Anda di halaman 1dari 17

TUGAS NANO MATERIAL

DISUSUN OLEH :
Risman Gustiyan Sulaeman
4315210104

FAKULTAS TEKNIK JURUSAN MESIN


UNIVERSITAS PANCASILA
JAKARTA
2019
Peran Nanomaterial dalam Pengolahan Air dan Air Limbah

Choerudin
Teknik Kimia, Institut Teknologi Bandung, choerudin@students.itb.ac.id

Abstrak
Partikel ukuran nano telah menjadi subjek untuk penelitian dan pengembangan di dunia dalam
beberapa tahun terakhir. Hal tersebut dikarenakan adanya sifat yang khusus yang dihasilkan oleh
ukuran nano, seperti tingginya kemampuan katalisis,adsorpsi, juga tingginya reaktivitas. Banyak
penelitian yang menunjukkan bahwa nanomaterial dapat menyisihkan polutan dalam air secara
efektif sehingga sudah diaplikasikan dalam pengolahan air dan air limbah. Artikel ini
memberikan gambaran bagaimana nanomaterial dapat diterapkan dalam bidang tersebut serta
membahas tentang penelitian yang terkait nanomaterial, nanomaterial logam bervalensi nol (Ag,
Fe, dan Zn), nanopartikel logam oksida (TiO2, ZnO, dan oksida besi), carbon nanotubes (CNTs),
dan nanokomposit.

Kata kunci : nanomaterial, pengolahan air, pengolahan air limbah


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Secara umum, nanomaterial menjelaskan suatu bahanyang komponen strukturnya berukuran
antara 1 s.d. 100 nm. Sifat-sifat bahan yang berskala nano mempunyai kekhususan baik
secara mekanik, elektrik, optik, maupun magnetik. Berbagai macam nanomaterial
mempunyai karakteristik katalisis, adsorpsi, dan reaktifitas yang tinggi. Oleh karena
karakteristi-karakteristik tersebut, nanomaterial diteliti dan dikembangkan untuk
diaplikasikan dalam bidang adsorpsi, membran, oksidasi katalisis, medis, desinfeksi,
penginderaan (sensing), dan biologi [1-4]. Secara khusus, nanomaterial mendapat perhatian
dalam bidang pengolahan air dan air limbah. Dalam artikel ini, sedikit diulas mengenai
bagaimana nanomaterial dapat diaplikasikan dalam pengolahan air dan air limbah. Hanya
saja, kebanyakan penelitian mengenai nanomaterial masih dalam tahap penelitian di skala lab
atau hanya sekedar pembuktian konsep [5]. Salah satu nanoteknologi yang tersedia secara
komersil adalah penggunaan nanopartikel besi bervalensi nol yang digunakan secara
langsung dengan proses injeksi [6]. Bagaimanapun, ada cukup banyak kekurangan dalam
penggunaan nanopartikel. Pertama, nanopartikel cenderung membentuk agregat dalam sistem
terfluidisasi atau sistem unggun tetap sehingga menyebabkan turunnya keaktifan dan
menyebabkan adanya pressure drop [7]. Kedua, pemisahan nanopartikel dari sistem terolah
agar bisa digunakan kembali masih sulit sehingga tentu saja menjadi tidak ekonomis [5, 8, 9].
Ketiga, mekanisme kerja dari penggunaan nanomaterial dalam proses pengolahan air dan air
limbah tidak terlalu difahami, juga dampak nanomaterial terhadap lingkungan akuatik dan
kesehatan manusia masih menjadi isu utama [10, 11]. Karena ukurannya yang sangat kecil
(luas permukaan spesifiknya sangat besar) nanomaterial mempunyai kapasitas adsorpsi dan
reaktivitas yang kuat. Lebih dari itu, mobilitas nanomaterial dalam larutan sangat tinggi.
Telah dilaporkan bahwa logam berat, polutan organik, anion anorganik, dan bakteri dapat
disisihkan oleh berbagai jenis nanomaterial. Berdasarkan banyaknya penelitian, nanomaterial
menunjukkan prospek untuk diaplikasikan dalam pengolahan air dan air limbah. Saat ini,
penelitian dalam bidang tersebut meliputi nanopartikel logam bervalensi nol, karbon
nanotub (carbon nanotubes, CNTs), dan nanokomposit [12].

