Anda di halaman 1dari 21

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

FORMULASI DAN UJI MUTU FISIK SABUN CUCI PIRING EKSTRAK


DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava L.)

MUKHAMMAT RISKI ALAMSYAH TIARNO


NIM. 21013032

DEPARTEMEN BIOLOGI FARMASI


AKADEMI MITRA SEHAT MANDIRI SIDOARJO
SIDOARJO
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


(kurang menjorok kedalam) Kebersihan merupakan hal yang penting dalam kehidupan
sehari-hari. Salah satu penunjang kebersihan adalah sabun. Penggunaan sabun sudah tidak
asing lagi dalam kehidupan sehari-hari. Terdapat beberapa macam sabun dengan fungsi
yang berbeda-beda salah satunya adalah sabun cuci piring yang digunakan untuk
membersihkan segala perabotan rumah tangga agar bebas dari bakteri. (referesni??)
Spasi dinaikkan
Sabun cuci piring merupakan pembersih sisa makanan atau kotoran yamg umunya terbuat
dari asam lemak nabati/hewani dan bahan kimia. Dari bahan dasar tersebut terdapat
kendala pada sabun cuci piring ini sering terjadi dematitis kontak iritan. Dalam mengatasi
hal tersebut perlu adanya sabun cuci piring yang berbahan herbal/alami yang dapat
melembabkan kulit, lembut, dan halus. Namun saat ini jarang terdapat pengolahan sabun
cuci piring yang memanfaatkan kekayaan alam Indonesia. (referesni??)
Efek tidak menggunakan sabun cuci piring, bakteri yg ada sisa kotoran cuci piring itu apa
saja? Dampak terhadap kesehatan?
Spasi dinaikkan
Negara Indonesia merupakan salah satu Negara di Asia dengan sumber daya alam yang
melimpah. Berbagai kekayaan sumber daya alamnya dapat dengan mudah ditemukan di
lingkungan sekitar, contoh salah satu tanaman yang berkhasiat obat yang dikenal dan
digunakan oleh masyarakat adalah tanaman daun jambu biji (Psidium guajava L.). Yang
dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar sabun cuci piring agar dapat membantu
membersihkan dari kotoran yang ada diperabotan rumah tangga. (referesni??)
Spasi dinaikkan
Jambu biji (Psidium guajava L) adalah salah satu tumbuhan yang sudah lama bermanfaat
bagi masyarakat, tetapi pemanfaatan daunnya hanya sebagian kecil saja yaitu sebagai obat
radang usus, disentri, anti diare, dan gangguan pencernaan karena mempunyai zat tanin
sebagai astringen dan anti mikroba (apriana, 2015). Daun jambu biji (Psidium guajava L.)
merupakan tanaman yang sering digunakan penelitian. Daun jambu biji mempunyai
manfaat sebagai anti mutagenik, anti inflamasi, dan triterpenoid. Pada daun jambu biji
terdapat senyawa flavonid yang memiliki aktivitas antibakteriyang dapat mereduksi radikal
bebas. (Zuhra, dkk, 2008).  cek buku
Penelitian ttg jambu sbg antibakteri dan konsentrasinya diletakkan disini kandungan
jambu biji,
Berdasarkan latar belakang tersebut dilakukannya penelitian yang bertujuan untuk
membuktikan bahwa ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava L.) dapat digunakan untuk
formulasi sabun cuci piring. Pada proses pembuatan sabun cuci piring berbahan dasar
ekstrak daun jambu biji ini akan digunakan tiga konsentrasi, yaitu 5%, 15%, dan 25%. Dari
tiga konsentrasi tersebut, akan dibandingkan bagaimana uji mutu fisik sabun yang
dihasilkan dengan ketiga konsentrasi tersebut. Penulis menuangkan ide gagasan tersebut
dalam karya tulis ilmiah yang berjudul “Formulasi dan Uji Mutu Fisik Sediaan Sabun Cuci
Piring Berbahan Dasar Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.)  sesuaikan judul

1.2 Rumusan Masalah


Bedasarkan penelitihan yang akan dilakukan, maka dapat disimpulkan rumusan masalah
dari masalah ini adalah:
1. Apakah formulasi sabun cuci piring ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava L.)
memenuhi uji mutu fisik sediaan sabun cuci piring?
2. Apakah ada pengaruh kosentrasi ekstrak daun jambu biji terhadap uji mutu fisik
sediaan sabun cuci piring ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava L.)

