water coolant RPM 2500
Kandungan 100% Water Coolant
Sample RPM o
Menit
Th1 C Th2 oC Tc1 oC Tc2 oC
1 2500 67,525 45,22 61,48 62,5 10
2 2500 65,2 42,2 62,52 64,76 20
3 2500 62,65 49,62 65,46 66,12 30

Tabel 4.18 diatas merupakan hasil pengukuran suhu rata-rata mesin dengan
cairan 100% kandungan water coolant pada putaran stasioner mesin RPM 2500
sehingga memperoleh nilai temperatur yang tertera pada tabel.

48
4.1.1 Hasil perhitungan nilai penurunan suhu mesin sepeda motor.
Dalam penelitian yang dilakukan peneliti terlebih dahulu melakukan
perhitungan nilai penurunan suhu yang dihasilkan dari beberapa variasi campuran
radiator yang sudah dilakukan pengujian yang terlampir pada Tabel data
pengukuran suhu untuk dilakukan analisis statistik dengan mengunakan rumus
terapan dimana untuk mengetahui hasil dari penurunan suhu pada mesin sepeda
motor ini dengan rumus sebagai berikut:
∈ = Th − Th ........................................................................ (4.1)
Dimana:
Th1 = Suhu Air yang masuk ke radiator
Th2 = Suhu Air yang keluar dari radiator
Tabel 4.19 Nilai rata-rata penurunan suhu mesin sepeda motor RPM 1500

Nilai penurunan suhu mesin oC


Sample RPM Menit
100% 50% 40% 30% 20% 10%
1 1500 1,16 14,84 11,52 15,36 17,7 15,12 10
2 1500 5,5 11,94 7,54 20,9 6,36 20,9 20
3 1500 6,94 10,08 15,44 17,16 -8,42 17,16 30

Tabel 4.20 Nilai rata-rata penurunan suhu mesin sepeda motor RPM 2000

Nilai penurunan suhu mesin oC


Sample RPM Menit
100% 50% 40% 30% 20% 10%
1 2000 1,16 1,5 9,58 3,5 5,5 16,96 10
2 2000 5,5 7,84 9,88 5 9,92 12,82 20
3 2000 6,94 13,78 6,8 5,42 8,76 8,96 30

Tabel 4.21 Nilai rata-rata penurunan suhu mesin sepeda motor RPM 2500

Nilai penurunan suhu mesin oC


Sample RPM Menit
100% 50% 40% 30% 20% 10%
1 2500 22,38 23,72 8,5 9 11,58 15,3 10
2 2500 23,1 20,44 1,8 8,24 6,82 11,4 20
3 2500 12,98 20,48 12,42 -5,04 7,02 10,52 30

49
4.1.2 Hasil perhitungan nilai efektivitas suhu mesin sepada motor
Dari data pengukuran suhu mesin sepeda motor yang telah dilakukan, maka
dilakukan perhitungan untuk mengetahui nilai efektivitas suhu mesin sepeda motor
dengan rumus:

∈= ............................................................... (4.2)

Dimana:
∈ = Efektivitas
Th1 = Suhu air yang masuk ke radiator
Tc1 = Suhu aliran udara yang menumbuk radiator
Tc2 = Suhu aliran udara yang keluar dari radiator
Tabel 4.22 Nilai rata-rata efektivitas suhu mesin sepeda motor RPM 1500

Nilai Efektivitas suhu mesin oC


Sample RPM Menit
100% 50% 40% 30% 20% 10%
1 1500 0,045 1,777 0,951 0,671 0,625 0,324 10
2 1500 0,976 0,333 0,227 0,348 2,326 0,58 20
3 1500 0,569 0,15 0,448 0,786 0,201 0,49 30

Tabel 4.23 Nilai rata-rata efektivitas suhu mesin sepeda motor RPM 2000
Nilai Efektivitas suhu mesin oC
Sample RPM Menit
100% 50% 40% 30% 20% 10%
1 2000 0,270 0,06 0,789 0,372 0,215 0,336 10
2 2000 0,105 3,86 0,316 0,389 0,382 5,133 20
3 2000 0,444 4,711 0,224 0,288 0,83 1,158 30

Tabel 4.24 Nilai rata-rata efektivitas suhu mesin sepeda motor RPM 2500

Nilai Efektivitas suhu mesin oC


Sample RPM Menit
100% 50% 40% 30% 20% 10%
1 2500 1,666 0,7 0,949 1,182 0,421 0,82 10
2 2500 0,812 0,851 1,006 0,298 0,253 1,569 20
3 2500 0,237 0,812 1,701 0,336 0,277 0,619 30

Tabel. 4.25 Rata-rata efektivitas suhu mesin pada RPM 1500,2000,2500 selama 30 menit.
Nilai Efektivitas suhu mesin (oC)
100% 50% 40% 30% 20% 10%
0,569 1,472 0,734 0,51 0,61 1,225

50
4.2 Hasil Analisis Korelasi Sederhana
4.2.1 Variasi campuran 50% Air Mineral dan 50% water coolant dengan 100%
water coolant
Tabel 4.26 Hasil analisis korelasi (descriptive statistics)

Sample Mean Std. Deviation N


50% Kandungan Air Mineral 13,85 6,700 45
100% Kandungan Water Coolant 11,57 7,932 45

Pada tabel 4.26 kolerasi descriptive statistics sederhana dengan software


SPSS menunjukkan bahwa jumlah sample penelitian berjumlah 45 yang dinyatakan
dalam N dimana pada penelitain ini terdiri dari RPM 1500, RPM 2000, RPM 2500
dengan waktu pengukuran dilakukan pada menit ke 10 dalam rentang waktu 30
menit. Nilai rata-rata setiap penurunan suhu pada campuran Kandungan 50% air
mineral dengan 50% water coolant dari hasil analisis adalah 13,85ᴼC dan nilai rata-
rata penurunan suhu pada Kandungan 100% water coolant 11,57ᴼC.
Tabel 4.27 Hasil analisis korelasi (Correlations)

