Anda di halaman 1dari 48

Produk Kreatif Kewirausahaan (PKK)

Analisis Mutu Sabun Cuci Tangan Cair Berdasarkan SNI 2588:2017

Disusun Oleh:

ALICIA JUVENTINI

XII AK 2

SMK AK NUSA BANGSA

Jln. KH. Sholeh Iskandar, KM. 4 Tanah Sareal Bogor

Bogor-Jawa Barat

2022/2023
i
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sabun merupakan produk kimia yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-
hari. Pembuatan sabun telah dilakukan sejak ribuan tahun yang lalu. Metode
pembuatan sabun pada zaman dahulu tidak berbeda jauh dengan metode yang
digunakan saat ini, walaupun tentunya kualitas produk yang dihasilkan saat ini jauh
lebih baik. Sabun dibuat dengan metode saponifikasi yaitu mereaksikan trigliserida
dengan soda kaustik (NaOH) sehingga menghasilkan sabun dan produk samping
berupa gliserin. Bahan baku pembuatan sabun dapat berupa lemak hewani maupun
lemak/minyak nabati.(Apriana,2013)
Penggunaan sabun dalam kehidupan sehari-hari sudah tidak asing lagi, terutama
sesuai dengan fungsi utamanya yaitu membersihkan. Berbagai jenis sabun
ditawarkan dengan beragam bentuk mulai dari sabun cuci (krim dan bubuk), sabun
mandi (padat dan cair), sabun tangan (cair) serta sabun pembersih peralatan rumah
tangga (krim dan cair). (Apriana, 2013).
Penggunaan sabun cair untuk mencuci tangan dapat diterima secara luas daripada
sabun batang karena sabun batang memiliki potensi yang lebih basar untuk
terjadinya perpindahan bakteri dari pengguna sebelumnya (Oranusi, Akanade, and
Dahunsi, 2013).
Tangan merupakan bagian tubuh yang lembab yang paling sering berkontak
dengan kuman yang menyebabkan penyakit dan menyebarnya. Cara terbaik untuk
mencegahnya adalah dengan membiasakan mencuci tangan dengan memakai sabun
(Kamarudin, 2009 dalam Mirzal ).
Mencuci tangan juga dapat menghilangkan sejumlah besar virus yang menjadi
penyebab berbagai penyakit, terutama penyakit yang menyerang saluran cerna,
seperti diare dan saluran nafas seperti influenza. Hampir semua orang mengerti
pentingnya mencuci tangan pakai sabun, namun masih banyak yang tidak
membiasakan diri untuk melakukan dengan benar pada saat yang penting ( Umar,
2009 dalam Mirzal ). Sebagian masyarakat mengetahui akan pentingya mencuci
tangan, namun dalam kenyataanya masih sangat sedikit ( hanya 5% yang tahu
bagaimana cara melakukanya dengan benar. Hal ini sangat penting untuk di ajarkan

1
pada masyarakat agar bisa mencegah terjadinya penyakit ( Siswanto, 2009 dalam
Zuraidah ).

1.2 Tujuan
Setelah melakukan praktikum,siswa diharapkan dapat:
1. Membuat sabun cuci tangan cair
2. Menganalisis pH pada sabun cuci tangan cair dengan menggunakan pH meter.
3. Menganalisis sufraktan secara spektrofotometri dengan metode MBAS
(methylen blue active surfactan)
4. Menguji daya hambat pada sabun cuci tangan cair

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sabun Cuci Tangan Cair


Sabun adalah kosmetika paling tua yang dikenal manusia, dan merupakan
bahan pembersih kulit yang dipakai selain untuk membersihkan juga untuk
pengharum kulit. Sabun merupakan istilah umum untuk garam asam lemak rantai
panjang. Sabun adalah garam alkali karboksilat (RCOONa). Gugus R bersifat
hidrofobik karena bersifat nonpolar dan COONa bersifat hidrofilik (polar)
(Anggaraeni, 2014).

Kotoran yang menempel pada kulit tidak dapat dibersihkan jika hanya
menggunakan air, melainkan perlu suatu bahan yang dapat mengangkat kotoran
yang menempel tersebut. Karena sabun merupakan surfaktan, maka sabun dapat
menurunkan tegangan muka dan tegangan antarmuka, serta mempunyai sifat
menyabunkan, dispersibilitas, emulsifikasi, dan membersihkan. Mekanisme
pembersihan oleh sabun yaitu: saat kontak dengan air, sabun berpenetrasi di antara
kulit dan kotoran untuk menurunkan gaya adhesi dan membuatnya lebih mudah
dihilangkan. Kotoran tersebut selanjutnya dapat dihilangkan secara fisik dan
kemudian terdispersi dalam larutan sabun sebagai hasil emulsifikasi oleh molekul
sabun. Beberapa kotoran dapat dihilangkan dengan cara tersolubilisasi dalam misel
yang terbentuk oleh sabun (Mitsui dalam Anggraeni, 2014).