1.3 Tujuan Penelitian


Bedasarkan Rumusan masalah tersebut maka dapat disimpulkan tujuan dari rumusan
masalah tersebut adalah:
1. Mengetahui formulasi sabun cuci piring ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava
L.) memenuhi uji mutu fisik sediaan sabun cuci piring.
2. Mengetahui pengaruh kosentrasi ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava L.)
terhadap uji mutu fisik sediaan sabun cuci piring ekstrak daun jambu biji (Psidium
guajava L.)
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Masyarakat
Salah satu referensi untuk penelitian pembuuatan sabun cuci piring dari
eksrak daun jambu biji
1.4.2 Bagi Industri
Memicu penelitian lain yang lebih inovatif dalam memproduksi sabun
cuci piring
1.4.3 Bagi Peneliti
Menambah ilmu dan wawasan serta dapat membuka peluang usaha baru
dalam memproduksi sabun cuci piring dari ekstrak simplisia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sabun
2.1.1 Pengertian Sabun
Sabun berdasarkan Zulkifli dan Estiasih (2014) merupakan bahan yang digunakan
untuk mencuci dan mengemulsi, terdiri dari dua komponen utama yaitu asam
lemak rantai karbon C16 dan sodium atau potassium. Sementara itu, sabun
menurut Sari, dkk (2010) merupakan satu macam surface active agent (surfaktan)
atau senyawa yang menurunkan tegangan permukaan air. Hal ini menyebabkan
larutan sabun dapat memasuki serat dan menghilangkan kotoran serta minyak.
Proses pembuatan sabun terdiri dari dua cara yaitu proses saponifikasi dan proses
netralisasi minyak. Proses saponifikasi terjadi akibat reaksi antara trigliserida
dengan alkali dan akan menghasilkan produk sampingan yaitu gliserol dan proses
netralisasi minyak terjadi akibat reaksi asam lemak bebas dengan alkali dan tidak
akan menghasilkan gliserol. Sabun asam lemak sangat baik menghilangkan
kotoran (tanah) dan sangat baik mensuspensi minyak pada proses pencucian
(Zulkifli dan Estiasih, 2014).
2.1.2 Prinsip Kerja Sabun
Sabun dapat mencuci kotoran dan minyak dari permukaan serat karena struktur
kimianya, yaitu bagian dari rantai (ionnya) yang bersifat hidrofil dan rantai
karbonnya bersifat hidrofobik. Mekanismenya yaitu rantai hidrokarbon larut
dalam partikel minyak yang tidak larut dalam air. Kemudian ionnya akan
terdispersi atau teremulsi dalam air sehingga dapat dicuci. Muatan negatif dan ion
sabun juga menyebabkan tetes minyak sabun untuk menolak satu sama lain
sehingga minyak yang teremulsi tidak dapat mengendap (Sari dkk, 2010).
2.1.3 Syarat Mutu Sabun
Alkali bebas menurut Zulkifli dan Estiasih (2014) adalah alkali dalam sabun yang
tidak terikat senyawa sebagai senyawa sabun. Kadar alkali dalam sabun mandi
tidak boleh melebihi 0,10% untuk sabun natrium dan 0,14% untuk KOH. Hal
tersebut dikarenakan alkali bersifat keras dan dapat menyebabkan iritasi pada
kulit. Kelebihan alkali bebas pada sabun dapat disebabkan karena konsentrasi
alkali yang pekat atau berlebih pada proses penyabunan. Biasanya, sabun dengan
kadar alkali yang lebih besar digolongkan ke dalam sabun cuci.
Asam lemak bebas adalah asam lemak dalam keadaan bebas dan tidak berikatan
lagi dengan gliserol, terbentuk akibat terjadinya reaksi hidrolisis terhadap minyak
yang mengalami ketengikan. Asam lemak bebas dalam minyak tidak dikehendaki
akibat degradasi asam lemak bebas dapat menghasilkan rasa dan bau yang tidak
disukai.
2.2 Sabun Cuci Piring
2.2.1 Pengertian Sabun Cuci Piring
Sabun cair pencuci piring ialah sabun untuk mencuci barang-barang
perkakas alat rumah tangga yang dibuat dengan menggunakan proses
saponifikasi menggunakan penambahan zat lain. Kehadiran sabun cuci
piring ini sebanrnya memberikan nilai lebih dibandingkan sabun krim
lainnya, karena sabun cuci piring ini sangat mudah larut dalam air, lembut
ditangan, memberikan aroma segar dan ramah terhadap lingkungan. Sabun
cuci piring ini juga sangat higineis karena kemasannya pun yang tertutup
rapat (Dewi et al., 2020).
2.2.2 Formulasi sabun cuci piring
Sabun cuci piring pada umumnya menggunakan formulasi sebagai berikut:
1. Sodium Lauryl Sulfate
Sodium lauryl Sulfat berbentuk serbuk putih, berbusa lembut, banyak
dan tebal, merupakan surfaktan yang larut dalam air, berkinerja dengan
baik dan kuat dalam membersihkan kotoran maupun minyak,
menghasilkan sediaan dengan warna yang baik. Sodium lauryl Sulfat
merupakan tipe surfaktan anionic (Paye, 2006; 13)
2. Sodium sulfat

