Anda di halaman 1dari 18

NAMA : RINI AYUNIARA

KELAS : PSPM F 2019

NIM : 4193311055

1. Tuliskan sejarah awal berkembangnya bilangan di daerah Babilonia Kuno

Jawab:

A. Perkembangan Matematika pada Kebudayaan Babilonia

1. Sistem Bilangan Babilonia

Bangsa Babilonia adalah satu-satunya masyarakat pra-Yunanai yang


telah menerapkan sistem bilangan posisional, meski belum sepenuhnya.
Sistem-sistem seperti itu didasarkan pada gagasan nilai tempat di mana nilai
sebuah simbol bergantung pada posisi yang didudukinya dalam representasi
numerik. Keunggulan dari sistem-sistem ini dibandingkan yang lainnya
adalah bahwasehimpunan terbatas simbol-simbol memadai untuk menuliskan
bilangan- bilangan, betapa pun besar atau kecil. Skala bilangan Babilonia
bukanlah desimal, tetapi seksagesimal (sistem bilangan dengan dasar 60),
sehingga untuk setiap tempat suatu “angka” dipindahkan ke kiri, maka nilai
angka itu meningkat nilainya dengan faktor dari 60. Saat bilangan bulat
ditampilkan dalam sistem seksagesimal, ruang atau tempat terakhir
dikhususkan untuk bilangan-bilangan dari 1 sampai 59, tempat berikutnya
setelah yang terakhir untuk kelipatan- kelipatan dari 60, diikuti dengan
kelipatan-kelipatan dari 602, dan seterusnya. Misalnya bilangan Babilonia 3
25 4 mewakili bilangan

3.602 + 25.60 + 4 = 12.304

dan bukan

3.103 + 25.10 + 4 = 3254

seperti dalam sistem desimal (sistem bilangan dengan dasar 10) yang kita
gunakan.

Penggunaan notasi nilai tempat seksagesimal oleh bangsa Babilonia


dikukuhkan oleh dua tablet yang ditemukan pada tahun 1854 di Sankerah
sekitar sungai Eufrat oleh ahli geologi Inggris W.K. Lotus. Tablet-tablet ini,
yang

barangkali dibuat pada periode Hammurabi (2000 SM), mencantumkan


kuadrat dari semua bilangan bulat dari 1 sampai 59 dan pangkat tiga dari
bilangan- bilangan bulat hingga 32. Tablet kuadrat itu dibaca dengan mudah
sampai dengan 72, atau 49. Di mana kita menduga akan menemukan 64,
tablet itu mencantumkan 1 4; satu-satunya hal masuk akal adalah
memisahkan 1 mewakili
60. Setelah 82, nilai dari 92 dicantumkan sebagai 1 21, kembali
mengisyaratkan bahwa angka di kiri itu tentulah mewakili 60. Skema yang
sama berlaku di sepanjang tabel tersebut hingga kita tiba pada entri terakhir,
yaitu 58 1. Ini tentulah berarti 58 1=58.60 + 1 = 3481 = 592

Kelemahan dari sistem bilangan hieroglif bangsa Mesir kuno tampak dengan
jelas. Bahkan, penulisan biilangan-bilangan yang kecil menuntut relatif
banyak simbol (untuk menuliskan 999, misalnya, diperlukan tidak kurang
dari 27 hieroglif); dan bersama setiap perpangkatan baru dari 10, sebuah
simbol perlu diciptaka. Di sisi lain, notasi numerik bangsa Babilonia
menekankan dua karakter baji. Baji tegak sederhana memiliki nilai 1 dan
dapat digunakan sembilan kali, sedangkan baji lebar yang menghadap ke
samping mewakili 10 dan boleh digunakan sampai 5 kali. Bangsa Babilonia,
menempuh jalur yang sama seperti bangsa Mesir kuno, membuat bilangan-
bilangan lain dari kombinasi simbol- simbol tersebut, masing-masingnya
digunakan sebanyak yang diperlukan. Saat kedua simbol digunakan
bersamaan, simbol-simbol yang melambangkan puluhan ditempatkan di kiri
simbol-simbol satuan, misalnya

