1. Pengertian Kebijakan Harga Kebijakan Harga, disebut juga pricing policy, adalah keputusan tentang cara penetapan harga barang atau jasa yang dijual yang diambil manajemen. Harga merupakan salah satu bagian yang bisa digunakan sebagai alat untuk mempengaruhi konsumen, di samping cara distribusi dan promosi, dan produk. Penetapan harga dipengaruhi oleh laba yang dicapai, permintaan akan barang atau jasa yang dipasarkan, biaya produksi, dan tujuan-tujuan khusus yang hendak perusahaan capai. Harga juga merupakan salah satu indikator kinerja pasar, termasuk pada komoditas pertanian. Dalam Renstra tahun 2010 – 2014 disebutkan bahwa stabilisasi harga merupakan salah satu sasaran kerja Kementerian dan harga merupakan indikator penentuan kebijakan. Oleh karena itu, teori tentang kebijakan harga merupakan hal yang penting untuk diuraikan. 2. Tujuan Kebijakan Harga Secara teoritis kebijakan harga dapat dipakai mencapai tiga tujuan yaitu: a. Stabilisasi harga-hasil hasil pertanian terutama pada tingkat petani. b. Meningkatkan pendapatan petani melalui perbaikan nilai tukar (term of trade). c. Memberikan arah dan petunjuk pada jumlah produksi. Kebijakan harga di Indonesia ditekankan pada tujuan yang petama. Stabilisasi harga hasil- hasil pertanian dalam keadaan harga-harga umum yang stabil berarti pula kestabilan pendapatan. Tujuan yang kedua banyak sekali dilaksanakan bagi hasil-hasil pertanian di negara-negara maju dengan alasan pokok pendapatan rata-rata sektor pertanian terlalu rendah dibandingkan penghasilan di luar sektor pertanian. Memang dengan diperkenalkan berbagai mesin pertanian maka produktivitas dan produksi pertanian di negara-negara tersebut mengalami kemajuan yang sangat pesat sehingga harga-harga menurun. Dalam keadaan demikian kebijakan harga dipergunakan untuk menghambat penurunan harga- harga tersebut baik dengan jalan mengurangi penawaran maupun menambah permintaan di pasar. Tujuan yang kedua ini sukar dilaksanakan di negara-negara yang jumlah petaninya berjuta- juta dan terlalu kecil-kecil seperti di Indonesia karena persoalan administrasinya sangat kompleks. Karena pada prinsifnya kebijakan harga yang demikian ini merupakan usaha memindahkan pendapatan dari golongan bukan pertanian ke golongan pertanian, maka hal ini bisa dilaksanakan dengan mudah dinegara-negara yang sudah maju dan kaya, di mana golongan penduduk di luar pertanian jumlahnya jauh lebih besar dengan pendapatan yang jauh lebih tinggi daripada golongan penduduk pertanian. Di negara-negara ini penduduk sektor pertanian rata-rata hanya merupakan di bawah 10% dari seluruh penduduk, sedangkan di negara kita masih antara 60%-70%. Tujuan kebijakan yang ketiga dalam praktik dilaksanakan di negara-negara yang sudah maju bersamaan dengan tujuan kedua yaitu dalam bentuk pembatasan jumlah produksi dengan pembayaran kompensasi. Berdasarkan ramalan harga, pemerintah membuat perencanaan produksi dan petani mendapat pembayaran kompensasi untuk setiap hektar tanah yang diistirahatkan. Di negara kita di mana hasil-hasil pertanian pada umumnya belum mencukupi kebutuhan, maka kebijakan yang demikian tidak relevan. Di samping kebijakan harga yang menyangkut hasil-hasil pertanian maka peningkatan pendapatan petani dapat dicapai dengan pemberian subsidi pada harga sarana-sarana produksi seperti pupuk/insektisida. Subsidi ini mempunyai pengaruh untuk menurunkan biaya produksi. Dalam ekonomi pertanian masalah harga dan analisis harga merupakan pokok bahasan yang sangat penting. Harga adalah hasil akhir bekerjanya sistem pasar, yaitu bertemunya gaya- gaya permintaan dan penawaran, antara pembeli (konsumen) dan penjual (produsen). Karena permintaan penawaran merupakan indikator perkembangan dan preferensi konsumen dan produsen, maka harga yang merupakan hasil akhir bekerjanya sistem pasar juga dianggap sebagai indikator penting bagi konsumen dan produsen. Dengan demikian berarti harga pasar menjadi pedoman bagi konsumen untuk melaksanakan putusan pembelian atau konsumsinya, dan juga bagi produsen untuk melaksanakan