50% Kandungan Air 100% Kandungan


Mineral Water Coolant
50% Kandungan Air Mineral Pearson
1 ,584**
Correlation
Sig. (2-tailed) ,000
N 45 45
100% Kandungan Water Pearson
,584** 1
Coolant Correlation
Sig. (2-tailed) ,000
N 45 45
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Dari analisis perhitungan korelasi pada tabel 4.27 correlations dapat


dinyatakan hubungan antara campuran Kandungan 50% Air mineral dengan 50%
water coolant yang dibandingkan dengan 100% Kandungan water coolant
menunjukkan nilai sebesar (R) 0,584 berdasarkan tanda (**) nilai signifikansi
sebesar 0,05 (5%). Angka ini menunjukkan adanya korelasi (hubungan sedang) dan
searah (Positif) nilai ini bisa dilihat dari tabel tingkat korealasi dan kekuatan
hubungan. Ini berarti, semakin tinggi nilai Penurunan suhu mesin pada campuran

51
Kandungan 50% Air Mineral dengan 50% kandungan water coolant, Maka semakin
meningkat nilai Penurunan suhu pada Kandungan 100% water coolant.
Untuk menentukan apakah nilai korelasi tersebut signifikan atau tidak, maka:
 Hipotesis yang ditetapkan:
a. Ha: Terdapat Hubungan yang signifikan antara campuran Kandungan
50% Air mineral dengan 50% Kandungan water coolant,
Terhadap 100% Kandungan water coolant.
b. Ho: Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara campuran
Kandungan 50% Air mineral dengan 50% Kandungan
water coolant, Terhadap 100% Kandungan water coolant.
c. Jika probabilitas atau signifikansi < 0,05, hubungan kedua variabel
signifikan.
d. Jika probabilitas atau signifikansi > 0,05, maka hubungan kedua
variabel tersebut tidak signifikan.
Hasil analisis korelasi menunjukkan nilai signifikansi 0,000 < 0,05 atau =
5%, maka hubungan antar campuran Kandungan 50% Air mineral dan 50% water
coolant dengan 100% Kandungan water coolant signifikan. Nilai yang dihasilkan
dari perhitungan adalah sebesar 0,000 < 0,05, maka Ha diterima dan Ho ditolak.
Artinya Terdapat hubungan yang signifikan antara campuran Kandungan 50% Air
mineral dengan 50% water coolant terhadap 100% Kandungan water coolant.

4.2.2 Variasi campuran 40% Air Mineral dan 60% water coolant dengan 100%
water coolant
Tabel 4.28 hasil analisis korelasi (descriptive statistics)

Mean Std. Deviation N


40% Kandungan Air Mineral 9,25 3,696 45
100% Kandungan Water
11,57 7,932 45
Coolant

Pada tabel 4.28 kolerasi descriptive statistics sederhana menunjukkan


bahwa jumlah sample penelitian berjumlah 45 yang dinyatakan dalam N dimana
pada penelitain ini terdiri dari RPM 1500, RPM 2000, RPM 2500 dengan waktu
pengukuran dilakukan pada menit ke 10 dalam rentang waktu 30 menit. Nilai rata-

52
rata setiap penurunan suhu pada campuran Kandungan 40% air mineral dengan
60% Kandungan water coolant dari hasil analisis adalah 9,25ᴼC dan nilai rata-rata
penurunan suhu pada Kandungan 100% water coolant 11,57ᴼC.
Tabel 4.29 Hasil analisis korelasi (Correlations)

40% Kandungan 100% Kandungan


Air Mineral Water Coolant
40% Kandungan Air Mineral Pearson Correlation 1 -,483**
Sig. (2-tailed) ,001
N 45 45
100% Kandungan Water Pearson Correlation -,483** 1
Coolant Sig. (2-tailed) ,001
N 45 45

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Dari analisis perhitungan korelasi pada tabel 4.29 Correlations dapat


dinyatakan hubungan antara campuran Kandungan 40% Air mineral dan 60%
water coolant dengan 100% Kandungan water coolant menunjukkan nilai sebesar
(R) -0,483 berdasarkan tanda (**) nilai signifikansi sebesar 0,05 (5%). Angka ini
menunjukkan adanya korelasi (hubungan sedang) dan berlawanan arah (Negatif)
nilai ini bisa dilihat dari tabel tingkat korealasi dan kekuatan hubungan. Ini berarti,
semakin rendah nilai Penurunan suhu mesin pada campuran Kandungan 40% Air
Mineral dengan 60% water coolant , Maka semakin menigkat nilai Penurunan suhu
pada Kandungan 100% water coolant.
Untuk menentukan apakah nilai korelasi tersebut signifikan atau tidak, maka:
 Hipotesis yang ditetapkan:
a. Ha: Terdapat Hubungan yang signifikan antara campuran Kandungan
40% Air mineral dan 60% water coolant dengan 100% Kandungan
water coolant.
b. Ho: Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara campuran
Kandungan 40% Air mineral dan 60% water coolant dengan 100%
Kandungan water coolant.
c. Jika probabilitas atau signifikansi < 0,05, hubungan kedua variabel
signifikan.

53
d. Jika probabilitas atau signifikansi > 0,05, maka hubungan kedua variabel
tersebut tidak signifikan.
Hasil analisis korelasi menunjukkan nilai signifikansi 0,000 < 0,05 atau =
5%, maka hubungan antar campuran Kandungan 40% Air mineral dan 60% water
coolant dengan 100% Kandungan water coolant signifikan. Nilai yang dihasilkan
dari perhitungan adalah sebesar 0,001 < 0,05, maka Ha diterima dan Ho ditolak.
Artinya Terdapat hubungan yang signifikan antara campuran Kandungan 40% Air
mineral dan 60% water coolant terhadap 100% Kandungan water coolant.