Pemberian spasi yang tepat di antara kelompok-kelompok simbol yang


tersusun berdekatan berkorespondensi dengan perpangkatan menurun 60,
dibaca dai kirike kanan. Sebagai ilustrasi misalnya
Yang dapat diinterpretasikan sebagai 1.603 + 28.602 +52.60 + 20 = 319.940

Bangsa Babilonia adakalanya mengatasi kerancuan sistem mereka dengan

menggunakan tanda pengurangan, yaitu .Ini memungkinkan


penulisan bilangan-bilangan seperti 19 dalam bentuk 20-1

Sebagai pengganti simbol puluhan yang diikuti dengan sembilan simbol


satuan:

Notasi nilai tempat Babilonia dalam perkembangan paling awalnya


dihadapkan pada interpretasi-interpretasi yang bertabrakan karena tidak
adanya simbol untuk nol. Tidak ada cara untuk membedakan di antara
bilangan-bilangan

1.60 + 24 = 84 dan 1.60 + 0.60 + 24 = 3624,


karena masing-masingnya dapat ditampilkan dalam bentuk :cuneiform dengan

Seseorang hanya dapat bersandar pada konteks untuk mengatasi penafsiran


ganda ini. Jarak pemisah yang mencolok seringkali digunakan untuk
menandakan

bahwa sebuah tempat seksagesimal hilang, tetapi aturan ini tidak diterapkan
secara ketat dan kebingungan dapat timbul darinya. Orang yang menyalin
tablet mungkin saja tidak melihat spasi kosong tersebut, dan menempatkan
simbol- simbolnya berdekatan, dan dengan demikian mengubah nilai
bilangannya (hanya dalam sistem nilai tempatlah keberadaan suatu spasi
kosong perlu dirumuskan dengan jelas, jadi bangsa Mesir tidak mengalami
masalah dengan ini). Sejak 300SM, sebuah simbol tersendiri

yang disebut pemisah, diperkenalkan untuk berperan sebagai sebuah penanda


tempat, oleh karena itu menunjukkan spasi kosong di antara dua angka dalam
suatu bilangan. Dengan adanya pemisah, maka bilangan 84 dapat
dibedakandengna jelas dari 3624, yaitu bilangan 3624 ditampilkan sebagai

Namun demikian, kebingungan tidak berakhir di sini, karena pemisah dalam


sistem Babilonia tersebut digunakan hanya di antara angka-angka dan masih
belum ada simbol untuk menunjukkan ketiadaan angka di akhir sebuah
bilangan. Pada sekitar 150M, ahli astronomi Alexandria yang bernama
Ptolemy mulai menggunakan simbol omicron (o, huruf pertama dari kata
ovδℰv yang berarti kosong), layaknya nilai nol kita, tidak hanya muncul di
antara angka-angka, tetapi juga di posisi ujung. Tidak ada bukti bahwa
Ptolemy memandang o sebagaibilanga tersendiri yang dapat masuk ke dalam
perhitungan bersama bilangan lainnya.

Ketiadaan tanda nol di ujung bilangan dalam sistem Babilonia berarti


bahwa tidak terdapat cara untuk mengatakan apakah tempat terendah itu
bernilai satuan,

kelipatan dari 60 atau 602 atau bahkan kelipatan dari 1/60. Nilai dari simbol
2 24yang dalam bentuk cuneiform adalah

Dapat ditafsirkan
sebagai2.60 + 24 =
144
Tetapi, interpretasi lain pun
mungkin, misalnya2.602 + 24.60 =
8640
Atau jika dimaksudkan sebagai sebuah pecahan