1.2 Perumusan Masalah


Perkembangan teknologi nanomaterial dalam pengolahan air dan air limbah selama
dekade terakhir ditunjukkan dengan banyaknya penelitian yang menghasilkan banyak
teknologi-tinggi untuk pengolahan proses yang lebih efisien [13]. Beberapa material yang
paling menjanjikan serta penggunaannya dapat dilihat secara ringkas pada Tabel 1. Pada
bagian ini, disajikan peran-peran nanomaterial dalam bidang tersebut diantaranya
adsorpsi dan pemisahan, oksidasi katalisis, desinfeksi, dan penginderaan.

1. Adsorpsi dan pemisahan


Proses adsorpsi maupun pemisahan dengan membran merupakan teknologi yang paling
banyak digunakan [5]. Kekurangan adsorben konvensional adalah rendahnya kapasitas
dan selektivitas adsorpsi. Sementara itu, adsorben berbasis nanomaterial mempunyai
keunggulan diantaranya mempunyai luas permukaan spesifik yang besar, reaktivitasnya
tinggi, kinetika dan afinitas spesifiknya tinggi untuk berbagai macam kontaminan [5].
Kemampuan adsorpsi dari nanomaterial terkadang beberapa kali lipat lebih baik
dibandingkan adsorben konvensional [1, 14].

2. Filtrasi berbasis membran


Membran merupakan lapisan semipermeabel yang berfungsi sebagai pembatas antara dua
fasa. Pemisahan berbasis membran dapat dikelompokkan berdasarkan gaya dorongnya,
yaitu: beda tekanan, beda konsentrasi, beda potensial listrik, dan beda temperatur [15].
Dalam aplikasinya, teknologi membran dapat berupa satu unit tersendiri atau dapat juga
dikombinasikan dan diintegrasikan dengan proses lain [16-18]. Dalam perkembangannya,
teknologi membran telah banyak
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini secara khusus antara lain:
1. Mengetahui jenis-jenis nano material untuk pengolahan air limbah
2. Mengetahui sifat dan aplikasi nano material untuk pengolahan air limbah
3. Mendapatkan data potensial reduksi standar beberapa logam nano material untuk
pengolahan air limbah
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Proses Nanomaterial berperan dalam pengolahan air limbah


Perkembangan teknologi nanomaterial dalam pengolahan air dan air limbah selama
dekade terakhir ditunjukkan dengan banyaknya penelitian yang menghasilkan banyak
teknologi-tinggi untuk pengolahan proses yang lebih efisien [13]. Beberapa material yang
paling menjanjikan serta penggunaannya dapat dilihat secara ringkas pada Tabel 1. Pada
bagian ini, disajikan peran-peran nanomaterial dalam bidang tersebut diantaranya
adsorpsi dan pemisahan, oksidasi katalisis, desinfeksi, dan penginderaan.

1. Adsorpsi dan pemisahan


Proses adsorpsi maupun pemisahan dengan membran merupakan teknologi
yang paling banyak digunakan [5]. Kekurangan adsorben konvensional adalah
rendahnya kapasitas dan selektivitas adsorpsi. Sementara itu, adsorben berbasis
nanomaterial mempunyai keunggulan diantaranya mempunyai luas permukaan
spesifik yang besar, reaktivitasnya tinggi, kinetika dan afinitas spesifiknya tinggi
untuk berbagai macam kontaminan [5]. Kemampuan adsorpsi dari nanomaterial
terkadang beberapa kali lipat lebih baik dibandingkan adsorben konvensional [1, 14].

