Anda di halaman 1dari 29

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DAN ANAK DENGAN

MASALAH NEUROLOGI MYELOMENINGOCELE

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak

Oleh :

HAIDAR HAYYUN TAFRIHAN

(P1337420118082)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

JURUSAN KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEMARANG

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis mengucapkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat

menyelesaikan makalah ini dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Bayi Dan

Anak Dengan Masalah Neurologi Myelomeningocele”.

Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada semua

pihak yang telah membantu terwujudnya makalah ini. Kami menyadari bahwa

dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami

mengharapkan kritikan dan saran yang membangun dari pembaca demi

penyempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat dimanfaatkan

sebagaimana mestinya.

Semarang, 8 Agustus 2019

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Abnormalitas yang berasal dari tuba saraf embrionik (defek tuba neural /

neural tube defect , NTD) menghasilkan kelompok anomaly congenital terbesar

yang konsisten dengan banyak faktor pewarisan. Normalnya, medulla spinalis dan

kauda ekuina ditutupi dengan sempurna oleh lapisan tulang yang bersifat protektif

dan meninges. Kegagalan penutupan tuba neural menyebabkan defek dengan

berbagai derajat. Defek ini dapat mengenai seluruh tuba neural atau terbatas pada

area yang kecil. (Wong, 2009)

Di Amerika Serikat, angka NTD telah menurun dari 1,3 per 1000 kelahiran

pada tahun 1970 menjadi 0,32 per 1000 kelahiran pada tahun 1996. Alasannya

adalah meningkatnya penggunaan teknis diagnosis prenatal dan penghentian

kehamilan. Secara umum, angka kejadian meningmielokel di negara Asia

termasuk Indonesia berkisar antara 0,1-0,3 per 1000 bayi lahir hidup, sedangkan

di negara Eropa dan Amerika Utara berkisar antara 1-2,5 per 1000 bayi lahir

hidup.

Defek tuba neuralis menyebabkan kebanyakan kongenital anomali Sistem

Saraf Sentral (SSS) akibat dari kegagalan tuba neuralis menutup secara spontan

antara minggu ke-3 dan ke-4 dalam perkembangan di uterus. Meskipun penyebab

yang tepat masih belum diketahui, ada beberapa bukti yang menyatakan bahwa

penyebab defek pada tuba neuralis ini antara lain; radiasi, obat-obatan, malnutrisi,

bahan kimia, dan ada kelainan genetik yang dapat mempengaruhi perkembangan
normal SSS. Defek tuba neuralis meliputi; spina bifida okulta, meningokel,

mielomeningokel, ensefalokel, anensefali, sinus dermal, medulla tertambat

siringomielia, diastematomiela, dan lipoma yang melibatkan konus medullaris.

(Bregman & Painter, 2009)

Kegagalan penutupan tuba neuralis terjadi sekitar minggu ketiga setelah

konsepsi pada kondisi ini memungkinkan eksresi substansi janin (misal; a -

fetoprotein, asetilkolinesterase) ke dalam cairan amnion, yang berperan sebagai

penanda biokimia defek tuba neuralis, sehingga skrining prenatal serum ibu untuk

a -fetoprotein, telah terbukti merupakan metode yang efektif untuk mengetahui

kehamilan yang berisiko atau tidak untuk janin mengalami defek tuba neuralis.

(Wahyu, 2009)

B. TUJUAN

1. Tujuan Umum

Mahasiswa mampu mendesain asuhan keperawatan pada anak dengan kasus

mielomeningokel

2. Tujuan khusus

a. Mendifinisikan dan menjelaskan terjadinya mielomeningokel.

b. Mengidentifikasikan penyebab terjadinya mielomeningokel

c. Menjelaskan manfestasi klinis tentang mielomeningokel

d. Menjelaskan pemeriksaan diagnostic pada mielomeningokel

e. Menjelaskan penatalaksanaan medis dan keperawatan mielomeningokel

pada anak
C. MANFAAT

1. Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan definisi mielomeningokel pada

anak.

2. Mahasiswa dapat mengetahui penyebab mielomeningokel pada anak.

3. Mahasiswa dapat mengetahui dan menjelaskan manifestasi klinis

mielomeningokel pada anak.

4. Mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan diagnostik mielomeningokel pada

anak.

5. Mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanaan medis pada mielomeningokel.


BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN

Mielomeningokel adalah protusi hernia (penonjolan) dari kista meningen

seperti kantong, yang berisi cairan spinal dan sebagian dari medulla spinalis

dengan sarafnya yang keluar melalui defek tulang pada kolumna vertebralis

(rangkaian tulang belakang). Mielomeningokel biasanya terjadi didaerah lumbal

atau lumbosakral. Lesi ini paling sering timbul sisi kaudalvertebrata dan

melibatkan daerah torasika bawah, lumbalis dan sakralis. (Sylvia, 1995)

Mielomeningokel adalah kelainan spinal bawaan kompleks yang

menyebabkan perubahan tingkat cacat otot spinal atau melodysplasia. (Bregman

& Painter, 2009)

Mielomeningokel adalah suatu kerusakan congenital yang terjadi di

saluran sum-sum tulang belakang dan tulang punggung akibat dari tidak tertutup

sebelum lahir. Kondisi ini termasuk kondisi dari spina bifida. (Rosfanthy, 2008)

Pada kasus mielomeningokel, selaput meninges, korda spinalis atau

serabut saraf menonjol melewati tulang belakang dan mengalami pembentukan

jaringan parut. Hampir sama dengan meningokel, yang membedakan adalah pada

meningokel hanya berupa tonjolan kista pada meninges saja dan jaringan saraf

tidak terpajan sehingga deficit saraf tidak ada atau sedikit. Namun pada

mielomeningokel ini disertai adanya defek kulit atau permukaan yang hanya

dilapisi oleh selaput tipis. (Wong, 2009)


Kebanyakan anak-anak yang menderita mielomeningokel pada akhirnya

mengalami hidrosefalus terutama sesudah pembedahan mielomeningokel dan

mungkin deformitas pelvis atau ekstremitas bawah, sehingga penderita

mielomeningokel ini akan mengalami gangguan atau kerusakan untuk merasakan

sensasi pada ekstremitas bawah, sehingga didapatkan kelemahan untuk

menggerakan kaki bahkan biasanya kaki tidak bisa digerakkan. Kehilangan

control untuk shfingter urin dan beberapa kasus juga menunjukan kontinensia

usus besar. (Sabiston ,2002)

B. ETIOLOGI

Penyebab mielomeningokel sendiri tidak diketahi secara pasti, namun

sebagaimana halnya semua defek penutupan tuba neuralis, ada predisposisi

genetic, antara lain sebagai berikut:

1. Resiko berulang setelah seseorang terkena , meningkat dari 3-4 % dan

meningkat sampai 10% pada dua kehamilan abnormal sebelumnya

2. Faktor nutrisi dan lingkungan

Pengunaan suplemen asam folat selama hamil pada ibu sangat

mengurangi insiden defek tuba neuralis pada kehamilan beresiko. Agar efektif,

penambahan asam folat harus dimulai sebelum pembuahan dan dilanjutkan

sampai paling tidak minggu ke-12 kehamilan saat neuralis selesai.

Defisiensi asam folat sering terjadi pada wanita, dengan demikian

sangat direkomendasikan bahwa semua wanita yang mengantisipasi kehamilan

mulai mendapay suplemen vitamin asam folat minimal 3 bulan sebelum

konsepsi. (Corwin, 2009)


Pelayanan Kesehatan Masyarakat Amerika Serikat telah menganjurkan

bahwa seluruh wanita usia subur yang mampu menjadi hamil minum 0,4 mg

asam folat setiap hari dan bahwa wanita yang sebelumnya pernah hamil dengan

hasil defek tuba neuralis diobati dengan 4 mg asam folat setiap hari, yang

mulai satu bulan sebelum saat kehamilan direncanakan.

3. Penggunaan obat-obatan

Penggunaan obat-obatan tertentu juga dikenal meningkatkan resiko

mielomeningokel. Asam valproat, antikonvulsan menyebabkan defek tuba

neuralis pada sekitar 1 – 2% kehamilan jika obat tersebut diberikan selama

kehamilan. (Pillitteri, 2009)

C. MANIFESTASI KLINIS

Mielomeningokel mengakibatkan disfungsi banyak organ dan struktur .

gejala uralogis pada mielomeningokel yaitu enuresis (buang air kecil yang tidak

terasa), karena gangguan fungsi spinther urina, pada meningokel jaringan saraf

tidak ikut terkena. Pada mielomeningokel, luas dan tingkatnya deficit neurologis

tergantung pada lokasinya, lesi pada daerah sacrum bawah, menyebabkan

inkontinensia usus besar dan kandung kencing dan disertai dengan anestesi pada

daerah perinem namun tanpa gangguan fungsi motorik. (Rudolph, 2008)

Urin menetes terus menerus dan juga sering ditemukan relaksasi sfingter

ani. Dengan demikian, mielomeningokel pada daerah lumbal tengah cenderung

menghasilkan tanda neuron motor bawah karena kelainan dan kerusakan konus

medullaris. Bayi dengan mielomeningokel secara khas memiliki peningkatan

defisit neurologis yang semakin meningkat setelah mielomeningokel bergerak

naik ke daerah toraks. Namun, penderita dengan mielomeningokel di daerah


toraks atas atau daerah servikal biasanya memiliki defisit neurologis yang sangat

minim dan pada kebanyakan kasus tidak mengalami hidrosefalus. (Rosfanthy,

2008)

