SABUN
1. Pengertian Sabun
Pengertian Sabun Sabun adalah garam natrium dan kalium dari asam lemak yang
berasal dari minyak nabati atau lemak hewani. Sabun yang digunakan sebagai pembersih
dapat berwujud padat (keras), lunak dan cair. Dewan Standarisasi Nasional menyatakan
bahwa sabun adalah bahan yang digunakan untuk tujuan mencuci dan mengemulsi, terdiri
dari asam lemak dengan rantai karbon C12-C18 dan sodium atau potassium (Shinta, M.
2016)
Suatu molekul sabun mengandung suatu rantai hidrokarbon panjang plus ion.
Bagian hidrokarbon dari molekul itu bersifat hidrofobik dan larut dalam zatzat non polar.
Sedangkan ujung ion bersifat hidrofilik dan larut dalam air. Karena adanya rantai
hidrokarbon, sebuah molekul sabun secara keseluruhan tidaklah benar-benar larut dalam
air. Namun sabun mudah tersuspensi dalam air karena membentuk misel (micelles),
yakni segerombol (50 - 150) molekul yang rantai hidrokarbonnya mengelompok dengan
ujung- ujung ionnya yang menghadap ke air. (Shinta, M. 2016)
Sabun merupakan hasil dari proses saponifikasi. Saponifikasi adalah proses
penyabunan yang mereaksikan suatu lemak atau gliserida dengan basa. Berdasarkan
bentuknya, sabun dibagi menjadi dua jenis, yaitu sabun bentuk padat dan bentuk cair.
Sabun mandi cair memiliki kelebihan apabila dibandingkan dengan sabun mandi bentuk
lainnya, karena mudah digunakan dan disimpan, tidak mudah rusak dan kotor. Semua
jenis sabun menggunakan bahan dasar yang sama, yaitu minyak atau trigliserida.
Pembuatan sabun mandi cair membutuhkan berbagai macam minyak ataupun lemak
sebagai bahan baku utama. Jenis minyak yang digunakan akan mempengaruhi sifat sabun
itu sendiri baik dalam tingkat jumlah busa dan pengaruh terhadap kulit. Bahan baku
minyak pada pembuatan sabun mandi cair yang digunakan pada penelitian ini adalah
minyak kelapa murni (VCO) dan minyak jarak (Castor Oil). Bahan baku tersebut dipilih
karena memiliki beberapa keunggulan untuk dijadikan sabun mandi cair (Asri
Widyasanti,2017)
2. Sifat Sabun
Sifat-sifat sabun dapat dijelaskan sebagai berikut (Shinta, M. 2016) :
1) Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suhu tinggi sehingga akan dihidrolisis
parsial oleh air. Karena itu larutan sabun dalam air bersifat basa.
CH3(CH2)16COONa + H2O → CH3(CH2)16COOH + OH- ... (1)
2) Jika larutan sabun dalam air diaduk, maka akan menghasilkan buih, peristiwa ini
tidak akan terjadi pada air sadah. Dalam hal ini sabun dapat menghasilkan buih
setelah garam-garam Mg atau Ca dalam air mengendap. CH3(CH2)16COONa
+ CaSO4 → Na2SO4 + Ca(CH3(CH2)16COO)2 .. (2)
3) Sabun mempunyai sifat membersihkan. Sifat ini disebabkan proses kimia koloid,
sabun (garam natrium dari asam lemak) digunakan untuk mencuci kotoran yang
bersifat polar maupun nonpolar karena sabun mempunyai gugus polar dan
nonpolar. Molekul sabun mempunyai rantai hidrogen CH3(CH2)16 yang bersifat
hidrofobik (tidak suka air) sedangkan COONa+ bersifat hidrofobik (suka air) dan
larut dalam air. Nonpolar : CH3(CH2)16 (larut dalam minyak, hidrofobik dan
juga memisahkan kotoran nonpolar) Polar : COONa+ (larut dalam air, hidrofobik
dan juga memisahkan kotoran polar)
4) Proses penghilangan kotoran
a. Sabun didalam air menghasilkan busa yang akan menurunkan tegangan
permukaan sehingga kain menjadi bersih dan air meresap lebih cepat ke
permukaan kain.
b. Molekul sabun yang bersifat hidrofobik akan mengelilingi kotoran dan
mengikat molekul kotoran. Proses ini disebut emulsifikasi karena antara
molekul kotoran dan molekul sabun membentuk suatu emulsi.
c. Sedangkan bagian molekul sabun yang bersifat hidrofibik berada didalam air
pada saat pembilasan menarik molekul kotoran keluar dari kain sehingga kain
menjadi bersih.
