Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sejak zaman purbakala, tidak dapat dipungkiri lagi bahwa pendidikan matematika
sangat diperlukan dan telah menyatu dalam kehidupan manusia dan merupakan kebutuhan
dasar dari setiap lapisan masyarakat, dalam pergaulan hidup sehari-hari. Mereka
membutuhkan matematika untuk perhitungan sederhana. Untuk keperluan tersebut
diperlukan bilangan-bilangan. Keperluan bilangan mula-mula sederhana tetapi makin lama
makin meningkat, sehingga manusia perlu mengembangkan sistem bilangan. Sistem
bilangan pun berkembang selama berabad-abad dari masa ke masa hingga saat ini. Adanya
bilangan membantu manusia untuk melakukan banyak perhitungan, mulai dari perhitungan
yang sederhana sampai perhitungan yang rumit. Masing-masing bangsa memiliki cara
tersendiri untuk menggambarkan bilangan dalam bentuk simbol yang ditemukan oleh orang-
orang pada zamannya.
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai sebuah sistem bilangan yang digunakan
oleh bangsa babilonia dan para penemu pada zaman itu.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah itu sistem bilangan babilonia ?
2. Bagaimana tablet bilangan – bilangan kebalikan ?
3. Bagaimana tablet plimton 322 ?
4. Bagaimana tinjauan sifat matematika babilonia ?

C. TUJUAN
1. untuk mengetahuisistem bilangan babilonia
2. untuk mengetahui tablet bilangan – bilangan kebalikan
3. untuk mengetahuitablet plimton 322
4. untuk mengetahui tinjauan sifat matematika babilonia

SEJARAH MATEMATIKA 1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sistem Bilangan Babilonia


Dari studi-studi yang komprehensif tampak bahwa matematika Babilonia ternyata jauh
lebih berkembang daripada yang pernah dibayangkan. Bangsa Babilonia adalah satu-satunya
masyarakat pra-yunani yang telah menerapkan sistem bilangan posisional, meski belum
sepenuhnya.Sistem-sistem seperti itu didasarkan pada gagasan nilai tempat, dimana nilai
sebuah nilai sebuah simbol bergantung pada posisi yang didudukinya dalam representasi
numerik. Keunggulan besar dari sistem-sistem yang dibandingkan sistem-sistem lain adalah
bahwa sehimpunan terbatas simbol-simbol memadai untuk menuliskan bilangan-
bilangan,betapapun besar atau kecil. Skala bilangan Babilonia bukanlah decimal, tetapi
seksagesimal (sistem bilangan dengan dasar 60), sehingga untuk setiap tempat suatu “angka”
di pindahkan ke kiri, maka nilai angka itu meningkat dan faktor dari 60. Saat bilangan bulat
ditampilkan dalam sistem seksagesimal, ruang atau tempat terakhir dikhususkan untuk
bilangan-bilangan dari 1 sampai 59, tempat berikutnya setelah yang terakhir untuk kelipatan-
kelipatan dari 60, diikuti dengan kelipatan-kelipatan dari 602 , dan seterusnya. Misalnya,
bilangan Babilonia 3 25 4 mewakili bilangan
3. 62 + 25.60 + 4 = 12.304
Dan bukan
3. 103 + 25.10 + 4 = 3254
Seperti dalam sistem desimal (sistem bilangan dengan dasar 10) yang kita gunakan.1
Penggunaan notasi nilai tempat seksagesimal oleh bangsa Babilonia dikukuhkan oleh
dua tablet yang ditemukan pada tahun 1854 di Sankerah sekitar sungai Eufrat oleh ahli
geologi inggris W. K. Loftus. Tablet-tablet ini, yang barangkali dibuat dari 1 sampai 59 dan
pangkat tiga dari bilangan-bilangan bulat hingga 32. Tablet itu dibaca dengan 72 , atau 49.
Dimana kita kita menduga akan menemukan 64, tablet itu mencantumkan sebagai 1 21,
kembali mengisyaratkan bahwa angka dikiri itu tentu mewakili 60. Skema yang sama
berlaku disepanjang tablet tersebut hingga kita tiba pada entri terakhir, yaitu 58 1. Ini berarti.