Hidrosefalus dalam kaitannya dengan defek Chiari tipe II berkembang

pada paling tidak pada 80% penderita dengan mielomeningokel. Biasanya, makin

rendah deformitas pada neuraksis (misal sakrum), maka akan makin sedikit

kemungkinan risiko hidrosefalus. Pembesaran ventrikel mungkin lamban dan

pertumbuhan lambat atau pertumbuhan mungkin dapat cepat, sehingga

menyebabkan penonjolan fontanela anterior, dilatasi vena kulit kepala,

penampakan mata seperti "matahari terbenam", iritabilitas, dan muntah yang

disertai dengan peningutan lingkaran kepala. Tidak jarang, bayi dengan

hidrosefalus dan malformasi Chiari tipe II berkembang gejala disfungsi otak

belakang, termasuk kesulitan makan, tercekik, stridor, apnea, paralisis plika

vokalis, pengumpulan sekresi, dan spastisitas tungkai atas, yang, jika tidak

diobati, dapat menyebabkan kematian. Krisis Chiari ini adalah karena penurunan

herniasi medulla dan tonsil serebellum melalui foramen magnum. (Bregman &

Painter, 2009)

D. PATOFISIOLOGI

Pada stadium dini pembentukan susunan saraf, di bagian tengah lempeng

neural terbentuk celah neural yang kemudian membentuk pipa neural. Pipa neural

inilah yang kemudian menjadi jaringan otak dan mielum (istilah yang dipakai

untuk sumsum tulang belakang). Proses penutupan pipa neural ini berlangsung

selama minggu keempat kehidupan embrio. Gangguan proses ini menyebabkan


defek pipa neural yang digolongkan sebagai disrafisma cranial dan spinal. (Price

& wilson, 1995)

Mielomeningokel adalah penonjolan meninges dan sebagian

medullaspinalis, selain kantong berisi CSS. Daerah lumbal atau lumbosakral

terdapat pada 42% kasus; torakolumna pada 27% kasus, sacral 21% kasus; dan

torakal atau servikal pada 10% kasus. Bayi dengan mielomeningokel mudah

terkena cedera selama proses kelahiran. Hidrosefalus terdapat pada hampir semua

anak yang menderita spina bifida (85% sampai 90%);kira-kira 60% sampai 70%

tersebut memiliki IQ normal. Anak dengan mielomeningokel dan hidrosefalus

menderita malformasi system saraf pusat lain, dengan deformitas Arnold-Chiari

yang paling umum. Penyebab spesifik dari meningokel atau spina bifida belum

diketahui. Banyak faktor seperti keturunan dan lingkungan diduga terlibat dalam

terjadinya defek ini. Tuba neural umumnya lengkap empat minggu setelah

konsepsi. Hal-hal berikut ini telah ditetapkan sebagai faktor penyebab; kadar

vitamin maternal rendah, termasuk asam folat: mengonsumsi klomifen dan asam

valfroat: dan hipertermia selama kehamilan. Diperkirakan hampir 50% defek tuba

neural dapat dicegah jika wanita bersangkutan meminum vitamin-vitamin

prakonsepsi,termasuk asam folat. (Sowden, 2002)

Banyak ahli percaya bahwa defek primer pada NTD (neural tube

defect)merupakan kegagalan penutupan tuba neural selama perkembangan awal

embrio.Akan tetapi, ada bukti bahwa defek ini merupakan akibat dari pemisahan

tubaneural yang sudah menutup karena peningkatan abnormal tekanan cairan

serebrospinal selama trimester pertama. Derajat disfungsi neurologik secara

lansung berhubungan dengan level anatomis defek tersebut dan saraf-saraf yang
terlibat. Kebanyakan mielomeningokel melibatkan area lumbal atau

lumbosakral,dan hidrosefalus merupakan anomali yang sering menyertainya (90%

sampai 95%). (Wong, 2009)

E. PATHWAY

Faktor genetic Nutrisi & Lingkungan Obat-obatan

Kegagalan penutupan tuba neural

Kegagalan penutupaan elemen saraf dari kanalis spinalis

Kegagalan fungsi arkus pascaerior vertebrata pada daerah lumbosakral

Terlibatnya struktur saraf

Deficit neurologis

paralis visera paralisis motori paralisis sensorik

gangguan inkontinensia paralisis anggota gerak kehilangan sensasi


urine dan alvi bawah ekstremitas bawah

Resiko tinggi infeksi kerusakan mobilitas fisik Tidak efektifnya


jaringan perfusi
serebral

ketidaktahuan tentang pengobatan hambatan untuk menggendong


atau teknik

resiko hambatan kedekatan


Resiko tinggi orang tua-bayi
penatalaksanaan
program teraupetik
tidak efektif
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. USG (ultrasonografi)