produksi dan penjualan di pasar. Yang dimaksud dengan kebijaksanaan harga dalam uraian kita sekarang adalah kebijaksanaan pertanian yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam bidang harga-harga di dalam pertanian. Baik yang menyangkut produk (produk pertanian) maupun sarana produksi (input). Jadi kebijaksanaan harga di sini menyangkut masalah sebagaimana pemerintah mengatur dan menetapkan kebijaksanaan harga dasar (minimum) dan harga tertinggi (maksimum) padi atau palawija, bagaimana menetapkan kebijaksanaan harga produk, harga atau pungutan atas air irigasi, dan lain-lain. Sedangkan dalam menetapkan harga pada sebuah perusahaan biasanya memiliki tujuan- tujuan khusus, yaitu sebagai berikut: a. Penetrasi Pasar Terdapat perusahaan yang menetapkan harga produknya pada level yang relative rendah dengan tujuan mendorong perkembangan pasar dan merangsang pangsa pasar. keputusan harga rendah ini akan efektif dengan syarat: pasar sangat sensitif terhadap harga; turunnya biaya produksi dan distribusi per unit bersamaan dengan naiknya penjualan dan rendahnya harga produksi dapat mencegah kemungkinan persaingan. b. Marketing skimming Pembeli yang bersedia membayar harga jauh lebih tinggi dari pembeli yang lain dapat perusahaan manfaatkan. pembeli-pembeli ini menilai bahwa produk yang ditawarkan layak dengan nilai yang tinggi. sehingga perusahaan dapat menetapkan harga tinggi terhadap produk yang dipasarkan. tujuan dari penetapan harga produk yang tinggi adalah untuk mengeruk keuntungan dari pembeli-pembeli ini kemudian dengan perlahan harga perusahaan dapat menurunkan harga untuk memperluas segmen pasar. kebijakan ini dapat berhasil dengan syarat;(a) pembeli yang permintaannya cenderung inelastis jumlahnya banyak; (b) tidak terlalu tingginya biaya produksi dan distribusi untuk jumlah yang lebih kecil;(d)kesan barang superior dapat dimunculkan dengan harga yang tinggi. c. Laba atas investasi Penetapan harga juga dapat digunakan untuk mencapai laba atas investasi yang diinginkan. Dalam kebijakan ini perusahaan cukup dengan laba yang diperoleh jika dihubungkan dengan besarnya investasi dan risiko yang ditanggung. d. Promosi Perusahaan dapat menetapkan harga produk dengan tujuan untuk merangsang penjualan produk-produk lain dan bukan untuk memperoleh laba atas produk tersebut. 3. Tujuan Kebijakan Harga Komoditas Pertanian Pada sektor pertanian, kebijakan harga merupakan instrumen penting untuk memberi dukungan bagi produsen maupun konsumen. Oleh karena itu, dalam beberapa literatur dikenal istilah price support sebagai instrumen dalam penerapan kebijakan harga komoditas pertanian. Namun pada dasarnya, kebijakan harga komoditas pertanian (agricultural price policy) memiliki tujuan untuk melindungi produsen dan konsumen. Kebijakan harga untuk melindungi produsen diterapkan dalam bentuk harga dasar (price floor) sedangkan kebijakan harga untuk melindungi konsumen diterapkan dalam bentuk harga atap (price ceiling). McTaggart D, Findlay C, dan Parkin M (2009) menjelaskan bahwa kebijakan harga merupakan salah satu langkah yang diambil ketika harga yang terbentuk di pasar tidak berada dalam kondisi normal akibat kegagalan pasar (market failure). Dalam hal ini, kebijakan harga merupakan intervensi regulator (pemerintah) sehingga harga yang terbentuk tidak dalam titik equilibrium. Pada beberapa negara berkembang seperti di India, kebijakan harga pertanian biasanya diikuti dengan pembenahan kelembagaan sebagai instansi teknis penerapan kebijakan harga (Acharya, 2009). a. Kebijakan Harga Dasar McTaggart et al (2009) menjelaskan bahwa harga dasar (price floor) merupakan harga yang ditetapkan di atas titik equilibrium. Tujuan penetapan kebijakan harga dasar adalah untuk melindungi produsen dari penurunan harga jual yang berdampak pada kerugian. Secara konsep, terdapat dua jenis kebijakan harga dasar, yaitu: 1) Harga minimum yang ditetapkan secara sah dalam bentuk peraturan oleh pemerintah (legal floors) di mana harga komoditas yang dijual produsen ditentukan batas minimal-nya. Dalam hal ini, pemerintah melalui regulasi menetapkan harga minimum suatu komoditas. 