3. Fragrance oil

4. Pewarna

5. Aquabidest
Aquabidest berbentuk cairan jernih; tidak bewarna; tidak berbau;dan
tidak mempunyai rasa. Aquabidest biasa digunakan sebagai zat
tambahan, pelarut.
6. Alkohol 96%
Alkohol, etanol merupakan cairan tidak bewarna; jernih; mudah
menguap dan mudah bergerak; bau khas; rasa panas; mudah terbakar;
dengan memberikan nyala biru yang tidak berasap. Kelarutannya sangat
mudah larut dalam air; dalam kloroform P, dan dalam eter P.
7.

2.3 Daun Jambu Biji


2.3.1 Pengertian Jambu Biji
Jambu biji termasuk ke dalam Family Myrtaceae, berasal dari Amerika tropis,
tumbuh pada tanah yang gembur maupun liat, pada tempat terbuka dan
mengandung air cukup banyak. Pohon jambu ini banyak ditanam sebagai pohon
buah-buahan. Namun, sering tumbuh liar dan dapat ditemukan pada ketinggian 1-
1.200 mdpl (Agustina 2018)
Tanaman Jambu biji merupakan salah satu tanaman yang sudah banyak
dimanfaatkan dalam pengobatan tradisional. Buah mengandung asam amino
(triptofan, lisin), pektin, kalsium, fosfor, besi, mangan, magnesium, belerang dan
vitamin (A, B1 dan C). Saat menjelang matang, kandungan vitamin C dapat
mencapai 3-6 kali lipat lebih tinggi dari jeruk. Psidium guajava juga kaya dengan
serat yang larut dalam air, terutama dibagian kulitnya sehingga dapat
mengganggu penyerapan glukosa dan lemak yang berasal dari makanan da
membuangnya ke luar tubuh. Buah Psidium guajava mengandung banyak vitamin
dan serat, sehingga sangat cocok dikonsumsi untuk menjaga kesehatan (Cahyani
2017).

2.3.2 Taksonomi Daun Jambu Biji


Kingdom :Plantarum
Subdivisi :Angiosperm
Kelas :Eudicots
Subkelas :Rosids
Ordo :Myrtales
Famili :Myrtaceae
Genus :Psidium
Spesies :Psidium guajava L.
2.3.3 Morfologi Daun Jambu Biji
a. Batang
Tanaman jambu biji memiliki batang muda berbentuk segiempat,
sedangkan batang tua berkayu keras berbentuk gilig dengan warna
coklat. Permukaan batang licin dengan lapisan kulit yang tipis dari
mudah terkelupas. Bila kulitnya dikelupas akan terlihat bagian
dalam daun batang yang berwarna hijau. Arah tumbuhnya batang
tegak lurus dengan percabangan simpodial (Fadhilah, 2018).