2. Filtrasi berbasis membran


Membran merupakan lapisan semipermeabel yang berfungsi sebagai pembatas
antara dua fasa. Pemisahan berbasis membran dapat dikelompokkan berdasarkan gaya
dorongnya, yaitu: beda tekanan, beda konsentrasi, beda potensial listrik, dan beda
temperatur [15]. Dalam aplikasinya, teknologi membran dapat berupa satu unit
tersendiri atau dapat juga dikombinasikan dan diintegrasikan dengan proses lain [16-
18]. Dalam perkembangannya, teknologi membran telah banyak diaplikasikan pada
berbagai sektor industri dan berbagai macam proses serta berkompetisi bahkan secara
efektif menggantikan proses-proses konvensional [19, 20]. Meskipun membran
memiliki kemampuan menghasilkan produk yang sangat baik, kinerjanya juga
bergantung pada system pre-treatment yang baik [21]. Teknologi membran juga
memiliki beberapa tantangan seperti tawar-menawar antara selektifitas dan
permeabilitas dan fouling [5]. Fouling merupakan hambatan yang paling utama,
karena dapat meningkatkan biaya operasi dan mengurangi umur membran [22].
Dalam hal pengembangan membran, nanomaterial yang fungsional telah diteiliti
untuk diikutkan ke dalam membran. Hasilnya menunjukkan bahwa membran
nanomaterial mempunyai sifat fisiko- kimia yang lebih baik diantaranya peningkatan
ketahanan terhadap panas dan gaya-gaya mekanik yang, porositas, dan
hidrofilitasnya. Sifat-sifat lain pun dapat ditingkatkan diantaranya permeabilitas /
anti-fouling, antimikroba, kemampuan adsorpsi dan fotokatalisis [2, 22].

3. Oksidasi katalisis
Oksidasi katalisis atau oksidasi fotokatalisis merupakan teknologi yang maju
dalam penghilangan kontaminan. Teknologi ini dapat digunakan sebagai
pretreatment untuk peingkatan biodegradabilitas maupun pada tahap polishing
untuk mengolah kontaminan yang sulit didegradasi (rekalsitran) [9, 23].
Nanokatalis dengan tingginya rasio luas permukaan terhadap volume menunjukkan
peningkatan performa oksidasi. Band gap, struktur kristalin, potensial redoks, dan
distribusi muatan menjadi bervariasi dengan variasi ukuran [24, 25].

4. Desinfeksi
Desinfeksi merupakan tahap akhir dalam pengolahan air. Meskipun demikian,
tahap tersebut penting karena berkaitan dengan kualitas air. Desinfektan yang ideal
diharuskan mempunyai: (1) spektrum antimikroba yang luas dan dalam waktu yang
singkat; (2) tidak terbentuk produk samping yang membahayakan; (3) toksisitas
rendah terhadap kesehatan dan ekosistem; (4) kebutuhan energinya rendah dan
operasinya mudah; (5) mudah disimpan dan tidak korosif; (6) dapat dibuang secara
aman [5]. Nanomaterial telah terbukti dapat mempunyai sifat- sifat antimikroba.
Nanomaterial tersebut membunuh mikroba dengan cara megeluarka ion logam
yang toksik, merusak membran sel melalu proses kontak langsung, atau membentuk
unsur radikal oksigen yang reaktif [5].
5. Penginderaan
Saat ini, metode penginderaan dan pemantauan tidak mampu mendeteksi
kosentrasi polutan mikro yang sangat rendah konsentrasinya dalam suatu badan
air [5]. Pendeteksian yang cepat dan on-site terhadap bakteri patogen dan
polutan toksik merupakan perubahan yang signifikan pada keadaan darurat.
Nanomaterial yang mempunyai sifat elektrokimia, optikal, maupun magnetis
yang unik, dapat dimanfaatkan sebagai elektroda atau sensor yang secara selektif
dapat mendeteksi konsentrasi dari polutan tapak (trace pollutant). Beberapa
nanomaterial dapat meningkatkan respons spekstroskopi hingga beberapa kali
lipat [4].

