Anda di halaman 1dari 5

SECERCAH HARAPAN UNTUK NEGERI YANG LAPAR

Karya Ini Disusun untuk Mengikuti Lomba Esai “Membangun Karya Nyata Teruntuk
Indonesia”

Disusun Oleh:

(Masnur Permata Yansyah)

UNIVERSITAS LAMPUNG
2018
SECERCAH HARAPAN UNTUK NEGERI YANG LAPAR

Isu ketahanan pangan saat ini menjadi perhatian masyarakat dunia. Sejak
berakhirnya konsepsi MDG (Millennium Development Goals) 2015 yang lalu, PBB
telah membentuk konsep baru yaitu SDG (Sustainable Development Goals). Pada
konsep SDG ini terdapat 17 tujuan yang harus dicapai negara di dunia, salah satunya
yaitu ketahan pangan. Dengan adanya konsep baru tersebut, negara di dunia akan
menjadikan ketahan pangan menjadi salah satu tujuan dalam pembangunan negara
tersebut termasuk Indonesia.

Indonesia memiliki jumlah penduduk 255,18 juta jiwa pada tahun 2015 dengan
angka pertumbuhan 1,43 % (BPS, 2016). Dengan jumlah dan pertumbuhan penduduk
tersebut, kebutuhan pangan akan ikut meningkat. Pertumbuhan penduduk yang tidak
diimbangi dengan peningkatan ketahan pangan, akan mengarah kepada kerawanan
pangan. Serta dapat mengancam kestabilan suatu negara yang mengalami kerawanan
pangan tersebut.

Bahkan wilayah dengan pembangunan ekonomi yang tinggi dan baik, namun
dalam keadaan kerawanan pangan belum dapat dikatakan wilayah yang tumbuh dan
berkembang. Hal ini menunjukan bahwa kebutuhan pangan merupakan kebutuhan yang
fundamental bagi masyarakat dalam menjalankan aktivitasnya yang dibutuhkan secara
berkelanjutan. Sehingga dalam pembangunan suatu bangsa ketahan pangan yang
berkelanjutan sangat diperlukan.

Ketahan pangan tidak dijamin oleh ketersediaan pangan yang cukup secara
regional ataupun nasional. Menurut Weingarter (2004) bahwa ketahan pangan terdiri
dari 4 subsistem utama yaitu ketersediaan pangan (food availability), akses pangan
(food access), penyerapan pangan (food utilization), dan stabilitas pangan (food
stability). Selain itu, keberlanjutan menjadi suatu yang harus dicapai dalam suatu
pembangunan. Keberlanjutan memiliki 3 aspek yang saling mengikat yaitu
lingkungan, ekonomi dan sosial. Sehingga dalam mewujudkan ketahan pangan yang
berkelanjutan harus memenuhi semua susbsistem dan aspek yang menjadi syarat
keberhasilan mewujudkan ketahanan pangan yang berkelanjutan.
Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang
tinggi. Menurut data Bappenas (2003) memperkirakan terdapat 38.000 jenis tumbuhan
(55% endemik) di Indonesia. Keanekaragaman ini merupakan kekayaan alam yang
dapat memberikan manfaat yang vital dan strategis. Dengan adanya keanekaragaman
yang tinggi, para pemulia tanaman dapat menghasilkan varietas tanaman yang lebih
baik. Perbaikan tanaman secara genetik akan memiliki dampak yang menguntungkan
baik secara ekonomi maupun lingkungan jika dilakukan dengan bijaksana. Varietas-
varietas unggul yang diharapkan untuk ketahanan pangan yang berkelanjutan antara lain
yaitu produktivitasnya tinggi serta responsif terhadap pemupukan. Sehingga
menguntungkan secara ekonomi serta ramah lingkungan karena penggunaan pupuk
sintesis dapat dikurangi. Serta varietas unggul lainnya sesuai dengan permasalahan
lapang yang ada di wilayah pengembangan ketahanan pangan.

Pengolahan sumberdaya lahan dan air juga menjadi faktor penting untuk
meningkatkan produktivitas pertanian. Indonesia merupakan negara tropis yang
memiliki penyebaran air yang tidak terdistribusi secara merata. Keadaan pertanian
lahan kering di indonesia yang peka terhadap erosi akan menyebabkan pendangkalan
sungai dan waduk, akibatnya debit air sungai dan volume air waduk berkurang yang
dapat mengancam keberlanjutan sistem sawah irigas (Ahamd, 2013). Sehingga
manajemen sumberdaya lahan dan air menjadi suatu hal yang harus dilakukan untuk
mewujudkan katahan pangan.

Manajamen lahan dapat dilakukan dengan mengkalsifikasikan lahan bedasarkan


potensi pengembanganya terhadap tanaman pangan namun harus memperhatikan
prinsip konservasi lingkungan. Manajemen sumberdaya air dapat dilakukan dengan
membangun infrastruktur pertanian berupa pembangunan irigasi. Menurut Effendi
(2007) bahwa diperlukan areal irigasi baru antara 1,5 – 2 juta ha sampai dengan tahun
2020 di pulau-pulau besar di luar Jawa seperti Sumatra dan Sulawesi. Kawasan yang
telah dirintis petani lokal termasuk areal sawah tadah hujan hendaknya menjadi prioritas
dalam pembangunan infrastruktur irigasi. Diharapkan dengan mengikut sertakan
partisipasi aktif dari petani akan menurunkan biaya investasi.