24 2
2 + =2
60 5

Dengan demikian, bangsa Babilonia kuno tidak pernah mencapai suatu sistem
nilai tempat yang absolut. Representasi bilangan mereka mengungkapkan
urutan relatif angka-angka, dan konteks sajalah yang menentukan besarnya
bilangan yang dituliskan dalam skala seksagesimal itu. Oleh karena dasar dari
sistem bilangan mereka sedemikian besar, nilai bilangan yang mereka
maksudkan biasanya terungkap dengan jelas. Namun demikian, untuk
mengatasi kekurangan tersebut, mari kita buat kesepakatan untuk
menggunakan tanda titik koma sebagai pemisah bilangan bulat dari pecahan,
sedangkan semua tempat seksagesimal lainnya akan dipisahkan satu sama
lain dengan tanda koma. Dengan aturan ini, 25,0,3;30 dan 25,0;3,30 secara
berurutan akan berarti
30
25.602 + 0.60 + 3 + 30 = 90.0031 dan 25.60 + 0 + 3
+ = 1500 7

60 2 60 602 120

Catatan: tanda titik koma maupun tanda koma tidak memiliki simbol-
simbolyang berhubungan dengannya dalam teks cuneiform aslinya.

2. Tablet Bilangan-Bilang Kebalikan

Sebagian besar dari pengetahuan kita tentang matematika yang berkembang


di wilayah Mesopotamia, yang awalnya dikembangkan oleh bangsa Sumeria
dan kemudian oleh bangsa Akkadia dan lainnya, adalah relatif baru.
Pengetahuan ini disebut matematika Babilonia, seakan-akan bersumber hanya
dari satu bangsa. Untuk sekian waktu, diketahui bahwa kumpulan benda kuno
dari Babilonia yang sangat banyak di museum Inggris, Louvre, Yale, dan
universitas Pennsylvania terdiri atas banyak tablet tulisan kuno dari jeniis
tidak lazim yang belum dapat teruraikan. Penelitian serius yang dilakukan
oleh Otto Neugebauer, yang membuahkan hasil pada tahun 1930-an,
mengungkap bahwa semua naskah tersebut adalah tabel-tabel dan teks-teks
matematika, dan dengan demikian kunci untuk “membaca” isi dari naskah
Babilonia kuno pun ditemukan. Hasil penguraian, penerjemahan, dan
interpretasi yang dilakukan oleh ilmuwan inimenjadi titik terang utama untuk
mengkaji kontribusi bangsa Babilonia bagiperkembangan matematika kuno.

Dalam meneliti matematika Babilonia, kita tidak seberuntung saat meneliti


matematika Mesir. Karena cara penulisan bangsa Babilonia pada tablet-tablet
tanah liat menghambat penggabungan risalah-risalah yang panjang, maka
tidak ada catatan-catatan bangsa Babilonia yang sebanding dengan Papirus
Rhind. Namun demikian, beberapa ratus tablet matematis telah berhasil
dikonstruksi, banyak di antaranya terpelihara dengan sangat baik.
Kebanyakan dari tablet- tablet ini (sekitar dua pertiganya) berasal dari masa
“Babilonia Lama”, yang diperkirakan berlangsung pada periode 1800-1600
SM. Dari sumber materi berlimpah ini, sekarang diketahui bahwa, kecuali
dalam keberadaan aturan- aturan geometris tertentu, bangsa Babilonia lebih
maju dibandingkan bangsaMesir dalam bidang matematika. Meski matemtika
Babilonia juga memiliki akar- akar empiris kuat yang tampak jelas pada
kebanyakan tablet yang telah berhasil diterjemahkan sejauh ini, tetapi
matematika Babilonia tampaknya cenderung menggunakan ekspresi yang
lebih teoritis. (orang-orang Babilonia boleh

mengklaim bahwa mereka telah mencapai temuan lebih awal, terutama


mengenaiteorema Pythagoras). Kunci kemajuan bangsa Babilonia tampaknya
adalah kemudahan sistem bilangan mereka yang luar biasa. Notasi
seksagesimal yang hebat memungkinkan mereka untuk berhitung dengan
pecahan-pecahan semudah mengerjakan bilangan-bilangan bulat dan
membawa mereka kepada aljabar yang sangat maju. Hal ini mustahil bagi
bangsa Mesir, karena bagi mereka tiap operasiyang berkaitan dengan pecahan
harus melibatkan pecahan-pecahan satuan yang begitu banyak, sehingga tiap
pembagian yang dilakukan menimbulkan permasalahan yang sulit.