1
Wahyudi, Hakikat, Sejarah, dan Filsafat Matematika, (Bandung: Mandiri, 2013), hal. 73

SEJARAH MATEMATIKA 2
mudah sampai dengan 72 , atau 49. Di mana kita menduga akan menemukan 64, tablet
itu mencantumkan l 4;masuk akal adalah memisalkan l mewakili 60. Setdah 82, nilai dari 92
dicantumkan sebagai 1 21, kembali mengisyaratkan bahwa angka di kiri itu tentulah
mewakili 60. Skema yang sama berlaku di sepanjang tabel tersebut hingga kita tiba pada
entri terakhir, yaitu 58 l ini tentulah berarti 2

581=58 .60+l=3481=592.

Kelemahan dari sistem bilangan hieroglif bangsa Mesir Kuno tampak dengan jelas.
Bahkan, penulisan bilangan-bilangan yang kecil menuntut telatif banyak simbol (untuk
menuliskan 999,misalnya, diperlukan tidak kurang dari 27 hieroglit) dan bersama setiap
pelpangkatan baru dari 10, sebuah simbol perlu diciptakan. Di sisi lain, notasi numerik
bangsa Babilonia mcnekankan dua karalcter baji. Baji tegak sederhana ͳmemiliki nilai 1 dan
dapat digunakan sembilan kali, sedangkan baji lebar yang menghadap ke samping ◄
digunakan sampai lima kali. Bangsa Babilonia, menempuh jalur yang sama seperti bangsa
Mesir Kuno, membuat bilangan-bilangan lain dari kombinasi simbol-simbol tersebut,
masing-masingnya digunakan sebanyak yang diperlukan. Saat kedua simbol digunakan
bersamaan, simbol-simbol yang melambangkan puluhan ditempatkan di kiri simbol-simbol
satuan, misalnya:

Pemberian spasi yang tepat di antara kelompok-kelompok Simbol yang tersusun


berdekatan berkorespondensi dengan perpangkatan menurun dari 60, dibaca dari kiri ke
kanan. Sebagai ilustrasi, misalnya: 3

2
Ibid,
3
David M Burton,Library of Congress Cataloging-in-Publication Data, 2011, ISBN 978-0-07-
338315-6

SEJARAH MATEMATIKA 3
yang dapat dimterpretasikan sebagai 1 603 + 28 .602 + 52 . 60 + 20 = 319.940.
Bangsa Babilonia adakalanya mengatasi kerancuan sistem mereka dengan menggunakan
tanda pengurangan yaitu ͳ Ⱶ Ini memungkinkan penulisan bilangan-bilangan seperti l9
dalam bentuk 20 – 1.

Sebagai pengganti simbol puluhan yang diikuti dengan Sembilan simbol satuan.

Notasi nilai tempat Babilonia dalam perkembangan paling awalnya dihadapkan pada
interpretasi-interpretasi yang bertabrakan karena tidak adanya simbol untuk nol. Tidak
adacarauntuk membedakan di antara bilangan-bilangan.

1 . 60 + 24 = 84 dan 1 . 602 + 0 .60 + 24 =3624

karena masing-masingnya dapat ditampilkan dalam bentuk “cuneiform” dengan

Seseorang hanya dapat bersandar pada konteks untuk mengatasi penafsiran ganda
ini.Jarak pemisah yang mencolok seringkali digunakan untuk menandakan bahwa sebuah
tempat seksagesimal hilang, tetapi aturan ini tidak diterapkan secara ketat dan kebingungan
dapat timbul darinya. Orang yang menyalin tablet mungkin saja tidak melihat spasi kosong
tersebut, dan menempatkan simboI-simbolnya berdekatan, dan dengan demikian mengubah
nilai bilangannya. (Hanya dalam sistem nilai tempatlah keberadaan suatu spasi kosong perlu
dirumuskan dengan jelas, jadi bangsa Mesir tidak mengalami masalah ini). Sejak 300 S.M.
sebuah simbol tersendiri

SEJARAH MATEMATIKA 4
yang disebut pemisah, diperkenalkan untuk berperan sebagai sebuah penanda tempat,
oleh karena itu menunjukkan spasi kosong di antara dua angka dalam suatu bilangan.
Dengan adanya pemisah, maka bilangan 84 dapat dibedakan dengan jelas dari 3624, yaitu
bilangan 3624 ditampilkan sebagai