3. Kegunaan Sabun
Sabun berkemampuan untuk mengemulsi kotoran berminyak sehingga dapat
dibuang dengan pembilasan. Kemampuan ini disebabkan oleh dua sifat sabun (Shinta, M.
2016):
a. Rantai hidrokarbon sebuah molekul sabun bersifat nonpolar sehingga larut dalam
zat non polar, seperti tetesan-tetesan minyak.
b. Ujung anion molekul sabun, yang tertarik dari air, ditolak oleh ujung anion
molekul-molekul sabun yang menyembul dari tetesan minyak lain. Karena tolak
menolak antara tetes sabun-minyak, maka minyak itu tidak dapat saling
bergabung tetapi tersuspensi
B. JAMU
Jamu adalah obat tradisional berbahan alami warisan budaya yang telah diwariskan
secara turun-temurun dari generasi ke generasi untuk kesehatan.Pengertian jamu dalam
Permenkes No. 003/Menkes/Per/I/2010 adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan serian (generik), atau campuran dari bahan
tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan
pengalaman dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat
(Biofarmaka IPB, 2013).
Badan Pengawasan Obat dan Makanan (2004) mengelompokkan obat herbal menjadi
tiga bentuk sediaan yaitu sediaan jamu, sediaan herbal terstandar dan sediaan fitofarmaka.
Persyaratan ketiga sediaan berbeda yaitu untuk jamu pemakaiannya secara empirik
berdasarkan pengalaman, sediaan herbal tersandar bahan bakunya harus distandarisasi dan
sudah diuji farmakologi secara eksperimen, sedangkan sediaan fitofarmaka sama dengan obat
modern, bahkan harus distandarisasi dan harus melalui uji klinik (Badan POM, 2004).
C. Skiring Fitokimia
Fitokimia merupakan ilmu pengetahuan yang menguraikan aspek kimia suatu tanaman.
Kajian fitokimia meliputi uraian yang mencangkup aneka ragam senyawa organik yang
dibentuk dan disimpan oleh organisme, yaitu struktur kimianya, biosintesisnya, perubahan
serta metabolismenya, penyebarannya secara alamiah dan fungsi biologisnya, isolasi dan
perbandingan komposisi senyawa kimia dari bermacam-macam jenis tanaman (Harborne,
1987; Sirait, 2007). Analisis fitokimia dilakukan untuk menentukan ciri komponen bioaktif
suatu ekstrak kasar yang mempunyai efek racun atau efek farmakologis lain yang bermanfaat
bila diujikan dengan sistem biologi atau bioassay (Ishak, 2018).
Pendekatan fitokimia meliputi analisis kualitatif kandungan kimia dalam tumbuhan atau
bagian tumbuhan (akar, batang, daun, bunga, buah dll). Terutama kandungan metabolit
sekunder yang bioaktif yaitu alkaloida, antrakuinon, flavonoida, glikosida jnatung, saponin
(steroid dan hiterpenoid), tannin (polifenolat), minyak atsiri (terpenoid) iridoid dan
sebagainya. Dengan tujuan pendekatan skring fitokimia dalam untuk mensurvei tumbuhan
untuk mendapatkan kandungan bioaktif atau kandungan yang berguna untuk pengobatan
(Susilowati, Tri, 2015).
Adapun metode yang digunakan atau dipilih untuk melakukan skrining fitokimia harus
memenuhi beberapa persyaratan antara lain :
1. Sederhana
2. Cepat
3. Dapat dilakukan dengan peralatan minimal
4. Selektif terhadap golongan senyawa yang dipelajari
5. Bersifat semi kuantitatif yaitu memiliki batas kepekaan untuk senyawa yang dipelajari.
6. Dapat memberikan keterangan tambahan ada/tidaknya senyawa dari golongan yang
dipelajari.
