Anda di halaman 1dari 15

RESUME PERKEMBANGAN FISIK DAN KOGNITIF Di MASA ANAK-

ANAK PERTENGAHAN DAN AKHIR

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH


Psikologi Perkembangan
yang dibina oleh Aryudho Widyatno, S.Psi., M.A.

oleh
Claudia Diva Azahroh (180811642156)
Donna Agusti Srinanda (180811642126)
Elza Mourine Clarista (180811642066)
Fatimah Azzahra Arysa P. (180811642021)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS PENDIDIKAN PSIKOLOGI
JURUSAN PSIKOLOGI
Maret 2019
1. Perubahan Fisik dan Kesehatan
A. Pertumbuhan dan Perkembangan Tubuh
Anak yang sedang di masa kanak-kanak pertengahan dan akhir akan bertambah tinggi sekitar
2—3 inci setiap tahunnya dan penambahan berat tubuh sebesar 5 hingga 7 pon setiap tahunnya.
Pada fase ini juga anak akan mengalami perubahan proporsi seperti lingkar kepala, lingkar
pinggang, dan panjang kaki berkurang dibandingkan dengan ketinggian tubuh. Pada masa ini,
faktor herediter dan olahraga akan menambah kekuatan anak, dimana laki-laki biasanya akan lebih
kuat karena memiliki jumlah sel-sel otot yang lebih banyak daripada anak perempuan.
B. Otak
Volume total otak pada anak akan menjadi stabil di akhir masa kanak-kanak pertengahan
dan akhir, namun perubahan signifikan dalam berbagai struktur dan daerah otak tetap berlangsung.
Secara khusus, jalur otak dan sirkuit yang melibatkan korteks prefrontal, level tertinggi pada otak,
terus meningkat di masa kanak-kanak pertengahan dan akhir. Perubahan juga terjadi pada
ketebalan korteks serebral. Diobservasi pada area lobus temporal dan frontal, yang berfungsi untuk
bahasa, sehingga dapat mencerminkan peningkatan kemampuan berbahasa seperti membaca
(Santrock, 2012).
Aktivasi di beberapa area otak meningkat, sementara yang lain menurun ketika anak-anak
tumbuh besar (Diamond, Casey, & Munakata, Nelson dalam Santrock, 2012). Lebih sedikit
penyebaran serta lebih banyak aktivasi yang focus dalam korteks prefrontal dari 7—30 tahun
(Durston dkk, dalam Santrock, 2012). Apabila terjadi perubahan aktivasi maka akan
mempengaruhi peningkatan efisiensi dalam kinerja kognitif, khususnya pada kendali kognitif yang
merupakan pengendali fleksibel dan efektif dalam sejumlah area. Beberapa area tersebut adalah
pengendalian atensi, mengurangi pemikiran yang mengganggu, melakukan tindakan motoric, dan
fleksibel dalam menentukan berbagai pilihan (Diamond, Casey, & Munakata dalam Santrock,
2011).
C. Perkembangan Motorik
Di masa kanak-kanak pertengahan dan akhir, keterampilan motoric akan menjadi lebih halus
dan akan lebih terkoordinasi. Laki-laki biasanya akan lebih baik dalam keterampilan motoric kasar
dimana lebih banyak melibatkan aktivitas otot. Sementara untuk anak perempuan akan lebih
unggul dalam keterampilan motoric halusnya. Myelinasi dari sistem saraf pusat akan meningkat
dalam peningkatan keterampilan motoric halus, tangan anak akan lebh tangkas dalam beraktivitas.
- Usia 6 tahun : Dapat menggunakan palu, menempel, mengikat tali sepatu, dan
mengancingkan pakaian.
- Usia 7 tahun : Cenderung memilih pensil daripada krayon untuk menulis dan tulisan
sudah lebih kecil dibandingkan masa kanak-kanan awal.
- Usia 8—10 tahun : Tangan dapat digunakan secara mandiri oleh anak dengan lebih
tenang dan lebih tepat, sudah dapat menulis daripada hanya melalui kata-kata, tulisan
anak menjadi lebih kursif dan baik dari sebelumnya.
- Usia 10—12 tahun : Keterampilan manipulasi akan meningkat, dapat menguasai
gerakan yang rumit, kompleks, dan secara cepat.

