Anda di halaman 1dari 33

GENETIKA POPULASI

MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
“EVOLUSI”
Dosen Pengampu:
Ainun Nikmati Laily, M.Si

Disusun Oleh Kelompok 10:


1. Naafi’ul Rohmah (12208173011)
2. Lulu Zarwanda H. (12208173013)
3. Maratul Latifah (12208173113)

TADRIS BIOLOGI 5A
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
NOVEMBER 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kepada Allah Yang Maha Esa
atas berkat, rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik walaupun masih banyak kekurangan di
dalamnya.
Makalah ini disusun dengan tujuan pertama yaitu memahami dan
mendalami mengenai “Genetika Populasi ”. Kedua untuk memenuhi tugas
kelompok mata kuliah “Evolusi”. Adapun manfaat makalah ini adalah sebagai
wahana pembelajaran untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi kami dan
pembaca.
Penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan pada semua pihak di
antaranya :
1. Bapak Dr. Maftukhin, M.Ag. selaku Rektor IAIN Tulungagung yang telah
memberikan kesempatan kepada kami untuk menimba ilmu di IAIN
Tulungagung ini.
2. Ainun Nikmati Laily, M.Si. selaku dosen mata kuliah EVOLUSI yang telah
membimbing dan mengarahkan kepada kami dalam proses belajar mengajar.
3. Dan teman-teman yang telah bersedia dan ikut berperan dalam penyusunan
laporan ini.
Kami menyadari bahwa laporan praktikum ini jauh dari kesempurnaan,
maka dari itu kami mengharap kritik dan saran dari semua pihak. Dan semoga
laporan ini bermanfaat khususnya bagi mahasiswa IAIN Tulungagung dan dari
semua pihak yang membacanya.

Tulungagung, 6 Novemmber 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .............................................................................ii

Daftar Isi ....................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ..................................................................1

B. Rumusan Masalah .............................................................2

C. Tujuan .............................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Mutasi ...............................................................................3

B. Migrasi ..............................................................................9

C. Seleksi Alam ....................................................................13

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................28

B. Saran ...................................................................................29

DAFTAR PUSTAKA .................................................................... 30

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Genetika populasi adalah bidang biologi yang mempelajari komposisi


genetic populasi biologi, dan perubahan dalam komposisi genetik yang
dihasilkan dari pengaruh berbagai faktor, termasuk seleksi alam. Genetika
populasi mengejar tujuan mereka dengan mengembangkan model matematis
abstrak dinamika frekuensi gen, mencoba untuk mengambil kesimpulan dari
model-model tentang pola-pola kemungkinan variasi genetik dalam populasi
yang sebenarnya, dan menguji kesimpulan terhadap data empiris. Genetika
populasi terikat erat dengan studi tentang evolusi dan seleksi alam, dan sering
dianggap sebagai landasan teori Darwinisme modern. Ini karena seleksi alam
merupakan salah satu faktor yang paling penting yang dapat mempengaruhi
komposisi genetik populasi.

Ilmu genetika polulasi juga yang mendukung teori evolusi yang


dikemukakan oleh Charles Darwin 150 tahun lalu. Ilmu ini menggunakan
berbagai macam pendekatan statistik untuk membuktikan, menjelaskan atau
mendeteksi adanya perubahan organisme dalam lingkungan oleh sebab adanya
dorongan evolusi. Evolusi dideskripsikan sebagai perubahan frekuensi alel
yang ada dalam populasi di tempat dan waktu tertentu oleh sebab adanya
evolusi. Perbaikan mutu genetik dengan menggunakan seleksi, seleksi yang
baik dilakukan tidak hanya berdasarkan pada penampakan luar (fenotip),
melainkan dikombinasikan dengan seleksi langsung pada tingkat DNA
(genotip) sehingga dapat mengkodekan fenotip yang ingin diperbaiki
kualitasnya.

Genetika perlu dipelajari, agar kita dapat mengetahui sifat-sifat


keturunan kita sendiri serta setiap makhluk hidup yang berada di lingkungan
kita. Kita sebagai manusia tidak hidup autonom dan terinsolir dari makhluk
lain sekitar kita dan menjalin ekosistem dengan mereka. Karena itu selain
harus mengetahui sifat-sifat menurun dalam tubuh kita, juga pada tumbuhan

1
dan hewan. Genetika bisa sebagai ilmu pengetahuan murni, bisa pula sebagai
ilmu pengetahuan terapan. Sebagai ilmu pengetahuan murni harus ditunjang
oleh ilmu pengetahuan dasar lain seperti kimia, fisika dan matematika juga
ilmu pengetahuan dasar dalam bidang biologi sendiri seperti bioselluler,
histologi, biokimia, fisiologi, anatomi, embriologi, taksonomi dan evolusi.
Sebagai ilmu pengetahuan terapan menunjang banyak bidang kegiatan ilmiah
dan pelayanan kebutuhan masyarakat.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Mutasi?


2. Apa yang dimaksud dengan Migrasi?
3. Apa yang dimaksud dengan Seleksi Alam?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Mutasi
2. Untuk mengetahui pengertian Migrasi
3. Untuk mengetahui pengertian Seleksi Alam

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Mutasi

Mutasi didefinisikan sebagai pemutusan atau penggantian yang


terjadi pada molekul DNA, yang terdapat dalam inti sel makhluk hidup
dan berisi semua informasi genetis.1 Pemutusan atau penggantian ini
diakibatkan oleh radiasi, virus, transposon dan bahan kimia mutagenik
serta kesalahan selama proses meiois atau replikasi DNA.2 Setiap mutasi
adalah kecelakaan dan merusak nukleotida yang membangun DNA atau
mengubah posisinya. Mutasi hampir selalu menyebabkan kerusakan dan
perubahan yang parah sehingga tidak dapat diperbaiki oleh sel tersebut.
Perubahan –perubahan akibat mutasi hanya akan berupa kematian, cacat
dan abnormalitas, seperti yang dialami oleh penduduk Hirosima, Nagasaki
dan Chernobyl. Hal ini disebabkan karena DNA memiliki struktur teramat
kompleks dan pengaruh-pengaruh yang acak hanya akan menyebabkan
kerusakan pada struktur tersebut. Selama puluhan tahun, evolusionis
melakukan berbagai percobaan untuk menghasilkan mutasi pada lalat
buah, karena serangga ini bereproduksi sangat cepat sehingga mutasi akan
muncul dengan cepat pula. Dari generasi ke generasi lalat ini dimutasikan
tetapi mutasi yang menguntungkan tidak pernah dihasilkan. Semua mutasi
yang teramati pada manusia mengakibatkan kerusakan berupa cacat atau
kelemahan fisik, misalnya mongolisme, Down sindrom, albinisme,
dwarfisme atau kanker.3