2) Dukungan program oleh pemerintah di mana pemerintah melakukan intervensi dengan melakukan sejumlah pembelian komoditas pertanian hingga tercapai harga yang diinginkan. Hal ini umumnya dikenal dengan istilah price support program. Kebijakan harga dasar dapat mendistorsi pasar yang memaksa harga yang terbentuk di atas titik equilibrium. Sebagai akibatnya, harga yang dibentuk tidak berdasarkan mekanisme pasar sehingga timbul inefisiensi. Secara umum, kebijakan harga dasar akan menimbulkan kehilangan (deadweight loss) bagi seluruh pelaku pasar serta menimbulkan surplus penawaran. Kebijakan harga dasar juga menimbulkan dampak lain di mana besarnya tergantung pada jenis kebijakan harga dasar. Jika kebijakan harga dasar yang diambil adalah jenis yang pertama (legal floors), maka beberapa dampak yang timbul antara lain sebagai berikut: 1) Inefisiensi alokasi penjualan diantara produsen. Dalam pasar yang tidak terdistorsi, alokasi penjualan antar produsen akan dipengaruhi oleh marginal cost masing- masing produsen. Semakin kecil marginal cost suatu produsen, maka tingkat efisiensi yang dimiliki produsen tersebut semakin baik sehingga dapat menjual produk lebih cepat dibandingkan dengan produsen yang memiliki marginal cost yang relatif lebih tinggi. Dengan adanya legal floors, hal tersebut dapat diminimalisir karena seluruh produsen memiliki harga minimum yang sama. Hanya saja inefisiensi alokasi penjualan akan tetap terjadi di antara produsen yang menerima kebijakan floor price dengan yang tidak. 2) Kebijakan harga dasar legal floors menimbulkan sumberdaya yang terbuang (wasted resources). Kasus upah minimum merupakan contoh yang mudah dipahami bahwa pencari kerja akan mengoptimalkan sumberdayanya untuk mendapatkan pekerjaan sesuai dengan upah minimum yang ditetapkan sementara tidak semua perusahaan mampu menyerap seluruh tenaga kerja pada tingkat upah minimum. 3) Legal floors pada dasarnya merupakan bagian dari peningkatan kualitas secara tidak efisien karena regulator (pemerintah) menentukan harga minimum namun tidak menjamin kualitas produk yang dijual. 4) Legal floors akan membuka peluang terciptanya pasar illegal (black market) di mana pemain pasar (misal broker) dapat menjual produk yang dibeli berdasarkan harga minimum dan menjualnya ke pasar umum untuk mendapatkan margin yang tinggi. Sedangkan jika kebijakan yang diambil adalah price support program, maka beberapa dampak tambahan yang ditimbulkan antara lain sebagai berikut: 1) Pemerintah harus membeli kelebihan produksi sehingga jika tidak disertai dengan efisiensi kelembagaan seperti pergudangan, maka dapat mengakibatkan pemborosan (wasted resources). 2) Price support program umumnya menyebabkan kebijakan pemerintah menjadi meluas seperti intervensi tambahan pada sisi produksi. Hal ini akan semakin mendistorsi pasar. 3) Dana yang dibutuhkan relatif besar dan dibebankan pada pajak. Dalam hal ini, pembayar pajak seolah-olah melakukan pembayaran ganda (double tax) yaitu pajak untuk pembelian kelebihan produksi dan harga komoditas yang relatif lebih tinggi dari harga pasar. b. Kebijakan Harga Atap (Price Ceiling) McTaggart et al (2009) menjelaskan bahwa harga atap (price ceiling) merupakan harga yang ditetapkan di bawah titik equilibrium. Tujuan penetapan kebijakan harga atap adalah untuk melindungi konsumen dari kenaikan harga yang berdampak pada penurunan daya beli. Secara umum, kebijakan harga atap akan memberikan disinsentif bagi produsen sehingga berpotensi menimbulkan kelangkaan produk di pasar, dengan asumsi tidak ada impor. Sedangkan beberapa dampak tambahan dari kebijakan harga atap adalah sebagai berikut: 1) Harga atap akan menyebabkan terbuangnya sumberdaya (wasted resources) terutama dari pihak konsumen yang akan mengeluarkan sumberdaya lebih untuk memperoleh barang yang terbatas. 2) Kualitas barang akan menurun karena pada umumnya produsen merasa rugi dengan tingkat harga yang dibatasi di bawah harga pasar. 