Bangsa Babilonia yang terbebaskan oleh sistem bilangan mereka yang luar
biasa dari proses perhitungan yang membosankan menjadi penyusun tabel-
tabel aritmetika yang tidak kenal lelah, beberapa dari tabel itu memiliki
kerumitan dari tingkatan yang luar biasa. Tabel-tabel yang begitu banyak
berisi kuadrat dari bilangan 1 sampai 50, dan juga pangkat tiga, akar kuadrat,
dan akar pangkat tiga dari bilangna-bilangan tersebut. Sebuah tablet yang
disimpan di museum Berlin berisi daftar-daftar yang tidak hanya
menunjukkan n2 dan n3 untuk n=1,2,3,…..,20,30,40,50 tetapi juga jumlah dari
n2+n3. Diduga bahwa daftar ini digunakan untuk menyelesaikan persamaan
pangkat tiga yang telah diturunkan menjadi bentuk x3 + x2 = a. Kumpulan
tablet lain terkait dengan bilangan-bilangan kebalikan. Format baku dari tabel
sejenis ini menggunakan dua kolom bilangan, seperti berikut ini:

4 15

5 12

6 10

8 7;30

9 6;40

10 6

12 5

15 4

16 3;45

18 3;20

di mana hasil kali dari tiap pasang bilangan selalu 60. Dalam hal ini, tiap
pasang bilangan terdiri atas sebuah bilangan pada kolom bagian kiri dan
kebalikanseksagesimalnya pada sisi kanan. Tabel ini memiliki kekurangan di
dalamnya; bilangan yang hilang adalah 7,11,13,14, dan beberapa lagi lainnya.
Alasannya bahwa hanya pecahan seksagesimal finit yang masuk akal bagi
orang Babilonia, dan bahwa kebalikan dari bilangan yang tidak
beraturan itu merupakan
seksagesimal tak berujung. Misalnya pada perluasan seksagesilam untuk 1

=
7

0;8,34,17,8,34,17…. (situasi dalam sistem kita misalnya 1


= 0,090909… bersifat
11

tak hingga saat diperluas ke bentuk desimal). Bila sebuah bilangan tidak
beraturan seperti 7 muncul dalam kolom pertama, maka pernyataan yang
dibuat adalah bahwa 7 tidak membagi, dan oleh karena itu sebuah
aproksimasi diberikan.

Sebuah tablet bangsa Sumeria pada tahun 2500 SM meminta para


pembacanya untuk membagi bilangan 5,20,0,0 oleh 7. Perhitungannya
ditunjukkan sebagai

(5,20,0,0)(0;8,34,17,8)=45,42,51;22,40

Di mana 5,20,0,0 dikalikan dengan kebalikan dari 7 yang diaproksimasi


hingga empat angka desimal. Tabel yang belakangan muncul memberikan
batas atas dan
batas bawah pada ukuran untuk 1 yaitu
7

13

8,34,16,59 < 1 < 8,34,18

Kita dapat menggambarkan cakupan beberapa tabel bilangan kebalikan dari


sebuah tablet di Louvre, bertanggal 350SM, yang berisi 252 entri, pembagi-
pembagi dengan satu tempat sampai dengan tujuh belas tempat, dan bilangan-
bilagnan kebalikan dengan satu tempat sampai dengna empat belas tempat.
Tabelini adalah daftar dari bilangan-bilagan n dan n` untuk mana hasil kali-
hasil kali nn’ sama dengan 1 atau suatu perpangkatan lainnya dari 60. Sebagai
contoh spesifik, salah satu baris dari tabel itu mencantumkan nilai-nilai

2,59,21,40,48,54 20,4,16,22,28,44,14,57,40,4,56,17,46,40

Yang dapat kita anggap seperti menampilkan hasil kali dari


(2.605 + 59.604 + ….. + 48.60 + 54) x (20.6013 + 4.6012 + …. + 46.60 + 40)
=

6019

Tampak bahwa perhitungan pada tingkatan ini diperlukan dalam pekerjaan


para astronom.