Namun demikian, kebingungan tidak berakhir di sini, karena pemisah dalam sistem
Babilonia tersebut digunakan hanya di antara angka-angka dan masih belum ada simbol
untuk menunjukkan ketiadaan angka di akhir sebuah bilangan. Pada sekitar 150 M, ahli
astronomiAlexandria yang bernama Ptimely mulai menggunakan simbol amicron(o, huruf
pertama dari kata yuinani օʋẟєⅴ, yang berarti “kosong” ) layaknya nilai nol kita, tidak hanya
muncul diantara angka-angka, tetapi juga di posisi ujung. Tidak ada bukti bahwa Ptolemy
memandang օ sebagai bilangan tersendiri yang dapat masuk ke dalam perhitungan bersama
bilangan-bilangan lainnya.

Ketiadaan tanda nol diujung-ujung bilangan dalam sistem Babilonia berarti bahwa tidak
terdapat cara untuk mengatakan apakah tempat terendah itubernilai satuan, kelipatan dari
1
60atau602 , atau bahkan kelipatan dari . Nilai dari simbol 2 24, yang dalam bentuk
60

cuneiform adalah

Dapat ditafsirkan sebagai


2 . 60 + 40 = 144
Tetapi, interpretasi-interpretasi lainnya pun mungkin, misalnya,
2 .602 + 24 . 60 = 8640
atau jika dimaksudkan scbagai sebuah pecahan
24 2
2 + 60 = 25

SEJARAH MATEMATIKA 5
Dengan demikian, bangsa Babilonia Kuno tidakpernah mencapai suatu sistem nilai
tempat yang absolut.Representasi bilangan merekamengungkapkan relatif angka-angka,
konteks sajalah yang menentukan besarnya bilangan yang dituliskan dalam skala
seksagesimal itu.Oleh karena dasar dari sistem bilangan mereka sedemikian besar, nilai
bilangan yang mereka maksudkan biasanya terungkap dengan jelas.Namun demikian, untuk
mengatasi kekurangan tersebut, marikita buat kesepakatanuntuk menggunakan tanda titik-
koma scbagai pemisah bilangan bulat-bilangan bulat dari pecahan~pecahan, sedangkan
semua tempat seksagesimal lainnya akan dipisahkan satu sama lain dengan tanda-tanda
koma. Dengan aturan ini, 25, 0, 3 ; 30 dan 25, 0 ; 3; 30, secara berurutan akan berarti

30 1 3 30 7
25 .602 + 0 . 60 + 3 + 60 = 90.003 2 dan 25 . 60 + 0 602 + 602 = 1500 120

Perhatikan bahwa baik tanda titik-koma maupun tanda koma tidak mamiliki simbol-
simbol yang berhubungan dengannya dalam teks-teks cuneiform aslinya.

B. Tablet Bilangan-Bilangan Kebalikan


Sebagian besar dari pengetahuan kita tentang matematika yang berkembang di wilayah
Mesopotamia, yang awalnya dikembangkan oleh bangsa Sumeria dan kemudian oleh bangsa
Akkadia dan lainnya, adalah relatif baru.Pcngetahuan ini disebut matematika Babilonia,
seakan-seakan bersumber hanya dari satu bangsa. Untuk sekian waktu, diketahui bahwa
kumpulan-kumpulan benda kuno dari Babilonia yang sangat banka di Museum Inggris,
Louvre, Yale, dan Universitas Pennsylvania terdiri atas banyak tablet tulisan kuno dari jenis
tidak lazim yang belum dapat teruraikan. Penelitian serius yang dilakukan oleh Otto
Neugcbauer, yang membuahkan hasil pada tahun 1930-2111,.mengungkap bahwa semua
naskah tersebut adalah tabel-tabel dan teks-teks matcmatika, dan dengan demikian kunci
untuk “membaca” isi dari naskah-naskah Babilonia Kuno pun ditemukan. Hasil penguraian,
penerjemahan, dan interpretasi yang dilakukan oleh ilmuwan ini menjadi titik terang utama
untuk mengkaji kontribusi bangsa Babilonia bagi perkembangan matematika kuno.