1
Harun Yahya, Keruntuhan Evolusi, (Jawa Barat: Dzikra, 2001)., hal 25
2
Prof. Dr. Nyoman Wijana, M. Si, Evolusi, (Yogyakarta: Innosain, 2017)., 112
3
Harun Yahya, Keruntuhan Evolusi, (Jawa Barat: Dzikra, 2001)., hal 26 & 28

3
Gambar 2.1 (1) Kepala lalat buah sebelum dimutasi (2) Hasil
mutasi: kaki muncul dikepala

a. Down Sindrom (mongoloid)

Down Sindrom (mongoloid) adalah suatu kondisi dimana materi


genetik tambahan menyebabkan keterlambatan perkembangan anak dan
kadang mengacu pada retardasi mental. Anak dengan down sindrom
memiliki kelainan pada kromosom nomor 21 yang terdiri dari 2 kromosom
sebagaimana mestinya, melainkan tiga kromosom (trisomi 21) sehingga
informasi genetika menjadi terganggu dan anak juga mengalami
penyimpangan fisik. Dahulu orang-orang penderita down sindrom ini
disebut sebagai penderita mongolisme atau mongol. Istilah ini muncul
karena penderita ini mirip dengan orang –orang Asia (oriental). 4

4
Hajar Nur Rahmah, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Down Syndrome,
(Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta)., hal 4

4
Gambar 2.2 Down Sindrom

b. Albinisme

Albinisme merupakan kelainan genetic berupa gangguan sintesis


melanin yang terjadi pada berbagai ras manusia dan merupakan kelainan
autosomal resesif. Albinisme mengakibatkan individu mengalami kelainan
kulit tubuh yang disebut albino. Albino merupakan kelainan genetik yang
ditandai adanya abnormalitas pigmentasi kulit dan organ tubuh lainnya
serta penglihatan yang sangat peka terhadap cahaya. Akibatnya rambut
dan kulitnya berwarna putih atau bule.5

5
Niken Santuti Nur Handayani, Dkk, Mutasi Missense Pada Ekson 5 Gen Matp, Penyebab
Oculocutaneous Albinism Tipe 4 Di Wonosobo Jawa Tengah., hal 412

5
Gambar 2.3 Albino

c. Dwarfisme

Dwarfisme adalah kelainan yang menyebabkan tinggi penderitanya


berada dibawah rata-rata. Para ahli mendifinisikan dwarfisme sebagai
tinggi badan pada orang dewasa yang tidak lebih dari 147 cm. tetapi
umunya penderita dwarfisme hanya memiliki tinggi 120 cm. Dwarfisme
memiliki karakteristik anggota gerak pendek, makrosefali dengan
penonjolan pada dahi, hipoplasia daerah wajah tengah, lordosis lumbalis
dan trident hand dan hidrosefalus.6

6
Jose RL Batubara, dkk, Panduan Praktik Klinis Ikatan Dokter Anak Indonesia Penggunaan
Hormon Pertumbuhan Pada anak dan remaja di Indonesia, (Badan penerbit Ikatan Dokter Anak
Indonesia : 2017)., hal 20

6
Gambar 2.4 Dwarfisme

d. Kanker

Penyakit kanker adalah penyakit yang timbul akibat pertumbuhan


tidak normal sel jaringan tubuh yang tidak terkendalikan sehingga berubah
menjadi sel kanker. Penyebab utama kanker adalah perubahan (mutasi)
genetik pada sel. Sebenarnya tubuh memiliki mekanisme sendiri untuk
menghancurkan sel abnormal ini. Bila mekanisme tersebut gagal sel
abnormal akan tumbuh secara tidak terkendali. Faktor yang dapat memicu
pertumbuhan sel kanker berbeda-beda, tergantung pada jenis kankernya.
Meskipun demikian tidak ada jenis kanker yang spesifik hanya dipicu oleh
1 faktor.7

Gambar 2.5 Contoh Kanker (kanker mata)

7
Kementrian Kesehatan RI, Infodatin Stop Kanker (2015)., hal 1

7
Dalam organisme multiseluler, hanya mutasi pada garis keturunan
sel yang menghasilkan gamet dapat diteruskan pada keturunan. Pada
tumbuhan dan fungi, ini tidak seterbatas kedengarannya, sebab banyak
garis keturunan sel yang berbeda yang dapat menghasilkan gamet. Namun
pada hewan kebanyakan mutasi terjadi pada sel somatic dan lenyap
sewaktu individu tersebut mati. Perubahan kromosomal yang
melenyapkan, mengacaukan, atau menyusun ulang banyak lokus sekaligus
hampir pasti membahayakan. Akan tetapi, sewaktu mutasi berskala besar
semacam itu tidak mengubah gen efek pada organisme adalah netral.
Dalam sejumlah peristiwa yang langka penyusunan ulang kromosom
bahkan bisa menguntungkan. Misalnya translokasi salah satu bagian dari
suatu kromosom ke kromosom yang berbeda mungkin mengaitkan segmen
DNA dalam satu cara yang mendatangkan efek positif.

Salah satu sumber penting dari variasi berawal ketika gen-gen


terduplikasi akibat kesalahan dalam meiosis (misalnya pindah silang yang
tak setara) kesalahan replikasi DNA akibat polymerase yang tergelincir
(slippage) atau aktivitas elemen transposable. Duplikasi segmen
kromosom yang berukuran besar seperti pada penyimpangan kromosom
seringkali membahayakan, namun duplikasi potongan DNA yang lebih
kecil mungkinj tidak membahayakan. Duplikasi gen yang tidak memiliki
efek parah dapat bertahan selama beberapa generasi memungkinkan
mutasi untuk terakumulasi. Hasilnya adalah genom yang memanjang
dengan lokus-lokus baru yang mungkin memperoleh fungsi-fungsi baru.
Peningkatan yang menguntungkan semacam itu dalam jumlah gen
tampaknya memainkan peranan yang besar dalam evolusi. Misalnya nenek
moyang mamalia memiliki satu gen tunggal untuk mendeteksi bau yang
telah terduplikasi berkali-kali. Akibatnya manusia kini memiliki sekitar
1.000 gen reseptor penciuman, sementara mencit memiliki 1.300.
peningkatan dramatis semacam itu dalam jumlah gen penciuman mungkin
telah membantu mamalia awal hingga mampu mencium bau yang samar
dan membedakan banyak bau-bau yang lain. Namun sekitar 60% gen

8
reseptor penciuman manusia telah diinaktivasi oleh mutasi, sementara
mencit hanya kehilangan 20% dari gen-gen tersebut.