Pemanfaatan prosedur fitokimia telah mempunyai peranan yang mapan dalam semua
cabang ilmu tumbuhan. Meskipun cara ini penting dalam semua telaah kimia dan biokimia juga
telah dimanfaatkan dalam kajian biologis.
Beberapa komponen kimia yang terdapat pada tanaman yang berkhasiat sebagai obat
diantaranya:
1. Alkaloid
Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang terbanyak ditemukan di alam.
Alkaloid mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan sebagai bagian
dari sistem seklik. Alkaloid umumnya tidak berwarna, seringkali bersifat optis aktif, dan
umumnya berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang berupa cairan pada suhu kamar,
misalnya nikotin (Harborne, 2006). Alkaloid dalam bentuk garam mudah larut dalam air.
Sedangkan dalam bentuk bebas atau basanya mudah larut dalam pelarut organik. Karena
sifatnya yang mudah membentuk garam dengan asam klorida atau asam sulfat maka alkaloid
dapat ditarik menggunakan pelarut asam klorida encer atau asam sulfat encer. Kemudian
dibasakan dengan natrium hidroksida atau kalsium laktat (Sirait, 2007).
Gambar 1. Struktur Alkaloid
2. Flavonoid
Flavonoid merupakan kelompok fenol dengan sebuah cincin aromatik dan satu atau
lebih gugus hidroksil yang tersebar di alam. Senyawa fenol cenderung larut dalam air karena
paling sering dijumpai bergabung dengan gula (glikosida) dan biasanya terdapat dalam rongga
sel. Kurang lebih dua ribu jenis golongan flavonoid tersebar di alam (Goldberg, 1996).
Flavonoid merupakan kelompok molekul organik yang tersebar di hampir seluruh bagian
tanaman. Hampir semua bagian tanaman yaitu daun, akar, kayu, tepung sari, nektar, bunga,
buah dan biji dapat mengandung flav9onoid (Markham, 1988). Penyebaran jenis flavonoid
terbesar terdapat pada angiospermae (tumbuhan berbiji tertutup). Flavonoid mempunyai
potensi sebagai antioksidan (Nurung, 2016).
Flavonoid merupakan senyawa polifenol sehingga bersifat kimia senyawa fenol yaitu
agak asam dan dapat larut dalam basa, dan karena merupakan senyawa polihidroksi (gugus
hidroksil) maka juga bersifat polar sehingga dapat larut dalan pelarut polar seperti metanol,
etanol, aseton, air, butanol, dimetil sulfoksida, dimetil formamida. Disamping itu dengan
adanya gugus glikosida yang terikat pada gugus flavonoid sehingga cenderung menyebabkan
flavonoid mudah larut dalam air. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu,
biru, dan sebagai zat berwarna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-
tumbuhan.Perkembangan pengetahuan menunjukkan bahwa flavonoid termasuk salah satu
kelompok senyawa aromatik yang termasuk polifenol dan mengandung antioksidan (Nurung,
2016).
Flavonoid juga memiliki beberapa sifat seperti hepatoprotektif, antitrombotik,
antiinflamasi, dan antivirus. Sifat antiradikal flavonoid terutama terhadap radikal hidroksil,
anionsuperoksida, radikal peroksil, dan alkoksil. Senyawa flavonoid ini memiliki afinitas
yang sangat kuat terhadap ion Fe (Fe diketahui dapat mengkatalisis beberapa proses yang
menyebabkan terbentuknya radikal bebas). Aktivitas antiperoksidatif flavonoid ditunjukkan
melalui potensinya sebagai pengkelat (Nurung, 2016).
Gambar 2. Struktur Flavonoid
Flavonoid merupakan golongan fenol terbesar yang senyawa yang terdiri dari C6-C3-C6
dan sering ditemukan diberbagai macam tumbuhan dalam bentuk glikosida atau gugusan gula
bersenyawa pada satu atau lebih grup hidroksil fenolik. Flavonoid merupakan golongan
metabolit sekunder yang disintesis dari asam piruvat melalui metabolisme asam amino.