D. Olahraga
Anak usia sd harus aktif dalam kegiatan fisiknya karena masih belum matang, sehingga
olahraga berperan penting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak-anak. Kurangnya aktivitas
pada anak akan menyebabkan anak memiliki resiko kelebihan berat tubuh. Peran dari orang tua
dan sekolah sangat penting dalam tingkat olahraga anak pada masa ini. Menurut Santrock (2012),
peneliti menemukan bahwa olahraga memiliki kaitan dengan perkembangan kognitif anak.
Menurut Santrock (2012), terdapat beberapa cara yang bisa dilakukan untuk anak agar lebih
banyak melakukan olahraga:
- Menawarkan berbagai program kegiatan yang melibatkan banyak aktivitas fisik oleh
sukarelawan.
- Memberikan aktivitas kebugaran fisik oleh sekolah.
- Penugasan kepada anak untuk melakukan perencanaan kegiatan aktivitas komunitas
dan sekolah yang menarik.
- Dorongan dari keluarga untuk lebih banyak memperhatikan aktivitas fisik anak dan
mendorong orang tua untuk banyak melakukan olahraga.

E. Sehat, Sakit, dan Penyakit


- Kecelakaan dan cedera
Cedera menjadi salah satu faktor utama anak yang dapat menyebabkan kematian.
Contohnya seperti kecelakaan ketika menaiki sepeda, papan luncur, maupun lainnya.
- Kegemukan
Kegemukan merupakan salah satu faktor kesehatan berisiko yang semakin tinggi pada
anak-anak. Perempuan cenderung lebih banyak mengalami kegemukan dibandingkan dengan laki-
laki. Obesitas dapat meningkatkan risiko dalam kesehatan medis ataupun psikologis anak.
Contohnya adalah gangguan pernapasan, hipertensi, kolestrol darah, diabetes, dan lainnya.
- Penyakit Kardiovaskular
Lingkungan serta kebiasaan perilaku pada masa anak akan menimbulkan bibit penyakit
kardiovaskular di masa dewasa. Sebuah penelitian terbaru yang dituliskan oleh Santrock (2012),
bahwa anak-anak yang memiliki indeks massa tubuh dan lingkar pinggang yang tinggi berisiko
mengalami sindrom metabolic sehingga dapat menyebabkan anak memiliki risiko penyakit
kardiovaskular ketika dewasa.
- Kanker
Kanker juga merupakan salah satu faktor yang paling banyak menjadi penyebab kematian.
Kanker pada anak-anak kebanyakan menyerang sel-sel darah putih, otak, sistem limpa, otot, ginjal,
dan sistem saraf anak. Semua penyakit memiliki tanda berupa sel-sel abnormal yang
berkembangbiak pada tubuh anak.

2. Anak-Anak dengan Kebutuhan Khusus


A. Cakupan Kebutuhan Khusus
- Kesulitan Belajar (learning disability)
Anak yang memiliki kesulitan belajar (learning disability) menurut Santrock, pemahaman
atau penggunaan bahasa serta lisan/tulisan akan lebih sulit dibandingkan anak yang normal,
kesulitan tersebut dilihat dalam hal mendengar, berpikir, membaca, menulis, dan mengeja.
Kesulitan belajar lebih banyak dialami oleh anak laki-laki karena faktor kerentanan biologis pada
anak laki-laki serta bias rujukan (referral bias).
Ada 3 macam kesulitan belajar yaitu :
- Disleksia (dyslexia), yaitu kategori bagi orang yang memiliki gangguan serius di
bidang membaca dan mengeja (Ise & Schulte-Korne dalam Santrock, 2012).
- Disgrafia (dysgraphia), yaitu individu yang mengalami kesulitan dalam menulis
dengan tangan (Rosenblum, Aloni, & Josman dalam Santrock, 2012).
- Diskalkulia (dyscalculia), yaitu adalah kesulitan belajar seseorang dalam bidang
hitung matematika (Rykhlevskaia dkk dalam Santrock, 2012).

- Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)


Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah gangguan pada anak-anak yang
mengalami satu atau lebih dari jumlah karakteristik (kurang perhatian, hiperaktif, dan impulsive)
dalam periode tertentu (Santrock, 2012). Gangguan ini lebih banyak dialami oleh anak laki-laki
dibandingkan dengan perempuan. Faktor yang diduga diantaranya adalah akibat dari rusaknya otak
mereka selama perkembangan prakelahiran dan pasca-kelahiran, mewarisi dari orang tuanya,
terkena paparan asap rokok serta alcohol selama dalam masa prakelahiran, atau berat tubuh yang
kurang dari normal saat kelahiran. Pengobatan biasanya menggunakan stimulan seperti Ritalin
atau Adderall dan juga manajemen perilaku.
- Gangguan Emosi dan Perilaku
Gangguan emosi dan perilaku yang disebutkan Santrock (2011) adalah terdiri dari adanya
permasalahan yang serius dan terus menerus berkaitan dengan agresi, relasi, depresi, dan ketakutan
yang dikaitkan dengan masalah pribadi ataupun masalah sekolah, dan juga karakteristik
sosioemosi yang tidak pantas lainnya. Anak laki-laki lebih banyak tiga kali lipat untuk mengalami
gangguan ini dibandingkan dengan anak perempuan.

