Anda di halaman 1dari 15

FRAUD PADA PT IBU

TUGAS ETIKA PROFESI AKUNTANSI

Disusun oleh Kelompok 1 :

1. Devi Margaret 21216875


2. Muhamad Sulthon T A 22216627
3. Rizki Agung Indrawan 26216554
4. Zaki Ilham Muhammad 27216910

Kelas : 4EB04
Dosen : Misdiyono, SE., MM.

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Beras adalah salah satu sumber makanan pokok khususnya bagi masyarakat
Indonesia dan pada umumnya bagi masyarakat bangsa – bangsa Asia. Tingkat
konsumsi beras nasional relatif lebih tinggi dibandingkan dengan bahan pangan
pokok lainnya. Menjamin persediaan bahan pokok secara merata dalam jumlah
yang mencukupi dan harga yang terjangkau oleh rakyat banyak, perbaikan
penghasilan petani produsen dan peningkatan produksi dengan peningkatan
produktivitas adalah bagian dari tugas pemerintah.

Beras dibutuhkan banyak orang dan orang ingin beras yang banyak. Hal ini
tampak dari total konsumsi beras masyarakat yang cenderung meningkat. Lebih
dari 14 juta rumah tangga petani menggantungkan hidup dari sektor perberasan
(BPS, 2013: 10). Bahkan transmisi ekonomi beras mampu menyasar hingga ke
inflasi dan tingkat kemiskinan. Intervensi pemerintah pun hadir untuk melindungi
pelaku ekonomi beras dari risiko, baik harga maupun perubahan iklim. Namun
sayang, manfaatnya banyak dinikmati pedagang perantara karena sistem distribusi
yang belum efisien hingga isu kartel beras.
Mutu suatu produk adalah keadaan fisik, fungsi dan sifat suatu produk
bersangkutan yang dapat memenuhi kebutuhan konsumen dengan memuaskan
sesuai dengan nilai uang yang telah dikeluarkan (Prawirosentono, 2001). Menurut
pihak konsumen, mutu sesuatu barang akan ditentukan oleh harapan konsumen atas
biaya yang harus ditanggung oleh konsumen apabila dia membeli barang tersebut
di satu pihak dengan harga barang tersebut di pihak lain.
Beras yang beredar di pasaran pada umumnya berupa beras giling sempurna
atau biasa disebut beras putih. Jenis beras berpigmen merah atau hitam biasanya
dipasarkan dalam bentuk beras pecah kulit atau disosoh sebagian. Beras dikonsumsi
dalam bentuk butiran biji utuh, sehingga bentuk dan penampilan merupakan
karakteristik pertama yang diamati oleh konsumen ketika memilih dan membeli
beras. Bentuk beras merupakan karakter yang disebabkan oleh faktor turunan atau
genetik. Kenampakan beras lebih banyak dipengaruhi oleh operasional proses

1
2

penggilingan yang merupakan gabungan antara jenis dan kemampuan mesin,


kompetensi operator dan mutu gabah yang digiling.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini yaitu :

1. Mengetahui penjaminan mutu pada produk PT IBU


2. Menganalisis kronologi yang terjadi pada kasus fraud PT IBU
3. Mengetahui mutu beras pada produk PT IBU

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Fraud
2.1.1 Pengertian Fraud
Dalam akuntansi, dikenal dua jenis kesalahan yaitu kekeliruan (error) yang
mengandung unsur ketidaksengajaan dan kecurangan (fraud) yang bisanya memang
disengaja untuk menaikkan harga saham perusahaan. Fraud adalah tindakan curang
yang dilakukan sedemikian rupa, sehingga menguntungkan diri sendiri, kelompok,
atau pihak lain (perorangan, perusahaan atau institusi).