3) Harga atap akan membuka peluang terciptanya pasar illegal (black market) di mana pemain pasar (misal broker) dapat membeli produk berdasarkan harga minimum dan menjualnya ke pasar umum untuk mendapatkan margin yang tinggi. 4) Harga atap akan menimbulkan inefisiensi alokasi bagi konsumen karena harga yang terbentuk tidak berdasarkan penilaian konsumen (harga pasar) Walaupun harga atap dapat merugikan konsumen, namun secara agregat konsumen akan tetap diuntungkan dari harga yang relatif rendah. B. Kebijakan Perdagangan 1. Pengertian Kebijakan Perdagangan Internasional Perdagangan Internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar perorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Di banyak negara, perdagangan Internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan GDP (Gross Domestic Product). Meskipun perdagangan Internasional telah terjadi selama ribuan tahun, dampaknya terhadap kepentingan ekonomi, sosial, dan politik baru dirasakan beberapa abad belakangan. Kebijakan perdagangan internasional merupakan langkah dan peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah dengan tujuan mengatur struktur, komposisi dan arah perdagangan internasional agar sesuai dengan apa yang dikendalikan oleh pemerintah. 2. Tujuan Kebijakan Perdagangan Internasional Perlu diketahui bahwa setiap tindakan itu mempunyai tujuan, begitu pun dengan kebijakan perdagangan internasional ini. Berikut ini adalah beberapa tujuan mengenai kebijakan perdagangan internasional. a. Autarki Autarki adalah sebuah jalan untuk menghindari dari pengaruh negara lain dalam beberapa hal bukan hanya ekonomi, akan tetapi juga pada bidang politik dan militer. b. Kesejahteraan Kesejahteraan merupakan salah satu kebijakan yang diambil, dengan menciptakan kesejahteraan dan mengadakan perdagangan internasional ini akan memperoleh keuntungan maksimal dari terjadinya spesialisasi suatu produksi dan meningkatnya tingkat konsumsi masyarakat di suatu negara. Dengan adanya kebijakan ekonomi internasional ini kita mampu menghapuskan segala bentuk hambatan perdagangan internasional seperti tarif bus, larangan perdagangan, quota dll. c. Proteksi Proteksi (perlindungan) di mana penerapan kebijakan ekonomi internasional mempunyai tujuan untuk melindungi seluruh industri yang sedang mengalami perkembangan atau sedang tumbuh dan melindungi perusahaan baru serta memberikan perlindungan terhadap produk dalam negeri dari pesaing barang impor. Pada dasarnya untuk perlindungan dalam perdagangan ini yaitu: Kuota, larangan impor, subsidi, dan dumping. d. Keseimbangan Neraca Pembayaran Keseimbangan neraca pembayaran merupakan tujuan dari ditetapkannya kebijakan ekonomi internasional. Karena pada dasarnya kebijakan ekonomi internasional akan berpengaruh terhadap neraca pembayaran . Contoh, ketika pemerintah menerapkan sebagian stabilitas ekonomi internasional pada negara yang kelebihan valuta asing atau devisa maka akan terjadi sesuatu pada neraca pembayaran. Sedangkan apabila pemerintah menerapkan kebijakan ekonomi internasional di negara yang valuta asingnya kurang, maka perubahan baik terhadap proses maupun lalu lintas uang. e. Pembangunan Ekonomi Terjadinya pembangunan ekonomi merupakan salah satu tujuan utama diterapkannya kebijakan ekonomi internasional. Perlu diketahui bahwa ketika suatu negara mengalami pembangunan ekonomi yang baik dan merata, maka ia menunjukkan bahwa kesejahteraan masyarakat terjamin. Untuk mencapai pembangunan dan kesejahteraan makan perlu ditetapkan kebijakan antara lain: 1) Melakukan perlindungan terhadap industri dalam negeri (terkhusus pada industri yang masih dalam masa awal perjalanannya). 2) Menekan jumlah barang impor yang tidak terlalu dibutuhkan. 3) Memperbanyak ekspor. Perdagangan internasional harus dilaksanakan dengan penuh pertimbangan yang matang, karena hal seperti ini akan sangat berpengaruh terhadap kondisi perekonomian nasional. Sebab itulah diperlukan kebijakan-kebijakan tertentu dalam perdagangan internasional. 