Seperti dijelaskan lebih awal, bangsa Babilonia tidak melakukan pembagian


dengan cara duplikasi yang janggal seperti yang dilakukan oleh bangsa Mesir.
Sebagai gantinya, mereka menginterpretasi a dibagi oleh b sebagai a
yang
1
dikalikan dengan kebalikan b; yaitu 𝑎 = 𝑎( ). Setelah mendapatkan
kebalikan
𝑏 𝑏

dari pembagi, baik dari tabel maupun melalui perhitungan, mereka hanya
harus mengalikannya dengan bilangan yang akan dibagi. Untuk tujuan ini,
para penulis naskah kuno Babilonia mengguankan tabel-tabel penyelesaian
perkalian, yang hampir selalu memberikan hasil kali-hasil kali dari bilangan
tertentu saat dikalikan secara berurutan dengan 1,2,3,……,18,19,20 dan
kemudian dengan 30,40, dan 50. Pada salah satu tablet bertanggal 1500SM
terdapat tabel-tabel dari

7,10,12 1, 16,24 yang masing-masingnya dikalikan dengan deretan nilai-


nilai
2

tersebut di atas. Dengan demikian, prosedur untuk, misalnya, 7 dibagi 2


14

adalah mengalikan kebalikan 2 oleh 7


7(0;30) = 0;210 = 3;30

Yang tentu saja merupakan notasi seksagesimal untuk 31.


2

Selain tablet-tablet aritmetika yang beberapa di antaranya memiliki


kerumitan dan tingkatan luar biasa, terdapat pula tablet matematika Babilonia
yang berhubungan dengan perkara aljabar dan geometri. Teblet tersebut
umumnya menyajikan serangkaian permasalahan numerik yang berkaitan
erat, beserta perhitungan dan jawaban terkaitnya; teks semacam ini seringkali
ditutup dengan kata-kata “demikianlah prosedurnya”. Meski tidak satupun
dari tablet tersebut menunjukkan aturan umum tetapi konsistensi dalam hal
bagaimana masalah- masallah diselesaikan menunjukkan kepada kita bahwa
bangsa Babilonia memiliki sejenis pendekatan teoritis terhadap matematika.
Permasalahan itu seringkali tampak seperti latihan pikiran dan
mengisyaratkan suatu ketertarikan abstrak terhadap relsi numerik.
2. Tuliskan sejarah awal Geometri di masa Mesir Kuno

Jawab:

Perkembangan Matematika pada Masa Kebudayaan Mesir Kuno

“Menurut sebagian besar catatan sejarah, geometri adalah ilmu yang pertama
ditemukan diantara bangsa Mesir dan berasal dari pengukuran luas tanah
mereka. Hal ini penting bagi mereka Sungai Nil meluap dan menghapus batas
tanah-tanah milik mereka”.

2. Sistem Bilangan Mesir Kuno

Bangsa Mesir Kuno menulis terutama pada empat jenis bahan:


papirus, kulit,kain katun atau linen, dan batu. Bahan kulit, kain, dan
papirus memiliki banyak keunggulan antara lain murah, mudah ditulis dan
mudah dikoreksi, serta lentur sehingga mudah digulung, dipindahkan, dan
disimpan. Tetapi salah satu kelemahannya adalah bahwa bahan-bahan
tersebut cepat lapuk dan rusak, terutama bila terkena pengaruh air,
serangga atau cahaya matahari. Di sisi lain, batu tidak sangat terpengaruhi
oleh proses-proses tersebut dan dapat bertahan selama ribuan tahun
hampir tanpa perubahan. Oleh karena itu,

dokumen-dokumen tertua yang masih bertahan sampai sekarang yang kita


miliki ditulis pada batu.
a. Bilangan Hieroglif

Sistem bilangan hieroglif merupakan suatu sistem tally. Terdapat


simbol-simbol untuk satuan, puluhan, ratusan, dan semua
perpangkatan dari sepuluh hingga satu juta. Seperti terlihat pada
gambar berikut ini:
Untuk mewakili suatu bilangan, simbol-simbol hieroglif seperti
gambar diatas boleh diulangi sebanyak yang diperlukan. Untuk lebih
jelasnya perhatikan contoh berikut ini:
Contoh: Tulislah dua ratus tiga puluh satu dalam tulisan hieroglif.