2.1.2 Faktor Pendorong Terjadinya Fraud (Kecurangan)

Adapun beberapa faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan fraud


atau kecurangan dalam pelaporan keuangan perusahaan adalah:

1. Faktor General atau Umum

Merupakan faktor yang berhubungan dengan organisasi sebagai korban perbuatan


kecurangan. Faktor ini meliputi:

a. Kesempatan (Opportunity)

Kesempatan melakukan kecurangan tergantung pada kedudukan pelaku terhadap


objek kecurangan. Umumnya, manajemen suatu organisasi atau perusahaan
memiliki potensi yang lebih besar untuk melakukan kecurangan daripada
karyawan. Tetapi, patut digarisbawahi bahwa kesempatan melakukan kecurangan
akan selalu ada pada setiap level kedudukan.

b. Pengungkapan (Exposure)

Terungkapnya suatu kecurangan dalam organisasi atau perusahaan belum


menjamin tidak terulangnya kecurangan tersebut, baik oleh pelaku yang sama

3
4

maupun yang lain. Oleh karena itu, setiap pelaku kecurangan seharusnya dikenakan
sanksi apabila perbuatannya terungkap.

2. Faktor Individu

Faktor ini berhubungan dengan individu sebagai pelaku kecurangan yang terdiri
dari:

a. Ketamakan (Greed)

Ketamakan berhubungan dengan moral individu. Pandangan hidup dan lingkungan


berperan dalam pembentukan moral seseorang.

b. Kebutuhan (Need)

Berhubungan dengan pandangan/pikiran dan keperluan pegawai atau pejabat yang


terkait dengan aset yang dimiliki perusahaan, instansi, atau organisasi tempat dia
bekerja. Selain itu, tekanan (pressure) yang dihadapi dalam bekerja dapat
menyebabkan orang yang jujur mempunyai motif untuk melakukan kecurangan.

2.1.3 Jenis-Jenis Fraud


1. Berdasarkan Pelaku Kecurangan
a. Kecurangan pegawai (employee fraud), adalah kecurangan yang dilakukan
oleh pegawai dalam suatu organisasi kerja.
b. Kecurangan manajemen (management fraud), adalah kecurangan yang
dilakukan oleh pihak manajemen dengan menggunakan laporan keuangan
atau transaksi keuangan sebagai sarana fraud, biasanya dilakukan untuk
mencurangi pemegang kepentingan (stakeholders) yang terkait
organisasinya.
5

2. Berdasarkan Tindakan Kecurangan


a. Penyelewengan terhadap aset (misappropriation of assets), adalah
penyalahgunaan aset perusahaan secara sengaja untuk kepentingan pribadi,
biasanya sering dilakukan oleh pegawai (employee), seperti penggelapan kas,
penggunaan fasilitas untuk kepentingan pribadi, dan sebagainya.

b. Kecurangan dalam laporan keuangan (fradulent finacial reporting), adalah salah


saji atau pengabaian jumlah dan pengungkapan yang disengaja dengan maksud
menipu para pengguna laporan, biasanya sering dilakukan oleh manajemen.
Contohnya, overstating asset, understating liabilities.

2.2 Kronologi Kasus Beras PT IBU


Baru-baru ini, tim satuan tugas (Satgas) pangan menyita 1.161 ton beras PT
Indo Beras Unggul (PT IBU) karena diduga melanggar KUHP, Undang-Undang
tentang Pangan, dan Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen. Dugaan
tersebut antara lain membeli gabah di atas harga pembelian pemerintah (HPP) dan
menjual beras bersubsidi seharga beras premium. Hal ini dianggap melanggar dan
telah menggelitik para pengamat. Dampaknya tidak hanya menimbulkan keresahan
masyarakat, tetapi juga menstimulasi ketidakpastian berusaha bagi pedagang
perantara beras dan pedagang lainnya, seperti adanya anekdot PKL yang menjual
gorengan dengan menggunakan LPG 3 kg. Berdasarkan hal itu, penting melihat
polemik ini secara jelas dari perspektif pedagang perantara, khususnya menyangkut
mekanisme kebijakan harga gabah/beras dan keberadaan beras bersubsidi dikaitkan
dengan kasus PT IBU.