Dalam meneliti matematika Babilonia, kita tidak seberuntung saat meneliti matematika
Mesir. Karena cara penulisan bangsa Babilonia pada tablet-tablet tanah liat menghambat

SEJARAH MATEMATIKA 6
penggabungan risalah-risalah yang panjang, maka tidak ada catatan-catatan bangsa
Babilonia yang sebanding dengan Papirus Rhind. Namun demikian, beberapa ratus tablet
matematis telah berhasil dikonstruksi, banyak di antaranya terpelihara dengan sangat baik.
kebanyakan dari tablet-tablet ini (sekitar dua pertiganya) berasal dari masa “Babilonia
Lama”, yang diperkirakan berlangsung pada periode 1800-1600 S.M. Dari sumber materi
melimpah ini, sekarang diketahui bahwa, kecuali dalam keberadaan aturan-aturan geometris
tertentu, bangsa Babilonia lebih maju dibandingkan bangsa Mesir dalam bidang matematika.
Meski matematika Babilonia juga memiliki akar-akar empiris kuat yang tampak jelas pada
kebanyakan tablet yang telah berhasil diterjemahkan sejauh ini, tetapi matematika Babilonia
tampaknya cenderung menggunakan ekspresi yang lebih teoretis (Orang-orang Babilonia
boleh mengklaim bahwa mereka telah mencapai temuan-temuan lebih awal, terutama
mengenai teorema Pythagoras.) Kunci kemajuan bangsa Babilonia tampaknya adalah
kemudahan sistem bilangan mereka yang luar biasa.'Notasi seksagesimal yang hebat
memungkinkan mereka untuk berhitung dengan pecahan-pecahan semudah mengerjakan
bilangan-bilangan bulat dan membawa mereka kepada aljabar yang sangat maju.Hal ini
mustahil bagi bangsa Mesir, karena bagi mereka tiap operasi yang berkaitan dengan pecahan
harus melibatkan pecahan-pecahan satuan yang begitu banyak, sehingga tiap pembagian
yang dilakukan menimbulkan pemasalahan yang sulit.

C. Tablet Plimpton 322


Satuan keganjilan lain dalam sejarah matematika menjadi jelas saat sebuah tablet tanah
liat bangsa Babilonia yang dinamakan Plimpton 322 (katalog nomor : 322 dalam koleksi
dari G. A. Plimpton di Universitas Columbia) diuraikan oleh Neugebauer dan Sachs pada
tahun 1945. Tablet ini ditulis dalam tulisan Babilonia Lama, yang bertanggal antara 1900
SM. dan 1600 SM. Analisis dari kumpulandaftar angka-angka yang luar biasa ini
mengukuhkan bahwa apa yang disebut sebagai teorema Pythagoras ternyata telah diketahui
oleh para matematikawan Babilonia lebih dari seribu tahun sebelum Pythagoras lahir. Kita
ingat bahwa hasil kerja Pythagoras, yang menunjukkan hubungan antara panjang-panjang
dan sisi-sisi dari sebuah segitiga siku-siku, dituliskan secara ringkas dalam rumus 𝑥 2 +
𝑦2 = 𝑧2.

SEJARAH MATEMATIKA 7
Plimpton 322 adalah bagian sisi kanan dari sebuah tablet lebih besar yang berisi
beberapa kolom. Seperti terlihat patahan di sisi bagian kirinya, tablet ini sebenarnyalebih
besar. Adanya bekas lem modern pada patahan itu menunjukkan bahwa satu bagian lainnya
hilang setelah tablet ini berhasil digali. Tablet ini juga mengalami kerusakan berupa retakan
yang dalam di dekat bagian tengah tepi kanan dan permukaan yang terkikis pada bagian
pojok kiri atasnya.daftar di bawah ini menunjukkan isi dari tablet tersebut.
119 169 1
3367 4825(11521) 2
4601 6649 3
12709 18541 4
65 97 5
319 481 6
2291 3541 7
799 1249 8
481(541) 769 9
4961 8161 10
45 75 11
1679 2929 12
161(25921) 289 13
1771 3229 14
56 106(53) 15