2.2 Jenis – Jenis Nano Material Untuk Pengolahan Air


Pada bagian ini, diulas mengenai jenis nanomaterial yang digunakan dalam
pengolahan. Penjelasan berdasarkan urutan pada Tabel 1. Secara ringkas atas sifat,
aplikasi, dan pendekatan inovatif ditampilkan pada Tabel 4, Tabel 4, dan Tabel 5.
2.2.1 Nanopartikel Logam Bervalensi Nol
A. Nanopartikel Perak
Nanopartikel perak (NP Ag) merupakan zat yang sangat beracun bagi
mikroorganisme sehingga memberikan fungsi sebagai antimikrobial yang
efektif bagi bermacam-macam mikroorganisme termasuk virus, bakteri, dan
fungi. Oleh karena itu, NP Ag dipakai untuk desinfeksi air.
Efek antimikroba dari NP Ag belum terlalu difahami dan masih
diperdebatkan bagaimana mekanismenya. Dalam beberapa tahun terakhir,
beberapa teori diajukan sebagai berikut:
a. NP Ag mampu menempel pada dinding sel bakteri dan secara subsekuen
masuk ke dalam dinding sel sehingga menghasilkan perubahan struktur
membran sel dan meningkatkan permeabilitas dinding sel [27].
b. Selain itu, ketika NP Ag berkontak dengan bakteri, maka dapat dihasilkan
radikal bebas. Radikal bebas tersebut mempunyai kemampuan untuk
merusak membran sel dan menyebabkan kematian pada sel [28].
c. Penjelasan lain bahwa NP Ag menyebabkan kematian pada sel adalah
adanya interaksi antara NP Ag dengan unsur S dan P pada DNA [29].
d. Teori lainnya, NP Ag dapat terlarut menjadi ion Ag + yang dapat
berinteraksi dengan gugus tiol pada berbagai enzim utama, enzim pun
menjadi inaktif, dan mengganggu fungsi normal dalam sel [30].
Dengan perkembangan nanoteknologi, NP Ag telah berhasil diterapkan
untuk desinfeksi dalam pengolahan air dan dengan air, grog (suatu minuman
beralkohol), dan tepung dalam berbagai komposisi dan cara (dipping and
painting) dapat mengurangi jumlah E. coli sebesar 97% hingga 100% [35].

2.2.2 Nanopartikel Besi


Dalam beberapa tahun terakhir, berbagai nanopartikel logam bervalensi nol,
seperti Al, Zn, Fe, dan Ni, dalam pengolahan air telah menarik minat penelitian
yang luas air limbah pada beberapa tahun lalu. Beberapa teknik penggunaan NP
Ag beserta kekurangan dan kelebihannya adalah sebagai berikut:
a. Penggunaan langsung NP Ag mungkin dapat menyebabkan beberapa
masalah, misalnya kecenderungannya untuk membentuk agregat dan
mengendap sehingga mengurangi efisiensi pada penggunaan jangka lama [31].
b. Penyematan pada filter merupakan metode penggunaan yang menjanjikan
untuk desinfeksi air karena tingginya sifat antibakterial dan biayanya efektif
[32].
c. Penggunaan melalui reduksi dari perak nitrat. NP Ag didepositkan pada serat
selulosa dalam sebuah lembaran kertas absorbent blotting. Lembaran ini
menunjukkan kemampuan antibakteri dengan sedikitnya Ag yang terbuang
sehingga memenuhi standar air minum yang ditetapkan EPA dan WHO. Cara
serupa (melalui reduksi kimia) juga diterapkan pada membran mikrofiltrasi
berbahan polietersulfonat (PES) dan menghasilkan membran antibakteri yang
baik [33].

2.2.3 Nanopartikel Seng


Nanopartikel logam bervalensi-nol Zn (nano zero- valent zinc, nZVZ)
telah dianggap sebagai alternatif [34]. Dengan potensial reduksi standar yang
lebih negatif dari Fe (Tabel 1), Zn adalah reduktor kuat dibandingkan Fe.
Oleh karenanya, laju degradasi kontaminan dari nZVZ dimungkinkan lebih
cepat daripada nZVI.
Untuk penerapan nZVZ, sebagian besar penelitian telah difokuskan pada
reaksi dehalogenasi. Penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengurangan
CCl4 oleh nZVZ tidak terlalu dipengaruhi ukuran partikel atau morfologi
permukaan. Dengan membandingkan reaktivitas berbagai jenis nZVI dan
nZVZ, ditemukan bahwa nZVZ mendegradasi CCl4 lebih cepat dari nZVI
bawah kondisi yang menguntungkan [35]. Selain itu, penelitian telah
dilakukan untuk meneliti degradasi octachlorodibenzo-p-dioxin (OCDD)
dalam air dengan empat nanopartikel logam valensi nol yang berbeda: zero-
valent seng (nZVZ), besi (nZVI), aluminium (nZVAL), dan nikel (nZVN).
Atas dasar hasil eksperimen tersebut, hanya nZVZ yang mampu mereduksi
OCDD (menjadi yang pertama melaporkan bahwa nanopartikel logam valensi
nol cocok untuk deklorinasi OCDD di bawah kondisi ruangan) [41].
Namun, meskipun beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa
pengurangan kontaminan oleh nZVZ bisa berhasil, penerapan nZVZ terbatas
hanya dalam degradasi senyawa organik terhalogenasi, terutama CCl4.
Pengolahan jenis kontaminan lain oleh nZVZ jarang dilaporkan hingga
sekarang. Oleh karena itu, aplikasi nZVZ skala pilot atau skala penuh belum
tercapai [42].