Kegiatan manajemen membutuhkan sumberdaya manusia yang ahli


dibidangnya. Hal ini berlaku juga untuk petani yang menjadi salah satu komponen
dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan yang berkelanjutan. Berdasarkan sensus
pertanian 2013 sebagian besar petani berumur diatas 45 tahun atau 50-an tahun
(Muksin, Bustang A.M., 2014). Apabila umur produktif diasumsikan 55 tahun, maka
kelompok petani yang berada dalam rentan umur tersebut hanya menyisakan beberapa
tahun saja untuk pensiun. Sehingga pada fase ini, kemampuan fisik petani untuk
melakukan aktivitas-aktivitas usaha tani berkurang.

Tingkat pendidikan mayoritas petani generasi tua adalah Sekolah Dasar (SD),
sedangkan yang berpendidikan Sekolah Menengah Atas hanya sekitar 5 % (Muksin,
2007). Tingkat pendidikan formal memiliki pengaruh terhadap kemampuan berpikir
dan dinamika lingkungan usaha tani. Selain itu tingkat pendidikan juga mempengaruhi
penguasaan teknologi, penguasaan teknologi saat ini masih tergolong teknologi yang
sederhana. Hal inilah yang membuat poduktivitas tanaman belum mencapai
produktivitas potensial.

Regenerasi Petani menjadi salah satu strategi yang dapat dilakukan untuk
mewujudkan ketahanan pangan yang berkelanjutan. Regenerasi diharapkan memberikan
suatu perubahan dalam cara penguasaan teknologi serta dinamika usaha tani khusnya
usaha tani tanaman pangan. Penguasaan teknologi serta dinamika usaha tani akan
berdampak kepada daya saing petani maupun produksi tanaman yang dibudidayakan.
Menurut Muksin(2007) regenerasi juga dapat menjaga ketersediaan pangan, serta
keberlanjutan pertanian dalam jangka panjang.

Hal yang telah dijelaskan diatas dapat menjawab 2 subsistem ketahan pangan
yaitu ketersediaan pangan (food availability) dan stabilitas pangan (food stability).
Serta 2 aspek keberlanjutan yaitu lingkungan, sosial. Sehingga diperlukan 2 subsistem
dan 1 aspek lagi yang belum terpenuhi untuk mewujudkan ketahan pangan. Hal ini
dapat diatasi dengan strategi pengembangan infrastruktur khususnya transportasi serta
efesiensi pemasaran hasil pertanian.

Beberapa prinsip efesiensi pemasaran hasil pertanian yang dapat disusun untuk
mendukung ketahan pangan adalah perbaikan sistem informasi pasar, perlindungan
harga serta perbaikan sarana dan prasarana infrastruktur. Permasalahan pemasaran yang
sering ditemukan yaitu panjangnya rantai pemasaran dari produsen ke konsumen,
sehingga hal ini menyebabkan profit yang didapatkan oleh produsen dalam hal ini
petani berkurang serta mahalnya harga produk di tingkat konsumen. Untuk
memperbaiki hal ini dapat dilakukan perbaikan sistem informasi pasar sehingga dapat
rantai pemasaran dapat diperpendek. Pemasaran dengan media internet juga dapat
menjadi salah satu solusi untuk memperpendek rantai pemasaran, sehingga petani
mendapatkan nilai ekonomi yang lebih dan konsumen mendapatkan harga barang yang
lebih terjangkau dari perpendekan rantai pemasaran tersebut.

Kegaiatan ekonomi seacara umum dibagi menjadi 3 kategori yaitu produksi,


distribusi ,dan konsumsi. Produk yang dihasilkan dari produksi tentunya harus
tersamapikan ke konsumen melalui kegiatan distribusi. Pendistribusian erat kaitanya
dengan transportasi serta sarana dan prasarana yang medukungnya. Sehingga untuk
menjamin kelancaran pendistribusian produk ke konsumen, perlu dikembangkan
inftrastruktur berupa jalan maupun alat transportasi yang yang mendukung kelancaran
distribusi. Dengan adanya pendistibusian produk yang lancar dan merata diharapkan
seluruh rakyat mempunyai kesempatan untuk mengakses produk khususnya pangan.

Masalah ketahanan pangan bukan saja permasalahan pemerintah, sehingga perlu


disadari bahwa ketahan pangan menjadi tanggung jawab bersama khususnya dalam
bernegara. Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan harus mampu menjadikan masalah
ketahan pangan menjadi persoalan bersama dan menarik peran aktif dari masyarakat.
Dengan segala potensi dan optimisme yang kuat, indonesia mampu mengatasi isu
ketahanan pangan yang berkelanjutan.

Anda mungkin juga menyukai