Laju mutasi cenderung rendah pada tumbuhan dan hewan, rata-rata


sekitar satu mutasi dalam setiap 100.000 gen per generasi, dan laju
tersebut seringkali lebih rendah lagi pada prokariota. Namun prokariota
umumnya memiliki rentang generasi yang pendek, sehingga mutasi dapat
dengan cepat memunculkan variasi genetik pada organisme tersebut. Hal
yang sama berlaku pula pada virus. Misalnya HIV memiliki rentang
generasi sekitar dua hari, HIV juga memiliki genom RNA, yang
mempunyai laju mutasi jauh lebih tinggi dari pada genom DNA tipikal,
akibat ketiadaan mekanisme perbaikan RNA pada sel inang. Karena alasan
ini, tak mungkin bahwa pemakaian obat tunggal dapat melawan HIV
secara efektif, bentuk mutan virus tersebut yang resisten terhadap obat
tertentu jelas akan memperbanyak diri dalam waktu yang relatif cepat.
Terapi AIDS yang paling efektif sampai saat ini adalah ‘koktail’ obat yang
mengkombinasikan sejumlah obat-obatan. Kecil kemungkinannya bahwa
banyak mutasi yang menyebabkan resistensi terhadap semua obat akan
terjadi dalam jangka waktu yang singkat. 8

B. Migrasi

Migrasi adalah perpindahan spesies-spesies dari suatu tempat ke


tempat yang lain. Spesies-spesies yang berpindah harus mampu
beradaptasi dengan lingkungan yang baru pula. Hal tersebut dapat
memunculkan generasi-generasi berbeda dari spesies-spesies nenek
moyang asal-usulnya. Suatu spesies dapat terasingkan dari spesies-spesies
sesamanya dan hidup didaratan yang berbeda karena dipisahkan oleh suatu
larutan, misalnya yang terjadi pada sejenis kumbang (Xylocopa nobilis)
yang hidup dipulau sangihe. Bila Xylocopa nobilis dari pulau sangihe
bermigrasi kedaerah manado dan terjadi perkawinan antara xylocopa dari
pulau sangihe dengan Xylocopa dari manado, maka akan terjadi perubahan
gen pada generasi berikutnya.

8
Neil A. Campbell & Jane B. Reece, Biologi Edisi Ke-8 Jilid 2, (Jakarta: Erlangga, 2012)., hal 25

9
Gambar 2. 6 Migrasi Xylocopa nobilis

Xylocopa nobilis dari P. Sangihe kelima ruas terakhir dari


tubuhnya berwarna hitam dan ruas pertama berwarna kuning. Xylocopa
nobilis dari daerah Manado dua ruas terakhir tubuhnya berwarna merah
karat, ruas keempat sebagian besar berwarna merah karat dan bagian-
bagian lainya berwarna hitam. Ruas kedua dan ketiga bagian dorsal
berwarna hitam dan ke arah ventral berwarna merah karat. Antara
Xylocopa nobilis dari Pulau Sangihe tampak adanya perbedaan -
perbedaan genetik yang menunjukan perkembangan ke arah terbentuknya
dua spesies.9

Proses Migrasi Manusia Purba Ke Indonesia

Pada saat itu keadaan alam kondisinya belum stabil hal ini
merupakan salah satu pendorong yang menyebabkan manusia purba
bermigrasi, untuk mencari tempat yang lebih aman. Sehingga dari sekian
banyak kelompok manusia purba pada saat itu ada yang sampai kewilayah
Indonesia. Berikut uraian tentang proses migrasi manusia purba ke
9
https://www.slideshare.net/mobile/Newry_Jann/makalah -evolusi-biologi diakses pada tanggal 20
oktober 2019 pukul 19.00

10
Indonesia. Prof. Kern menyebutkan bahwa keberadaan manusia purba di
indonesia adalah melalui proses migrasi dari yunan.

Selain di dorong oleh keinginan untuk mencari atau mengejar


buruan untuk dijadikan bahan makanan, perpindahan itu juga
dimaksudkan untuk menghindari fenomena alam yang belum stabil pada
saat itu. Terdapat dua macam proses migrasi, yaitu migrasi yang berjalan
lambat dan berlangsung dengan sendirinya dan migrasi yang berlangsung
cepat dan mendadak.

Proses migrasi yang berjalan lambat dan berlangsung dengan


sendirinya

Proses migrasi yang berjalan lambat adalah proses migrasi yang


didasarkan pada proses perkembangan manusia itu sendiri. Seperti
kebutuhan untuk mencari daerah yang lebih aman, subur, dan lebih mudah
untuk memperoleh makanan untuk mempertahankan hidup. Seperti yang
dilakukan oleh manusia purba, mata pencaharian berburu dan meramu
juga menjadi salah satu faktor yang mendorong manusia hidup dalam
kelompok-kelompok dan selalu berpindah dari satu tempat ke tempat yang
lainnya karena mengikuti gerak binatang buruannya.

Proses migrasi yang berlangsung cepat dan mendadak

Proses migrasi yang berlangsung cepat dan mendadak sering


terjadi pada masyarakat modern, seperti keharusan mencari tempat tinggal
baru karena tempat yang lama telah hancur akibat bencana alam,
kelaparan, perang, penyakit menular, dan sebagainya. Lalu bagaimanakah
proses migrasi rumpun bangsa melayu yang terjadi dari rumpun melayu
tua dan rumpun melayu muda ke indonesia?

Bila kita merujuk pada teori Yunnan tentang asal-usul nenek


moyang, dikatakan bahwa bahwa asal-usul nenek moyang kita berasal dari
Yunnan, China. Menurut teori ini, migrasi penduduk dari Yunnan menuju

11
Kepulauan Nusantara ini melalui tiga gelombang, yaitu; perpindahan
orang negrito, proto melayu dan juga deutro melayu.

Dari Yunnan, nenek moyang kita bergerak menuju selatan


memasuki daerah Indocina/ Vietnam dan terus bergerak menuju kepulauan
di Nusantara (Indonesia). Bangsa Melanosoid/ras Negroid merupakan
kelompok yang melakukan migrasi pada gelombang pertama. Proses
migrasi ini kemudian diikuti oleh bangsa Mongoloid/ ras melayu.

Dari penemuan fosil dan artefak manusia masa pra-aksara, dapat


diperkirakan bahwa mahluk manusia muncul dari suatu daerah tertentu di
muka bumi ini. Banyak ahli berpendapat bahwa mahluk manusia berasal
dari suatu daerah tertentu dimuka bumi ini, yaitu sebuah saban yang
beriklim tropis di Afrika Timur.

1. Migrasi bangsa melayu tua (proto-melayu)

Bangsa melayu tua masuk ke indonesia melalui dua jalan, yaitu


dari sebelah barat melalui semenanjung melayu menuju sumatra, lalu
menyebar keseluruh indonesia. Dan dari sebelah timur melalui filipina,
menuju sulawesi dan selanjutnya menyebar keseluruh indonesia. Bangsa
melayu tua ini kemudian terdesak ke arah timur indonesia setelah
masuknya bangsa melayu muda. Keturunan bangsa melayu tua yang
sampai sekarang masih ada di indonesia adalah suku dayak, toraja, batak,
dan papua.