Flavonoid adalah senyawa fenol, sehingga warnanya berubah bila ditambah basa atau
amoniak. Terdapat sekitar 10 jenis flavonoid yaitu antosianin, proantosianidin, flavonol,
flavon, glikoflavon, biflavonil, khalkon, auron, flavanon, dan isoflavon.Pemeriksaan golongan
flavonoid dapat dilakukan dengan uji warna yaitu fitokimia untuk menentukan keberadaan
senyawa golongan flavonoid dan uji adanya senyawa polifenol (Setyowati, Ariani, Ashadi,
Putri, & Mulyani, 2014). Uji keberadaan senyawa flavonoid dari dalam sampel digunakan uji
Wilstatter, uji Bate-Smith, dan uji dengan NaOH 10%. Sedangkan uji adanya senyawa
polifenol dilakukan dengan larutan penambahan FeCl3 adapun uji tersebut secara lengkap
sebagai berikut. Berikut penjelasan beberapa cara yang biasa ditempuh dalam skrining
fitokimia. Pemeriksaan golongan flavonoid dapat dilakukan dengan uji warna yaitu fitokimia
untuk menentukan keberadaan senyawa golongan flavonoid dan uji adanya senyawa
polifenol. Uji keberadaan senyawa flavonoid dari dalam sampel digunakan uji Wilstatter, uji
Bate-Smith, dan uji dengan NaOH 10%. Sedangkan uji adanya senyawa polifenol dilakukan
dengan larutan penambahan FeCl3 adapun uji tersebut secara lengkap sebagai berikut
(Khotimah, 2016) :
a. Uji Wilstatter
Isolat ditambahakan 2-4 tetes HCl pekat dan 2-3 potong kecil logam Mg. Perubahan
warna terjadi diamati dari kuning tua menjadi orange
b. Uji Bate-Smith
Isolat ditambahkan HCl pekat lalu dipanaskan dengan waktu 15 menit di atas penangas
air. Reaksi positif jika memberikan warna merah
c. Uji dengan NaOH 10%
Isolat ditambahkan pereaksi NaOH 10% dan reaksi positif apabila terjadi perubahan
warna yang spesifik
d. Uji Golongan Polifenol
Isolat ditambahkan larutan FeCl3 10% dalam akuades. Reaksi positif jika memberikan
warna hijau, merah, ungu, biru, atau hitam yang kuat
3. Tanin
Tanin adalah kelas utama dari metabolit sekunder yang tersebar luas pada tanaman.
Tanin merupakan polifenol (dengan rasa pahit atau sepat) yang larut dalam air dengan berat
molekul biasanya berkisar 1000-3000. Tanin merupakan zat organik yang sangat kompleks
dan terdiri dari senyawa fenolik. Tanin terdiri dari sekelompok zat-zat kompleks yang
terdapat secara meluas dalam dunia tumbuh-tumbuhan, antara lain terdapat pada bagian kulit
kayu, batang, daun dan buah-buahan (Ishak, 2018).
4. Saponin
Saponin berasal dari bahasa latin sapo yang berarti sabun karena sifatnya menyerupai
sabun. Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat, menimbulkan busa jika dikocok
dengan air. Saponin berpotensi sebagai antimikrobia. Dua jenis saponin yang dikenal yaitu
glikosida triterpenoid alkohol dan glikosida struktur steroid. Aglikonnya disebut sapogenin
yang diperoleh dengan hidrolisis dalam asam atau menggunakan enzim. Berdasarkan struktur
aglikonnya atau sapogenin, saponin dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu tipe steroid dan
triterpenoid. Kedua senyawa tersebut memiliki hubungan glikosidik pada atom C-3 dan
memiliki asal usul biogenetika yang sama lewat asam mevalonat dan satuan – satuan
isoprenoid (Deskripsi, Taksonomi, Wangi, & Lanka, 2009). Saponin larut dalam air
membentuk buih seperti buih sabun, hal ini disebabkan karena saponin mempunyai
amphiphilik. Ikatan glikosida pada saponin cukup stabil, tetapi dapat putus secara kimia oleh
asam kuat dalam air.