4.2.3 Variasi campuran 30% Air Mineral dan 70% water coolant dengan 100%
water coolant
Tabel 4.30 Hasil analisis korelasi (descriptive statistics)

Mean Std. Deviation N


30% Kandungan Air Mineral 8,84 7,579 45
100% Kandungan Water Coolant 11,57 7,932 45

Pada tabel analisis 4.30 kolerasi sederhana descriptive statistics


menunjukkan bahwa jumlah sample penelitian berjumlah 45 yang dinyatakan
dalam N dimana pada penelitain ini terdiri dari RPM 1500, RPM 2000, RPM 2500
dengan waktu pengukuran dilakukan pada menit ke 10 dalam rentang waktu 30
menit. Nilai rata-rata setiap penurunan suhu pada campuran Kandungan 30% air
mineral dan 70% water coolant dari hasil analisis adalah 8,84ᴼC dan nilai rata-rata
penurunan suhu pada Kandungan 100% water coolant 11,57ᴼC.
Tabel 4.31 Hasil analisis korelasi (Correlations)

30% Kandungan 100% Kandungan


Air Mineral Water Coolant
30% Kandungan Air Mineral Pearson Correlation 1 -,343*
Sig. (2-tailed) ,021
N 45 45
100% Kandungan Water
Pearson Correlation -,343* 1
Coolant
Sig. (2-tailed) ,021
N 45 45

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

54
Dari analisis perhitungan korelasi pada tabel 4.31 correlations dapat
dinyatakan hubungan antara campuran Kandungan 30% Air mineral dan 70% water
coolant dengan 100% Kandungan water coolant menunjukkan nilai sebesar (R) -
0,343 berdasarkan tanda (*) nilai signifikansi sebesar 0,02 (2%). Angka ini
menunjukkan adanya korelasi (hubungan lemah) dan berlawanan arah (Negatif)
nilai ini bisa dilihat dari tabel tingkat korelasi dan kekuatan hubungan. Ini berarti,
semakin rendah nilai Penurunan suhu mesin pada campuran Kandungan 30% Air
Mineral dan 70% water coolant, Maka semakin menigkat nilai Penurunan suhu
pada Kandungan 100% water coolant.
Untuk menentukan apakah nilai korelasi tersebut signifikan atau tidak, maka:
 Hipotesis yang ditetapkan:
a. Ha: Terdapat hubungan yang signifikan antara campuran Kandungan
30% Air mineral dan 70% water coolant dengan 100% Kandungan
water coolant.
b. Ho: Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara Kandungan 30%
Air mineral dan 70% water coolant dengan 100% Kandungan
water coolant.
c. Jika probabilitas atau signifikansi < 0,02, hubungan kedua variabel
signifikan.
d. Jika probabilitas atau signifikansi > 0,02, maka hubungan kedua variabel
tersebut tidak signifikan.
Hasil analisis korelasi menunjukkan nilai signifikansi 0,000 < 0,02 atau =
2%, maka hubungan antar campuran Kandungan 30% Air mineral dan 70% water
coolant dengan 100% Kandungan water coolant signifikan. Nilai yang dihasilkan
dari perhitungan adalah sebesar 0,021 < 0,02, maka Ho diterima dan Ha ditolak.
Artinya tidak terdapat hubungan atau tidak terkorelasi antara campuran Kandungan
30% Air mineral dan 70% watercoolant terhadap 100% Kandungan water coolant.

55
4.2.4 Variasi campuran 20% Air Mineral dan 80% water coolant dengan 100%
water coolant
Tabel 4.32 hasil analisis korelasi (descriptive statistics)

Mean Std. Deviation N


20% Kandungan Air Mineral 7,25 6,635 45
100% Kandungan Water
11,57 7,932 45
Coolant

Pada tabel 4.32 kolerasi sederhana descriptive statistics menunjukkan


bahwa jumlah sample penelitian berjumlah 45 yang dinyatakan dalam N dimana
pada penelitain ini terdiri dari RPM 1500, RPM 2000, RPM 2500 dengan waktu
pengukuran dilakukan pada menit ke 10 dalam rentang waktu 30 menit. Nilai rata-
rata setiap penurunan suhu pada campuran Kandungan 20% air mineral dan 80%
water coolant dari hasil analisis adalah 7,25ᴼC dan nilai rata-rata penurunan suhu
pada Kandungan 100% water coolant 11,57ᴼC.
Tabel 4.33 Hasil analisis korelasi (Correlations)

100%
20% Kandungan Air Kandungan
Mineral Water Coolant
20% Kandungan Air Mineral Pearson Correlation 1 ,095
Sig. (2-tailed) ,536
N 45 45
100% Kandungan Water Pearson Correlation
Coolant
Sig. (2-tailed) ,095 1
N ,536
45 45

Dari analisis perhitungan korelasi pada tabel 4.33 correlations dapat


dinyatakan hubungan antara Kandungan 20% Air mineral dan 80% water coolant
dengan 100% Kandungan water coolant menunjukkan nilai sebesar (R) 0,095.
berdasarkan hasil analisis pada tabel correlations tidak terdapat tanda (*), maka
antara variabel yang dianalisis tidak terjadi korelasi (hubungan).

4.2.5 Variasi campuran 10% Air Mineral dan 90% water coolant dengan 100%
water coolant

56
Tabel 4.34 Hasil analisis korelasi (descriptive statistics)

Mean Std. Deviation N


10% Kandungan Air Mineral 14,94 4,506 45
100% Kandungan Water
11,57 7,932 45
Coolant

Pada tabel 4.34 kolerasi sederhana descriptive statistics menunjukkan


bahwa jumlah sample penelitian berjumlah 45 yang dinyatakan dalam N dimana
pada penelitain ini terdiri dari RPM 1500, RPM 2000, RPM 2500 dengan waktu
pengukuran dilakukan pada menit ke 10 dalam rentang waktu 30 menit. Nilai rata-
rata setiap penurunan suhu pada campuran Kandungan 10% air mineral dan 90%
water coolant dari hasil analisis adalah 14,94ᴼC dan nilai rata-rata penurunan suhu
pada Kandungan 100% water coolant 11,57ᴼC.
Tabel 4.35 Hasil analisis korelasi (Correlations)

10% Kandungan 100% Kandungan


Air Mineral Water Coolant
10% Kandungan Air Mineral Pearson Correlation 1 -,461**
Sig. (2-tailed) ,001
N 45 45
100% Kandungan Water
Pearson Correlation -,461** 1
Coolant
Sig. (2-tailed) ,001
N 45 45
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Dari analisis perhitungan korelasi pada tabel 4.35 correlations dapat


dinyatakan hubungan antara Kandungan 30% Air mineral dengan 100%
Kandungan water coolant menunjukkan nilai sebesar (R) -0,461 berdasarkan tanda
(**) nilai signifikansi sebesar 0,05 (5%). Angka ini menunjukkan adanya korelasi
(hubungan sedang) dan berlawanan arah (Negatif) nilai ini bisa dilihat dari tabel
tingkat korealasi dan kekuatan hubungan. Ini berarti, semakin rendah nilai
Penurunan suhu mesin pada Kandungan 10% Air Mineral, Maka semakin menigkat
nilai Penurunan suhu pada Kandungan 100% water coolant.
Untuk menentukan apakah nilai korelasi tersebut signifikan atau tidak, maka:
 Hipotesis yang ditetapkan:
a. Ha: Terdapat hubungan yang signifikan antara campuran Kandungan