2.3 Jenis-Jenis Nanomaterial untuk Pengolahan Air Limbah


Jenis-jenis nanomaterial yang digunakan dalam pengoalahn air limbah
tidaklah jauh berbeda dengan jenis- jenis yang dibahas sebelumnya. Berikut ini
disampaikan sekilas jenis nanomaterial yang dapat digunakan di dalam pengolahan
limbah antara lain [46]:
1. Polimer dendrit termasuk polimer dendrigraft, dendron, dan
dendrimer
Dendrimer dapat dijumpai dalam beragam bentuk (kerucut, bola, dan
cakram) dan ukuran (antara 2-20 nm). Salah satu penelitian yang dilakukan
oleh Diallo (2005) membuktikan bahwa dendrimer dapat digunakan untuk
pembaruan ion tembaga (Cu[II]) dari dalam larutan. Polimer dendrite juga
dapat dimanfaatkan sebagai ligan bagi logam beracun.
2. Oksida logam termasuk titanium oksida (TiO2), zink oksida (ZnO), dan cerium
oksida (CeO2)
Oksida-oksida logam tersebut memiliki luas permukaan yang besar sehingga
cocok untuk dimanfaatkan sebagai adsorben dalam proses pemurnian air. TiO2
dan Cu2O nano digunakan dalam oksidasi elektrokatalitik untuk penyisihan
senyawa organik dan COD. Nanopartikel zink oksida dapat dimanfaatkan untuk
penyisihan arsenik dari dalam air.
3. Nano partikel zeolit
Zeolit dimanfaatkan sebagai media pertukaran ion untuk ion logam dan
merupakan sorben yang efektif untuk penyisihan ion logam. Beberapa logam berat
dari limbah electroplating dan air asam tambang yang dapat disisihkan
menggunakan zeolit yaitu Cr(III), Ni(II), Zn(II), Cu(II), dan Cd(II).
4. Nano partikel berbasis karbon
Nano partikel berbasis karbon memiliki kapasitas dan selektivitas yang tinggi
bagi polutan organik di dalam air sehingga dimanfaatkan sebagai sorben.
Buckyballs, carbon nanotube (CNT), nano diamonds, dan nanowires merupakan
contoh nano partikel berbasis karbon. CNT dengan dinding berlapis digunakan
dalam penyisihan 2,4,6-triklorofenol dan Cu(II).
5. Besi bervalensi nol (Zero Valent Iron, ZVI)
ZVI berguna untuk remediasi air. ZVI juga untuk sedimen dan tanah dengan
cara mengurangi kontaminan (nitrat, trikloroetena, dan tetrakloroetena).

2.4 Batasan-batasan Penggunaan Nanomaterial dan untuk Aplikasinya dalam


Pengolahan Air dan Air Limbah
Komersialisasi teknologi nanomaterial yang diaplikasikan dalam pengolahan
air dan air limbah sangat bergantung pada dampak yang dihasilkannya terhadap
lingkungan akuatik. Banyak studi yang telah dilakukan terhadap nanopartikel yang
berkaitan dengan uji toksisitas, analisis daur hidup, penilaian kelayakan teknologi,
penilaian terhadap mekanisme kerja, dan penilaian dispersal [13]. Hal tersebut telah
dilakukan untuk mengevaluasi bahaya resiko nanomaterial terhadap kesehatan.
Hasil dari penelitian-penelitian tersebut telah mengarahkan pada pemahaman
yang lebih baik terhadap kelakuan nanopartikel seperti CNT, TiO2, dan nanopartikel
perak dalm suatu sistem akuatik. Sehingga, para pemangku jabatan administrasi,
hukum, politik, dan industri telah didukung untuk membuat hukum dan regulasi yang
baru atau memodifikasi yang sudah ada.
Bagaimanapun, banyak penelitian yang telah menghasilkan kesimpulan yang
kontradiktif dikarenakan tidak adanya standar dan kondisi umum yang berlaku untuk
uji ekperimen dan pengukuran yang telah dilakukan.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dalam artikel ini, dibahas mengenai nanopartikel logam bervalensi nol
(Ag, Fe, dan Zn), logam oksida (TiO2, ZnO, dan oksida besi), karbon nanotub
(CNT), dan nanokomposit. Selain itu, aplikasinya dalam pengolahan air dan air
limbah dibahas secara rinci. Mengingat kecepatan perkembangan riset saat ini dan
aplikasinya, nanomaterials terlihat sangat menjanjikan untuk pengolahan air dan
air limbah.