Identifikasi saponin dapat dilakukan dengan mengocok ekstrak bersama air hangar di
dalam tabung reaksi dan akan timbul busa yang dapat bertahan lama, setelah penambahan
HCl 2 N busa tidak hilang (Susanti, 2012).
Steroid adalah molekul kompleks yang larut di dalam lemak dengan 4 cincin yang
saling bergabung. Steroid yang paling banyak adalah sterol yang merupakan steroid alkohol.
Kolesterol merupakan sterol utama pada jaringan hewan. Kolesterol dan senyawa turunan
esternya, dengan lemaknya yang berantai panjang adalah komponen penting dari plasma
lipoprotein dan dari membran sel sebelah luar. Membran sel tumbuhan mengandung jenis
sterol lain terutama stigmasterol yang berbeda dari kolesterol hanya dalam ikatan ganda di
antara karbon 22 dan 23 (Putranti, 2013).
Steroid memiliki kerangka dasar berupa cincin siklopentana perhidrofenantren, biasanya
senyawa ini terdapat dalam bentuk bebas dan sebagai glikosida sederhana. Steroid banyak
terdapat dalam tumbuhan tingkat tinggi maupun tumbuhan tingkat rendah. Cara untuk
mendeteksi senyawa ini yaitu dengan menggunakan pereaksi Lieberman-Burchard yang
disemprotkan asam sulfat pekat, anhidrida asetat dan kloroform (Utami, 2016).
6. Kuinon
Kuinon adalah senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar seperti kromofor
dasar pada benzokuinon, yang terdiri dari 2 gugus karbonil yang berkonjugasi dengan 2 ikatan
rangkap. Kuinon untuk tujuan identifikasi dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu benzokuinon
(kuinon dengan kromofor yang terdiri dari 2 gugus karbonil yang berkonjugasi dengan 2
ikatan rangkap karbon-karbon), naftokuinon, antrakuinon dan kuinon isoprenoid. Tiga
kelompok pertama biasanya terhidroksilasi dan bersifat senyawa fenol serta mungkin secara
in vivo terdapat dalam bentuk gabungan dengan gula sebagai glikosida atau dalam bentuk
kuinon tanpa warna dan terkadang juga dalam bentuk dimer. Dengan demikian diperlukan
hidrolisis asam untuk melepaskan kuinon bebasnya. Senyawa kuinon yang terdapat sebagai
glikosida mungkin larut sedikit dalam air, tetapi umumnya kuinon lebih mudah larut dalam
lemak dan akan terdeteksi dari tumbuhan bersama-sama dengan karotenoid dan klorofil
(Putranti, 2013).
7. Polifenol
Fenolik merupakan senyawa kimia yang memilik cincin aromatik berikatan dengan
kelompok hidroksil (-OH). Senyawa fenolik tersebut dapat meredam reaksi berantai radikal
bebas yang terjadi di dalam tubuh (Ishak, 2018). Fenol adalah senyawa yang berasal dari
tumbuhan yang mengandung cincin aromatik dengan satu atau 2 gugus hidroksil. Fenol
cenderung mudah larut dalam air karena berikatan dengan gula sebagai glikosida atau terdapat
dalam vakuola sel (Harborne, 1987). Senyawa fenol biasanya terdapat dalam berbagai jenis
sayuran, buah-buahan dan tanaman. Senyawa fenol diproduksi oleh tanaman melalui jalur
sikimat dan metabolisme fenil propanoid. Beberapa senyawa fenol telah diketahui fungsinya.
Misalnya lignin sebagai pembentuk dinding sel dan antosianin sebagai pigmen. Namun
beberapa lainnya hanya sebatas dugaan sementara. Senyawa fenol diduga mempunyai
aktivitas antioksidan, antitumor, antiviral, dan antibiotik. Semua senyawa fenol merupakan
senyawa aromatik sehingga semua menunjukkan serapan kuat terhadap spektrum UV. Fenol
dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu fenol sederhana dan polifenol. Contoh fenol
sederhana : orsinol, 4-metilresolsinol, 2- metilresolsinol, resolsinol, katekol, hidrokuinon,
pirogalol dan floroglusinol. Contoh polifenol adalah lignin, melanin dan tanin (Putranti,
2013).