PT IBU (Indo Beras Unggul) yang memproduksi beras maknyus dan Ayam
Jago dituduh melakukan pelanggaran berupa monopoli pasar dan kecurangan
sehingga pada hari Kamis 20 Juli 2017 bareskrim Polri melakukan penggerebekan
gudang beras PT IBU (Indo Beras Unggul), dugaan pelanggaran muncul setelah
Satgas Pangan, yang diawaki Polri, Kementerian Pertanian, Kementerian Dalam
Negeri, dan KPPU, melakukan penyelidikan selama satu bulan. Selain dugaan
pelanggaran yang berupa monopoli pasar dan kecurangan PT IBU (Indo Beras
6

Unggul) juga di tuduh memproduksi beras dengan kualitas yang tidak sesuai dengan
apa yang tertera di kemasan muncul. Satgas menduga ada juga pelanggaran UU
Perlindungan Konsumen.
Kasus beras produksi PT Indo Beras Unggul (IBU) menimbulkan polemik
panjang di masyarakat. Ada pihak yang setuju dengan langkah pemerintah dan
polisi membongkar permainan yang diduga dilakukan PT IBU. Namun ada pula
yang menilai pemerintah melakukan blunder dan mengada-ada dalam kasus ini.

Ketua KPPU Syarkawi Rauf (dari kiri), Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Menteri Pertanian Amran
Sulaiman, dan Sekjen Kementerian Perdagangan Karyanto memerlihatkan karung berisi beras cap Ayam
Jago dan Maknyuss yang dipalsukan kandungan karbohidratnya dari berbagai merk saat penggerebekan
gudang beras di PT Indo Beras Unggul, di kawasan Kedungwaringin, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Kamis
(20/7) malam. - ANTARA/Risky Andrianto

Sumber: disarikan dari berbagai sumber.


7

Dalam operasi tersebut, 15 karyawan gudang telah diperiksa. Begitu pula


pemilik gudang telah diidentifikasi dan tengah dalam perburuan polisi.
Para pelaku akan terancam pidana dengan Pasal 120 ayat (1) juncto Pasal
53 ayat (1) huruf b UU RI No 3/2014 tentang Perindustrian, Pasal 106 juncto Pasal
24 ayat (1), Pasal 107 juncto 29 ayat (1) dan Pasal 113 juncto Pasal 57 ayat (2) UU
RI Nomor 7/2014 tentang Perdagangan; Pasal 139 juncto Pasal 84 ayat (1) UU RI
Nomor 18/2012 tentang Pangan dan Pasal 62 ayat (1) juncto Pasal 8 UU RI No
8/1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Pemerintah menduga negara menderita kerugian puluhan triliun rupiah.
Namun, hal tersebut dibantah oleh pihak dari PT Tiga Pilar Sejahtera, yang
merupakan induk usaha dari PT IBU. Menteri Pertanian Amran Sulaiman
mengatakan, modus yang dilakukan perusahaan ini yaitu dengan mengganti
kemasan beras subsidi menjadi beras premium yang dijual dengan harga beras
premium.n"Mereka membeli beras IR 64, beras yang disubsidi pemerintah.
Kemudian dipoles menjadi beras premium dan dijual dengan harga tinggi," ujar
Amran di lokasi pekan lalu. Hitung-hitungannya, beras subsidi jenis IR64 dibeli
dengan harga Rp 7.000 per kilogram (kg), kemudian dijual berkali-kali lipat hingga
mencapai Rp 24 ribu per kg. Perusahaan diduga meraup keuntungan yang sangat
besar karena praktik ini.
Kapolri Jenderal Tito juga menambahkan, pihaknya tidak segan menindak
tegas para mafia dan kartel beras yang nekat memainkan harga beras. Sebab,
sepertiga uang dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dikucurkan
untuk mensubsidi komoditas beras. "Karena kita lihat potensi pelanggaran hukum
dalam komoditas beras ini tidak main-main. Uang yang beredar untuk komoditas
paling tinggi dari sembako adalah beras, karena mencapai Rp 488 triliun, jadi
hampir sepertiga dari APBN kita. Ini upaya menyelamatkan uang negara, seperti
dalam penindakan kasus korupsi," jelas Tito.

2.3 Dugaan Pelanggaran

Polisi menduga ada dua poin pelanggaran yang dilakukan oleh PT IBU.
Pertama pembelian di atas harga rata-rata di mana beras IR64, ditetapkan harga
8

eceran tertingginya sebesar Rp 9.000 per kg namun dijual lebih tinggi ndari itu
bahkan dua kali lipat. Kemudian yang kedua adalah pelanggaran tindak pidana
persaingan usaha. "Selain melanggar tindak pidana persaingan curang sebagaimana
termaktub dalam Pasal 382 BIS KUHP, dua anak perusahaan itu diduga juga
melanggar Undang-Undang Pangan No 18 Tahun 2012 tentang Pangan yaitu Pasal
141 dan 89 dan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen," kata Kepala Bareskrim Polri Komjen Pol Ari Dono Sukmanto.

