Lansia Dengan GGK

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 22

Learning Task

Gagal Ginjal Kronis dengan Hemodialisa


1. Jelaskan pengertian, penyebab/faktor resiko, epidemiology patofisiology, tindakan/pengobatan
Gagal Ginjal Kronis (Fokus ke lansia)
2. Jelaskan perubahan fisik, psikologis, dan social yang terjadi akibat dari penyakit Gagal Ginjal
Kronis yang diderita lansia dan akibat dari program hemodialisa
3. Jelaskan pengkajian (riwayat kesehatan, keluhan, LIngkungan, dan pemeriksaan fisik) yang
perlu dilakukan pada lansia dengan Gagal Ginjal Kronis
4. Sebutkan dan jelaskan diagnose keperawatan (fisik dan psikososial) yang mungkin muncul
pada lansia dengan Gagal Ginjal Kronis dengan Hemodialisa
5. Sebutkan dan jelaskan Tindakan keperawatan yang perlu dilakukan untuk merawat dan
meningkatkan kualitas hidup lansia dengan Gagal Ginjal Kronis dengan Hemodialisa
6. Apa Teaching (pendidikan) yang perlu dilakukan kepada pasien dan keluarga pasein dengan
Gagal Ginjal Kronis yang menjalani program Hemodialisa
7. Dukungan apa yang dibutuhkan oleh lansia dengan Gagal Ginjal Kronis dengan Hemodialisa
yang menjalani perawatan di rumah sakit/tempat perawatan lansia dan dirumah dan darimana
dukungan itu berasal
8. Modifikasi lingkungan yang bagaimana yang dibutuhkan oleh lansia dengan Gagal Ginjal
Kronis dengan Hemodialisa
PEMBAHASAN

1. Pengertian, penyebab/faktor resiko, epidemiology, patofisiology, tindakan/pengobatan


Gagal Ginjal Kronis (Fokus ke lansia)
a. Definisi
- Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan
fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal
untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah)
(Smeltzer, 2002:1448).