- Gangguan Spektrum Autisme


Gangguan spectrum autisme berkisar dari gangguan parah (autistik) sampai yang ringan
(sindrom Asperger). Seseorang dengan gangguan ini biasanya dicirikan dengan masalah dalam
berinteraksi sosial, komunikasi baik verbal ataupun nonverbal, dan perilaku yang berulang (Boutot
& Mylers dalam Santrock, 2012; Hall dalam Santrock, 2012). Beberapa anak dengan gangguan
spectrum autisme ini beberapa mengalami retardasi mental, tetapi ada pula yang memiliki
kecerdasan rata-rata atau di atas rata-rata (Hoekstra dkk. dalam Santrock, 2012).
- Gangguan autistik (autistic disorder) adalah gangguan autisme yang parah dimana
terjadi pada 3 tahun pertama kehidupan dan meliputi defisiensi dalam hubungan
sosial, abnormalitas dalam komunikasi, serta perilaku dengan pola yang terbatas,
berulang, dan stereotip (Santrock, 2012).
- Sindrom Asperger (Asperger syndrome) merupakan gangguan autism yang
cenderung ringan, biasanya individu memiliki kemampuan verbal yang baik,
sedikit permasalahan dalam bahasa non-verbal, serta memiliki hubungan sosial dan
minat sosial yang terbatas (Santrock, 2012).
Autisme disebabkan oleh adanya disfungsi otak akibat struktur otak dan neurotransmitter yang
abnormal, serta adanya faktor genetic. Anak laki-laki cenderung lebih besar resikonya
dibandingkan anak perempuan untuk menjadi penderita autisme. Anak-anak autisme jika berada
di kelas yang terstruktur, dengan instruksi secara individual, dan dalam kelompok-kelompok kecil
akan lebih mudah belajar dengan baik.
B. Isu-Isu Pendidikan
Hampir semua sekolah menolak menerima anak-anak berkebutuhan khusus sampai dengan
tahun 1970-an. Pada 1975, Public Law 94-142 yaitu Education for All Handicapped Children Act,
mewajibkan semua anak berkebutuhan khusus diberi kesempatan yang memadai dalam
pendidikan. Pada 1990, Public Law 94-143 disusun kembali dalam bentuk Individuals with
Disabilities Education Act (IDEA), lalu diamandemen pada 1997, disahkan pada 2004 dengan
nama Individual with Disabilities Education Improvement Act. Santrock (2012) menyatakan
bahwa pelayanan ini mencakup evaluasi dan syarat-syarat, perencanaan pendidikan yang sesuai
dan pendidikan individual atau individualized education plan (IEP), serta pendidikan dalam
lingkungan yang tidak terlalu membatasi atau least restrictive environment (LRE).
Santrock (2012) menyatakan rencana pendidikan individual (individual education plan/IEP)
adalah sebuah pernyataan tertulis yang berisi uraian program yang khusus dirancang untuk anak-
anak berkebutuhan khusus. Dalam Santrock (2012), lingkungan yang tidak terlalu membatasi atau
least restrictive environment (LRE) adalah sbeuah setting pendidikan yang sedapat mungkin
dibuat menyerupai setting bagi anak-anak pada umumnya. Seperti sekolah inklusi, inklusi itu
sendiri berarti mendidik anak berkebutuhan khusus di kelas biasa secara penuh, bergabung dengan
anak-anak pada umumnya. Selama perkembangannya, sekolah inklusi membawa dampak positif
bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Namun, ada beberapa pendapat ahli pendidikan khusus yang
menyatakan bahwa dalam beberapa kasus mendidik anak berkebutuhan khusus menjadi ekstrem
dan dianjurkan melakukan pendekatan secara individu. Pendekatan ini tidak selalu melibatkan
pendidikan inklusi sepenuhnya namun ada piliahn lain seperti pendidikan khusus di luar kelas
biasa. Mereka berpendapat bahwa pendidikan anak berkebutuhan khusus juga harusnya menantang
anak-anak untuk menjadi yang terbaik sesuai keinginan mereka seperti pada pendidikan pada
umumnya.
3. Perubahan Kognitif
A. Teori Perkembangan Kognitif Piaget
Menurut Piaget (Santrock, 2012) bahwa anak-anak prasekolah memiliki pola pikir
praoperasional. Mereka mampu membentuk konsep-konsep stabil, mampu bernalar, namun cara
berpikir mereka terhamba oleh egosentrisme dan keyakinan mereka pada hal magis. Pada suatu
kondisi yang tepat, pada peneliti menyatakan bahwa anak-anak akan menunjukkan kemampuan
pada tahap berpikir operasional konkret.
Tahap operasional konkret terjadi pada usia 7 sampai 11 tahun. Pada tahap ini anak mampu
melakukan operasi konkret seperti bernalar sejauh penalaran logis itu dapat diterapakn dalam
bentuk spesifik atau konkret. Ciri anak-anak yang telah mencapai tahap operasi-konkret yaitu
mampu mengklasifikasikan atau mengelompokkan benda-benda dalam perangkat atau
subperangkat yang berbeda dan memperhitungkan hubungannya. Anak-anak yang telah mencapai
tahap operasi konkret mampu melakukan seriation (mengurutkan secara seri) yaitu mengurutkan
stimulus menurut satu dimensi kuantitatif seperti panjang. Anak-anak juga mempunyai
kemampuan menggabungkan relasi-relasi untuk dibuat kesimpulan, kemampuan ini disebut kelas
transivitas.
Evaluasi tahap operasi konkret Piaget yaitu Piaget berpendapat bahwa ada sebuah aspek
tahapan ang muncul secara bersamaan, namun pada kenyataannya beberapa kemampuan konkret
tidak muncul secara bersamaan. Pendidikan dan budaya memiliki pengaruh besar terhadapan
perkembangan anak-anak. Para ahli Neo-Piaget yang mengelaborasi teori Piaget, lebih
menekankan pada pemrosesan informasi,startegi-strategi yang digunakan., dan langkah-langkah
kognitif yang tepat.
B. Pemrosesan Informasi
Pada masa kanak-kanak pertengahan dan akhir ini anak-anak menunjukkan perkembangan
dalam mempertahankan dan mengendalikan atensi. Perubahan dalam pemrosesan informasi juga
mencakup memori, pemikiran, dan metakognisi.
1. Memori
Memori jangka panjang (long term memory) adalah ingatan yang relatif permanen dan tdak
terbatas, dapat meningkat seiring bertambahnya usia anak-anak di masa perkembangan anak