Bilangan ini adalah dua ratusan, tiga puluhan, dan satu satuan:

Sistem semacam ini, di mana nilai suatu bilangan dapat


ditentukan dengan cara menjumlahkan masing-masing simbol disebut
notasi penjumlahan. Karenanya, misalnya 342 yang terdiri dari 2
satuan, 3 puluhan, dan empat ratusan dapat dituluskan sebagai
atau bahkan sebagai . Secara umum, bangsa
Mesir Kuno melukiskan bilangan mereka, sebagaimana kita, dengan
nilai-nilai terbesar lebih dahulu. Tetapi karena mereka menulis dari
kanan ke kiri, ini berarti bahwa mereka menempatkan nilai-nilai
terbesar dari posisipaling kanan.
Pecahan untuk orang mesir kuno terbatas pada pecahan tunggal
(dengan pengecualian untuk pecahan 2/3). Pada masa kerajaan lama

(± 3100 𝑆. 𝑀. ℎ𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎 2200 𝑆. 𝑀. ), ditulis sebagai tetapi seribu


2

3
tahun kemudian simbol untuk dua pertiga ditulis sebagai .
Sebuah pecahan tunggal adalah bentuk 1/n dengan n adalah bilangan
bulat dan ini diwakili dalam angka hieroglif dengan menempatkan simbol
yang dikenal sebagai ro (mulut terbuka). Berikut contoh

pecahan Mesir kuno


Tulisan hieroglif tertua tampaknya secara nyata menimbulkan
kerusakan pada siapapun yang bukan seorang seniman. Oleh karena
itu,pada sekitar 2700 S.M.,satu bentuk tulisan lain, yang dikenal sebagi
tulisan hieratik, dikembangkan oleh Mesir Kuno. Tulisan ini secara
umum adalah suatu bentuk “kursif” dari tulisan hieroglif, yang sesuai
untuk digunakan sehari-hari. Meskipun bilangan hieratik masih
merupakan sebentuk notasi penjumlahan, tetapi ia berbeda dengan tulisan
hieroglif dalam satu segi yang penting: masing-masimg simbol harus
dipandang sebagai suatu kesatuan yang utuh. Simbol hieratic mulai
digunakan ketika bangsa Mesir mulai menggunakan daun papyrus untuk
menulis. Berikut adalah simbol angka hieratic

Berikut adalah salah satu cara orang Mesir menulis angka 2765
dalam tulisan hieratic
berikut adalah cara kedua menulis 2765 dalam urutan terbalik

Tidak lama setelah penemuan bilangan-bilangan hieratik dan


hieroglif, bangsa Mesir Kuno mulai membangun piramida-piramida,
suatu eksistensi yang membuktikan tingkat sofistikasi matematis cukup
tinggi yang telah berhasil dicapai oleh bangsa Mesir Kuno.

b. Papirus Rhind

Kebanyakan ahli sejarah mencatat bahwa dimulainya penemuan


kembali sejarah kuno bangsa Mesir adalah pada saat berlangsungnya
invasi Napoleon Bonaparte pada tahun 1798.
Napoleon bersama pasukannya membawa serta satu komisi ilmu
pengetahuan dan seni, yang beranggotakan 167 orang ilmuwan terpilih-
termasuk dua matematikawan, Gaspard Monge dan Jean- Baptiste
Fourier
–yang bertugas mengumpulkan berbagi informasi dengan meneliti tiap
aspek kehidupan bangsa Mesir pada masa kuno dan zaman moderen.
Rencana utama dari kegiatan itu adalah untuk memperkaya khasanah
pengetahuan dunia tentang Mesir sambil mendinginkan keadaan akibat
serangan militer perancis dengan cara mengalihkan perhatian dunia pada
kehebatan kebudayaan bangsa Mesir
Para ilmuwan anggota komisi tersebut ditangkap oleh pasukan
Inggris yang bermurah hati melepaskan mereka untuk kembali ke
Perancis dengan membawa serta catatan-catatan dan gambar-gambar