- Gagal ginjal kronis adalah destruksi struktur ginjal yang progresif dan terus-
menerus (Corwin, 2009:729).
- Gagal ginjal kronis merupakan kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) yang
berlangsung pelahan-lahan karena penyebab berlangsung lama dan menetap yang
mengakibatkan penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) sehingga ginjal tidak
dapat memenuhi kebutuhan biasa lagi dan menimbulkan gejala sakit (Hudak &
Gallo, 1996). Penyakit gagal ginjal lebih sering dialami mereka yang berusia
dewasa, terlebih pada kaum lanjut usia, perubahan pada fungsi ginjal seiiring
dengan penuaan meningkatkan kerentanan lansia untuk mengalami gangguan
fungsi dan gagal ginjal.
- Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan
lambat, biasanya berlangsung beberapa tahun (Price, 2005).
b. Etiologi / Faktor Resiko
- Penurunan fungsi ginjal mulai terjadi pada saat seseorang mulai memasuki usia
30 tahun dan pada 60 tahun fungsi ginjal menurun sampai 50% yang diakibatkan
karena berkurangnya jumlah nefron dan tidak adanya kemampuan untuk
regenerasi. Pada lansia banyak fungsi yang mengalami kemunduran, contohnya
laju filtrasi, ekskresi, dan reabsorbsi oleh ginjal sehingga merupakan predisposisi
untuk penyebab terjadinya gagal ginjal.
- Selain itu, pada lansia terjadi penurunan beberapa fungsi tubuh secara fungsional
misalnya fungsi jantung, pembuluh darah, serta paru-paru yang menyebabkan
penurunan aliran darah dan oksigen ke ginjal sehingga merupakan predisposisi
untuk penyebab terjadinya gagal ginjal.
- Kejadian penyakit seperti kekakuan pembuluh darah, hipertensi, gagal jantung,
dan diabetes meningkat seiring dengan bertambahnya usia, menyebabkan lansia
rentan terhadap penyakit ginjal yang diakibatkannya.
- Infeksi misalnya pielonefritis kronik, glomerulonefritis.
- Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteria renalis.
- Penyakit metabolik misalnya DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
- Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik, nefropati timbal.
- Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma,
fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur
uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.
- Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis.
c. Epidemiology
Angka prevalensi gagal ginjal kronis meningkat akhir-akhir ini terutama pada
populasi lanjut usia. Data menunjukkan bahwa saat program pengobatan penderita
gagal ginjal tahap akhir (ESRD) didirikan pada tahun 1973 banyak populasi yang
datang dari kalangan pemuda, orang sehat, berpendidikan, dan memliki motivasi yang
tinggi. Berbeda pada empat dekade setelahnya dimana populasi berumur > 60 tahun
justru banyak datang untuk mengikuti program terapi tersebut. Negara berkembang
bahkan negara maju sekalipun seperti Amerika Serikat mengalami kenaikan
prevalensi pada populasi usia lanjut mengenai kejadian gagal ginjal kronik (Stevens,
2010).
Organisasi yang menaungi masalah ginjal di Inggris melaporkan 100 dari satu juta
penderita penyakit ginjal kronis (CKD) memerlukan terapi pengganti ginjal dan
meningkat jumlahnya sekitar 4% setiap tahunnya (Daugherty & Webb, 2010).
Indonesia sendiri belum memiliki sistem registri yang lengkap di bidang penyakit
ginjal, namun di Indonesia diperkirakan 100 per sejuta penduduk atau sekitar 20.000
kasus baru dalam setahun.
Sekarang ditemukan > 300.000 pasien menderita penyakit ginjal kronik di negara
Amerika Serikat. Di negara negara berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan
sekitar 40 - 60 kasus perjuta penduduk per tahunnya. Selain itu mahalnya tindakan
hemodialisis masih merupakan masalah besar dan diluar jangkauan sistem kesehatan.
d. Patofisiologi
Ginjal akan mengalami penurunan fungi ketika seseorag telah memasuiki umur 30
tahun. Pada usia 60 tahun yang telah akan memasuki masa lansia, fungsi ginjalnya
akan menurun sampai 50% karena berkurangnya julan nefron dan kemampuan untuk
berdegenerasi telah tidak ada. Hal ini yang akan mengakibatkan penurunan pada prses
filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi pada ginjal. Selain itu, adany apenrunan fungsi dari
berbagai system seperti jantung dan pembuluh darah pada lansia yaitu akan
mengalami penurunan kekuatan pompa jantung. Proses menua juga akan
mengakibatkan elatisitas jaringan paru dan dining dada akan berkurang. Kedua hal
inilah yang akan menyababkan suplai darah dan O2 ke ginjal akan berkurang yang
pada akhirnya akan mengganggu fungsi ginjal.

Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya


diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka
gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Smeltzer,
2002:1448).

Pada CKD akan terjadi :

 Penurunan GFR
Penurunan GFR dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk pemeriksaan
klirens kreatinin. Akibt dari penurunan GFR, maka klirens kretinin akan menurun,
kreatinin akn meningkat, dan nitrogen urea darh (BUN) juga akan meningkat.
 Gangguan klirens renal
Banyak maslah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah
glumeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens (substansi darah
yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal)

 Retensi cairan dan natrium


Ginjal kehilangan kemampuan untuk mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin
secara normal. Terjadi penahanan cairan dan natrium; meningkatkan resiko terjadinya
edema, gagal jantung kongestif dan hipertensi.
e. Penanganan
1. Therapy / Tindakan Penanganan

Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :


a. Konservatif
- Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
- Observasi balance cairan
- Observasi adanya odema
- Batasi cairan yang masuk
b. Dialysis
- peritoneal dialysis
biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency.
Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut
adalah CAPD ( Continues Ambulatori Peritonial Dialysis )
- Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan
menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui daerah femoralis
namun untuk mempermudah maka dilakukan :
- AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
- Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi ke jantung )
c. Operasi
- Pengambilan batu
- transplantasi ginjal

f. Pathway Terlampir

2. Perubahan fisik, psikologis, dan social yang terjadi akibat dari penyakit Gagal Ginjal
Kronis yang diderita lansia dan akibat dari program hemodialisa
Pasien yang menjalani HD mengalami berbagai masalah yang timbul akibat tidak
berfungsinya ginjal. Hal tersebut muncul setiap waktu sampai akhir kehidupan. Hal ini
menjadi stresor fisik yang berpengaruh pada berbagai dimensi kehidupan pasien yang
meliputi bio psiko sosio spiritual.
- Perubahan fisik
Perubahan fisik yang biasanya terjadi pada lansia yang menjalani HD adalah
kelemahan fisik yang dirasakan seperti mual, muntah, nyeri, lemah otot,
oedema. Selain itu hemodialisa dapat menyebabkan masalah fisik lainnya yaitu
hipotensi, hipertensi, kram, demam, kedinginan, infeksi, gangguan, cardio
pulmoner, anemia, penyakit tulang, masalah kardio vaskuler, toksisitas
alumunium, hiperkalemia, perdarahan, hiponatremia dan hipernatremia, emboli
udara, pruritus, mual, muntah.

- Perubahan psikologis
Ketidakberdayaan serta kurangnya penerimaan diri pasien menjadi faktor
psikologis yang mampu mengarahkan pasien pada tingkat stres, cemas bahkan
depresi (Stuart dan Sundeen, 1998). Lansia yang harus menjalani hemodialisa
beberapa kali namun memiliki ekonomi menengah kebawah , maka itu akan
menjadi beban bagi mereka. Jika hal ini tidak dapat di selesaikan maka akan
menambah beban mental dari lansia sehingga mereka akan merasa stress. Begitu
juga dengan penyakit yang diderita lansia. Pengobatan yang diberikan tentunya
akan membuat lansia cemas. Rasa cemas ini akan semakin memberat jika
pengobatan yang dilakukan tidak berhasil atau bahkan keluhan yang di alami
lansia semakin parah. Hal ini akan semakin membuat lansia cemas bahkan
depresi. Perubahan-psikologis inilah yang perlu di tangani bahkan kalau bisa di
antisipasi pada lansia.

- Perubahan social
Klien yang mengalami GGK ataupun pasien yang menjalani hemodialisa
biasanya hubungan sosialnya terganggu akibat pengobatan. Faktor hubungan
social tersebut meliputi hubungan sosial antara orang lanjut usia dengan keluarga,
teman sebaya/ usia lebih muda, dan masyarakat. Dengan penyakit yang diderita
lansia mengalami kehilangan kesempatan untuk social di lingkungan masyarakat.
Klien tidak mampu sepenuhnya melakukan kegiatan yang ada, namun hanya bisa
melakukan beberapa kegiatan saja/ terbatas.
Dalam menghadapi berbagai permasalahan yang muncul pada umumnya lansia
yang memiliki keluarga masih sangat beruntung karena anggota keluarga seperti
anak, cucu, saudara bahkan kerabat umumnya ikut membantu memelihara (care)
dengan penuh kesabaran. Namun bagi mereka yang tidak punya keluarga atau
saudara karena hidup membujang, atau punya pasangan hidup namun tidak punya
anak dan pasangannya sudah meninggal, apalagi hidup dalam perantauan sendiri,
seringkali menjadi terlantar. Sehingga klien akan menarik diri dari lingkungan
akibat penyakit dan pengobatan serta tidak adanya keluarga atau kerabat dekat.
Oleh karena itu perlu di antisipasi hal-hal seperti ini sehingga klien bisa mendapat
perhatian dan pengobatan yang maksimal.