2. MRI

3. CT SCAN

4. Radiotherapi

5. Cystogram

6. Penilaian maternal serum alpha fetoprotein

Pemeriksaan diagnostic seperti pencitraan resonansi magnetic (MRI),

ultrasuara, computed tomography (CT SCAN) dan radiotherapy dilakukan untuk

mengevaluasi otak dan medulla spinalis. USG dilakukan pada kehamilan 6

minggu sesuai haid terakhir yang dapat dilihat adanya kantong janin dan mudigah

tidak lama setelah itu. Pada kehamilan 13 minggu kepala janin dapat dideteksi dan

pula denyut jantung janin. USG tulang belakang bisa menunjukan adanya kelainan

pada korda sinalis maupun vertebrata. (Wong, 2009)

Cyctogram merupakan pemeriksaan mikroskopik sel yang diperoleh dari

lesi permukaan atau dalam dengan cara penghisapan melalui jarum halus. (Kamus

Saku Kedokteran Dorland Edisi 25, 1998)

Pemeriksaan laboratorium dilakukan pada masa pranatal terutama untuk

menentukan organism penyebab komplikasi utama mielomeningokel. Pada

umumnya mielomeningokel pada janin di tujukan oleh peningkatan alfa-

fetoprotein pada darah ibu dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan ultrasonografi

dan kadar alfa-fetoprotein (AFP) serta asetilkolinesterase yang tinggi pada cairan

amnion.
Waktu yang tepat untuk melakukan pemeriksaan diagnostic ini adalah

pada usia gestasi 16-18 minggu, sebelum konsentrasi AFP yang normalnya

menurun dan pada saat yang tepat untuk dilakukannya aborsi teraupetik.

Pengambilan sampel vilus korionik )chorionic villus sampling, CVS) juga

merupakan pemeriksaan untuk diagnostic mielomeningokel pada sama prenatal.

Prosedur diagnosis ini direkomendasikan untuk semua ibu yang telah melahirkan

anak dengan gangguan ini dan pemeriksaan ditawarkan bagi semua wanita hamil.

Rencana kehamilan sesar juga dapat menurunkan disfungsi motorik. (Wong,

2009)

G. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan anak yang menderita mielomeningokel menuntut

pendekatan multidisiplin yang melibatkan spesialis neurologi, bedah saraf,

pediatric, urologi, ortopedik, rehabilitasi dan terapi fisik, juga asuhan keperawatan

intensif pada berbagai aspek. Upaya kolaboratif dari spesialis ini difokuskan pada

Adanya deficit neurologis di tungkai pada mielomeningokel memunculkan

masalah serius tambahan. Elemen saraf pada kista menjadi mengalami kerusakan

irreversible yang sesuai dengan defek neurologic. Banyak anak-anak ini

memerlukan sejumlah operasi untuk memperbaiki deformitas yang terjadi akibat

kerja otot yang abnormal. Inkontinensia urine dapat juga menjadi masalah utama.

Di masa lalu, dianjurkan bahwa mielomeningokel harus diperbaiki

sesegera mungkin setelah lahir untuk memelihara fungsi neurologis dan untuk

mencegah perburukan lebih lanjut. Beberapa penelitian baru-baru ini

menunjukkan hasil jangka lama yang sama pada penundaan pembedahan selama
beberapa hari (dengan pengecualian kebocoran CSS), yang memungkinkan

orangtua mulai dapat menyesuaikan terhadap syok dan bersiap untuk beberapa

tindakan dan masalah yang tidak dapat dihindari yang menghadang.

Beberapa senter telah berupaya mengembangkan kriteria untuk

menentukan bayi yang mana yang akan diobati secara agresif dan yang mana

hanya akan menerima perawatan pendukung. Kriteria eksklusi yang paling

berharga, yang dikembangkan di Inggris, terdiri dari hal berikut: paralisis kaki

yang mencolok, lesi torakolumbal atau torakolumbosakral; kifosis atau skoliosis;

cedera karena lahir yang menyertai; defek kongenital jantung lain, otak, atau

saluran cerna; dan kepala sangat membesar.

Informasi yang lebih baru menunjukkan bahwa kriteria selektif demikian

mempunyai nilai prognosis yang kecil, dan sebagai akibatnya, kebanyakan senter-

senter pediatri secara agresif mengobati sebagian besar bayi dengan

mielomeningokel. Setelah perbaikan mielomeningokel, sebagian besar bayi

memerlukan tindakan shunting untuk hidrosefalus. Jika gejala atau tanda disfungsi

otak belakang muncul, terindikasi untuk dekompresi bedah medulla spinalis dan

medulla servikalis awal. Kaki pekuk mungkin memerlukan pembidaian, dan

pinggul yang tergeser mungkin memerlukan tindakan operasi.

Evaluasi dan penilaian kembali yang cermat sistem genitourinaria

merupakan beberapa komponen manajemen yang paling penting. Pengajaran

orangtua, dan akhirnya penderita, untuk secara teratur mengkateterisasi kandung

kencing akan mempertahankan volume residu yang rendah dan mencegah infeksi

kandung kencing. Biarkan urin secara periodik dan penilaian fungsi ginjal,

termasuk elektrolit dan kreatinin serum demikian juga sken ginjal, pielogram
intravena, dan ultrasonografi, diperoleh sesuai dengan kemajuan penderita dan

hasil pemeriksaan fisik.