Direktur Tipideksus Bareskrim Polri Brigjen Pol Agung Setya (kiri) dan Kasubdit Industri dan
Perdagangan Dittipideksus Bareskrim Polri Kombes Hengki Heriyadi memberikan keterangan
kepada media terkait kasus dugaan PT Indo Beras Unggul (IBU) yang terindikasi melakukan
kecurangan kualitas produk beras, Jakarta, Kamis (25/8/2017). tirto.id/Andrey Gromico.

Polri juga mendapatkan temuan soal pembohongan publik soal nilai gizi
beras. Berdasarkan hasil laboratorium, beras merk Ayam Jago mencantumkan
kadar protein sebesar 14 persen, padahal lebih kecil yaitu hanya 7,73 persen. Kadar
karbohidrat tercantum 25 persen, padahal lebih besar yaitu 81,45 persen. Lalu kadar
lemak tercantum 6 persen padahal lebih kecil yaitu hanya 0,38 persen. Sementara
untuk beras merek Maknyuss, dalam kemasan dicantumkan kadar protein 14
persen, padahal lebih kecil yaitu hanya 7,72 persen. Kadar karbohidrat 27 persen,
padahal lebih besar yaitu 81,47 persen. Lalu kadar lemak tercantum 0 persen
padahal lebih besar yaitu 0,44 persen.
"Ini mencurigakan. Ada apa dengan perbedaan kandungan nilai gizi itu?
Sekadar memainkan mutu beras? Persoalan bisnis semata? Atau merupakan usaha
sejenis melemahkan bangsa ini, karena yang dikonsumsi oleh masyarakat selama
ini justru mengandung protein, karbohidrat, dan lemak yang justru terindikasi
memainkan kesehatan masyarakat melalui pangan," papar Ari.
9

Berdasarkan temuan, PT IBU dan PT SAKTI menjual beras yang dioplos


tersebut dengan harga berikut:
Merk Ayam Jago Rp 102 ribu/5 kg = Rp 20.400/kg,
Maknyuss Rp 68.500/5 kg = Rp 13.700/kg,
Jatisari Rp 65.900/5 kg = Rp 13.180/kg,
Rumah Adat Rp 101.500/5 kg = Rp 20.300/kg,
Desa Cianjur Rp 101.500/5 kg = Rp 20.300/kg.

Kedua anak perusahaan itu diduga telah melanggar Pasal 382 BIS KUHP,
dan Permendag No. 27/M-DAG/PER/2017. Dimana untuk harga acuan pembelian
di petani, gabah kering panen Rp 3.700/kg, gabah kering giling Rp 4.600/kg, dan
beras Rp 7.300/kg. Sedangkan harga acuan penjualan di konsumen untuk beras Rp
9.500/kg.

2.4 Kerugian Negara

Kementerian Pertanian menegaskan jika kerugian negara terkait dugaan


pemalsuan dan pengoplosan beras subsidi di gudang beras milik PT IBU benar
mencapai Rp 10 triliun. "Hitungan kerugiannya seperti ini, yaitu harga beras di
petani sekitar Rp 7.000/kg dan harga premium di konsumen sampai Rp 20.000/kg.
Jika diasumsikan selisih harga ini minimal Rp 10.000/kg dengan pengkalian beras
premium yang beredar 1,0 juta ton atau 2,2 persen dari beras 45 juta ton setahun,
maka kerugian keekonomian ditaksir Rp 10 triliun," ujar Kepala Subbidang Data
Sosial-Ekonomi pada Pusat Data dan Sistem Informasi, Ana Astrid dalam
keterangannya di Jakarta, Sabtu 22 Juli 2017.
Dia pun menjelaskan, yang dimaksud beras subsidi dimulai saat proses
memproduksi beras tersebut. Terdapat subsidi input yaitu subsidi benih Rp 1,3
triliun dan subsidi pupuk Rp 31,2 triliun. Ini ditambah bantuan sarana dan prasarana
bagi petani dari pemerintah yang nilainya dikatakan mencapai triliunan rupiah. "Di
luar subsidi input, ada juga subsidi beras sejahtera (Rastra) untuk rumahtangga
10