3. Pengkajian (riwayat kesehatan, keluhan, LIngkungan, dan pemeriksaan fisik) yang perlu
dilakukan pada lansia dengan Gagal Ginjal Kronis
Pengkajian

RIWAYAT KESEHATAN

Pengkajian dapat dilakukan dengan melihat riwayat kesehatan terdahulu, yaitu:

- Riwayat DM keluarga (resti GGK), penyakit pokikistik, nefritis herediter,


- Riwayat mengalami infeksi traktus urinarius
- Riwayat penyalahgunaan obat atau alcohol
- Adanya riwayat nyeri kronis pada pinggang.
- Riwayat terpajan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan
- Penggunaan antibiotik nefrotoksik saat ini/berulang
- Riwayat salah satu dari keadaan berikut:
o Hematuria
o Nokturia
o Batu Ginjal
o Riwayat Penggunaan kateter dan hasil pemeriksaan diagnostic sebelumnya

KELUHAN
Pengkajian dilakukan dengan melihat keluhan yang terjadi pada klien. berikut keluhan
yang dapat muncul pada klien dengan GGK

 Mmenurut Long, 1996 : Hal:369


a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan
berkurang, mudah tersinggung, depresi
b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau
sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan,
pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.

 Suyono (2001) adalah sebagai berikut:


a. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi perikardiac dan
gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema.

b. Gannguan Pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara krekels.

c. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme protein
dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan
mulut, nafas bau ammonia.

d. Gangguan muskuloskeletal
Resiles leg sindrom ( pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan ), burning feet
syndrom ( rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki ), tremor, miopati
( kelemahan dan hipertropi otot – otot ekstremitas.

e. Gangguan Integumen
kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning – kuningan akibat penimbunan
urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.

f. Gangguan endokrim
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi dan
aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak dan vitamin D.

g. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa

biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan
dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.

h. System hematologi

anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin, sehingga


rangsangan eritopoesis pada sum – sum tulang berkurang, hemolisis akibat
berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi
gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni.

PENGKAJIAN FISIK

 Aktifitas /istirahat
Gejala:
- kelelahan ekstrem, kelemahan malaise
- Gangguan tidur (insomnis/gelisah atau somnolen)
Tanda:
- Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak

 Sirkulasi
Gejala:
- Riwayat hipertensi lama atau berat
- Palpitasi, nyeri dada (angina)
- Anemia: akibat produksi eritropoetin yang tidak adekuat
Tanda:
- Hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum dan piting pada kaki, telapak
tangan
- Disritmia jantung
- Nadi lemahhalus, hipotensi ortostatik
- Friction rub pericardial
- Pucat pada kulit
- Kecenderungan perdarahan
 Integritas ego
Gejala:
- Faktor stress contoh finansial, hubungan dengan orang lain
- Perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekakuan
Tanda:
- Menolak, ansietas, takut, marah , mudah terangsang, perubahan kepribadian
 Eliminasi
Gejala:
- Penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria ( gagal tahap lanjut)
- Abdomen kembung, diare, atau konstipasi
Tanda:
- Perubahan warna urin, contoh kuning pekat, merah, coklat, berawan
- Oliguria, dapat menjadi anuria
 Makanan/cairan
Gejala:
- Peningkatan BB cepat (edema), penurunan BB (malnutrisi)
- Anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut (
pernafasan amonia)
- gangguan klirens renal: banyak muncul gejala pada gagal ginjal akibat
penurunan glomeruli yang berfungsi.
- penurunan GFR Laju Filtrasi Glomerulus: akubat tidak berfungsinya glomeruli
- retensi cairan dan natrium: akibat ginjal tidak mampu mengkonsentrasikan atau
mengencerkan urine secara normal.
- Asidosis metabolic: terjadi karena ketidak mampuan ginjal mengsekresikan
muatan asam (H+)
- Ketidak seimbangan kalsium dan fosfat: Penurunan GFR dapat meningkatkan
kadar fosfat serum dan menurunkan kadar serum kalsium.
- Uremia.