Gambar 2.2 Batang Jambu Biji (Psidium guajava L)


(Sumber: Dinas Lingkungan Hidup - Kab. Probolinggo)
b. Bunga
Bunga jambu biji memiliki tipe benang sari polyandrus yang
artinya benang sari saling bebas tidak berlekatan. Benang sari
berwarna putih dengan kepala sari yang berwarna krem. Putik
berwarna putih kehijauan dengan bentuk kepala putik yang
bercuping (Fadhilah, 2018).
Gambar 2.3 Bunga Jambu Biji (Psidium guajava L)
(Sumber: Himaba FKT UGM)
c. Buah
Buah jambu biji memiliki tipe buah tunggal dan termasuk buah
berry, yaitu buah yang daging buahnya dapat dimakan. Buah
jambu biji memiliki kulit buah yang tipis dan permukaannya halus
sampai kasar. Bentuk buah pada varietas Sukun Merah, Kristal,
dan Australia adalah bulat. Bentuk buah dapat digunakan sebagai
pembeda antar varietas. Menurut Cahyono (2010), buah jambu biji
memiliki variasi baik dalam bentuk buah, ukuran buah, warna
daging buah maupun rasanya, bergantung pada varietasnya. Buah
jambu biji memiliki warna daging buah yang bervariasi (Fadhilah,
2018).

Gambar 2.4 Buah Jambu Biji (Psidium guajava L)


(Sumber: Himaba FKT UGM)

d. Daun
Daun pada tanaman jambu biji memiliki struktur daun tunggal dan
mengeluarkan aroma yang khas jika diremas. Kedudukan daunnya
bersilangan dengan letak daun berhadapan dan pertulangan daun
menyirip. Terdapat beberapa bentuk daun pada tanaman jambu
biji, yaitu bentuk daun lonjong, jorong, dan bundar telur terbalik.
Bentuk daun yang paling dominan adalah bentuk daun lonjong.
Perbedaan pada bentuk daun dapat dipengaruhi oleh faktor genetik
dan faktor lingkungan (Fadhilah, 2018).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Indriani tahun 2006
bahwa daun jambu biji mengandung golongan senyawa seperti
alkaloid, saponin, tanin, flavonoid, polifenol, dan daun jambu biji
mempunyai khasiat sebagai antiinflamasi, antimikroba, dan
analgesik (Azwariah, 2017).

Gambar 2.5 Daun Jambu Biji


(Sumber: Kesehatan.Kontan.co.id)

Tanaman  alkaloid, saponin, tanin, flavonoid, polifenol, protein, lemak, zat ballas, klorofil  Ekstraksi = panas/dingin
Ekstrak (byk golongan)  Kumpulan senyawa alkaloid, saponin, tanin, flavonoid, polifenol  Fraksi  Fraksinasi
Fraksi (1 golongan)  flavonoid itu terdiri dari flavon, flavanon, isoflavon, quercetin  isolat  isolasi
Isolat (1 jenis)  quercetin/flavon

Ekstraksi = Prinsip kerja


Dingin maserasi : merendam terus menurus, lar penyari msk kdlm simplisi mendorong sel smp tjd
keseinbangan didalam dn diluar sel  perubahan warna
perkolasi : dialiri  sampai tetes terakhir berwarna jernih  ini membutuhkan penyari yg sgt banyak
Larutan penyari  Like dissolve like  polar akan larut dengan yg polar, non polar = non polar
Flavonoid – polar/non polar = polar  larut air H2O, non polar  larut lemak. Flavonoid  semipolar  adanya
rantai C dan OH. Non polar adl senyawa yg semuanya C atau sdkt OH

Larutan penyari menggunakan etanol krn etanol semi polar CHOH


Etanol 70%  etanol 70 aquadest H2O 30 (menarik senyawa semipolar menuju polar)
Etanol 96%  mudah menguap, absorbsi baik, kapang khamir sulit tumbuh dan mendapat eksttak lental lebih cepat
(senyawa semi polar menuju non polar)

KANDUNGAN KIMIA ??? BESERTA STRUJTUR KIMIA


2.4 Ekstraksi
2.4.1 Pengertian Ekstraksi
Ekstraksi yaitu penyarian komponen kimia atau zat aktif dari bagian tanaman
obat, termasuk biota laut. Komponen kimia yang terdapat pada tanaman, hewan,
pada umumnya mengandung senyawa – senyawa yang mudah larut dalam pelarut
organik. Proses ini atas lapisan atas massa komponen padat yang ada dalam
simplisia ke dalam pelarut organik (Zaifuddin, 2012).
Proses ekstraksi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia pada suhu
kamar menggunakan pelarut yang sesuai. Cairan penyari akan menembus dinding
sel dan masuk kedalam rongga sel yang mengandung zat aktif akan larut, dan
karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif didalam sel dengan
yang diluar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut
berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan luar sel dan
didalam sel (Ditjen POM, 1986).