pertengahan dan akhir. Perlu diperhatikan bagaimana anak mampu mengonstruksikan memori.
Pengetahuan yang dimiliki anak-anak mempengaruhi bagaimana mereka memperhatikan,
mengorganisasikan, menyajikan, menginterprerasikan informasi. Pengetahuan ini mempengaruhi
keahlian. Santrock (2012) mengatakan bahwa jika individu memiliki keahlian mengenai subjek
tertentu, ingatan mereka juga cenderung baik dalam mempertimbangkan materi-materi yang
berkaitan dengan subjek tersebut.
Dalam Santrock (2012) ada beberapa strategi yang dapat dilakukan orang dewasa untuk
meningkatan memori anak usia pertengahan dan akhir yaitu mendorong anak-anak untuk
melakukan pencitraan bayangan (mental imagery) atau berkhayal, memotivasi anak-anak untuk
mengingat sesuatu dengan memahami bukan hanya mengingat saja, ulangi dengan menambahkan
variasi pada informasi intruksi yang dikaitkan dari awal dan sering diulang, dan menambhakan
bahasa yang relevan dengan memori ketika memberikan informasi pada anak-anak.
Fuzzy Trace Theory yaitu memori dapat dinyatakan dengan lebih baik mempertimbakan dua
tipe representasi memori yaitu ; pertama, jejak ingatan verbatim (verbatim memory trace) yang
erdiri dari detail yang tepat mengenai informasi. Kedua, intisari (gist) yang merujuk pada ide
mengenai informasi. Ingatan yang lebih baik pada anak-anak yang lebih tua karena fuzzy trace
mereka dibentuk dari penyaringan gist informasi
2. Pemikiran
Tiga aspek penting dalam beripikir yaitu beripikir kritis, kreatif, dan ilmiah. Berpikir kritis
mencakup kegiatan berpikir secara reflektif, produktif, dan mengevaluasi fakta. Aspek yang
penting dalam berpikir kritis menurut Ellen Langer (2005, dalam Santrock, 2012) yaitu rasa penuh
perhatian (mindfulness) – waspada, penuh perhatian, dan fleksibel dalam menajalni aktivitas dan
tugas sehari-hari. Umumnya di sekolah-sekolah belum mengembangkan pemahaman berpikir
kritis pada siswanya. Siswa hanya menggali masalah dari permukaan, namun tidak mencoba
berpikir lebih jauh dan mendalam yang melibatkan dari ke dalam pemikiran yang bermakna.
Berpikir kreatif adalah kemampuan berpikir dengan cara yang baru dan tidak biasa, dapat
menemukan solusi yang unik dari permasalahan yang ada. Maka, intelegensi berbeda dengan
kreativitas. Menurut J.P. Guilford (1967, dalam Santrock, 2012) menyatakan bahwa terdapat
perbedaan antara berpikir konvergen dan berpikir divergen. Berpikir konvergen yaitu
mneghasilkan sebuah jawaban yang tepat dan ditandai dengan jenis berpikir yang dapat diuji
dengan tes intelegensi standard. Berpikir divergen yaitu menghasilkan berbagai jawaban
terhadapat suatu pertanyaan yang sama dan ditandai oleh adanya kreativitas.
Berpikir ilmiah yaitu cara berpikir anak-anak menekankan pada sebab akibat. Pengajaran sains
yang efektif membantu anak-anak membedakan antara keslahan (error) dan konsep yang salah,
dan mendeteksi ide-ide yang salah yang harus diganti dengan konsep yang lebih akurat
Bass,Constant, & Karin (2009, dalam Santrock, 2012).
3. Metakognisi
Dalam Flavell (2004, dalam Santrock, 2012) metakognisi adalah kongnisi mengenai kognisi
atau mengetahui mengenai mengetahui. Mayoritas studi mengenai metakognisi berfokuspada
metamemori atau pengetahuan mengenai memori. Anak-anak usia 5-6 tahun biasanya mengetahui
bahwa item-item yang dikenal lebih mudah dipelajari ketimbang item-item yang blm dikenal.
Metamemori pada anak-anak masih terbatas dimana mereka masih belum mengetahui bahwa item-
item yang saling berkaitan lebih mudah diingat ketimbang item yang tidak berkaitan dan intisari
cerita lebih mudah diingat ketimbnag informasi secara verbatim. Anak-anak kecil memiliki
keterbatasan dalam mengenal memorinya sendiri. Saat memasuki masa sekolah dasar, anak-anak
memiliki evaluasi ang lebih realistik terhadap kemampuan memori mereka. Metakognisi juga
mencakup mengenai mengenal strategi yaitu menurut Michael Pressley (2003, dalam Santrock,
2012) kunci dalam mendidik anak-anak adlah membantu mereka mempelajari pembendaharaan
yang kaya mengenai berbagai strategi yang dapat mengarah pada solusi terhadap masalah.
C. Inteligensi (intelligence)
Kemampuan untuk memecahkan masalah serta beradaptasi dan belajar dari pengalaman.
Focus dari inteligensi adalah perbedaan dan penilaian individual. Perbedaan individual adalah
cara yang stabil dan konsisten yang berbeda antara individu yang satu dengan individu lainnya.
Tes Binet : binet mengembangkan konsep usia mental atau mental age (MA), yakni level
perkembangan mental individu relative terhadap individu lain. Tes binet beberapa kali mengalami
revisi agar dapat mengikuti perkembangan dalam memahami intelegensi dan tes intelegensi.
Sejumlah revisi yang telah dilakukan disebut tes Stanford-Binet untuk menganalisis respons
individu dalam lima area: fluid reasoning, pengetahuan, penalaran kuantitatif, penalaran visual-
spasial, dan working memory. Tes binet dilakukan pada berbagai usia dari prasekolah hingga
dewasa akhir dan hasilnya peneliti menemukan bahwa skor pada Stanford-binet mendekati
ditribusi normal.
Skala Wechsler : dikembangkan oleh David Wechsler. Tes ini terdiri dari Wechsler preschool
and primary scale of intelligence yang digunakan untuk menguji anak usia 2tahun 6bulan—7tahun
3bulan, Wechsler intelligence scales for children diuntukkan pada anak dan remaja 6tahun—
16tahun, dan Weschsler adult intelligence scale. Skala Wechsler tidak hanya memberikan skor
IQ keseluruhan, namun juga beberapa index komposit yang memungkinkan pemeriksa dapat
segera melihat pola kekuatan dan kelemahan inteligensi siswa di berbagai area.