Tanda:
- Distensi abdomen/ansietas, pembesaran hati (tahap akhir)
- Perubahan turgor kuit/kelembaban
- Edema (umum,tergantung)
- Ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah
- Penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak bertenaga

 Neurosensori
Gejala:
- Sakit kepala, penglihatan kabur
- Kram otot/kejang, sindrom kaki gelisah, kebas rasa terbakar pada telapak kaki
- Kebas/kesemutan dan kelemahan khususnya ekstrimitasbawah (neuropati perifer)
Tanda:
- Gangguan status mental, contohnya penurunan lapang perhatian,
ketidakmampuan konsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat
kesadaran, stupor, koma
- Kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang
- Rambut tipis, uku rapuh dan tipis

 Nyeri/kenyamanan
Gejala: Nyei panggul, sakit kepala,kram otot/nyeri kaki
Tanda: perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah

 Pernapasan
Gejala:
- nafas pendek, dispnea nokturnal paroksismal, batuk dengan/tanpa Sputum
Tanda:
- takipnea, dispnea, pernapasan kusmaul
- Batuk produktif dengan sputum merah muda encer (edema paru)

 keamanan
Gejala: kulit gatal, ada/berulangnya infeksi
Tanda:
- pruritus
- Demam (sepsis, dehidrasi)

 Seksualitas
Gejala: Penurunan libido, amenorea,infertilitas

Pemeriksaan Diagnostik Penunjang

a. Urin
- Volume: biasanya kurang dari 400ml/24 jam atau tak ada (anuria)
- Warna: secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkanoleh pus, bakteri,
lemak, fosfat atau uratsedimen kotor, kecoklatan menunjukkkan adanya darah,
Hb, mioglobin, porfirin
- Berat jenis: kurang dari 1,010 menunjukkn kerusakan ginjal berat
- Osmoalitas: kuran gdari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakn ginjal tubular dan
rasio urin/serum sering 1:1
- Klirens kreatinin: mungkin agak menurun
- Natrium:lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi
natrium
- Protein: Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkkan kerusakan
glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada

b. Darah
- BUN/ kreatinin: meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir
- Ht : menurun pada adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7-8 gr/dl
- SDM: menurun, defisiensi eritropoitin
- GDA:asidosis metabolik, ph kurang dari 7,2
- Natrium serum : rendah
- Kalium: meningkat
- Magnesium;
- Meningkat
- Kalsium ; menurun
- Protein (albumin) : menurun

c. Osmolalitas serum: lebih dari 285 mOsm/kg

d. Pelogram retrograd: abnormalitas pelvis ginjal dan ureter

e. Ultrasono ginjal : menentukan ukuran ginjal dan adanya masa , kista, obstruksi pada
saluran perkemihan bagian atas

f. Endoskopi ginjal, nefroskopi: untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria
dan pengangkatan tumor selektif
g. Arteriogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular,
masa

h. EKG: ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa


(Doenges, E Marilynn, 2000, hal 628- 629)

PENGKAJIAN LINGKUNGAN
 Interaksi sosial
Gejala:
- Kesulitan menurunkan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan
fungsi peran dalam keluarga

(Doenges, E Marilynn, 2000, hal 626- 628)

PENGKAJIAN TAMBAHAN
 Pengkajian pre hemodialisa
- Keseimbangan cairan, elektrolit
- Nilai laboratorium: Hb, ureum, creatinin, PH
- Keluhan subyektif: sesak nafas, pusing, palpitasi
- Respon terhadap dialysis sebelumnya
- Status emosional
- Pemeriksaan fisik: BB, suara nafas, edema, TTV, JVP
- Sirkuit pembuluh darah.
- Tekanan darah : hipertensi
- Kaji tingkat pengetahuan pasien mengenai hemodialisa dan prosesnya