karya mereka. Ketika waktunya tiba, mereka menghasilkan karya


monumental dengan judul 𝑑𝑒′𝑠𝑐𝑟𝑖𝑝𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑑𝑒
𝑖′𝐸𝑔𝑖𝑝𝑡𝑒.
𝐷𝑒′𝑠𝑐𝑟𝑖𝑝𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑑𝑒 𝑖′𝐸𝑔𝑖𝑝𝑡𝑒, mendorong kekayaan pengetahuan dan
kebudayaan Mesir Kuno untuk memasuki suatu masyarakat yang telah
terbiasa dengan kekunoan Yunani dan Romawi.
Sebagian besar pengetahuan kita tentang urutan matematika Mesir
Kuno berasal dari dua papirus yang berukuran besar, masing- masingnya
dinamai dengan pemilik itu sebelumnya-Papirus Rhind dan Papirus
Golenischev. Papirus yang disebut belakangan disebut juga Papirus
Maskow, karena ia dimiliki oleh Museum Seni Murni di Maskow. Papirus
Rhind dibeli dari Luxsor,Mesir, pada tahun 1853 oleh seorang pengacara
muda dari Skotlandia yang bernama A. Henry Rhind, dankemudian
disumbangkan kepada Museum Inggris.
Papirus Rhind ditulis dalam naskah hieratik (bentuk kursif hieroglif
yang lebih sesuai untuk penggunaan pena dan tinta) pada sekitar 1650
S.M. oleh seorang penulis bernama Ahmes, yang meyakinkan kita bahwa
papirus tersebut dibuat mirip karya dari dinasti ke-12, tahun 1849-1801
S.M. Meski papirus Rhind bentuk aslinya merupakan gulungan dengan
panjang 18 kaki dan tingginya 13 inci,Ia tiba di Museum Inggris dalam
dua bagian,di mana bagian tengahnya hilang.
Papirus itu ternyata tipuan belaka, karena ia dibuat dengan
menempelkan potongan-potongan dari papirus lain pada shelai gulungan
model. Pada hari kematiannya (tahun 1906),koleksi benda- benda Mesir
Kuno milik Smith dipamerkan kepada masyarakat sejarah New York,
dan pada tahun 1922, potongan gulungan model itu teridentifikasi
sebagaibagian yang hilang dari Papirus Rhind.
Penguraian papirus Rhind menjadi lengkap saat potongan- potongan
yang hilang tersebut dibawah ke Museum Inggris dan digabungkan pada
posisi-posisi yang semestinya. Rhind juga membeli 19
naskah pendek yang ditulis di atas kulit, gulungan kulit

Matematika Mesir, pada saat bersamaan dia membeli papirusnya; tetapi


melihat kondisinya yang sangat rapuh, gulungan tersebut tetap tidak dulu
diteliti selama lebih dari 60 tahun.
Kandungan dalam papirus Rhind diawali dengan premis yang
tegas.Isinya berkaitan dengan “sebuah kajian yang cermat tentang segala
hal, memahami semua hal yang ada, pengetahuan dari semua rahasia
yang menghalangi.” Secara umum, papirus Rhind adalah sebuah buku
pegangan praktis latihan-latihan matematis,dan satu- satunya “rahasia”
yang terkandung di sana adalah bagaimana cara mengalikan dan
membagi. Meski demikian, delapan puluh lima permasalahan yang ada di
dalamnya memberikan gagasan yang cukup jelas bagi kita untuk
mengenali ciri khas dari matematika Mesir Kuno.