Pendekatan terhadap manajemen saluran urin ini sangat mengurangi

perlunya tindakan pembelokan bedah dan telah menurunkan morbiditas dan

mortalitas yang terkait dengan penyakit ginjal progresif pada penderita ini.

Beberapa anak dapat mengendalikan diri dengan implantasi sfingter saluran urin

artificial pada umur tua. Banyak anak dapat "dilatih melakukan buang air besar"

dengan regimen enema atau supositoria yang memungkinkan pengosongan pada

waktu yang ditentukan sebelumnya sekali atau dua kali sehari. Ambulasi

fungsional adalah keinginan setiap anak dan orang tua dan mungkin tergantung

pada tingkat lesi dan fungsi utuh otot-otot iliopsoas. Hampir setiap anak dengan

°lesi sakrum atau lumbosakrum dapat berjalan; sekitar separuh dari anak dengan

defek yang lebih tinggi akan dapat berjalan dengan menggunakan penjepit dan

tongkat.

Posisi tengkurap mempengaruhi aspek lain dari perawatan bayi.

Misalnya, posisi bayi ini, bayi lebih sulit dibersihkan, area-area ancaman

merupakanancaman yang pasti, dan pemberian makanan menjadi masalah.Bayi

biasanya diletakkan di dalam incubator atau pemanas sehinggatemperaturnya

dapat dipertahankan tanpa pakaian atau penutup yang dapatmengiritasi lesi yang

rapuh. Apabila digunakan penghangat overhead, balutan diatas defek perlu sering

dilembabkan karena efek pengering dari panas yang dipancarkan.

Sebelum pembedahan, kantung dipertahankan tetap lembap

denganmeletakkan balutan steril, lembab, dan tidak lengket di atas defek

tersebut.Larutan pelembab yang dilakukan adalah salin normal steril. Balutan


diganti dengan sering (setiap 2 sampai 4 jam). Dan sakus tersebut diamati dengan

cermat terhadap kebocoran, abrasi, iritasi, atau tanda-tanda infeksi. Sakus tersebut

harus dibersihkan dengan sangat hati-hati jika kotor atau terkontaminasi.

Kadang-kadang sakus pecah selama pemindahan dan lubang pada sakus

meningkatkan resiko infeksi pada system saram pusat.

H. PROGNOSIS

Prognosis dini bagi anak dengan mielomeningokel bergantung pada deficit

neorologik yang ada saat lahir, termasuk kemampuan motorik dan inervasi

kandung kemih serta adanya anomaly serebral. Perbaikan defek spinal secara

pembedahan yang dilakukan lebih dini, terapi antibiotic untuk menurunkan

insidens meningitis dan ventrikulitis, pencegahan disfungsi system perkemihan

dan deteksi dini serta koreksi hidrosefallus telah secara signifikan meningkatkan

angka harapan hidup anak ini. Berdasarkan data kedokteran terkini dan

pertimbangan etik, penatalaksaan yang agresif lebih diharapkan bagi anak

mielomeningokel. (Wong, 2009)

Untuk anak yang dilahirkan dengan mielomeningokel yang diobati secara

agresif, kisaran mortalitas adalah sekitar 10-15%,dan sebagian besar kematian

terjadi sebelum usia 4 tahun. Paling tidak 70% dari yang bertahan hidup memiliki

intelegensi normal, tetapi masalah belajar dan gangguan kejang lebih lazim dari

pada populasi biasa. Episode meningitis atau ventrikulitis sebelumnya

mempengaruhi secara merugikan quosien intelegent (IQ) akhir. Karena

mielomeningokel merupakan keadaan perintang yang kronik, tindak lanjut

multidisipliner periodik diperlukan untuk kehidupan. (Wahyu, 2009)


I. KOMPLIKASI

Komplikasi myelomeningocele dapat diklasifikasikan secara umum ke

dalam 4 kategori umum, yaitu:

1. Neurologic, seperti hidrosefalus, radang selaput otak/meningitis.

2. Orthopedic, seperti kelemahan atau kelumpuhan kaki permanen.

3. Urologic, hilangnya kendali VU

4. Gastrointestinal

J. PENCEGAHAN

Upaya pencegahan dan mengurangi risiko terjadinya defek tuba neuralis

dapat dilakukan dwngan mengkonsumsi vitamin asam folat. Konsumsi asam folat

harian 0,4 mg pada periode perikonsepsi dapat mengurangi kejadian defek tuba

neuralis sebesar 50%-70% (Center for Disease Control and Prevention). Asam

folat adalah vitamin B yang tersedia pada bahan makanan sehari-hari seperti

sayuran hijau, kacang buncis, padi, hati ragi dan beberapa buah sperti buah jeruk.