3. Jenis-Jenis Kebijakan Perdagangan Internasional Secara garis besar terdapat 2 kebijakan, yaitu kebijakan perdagangan bebas dan kebijakan proteksionis berikut penjelasannya: a. Kebijakan Perdagangan Bebas Kebijakan perdagangan bebas adalah kebijakan perdagangan yang mengadakan kebebasan dalam hal perdagangan dan menghilangkan seluruh rintangan yang bisa menghalangi jalannya produk dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Seiring dengan adanya arus globalisasi yang menjadikan antar negara satu dan lainnya semakin terbuka, maka kebijakan-kebijakan perdagangan ini akan berkembang, sehingga ada lagi batasan-batasan negara. b. Kebijakan Perdagangan Proteksionis Kebijakan proteksionis adalah sebuah kebijakan perdagangan yang bertujuan untuk melindungi produk-produk dalam negeri sehingga mampu bersaing dengan produk- produk asing yang beredar di dalam negeri. Kebijakan perdagangan proteksionis ini terbagi menjadi beberapa macam, berikut penjelasannya: 1) Kebijakan Kuota Kebijakan kuota adalah suatu kebijakan yang membatasi jumlah keluar masuknya barang pada suatu negara dan negara lain dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Kebijakan ini mengatur kebijakan impor. Kebijakan impor yaitu membatasi komoditi barang yang akan diimpor dengan tujuan untuk melindungi produk dalam negeri. Sedangkan kebijakan ekspor itu membatasi jumlah barang yang akan diekspor dengan tujuan menjamin ketersediaan dan kebutuhan dalam negeri. 2) Penetapan Tarif atau Bea Masuk Kebijakan penetapan tarif adalah suatu kebijakan yang menentukan bea impor tinggi terhadap barang impor, yang bertujuan ketika barang tersebut masuk dalam negeri akan lebih mahal. Sedangkan barang-barang dalam negeri yang sejenis mampu bersaing dengan kualitas yang sama, namun dengan harga yang lebih jelas. Intinya bahwa kebijakan tarif ini bertujuan untuk melindungi produk dalam negeri. 3) Kebijakan Penentuan Subsidi Subsidi adalah sebuah tunjangan yang diberikan kepada perusahaan-perusahaan yang memproduksi barang untuk keperluan ekspor sehingga harga dari produk perusahaan tersebut mampu bersaing dengan barang luar negeri. Sedangkan kebijakan subsidi merupakan suatu kebijakan yang diterbitkan oleh pemerintah untuk memberikan bantuan terhadap industri dalam negeri yang berbentuk modal seperti mesin, keringanan pajak, tenaga ahli, peralatan, pengembalian pajak, kredit juga subsidi yang dapat menambah konsumsi dalam negeri dan menjual dengan harga yang murah. 4) Premi Premi bisa diartikan sebagai hadiah atau penambahan dana yang berupa uang dan diberikan kepada produsen yang sukses dalam mencapai target produksi yang sudah ditentukan pemerintah dengan kuantitas dan kualitas yang tinggi. Tujuan diadakannya premi ini adalah sebagai pemicu terhadap industri-industri lain agar menghasilkan produk-produk berkualitas negeri sendiri. 5) Larangan Ekspor Larangan ekspor adalah kebijakan yang diterbitkan oleh pemerintah untuk melarang kegiatan ekspor yang tidak dilandasi berdasarkan pertimbangan ekonomi, politik, sosial dan budaya. (Kebijakan model ini hanya dilakukan sewaktu-waktu saja). 6) Larangan Impor Kebijakan impor ini merupakan kebijakan pemerintah yang diambil sebagai pelindung industri kecil yang baru dalam negeri atau bisa juga untuk menghemat devisa. Karena, apabila biaya ekspor lebih rendah dibandingkan biaya impor maka akan memperngaruhi devisa negara. (Contoh, larangan impor pakaian bekas dan obat-obatan yang bisa membahayakan bagi kesehatan). 7) Diskriminasi Harga Diskriminasi harga adalah penetapan harga yang berbeda antar negara atau 2 pasar yang berbeda atau yang sama. Tujuannya adalah untuk mengawasi harga jual dan beli sehingga bisa diketahui elastisitas permintaan dan memaksimalkan keuntungan. Di sisi lain juga bisa menekan negara tertentu agar menurunkan harga. 8) Politik Dumping Kebijakan ini merupakan kebijakan diskriminasi harga secara internasional dengan cara menentukan harga lebih rendah untuk barang luar negeri dan harga lebih murah untuk penjualan dalam negeri, tujuannya adalah untuk memperluas dan menguasai pasar dengan mudah. Dalam hal ini China paling depan.