c. Kunci Menuju Penguraian : Batu Rosetta

Batu ini ditemukan oleh seorang perwira pasukan Nepoleon dekat


Rosetta di sungai Nill pada tahun 1799, ketika mereka sedang menggali
pondasi sebuah benteng. Batu Rosetta tersusun dari tiga panel, masing-
masingnya ditulis dalam tiga jenis tulisan berbeda: huruf Yunani pada
bagian paling bawah, naskah demotik bertuliskan huruf Mesir (bentuk
pengembangan huruf hieratik) pada bagian tengah, dan huruf hieroglif
kuno pada bagian paling atas yang agak rusak.
Nilai penting Batu Rosetta segera disadari oleh orang Perancis,
terutama Nepoleon, yang memerintahkan naskah itu diperbanyak dengan
salinan cetak tinta dan dibagikan kepada pra ilmuwan Eropa.
Sepertisemua artifak yang ditemukan, batu Rosetta akhirnya menjadi
milik Museum Inggris, dan pembuatan serta penguraian empat cetakan
gips di universitas-universitas Oxfrod, Cambridge, Edinburgh, dan
Dublin, dengan menggunakan analisis komparatif dimulai.
Permasalahannya menjadi lebih rumit daripada yang terbayangkan,
sehingga membutuhkan 23 tahun dan penelitian intensif dari para
ilmuwan untuk memecahkannya.
Dari waktu kewaktu, huruf-huruf hieroglif berkembang dari suatu
sistem gambar-gambar dari kata-kata lengkap menjadi sistem yang
meliputi lambang-lambang alfabet sekaligus simbol-simbol fonetik. Pada
naskah hieroglif batu Rosetta, kerangka-kerangka oval yang disebut
cartuches (kata dalam Perancis yang berarti cartridge atau pelor)
digambarkan mengelilingi karakter-karakter tertentu. Karena hanya
tanda- tanda ini saja yang menunjukkan penekanan kusus, Champollion
menyimpulkan bahwa simbol-simbol yang dikeliling oleh pelor-pelor
tersebut mewakili nama dari penguasa saat itu. Pada obelisk, yang
berpahatkan huruf hieroglif, terdapat dua pelor yang didekatkan, jadi
mungkin bahwa dua pelor tersebut menekankan ekuivalen-ekuivalen
Mesir untuk nama diri dari kedua orang tersebut.
Champillion menulis karyanya berjudul Grammarie Egyptienne en
Encriture Hieroglyphique,yang diterbitkan dan memperoleh penghargaan
pada tahun 1843. Di dalamnya, dia merumuskan sebuah sistem gramatika
dan uraian umum yang menjadi landasan bagi semua karya yang
dihasilkan kemudian oleh para Egiptolog lainnya. Batu Rosetta telah
memberikan kunci pemahaman terhadap salah satu peradaban hebat
dimasa silam.

3. Jelaskan bagaimana Teorema Kesejajaran Euclid berpengaruh terhadap ilmu geometri


modern
Jawab:
Kesejajaran Euclid Telah kita ketahui bahwa pembuktian geometri yang
mengambil kesimpulan dari gambar geometri dianggap tidak memuaskan
saat ini. Para ahli geometri tidak menemukan ketentuan- 19 ketentuan
standar. Sebaliknya, Euclid seorang ahli logika, masih mendasarkan pada
gambar geometri dalam pembuktiannya. Penyebab perubahan mendasar
adalah perkembangan teori geometri non Euclid yang kontradiksi dengan
kesejajaran Euclid. Sejauh ini, sebagaimana yang dipercaya para ahli
matematika, geometri Euclid adalah satu-satunya teori ruang yang
mungkin dan betul-betul menggambarkan dunia fisik. Tidak terpikir oleh
mereka bahwa gambar geometri mungkin dapat menyesatkan mereka.
Tetapi ketika kedudukan geometri Euclid yang mutlak dan unik ini
dibantah pada awal abad 19 oleh penemu geometri non Euclid, para ahli
matematika seolah terguncang. Revolusi dalam matematika telah terjadi.
Ide tentang hakikat geometri kedudukan yang unik dari geometri Euclid
yang telah dipegang oleh para pemikir besar selama lebih dari 2000 tahun
dihancurkan pada dekade 1820 – 1830.

Anda mungkin juga menyukai