2.4.2 Metode Ekstraksi


Jenis – jenis metode ekstraksi yang dapat digunakan adalah sebagai berikut.
1. Maserasi
Maserasi merupakan metode sederhana yang paling banyak digunakan. Cara
ini sesuai, baik untuk skala kecil maupun skala industri (Agoes, 2007).
Metode ini dilakukan dengan memasukkan serbuk tanaman dan pelarut yang
sesuai kedalam wadah inert yang tertutup rapat pada suhu kamar. Proses
ekstraksi dihentikan ketika tercapai kesetimbangan antara konsentrasi
senyawa dalam pelarut dengan konsentrasi dalam sel tanaman. Setelah proses
ekstraksi, pelarut dipisahkan dari sampel dengan penyaringan. Kerugian
utama dari sampel penyaringan dari metode meserasi ini adalah memakan
banyak waktu, pelarut yang digunakan cukup banyak, dan besar
kemumgkinan beberapa senyawa mungkin saja sulit diekstraksi pada suhu
kamar. Namun di sisi lain, metode maserasi dapat dihindari rusaknya
senyawa-senyawa yang bersifat termolabil.

2. Perkolasi
Pada metode perkolasi, serbuk sampel dibasahi secara perlahan dalam sebuah
perkolator (wadah silinder yang dilengkapi dengan kran pada bagian
bawahnya). Pelarut dtambahkan pada bagian atas serbuk sampel dan
dibiarkan menetes perlahan pada bagian bawah. Kelebihan dari metode ini
adalah sampel senantiasa dialiri oleh pelarut baru. Sedangkan kerugiannya
adalah jika sampel dalam perkolator tidak homogen maka pelarut akan sulit
menjangkau seluruh area. Selain itu, metode ini juga membutuhkan banyak
pelarut dan memakan banyak waktu.
3. Soxhletasi
Metode ini dilakukan dengan menempatkan serbuk sampel dalam sarung
selulosa (dapat digunakan kertas saring) dalam klonsong yang ditempatkan di
atas labu dan dibawah suhu reflux. Keuntungan dari metode ini adalah proses
ekstraksi yang kontinyu, sampel terekstraksi oleh pelarut murni hasil
kondensasi sehingga tidak membutuhka banyak pelarut tidak memakan
banyak waktu.
4. Reflux
Metode ini merupakan metode ekstraksi dengan cara panas, secara umum
refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama
waktu yang ditentukan dan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya
pendingin balik.
5. Destilasi
Metode ini merupakan proses memisahkan bahan alam yang berupa zat cair
atau untuk memurnikan cairan yang mengandung pengotor. Pada proses
destilasi ini sering kali digabungkan dengan proses lain seperti ekstraksi,
untuk mencapai tujuan pemisahan yang diinginkan. Prinsip utama dalam
metode ini adalah bekerja bedasarkan perbedaan titik didih dari masing-
masing senyawa komponen campuran pada tekanan yang tetap.

2.5 Pelarut
2.5.1. Pengertian Pelarut
Pelarut merupakan senyawa yang bisa melarutkan zat sehingga bisa menjadi
sebuah larutan yang bisa diambil sarinya. Konsentrasi larutan menyatakan secara
kuantitatif komposisi zat terlarut dan pelarut di dalam larutan. Konsentrasi umumnya
dinyatakan dalam perbandingan jumlah zat terlarut dengan jumlah total zat dalam larutan,
atau dalam perbandingan jumlah zat terlarut dengan jumlah pelarut. Contoh beberapa
satuan konsentrasi adalah molar, molal, dan bagian per juta (part per million/ppm).
Sementara itu, secara kualitatif, komposisi larutan dapat dinyatakan sebagai encer
(berkonsentrasi rendah) atau pekat (berkonsentrasi tinggi) (Nachtrieb, 2001). Pelarut
yang digunakan dalam proses ekstraksi antara lain: Pelarut polar untuk melarutkan garam
alkaloid, glikosida, bahan penyamak dan Pelarut non polar pelarut yang tidak larut dalam
air.