sasaran (pra sejahtera) sekitar Rp 19,8 triliun yang distribusinya satu pintu melalui
BULOG, dan tidak diperjualbelikan di pasar," jelas Ana.
Padi varietas IR64 merupakan salah satu benih dari Varietas Unggul Baru
(VUB), di antara varietas Ciherang, Mekongga, Situ Bagendit, Cigeulis, Impari,
Ciliwung, Cibogo dan lainnya. VUB ini total digunakan petani sekitar 90 persen
dari luas panen padi 15,2 juta hektar setahun. "Memang benih padi varietas IR64
cukup lama populer sejak tahun 80-an, sehingga sering menjadi sebutan tipe beras,
dengan ciri bentuk beras ramping dan tekstur pulen, masyarakat sering menyebut
beras IR, meskipun sebenarnya varietas VUB nya beda-beda, bisa Ciherang, Impari
dan lainnya” ungkap Ana.
Kesukaan petani terhadap IR64 ini sangat tinggi, sehingga setiap akan
mengganti varietas baru selalu diistilahkan dengan IR64 baru. Akibatnya seringkali
diistilahkan varietas unggu baru itu adalah sejenis IR. Apapun varietasnya yang
sebagian petani menyebut benih jenis IR. "Seluruh beras medium dan premium itu
kan berasal dari gabah varietas Varietas Unggul Baru (VUB) yaitu IR64, Ciherang,
Mekongga, Situ Bagendit, Cigeulis, Impari, Ciliwung, Cibogo dan lainnya yang
diproduksi dan dijual dari petani kisaran Rp 3.500-4.700 per kilogram gabah,"
terang Ana.
Dari hal ini, menurut Ana, PT IBU diketahui membeli gabah/beras jenis
varietas VUB dan harga beli dari petani relatif sama. Selanjutnya diolah menjadi
beras premium dan dijual ke konsumen dengan harga tinggi. Ini yang menyebabkan
disparitas harga tinggi, marjin yang perusahaan peroleh tinggi bisa hingga 100
persen. "Mereka memperoleh marjin di atas normal profit, sementara petani
menderita dan konsumen menanggung harga tinggi," tutur dia.
Sementara perusahaan lain membeli gabah ke petani harga yang sama dan
diproses menjadi beras medium dengan harga normal medium. Lebih lanjut Ana
menegaskan negara dirugikan akibat perilaku seperti ini. Kerugian pertama, uang
negara dibelanjakan untuk membantu produksi petani, namun petani tidak
menikmati. Produk dari petani diolah perusahaan sedemikian rupa menjadi
premium dan dijual harga tinggi kepada konsumen. Tidak ada distribusi keuntungan
wajar antar pelaku.
11

Terkait kebijakan HET yang dikatakan mendadak, Ana mengatakan harga


acuan di konsumen atau biasa disebut Harga Atas tidak berlaku mendadak.
Penerbitan HET sudah berlaku sejak tahun lalu. Ini seiring penerbitan Permendag
Nomor 63/M-DAG/PER/09/2016 dengan harga acuan beras di petani Rp 7.300/kg
dan di konsumen Rp 9.500/kg. Selanjutnya pada Juli 2017 diterbitkan Permendag
Nomor 47/M-DAG/PER/7/2017 dengan harga acuan beras di petani Rp 7.300/kg
dan di konsumen Rp 9.000/kg. "Harga beras rerata sekarang Rp 10.500 per
kilogram itu kan tinggi, karena terbentuk dari adanya beras yang dijual tinggi
selama ini," jelas dia. Harga acuan dikatakan sudah mempertimbangkan kelayakan
usaha tani, biaya distribusi dan keuntungan wajar bagi setiap pelaku. Proses
perhitungan harga acuan sudah dibahas bersama para pihak, petani, pedagang,
asosiasi dan lainnya.