I.Jenis – jenis Inteligensi


-Sternberg Triarchic Theory menyatakan bahwa inteligensi memiliki tiga bentuk:
1) inteligensi analitik, merujuk pada kemampuan menganalisis membandingkan dan membedakan;
2) inteligensi kreatif, terdiri dari kemampuan berkreasi, merancang, menemukan dan
membayangkan; 3) inteligensi praktis, mencakup kemampuan mengaplikasikan,
mengimpletasikan, dan menerapkan gagasan ke dalam praktik. Sternberg menyatakan bahwa
anak-anak yang memiliki pola triarkis berbeda akan “terlihat berbeda” di sekolah.
-Gardners Eight Frames of Mind
1) Verbal : kemampuan untuk menggunakan kata-kata dan bahasa untuk mengekspresikan makna
2) Matematis : kemampuan untuk melakukan operasi matematika
3) Spasial : kemampuan untuk berpikir 3 dimensi
4) Kinestetik tubuh : kemampuan untuk memanipulasi objek dan menjadi terampil secara fisik
5) Musik : sensitivitas pada ketinggian nada, melodi, ritme, dan nada.
6) Interpersonal : kemampuan untuk berinteraksi secara efektif pada orang lain
7) Intrapersonal : kemampuan untuk memahami dirinya sendiri
8) Naturalistik : kemampuan untuk mengobservasi pola di alam dan memahami sisitem buatan
manusia
Menurut Gardner, setiap manusia memiliki semua tipe inteligensi dengan taraf yang berbeda-
beda. Manusia dapat belajar dengan baik ketika bisa mengaplikasikan tipe inteligensi mereka yang
paling menonjol/kuat.
-Mengevaluasi pendekatan inteligensi majemuk
Pendekatan ini menstimulasi para guru untuk berpikir secara lebih luas mengenai hal yang
membangun kompetensi anak. Beberapa ahli menyatakan bahwa belum ada sejumlah riset yang
mendukung tiga jenis inteligensi Sternberg atau delapan jenis inteligensi Gardner. Menurut
Nathan Brody (2007) menyatakan bahwa orang yang menonjol pada salah satu jenis tugas
intelektual cenderung menonjol dalam tugas lain.

II.Budaya & Inteligensi


Budaya yang dianggap inteligen di suatu budaya tertentu biasanya tidak dianggap inteligen pada
budaya lainnya. Contoh: orang budaya barat cenderung memandang inteligensi darfi sudut nalar
dan berpikir; orang dari timur memandang inteligensi suatu cara bagi anggota dari suatu komunitas
agar berhasil melakukan peran sosial.

III.Menginterpretasikan Perbedaan Skor IQ


-Pengaruh genetic - Menciptakan tes bebas budaya
-Pengaruh Lingkungan - Perbedaan Kelompok

IV.Menggunakan Tes Inteligensi


Hal yang perlu diperhatikan mengenai IQ agar tidak terperangkap secara negative dalam
memanfaatkan informasi mengenai inteligensi anak:
- Menghindari stereotip dan ekspektasi
- Mengetahui bahwa IQ bukanlah indicator tunggal kompetensi
- Hati-hati dalam menginterpretasikan keseluruhan tes IQ