Gambar 9. Struktur Fenol
Fenol atau asam karbolat atau benzenol adalah zat kristal tak berwarna yang memiliki
bau khas. Rumus kimianya adalah C6H5OH dan strukturnya memiliki gugus hidroksil (-
OH) yang berikatan dengan cincin fenil. Kata fenol juga merujuk pada beberapa zat yang
memiliki cincin aromatik yang berikatan dengan gugus hidroksil. Fenol memiliki kelarutan
terbatas dalam air, yakni 8,3 gram/100 ml. Fenol memiliki sifat yang cenderung asam,
artinya dapat melepaskan ion H+ dari gugus hidroksilnya. Pengeluaran ion tersebut
menjadikan anion fenoksida C6H5O− yang dapat dilarutkan dalam air.
Fenol merupakan salah satu komponen kimia tumbuhan yang memiliki manfaat sangat
besar bagi tumbuhan maupun bagi manusia. Senyawa fenol memiliki ciri cincin aromatik
dan adanya satu atau dua penyulih hidroksil. Senyawa fenol lebih cenderung larut dalam air,
karena senyawa ini biasanya berikatan dengan gula. Senyawa fenol mencakup beberapa
golongan senyawa bahan alam. Mulai dari flavanoid, phenil propanoid, kuinon phenolik,
lignin, melanin, dan tanin merupakan golongan senyawa fenol.
Dibandingkan dengan alkohol alifatik lainnya, fenol bersifat lebih asam. Hal ini
dibuktikan dengan mereaksikan fenol dengan NaOH, di mana fenol dapat melepaskan H+.
Pada keadaan yang sama, alkohol alifatik lainnya tidak dapat bereaksi seperti itu. Pelepasan
ini diakibatkan pelengkapan orbital antara satu-satunya pasangan oksigen dan sistem
aromatik, yang mendelokalisasi beban negatif melalui cincin tersebut dan menstabilkan
anionnya.
Fenol didapatkan melalui oksidasi sebagian pada benzena atau asam benzoat dengan
proses Raschig. Fenol juga dapat diperoleh sebagai hasil dari oksidasi batu bara. Fenol
merupakan komponen utama pada antiseptik dagang, triklorofenol atau dikenal sebagai TCP
(trichlorophenol). Fenol juga merupakan bagian komposisi beberapa anestitika oral,
misalnya semprotan kloraseptik. Fenol berfungsi dalam pembuatan obat-obatan (bagian dari
produksi aspirin, pembasmi rumput liar, dan lainnya). Fenol yang terkonsentrasi dapat
mengakibatkan pembakaran kimiawi pada kulit yang terbuka. Rumus bangun fenol dapat
dilihat pada gambar 1 di bawah ini:
Fenol merupakan komponen utama pada anstiseptik dagang, triklorofenol atau dikenal
sebagai TCP (trichlorophenol). Fenol juga merupakan bagian komposisi beberapa anestitika
oral, misalnya semprotan kloraseptik. Fenol berfungsi dalam pembuatan obat-obatan (bagian
dari produksi aspirin) pembasmi rumput liar, dan lainnya. Fenol yang terkonsentrasi dapat
mengakibatkan pembakaran kimiawi pada kulit yang terbuka.
F. Spektrofotometri UV-VIS
Khotimah, K. (2016). Skrining fitokimia dan identifikasi metabolit sekunder senyawa karpain
pada ekstrak metanol daun Carica pubescens Lense & K. Koch DENGAN LC/MS (Liquid
Chromatograph-tandem Mass Spectrometry).
Utami, R. N. (2016). UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK KULIT PISANG RAJA (Musa paradisiaca
var. Raja) TERHADAP PENURUNAN KADAR GULA DARAH MENCIT JANTAN
(Mus musculuss).
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). (2004). Peraturan Teknis Penggunaan Bahan
Tambahan Pangan Pemanis Buatan dalam Produk Pangan. Jakarta: Deputi Bidang
Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
Biofarmaka IPB. (2013). Quality of Herbal Medicine Plants and Traditional Medicine. Diakses
dari http://biofarmaka.ipb.ac.id/brc-news/brcarticle/587-Quality-of-herbal-medicine-plants-
and-traditional-medicine2013