Molekul sabun tersusun dari gugus hidrofobik dan hidrofilik. Ketika


menggunakan sabun untuk membersihkan kotoran (lemak), gugus hidrofobik sabun
akan menempel pada kotoran dan gugus hidrofilik menempel pada air. Pengikatan
molekul-molekul sabun tersebut dapat menyebabkan tegangan permukaan air
berkurang, sehingga kotoran dapat terbuang saat pembilasan.

Sifat-sifat sabun sebagai berikut :

3
a. Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku tinggi sehingga akan dihidrolisis
parsial oleh air. Karena itu larutan sabun dalam air bersifat basa. CH3(CH2)16COONa
+ H2O CH3(CH2)16COOH + OH-

b. Jika larutan sabun dalam air diaduk, maka akan menghasilkan buih, peristiwaini
tidak akan terjadi pada air sadah. Dalam hal ini sabun dapat menghasilkan buih
setelah garam-garam Mg atau Ca dalam air mengendap. CH3(CH2)16COONa +
CaSO4 Na2SO4 + Ca(CH3(CH2)16COO)2

c. Sabun mempunyai sifat membersihkan. Sifat ini disebabkan proses kimia koloid,
sabun (garam natrium dari asam lemak) digunakan untuk mencuci kotoran yang
bersifat polar maupun nonpolar karena sabun mempunyai gugus polar dan nonpolar.
Molekul sabun mempunyai rantai hidrogen CH3(CH2)16yang bersifat hidrofobik
(tidak suka air) sedangkan COONa+ bersifat hidrofilik (suka air) dan larut dalam
air. Nonpolar : CH3(CH2)16(larut dalam minyak, hidrofobik dan juga memisahkan
kotoran nonpolar) Polar : COONa+ (larut dalam air, hidrofilik dan juga memisahkan
kotoran polar)

d. Proses penghilangan kotoran. - Sabun didalam air menghasilkan busa yang akan
menurunkan tegangan permukaan sehingga kain menjadi bersih dan air meresap
lebih cepat ke permukaan kain. - Molekul sabun akan mengelilingi kotoran dan
mengikat molekul kotoran.Proses ini disebut emulsifikasi karena antara molekul
kotoran dan molekul sabun membentuk suatu emulsi. - Sedangkan molekul sabun
didalam air pada saat pembilasan menarik molekul kotoran keluar dari kain
sehingga kain menjadi bersih. (Saepul Rohman, 2009)

2.2 Analisis pH
pH atau derajat keasaman digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau
basa yang dimiliki oleh suatu zat, larutan atau benda. pH normal memiliki nilai 7
sementara bila nilai pH > 7 menunjukkan zat tersebut memiliki sifat basa sedangkan
nilai pH < 7 menunjukkan keasaman. pH 0 menunjukkan derajat keasaman yang
tinggi, dan pH 14 menunjukkan derajat kebasaan tertinggi. Umumnya indikator
sederhana yang digunakan adalah kertas lakmus yang berubah menjadi merah bila
keasamannya tinggi dan biru bila keasamannya rendah.(Iskandarysah, 2014).

4
Selain menggunakan kertas lakmus, indikator asam basa dapat diukur dengan pH
meter yang berkerja berdasarkan prinsip elektrolit / konduktivitas suatu larutan.
Sistem pengukuran pH mempunyai tiga bagian yaitu elektroda pengukuran pH,
elektroda referensi dan alat pengukur impedansi tinggi. Istilah pH berdasarkan
dari“p”, lambing metematika dari negatif logaritma, dan “H”, lambang kimia dari
unsur Hidrogen.

Pada prinsipnya pengukuran suatu pH adalah didasarkan pada potensial elektro


kimia yang terjadi antaar larutan yang terdapat didalam elektroda gelas (membran
gelas) yang telah diketahui dengan larutan yang terdapat diluar elektroda gelas yang
tidak diketahui. Hal ini dikarenakan lapisan tipis dari gelembung kaca akan
berinteraksi dengan ion hydrogen yang ukurannya relative kecil dan aktif, elektroda
gelas tersebut akan mengukur potensial elektro kimia dari ion hydrogen. Untuk
melengkapi sirkuit elektrik dibutuhkan elektroda pembanding. Sebagai catatan alat
tersebut tidak mengukur arus tetapi hanya mengukur tegangan. (Bleam, 2017).

2.3 Analisis Total Bahan Aktif Dengan Metode MBAS


Metilen biru yaitu larutan kationik dari larutan air ke dalam larutan organik yang
tidak dapat campur dengan air sampai pada titik jenuh (keseimbangan). Hal ini terjadi
melalui formasi (ikatan) pasangan ion antara anion dari MBAS (methylene blue active
substances) dan kation dari metilen biru. Intensitas warna biru yang dihasilkan dalam
fase organik merupakan ukuran dari MBAS (sebanding dengan jumlah surfaktan).
Surfaktan anion adalah salah satu dari zat yang paling penting, alami dan sintetik yang
menunjukkan aktifitas dari metilen biru. Metode MBAS berguna sebagai penentuan
kandungan surfaktan anion dari air dan limbah, tetapi kemungkin adanya bentuk lain
dari MBAS (selain interaksi antara metilen biru dan surfaktan anion) harus selalu
diperhatikan. Metode ini relatif sangat sederhana dan pasti. Inti dari metode MBAS ini
ada 3 secara berurutan yaitu: Ekstraksi metilen biru dengan surfaktan anion dari media
larutan air ke dalam kloroform (CHCl3) kemudian diikuti terpisahnya antara fase air
dan organik dan pengukuran warna biru dalam CHCl3 dengan menggunakan alat
spektrofotometri pada panjang gelombang 652 nm (Franson, 1992).