2.5 Pembelaan Pihak PT IBU

Kasus ini pun menyeret nama mantan Menteri Pertanian Anton


Apriyantono. Anton disebut merupakan Komisaris Utama PT Tiga Pilar Sejahtera,
yang tak lain adalah induk perusahaan PT IBU. Penelusuran Liputan6.com, dalam
situs tigapilar.com, Anton Apriyantono duduk sebagai Komisaris Utama dan
Komisaris Independen. Di laman tersebut, terpampang foto kader Partai Keadilan
Sejahtera (PKS) yang menjadi Menteri Pertanian di masa era Pemerintahan Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY) itu.
Sementara Wakil Komisaris PT TPS adalah Kang Hongkie Widjaja. Ada
juga nama penggiat kuliner Bondan Haryo Winarno sebagai Komisaris Independen.
Anton mengatakan, apa yang dituduhkan kepada perusahaannya itu fitnah besar.
"Itu fitnah besar. Jelas tidak benar. Apa definisi mengoplos? Kami kan menjual
merek dengan kualitas tertentu, bukan varietas tertentu," kata Anton.
Varietas IR 64, ujar Anton, merupakan varietas lama yang sudah digantikan
dengan varietas yang lebih baru yaitu Ciherang. Kemudian diganti lagi dengan
Inpari. “Jadi di lapangan, IR 64 itu sudah tidak banyak lagi. Selain itu, tidak ada
yang namanya beras IR 64 yang disubsidi, ini sebuah kebohongan publik yang luar
biasa," ujar Anton. Dia menambahkan, yang ada adalah beras raskin. Subsidi bukan
12

pada berasnya, tapi pada pembeliannya, beras raskin tidak dijual bebas, hanya untuk
konsumen miskin."
Menurut Anton yang mengaku bergabung dengan PT TPS 3 atau 4 tahun
lalu, di dunia perdagangan beras dikenal namanya beras medium dan beras
premium, SNI untuk kualitas beras juga ada. "Yang diproduksi TPS sudah sesuai
SNI untuk kualitas atas," jelas dia. Anton juga membantah tuduhan yang menyebut
negara dirugikan terkait kasus ini. "Kalau dibilang negara dirugikan, dirugikan di
mananya? Apalagi sampai bilang ratusan triliun, lha wong omzet beras TPS saja
hanya Rp 4 triliun per tahun, lagi-lagi pejabat negara melakukan kebohongan
publik," ucap Anton, seraya menyebut tuduhan menjual di atas HET itu tidak bijak.
Anton sendiri meminta sebelum pemeriksaan, tuduhan dugaan pemalsuan beras
subsidi itu dikonfirmasi dulu. "Sebelum melakukan itu tolong konfirmasi dulu
tuduhannya, dikaji ulang," pinta Anton Apriyantono.
Direktur Tiga Pilar Sejahtera Jo Tjong Seng mengungkapkan apa yang
dituduhkan kepada anak usahanya mengenai kecurangan dalam penjualan beras
tersebut tidaklah benar. "Kami sudah sampaikan kepada investor bahwa itu tidak
benar. kami sudah berikan update ke mereka mengenai tahapan produksi yang kita
lakukan. Kami tegaskan kami tidak melakukan pelanggaran dan produksi masih
normal," kata dia di Jakarta, Sabtu (22/7/2017).
Dia menjelaskan harga beras hasil produksinya selama ini lebih murah dari
pasaran karena kategori gabah yang perusahaan dapatkan berbeda dengan beras
kualitas premium yang lainnya. Selain itu, gabah yang kemudian diolah menjadi
beras kualitas premium tersebut sudah sesuai dengan Standar Nasional Indonesia
(SNI). "Jadi tidak ada upaya monopoli di sini. Gabah yang kami beli punya
spesifikasi tersendiri jadi tidak bisa dibandingkan langsung dengan yang lan," tegas
dia.
BAB III

PENUTUP

2.2 Kesimpulan

Kasus PT. IBU merefleksikan carut marut kondisi perberasan nasional.


Terlepas proses, tuduhan, dan klaim kerugian yang kontroversial, kebijakan
perberasan nasional pada dasarnya bertujuan untuk melindungi kepentingan
produsen dan konsumen. Sedangkan kebijakan spesifik bagi pedagang perantara
belum nampak sehingga memengaruhi kepastian berusaha, padahal dalam
pengelolaan beras pemerintah tidak lagi memonopoli pasar beras tetapi berbagi
dengan sektor swasta, khususnya pedagang perantara.

Respons berlebihan pemerintah terhadap beras bersubsidi hanya akan


menimbulkan polemik dan keresahan di masyarakat dan pelaku usaha. Untuk itu,
upaya produktif yang dapat dilakukan adalah: (a) mendorong efektivitas peran
Bulog dalam peringatan dini stabilisasi harga beras; (b) meningkatkan efektivitas
pengawasan pemberian subsidi input; dan (c) menetapkan HPP dan HET sesuai
kualitas dengan melibatkan stakeholders beras. Sejalan dengan itu, DPR RI
memiliki peran sangat esensial, khususnya untuk mengawasi kebijakan perberasan
agar manfaatnya dapat dirasakan oleh petani, konsumen, dan pedagang perantara.
Setidaknya ada tiga komisi yang bersinggungan dengan upaya produktif tersebut,
yaitu Komisi IV terkait kapasitas produksi, efektivitas Bulog, dan kesejahteraan
petani; Komisi VI terkait efektivitas distribusi, perdagangan (kebijakan harga), dan
perlindungan konsumen; serta Komisi XI terkait efektivitas alokasi anggaran
subsidi input pertanian. Agenda lain yang tidak kalah penting yaitu mendorong
percepatan pembentukan Kelembagaan Pangan sesuai amanat Undang-Undang No.
18 Tahun 2012 tentang Pangan, sehingga penyelesaian masalah perberasan nasional
dapat dilakukan secara holistik dan sistematis.

13
REFERENSI

Ariyono, A., Nurmalina, R., & Harmini. (2013). “Analisis Pendapatan Usahatani Padi dan Sistem
Pemasaran Beras di Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat”. Forum Agribisnis, 3 (1), hlm.
1-16.

BPS. (2013). Laporan Hasil Sensus Pertanian 2013. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Rachman, B. (2009). “Kebijakan Subsidi Pupuk: Tinjauan terhadap Aspek Teknis, Manejemen dan
Regulasi”. Analisis Kebijakan Pertanian, 7(2), hlm. 131-146.

Suryana, A., Rachman, B., & Hartono, M. D. (2014). “Dinamika Kebijakan Harga Gabah dan Beras
dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional”. Pengembangan Inovasi Pertanian, 7(4), hlm.
155-168.

Awaludin, L. “Sita 1.161 Ton Beras, Kapolri: Negara Rugi Ratusan Triliun Rupiah”,
https://news.detik.com/ berita/d-3568234/sita-1161-ton-beras-kapolri-negara-rugi-ratusan-
triliun-rupiah, diakses 9 November 2019.

“Beras Maknyuss dan Oplosan, Simak Penjelasan Detail Para Pakar”,


https://www.google.co.id/amp/s/m.tempo. co/amphtml/read/news/2017/07/26/090894541/
beras-maknyuss-dan-oplosan-simak-penjelasan-detail-para-pakar, diakses 09 November 2019.

Destrianita. “Marak Penipuan, KPPU: Persaingan di Industri Beras Tak Sehat”, https://bisnis.tempo.
co/read/news/2017/07/21/090893281/marak-penipuan-kppu-persaingan-di-industri-beras-tak-
sehat, diakses 09 November 2019.

Maulidar, I. & Firmanto, D. “Beras Maknyuss, Ombudsman Soroti Pelanggaran Tim Satgas
Pangan”, https://m. tempo.co/read/news/2017/07/26/090894457/beras-maknyuss-ombudsman-
soroti-pelanggaran-tim-satgas-pangan, diakses 09 November 2019.

Nurjanah, R. & Kusumadewi, A. “Kronologi Polemik Beras Maknyus”, https://kumparan.com/rina-


nurjanah/kronologi-polemik-beras-maknyus, diakses 09 November 2019.

https://www.jurnal.id/id/blog/2018-mengenal-istilah-fraud-kecurangan-dalam-akuntansi/, diakses

09 November 2019.

14

Anda mungkin juga menyukai