2. Migrasi bangsa melayu muda (deutro-melayu)

Bangsa melayu muda memasuki indonesia secara bergelombang


dan di mulai sejak 500 tahun SM. Mereka masuk ke indonesia hanya
melalui jalur barat, yaitu dari semenanjung melayu menuju sumatra dan
kemudian menyebar keseluruh indonesia. Keturunan bangsa melayu muda
yang masih di jumpai sampai sekarang adalah suku jawa, bugis, minang,

12
dan orang-orang melayu yang banyak mendiami wilayah sumatra bagian
timur.

Gelombang pertama berlangsung sekitar tahun 2000 SM.


Persebaran ini dimulai dari daratan Asia yang dilanjutkan ke Semenanjung
Malaya, Indonesia, Filipina dan Formosa serta kepulauan pasifik sampai
Madagaskar. Bangsa yang melakukan persebaran ini adalah bangsa Proto
Melayu. Bangsa ini masuk ke Indonesia melalui dua jalur, yaitu barat dan
timur. Jalur barat melalui Semenanjung Melayu, Sumatra dan selanjutnya
menyebar ke seluruh Nusantara (Indonesia). Bangsa Proto Melayu
membawa kebudayaan Neolithikum, yaitu berupa kapak lonjong yang
dibawa melalui jalur timur dan kapak persegi melalui jalur barat. Namun
akhirnya, kebanyakan bangsa Proto Melayu berdiam di wilayah timur
Nusantara (Indonesia), misalnya di Papua. Nama lain bangsa Proto
Melayu adalah Paleo Mongoloid.

Gelombang kedua berlangsung pada tahun 500 SM. Bangsa yang


melakukan migrasi pada masa ini disebut bangsa Deutro Melayu. Bangsa
ini masuk ke Indonesia melalui jalur barat, yaitu melalui pulau Sumatra.
Bangsa ini membawa kebudayaan logam, baik yang berupa perunggu
maupun besi dengan corak dongson. Hasil kebudayaan yang terkenal dari
bangsa ini adalah Nekara. Nama lain bangsa Deutro Melayu adalah Neo-
Mongloid.10

C. Seleksi Alam

Teori Darwin hendak menjelaskan bentuk dan diversitas makhluk


hidup di dunia dengan teori variasi dan teori seleksi. Untuk menjelaskan
unsur tertentu pada spesies tertentu, teori darwin mempertanyakan varian
unsur mana yang dapat diwariskan dan yang memungkinkan lulus seleksi
alam dalam lingkungan spesies yang bersangkutan. Oleh karena itu paham
Darwin hanya bisa menerapkan teori seleksinya yang canggih dengan teori

10
https://www.sridianti.com/proses-migrasi-manusia-purba-ke-indonesia.html diakses pada
tanggal 29 oktober 2019 pukul 17.00

13
variasi yang primitif. Untuk suatu unsur atau ciri tertentu tidak mengetahui
rentang kemungkinan varian, demikian pula frekuensi relatifnya tidak
diketahui. Tentu saja rentang variasi aktual dari suatu ciri dapat diukur di
alam, akan tetapi hal ini hanya estimasi minimum dari rentang yang ada
bagi seleksi alam selama masa evolusi, karena mutasi baru bisa muncul.
Evolusi rasio seks (sex-ratio) menyediakan sebuah contoh. Pada banyak
spesies, termasuk manusia, rasio seks adalah separuh jantan, separuh
betina, tetapi bisa dibayangkan bahwa bisa terjadi rentang antara nol dan
satu. Seleksi alam adalah keberhasilan yang berbeda dalam reproduksi
(kemampuan individu yang tidak sama untuk bertahan hidup dan
berproduksi).11Seleksi alam terjadi melalui suatu interaksi antara
lingkungan dan keanekaragaman yang melekat di antara individu-individu
organisme yang menyusun suatu populasi. Produk seleksi alam adalah
adaptasi populasi organisme dengan lingkungannya.12

a. Pewarisan dengan modifikasi


Tindakan altruistik (dalam pengertian biologi) adalah individu yang
memberikan keuntungan (benefit) bagi penerima (recipient) atas
tanggungan (cost) si pemberi (altruist), keuntungan dan tanggungan diukur
berdasarkan jumlah keturunan yang dihasilkan. Altruisme menurut definisi
adalah kerugian di pihak individu yang altruis, tetapi bisa merupakan
keuntungan bagi kelompok yang mengandungnya, jika keuntungan
melebihi tanggungan bagi si pemberi, maka reproduksi total dari
kelompok akan meningkat. Tipe yang mereproduksi paling banyak akan
meningkat dalam frekuensi. Tipe-tipe tersebut akan dibentuk oleh seleksi
alam, dan akan merupakan unsur yang diamati dalam alam. Tingkat
dimana seleksi alam bekerja disebut unit seleksi. Frekuensi berubah pada
semua tingkatan. Pada evolusi Biston betularia misalnya, tidak hanya
frekuensi berbagai macam ngengat berubah, juga berbagai macam gen
ngengat, kromosom ngengat, pigmen kimia, demikian pula bermacam-
macam spesies ngengat dan bahkan ekosistem yang mereka huni.

11
Mark Ridley, “Masalah-masalah evolusi”, (Jakarta: 1991) Penerbit Universitas Indonesia.hal
12
Drs. Rusna Ristasa, A, “Sejarah Perkembangan Teori Evolusi Makhluk Hidup”. Hal 25

14
Frekuensi mereka semuanya berubah selama evolusi karena semuanya
berhubungan. Jika seleksi alam secara langsung menyesuaikan frekuensi
gen ngengat, frekuensi kromosom ngengat dan organisme ngengat secara
otomatis akan disesuaikan juga, karena kromosom dan organisme
mengandung gen, hal yang sama dapat disebut mutatis mutandis dari
semua tingkatan yang lain.