Spektrometri merupakan metode pengukuran yang didasarkan pada interaksi


radiasi elektromagnetik dengan partikel, dan akibat dari interaksi tersebut
menyebabkan energi diserap atau dipancarkan oleh partikel dan dihubungkan pada
konsentrasi analit dalam larutan. Prinsip dasar dari spektrofotometri UV-Vis adalah
5
ketika molekul

6
mengabsorbsi radiasi UV atau visible dengan panjang gelombang tertentu, elektron
dalam molekul akan mengalami transisi atau pengeksitasian dari tingkat energi yang
lebih rendah ke tingkat energi yang lebih tinggi dan sifatnya karakteristik pada tiap
senyawa. Penyerapan cahaya dari sumber radiasi oleh molekul dapat terjadi apabila
energi radiasi yang dipancarkan pada atom analit besarnya tepat sama dengan
perbedaan tingkat energi transisi elektronnya (Rudi,2004).

Metilen biru digunakan untuk uji coba bahan pewarna organik. Bahan pewarna
organik yang berwarna biru tua ini, akan menjadi tidak berwarna apabila oksigen pada
sampel (air yang tercemar yang sedang dianalisis) telah habis dipergunakan (Mahida,
1981).

Surfaktan anion bereaksi dengan warna biru metilen membentuk pasangan ion
baru yang terlarut dalam pelarut organik, intensitas warna biru yang terbentuk diukur
dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 652 nm. Serapan yang diukur
setara dengan kadar surfaktan anion (Rudi,2004).

2.4 Uji Daya Hambat


Antimikroba adalah zat kimia yang digunakan untuk menghambat mikroorganisme
(seperti antibiotik dan senyawa sintetik) tetapi memiliki efek minimal pada sel
mamalia (racun selektif). Bahan kimia yang digunakan sebagai antimikroba dapat
diklasifikasikan menjadi desinfektan dan antiseptik. Obat antimikroba dibagi menjadi
kelompok-kelompok berdasarkan cara kerja mereka. Target potensial untuk kerja
antimikroba adalah dinding sel bakteri, membran sel, sintesis protein, dan sintesis
asam nukleat (Elliott dkk., 2009).
Sabun secara umum didefinisikan sebagai garam alkali dari asam lemak rantai
panjang.Saat lemak atau minyak disaponifikasi terbentuk garam natrium atau kalium
dari asam lemak rantai panjang yang disebut sabun. Sabun dihasilkan dari dua bahan
utama yaitu alkali dan trigliserida (lemak atau minyak) (Qisti, 2009).
Sabun yang dapat membunuh bakteri dikenal dengan sabun antiseptik. Sabun
antiseptik atau disebut juga dengan sabun obat mengandung asam lemak yang
bersenyawa dengan alkali dan ditambah dengan zat kimia atau bahan obat. Sabun ini
berguna untuk mencegah, mengurangi ataupun menghilangkan penyakit atau gejala
penyakit pada kulit. Tetapi sabun antiseptik yang beredar di pasaran

7
apabila sering digunakan dalam rentang waktu yang lama dapat menyebabkan efek
samping dari iritasi kulit (Sari dan Ferdinan, 2017).
Tidak seperti sabun biasa, untuk membunuh bakteri, beberapa sabun menambahkan
zat aktif, seperti triclosan, yang berfungsi sebagai antimikroba (Gusviputri dkk.,
2013). Ada juga sabun antiseptik yang menggunakan choroxylenol untuk membunuh
bakteri. Chloroxylenol merupakan antiseptik yang sudah sering digunakan dalam air
memandikan karena dianggap aman dengan pH 5,0 mendekati pH normal
kulit(5,4−5,9) (Kulthanan dkk., 2014).

8
BAB III

METODOLOGI

3.1 ANALISIS pH
3.1.1 Alat
 Batang pengaduk
 Elektroda dan Gelas Kimia
 Labu takar 100 ml
 Neraca analitik
 pH meter
 Pipet tetes

3.1.2 Bahan

 Aquadest

 Larutan standar buffer pH 7,4,10

 Sampel sabun cuci tangan cair

 Tisu

9
3.1.3 Bagan Kerja

Dimasukkan sampel sabun


Timbang 0,1 gram
kedalam labu takar 100
sampel sabun mL, lalu dilarutkan
dengan aquadest s/d tanda

Masukkan sampel ke
dalam gelas kimia, lalu
kalibrasi pH meter dengan
larutan buffer pH 4,7,10

10
3.1.4 Cara Kerja
1) Ditimbang sampel sabun cuci tangan cair sebanyak 0,1 gram
2) Dimasukkan sampel sabun cuci tangan cair ke dalam labu takar 100 mL, lalu
dilarutkan dengan aquadest s/d volume larutan 100 mL
3) Dituangkan sampel yang berada di labu takar ke dalam gelas kimia
4) Dikalibrasi pH meter yang akan di gunakan dengan larutan buffer pH 4,7,10
5) Dibilas elektroda dengan aquadest dan di lap menggunakan tisu, lalu
elektroda di celupkan ke dalam sampel sabun cuci tangan cair
6) Dicatat hasil pembacaan dan di ulangi pengukuran sebanyak 3 kali

3.2 Analisis Total Bahan Aktif Dengan Metode MBAS


3.2.1 Alat
 Batang pengaduk
 Botol semprot
 Corong pisah
 Kaca arloji
 Labu takar 100 ml
 Neraca analitik
 Pipet ukur 1 ml
 Spatula
 Spektrofotometer

3.2.2 Bahan
 Aquadest
 Asam sulfat 6N
 Larutan kloroform
 Larutan metilen blue
 Larutan pencuci
 Larutan standar SLS
 Na2H2PO4

11
3.2.3 Bagan Kerja
3.3.3.1 Preparasi Larutan Pencuci

Tambah aquadest 50
Pipet 4 mL asam sulfat
mL, lalu masukkan 5
6N, lalu masukkan ke
gram Na2H2PO4 dan di
dalam labu takar 100 mL
homogenkan

3.3.3.2 Preparasi Larutan Standar SLS 100 ppm

Timbang 0,1 gram SLS, Tambahkan aquadest


lalu masukkan ke s/d tanda batas, lalu di
dalam labu takar 100 homogenkan
mL

3.3.3.3 Preparasi Larutan Standar 10 ppm

Pipet 25 mL larutan Tambahkan aquadest


standar SLS 100 ppm, s/d tanda batas, lalu di
lalu masukkan homogenkan
kedalam labu takar 25
mL

3.3.3.4 Pengukuran Absorbansi Deret Standar

Siapkan 5 labu takar


Tambahkan aquadest s/d
masukkan 0,25 , 0,5 ,
tanda batas lalu
0,75 , 1,0 , 1,25 mL SLS
homogen kan dan
10 ppm pada masing-
masukkan ke dalam
masing labu takar
corong pisah

12
+ 10 mL larutan + 5 mL metilen dan + 10
pencuci, ambil lapisan
bawah, lalu ukur
mL kloroform, ambil
absorbansi lamda 625
lapisan bawah, lalu
nm san buat kurva
standar

3.3.3.5 Pengukuran Absorbansi Sampel

Pipet 10 mL sampel
Pipet 25 mL, masukkan ke
sabun, lalu tambah
corong pisah lalu
aquadest sampai tanda
tambahkan ind. PP 2 tetes
batas

Ambil lapisan bawah, Tambahkan 3 tetes

masukkan kedalam NaOH, 3 tetes H2SO4,

corong pisah dan tambah 25 mL metilen blue,

10 mL larutan pencuci dan 10 mL kloroform

Ambil lapisan bawah, Tambahkan kloroform,


lalu pipet 5 mL dan lalu ukur absorbansi di
masukkan kedalam lamda 625 nm dan hitung
labu takar 50 mL konsentrasi sampel

3.2.4 Cara Kerja


3.3.4.1 Preparasi Larutan Pereaksi
1) Dipipet 4 mL asam sulfat 4N lalu masukkan ke dalam labu takar 100
mL
2) Ditambahkan 50 mL aquadest dan 5 gram N2H2PO4, lalu di
homogenkan.

13
3.3.4.2 Preparasi Larutan Standar SLS 100 ppm
1) Ditimbang 0,1 gram SLS, lalu masukkan ke dalam labu takar 100 mL
2) Ditambahkan aquadest sampai tanda batas, lalu di homogenkan

3.3.4.3 Preparasi Larutan Standar 10 ppm

1) Dipipet 25 mL larutan standar SLS 100 ppm lalu masukkan ke dalam


labu takar 25 mL
2) Ditambahkan aquadest sampai tanda bata, lalu di homogenkan
3.3.4.4 Pengukuran Absorbansi Deret Standar
1) Disiapkan 5 labu takar, lalu masukkan 0,25 , 0,5 , 0,75 , 1,0 , 1,25
mL SLS 10 ppm pada masing-masing labu takar
2) Ditambahkan aquadest sampai tanda batas, lalu masukkan masing-
masing ke dalam corong pisah
3) Ditambahkan 5 mL metilen blue dan 10 mL kloroform
4) Di ambil lapisan bawah, setelah itu masukkan lapisan ke dalam
corong pisah
5) Ditambahkan 10 mL larutan pencuci, lalu ambil kembali lapisan
bawah
6) Diukur absorbansi pada lamda 625 nm dan buat kurva standarnya
3.3.4.5 Pengukuran Asorbansi Sampel
1) Dipipet 10 mL sampel sabun, masukkan kedalam labu takar dan
tambahkan aquadest sampai tanda batas
2) Dipipet 25 mL, lalu masukkan ke dalam corong pisah
3) Ditambahkan indikator PP 2 tetes, NaOH 3 tetes, dan H2SO4 3 tetes
4) Ditambahkan 25 mL metilen blue dan 10 mL kloroform
5) Diambil lapisan bawah dan dimasukkan ke dalam corong pisah
6) Ditambahkan 10 mL larutan pencuci, di ambil lapisan bawah
7) Dipipet 5 mL, lalu masukkan ke dalam labu takar 50 mL
8) Ditambahkan kloroform, lalu ukur absorbansi nya di lamda 625 nm
9) Dihitung konsentrasi sampel

14
3.4 Uji Daya Hambat
3.4.1 Alat
 Autoclave
 Bunsen
 Cawan petridish
 Hotplate
 Ose
 Oven
 Pembolong kertas
 Pinset

3.4.2 Bahan
 Aquadest
 Bakteri staphyloccocus aureus
 Inokulum
 Media NA
 Media NB
 Sabun cuci tangan cair

3.4.3 Bagan Kerja


3.4.3.1 Preparasi Alat

Siapkan kertas atau Bungkus alat yang


koran untuk akan digunakan
membungkus alat yang dengan kertas atau
akan disterilisasi

Sterilisasikan alat yang


akan digunakan dengan
oven

15
3.4.3.2 Pembuatan Media NA
Tambahkan aquadest,
Timbang 0,8 gram NA,
lalu didihkan dengan
lalu masukkan ke
hotplat dan sterilisasikan
dalam erlenmeyer 1
dengan autoclave
liter

3.4.3.3 Pembuatan Media NB

Tambahkan aquadest,
Timbang 13 gram NB,
lalu didihkan dengan
lalu masukkan ke
hotplat dan sterilisasikan
dalam erlenmeyer 1
dengan autoclave

3.4.3.4 Pembuatan Agar Miring

Masukkan 3 mL NA Miringkan tabung reaksi


steril ke dalan dan diamkan di suhu
tabung reaksi ruang sampai membeku

16
3.4.4 Cara Kerja
3.4.4.1 Preparasi Alat
1) Disiapkan kertas atau koran untuk membungkus alat yang akan
disterilisasi
2) Dibungkus alat yang akan digunakan dengan kertas atau koran yang
telah disiapkan
3) Disterilisasikan alat yang digunakan dengan menggunakan oven

3.4.4.2 Pembuatan media NA

1) Ditimbang sebanyak 0,8 gram Na


2) Dimasukkan Na yang telah ditimbang kedalam erlenmeyer berukuran
1 liter
3) Ditambahkan aquadest, lalu didihkan dengan menggunakan hotplate
dengan bantuan stirer untuk menghomogenkan
4) Disterilisasikan dengan menggunakan autoclave

3.4.4.3 Pembuatan media NB

1) Ditimbang sebanyak 13 gram NB


2) Dimasukkan NB ke dalam erlenmeyer berukuran 1 liter
3) Ditambahkan aquadest, lalu didihkan dengan menggunakan hotplate
dengan bantuan stirer untuk menghomogenkan
4) Disterilisasikan dengan menggunakan autoclave selama 15 menit

5) Diambil bakteri S.A dari stok kultur bakteri yang telah tumbuh pada
media Na miring
6) Disuspensi, lalu masukkkan ke dalam 10 mL larutan NB

17
7) Diukur dengan spektrofotometer dengan lamda 580 nm

18
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Analisis


4.1.1 Analisis pH
a) Data Timbang Sabun Cuci Tangan Cair
Bobot gelas kimia + Sampel sabun = 62,3863 gram
Bobot gelas kimia kosong = 62,2753 gram _

Bobot sabun = 0,1110 gram

b) Data Pengukuran pH
Tabel.1. Data Pengukuran pH
Pengukuran Ke- Hasil Pengukuran
1 5,85
2 5,94
3 5,99
Rata-rata 5,93

4.1.2 Analisis Total Bahan Aktif Dengan Metode MBAS


a) Tabel Data Pengukuran Deret Standar MBAS
Tabel.2. Data Pengukuran Deret Standar
NO Konsentrasi Panjang Gelombang Absorbansi
(ppm) (nm)
1 0,4 625 0,297
2 0,8 625 0,386
3 1,2 625 0,590
4 1,6 625 0,913
5 2,0 625 1,205
Sampel 625 0,209

19
Kurva Deret Standar Abasorbansi

0.7
0.6
0.5
Absorbansi

0.4
y = 3,5325x -
0.3
0,0078
0.2 R² = 0,9908
0.1
0
-0.1 0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14 0.16 0.18
Konsentrasi

Diketahui:
 Nilai Intersep (A) = -0,0118
 Nilai Slope (B) = 0,5769
 Nilai Regresi (R) = 0,9882

b) Persamaan Linear
Y = a + bx
0,209 = (- 0,0118) + 0,5769 x
0,209 - (- 0,0118) = 0,5769 x
x = 0,209-(-0,0118)
0,5769
x = 0,38 ppm

c) ppm %
𝑚𝑔 1,5 𝑚𝑔
ppm = 𝐿 = 1𝐿
𝑔
% lab = 𝑥 100 %
𝑚𝐿

0,38 𝑥 100−3
= 10−3 x 100 %
= 3,8 x 10-4 % x fp

20
= 3,8 x 10-4 % x 100.000
= 3,8 %

d) % Recovery = 3,8 x 100 %


1
= 380 %

4.1.3 Uji Daya Hambat


Tabel.3. Hasil Pengamatan Uji Daya Hambat
Nama Sampel Diameter Daya
zona hambat
hambat
Sabun cuci tangan 2,2 Kuat
cair (NLS)
simplo

Sabun cuci tangan 2,3 kuat


cair (NLS)
duplo

4.2 Pembahasan
Sabun adalah sediaan yang digunakan oleh masyarakat sebagai pencuci
pakaian dan kulit atau pembersih lainnya. Berbagai jenis sabun yang beredar di
pasaran dalam bentuk yang bervariasi, mulai dari sabun pencuci, sabun mandi,
sabun tangan, sabun pembersih peralatan rumah tangga dalam bentuk krim, padat
atau batangan, bubuk dan bentuk cair (Suryana,2013), dari segi penggunaanya,
sabun cair lebih mudah digunakan (Abu, dkk., 2015).

Pengukuran pH bertujuan untuk melihat apakah sabunyang dihasilkan


bersifat basa atau asam.

Dari hasil menguji kualitas sabun cuci tangan cair dengan menggunakan alat
pH meter. Pengujian kadar pH pada percobaan pertama menghasilkan pH sebesar
5,85. Pad percobaan kedua menghasilkan pH sebesar 5,94. Sedangkan pada
percobaan ketiga menghasilkan pH sebesar 5,99. Sehingga rata rata pH yang didapat
sebesar 5,93. Berdasarkan literatur, karakteristik mutu sabun cuci tangan cair sesuai
21
SNI 2588:2017 yaitu memiliki rentang pH sebesar 4-10. Hal ini membuktikan
bahwa pada pengujian kualitas pH sabun cuci tangan cair yang telah dilakukan
sesuai dengan syarat mutu SNI 2588:2017.

Selanjutnya dilakukan analisis total bahan aktif dengan metode MBAS,


metode analisis surfaktan yang mudah dan cepat serta dapat digunakan untuk
mengawasi kadar surfaktan anionik adalah secara spektrofotometri, karena analisis
dengan metode ini tidak memerlukan waktu yang cukup lama dan reagennya sedikit.

Spektrometri merupakan metode pengukuran yang didasarkan pada interaksi


radiasi elektromagnetik dengan partikel, dan akibat dari interaksi tersebut
menyebabkan energi diserap atau dipancarkan oleh partikel dan dihubungkan pada
konsentrasi analit dalam larutan. Prinsip dasar dari spektrofotometri UV-Vis adalah
ketika molekul mengabsorbsi radiasi UV atau visible dengan panjang gelombang
tertentu, elektron dalam molekul akan mengalami transisi atau pengeksitasian dari
tingkat energi yang lebih rendah ke tingkat energi yang lebih tinggi dan sifatnya
karakteristik pada tiap senyawa. Penyerapan cahaya dari sumber radiasi oleh
molekul

22
dapat terjadi apabila energi radiasi yang dipancarkan pada atom analit besarnya
tepat sama dengan perbedaan tingkat energi transisi elektronnya (Rudi,2004).

Metilen biru digunakan untuk uji coba bahan pewarna organik. Bahan
pewarna organik yang berwarna biru tua ini, akan menjadi tidak berwarna apabila
oksigen pada sampel (air yang tercemar yang sedang dianalisis) telah habis
dipergunakan (Mahida, 1981).

Surfaktan anion bereaksi dengan warna biru metilen membentuk pasangan


ion baru yang terlarut dalam pelarut organik, intensitas warna biru yang terbentuk
diukur dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 652 nm. Serapan yang
diukur setara dengan kadar surfaktan anion (Anonim, 2009).

Surfaktan atau surface active agent atau wetting agent merupakan bahan
organik yang berperan sebagai bahan aktif pada deterjen, sabun dan shampoo.
Surfaktan dapat menurunkan tegangan permukaan sehingga memungkinkan
partikel- partikel yang menempel pada bahan-bahan yang dicuci terlepas dan
mengapung atau terlarut dalam air (Effendi, 2003).Surfaktan dikelompokkan
menjadi empat, yaitu surfaktan anion, surfaktan kationik, surfaktan nonionik dan
surfaktan amphoteric (zwitterionic) (Effendi, 2003).

Metode MBAS berguna sebagai penentuan kandungan surfaktan anion,


tetapi kemungkin adanya bentuk lain dari MBAS (selain interaksi antara metilen
biru dan surfaktan anion) harus selalu diperhatikan. Metilen biru yaitu larutan
kationik dari larutan air ke dalam larutan organik yang tidak dapat campur dengan
air sampai pada titik jenuh (keseimbangan). Hal ini terjadi melalui formasi (ikatan)
pasangan ion antara anion dari MBAS (methylene blue active substances) dan
kation dari metilen biru. Intensitas warna biru yang dihasilkan dalam fase organik
merupakan ukuran dari MBAS (sebanding dengan jumlah surfaktan). Surfaktan
anion adalah salah satu dari zat yang paling penting, alami dan sintetik yang
menunjukkan aktifitas dari metilen biru. Metode MBAS berguna sebagai penentuan
kandungan surfaktan anion dari air dan limbah, tetapi kemungkin adanya bentuk
lain dari MBAS (selain interaksi antara metilen biru dan surfaktan anion) harus
selalu diperhatikan. Metode ini relatif sangat sederhana dan pasti. Inti dari metode
MBAS ini ada 3 secara berurutan yaitu: Ekstraksi metilen biru dengan surfaktan
anion dari media larutan air ke dalam kloroform (CHCl3) kemudian diikuti

23
terpisahnya antara fase air dan organik dan

24
pengukuran warna biru dalam CHCl3 dengan menggunakan alat spektrofotometri
pada panjang gelombang 652 nm (Franson, 1992). (Rudi dkk., 2004).

Dari analisis total bahan aktif dengan metode MBAS ini, siswa medapatkan
hasil nilai intersep (A) sebesar -0,0118, nilai slope (B) sebesar 0,5769, nilai regresi
(R) sebesar 0,9882, dan didapat hasil persamaan linear yaitu sebesar 0,38 ppm
setelah itu dihitung % recoverynya dan didapat hasilnya sebesar 3,8%.

Menguji daya hambat pada sabun cair, pada praktikum ini menggunakan
metode difusi cakram kertas dimana kertas direndam di dalam sampel yang terdiri
antibiotik, sabun, dan logam yang kemudian di letakkan di media padat. yang
diinkubasi 35 derajat selama 24 jam. yang nnti diamati zona hambatnya dengan
mengukur besar diameter daya hambat yang terbentuk di sekitar cakram kertas
tersebut.

Penghambatan pertumbuhan mikroorganisme terlihat adanya zona hambat


(wilayah jernih) disekitar lubang sumuran yang telah dibuat. Cara pengukuran zona
hambat dilakukan dengan mengukur diameter yang panjang ( misal a mm) dan
diameter yang paling pendek (misal b mm) menggunakan jangka sorong kemudian
keduanya dijumlahkan dan dibagi dua. Perhitungan diameter zona hambat : (x)=
a+b/2 (Sendy, Pujiastuti, Ermawati., 2014).

Menurut Davis dan Stout (1971) daya hambat dikelompokkan menjadi 4


kelompok yaitu sangat kuat >20 mm, kuat 10-20 mm, sedang 5-10 mm, dan lemah
<5 mm, pengelompokan diameter zona hambat tersebut sudah termasuk dengan
sumuran (Fiana, dkk., 2020) dan (Lalamentik, dkk., 2017). Kemampuan suatu bahan
antimikroba dalam menghilangkan kemampuan hidup organisme tergantung pada
konsentrasi bahan antimikroba tersebut.(Anggreani, 2020) Jadi yang seharusnya
semakin tinggi konsentrasi akan semakin besar zona hambat yang dihasilkan. Tetapi
tidak hanya konsentrasi dalam suatu formula yang mempengaruhi besarnya zona
hambat yang terbentuk melainkan jumlah atau volume sampel yang dimasukkan ke
dalam lubang sumuran sangat berpengaruh terhadap zona hambat yang terbentuk
(Sarlina, 2017).

25
viskositas atau kekentalan yang dapat berpengaruh terhadap daya hambat
karena semakin tinggi viskositas maka proses difusi zat antibakteri kedalam media
media agar semakin rendah begitupun sebaliknya semakin rendah viskositas maka
proses difusi zat antibakteri ke dalam media agar semakin tinggi (Kawengian, dkk.,
2017) Perbedaan zona hambat bisa juga disebabkan karena adanya kesalahan
penggunaan teknik penggoresan bakteri sehingga terdapat perbedaan jumlah bakteri
yang digores pada sekitar sumur (Kawengian, dkk., 2017).

Media merupakan nutrien yang di butuhkan oleh mikroorganisme untuk


pertumbuhan secara in Vitro. Pemilihan media yang akan digunakan disesuaikan
dengan sifat penelitian atau pemeriksaan. Fungsi dari suatu media yaitu secara
kualitatif digunakan untuk isolasi dan identifikasi mikroorganisme, sedangkan
secara kuantitatif digunakan untuk perbanyak dan perhitungan jumlah
mikroorganisme. (Harti, 2014).

Media sangat penting untuk menumbuhkan mikroba, isolasi, perhitungan


jumlah mikroba dan pengujian sifat-sifat fisik bakteri sehingga suatu bakteri dapat
diidentifikasi. Media perbenihan adalah media nutrisi disiapkan untuk
menumbuhkan bakteri didalam skala laboratorium. Media perbenihan harus dapat
menyediakan energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan bakteri. Media harus
mengandung sumber karbon, nitrogen, sulfur, fosfor, dan faktor pertumbuhan
organik. Sejumlah

26
bakteri diinokulasi pada sebuah media perbenihan disebut inokulum, sedangkan
bakteri yang tumbuh dan berkembang biak dalam media perbenihan itu disebut
dengan biakan bakteri. (Radji, 2010).

Media NA (Nutrient Agar) merupakan suatu media yang berbentuk padat,


Na (Nutrient Agar) dibuat dari campuran ekstrak daging dan pepton dengan
menggunakan agar sebagai pemadat. (Rositta dkk, 2015). Media Na berdasarkan
bahan yang digunakan termasuk dalam kelompok media semi alami, media semi
alami adalah media yang terdiri dari bahan alami yang ditambahkan dengan
senyawa kimia. Berdasarkan bentuknya pula media ini berbentuk padat karena
mengandung agar sebagai bahan pemadatnya. Media yang padat biasanya
digunakan untuk mengamati penampilan atau morfologi koloni bakteri. (Munandar,
2016).

Dari praktikum uji daya hambat ini, praktikan mendapatkan hasil Diameter
daya hambat (simplo) 2,2 mm dan hasil Diameter daya hambat (duplo) 2,3 mm.

27
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan praktikum ini,praktikan dapat mengerti dan memahami
cara:
1. Membuat sabun cuci tangan cair
2. Menganalisis pH pada sabun cuci tangan cair dengan menggunakan pH
meter.
3. Menganalisis sufraktan secara spektrofotometri dengan metode MBAS
(methylen blue active surfactan)
4. Menguji daya hambat pada sabun cuci tangan cair

28
DAFTAR PUSTAKA

 Abu, A, F., 2015. Formulasi Sediaan Sabun Cair Antibakteri Minyak Atsiri
Daun Kemangi (Ocimum americanum L.) dan Uji Terhadap Bakteri
Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus aureus. GALENIKA
Journal of Pharmacy Vol. 1 (1).
 Aktivitas Antibakteri Ekstrak Karang Lunak Klyxum sp. yang Diperoleh
Dari Teluk Manado. Pharmacon Jurnal Farmasi. Vol 6 (3). 46-53.
 Anggreani, I.N. 2014. Optimasi Formula Sabun Bentonit Penyuci Najis
Mughalladzah Dengan Kombinasi Minyak Kelapa Sawit (palm oil)
Menggunakan simplex Lattice Design, Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta.
 Anggreani, Y., dkk. 2020. Karakteristik Fisik dan Aktivitas Antibakteri
Sabun Cair Minyak Nilam (Pogostemon cablin Benth.) yang Berbasis
Surfaktan. Jurnal Kefarmasian. Vol.10 (1).1-10.
 Apriana, Dwi. 2013. Uji Kinerja Alat Centrifuge Proses Pemisahan Sabun
Pada Proses Saponifikasi. Universitas Diponegoro. Semarang.
 Badan Standarisasi Nasional Indonesia., 2017. Standar Nasional Indonesia
(SNI). SNI 2588. Sabun Cair Pembersih Tangan. Jakarta. Dewan
Standarisasi Nasional.
 Kamaruddin S (2009). Hubungan mencuci tangan dengan infeksi
nosokominal. RSUD Purwerejo. Medical Journal Of Indonesia, 16(3), pp
195- 200.
 Kawengian, F, A, S., Wuisan, J., Leman, A, M., 2017. Uji Daya Hambat
Ekstrak Serai (Cymbopongon citratus L) terhadap Pertumbuhan
Streptococcus muntas. Jurnal e- GiGi (eG). Pendidikan Dokter Gigi
Universitas Sam Ratulangi Manado. Vol 5 (1). 7-10).
 Kementrian Kesehatan RI., 2014. Perilaku Mencuci Tangan Pakai Sabun di
Indonesia. Pusat Data dan Informasi. 1-7.

29
 Mutmainah., Franyoto, D, Y., 2010. Formulasi dan Evaluasi Sabun Cair
Ekstrak Etanol Jahe Merah (Zingiber officin valen var rubrum) serta uji
Aktivitasnya sebagai Antibakteri. Fakultas Farmasi Sekolah Tinggi Ilmu
Farmasi Semarang.
 Pertiwi, D., Densita, R., Luliana, S., Pengaruh pH Terhadap Stabilitas Alpha
Arbutin dalam Gel Niosomal. Majalah Farmaseutik. Vol. 16 (1). 91-100.
 Putra, dkk., Pengaruh Lama Penyimpanan Terhadap Nilai pH Sediaan Cold
Cream Kombinasi Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.),
Herba Pegagan
 Rohman, saepul. 2009. Bahan Pembuatan Sabun. Instut Pertanian Bogor.Di
akses Pada 26 mei 2021.
 Zaini, N, A., Gozali, D., Pengaruh Suhu Terhadap Stabilitas Obat Sediaan
Suspensi. Jurnal Farmaka Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran. Vol.
14(2).

30
LAMPIRAN

31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46

Anda mungkin juga menyukai