Meskipun seseorang yang mnegkonsumsi sayur mayor dan daging segar

akan mencerna sebanyak 2 mg setiap harinya , ternyata tidak semua wanita hamil

memperoleh asupan asupan asam folat yang adekuat dari diet sehari-hari ini. Pada

dewasa normal asupan harian yang direkomendasikan yaitu sebesar 400mcg dan

pada wanita hamil, menyusui serta pasien dengan laju pergantian sel yang tinggi

seperti pada pasien anemia hemolitik membuthkan asam folat sebesar 500-600

mcg atau lebih setiap harinya.

Asam folat dalam bentuk seplementasi dan bahan makanan alami ternyata

memiliki perbedaan dalam hal penyerapan dan ketersediaan di dalam tubuh. Pada

penelitian yang dilakukan selama 12 minggu oleh Nulty et al. menunjukan bahwa
pemberian suplementasi asam folat sebesar 400 mch/hari (group1) dan asupan

bahan makanan dengan fortifikasi asam folat yang mengandung asam folat

400mcg/hari (group2) terbukti efektif untuk meningktkan status folat pada

seorang wanita secara bermakna.

Sementara konsumsi folat yang berasal dari bahan makanan alami yang

mengandung asam folat 400mcg.hari (group 3), diet biasa (group 4) dan kelompok

tanpa intervensi (group 5) menunjukan peningkatan folat pada sel darah merah

yang tidak bermakna. Untuk menjamin keadekuatan asupan asam folat harian ,

wanita harus mengkonsumsi suplemen asam folat , sarapan sereal yang diperkaya

asam folat seperti yang dianjurkan dalam Recommended Dietary Allowance atau

meningkatkan konsumsi makanan yang diperkaya folat (sereal, roti, beras, pasta)

dan makanan yang secara alami kaya folat (sayuran berdaun hijau dan buah jeruk)

. (Rosfanthy, 2008)

Bagi wanita yang pernah mengidap NTD pada kehamilan sebelumnya,

asupan ini ditingkatkan menjadi 4mg dalam pengawasan tenaga kesehatan yang

dimulai satu bulan sebelum kehamilan yang direncanakan dan diteruskan selama

trisemester pertama. Meskipun beberapa pusat pelayanan kesehatan (Institute of

Medicine, 1998) merekomendasikan asupan asam folat harian 0,4mg pada periode

perikonsepsi , hasil survey terbaru mengungkapkan bahwa hanya sebagian kecil

wanita yang mengikuti panduan ini (CDC, 1999).

Selain itu kesadaran akan manfaat asam folat untuk pencegahan defek

kelahiran pada usia 18 sampai 24 tahun dan pada wanita berpedidikan kurang ini

cukup rendah. Hasil survey ini mengindikasikan bahwa perawat dan tenaga

kesehatan lain mempunyai tugas penting dalam menyebarkan informasi untuk


meyakinkan mereka bahwa insiden defek pada kelahiran dapat diturunkan dengan

mengkonsumsi asam folat. (Wong, 2009)


BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

Pengumpulan data subjektif maupun obyektif pada gangguan system

persarafan mielomeningokel tergantung pada komplikasi pada organ vital lainnya.

Pengkajian keperawatan meliputi anamnesa, riwayat penyakit, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan diagnostic dan pangkajian psikososial.

1. Anamnesa

Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat , agama,

tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register, asuransi kesehatan dan

diagnosa medis. Keluhan utama yang sering muncul pada anak dengan

mielomeningokel adalah tanda dan gejala serupa dengan tumor medulla

spinalis dan defisit neurologis.

2. Riwayat Penyakit

Adanya keluhan defisit neurologis dapat bermanifestasi sebagai

gangguan motorik dan sensorik pada ekstremitas inferior dan/atau gangguan

kandung kemih dan sfingter lambung. Keluhan adanya deformitas kaki

unilateral dan kelemahan otot kaki merupakan cacat yang tersering. Kaki kecil

dapat terjadi ulkus trofik dan pes kavus. Keluhan gangguan sfingter kandung

kemih ditemukan pada 25% bayi dengan keterlibatan neurologis, menimbulkan

inkontinensia urine, kemih menetes dan infeksi saluran kemih.

Riwayat penyakit dahulu perlu dikaji dengan menanyakan tentang

riwayat pertumbuhan dan perkembangan anak, riwayat pernah mengalami


mielomeningokel sebelumnya, riwayat infeksi ruang subarachnoid, riwayat

tumor medulla spinalis, poliomyelitis, cacat perkembangan tulang belakang

dan deformitas kaki

3. Pengkajian psiko-sosio-kultural

Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien dan keluarga

untuk menilai respon terhadap penyakit yang diderita dan perubahan peran

dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam

kehidupan sehari-hari baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Apakah

ada dampak yang timbul pada klien dan orang tua yaitu timbul ketakutan akan

kecacatan, rasa cemas , rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktifitas secara

optimal.