D. Intelegensi yang Ekstrem


Tes intelegensi sering disalahgunakan sebagai indicator tunggal untuk retardasi mental atau
bakat. Eksplorasi sifat intelektual yang ekstrem :
Retardasi Mental : suatu koneksi keterbatasan kemampuan mental di mana individu memiliki IQ
yang rendah, biasanya dibawah 70 jika diukur dengan tes intelegensi tradisional dan individu
kesulitan beradaptasi dengan kehidupan sehari-hari.
Terdapat beberapa klasifikasi retardasi mental (Hallahan, Kaufmann & Pullen) :
-89% dari anak-anak dikategorikan retardasi ringan dengan IQ 55—70. Dapat hidup independen
ketika dewasa
-6% dikategorikan retardasi moderat dengan IQ 40—54. Orang ini dapat mencapai keterampilan
tingkat rendah dan ketika dewasa dapat mendukung hidupnya sendiri dengan kerja manual
-3,5% dikategorikan retardasi mental parah dengan IQ 25—39. Individu ini belajar berbicara dan
melakukan tugas yang sangat sederhana
- kurang dari 1% memiliki IQ dibawah 25 dan dikategorikan retardasi mental yang sangat jelas
dan membutuhkan supervise terus menerus
Retardasi mental dapat disebabkan oleh faktor organic maupun sosial budaya :
- Retardasi Organik : retardasi mengtal yang disebabkan oleh gangguan genetic atau
kerusakan otak. Organic merujuk pada jaringan atau organ tubuh yang mengindikasikan
kerusakan fisik
- Retardasi budaya-familia : deficit mental dimana tidak dapat kerusakan organic otak.
Psikolog menduga bahwa deficit mengtal semacam itu adalah akibat varfiasi normal, yaitu
distribusi populasi dalam rentang skor inteligensi disertai kombinasi bertumbuh di
pengaruh lingkungan yang dalam segi intelektual termasuk di bawah rata-rata.

I. Bakat : orang yang berbakat (gifted) memiliki inteligensi diatas rata-rata (IQ 130 atau lebih)
dan atau memiliki talenta yang superior di bidang tertentu.
Karakteristik
Anak berbakat memiliki beberapa karakteristik di bidang seni, music atau akademik
menurut Ellen Winner (1996) ;
- Kematangan.
Anak berbakat cepat matang dan menguasai sebuah bidang lebih awal dibandingkan
dengan teman sebayanya.
- Berkembang menurut tempo dan caranya sendiri
Anak masih membutuhkan bantuan atau perancah lebih sedikit dari orang dewasa agar
dapat belajar dan mereka sering kali menemukan cara sendiri dalam memecahkan masalah
dengan cara yang unik.
- Gairah untuk menguasai
Individu memperlihatkan minat dan obsesi yang intens serta kemampuan untuk focus.
Mereka bukan termasuk anak-anak yang perlu didorong oleh orang tua. Mereka
memotivasi dirinya sendiri

a).Bawaan pengasuhan (Nature-Nurture)

Individu yang berbakat mengingat bahwa mereka memiliki tanda kemampuan yang tinggi dalam
bidang tertentu ketika kecil, sebelum atau di awal-awal pelatihan formal.

b).Bakat dan perkembangan sifat domain

Individu yang sangat berbakat biasanya tidak berbakat di banyak domain. Mengidentifikasi
individu dengan bakat yang spesifik-domain dan memberikan kesempatan pilihan pendidikan yang
tepat secara individual harus dilakukan paling tidak hingga masa remaja (Keating, 2009). Selama
masa remaja individu yang berbakat menjadi kurang bergantung pada dukungan orangtua dan
semakin mengejar minat mereka.

c).Pendidikan bagi anak berbakat

Winner berpendapat bahwa pendidikan di amerika lebih baik menaikkan standar bagi semua anak.
Ketika beberapa anak merasa tidak tertantang, winner merekomendasi agar anak tersebut boleh
mengikuti kelas yang sesuai dengan domain bakatnya, misalnya dengan membolehkan siswa
sekolah menengah mengikuti kelas-kelas di kampus yang sesuai dengan bakatnya.