Gambar 2.7 Biston bertularia

Dalam kenyataan gen adalah satuan seleksi. Perubahan evolusioner


pada semua tingkat yang lain digerakkan oleh seleksi alam dari gen.
Namun, itu berarti meloncat kepada kesimpulan, kepentingan kita yang
mendesak adalah pembenarannya. Seleksi alam hanya bisa mengubah
frekuensi sesuatu yang diwariskan dari satu generasi ke generasi
berikutnya. Sifat tidak diwariskan dari ciri yang diperoleh mempersempit
bidang pengkajian, tetapi tidak cukup untuk membuktikan bahwa hanya
gen yang merupakan unit seleksi. Ia hanya membuktikan bahwa unit
tersebut harus merupakan alat hereditas, tetapi kromosom dan genom sama
pentingnya sebagai bagian hereditas sebagaimana halnya dengan gen. Unit
seleksi tidak hanya semata-mata bagian dari mekanisme pewarisan, ia
sendiri harus diwariskan dalam bentuk identik dari generasi ke generasi. Ia
harus stabil selama masa evolusi. Kini, gen benar-benar memiliki sifat
tetap, tetapi kromosom dan genom tidak. Alasannya adalah
rekombinasimeiotik. Suatu organisme memiliki dua perangkat kromosom,
dan setiap gen generasi di rombak dalam pasangan kromosom selama
suatu kejadian yang disebut meiosis. Oleh kaena itu, suatu keturunan tidak

15
mewarisi kromosom yang tepat sama dengan induknya, kromosom tidak
diwariskan. Tetapi gen diwariskan. Kecuali karena mutasi, yang sangat
jarang terjadi, gen dicopy persis sama setiap generasi.13

Pelestarian perbedaan-perbedaan dan variasi individu yang


menguntungkan, serta punahnya variasi yang merugikan inilah yang
disebut seleksi alam (Survival of the Fittest). Perubahan yang tidak
bermanfaat maupun tidak merugikan tidak akan dipengaruhi oleh seleksi
alam, dan akan dibiarkan, baik sebagai elemen yang berfluktuasi seperti
yang mungkin dilihat dalam spesies-spesies polimorfik tertentu, atau pada
akhirnya akan tetap, tergantung kepada sifat organisme dan kondisi-
kondisi kehidupan. Akan lebih mudah lagi untuk memahami kemungkinan
berlangsungnya seleksi alam dengan mengambil contoh kasus suatu
daerah yang mengalami sedikit perubahan fisik, umpamanya perubahan
iklim. Jumlah proporsionalnya penghuninya akan dapat dipastikan segera
mengalami perubahan, begitu pula beberapa spesiesnya mungkin akan
punah. Bertolak dari apa yang telah disaksikan mengenai penghuni-
penghuni suatu daerah yang bertalian secara erat dan rumit satu sama lain,
dikatakan bahwa setiap perubahan dalam proporsi jumlah penghuni tanpa
tergantung kepada perubahan iklim itu sendiri akan secara serius
mempengaruhi penghuni lainnya. Jika daerah itu mempunyai perbatasan
terbuka, maka bentuk-bentuk baru akan pindah, dan hal ini akan
mengganggu hubungannya dengan penghuni-penghuni terdahulu. Dalam
hal suatu pulau atau daerah yang hampir dikelilingi oleh tembok pembatas
yang menyebabkan bentuk-bentuk baru yang lebih baik teradaptasi tidak
dapat bebas memasukinya, maka akan memperoleh kantong-kantong
dalam ekonomi alam yang pasti akan terisi lebih baik oleh penghuni-
penghuni asli yang dengan satu dan lain cara telah termodifikasi. Sebab,
daerah ini terbuka bagi perpindahan dari tempat lain, maka kantong-
kantong atau temapt-tempat ini telah diduduki oleh pendatang-pendatang
baru. Dalam kasus semacam ini, modifikasi kecil dan ringan, dengan

13
Mark Ridley, “Masalah-masalah evolusi”, (Jakarta: 1991) Penerbit Universitas Indonesia.hal 41-
46

16
adaptasi lebih baik terhadap keadaaan yang berubah, yang bagaimanapun
akan menguntungkan individu-individu dari spesies apapun, cenderung
akan dilestarikan dan seleksi alam akan mempunyai cakupan kerja
perbaikan yang luas.

Alasan yang kuat untuk meyakinkan bahwa perubahan dalam kondisi-


kondisi kehidupan cenderung akan meningkatkan variabilitas, seperti
dalam kasus-kasus terdahulu tampak bahwa kondisi-kondisi kehidupan
telah berubah, dan hal ini dengan nyata menguntungkan seleksi alam
karena memberikan peluang lebih baik untuk terjadinya ragam-ragam
variasi yang bermanfaat. Bila tidak terjadi seleksi alam tidak dapat berbuat
apa-apa. Sebagaimana manusia dapat mencapai suatu keuntungan hebat
lewat hewan dan tanaman dengan menghimpun perbedaan-perbedaan
individual dari manapun, demikian pula halnya seleksi alam, namun
seleksi alam ini lebih mudah karena mempunyai waktu kerja yang jauh
lebih lama. Setiap populasi suatu negeri yang telah sedemikian sempurna
beradaptasi satu sama lain dan terhadap keadaan fisis lingkungan
huniannya, masih akan dapat beradaptasi atau berkembang dengan lebih
baik lagi. Sebab di semua negeri, populasi asli sejauh ini telah dikuasai
oleh hasil-hasil naturalisasi, sehingga membiarkan beberapa pihak asing
memegang peran di wilayah tersebut. Dan di setiap negeri, karena
pendatang-pendatang asing itu telah mengalahkan beberapa populasi asli
tersebut, maka dapat secara aman menyimpulkan bahwa spesies-spesies
asli tersebut tentu telah termodifikasi secara menguntungkan, sehingga
dapat bertahan dengan lebih baikterhadap penyusup-penyusup.

Alam dapat berperan pada setiap organ dalam (internal), juga pada
setiap nuansa perbedaan yang mendasar atau pada seluruh mesin
kehidupan. Manusia memilih hanya demi kebaikan dirinya sendiri.
Sedangkan alam demi makhluk hidup yang diasuhnya. Perlu diingat
bahwa, karena hukum korelasi (law of correlation), bilamana suatu bagian
berubah, dan variasi-variasi ini dikumpulkan atau terakumulasi melalui
seleksi alam, maka seringkali akan terjadi modifikasi lain dengan sifat

17
yang amat tidak terduga-duga. Sebagaimana kita lihat bahwa variasi,
dibawah pemeliharaan manusia telah muncul pada suatu masa tertentu
kehidupan, cenderung akan muncul kembali pada keturunannya pada masa
yang sama. Sehingga dalam keadaan alamiah, seleksi alam akan dapat
bekerja dan memodifikasi makhluk-makhluk hidup pada setiap usia
manapun, dengan menghimpun variasi yang menguntungkan pada usia itu,
dan menurunkannya pada usia padanannya. Seleksi alam dapat
memodifikasi dan menyesuaikan larva suatu serangga sampai sejumlah
besar kemungkinan-kemungkinan yang sepenuhnya berbeda dari
kemungkinan seperti serangga dewasanya, dan modifikasi ini dapat
mempengaruhi melalui korelasi struktur dewasanya. Sebaliknya,
modifikasi pada serangga dewasa dapat mempengaruhi struktur larva,
namun dalam segala hal seleksi alam akan menjamin bahwa modifikasi ini
tidak akan merugikan, sebab apabila merugikan spesies-spesies itu akan
punah. Seleksi alam akan memodifikasi struktur organisme muda ke arah
induknya, dan struktur induk ke arah anaknya. Dalam hewan yang suka
hidup berkelompok, seleksi ini akan menyesuaikan struktur setiap individu
demi kemanfaatan seluruh kelompoknya apabila masyarakat hewan
tersebut nyata-nyata akan beruntung dengan adanya perubahan yang
terpilih itu. Apa yang tidak dapat dilakukan oleh seleksi alam adalah
memodifikasi struktur satu jenis tanpa memberinya keuntungan, kecuali
demi kebaikan spesies lain. Suatu struktur yang digunakan hanya sekali
dalam kehidupan hewan, apabila penting baginya, akan dapat dimodifikasi
sampai sejauh mungkin oleh seleksi alam. Disini dapat pula disebutkan,
bahwa semua makhluk hidup harus mengalami pemusnahan atau
kerusakan tanpa sengaja, yang tidak atau sedikit berpengaruh terhadap
jalannya seleksi alam.14

Beberapa Catatan Tentang Seleksi Alam adalah sebagai berikut.

1) Pentingnya populasi dalam evolusi


Populasi adalah sekumpulan kelompok individu yang saling kawin dan
14
Charles Darwin, “The Origin of Species (Asal-Usul Spesies)”, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2003.hal 66

18
termasuk ke dalam suatu spesies tertentu serta berbagi tempat di daerah
geografi yang sama. Suatu populasi adalah satuan terkecil yang dapat
berkembang. Seleksi alam melibatkan interaksi antara individu dalam
lingkungannya, seleksi alam bekerja pada populasi, bukan pada individu.
Evolusi dapat diukur hanya dengan melihat perubahan dalam pembagian
relative variasi dalam satu populasi selama beberapa generasi.
2) Seleksi alam akan memperbesar atau memperkecil variasi yang dapat
diwariskan
Seperti kita lihat, suatu organisme bisa dimodifikasi melalui hal-hal
yang dialaminya sendiri selama masa hidupnya, dan ciri yang didapatkan
seperti itu bahkan mungkin lebih mengadaptasikan organisme tersebut
dengan lingkungannya, tetapi tidak ada bukti bahwa ciri-ciri atau sifat-sifat
yang didapat selama hidup itu dapat diwariskan. Kita harus membedakan
antara adaptasi yang didapat oleh organisme melalui tindakannya sendiri,
dengan adaptasi yang diwariskan dan berkembang dalam suatu populasi
selama beberapa generasi sebagai akibat dari seleksi.alam
3) Ciri khas seleksi alam tergantung pada situasi; faktor lingkungan
berbeda dari suatu tempat ke tempat lain dan dari suatu masa ke masa lain.
Suatu adaptasi dalam suatu situasi mungkin tidak berguna atau bahkan
merugikan pada keadaan lain yang berbeda, beberapa contoh akan
memperkuat kualitas seleksi alam yang tergantung pada situasi.15
Seleksi alam dapat mengubah distribusi frekuensi sifat terwariskan
dengan tiga cara, bergantung pada fenotipe mana dalam populasi yang
diuntungkan. Ketiga moda seleksi ini disebut seleksi direksional, seleksi
disruptif, dan seleksi penstabilisasi.

Seleksi direksional (direction selection) terjadi ketika kondisi


menguntungkan individu yang menunjukkan salah satu kisaran fenotipik
yang ekstrem, sehingga menggeser kurva frekuensi untuk karakter
fenotipik ke salah satu arah. Seleksi direksional umum terjadi ketika
lingkungan populasi berubah atau ketika anggota populasi bermigrasi ke
habitat yang baru (dan berbeda). Misalnya, bukti fosil mengindikasikan
15
Drs. Rusna Ristasa, A, “Sejarah Perkembangan Teori Evolusi Makhluk Hidup”. Hal 28

19
bahwa ukuran rata-rata beruang hitam di Eropa meningkat selama masing-
masing periode glasial yang membekukan, namun ukuran tersebut
menurun lagi selama periode interglasial yang lebih hangat. Beruang yang
lebih besar, dengan rasio permukaan terhadap volume yang lebih kecil,
lebih mampu menjaga panas tubuh dan sintas melalui periode dingin yang
ekstrem.

Gambar 2.8 : (a) Seleksi Penstabilisasi melenyapan varian ekstrem dari populasi
dan melanggengkan tipe-tipe intermediate. Jika lingkungan terdiri dari bebatuan
dengan warna intermediate, mata mencit terang maupun gelap akan tersingkir
akibat seleksi. (b) Seleksi Direksional menggeser keseluruhan kurva frekuensi
populasi dengan cara menguntungkan varian pada salah satu distribusi yang
ekstrem. Pada kasus ini, mencit yanglebih gelap diuntungkan karena mencit hidup
diantara bebatuan berwarna gelap. Warna rambut yang lebih gelap
menyembunyikan mencit dari predator. (c) Seleksi Disruptif menguntungkan
varian pada kedua ujung distribusi. Mencit-mencit ini telah mengolonisasi habitat
yang terdiri atas bebatuan terang maupun gelap. Akibatnya, mencit dengan warna
intermediate tidak diuntungkan.

Seleksi distruptif (disruptive selection) terjadi ketika kondisi


menguntungkan individu pada kedua kisaran fenotipik yang ekstrem daripada

20
individu dengan fenotipe intermediate. Salah satu contohnya adalah populasi
finch pemecah biji perut hitam di Kamerun. Anggota populasi tersebut
menunjukkan dua ukuran paruh yang sangat berbeda. Burung berparuh kecil
terutama memakan biji-bijian lunak, sedangkan burung berparuh besar adalah
spesialis pemakan biji keras. Burung berparuh sedang tampaknya relatif
efisien dalam memecahkan kedua jenis biji tersebut, sehingga memiliki
kebugaran relatif yang lebih rendah.

Seleksi penstabilisasi (stabilizing selection) bekerja dengan


melawan kedua fenotipe ekstrem dan menguntungkan varian intermediate.
Moda seleksi ini mengurangi variasi dan cenderung mempertahankan status
quo bagi karakter fenotipik tertentu. Misalnya, bobot kebanyakan bayi
manusia saat lahir berkisar antara 3-4 kg, bayi yang lebih kecil atau lebih
besar memiliki tingkat mortalitas yang lebih tinggi.

Akan tetapi, terlepas dari moda seleksinya, mekanisme dasar seleksi


alam tetap sama. Seleksi menguntungkan individu dengan sifat fenotipik
terwariskan yang memberikan keberhasilan reproduktif lebih dari pada
individu lain.

Peran Kunci Seleksi Alam dalam Evolusi Adaptif

Adaptasi organisme mencakup banyak contoh yang memukau.


Misalnya kemampuan sotong untuk berubah warna dengan cepat, seingga
bisa membaur dengan latar yang berbeda. Contoh lainnya adalah rahang ular
yang mengagumkan, yang mampu menelan mangsa yang jauh lebih besar
daripada kepalanya sendiri (tindakan yang analog dengan upaya seorang
manusia yang mencoba menelan sebutir semangka bulat-bulat). Adaptasi lain,
misalnya versi suatu enzim yang menunjukkan peningkatan fungsi di dalam
lingkungan yang dingin, mungkin tidak sedramatis kedua contoh itu, namun
sama pentingnya begi kesintasan dan reproduksi.

Adaptasi-adaptasi semacam itu dapat muncul secara bertahap seiring


waktu ketika seleksi alam menigkatkan frekuensi alel-alel yang menambah
kesintasan dan reproduksi. Ketika proposi individu yang memiliki sifat-sifat

21
menguntungkan meningkat, kecocokan antara spesies dan lingkungannya
juga membaik, dengan kata lain, terjadi evolusi adaptif. Akan tetapi,
komponen fisik dan biologis dari lingkungan organisme bisa berubah seiring
waktu. Akibatnya, apa yang dianggap sebagai ‘kecocokan yang baik’ antara
suatu organisme dan lingkungannya dapat terus berubah-ubah, sehingga
evolusi adaptif merupakan proses yang dinamis dan kontinu.16

Gambar 2.9 (a) Sotong, hewan yang mirip cumi-cumi yang memiliki
kemampuan berubah warna tubuhnya. Dalam sekejap sotong ini dapat
membaur dengan latarnya, sehingga ia bisa bersembunyi dari predator dan
menyergap mangsanya.

16 16
Neil A. Campbell & Jane B. Reece, Biologi Edisi Ke-8 Jilid 2, (Jakarta: Erlangga, 2012)., hal
35-36

22
Gambar 2.10 (b) Tulang rahang yang bisa digerakkan pada ular. Tulang-
tulang tengkorak dan sebagian besar vertebrata darat melekat relatif kaku satu
sama lain, sehingga membatasi pergerakan rahang sebaliknya, sebagian besar ular
memiliki tulang yang dapat digerakkan pada rahang atasnya,sehingga mereka bisa
menelan makanan yang jauh lebih besar daripada kepalanya.

Contoh-contoh Mekanisme Seleksi Alam

1. Terjadinya spesies baru burung Finch di Kepulauan Galapagos


Dalam suatu penyelidikan mengenai mekanisme seleksi alam, para
saintis menguji hipotesis Darwin bahwa paruh burung Finch Galapagos
merupakan hasil adaptasi evolusioner terhadap sumber makanan yang berbeda.
Selama lebih dari 20 tahun, Peter dan Rosemary Grant dari Princeton
University telah mempelajari populasi burung finch darat berukuran sedang
(Geospiza fortis) di Daphane Major, sebuah pulau yang sangat kecil dalam
gugusan kepulauan Galapagos. Burung-burung tersebut menggunakan

23
paruhnya yang kuat untuk menghancurkan biji-bijian, dan mereka lebih senang
memakan biji yang kecil yang dihasilkan secara berlimpah oleh spesies
tumbuhan tertentu selama tahun-tahun banyak curah hujannya. Pada tahun-
tahun kering, semua bijibijian itu berkurang produksinya, dan burung finch
tersebut terpaksa selain memakan biji-bijian kecil yang sedikit jumlahnya juga
memakan biji-bijian yang lebih besar yang banyak jumlahnya tetapi jauh lebih
sukar untuk dihancurkan. Keluarga Grant menemukan bahwa ketebalan rata-
rata paruh (jarak antara paruh atas dan paruh bawah) pada populasi burung
tersebut berubah seiring dengan berubahnya tahun. Saat musim kering
ketebalan ratarata paruh meningkat, kemudian mengecil kembali saat musim
hujan. Sifat tersebut merupakan sifat yang dapat diturunkan. Keluarga Grant
mengaitkan perubahan itu dengan ketersediaan relatif biji-bijian kecil dari
tahun ke tahun. Burung-burung dengan paruh yang lebih kuat mungkin
memiliki keuntungan lebih selama musim kering, ketika kelangsungan hidup
dan reproduksi bergantung pada kemampuan untuk memecah biji-bijian besar.
Sebaliknya, paruh yang lebih kecil tampaknya merupakan alat yang lebih
efisien untuk memakan biji-bijian yang lebih kecil yang produksinya berlimpah
selama musim hujan.17

17
Drs. Rusna Ristasa, A, “Sejarah Perkembangan Teori Evolusi Makhluk Hidup”. Hal 29

24
Gambar 2.11 Variasi Bentuk paruh burung Finch

2. Jerapah yang berleher panjang

Lingkungan mempunyai pengaruh pada ciri-ciri dan sifat-sifat yang


diwariskan melalui proses adaptasi lingkungan. Ciri dan sifat yang terbentuk
akan diwariskan kepada keturunannya. Organ yang sering berkembang dan
tumbuh membesar, sedangkan organ yang tidak digunakan akan mengalami
pemendekan atau penyusutan, bahkan akan menghilang. Contoh yang dapat
digunakan adalah jerapah. Menurut Lanmarck, pada awalnya jerapah
memiliki leher pendek, karena sumber makanan mereka yang berupa daun-
daun muda di pucuk-pucuk pohon yang tinggi, maka jerapah berusaha untuk
dapat menjangkaunya. karena hal itu hanya jerapah berleher panjang saja
yang dapat bertahan hidup. jerapah-jerapah berleher pendek punah terseleksi
oleh alam.

25
Gambar 2.12 Jerapah

3. Punahnya dinosaurus dan reptile-reptil raksasa

Punahnya dinosaurus dan 26eptile-reptil raksasa lainnya diduga karena


tidak dapat beradaptasi terhadap perubahan-perubahan lingkungan yang terjadi
pada zaman Mesozoikum 180 juta tahun yang lalu. Para peneliti menduga
bahwa pada saat itu terjadi tabrakan antara bumi dan meteor. Tabrakan tersebut
menyebabkan bumi tertutup debu. Akibatnya, sinar matahari tidak sampai ke
permukaan bumi. Hal ini menyebabkan tumbuhan tidak dapat melakukan
fotosintesis dan akhirnya mati. Matinya tumbuhan diikuti dengan matinya
dinosaurus pemakan rumbuh-tumbuhan dan akhirnya dinosaurus pemakan
daging juga mati.

26
Gambar 2.13 Dinosaurus

Seleksi Kelamin

Karena dalam pemeliharaan sering terjadi keganjilan pada salah


satu jenis kelamin yang melekat pada jenis kelamin tersebut secara turun
temurun, maka tidak sangsi lagi demikian pula halnya di alam. Jadi,
dianggap memungkinkan bila kedua jenis kelamin dimodifikasi melalui
seleksi alam sehubungan dengan berbagai kebiasaan hidup, sebagaimana
halnya kadang terjadi atau bagi satu jenis kelamin untuk dimodifikasi
sehubungan dengan jenis kelamin lainnya, sebagaiman biasa terjadi. Bentuk
seleksi ini tidak tergantung kepada struggle for existence terhadap makhluk
hidup lain atau kondisi-kondisi lingkungan, namun kepada pertarungan di
antara individu-individu kelamin sejenis, biasanya jantan dalam
memperebutkan betina. Hasilnya bukanlah kematian bagi pesaing yang
kalah, namun pada keturunannya yang sedikit atau bahkan tidak ada. Oleh
sebab itu, seleksi kelamin kurang teliti dibandingkan dengan seleksi alam.
Pada umumnya, jantan yang paling giat dan paling kuat yakni jantan yang
sifatnya paling sesuai dengan tempat hidupnya, akan menurunkan paling
banyak anak. Akan tetapi, dalam banyak hal kemenangan tidak tergantung

27
terlalu banyak kepada kekuatan secara umum, namun kepada senjata khusus
yang terbatas hanya dimiliki si jantan. Rusa jantan yang tidak bertanduk
atau ayam jantan tak bertaji, kecil kesempatannya untuk meninggalkan
banyak keturunan. Seleksi kelamin dengan selalu memungkinkan pemenang
untuk berkembang biak, tentu dapat memberikan keturunan dengan
keberanian tinggi, kepanjangan taji, dan kekuatan sayap untuk menyerang
dengan cara hampir sama seperti yang dilakukan jantan aduan paling kejam,
sehingga dengan seleksi teliti dapat diperoleh jantan terbaiknya. Mungkin
pertarungan tersebut lebih hebat terjadi di antara jantan-jantan hewan-hewan
poligami dan seringkali jantan-jantan ini diperlengkapi dengan senjata
khusus. Jantan-jantan hewan karnivora telah diperlengkapi senjata dengan
baik, meskipun bagi mereka dan lainnya alat pertahanan khusus tersebut
diperoleh melalui sarana seleksi alam, seperti rambut tengkuk singa dan
rahang bengkok salem jantan, sebab perisai dapat sama penting untuk
kemenangan sebagaimana pedang atau tombak.

Jadi, kesimpulan yang sudah dijelaskan di atas diyakini bahwa


jantan dan betina dari setiap binatang memiliki kebiasaan-kebiasaan umum
yang sama dalam hidup, tetapi berbeda dalam struktur tubuh, warna bulu
atau hiasan, perbedaan itu umumnya di sebabkan oleh seleksi kelamin,
yakni oleh individu-individu jantan yang pada suksesi generasi berturut-
turut mendapat sedikit keunggulan dari jantan-jantan yang lain, dalam alat-
alat berkelahinya (senjata), yakni alat-alat mempertahankan diri atau daya
tarik yang hanya diturunkan kepada anak-anak jantannya. 18

18
Charles Darwin, “The Origin of Species (Asal-Usul Spesies)”, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2003.hal 67

28
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa setiap mutasi adalah
kecelakaan dan merusak nukleotida yang membangun DNA atau
mengubah posisinya. Akibatnya terjadi kerusakan berupa cacat atau
kelemahan fisik, misalnya mongolisme, Down sindrom, albinisme,
dwarfisme atau kanker. Pada organisme multiseluler, mutasi terjadi pada
garis keturunan sel yang menghasilkan gamet dapat diteruskan pada
keturunan. Pada tumbuhan dan fungi, mutasi tidak seterbatas
kedengarannya, sebab banyak garis keturunan sel yang berbeda yang
dapat menghasilkan gamet. Namun pada hewan kebanyakan mutasi
terjadi pada sel somatic dan lenyap sewaktu individu tersebut mati.
Selain itu diketahui pula bahwa migrasi disebut juga dengan
perpindahan spesies-spesies dari suatu tempat ke tempat yang lain. Selain
di dorong oleh keinginan untuk mencari atau mengejar buruan untuk
dijadikan bahan makanan, perpindahan itu juga dimaksudkan untuk
menghindari fenomena alam yang belum stabil pada saat itu. Seleksi
alam dijelaskan oleh teori Darwin dengan canggih dengan teori variasi
yang primitif. Namun untuk unsur atau ciri tertentu tidak mengetahui
rentang kemungkinan varian, demikian pula frekuensi relatifnya tidak
diketahui.

B. Saran
Demikian makalah yang penulis buat, penulis berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat dan dapat membantu pembaca untuk
menambah ilmunya mengenai genetika populasi. Semoga untuk
penyusun makalah selanjutnya, referensi yang penulis dapatkan bisa
diperbanyak sehingga dasar dari penyusunnya makalah akan lebih akurat
dan lebih sempurna. Apabila ada kesalahan yang tidak disengaja baik
dalam penulisan maupun dari segi isinya, penulis mohon maa

29
DAFTAR PUSTAKA

Campbell, Neil A. & Jane B. Reece, 2012, Biologi Edisi Ke-8 Jilid 2, Jakarta:
Erlangga

Darwin, Charles,.2003. “The Origin of Species (Asal-Usul Spesies)”, Jakarta:


Yayasan Obor Indonesia.

Ridley, Mark. 1991. “Masalah-masalah evolusi”, Jakarta: Penerbit Universitas


Indonesia.

Ristasa A, Drs. Rusna “Sejarah Perkembangan Teori Evolusi Makhluk Hidup

Yahya, Harun. 2001. Keruntuhan Evolusi. Jawa Barat: Dzikra

Wijana, Nyoman. 2017. Evolusi, Yogyakarta: Innosain

Batubara, Jose RL. dkk, 2017. Panduan Praktik Klinis Ikatan Dokter Anak
Indonesia Penggunaan Hormon Pertumbuhan Pada anak dan remaja di
Indonesia, (Badan penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia

Hajar Nur Rahmah, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Down


Syndrome, (Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta)

Kementrian Kesehatan RI.2015. Infodatin Stop Kanker

Rahmah, Hajar Nur, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Down


Syndrome, (Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta)

Santuti, Niken N. H., Dkk, Mutasi Missense Pada Ekson 5 Gen Matp, Penyebab
Oculocutaneous Albinism Tipe 4 Di Wonosobo Jawa Tengah.

https://www.sridianti.com/proses-migrasi-manusia-purba-ke-indonesia.html

https://www.slideshare.net/mobile/Newry_Jann/makalah -evolusi-biologi

30

Anda mungkin juga menyukai