 Pengkajian post hemodialisa


- Tekanan darah: hipotensi
- Keluhan: pusing, palpitasi
- Komplikasi HD: kejang, mual, muntah, dan anemia.
4. Diagnose Keperawatan Fisik
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi di
tandai dengan anuria
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik(nyeri diluka tusukan) ditandai
dengan klien melaporkan nyeri secara verbal
3. PK Hiperkalemia
4. PK Anemia
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
factor biologis ditandai dengan mual, anoreksia
6. PK Asidosis metabolic
7. Resiko Kerusakan Integritas kulit berhubungan dengan gangguan kondisi
metabolik
8. Nausea berhubungan dengan hipoksia serebral ditandai dengan klien melaporkan
mual
9. Resiko syok berhubungan dengan hipovolemia
10. hipotermia berhubungan dengan medikasi ditandai dengan klien menggigil
11. resiko perdarahan berhubungan dengan efek samping terkait terapi(hemodialisa)
12. resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan pemajanan terhadap patogen
13. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan pruritus ditandai dengan melaporkan
perasaan tidak nyaman
14. Penurunan Curah Jantung berhubungan dengan perubahan preload ditandai
dengan edema
15. Ketidak efektifan Perfusi Jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
sirkulasi oksigen ke jaringan ditandai dengan CRT>2detik
16. Resiko cedera berhubungan dengan hipoksia jaringan

Diagnosa psikososial yang mungkin terjadi pada lansia dengan ggk :

1. ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan ditandai dengan klien


gelisah
2. kurang pengetahuan
3. gangguan citra tubuh berhubungan dengan penyakit ditandai dengan ditandai
dengan perubahan dalam keterlibatan social
4. stress berlebihan berhubungan dengan stressor yang tinggi(penyakit kronis)
ditandai dengan menunjukkan peningkatan ketidak sabaran/marah
5. ketakutan berhubungan dengan berpisah dari system pendukung yang berpotensi
menimbulkan stress(prosedur invasive) ditandai dengan melaporkan kegelisahan
Diagnosa Keperawatan berdasarkan prioritas

1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi


ditandai dengan anuria
2. Risiko syok berhubungan dengan hipovolemia
3. Nausea berhubungan dengan hipoksia serebral ditandai dengan klien melaporkan
mual

5. Tindakan keperawatan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dengan GGK dengan
hemodialisa, antara lain :
a. Pertahankan keseimbangan cairan
- Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam untuk mencegah
kelebihan cairan pada pasien GGK. Pengawasan dilakukan melalui berat badan,
urin, dan pencatatan keseimbangan cairan. Untuk menentukan asupan natrium,
harus dilakukan pemeriksaan dari urin 24 jam dan biasanya asupan natrium 2-4
g/hari cukup untuk menjaga keseimbangan natrium.
- Mengukur intake out put cairan / 24 jam, mengkaji turgor kulit, mengkaji edema,
TTV.
- Batasi asupan cairan 500 cc / 24 jam.
- Pantau hasil pemeriksaan laboratorium: Kreatinin natrium, kalium, ureum, klorida,
pH.
b. Pertahankan asupan nutrisi yang adekuat.
- Mencatat asupan nutrisi, mengkaji pola diet nutrisi klien, anjurkan cemilan tinggi
kalori rendah protein, rendah natrium.
c. Meningkatkan partisipasi klien dalam aktivitas yang dapat ditoleransi
- Mengkaji faktor yang menimbulkan keletihan.
- Anjurkan istirahat setelah dialisis.
- Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yang dapat di toleransi,
bantu jika keletihan terjadi
d. Memperbaiki konsep diri
- Mengkaji respon reaksi pasien dan keluarga terhadap penyakit dan penanganan,
mengkaji koping pasien dan keluarga, ciptakan diskusi terbuka
e. Meningkatkan pengetahuan mengenai kondisi klien.
- Mengkaji pemahaman mengenai penyebab gagal ginjal kronik
- Jelaskan fungsi ginjal sesuai dengan tingkat pemahaman.
- Diskusikan masalah nutrisi
- Kepatuhan dalam mengkonsumsi terapi farmakologi.
f. Mempertahankan curah jantung
- Memantau TD dan frekuensi jantung, nadi perifer, pengisian kapiler.
- Kaji aktifitas, respon terhadap aktifitas
- Kaji adanya hipertensi : awasi TD, perhatikan perubahan postural : duduk, berdiri,
berbaring.
g. Mempertahankan kulit tubuh
- Inspeksi kulit, memantau cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa, ubah posisi
dengan sering, berikan lotion untuk perawatan kulit, selidiki keluhan gatal .
- Inpeksi kulit terhadap perubahan warna, tugor, pruritus.
- Pantau masukan cairan, membarqan mukosa dan hidrasi kulit
- Lakukan perawatan kulit.