Klien harus menjalani rawat inap maka keadaan ini dapat memberi

dampak pada status ekonomi karena biaya perawatan yang tidak sedikit.

Perspektif keperawatan dalam mengkaji mielomeningokel ini terdiri atas dua

masalah, yaitu keterbatasan yang diakibatkan oleh defisit neurologis dalam

hubungannya dengan peran sosial klien dan rencana keperawatan yang akan

mendukung adaptasi pada gangguan neurologis didalam system dukungan

individu

4. Pemeriksaan fisik

Setelah mengarah pada keluhan keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat

berguna untuk mendukung dari data pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik

dilakukan dengan system (B1-B6).


B1 (breathing)

Perubahan pada system pernafasan yang berhubungan dengan

inaktifitas yang berat. Namun pada beberapa kasus ditemukan tidak ada

masalah pada pernafasan

B2 (blood)

Nadi bradikardi merupakan tanda dari perubahan perfungsi jaringan

otak. Kulit terlihat pucat menandakan adanya penurunan kadar hemoglobin

dalam darah. Hipotensi menandakan adanya perubahan perfusi jaringan dan

tanda-tanda awal dari suatu syok.

B3 (brain)

Mielomeningokel menyebabkan berbagai defisit neurologis terutama

disebabkan pengaruh tekanan intracranial. Pengkajian B3 (brain) memerlukan

pengkajian yang lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada system yang

lainnya. Pengkajian ini meliputi:

a. Tingkat kesadaran

Tingkat kesadaran dan respon klien terhadap lingkungan adalah indicator

paling sensitive untuk disfungsi system saraf. Tingkat kesadaran pada

penderita ini biasanya compos mentis.

b. Pemeriksaaan fungsi serebri

Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, gaya

bicara, dan ekspresi wajah.

Fungsi intelektual : pada beberapa keadaan klien mielomeningokel tidak

didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori baik dalam jangka

pendek maupun jangka panjang.


B4 (bladder)

Perkemihan – eliminasi uri/genitourinaria

a. kateter urine

b. urine : warna, jumlah, karakteriksik, dan berat jenis urine

c. penurunan dan peningkatan urin

B5 (bowel)

Penvernaan – eliminasi alvi/gastrointestina

a. Rongga mulut

b. Bising usus

c. Distensi abdomen

d. Nyeri

B6 (bone)

Tulang – otot – integumen

a. Warna kulit, suhu, kelembaban, dan turgor kulit

b. Integritas kulit

c. Perlu dikaji adnya lesi

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan organism inefektif

b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kekuatan dan ketahanan

sekunder akibat peningkatan tekanan intracranial

c. Tidak efektifitas jaringan perfusi jaringan cerebral

d. Resiko tinggi penatalaksanaan program teraupetik tidak efektif berhubungan

dengan ketidaktahuan pengobatan


e. Resiko kedekatan orang tua bayi berhubungan dengan pemantauan perawatan

yang intensif

C. INTERVENSI

a. Diagnosa : Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya organism

inefektif

Sasaran : Pasien mengalami penurunan risiko terhadap infeksi system saraf

pusat

Intervensi keperawatan/rasional

 Posisikan bayi untuk mencegah kontaminasi urin dan feses

 Bersihkan mielomeningokel dengan cermat menggunakan salin

normalsteril bila bagian ini menjadi kotor atau terkontaminasi

 Berikan balutan steril dan lembab dengan larutan steril sesuai

instruksi(salin normal, antibiotik) untuk mencegah pengeringan kantong

 Berikan antibiotik sesuai resep

 Pantau dengan cermat tanda-tanda infeksi (peningkatan suhu,

pekarangsang, latergi, kaku kuduk) untuk mencegah

keterlambatan pengobatan dalam pengobatan

 Berikan perawatan serupa untuk sisi operatif pada paskaoperasi

Hasil yang di harapkan

Kantong meningeal tetap bersih, utuh, dan tidak menunjukkan bukti- bukti

infeksi.

b. Diagnosa : Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kekuatan dan

ketahanan sekunder akibat peningkatan tekanan intracranial


Sasaran : pasien tidak mengalami deformitas ekstremitas bawah

dan panggul atau resiko pasien terhadap hal tersebut minimal

Intervensi keperawatan/rasional

 Lakukan latihan rentang gerak pasif untuk mencegah kontraktur; jangan

memaksakan suatu titik tahanan untuk mencegah trauma

 Lakukan peregangan otot bila diindikasikan untuk mencegahkontraktur

 Pertahankan panggul pada abduksi ringan sampai sedang untuk mencegah

dislokasi, jaga agar kaki tetap berada pada posisi netraluntuk mencegah

kontraktur

 Gunakan gulungan popok, bantalan, bantal pasir kecil, atau alat

yangdirancang khusus untuk mempertahankan posisi yang diinginkan

Hasil yang diharapkan

Ekstremitas mempertahankan fleksibelitasnya

Panggul dan ekstremitas bawah dipertahankan pada artikulasi

dankesejajaran yang benar

c. Diagnosa : Tidak efektifnya jaringan perfusi cerebral berhubungan

dengan kehilangan sensasi ekstremitas bawah

Tujuan : meningkatkan sensasi pada ekstremitas bawah

Intervensi :