Kita dapat menyelamatkan tiga kolom daftar bilangan pada tablet tersebut, masing-
masingnya memiliki judul kolom. Kolom terakhir hanya berisi bilangan-bilangan 1, 2,..,15,
yang menunjukkan nomor barisan. Bukan hal sulit untuk membuktikan bahwa bilangan-
bilangan itu membentuk kaki dan hipotenusa dari sebuah segitiga siku-siku bersisi integral.
Dengan katalain, jika bilangan-bilangan yang berada pada bagian tengah kolom
dikuadratkan dan jika kita mengurangkan, dari tiap bilangan itu, kuadrat dari bilangan yang
berkorespondensi dengannya pada kolom pertama, maka hasilnya adalah suatu kuadrat
sempurna. Misalnya , baris pertama persamaan

SEJARAH MATEMATIKA 8
(169)2 − (119)2 = (120)2

Teks pada tablet mengandung beberapa kesalahan, dan pada daftar di atas tadi bacaan-
bacaan asli dari tablet tersebut ditunjukkan dalam tanda kurung di sisi kanan bilangan-
bilangan yang dikoreksi. Pada baris ke-9, kemunculan 541 bukannya 481 jelas sekedar
kesalahan si penulis tablet, karena dalam notasi seksagesimal 541 ditulis 9,1 dan 481 ditulis
8,1. Pada baris ke-13, sang penu1is tablet menuliskan kuadrat dari 161 bukannya bilangan
161 itu sendiri, dan bilangan pada baris terakhir adalah setengah dari nilai yang benar.
Namun demikian, kesalahan pada baris keduatidak dapat dijelaskan sesederhana itu, dan
mengingat keterbatasan ruang yang tersedia, kita tidak akan membahasnya di sini. Pada
dasamya, petunjuk awalnya terkait dengan bagaimana bangsa Babilonia menurunkan
bilangan-bilangan x, y, dan z yang memenuhi persamaan
𝑥 2 + 𝑦 2 = 𝑧 2 . Nilai-nilai yang terdapat pada Plimpton 322 sedemikian besar hingga
bilangan-bilangan tersebut tidak mungkin diperoleh dengan hanya menebaknya.Jika
seseorang hanya menerapkan metode trial and error, dia tentu telah melalui banyak solusi
lebih sederhana sebelum solusi-solusi tersebut.

D. Tinjauan SifatMatematika Babilonia


Penelitian menunjukkan bahwa, kecuali dalam hal keberadaan aturan-aturan geometris
tertentu, bangsa Babilonia telah maju di bandingkan bangsa mesir kuno dalam bidang
matematika.Meski matematika Babilonia juga memiliki akar-akar empiris kuat, seperti
halnya matematika mesir kuno, tetapi bangsa Babilonia tampaknya telah menggunakan
ekspresi matematis yang lebih teoritis.Salah satu kunci kemajuan matematika Babilonia
adalah kemudahan sistem bilangan dengan notasi seksagesimal yang mereka gunakan.

Selain tablet-tablet aritmetika yang beberapa di antaranya memiliki kerumitandan


tingkatan luar biasa, terdapat pula tablet-tablet matematika Babilonia yang berhubungan
dengan perkara aljabar dan geometri. Tablet-tablet ini umumnya menyajikan serangkaian
permasalahan numerik yang berkaitan erat, besertaperhitungan dan jawaban-jawaban
terkaitnya teks semacam ini seringkali ditutup dengan kata-kata: “Demikian prosedurnya."
meski tidak satu pun dari tablet-tablet tersebut menunjukkan aturan-aturan umum, tetapi

SEJARAH MATEMATIKA 9
konsistensi dalam hal bagaimana masalah-masalah diselesaikan menunjukkan kepada kita
bahwa bangsa Babilonia, tidak seperti bangsa Mesir, memiliki sejenis pendekatan teoretis
terhadap matematika. Permasalahan-permasalahan tersebut seringkali tampak seperti latihan
pikiran, bukan hanya sebentuk risalah survei atau catatan transaksi perdagangan, dan
permasalahan-pennasalahan itu pun mengisyaratkan suatu ketertarikan abstrak terhadap
relasi-relasi numerik.