2.5.2. Jenis – jenis Pelarut


Pada proses ekstraksi, menurut Peraturan BPOM Nomor 17 Tahun 2019 tentang
Persyaratan Mutu Suplemen Kesehatan disebutkan bahwa pelarut yang digunakan untuk
mengekstraksi bahan alam dapat berupa air, alkohol, dan jenis pelarut lainnya
1. Air
Air dipertimbangkan sebagai penyari karena murah dan mudah diperoleh, bersifat
stabil, tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar, tidak beracun, bersifat
alamiah. Namun disamping memiliki nilai positif, pelarut air juga memiliki
kekurangan yaitu bersifat tidak selektif, sehingga komponen lain dalam suatu
bahan juga dapat dilarutkan dalam air. Air merupakan tempat tumbuh bagi kuman,
kapang dan khamir, karena itu pada pembuatan sari dengan air harus ditambah zat
pengawet. Air dapat melarutkan enzim. Enzim yang terlarut dengannya air akan
menyebabkan reaksi enzimatis, yang mengakibatkan penurunan mutu dari suatu
bahan. Disamping itu adanya air akan mempercepat proses hidrolisa serta
membutuhkan waktu yang lebih lama untuk memekatkan sari air jika
dibandingkan dengan etanol.

2. Etanol
Etanol dipertimbangkan sebagai penyari karena sifatnya yang lebih selektif
dibandingkan dengan air, kapang dan kuman sulit tumbuh dalam etanol 20%
keatas, tidak beracun, bersifat netral, absorbsinya baik, etanol dapat bercampur
dengan air pada segala perbandingan, panas yang diperlukan untuk pemekatan
lebih sedikit. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka pelarut polar yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pelarut etanol, mengingat pelarut etanol merupakan
media yang lebih sulit sebagai pertumbuhan bakteri, serta pemanasan dengan
pelarut ini tidak memerlukan suhu yang terlalu tinggi (Adithya et al., 2010).
Pelarut etanol merupakan salah satu pelarut yang dapat digunakan untuk mengikat
zat aktif minyak atsiri sehingga pelarut ini tepat digunakan untuk mengaktifkan
zat aktif dalam bunga kenanga (Kurniati, 2008).
2.6. Flavonoid
2.6.1. Pengertian Flavonoid
Pengertian flavonoid menurut Faizal Alfaridz (2018) merupakan kelompok polifenol dan
diklasifikasikan berdasarkan struktur kimia serta biosintesisnya. Struktur dasar flavonoid
terdiri dari dua gugus aromatic yang digabungkan oleh jembatan karbon (C 6-C3-C6).
Flavonoid diklasifikasikan sebagai flavon, flavonone, flavonol, katekin, fkavanol, kalkon,
dan antosianin. Pembagian kelompok flavonoid didasarkan pada perbedaan struktur terutama
pada substitusi karbon pada gugus aromatik sentral dengan beragamnya aktivitas farmakologi
yang ditimbulkan.

2.6.2. Klasifikasi Flavonoid


Klasifikasi flavonoid menurut Faizal Alfaridz (2018), yaitu :
2.6.2.1. Flavon KIMIA BAHAN ALAM: September 2019 (mitaistiana.blogspot.com)
Flavon merupakan flavonoid yang sering ditemukan pada daun, buah, dan
bunga dalam bentuk glukosida. Beberapa contoh senyawa flavon
diantaranya apigenin, luteolin, luteolin-7-glukosida, akatekin, dan baicali.
Struktur flavon sendiri terdiri dari ikatan rangkap antara posisi 2’ dan 3’,
serta memiliki keton pada posisi posisi 4. Sebagian besar flavon memiliki
gugus hidroksil pada posisi 5. Tanaman yang banyak mengandung flavon
diantaranya adalah seledri, kamomil, daun mint, dan ginkgo biloba.
| The basic structure of
flavonoids. | Download
Scientific Diagram
(researchgate.net)

2.6.2.2. Flavonol
Flavonol merupakan flavonoid dengan gugus keton. Senyawa flavonol
diantaranya adalah kuersetin, mirisetin, fisetin, galangin, morin, rutin, dan
robinetin. Perbedaan antara flavonol dengan flavon terdapat pada gugus di
posisi 3 pada cincin C yang memungkinkan terjadinya glikosilasi.
Aktivitas farmakologi yang dimiliki flavonol adalah antioksidan. Gugus
aromatik cincin B merupakan gugus yang bertanggung jawab atas aktivitas
flavonol karena ikatan rangkang konjugasi pada nomor 2’ dan 3’ memiliki
kemampuan untuk perpindahan electron dari cincin B menuju radikal
bebas dan memecahkan radikal bebas. Tanaman yang banyak mengandung
flavonol diantaranya tomat, apel, anggur, bawang, beri, dan lain – lain.