3.2 Saran
Namun, penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk mengatasi
tantangan dalam bidang nanomaterial. Sampai saat ini, hanya beberapa jenis
nanomaterial telah muncul secara komersial. Biaya produksi yang rendah sangat
penting untuk memastikan tersebarnya aplikasi nanomaterial dalam pengolahan
air dan air limbah. Penelitian pada masa yang akan datang harus ditujukan untuk
meningkatkan efisiensi ekonomis nanomaterial. Selain itu, dengan aplikasi yang
semakin luas, ada kekhawatiran yang tumbuh pada potensi toksisitas nanomaterial
terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. Informasi yang tersedia dalam
literatur telah mengungkapkan bahwa beberapa nanomaterials mungkin memiliki
efek buruk pada lingkungan dan kesehatan manusia. Meskipun demikian, standar
untuk menilai toksisitas nanomaterials masih relatif cukup saat ini. Oleh karena
itu, evaluasi menyeluruh dari toksisitas nanomaterials merupakan kebutuhan
mendesak untuk memastikan bahwa nanomaterial dapat diaplikasikan. Lebih dari
itu, evaluasi dan perbandingan kinerja berbagai nanomaterials dalam pengolahan
air dan air limbah masih sedikit. Sulit untuk membandingkan kinerja nanomaterial
yang berbeda dan mencari tahu nanomaterial yang menjanjikan yang layak untuk
pengembangan lebih lanjut. Oleh karena itu, mekanisme evaluasi kinerja
nanomaterial dalam pengolahan air dan air limbah harus disempurnakan di masa
depan.
DAFTAR PUSTAKA
[1] L. Ai dan J. Jiang, “Removal of methylene blue from aqueous solution with self-assembled
cylindrical graphene– carbon nanotube hybrid,” Chem. Eng. J., vol. 192, hal. 156–163,
Jun 2012.
[2] M. M. Pendergast dan E. M. V. Hoek, “A review of water treatment membrane
nanotechnologies,” Energy Environ. Sci., vol. 4, no. 6, hal. 1946–1971, Jun 2011.
[3] A. Ayati, A. Ahmadpour, F. F. Bamoharram, B. Tanhaei, M. Mänttäri, dan M. Sillanpää,
“A review on catalytic applications of Au/TiO2 nanoparticles in the removal of water
pollutant,” Chemosphere, vol. 107, hal. 163–174, Jul 2014.
[4] S. Das, B. Sen, dan N. Debnath, “Recent trends in nanomaterials applications in
environmental monitoring and remediation,” Environ. Sci. Pollut. Res., vol. 22, no. 23,
hal. 18333–18344, Des 2015.
[5] Y. Zhang et al., “Nanomaterials-enabled water and wastewater treatment,” NanoImpact,
vol. 3–4, hal. 22–39, Jul 2016.
[6] B. Karn, T. Kuiken, dan M. Otto, “Nanotechnology and in situ remediation: a review of the
benefits and potential risks,” Ciênc. Amp Saúde Coletiva, vol. 16, no. 1, hal. 165–178,
Jan 2011.
[7] G. Lofrano et al., “Polymer functionalized nanocomposites for metals removal from
water and wastewater: An overview,” Water Res., vol. 92, hal. 22–37, Apr 2016.
[8] Y. A. J. Al-Hamadani et al., “Stabilization and dispersion of carbon nanomaterials in
aqueous solutions: A review,” Sep. Purif. Technol., vol. 156, Part 2, hal. 861–874, Des
2015.
[9] X. Qu, P. J. J. Alvarez, dan Q. Li, “Applications of nanotechnology in water and
wastewater treatment,” Water Res., vol. 47, no. 12, hal. 3931–3946, Agu 2013.
[10] A.L. Dale, E. A. Casman, G. V. Lowry, J. R. Lead, E. Viparelli, dan M. Baalousha,
“Modeling Nanomaterial Environmental Fate in Aquatic Systems,” Environ. Sci.