Terdapat sejumlah tablet tanah liat yang menunjukkan bahwa orang-orang Babilonia
pada tahun 2000 S.M. telah cukup akrab dengan rumus modem untuk menyelesaikan
persamaan kuadrat. Hal ini diilustrasikan dcngan baik dalam sebuah naskah Babilonia Lama
yang berisi permasalahan di bawah ini.

Saya telah menjumlahkan luas dan dua pertiga panjang sisi dari persegi yang saya miliki
dan hasilnya adalah 0,35. Berapakah panjang sisi persegi saya itu?

Seringkali kita dapat menerjemahkan permasalahan seperti itu ke dalam simbol kita
dengan menggantikan kata-kata seperti panjang (atau sisi) dan lebar dengan huruf-huruf x
dan y. Dalam notasi modem, kita dapat menuliskan isi dari masalah di atas sebagai

2 35
𝑥2 + 𝑥 =
3 60
Rincian dan penyelesaiannya dijelaskan melalui instruksi verbal pada teks berikut ini.

Anda gunakan 1, koefisien dari x. Dua pertiga dari 1 adalah 0;40. Setengah darinya
adalah 0,20. Anda kalikan dengan 0,20 dan hasilnya adaIah 0;6,40 Anda jumlahkan dengan
0,35 dan hasilnya memiliki 0,50 sebagal akar kuadratnya. Bilangan 0;20, yang Anda telah
kalikan dengan dirinya sendiri, Anda kurangkan dari 0,50, dan 0,30 adalah sisi dari persegi
tersebut.
Jika diubah ke notasi aljabar modern, langkah-langkah ini menunjukkan kepada kita
bahwa

SEJARAH MATEMATIKA 10
0,40 2 0,40
𝑥 = √( ) + 0,35 −
2 60

= √0; 60,40 + 0,35 − 0,20

= √0; 41,40 − 0,20


= 0,50 − 0,20 = 0,30
Dengan demikian, instruksi-instruksi Babilonia tersebut menuju kepada penggunaan
suatu rumus yang ekuivalen dengan aturan yang kita kenal saat ini

𝑎 2 𝑎
𝑥 = √( ) + 𝑏 −
2 2

untuk menyelesaikan persamaan kuadrat𝑥 2 + 𝑎𝑥 = 𝑏. Meski matematikawan Babilonia


tidak memilild “rumus kuadrat” yang akan dapat menyelesaikan semua persamaan kuadrat,
tetapi instruksi-instruksi dalam contoh-contoh konkret ini sedemikian sistematis hingga kita
yakin bahwa semua itu memang dimaksudkan untuk mengilustrasikan prosedur umum.

SEJARAH MATEMATIKA 11
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Bangsa Babilonia adalah satu-satunya masyarakat pra-yunani yang telah menerapkan
sistem bilangan posisional, meski belum sepenuhnya.Sistem-sistem seperti itu didasarkan
pada gagasan nilai tempat, dimana nilai sebuah nilai sebuah simbol bergantung pada posisi
yang didudukinya dalam representasi numerik. Keunggulan besar dari sistem-sistem yang
dibandingkan sistem-sistem lain adalah bahwa sehimpunan terbatas simbol-simbol memadai
untuk menuliskan bilangan-bilangan,betapapun besar atau kecil. Skala bilangan Babilonia
bukanlah decimal, tetapi seksagesimal (sistem bilangan dengan dasar 60), sehingga untuk
setiap tempat suatu “angka” di pindahkan ke kiri, maka nilai angka itu meningkat dan faktor
dari 60. Saat bilangan bulat ditampilkan dalam sistem seksagesimal, ruang atau tempat
terakhir dikhususkan untuk bilangan-bilangan dari 1 sampai 59, tempat berikutnya setelah
yang terakhir untuk kelipatan-kelipatan dari 60, diikuti dengan kelipatan-kelipatan dari 602 ,
dan seterusnya.

B. SARAN
Setelah membaca makalah ini, diharapkan pembaca mampu memahami bagaimna
perkembangan matematika dari zaman dahulu, yaitu perkembangan matematika babilonia
kuno.

SEJARAH MATEMATIKA 12

Anda mungkin juga menyukai