 Cek nadi perifer pada dorsalis pedis atau tibia posterior

 Catat warna kulit dan temeperatur

 Monitor GCS

 Monitor tanda-tanda vital

 Monitor respon Babinski


d. Diagnose : Resiko tinggi penatalaksanaan program terapiutik tidak

efektif berhubungan dengan ketidaktahuan tentang

pengobatan atau teknik dan ketidakcukupan pengetahuan

Tujuan : Keluarga mengungkapkan maksud untuk melakukan perilaku

kesehatan yang diperlukan atau keinginan untuk pulih dari

penyakit dan pencegahan kekambuhan atau komplikasi

Intervensi keperawatan/rasional

 Dapatkan jalan masuk ke dalam system keluarga, jangan mengambil alih

 Hindari kesan memaksa

 Dengarkan untuk mengetahui kesesuaian antara kekhawatiran, hindari

memberi harapan

 Upayakan untuk mengetahui kesesuaian antara kebutuhan yang

diungkapkan dengan layanan yang diberikan perawat

 Gali dengan orang tua tentang penatalaksanaan masalah yang telah berhasil

pada masa lalu untuk meningkatkan percaya diri

 Kumpulkan ekspresi tentang perasaan, keperhatinan, dan pertanyaan dari

individu dan keluarga untuk mengetahui tingkat pengetahuan keluarga

 Beri dorongan keluarga untuk mencari informasi dan membuat keputusan

berdasarkan informasi untuk meningkatkan sikap positif dan partisipasi aktif

keluarga

Kriteria hasil

 Ansietas keluarga berkurang yang berhubungan dengan ketakutan karena

ketidaktahuan, ketakutan karena kehilangan kontrol


 Anggota keluarga dapat menggambarkan proses penyakit, penyebab dan

factor penunjang pada gejala, dan regimen untuk penyakit atau control

gejala.

e. Diagnose : Risiko hambatan kedekatan orang tua-bayi berhubungan

dengan hambatan untuk menggendong sekunder akibat

pemantauan pada perawatan intensif

Tujuan : Mendemonstrasikan peningkatan perilaku kedekatan, seperti

menggendong bayi dengan dekat, tersenyum dan bicara pada

bayi, dan mencari kontak mata dengan bayi

Intervensi keperawatan/rasional

Izinkan orang tua untuk melihat dan menyentuh bayi sebelum dipindahkan

Anjurkan kunjungan dini untuk ibu bila mungkin, buat hubungan telefon yang

sering dengan pemberi perawatan bayi bila kunjungan tidak memungkinkan

Kriteria hasil

Orang tua mulai mengungkapkan perasaan positif mengenai bayi


BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan bayi yang

timbul sejak kehidupan hasiI konsepsi. Defek tuba neuralis menyebabkan

kebanyakan kongenital anomali Sistem Saraf Sentral (SSS) akibat dari kegagalan

tuba neuralis menutup secara spontan antara minggu ke-3 dan ke-4 dalam

perkembangan di uterus. Mielomeningokel merupakan suatu anomali

perkembangan yang ditandai dengan defek penutupan selubung tulang pada

medulla spinalis sehingga medulla spinalis dan selaput meningen dapat menonjol

keluar (spina bifida cystica).

Resiko terjadinya mielomeningokel bisa dikurangi dengan mengkonsumsi

asam folat. Kekurangan asam folat pada seorang wanita harus dikoreksi sebelum

wanita tersebut hamil, karena kelainan ini terjadi sangat dini. Manajemen

pengawasan anak serta keluarga dengan spina bifida memerlukan pendekatan

multidisiplin (ahli bedah, dokter dan ahli terapi).


DAFTAR PUSTAKA

Bregman, i., & Painter, m. j. (2009). Nelson Esensi Pediatri Edisi 4. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran ; EGC.

Corwin, E. J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran


; EGC.

Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi 25. (1998). Penerbit Buku Kedokteran ;
EGC.

Muttaqin, A. (2010). Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan


Persarafan.
Salemba.

Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.

Pillitteri, a. (2009). Maternal and Child Health Nursing. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran ; EGC.

Price, S. A., & wilson, L. M. (1995). Patofisiologi Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran ; EGC.

Rosfanthy, d. (2008, Maret). myelomeningokel.

Rudolph, a. M. (2008). Buku Ajar Pediatri Volume 3 Edisi 20. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran ; EGC.

Sowden, C. L. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatric. Jakarta: EGC.

Wahyu, d. F. (2009). Blok Neurobehaviour and Spesific Sense Systems.


Purwokerto.

Wong, D. L. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Volume 2. Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran ; EGC.

Anda mungkin juga menyukai