4. Perkembangan Bahasa Anak


A. Kosa Kata, Tata Bahasa, dan Kesadaran Metalinguistik
Anak-anak biasanya akan memberikan sebuah kata yang sering kali mengikuti kata tersebut
dalam sebuah kalimat. Pada usia 7 tahun, anak-anak mulai merspon sebuah kata yang merupakan
sebuah kelompok kata sekaligus stimulus. Kosakata anak meningkat dari rata-rata sekitar 14.000
kata di usia 6 tahun sedangkan pada usia 7 tahun meningkat menjadi sekitar 40.000 kata. Selama
masa sekolah dasar, anak-anak semakin memahami dan memakai kata bahasa yang lebih banyak,
dan mereka juga belajar menggunakan bahasa yang berkaitan satu sama lain untuk menghasilkan
deskripsi, dan narasi yang masuk akal. Mereka harus mampu membuat deskripsi ataupun narasi
secara lisan terlebih dahulu sebelum mereka menuliskannya.
Kemajuan kosakata dan tata bahasa yang berlangsung selama masa sekolah dasar disertai
dengan perkembangan kesadaran metalinguistik yang memungkinkan anak memikirkan bahasa
yang mereka gunakan, pemahaman kata, dan mengartikannya.
B. Membaca
Sebelum belajar membaca, mereka mempelajari arti dari sebuah kata, mengenali bunyi, dan
mendiskusikannya. Jika anak memiliki kosakata yang baik, maka mereka akan lebih baik saat
belajar membaca. Terdapat 2 cara mengajarkan anak untuk membaca. Pendekatan bahasa
keseluruhan (whole-language approach) yang menekankan bahwa instruksi membaca seharusnya
sejalan dengan proses belajar bahasa yang natural pada anak dan sebagian besar bertentangan
dengan pandangan bahwa membaca harus diintegrasikan dengan keterampilan dan subjek lain,
serta berfokus pada materi yang nyata. Sedangkan pendekatan yang menekankan pada
keterampilan dasar dan forensik (basic-skill-and-phonics approach) menekankan bahwa instruksi
membaca sebaiknya mengajarkan fonetik dan aturan-aturan dasar yang dipakai untuk
menerjemahkan simbol-simbol tertulis dalam bunyi. Instruksi pada tahap awal menggunakan
materi-materi yang sederhana, lalu selanjutnya diberi materi bacaan seperti buku. Semakin banyak
ahli di bidang membaca menyimpulkan bahwa instruksi langsung pada forensik adalah aspek
kunci dalam belajar membaca.
Rich Mayer (2008) menjelaskan tiga proses kognitif yang terlibat agar dapat membaca:
1. Memahami unit-unit suara dalam kata-kata, yang mencakup pemahaman fonem.
2. Mengkodekan kembali kata-kata, yang mencakup pengubahan kata-kata tertulis menjadi
suara.
3. Mengakses arti kata, dengan membayangkan representasi dari sebuah kata.
C. Menulis
Anak sering kali membuat ejaan pada saat menulis. Orang tua dan guru sepantutnya
mendukung anak dan megkoreksi pengucapan serta penulisan secara efektif dan positif agar tidak
mematahkan semangat menulis anak. Ketika keterampilan berbahasa dan kognitif anak meningkat,
kemampuan menulisnya pun akan meningkat juga.
D. Bilingualisme dan Pembelajaran Bahasa Kedua
Bilingualisme adalah kemampuan untuk berbicara dalam dua bahasa. Bilingualisme memiliki
efek yang positif untuk perkembangan kognitif anak. Anak yang fasih dalam dua bahasa ataupun
lebih performanya akan lebih baik dalam mengendalikan emosi, membentuk konsep, penalaran
analitis, fleksibilitas, dan kompleksitas kognitif dibandingkan dengan anak yang hanya memahami
satu bahasa. Hanya saja tingkat kefasihan bahasa anak yang menguasai dua bahasa akan lebih
rendah dibandingkan anak yang hanya menguasai satu bahasa. Dibutuhkan waktu sekitar tiga
hingga lima tahun untuk mengembangkan kefasihan bicara dan tujuh tahun untuk mengembangkan
kefasihan membaca untuk bahasa kedua. Mahir dua bahasa dapat berdampak negatif karena anak
bisa saja menjadi monongual dan meninggalkan bahasa asalnya dikarenakan malu dengan bahasa
asalnya disebut dengan subtractive bilingualism.
Menurut Santrock (2012), riset mendukung pendidikan bilingual dalam hal:
1. Anak mengalami kesulitan dalam mempelajari sebuah subjek seandainya materi tersebut
diajarkan dalam bahasa yang tidak mereka pahami.
2. Ketika kedua bahasa diintegrasikan di dalam kelas, anak-anak akan belajar bahasa kedua lebih
siap dan lebih bersedia berpartisipasi secara aktif.
Referensi
Santrock, J. W. (2012). Life-span development.

Anda mungkin juga menyukai