Technol., vol. 49, no. 5, hal. 2587–2593, Mar 2015.
[11] R. S. Varma, “Greener approach to nanomaterials and their sustainable applications,”
Curr. Opin. Chem. Eng., vol. 1, no. 2, hal. 123–128, Mei 2012.
[12] H. Lu, J. Wang, M. Stoller, T. Wang, Y. Bao, dan H. Hao, “An Overview of
Nanomaterials for Water and Wastewater Treatment,” Adv. Mater. Sci. Eng., vol. 2016,
hal. e4964828, Jul 2016.
[13] A. Gehrke, A. Geiser, dan A. Somborn-Schulz, “Innovations in nanotechnology for water
treatment,” Nanotechnol. Sci. Appl., vol. 8, hal. 1–17, Jan 2015.
[14] M. Khajeh, S. Laurent, dan K. Dastafkan, “Nanoadsorbents: Classification, Preparation,
and Applications (with Emphasis on Aqueous Media),” Chem. Rev., vol. 113, no. 10, hal.
7728–7768, Okt 2013.
[15] I.G. Wenten, P.T.P. Aryanti, A.N. Hakim, K. Khoiruddin, “Karakterisasi Membran.”,
Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung, 2011.
[16] I.G. Wenten, I.N. Widiasa, “Enzymatic hollow fiber membrane bioreactor for penicilin
hydrolysis.” Desalination 149.1 (2002): 279-285.
[17] I.G. Wenten, P.T.P. Aryanti, “Ultrafiltrasi dan Aplikasinya.” Teknik Kimia Institut Teknologi
Bandung, 2014.
[18] I.G. Wenten, “Teknologi Membran dan Aplikasinya di Indonesia.” Teknik Kimia Institut
Teknologi Bandung, 2010.
[19] I.G. Wenten, “Industri Membran dan Perkembangannya.” Teknik Kimia Institut Teknologi
Bandung, 2015.
[20] I.G. Wenten, “Perkembangan Terkini di Bidang Teknologi Membran.” Teknik Kimia Institut
Teknologi Bandung, 2014.
[21] I.G. Wenten, “Ultrafiltration in water treatment and its evaluation as pre-treatment for
reverse osmosis system.” Institut Teknologi Bandung, 1996.
[22] I.G. Wenten, “Application of crossflow membrane filtration for processing industrial
suspensions.” The Technical University of Denmark, 1994.
[23] J. Yin dan B. Deng, “Polymer-matrix nanocomposite membranes for water treatment,” J.
Membr. Sci., vol. 479, hal. 256–275, Apr 2015.
[24] P. A. K. Reddy, P. V. L. Reddy, E. Kwon, K.-H. Kim, T. Akter, dan S. Kalagara, “Recent
advances in photocatalytic treatment of pollutants in aqueous media,” Environ. Int., vol.
91, hal. 94–103, Mei 2016.
[25] S. Song et al., “Impacts of Morphology and Crystallite Phases of Titanium Oxide on the
Catalytic Ozonation of Phenol,” Environ. Sci. Technol., vol. 44, no. 10, hal. 3913–3918,
Mei 2010.
[26] A. Turki, C. Guillard, F. Dappozze, Z. Ksibi, G. Berhault, dan H. Kochkar, “Phenol
photocatalytic degradation over anisotropic TiO2 nanomaterials: Kinetic study, adsorption
isotherms and formal mechanisms,” Appl. Catal. B Environ., vol. 163, hal. 404–414, Feb
2015.
[27] Q. Li et al., “Antimicrobial nanomaterials for water disinfection and microbial control:
Potential applications and implications,” Water Res., vol. 42, no. 18, hal. 4591–4602, Nov
2008.
[28] A. Sondi dan B. Salopek-Sondi, “Silver nanoparticles as antimicrobial agent: a case study
on E. coli as a model for Gram-negative bacteria,” J. Colloid Interface Sci., vol. 275, no.
1, hal. 177–182, Jul 2004.
[29] M. Danilczuk, A. Lund, J. Sadlo, H. Yamada, dan J. Michalik, “Conduction electron spin
resonance of small silver particles,” Spectrochim. Acta. A. Mol. Biomol. Spectrosc., vol.
63, no. 1, hal. 189–191, Jan 2006.

Anda mungkin juga menyukai