Asuhan Keperawatan Terlampir

6. Pendidikan Kesehatan kepada Pasien dan Keluarga Pasien dengan Gagal Ginjal
Kronis yang Menjalani Program Dialisa
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai Gagal Ginjal Kronik baik
itu pengertiannya, penyebabnya, tanda gejala, penanganan dan pencegahannya.
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai Hemodialisa baik itu
pengertiannya, tujuan, prosedur tindakannya, serta efek samping yang ditimbulkan
dari tindakan tersebut.
- Diet merupakan faktor penting bagi pasien yang menjalani hemodialisis mengingat
adanya efek uremia. Apabila ginjal yang rusak tidak mampumengeksresikan produk
akhir metabolism, substansi yang bersifat asam ini akan menumpuk dalam serum
pasien dan bekerja sebagai racun atau toksin. Gejala yang terjadi akibat penumpukan
tersebut secara kolektif dikenal sebagai gejala uremik dan akan mempengaruhi setiap
sistem tubuh. Anjurkan pasien untuk diet rendah protein, diet ini akan mengurangi
penumpukan limbah nitrogen dan dengan demikian meminimalkan gejala.
Penumpukan cairan juga dapat terjadi dan dapat mengakibatkan gagal jantung
kongestif serta edema paru. Dengan demikian, pembatasan cairan juga harus
dianjurkan pada pasien dengan hemodialisa.
- Anjurkan kepada pasien dan keluarga pasien agar rutin untuk melaksanakan terapi
hemodialisa.
7. Sheridan dan Radmacher (1992), Sarafino (1998) serta Taylor (1999) membagi dukungan
sosial ke dalam lima bentuk, yaitu :
1. Dukungan instrumental (tangible assisstance)
Bentuk dukungan ini merupakan penyediaan materi yang dapat memberikan pertolongan
langsung seperti pinjaman uang, pemberian barang, makanan serta pelayanan. Bentuk
dukungan ini dapat mengurangi stres karena individu dapat langsung memecahkan
masalahnya yang berhubungan dengan materi. Dukungan instrumental sangat diperlukan
terutama dalam mengatasi masalah yang dianggap dapat dikontrol.
2. Dukungan informasional
Bentuk dukungan ini melibatkan pemberian informasi, saran atau umpan balik tentang
situasi dan kondisi individu. Jenis informasi seperti ini dapat menolong individu untuk
mengenali dan mengatasi masalah dengan lebih mudah.
3. Dukungan emosional
Bentuk dukungan ini membuat individu memiliki perasaan nyaman, yakin, diperdulikan
dan dicintai oleh sumber dukungan sosial sehingga individu dapat menghadapi masalah
dengan lebih baik. Dukungan ini sangat penting dalam menghadapi keadaan yang
dianggap tidak dapat dikontrol.
4. Dukungan pada harga diri
Bentuk dukungan ini berupa penghargaan positif pada individu, pemberian semangat,
persetujuan pada pendapat individu, perbandingan yang positif dengan individu lain.
Bentuk dukungan ini membantu individu dalam membangun harga diri dan kompetensi.
5. Dukungan dari kelompok sosial
Bentuk dukungan ini akan membuat individu merasa menjadi anggota dari suatu
kelompok
yang memiliki kesamaan minat dan aktivitas sosial dengannya. Dengan begitu individu
akan merasa memiliki teman senasib.