2.6.2.3. Flavanon
Flavonon merupakan flavonoid yang paling banyak terdapat pada family
Compositae, Leguminosae, dan Rutaceae. Senyawa itu terdapat pada akar,
batang, bungam buah, biji, dan rhizome. Senyawa flavonon diantaranya
adalah naringin, naringenin, ponkiretin, pinocembrin, dan lonchocarpol A.
Ciri dari flavonon ini adalah cincin C yang saturasi, memiliki ikatan
rangkap diantara posisi 2 dan 3 dan ini yang membedakan dengan flavon.
Tumbuhan yang banyak mengandung flavanon adalah jeruk, anggur, dan
lemon. Aktivitas farmakologi flavanon adalah antioksidan dan
antiinflamasi. Sebagai antioksidan, flavanon berperan dalam memecahkan
radikal bebas oleh gugus OH sedangkan pada antiinflamasi flavanon
menginhibisi pembentukkan sitokin pro-inflamasi pada makrofaga,
menurangi produksi nitrat dan nitrit yang menjadi indicator proses
inflamasi.

2.6.2.4. Flavanol
Flavanol atau disebut juga katekin, merupakan derivate dari flavanon
dengan penambahan gugus hidroksi. Perbedaan yang mencolok yaitu tidak
adanya ikatan rangkap pada posisi 2 dan 3 serta gugus hidroksi yang selalu
menempel di posisi 3 pada cincin C. Flavanol banyak ditemukan pada
tumbuhan seperti teh, kiwi, apel, kakao, dan anggur merah. Mengonsumsi
flavanol sebanyak 176 – 185 mg terbukti menstimulasi kadar nitrit oksida
pada darah perokok dengan mekanisme meningkatkan dilatasi pembuluh
darah. Senyawa flavanol diantaranya adalah katekin, epikatekin, dan
galokatekin yang dibagi lagi menjadi turunan yang lebih kompleks.

2.6.2.5. Antosianidin
Antosianidin merupakan pigmen yang bertanggung jawab terhadap warna
pada tumbuhan. Antosianidin ini banyak ditemukan pada kakao, sereal,
kacang – kacangan, madu, teh, dan beri – berian. Antosianidin yang umum
ditemukan adalah aglikon dengan struktur dasarnya flavylium. Senyawa
yang paling banyak ditemukan adalah cyaniding, pelargonidin,
delphinidin, malvidin, petunidin, dan peonidin. Aktivitas farmakologi
antosianidin berperan penting pada penyakit kardiovaskular dengan
mekanisme menekan ekspresi pada vascular endotheliat growth factor
(VEGF), mengaktivasi protein kinase p38 mitogen dan kinase pada c-Jun
N-terminal (JNK).

2.6.2.6. Kalkon
Kalkon merupakan flavonoid yang unik karena dibedakan dengan tidak
adanya cincin aromatic C yang merupakan basis rangka dari flavonoid itu
sendiri. Senyawa kalkon diantaranya adalah phloridzin, arbutin, phloretin,
dan chlarconaringenin. Umumnya kalkon ditemukan pada tumbuhan
seperti tomat, stroberi, pir, beri – berian, dan gandum.

2.6.3. Aktivitas Farmakologi Flavonoid


BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL

3.1 Kerangka Konseptual  SALAH

Sabun

Sabun Mandi Sabun Cuci Piring

Daun Jambu Biji (Psidium


guajava L.)

Ekstraksi menggunakan pelarut alkohol 70% dengan metode


remaserasi selama 2 hari
50gram simplisia dgn etanol 500ml. yg dipake unt merendam =
ml  jurnal

Sodium lauryl sulfate


Formulasi sabun cuci piring
Sodium sulfate dengan penambahan ekstrak
kental daun jambu biji
Fragrance oils
Pewarna
Uji Mutu Fisik
Akuabides
1. Uji Organoleptik
Alkohol 96% 2. Uji Stabilitas Busa
Ekstrak daun jambu biji 3. Uji Daya Sebar
4. Uji pH
Analisis Data

3.2 Hipotesis

Anda mungkin juga menyukai