57
10% Air mineral dan 90% water coolant dengan 100% Kandungan
water coolant.
b. Ho: Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara campuran
Kandungan 10% Air mineral dan 90% water coolant dengan 100%
Kandungan water coolant.
c. Jika probabilitas atau signifikansi < 0,05, hubungan kedua variabel
signifikan.
d. Jika probabilitas atau signifikansi > 0,05, maka hubungan kedua variabel
tersebut tidak signifikan.
Hasil analisis korelasi menunjukkan nilai signifikansi 0,000 < 0,05 atau =
5%, maka hubungan antar campuran Kandungan 10% Air mineral dan 90% water
coolant dengan 100% Kandungan water coolant signifikan. Nilai yang dihasilkan
dari perhitungan adalah sebesar 0,001 < 0,05, maka Ha diterima dan Ho ditolak.
Artinya Terdapat hubungan yang signifikan antara campuran Kandungan 10% Air
mineral dan 90% water coolant terhadap 100% Kandungan water coolant.

4.3 Uji Signifikan Korelasi Sederhana (Uji t)


Uji signifikansi koefisien digunakan untuk menguji apakah hubungan yang
terjadi pada penelitian ini dapat berlaku untuk populasi (dapat digeneralisasi) atau
tidak. Dari hasil analisis korelasi yang dilakukan apakah ada hubungan yang terjadi
atau kesimpulan yang diambil dapat berlaku untuk populasi semua variabel-
variabel penelitan.
4.3.1 Variasi campuran 50% Air Mineral dan 50% water coolant dengan 100%
water coolant
Langkah-langkah pengujian:
1. Penentuan hipotesis
Ho: Tidak terdapat hubungan antara nilai penurunan suhu mesin
Pada campuran Kandungan 50% Air Mineral dan 50% water
coolant dengan 100% Kandungan water coolant.
Ha: Terdapat hubungan antara nilai penurunan suhu mesin pada
campuran Kandungan 50% Air Mineral dengan 100% Kandungan
water coolant.

58
2. Menentukan tingkat signifikansi
Pengujian mengunakan uji dua sisi dengan tingkat signifikansi α = 5%.
Dalam penelitian ini peneliti mengambil risiko salah dalam mengambil
keputusan untuk menolak hasil hipotesis yang benar sebanyak-banyaknya
5% (signifikansi 5% atau 0,05 adalah ukuran standar yang sering digunakan
dalam penelitian).
3. Menentukan nilai t hitung

t hitung =

dimana:
r = Koefisien sederhana
n = Jumlah data
Dari hasil perhitungan nilai thitung diperoleh sebesar 4,717.
4. Menentukan t tabel
ttabel = (a/2: n-k-1)
= (0,05/2: n-k-1)
= 0,025: 45-1-1
= 43
Hasil diperoleh nilai ttabel 2,017.
5. Kriteria pengujian
Ho diterima jika –t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel
Ho ditolak jika –t hitung < -t tabel atau t hitung > t tabel
6. Perbandingan t hitung dengan t tabel dan signifikansi
Nilai t hitung > t tabel (4,717 > 2,017) dengan signifikansi (0,000 <
0,05) maka Ho ditolak.
7. Diagram Scatter

59
Kandungan 50% air mineral dan 50% water coolant
terhadap 100% water coolant
24

19 y = 0,6917x + 1,9892
variasi campuran 50:50

R² = 0,3414

14
(oC)

-1
0 5 10 15 20 25
100% kandungan water coolant (oC)

Gambar 4.1 Grafik Scatter dengan kandungan air mineral 50%

Berdasarkan hasil analisis yang ditunjukkan pada gambar 4.1 dimana


garis Trendline: miring kekanan menunjukkan terjadi hubungan positif,
sedangkan Markers atau plot berwarna biru membentuk garis lurus yang
sempit, ini menunjukkan terjadi hubungan atau korelasi yang sangat erat. R 2
0,3414 adalah nilai regresi (kuadrat dari r pearson). Sedangkan nilai 1,9892
artinya nilai dari penurunan suhu mesin sepeda motor dengan campuran 50%
air mineral dan 50% water coolant dapat berubah sebesar 1,9892.

Dari hasil analisis yang dilakukan nilai t hitung > t tabel (4,717 > 2,017) dan
signifikansi (0,000 < 0,05) maka Ho ditolak, artinya bahwa ada hubungan secara
signifikan antara 50% Kandungan Air mineral dan 50% water coolant terhadap
100% kandungan water coolant. Karena t hitung nilainya positif, maka berarti 50%
kandungan air mineral dan 50% water coolant berhubungan positif dan
siginifikansi terhadap 100% kandungan water coolant. Jadi penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa 50% kandungan air mineral dan 50% water coolant
berhubungan positif terhadap 100% kandungan water coolant.

60
4.3.2 Variasi campuran 40% Air Mineral dan 60% water coolant dengan 100%
water coolant
Langkah-langkah pengujian:
1. Penentuan hipotesis
Ho: Tidak terdapat hubungan antara nilai penurunan suhu mesin
Pada campuran Kandungan 40% Air Mineral dan 60% water coolant
dengan 100% Kandungan water coolant.
Ha: Terdapat hubungan antara nilai penurunan suhu mesin pada campuran
Kandungan 40% Air Mineral dan 60% water coolant dengan 100%
Kandungan water coolant.
2. Menentukan tingkat signifikansi
Pengujian mengunakan uji dua sisi dengan tingkat signifikansi α = 5%.
Dalam penelitian ini peneliti mengambil risiko salah dalam mengambil
keputusan untuk menolak hasil hipotesis yang benar sebanyak-banyaknya
5% (signifikansi 5% atau 0,05 adalah ukuran standar yang sering digunakan
dalam penelitian).
3. Menentukan nilai t hitung

t hitung =

Dimana:
r = Koefisien sederhana
n = Jumlah data
Dari hasil perhitungan nilai thitung diperoleh sebesar 3,616 .
4. Menentukan t tabel
ttabel = (a/2: n-k-1)
= (0,05/2: n-k-1)
= 0,025: 45-1-1
= 43
Hasil diperoleh nilai ttabel 2,017.
5. Kriteria pengujian
Ho diterima jika –t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel
Ho ditolak jika –t hitung < -t tabel atau t hitung > t tabel

61
6. Perbandingan t hitung dengan t tabel dan signifikansi
Nilai t hitung > t tabel (3,616 > 2,017) dengan signifikansi (0,001 < 0,05)
maka Ho ditolak.
7. Diagram Scatter
Kandungan 40% air mineral dan 60% water coolant terhadap 100%
water coolant
25
variasi campuran 40:60

20 y = -1,0375x + 21,167
R² = 0,2338
15
(oC)

10

0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Kandungan 100% water coolant (oC)

Gambar 4.2 Grafik Scatter dengan kandungan air mineral 40% air mineral

Berdasarkan hasil analisis yang ditunjukkan pada gambar 4.2 dimana


garis Trendline: miring kekiri menunjukkan terjadi hubungan negatif,
sedangkan Markers atau plot berwarna orange membentuk garis lurus yang
sempit, ini menunjukkan terjadi hubungan atau korelasi yang sangat erat. R2
0,2338 adalah nilai regresi (kuadrat dari r pearson). Sedangkan nilai 21,167
artinya nilai dari penurunan suhu mesin sepeda motor dengan campuran
40% air mineral dan 60% water coolant dapat berubah sebesar 21,167.
Dari hasil analisis keseluruhan yang dilakukan nilai t hitung > t tabel (3,616
> 2,017) dan signifikansi (0,001 < 0,05) maka Ho ditolak, artinya bahwa ada
hubungan secara signifikan antara campuran 40% Kandungan Air mineral dan 60%
water coolant dengan 100% water coolant. Karena t hitung nilainya positif, maka
berarti 40% kandungan air mineral dan 60% water coolant berhubungan positif dan
siginifikansi terhadap kandungan 100% water coolant. Jadi penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa 40% campuran kandungan air mineral dan 60% water coolant
berhubungan positif terhadap 100% kandungan water coolant.

62
4.3.3 Variasi campuran 30% Air Mineral dan 70% water coolant dengan 100%
water coolant
Langkah-langkah pengujian:
1. Penentuan hipotesis
Ho: Tidak terdapat hubungan antara nilai penurunan suhu mesin
pada campuran Kandungan 30% Air Mineral dan 70% water
coolant dengan 100% Kandungan water coolant.
Ha: Terdapat hubungan antara nilai penurunan suhu mesin pada
campuran Kandungan 30% Air Mineral dan 70% water coolant
dengan 100% Kandungan water coolant.
2. Menentukan tingkat signifikansi
Pengujian mengunakan uji dua sisi dengan tingkat signifikansi α = 5%.
Dalam penelitian ini peneliti mengambil risiko salah dalam mengambil
keputusan untuk menolak hasil hipotesis yang benar sebanyak-banyaknya
5% (signifikansi 5% atau 0,05 adalah ukuran standar yang sering digunakan
dalam penelitian).
3. Menentukan nilai t hitung

t hitung =

dimana:
r = Koefisien sederhana
n = Jumlah data
Dari hasil perhitungan nilai thitung diperoleh sebesar 2,393.
4. Menentukan t tabel
ttabel = (a/2: n-k-1)
= (0,05/2: n-k-1)
= 0,025: 45-1-1
= 43
Hasil diperoleh nilai ttabel 2,017.
5. Kriteria pengujian
Ho diterima jika –t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel
Ho ditolak jika –t hitung < -t tabel atau t hitung > t tabel

63
6. Perbandingan t hitung dengan t tabel dan signifikansi
Nilai t hitung > t tabel (2,393 > 2,017) dengan signifikansi (0,000 <
0,05) maka Ho ditolak.
7. Diagram Scatter

Kandungan 30% air mineral dan 70% water coolant


terhadap 100% water coolant
25

20
Variasi 30:70 (oC)

15 y = -0,3024x + 13,456
R² = 0,1602

10

0
0 5 10 15 20 25
Kandungan 100% water coolant (oC)
Gambar 4.3 Grafik Scatter dengan kandungan air mineral 30% air mineral

Berdasarkan hasil analisis yang ditunjukkan pada gambar 4.3 dimana


garis Trendline: miring kekiri menunjukkan terjadi hubungan negatif,
sedangkan Markers atau plot berwarna orange membentuk garis lurus yang
sempit, ini menunjukkan terjadi hubungan atau korelasi yang sangat erat. R2
0,1602 adalah nilai regresi (kuadrat dari r pearson). Sedangkan nilai 13,456.
artinya nilai dari penurunan suhu mesin sepeda motor dengan campuran
30% air mineral dan 70% water coolant dapat berubah sebesar 13,456.

Dari hasil analisis keseluruhan yang dilakukan nilai t hitung > t tabel (2,393
> 2,017) dan signifikansi (0,021 < 0,05) maka Ho ditolak, artinya bahwa ada
hubungan secara signifikan antara 30% Kandungan Air mineral dan 70% water
coolant terhadap 100% water coolant. Karena t hitung nilainya positif, maka berarti
campuran 30% kandungan air mineral dan 70% water coolant berhubungan positif
dan siginifikansi terhadap kandungan water coolant. Jadi penelitian ini dapat

64
disimpulkan bahwa campuran 30% kandungan air mineral dan 70% water coolant
berhubungan positif terhadap 100% kandungan water coolant.
4.3.4 Variasi campuran 20% Air Mineral dan 80% water coolant dengan 100%
water coolant
Tidak terjadi korelasi atau hubungan antara variabel-variabel yang diteliti.

4.3.5 Variasi campuran 10% Air Mineral dan 90% water coolant dengan 100%
water coolant
Langkah-langkah pengujian:
1. Penentuan hipotesis
Ho: Tidak terdapat hubungan antara nilai penurunan suhu mesin
pada campuran Kandungan 10% Air Mineral dan 90%
water coolaant dengan 100% Kandungan water coolant.
Ha: Terdapat hubungan antara nilai penurunan suhu mesin pada
campuran Kandungan 10% Air Mineral dan 90% water coolant
dengan 100% Kandungan water coolant.
2. Menentukan tingkat signifikansi
Pengujian mengunakan uji dua sisi dengan tingkat signifikansi α = 5%.
Dalam penelitian ini peneliti mengambil risiko salah dalam mengambil
keputusan untuk menolak hasil hipotesis yang benar sebanyak-banyaknya
5% (signifikansi 5% atau 0,05 adalah ukuran standar yang sering digunakan
dalam penelitian).
3. Menentukan nilai t hitung

t hitung =

dimana:
r = Koefisien sederhana
n = Jumlah data
Dari hasil perhitungan nilai thitung diperoleh sebesar 3,405.
4. Menentukan t tabel
ttabel = (a/2: n-k-1)
= (0,05/2: n-k-1)

65
= 0,025: 45-1-1
= 43
Hasil diperoleh nilai ttabel 2,017.
5. Kriteria pengujian
Ho diterima jika –t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel
Ho ditolak jika –t hitung < -t tabel atau t hitung > t tabel
6. Perbandingan t hitung dengan t tabel dan signifikansi
Nilai t hitung > t tabel (3,405 > 2,017) dengan signifikansi (0,000 < 0,05)
maka Ho ditolak.
7. Diagram Scatter

Kandungan 10% air mineral dan 90% water coolant terhadap


100% water coolant
25

20
Variasi 10:90 (oC)

15 y = -0,8124x + 23,705
R² = 0,213
10

0
5 10 15 20 25
100% water coolant (oC)
Gambar 4.4 Grafik Scatter dengan kandungan air mineral 10% air mineral

Berdasarkan hasil analisis yang ditunjukkan pada gambar 4.4 dimana


garis Trendline: miring kekiri menunjukkan terjadi hubungan negatif,
sedangkan Markers atau plot berwarna orange membentuk garis lurus yang
sempit, ini menunjukkan terjadi hubungan atau korelasi yang sangat erat. R2
0,213 adalah nilai regresi (kuadrat dari r pearson). Sedangkan nilai 23,705.
artinya nilai dari penurunan suhu mesin sepeda motor dengan campuran
30% air mineral dan 70% water coolant dapat berubah sebesar 23,705.

66
Dari hasil analisis yang dilakukan nilai t hitung > t tabel (3,405 > 2,017) dan
signifikansi (0,001 < 0,05) maka Ho ditolak, artinya bahwa ada hubungan secara
signifikan antara campuran 10% Kandungan Air mineral dan 90% water coolant
terhadap 100% water coolant. Karena t hitung nilainya positif, maka berarti
campuran 10% kandungan air mineral dan 90% water coolant berhubungan positif
dan siginifikansi terhadap kandungan 100% water coolant. Jadi penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa campuran 10% kandungan air mineral dan 90% water coolant
berhubungan positif terhadap 100% kandungan water coolant.

67
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan, pengujian dan analisis data serta pembahasan
maka dari uraian yang telah disampaikan pada bab sebelumnya dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan analisis keseluruhan dari data yang diperoleh dengan statistik
korelasi sederhana (Bivarete correlation) metode Pearson terdapat
pengaruh yang terjadi sangat singinifikan terhadap besarnya variasi 10%
campuran air mineral terhadap 100% cairan water coolant dengan kisaran
nilai rata-rata penurunan suhu sebesar 14,95oC. pada mesin sepeda motor
yang sedang beroperasi, sedangkan tanpa mengunakan campuran water
coolant hanya mampu menurunkan suhu sebesar 11,57oC, pada mesin
sepeda motor yang sedang beroperasikan. Untuk penurunan suhu terendah
terjadi pada variasi 30% air mineral dan 70% water coolant sebesar 8,84oC.
2. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan menggunakan uji
Signifikansi (t) pada taraf signifikansi 5% dengan variasi campuran water
coolant dan air mineral, maka diketahui bahwa hipotesis (Ha) yang ajukan
peneliti bernilai positif, yaitu pengunaan cairan radiator dengan variasi
campuran air mineral terhadap suhu mesin sepeda motor 4 langkah
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap efektivitas radiator.
3. Dari hasil analisis korelasi sederhana dan uji signifikansi dengan taraf
signifikan sebesar 5% pada variasi 20% air mineral tidak terjadinya
hubungan yang sangat signifikan, dimana hasil dari analisis ini menyatakan
bahwa tidak terdapat pengaruh antara campuran 20% air mineral dengan
water coolant, sedangkan nilai korelasi tertinggi terjadi pada variasi
campuran 50% kandungan water coolant dan 50% water coolant dengan
nilai korelasi sebesar 0,584. Untuk nilai efektivitas mesin tertinggi terjadi

68
pada variasi campuran 10% air mineral dan 90% water coolant sebesar
5,133 dengan RPM 2000 pada menit ke 20, sedangkan nilai efektivitas
terendah terjadi pada variasi campuran 50% air mineral dan 50%
watercoolant sebesar 0,06 pada RPM 2000 menit ke 10.

5.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan untuk penelitian selanjutnya adalah
sebagai berikut:
1. Pada penelitian masih terbatas hanya mengunakan satu jenis cairan
pendingin sehingga pada penelitian lanjutan dapat dilakukannya dengan
variasi jenis cairan pendingin yang berbeda.
2. Penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut dengan menambah variabel
lainnya seperti debit aliran air radiator yang dimana dalam penelitian ini
peneliti mengabaikan debit aliran yang terdapat pada sistem kerja radiator.
3. Penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut dengan mengatur kecepatan
udara yang mengalir melalui radiator dan faktor-faktor lainnya yang di
anggap dapat mempengaruhi efektivitas suhu mesin.

69
DAFTAR PUSTAKA

Clifford, Alexander, dkk. 2014. Analisis Kerja Coolant pada Radiator. Jurnal
POROS, Vol 12, No. 2, 122-128

Hadi, 2014. Efektivitas variasi campuran radiator coolant dengan air terhadap laju
pembuangan panas. Jurnal ROTOR, Vol 7, No. 1

Made ricki murti, 2008. Laju pembuangan panas pada radiator dengan fluida
campuran 80% air dan 20% RC dengan RPM konstan. Jurnal Ilmiah Teknik
Mesin Cakram, Vol 2, No. 1, 4-9.

Nur cahyo, muhammad. 2017. Pengaruh Penggunaan Variasi Water Coolant Dan
Variasi Rpm Terhadap Panas Yang Dibuang Oleh Radiator Sepeda Motor
Xion. Universitas Nusantara PGRI Kediri

Dany pradipta, 2013. Pengaruh Coolant Berbahan Dasar Air Dengan Etilen Glikol
Terhadap Unjuk Kerja Perpindahan Panas Dan Penurunan Tekanan
Radiator Otomotif. Jurnal Ilmiah Teknik Mesin Universitas Sebelas Maret.

Darmanto, 1999. Otomotif Mesin Tenaga Tiga serangkai : Jakarta

Frank Incropera, 1990. Foundamentals of Heat and Mass Transfer. Jhon Welliy &
son , Inc. New York.

Sugiyono, 2012. Metode penelitian Statistik. Bandung: Alfabeta.


Holman JP. 1999. Perpindahan Kalor. Erlangga: Jakarta
Kreith, Frank. 1991. Prinsip-Prinsip Perpindahan Kalor. Erlangga: Jakarta
Maleev NL. Internal Combustion Engine. Mc Graw Hild.
Remling, John. 1981. Basic. Jhon Willey & Son,Inc. New York.
Suharmsimi, 1981. Prosedur Penelitian.
Dwi Priyanto 2010. Paham analisa Statistik Data dengan SPSS

70
Lampiran 1

Gambar. Proses pengujian instrumen penelitian

Gambar. Proses pembuatan variasi campuran radiator

Gambar. Pengukuran RPM Sepeda motor pada saat pengujian berlangsung


Gambar. Pengukuran temperatur air yang keluar dari mesin masuk ke radiator (Th1)

Gambar. Pengukuran temperatur air yang keluar dari radiator masuk ke mesin (Th2)

Gambar. Pengukuran temperatur suhu aliran suhu udara didepan radiator (Tc1)
Gambar. Pengukuran temperatur suhu aliran udara dibelakang radiator (Tc2)

Gambar. Rancangan Instrumen Penelitian


Lampiran 2

Tabel. Pengukuran suhu mengunakan watercoolant tanpa variasi pada menit ke 10


Kandungan 100% Water Coolant
Sample
RPM Th1oC Th2 oC Tc1 oC Tc2 oC
1 1500 42,1 41 49,6 50
2 1500 42,2 40,9 49,6 50
3 1500 42,1 41 49,4 50
4 1500 42,1 40,9 49,6 49,7
5 1500 42 40,9 49,8 50
Rata-Rata 42,125 40,94 49,6 49,94

Tabel. Pengukuran suhu mengunakan watercoolant tanpa variasi pada menit ke 20


Kandungan 100% water coolant
Sample
RPM Th1 oC Th2 oC Tc1 oC Tc2 oC
1 1500 45,7 40,2 52,1 58,3
2 1500 45,7 40,2 52,4 58,5
3 1500 45,7 40 52,1 58,3
4 1500 45,7 40,4 52 58,3
5 1500 45,7 40,2 51,9 58,3
Rata-Rata 45,7 40,2 52,1 58,34

Tabel. Pengukuran suhu mengunakan watercoolant tanpa variasi pada menit ke 30


Kandungan 100% water coolant
Sample
RPM Th1 oC Th2 oC Tc1 oC Tc2 oC
1 1500 44 37 52,3 57,1
2 1500 43,7 36,4 52,1 56,8
3 1500 43,9 37,2 52,3 57,1
4 1500 43,9 37 52,3 56,9
5 1500 44 37,2 52,5 57,5
Rata-Rata 43,875 36,96 52,3 57,08

Tabel. Pengukuran suhu mengunakan watercoolant tanpa variasi pada menit ke 10


Kandungan 100% water coolant
Sample
RPM Th1 C
o
Th2 oC Tc1 oC Tc2 oC
1 2000 45,2 42,3 52,6 54,6
2 2000 45,2 41,9 52,4 54,6
3 2000 45,2 42,7 52,6 54,8
4 2000 45 42,3 52,6 54,4
5 2000 45,4 42,5 52,8 54,6
Rata-Rata 45,15 42,34 52,6 54,6
Tabel. Pengukuran suhu mengunakan watercoolant tanpa variasi pada menit ke 20
Kandungan 100% water coolant
Sample
RPM Th1 oC Th2 oC Tc1 oC Tc2 oC
1 2000 68,3 49,2 61,8 62,2
2 2000 67,8 49,4 61,8 62,2
3 2000 68,6 49 61,8 62,7
4 2000 68,3 49,2 61,4 62,7
5 2000 68,5 49,2 62,2 62,7
Rata-Rata 68,25 49,2 61,8 62,5

Tabel. Pengukuran suhu mengunakan watercoolant tanpa variasi pada menit ke 20


Kandungan 100% water coolant
Sample
RPM Th1 oC Th2 oC Tc1 oC Tc2 oC
1 2000 64 54 59,6 61,7
2 2000 64,2 54,1 59,4 61,4
3 2000 63,8 54 59,6 61,7
4 2000 64,4 53,9 59,7 61,4
5 2000 64 54 59,7 61,7
Rata-Rata 64,1 54 59,6 61,58

Tabel. Pengukuran suhu mengunakan watercoolant tanpa variasi pada menit ke 10


Kandungan 100% water coolant
Sample
RPM Th1 C
o
Th2 oC Tc1 oC Tc2 oC
1 2500 67,6 45 61,5 62,5
2 2500 67,2 45,1 61,2 62,3
3 2500 67,6 45 61,5 62,5
4 2500 67,7 45,4 61,5 62,7
5 2500 67,9 45,6 61,7 62,5
Rata-Rata 67,525 45,22 61,48 62,5

Tabel. Pengukuran suhu mengunakan watercoolant tanpa variasi pada menit ke 20


Kandungan 100% water coolant
Sample
RPM Th1 oC Th2 oC Tc1 oC Tc2 oC
1 2500 65,3 42,2 62,5 64,8
2 2500 65 42 62,4 64,8
3 2500 65 42 62,5 64,6
4 2500 65,5 42,4 62,7 65
5 2500 65,7 42,4 62,5 64,6
Rata-Rata 65,2 42,2 62,52 64,76
Tabel. Pengukuran suhu mengunakan watercoolant tanpa variasi pada menit ke 30
Kandungan 100% water coolant
Sample
RPM Th1 oC Th2 oC Tc1 oC Tc2 oC
1 2500 62,6 49,6 65,6 66,1
2 2500 62,8 49,8 65,6 65,8
3 2500 62,6 49,3 65,2 66,3
4 2500 62,6 49,8 65,2 66,1
5 2500 62,4 49,6 65,7 66,3
Rata-Rata 62,65 49,62 65,46 66,12

Tabel. Penurunan suhu mengunakan watercoolant tanpa variasi selama 30 menit


RPM Th1 oC Th2 oC Tc1 oC Tc2 oC Nilai penurunan suhu
42,125 40,94 49,6 49,94 1,185
1500 45,7 40,2 52,1 58,34 5,5
43,875 36,96 52,3 57,08 6,915
Total 4,53

Tabel. Penurunan suhu mengunakan watercoolant tanpa variasi selama 30 menit


RPM Th1 oC Th2 oC Tc1 oC Tc2 oC Nilai penurunan suhu
45,15 42,34 52,6 54,6 2,81
2000 68,25 49,2 61,8 62,5 19,05
64,1 54 59,6 61,58 10,1
Total 10,65

Tabel. Penurunan suhu mengunakan watercoolant tanpa variasi selama 30 menit


RPM Th1 oC Th2 oC Tc1 oC Tc2 oC Nilai penurunan suhu
67,525 45,22 61,48 62,5 22,305
2500 65,2 42,2 62,52 64,76 23
62,65 49,62 65,46 66,12 13,03
Total 19,44
Lampiran 3

Tabel distribusi normal (T)

α untuk Uji Dua Fihak (Tow Tail Test)


0,20 0,10 0,05 0,02 0,01
Dk
α untuk Uji Satu Fihak (One Tail Test)

0,10 0,05 0,025 0,01 0,005

1 3,078 6,314 12,706 31,821 63, 657

2 1,886 2,920 4,303 6,965 9,925

3 1,638 2,353 3,182 4,541 5,841

4 1,533 2,132 2,776 3,747 4,604

5 1,476 2,015 2,571 3,365 4,032

6 1,440 1,943 2,447 3,143 3,707

7 1,415 1,895 2,365 2,998 3,499

8 1,397 1,860 2,306 2,896 3,355

9 1,383 1,833 2,262 2,821 3,250

10 1,372 1,812 2,228 2,764 3,169

11 1,363 1,796 2,201 2,718 3,106

12 1,356 1,782 2,179 2,681 3,055

13 1,350 1,771 2,160 2,650 3,012

14 1,345 1,761 2,145 2,624 2,977

15 1,341 1,753 2,131 2,602 2,947

16 1,337 1,746 2,120 2,583 2,921

17 1,333 1,740 2,110 2,567 2,898

18 1,330 1,734 2,101 2,552 2,878

19 1,328 1,729 2,093 2,539 2,861

20 1,325 1,725 2,086 2,528 2,845

21 1,323 1,721 2,080 2,518 2,831

22 1,321 1,717 2,074 2,508 2,819

23 1,319 1,714 2,069 2,500 2,807

24 1,318 1,711 2,064 2,492 2,797

25 1,316 1,708 2,060 2,485 2,787

26 1,315 1,706 2,056 2,479 2,779

27 1,314 1,703 2,052 2,473 2,771

28 1,313 1,701 2,048 2,467 2,763

29 1,311 1,699 2,045 2,462 2,756


30 1,310 1,697 2,042 2,457 2,750

31 1,309 1,696 2,040 2,453 2,744

32 1,309 1,694 2,037 2,449 2,738

33 1,308 1,692 2,035 2,445 2,733

34 1,307 1,691 2,032 2,441 2,728

35 1,306 1,690 2,030 2,438 2,724

36 1,306 1,688 2,028 2,434 2,719

37 1,305 1,687 2,026 2,431 2,715

38 1,304 1,686 2,024 2,429 2,712

39 1,303 1,685 2,023 2,426 2,708

40 1,303 1,684 2,021 2,423 2,704

41 1,303 1,683 2,020 2,421 2,701

42 1,302 1,682 2,018 2,418 2,698

43 1,302 1,681 2,017 2,416 2,695

44 1,301 1,680 2,015 2,414 2,692

45 1,301 1,679 2,014 2,412 2,690

46 1,300 1,679 2,013 2,410 2,687

47 1,300 1,678 2,012 2,408 2,685

48 1,299 1,677 2,011 2,407 2,682

49 1,299 1,677 2,010 2,405 2,680

50 1,299 1,676 2,009 2,403 2,678

51 1,298 1,675 2,008 2,402 2,676

52 1,298 1,675 2,007 2,400 2,674

53 1,298 1,674 2,006 2,399 2,672

54 1,297 1,674 2,005 2,397 2,670

55 1,297 1,673 2,004 2,396 2,668

56 1,297 1,673 2,003 2,395 2,667

57 1,297 1,672 2,002 2,394 2,665

58 1,296 1,672 2,002 2,392 2,663

59 1,296 1,671 2,001 2,391 2,662


BIODATA PENULIS

Nama Lengkap : Bayu Fahriba


Tempat/T.Lahir : Teluk Belitung/26 Agustus 1997
Gender : Pria
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia
Email : bayu.polbeng@gmail.com
No.Hp : +62821-7300-7145
Alamat : Jl. Sepakat, RT/RW 001/002,
Desa Bagan Melibur, Kec. Merbau,
Kab. Kepulauan Meranti, Riau, Indonesia 28752.
Nama Orang Tua
Ayah : Toifur
Ibu : Suryati

Riwayat Pendidikan :
 Politeknik Negeri Bengkalis 2015 - 2019
Jurusan Teknik Mesin
Prodi D IV Mesin Produksi dan Perawatan
 SMAN 1 Teluk Belitung 2012 - 2015
Jurusan IPA
 SMPN 2 Teluk Belitung 2009 - 2012
 SDN 1 Teluk Belitung 2003 - 2009

Pengalaman Kerja :
 PKL (Praktek Kerja Lapangan) di PT. Bima Golden Powerindo, 2018
Rohil, Riau, Indonesia

Anda mungkin juga menyukai