8. Kelurga juga dapat memodifikasi lingkungan yang aman untuk lansia yang mengalami
Gagal Ginjal Kronis. Misalnya :

 Tangga biasanya berisiko tinggi untuk orang tua hanya karena semakin tua seseorang,
semakin sulit menjadi naik atau turun tangga. Bagi lansia yang mengalami GGK lebih
baik dibatasi untuk naik atau turun tangga karena lansia mengalami kelemahan dan
kekuatan otot menurun dalam beraktivitas. Sehingga mencegah terjadinya resiko jatuh
pada lansia
 Penglihatan pada lansia yang mengalami GGK juga mengalami penurunan. Pencahayaan
yang tepat juga sangat berguna dalam seluruh rumah. Berbagai koridor dan daerah yang
lebih sering dilalui oleh lansia harus memiliki penerangan yang cukup untuk memastikan
bahwa tidak ada daerah gelap di rumah.
 Kamar mandi adalah ruangan lain di rumah yang perlu penanganan khusus. Usahakan
letak kamar mandi tidak jauh dari kamar lansia. Agar memudahkan lansia untuk menuju
kamar mandi. Jamban yang digunakan diusahakan jamban duduk agar memudahkan
lansia untuk BAB/BAK karena lansia yang mengalami GGK bisa saja mengalami diare.
Lalu perlu diingat juga, lantai kamar mandi yang digunakan tidak boleh licin agar lansia
tidak mudah jatuh. Pencahayaan dalam kamar mandi juga harus tetap terang.
 Usahakan tempat-tempat yang sering dilalui oleh lansia lantainya dilapisi oleh karpet anti
slip agar mencegah resiko jatuh pada lansia.
 Jaga lingkungan tetap bersih untuk mencegah terjadinya infeksi.
 Tingkatkan kebersihan diri pada lansia, agar lansia merasa nyaman dengan keadaannya
walaupun sedang sakit.

Selain itu dalam melakukan perawatan terhadap lansia, lingkungan keluarga memiliki peranan
yang sangat penting. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh anggota keluarga dalam
melaksanakan perannya terhadap lansia, yaitu:

 Melakukan pembicaraan terarah


 Mempertahankan kehangatan keluarga
 Membantu melakukan persiapan makanan bagi lansia
 Membantu dalam hal transportasi
 Membantu memenuhi sumber-sumber keuangan
 Memberikan kasih saying
 Menghormati dan menghargai
 Bersikap sabar dan bijaksana terhadap perilaku lansia
 Memberikan kasih sayang, menyediakan waktu serta perhatian
 Jangan menganggapnya sebagai beban
 Memberikan kesempatan untuk tinggal bersama
 Mintalah nasehatnya dalam peristiwa-peristiwa penting
 Mengajaknya pada acara-acara keluarga
 Membantu mencukupi kebutuhannya
 Memberi dorongan untuk tetap mengikuti kegiatan-kegiatan diluar rumah termasuk
pengembangan hobi
 Membantu mengatur keuangan
 Mengupayakan sarana transportasi untuk kegiatan mereka termasuk rekreasi
 Memeriksakan kesehatan secara teratur
 Memberi dorongan untuk tetap hidup bersih dan sehat
 Mencegah terjadinya kecelakaan, baik di dalam maupun di luar rumah.
 Pemeliharaan kesehatan usia lanjut adalah tanggung jawab bersama
 Memberi perhatian yang baik terhadap orang tua yang sudah lanjut, maka anak-anak kita
kelak akan bersikap yang sama

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Gagal Ginjal Kronik pada Lansia


http://www.smallcrab.com/lanjut-usia/830-gagal-ginjal-kronik-pada-lansia [akses: 27 Juni 2012]

Anonim. 2011. Penyebab Gagal Ginjal Dari Segi Bawaan.


http://www.purtierplacenta.com/penyebab-gagal-ginjal-bagian-4/ [akses : 27 Juni 2012]

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC

Nanda. 2009. Nursing Diagnoses Definition and Classification. 2009-2011. Philadelphia :


NANDA A International

Dochterman, Joanne McCloskey. 2004. Nursing Interventions Classification (NIC) Fourth


Edition. St. Louis, Missouri : Mosby Elsevier

Moorhead, Sue. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fourth Edition. St. Louis,
Missouri : Mosby Elsevier

Doenges, E. Marilynn. 1999. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN (Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien) Edisi 3. Jakarta : EGC

Price, A. Sylvia. 2005. PATOFISIOLOGI (Konsep Klinis dan Proses-proses Penyakit) Volume 2.
Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai