PENDAHULUAN
Latar Belakang
Nanoteknologi merupakan salah satu revolusi ilmu pengetahuan dan teknologi terbesar di
abad ke-21 ini. Nanoteknologi telah memberikan banyak manfaat dalam berbagai bidang
kehidupan manusia. Dalam bidang ini sudah banyak memanfaatkan nanopartikel seperti
nanogold yang digunakan sebagai pengobat penyakit kanker, antitoksin, antiartritis; partikel
nanotitanium sebagai penyusun tabir surya (sunscreen cream).
Selain membawa dampak positif nanopartikel juga dapat membawa dampak negatif bagi
kesehatan manusia. Hal ini disebabkan karena nanopartikel mempunyai sifat-sifat yang tidak
dapat dengan mudah diprediksi dibandingkan dengan bulk material dengan jenis yang sama.
Beberapa organ tubuh manusia seperti paru-paru, kulit dan saluran pencernaan bisa mengalami
kontak langsung dengan partikel-partikel dari luar terutama partikel–partikel berukuran nano
yang tidak bisa dilihat dengan menggunakan mata biasa. Secara umum ketiga organ tersebut
mempunyai mekanisme pertahanan alamiah untuk menghilangkan berbagai benda asing yang
masuk ke dalamnya. Tetapi karena nanopartikel mempunyai sifat-sifat yang unik dibandingkan
partikel biasa, maka ada kemungkinan nanopartikel dapat mempengaruhi metabolisme di dalam
tubuh manusia yang berakibat timbulnya penyakit baru.
Makalah ini ditulis untuk mengetahui bagaimana sebenarnya sifat-sifat nanopartikel
tersebut, penggunaan dan manfaatnya serta menjabarkan pengaruhnya terhadap tubuh manusia.
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Nanopartikel adalah material berskala nano yang memiliki ukuran antara 1-100
nanometer. Satu nanometer setara dengan sepersatu miliar meter , kurang lebih seratus ribu kali
lebih kecil dari diameter rambut manusia , seribu kali lebih kecil dari sel darah merah , dan
setengah kali diameter DNA (Riwayati, 2007). Nanopartikel dapat terjadi secara alamiah
ataupun melalui proses sintesis oleh manusia. Sintesis nanopartikel bertujuan mengubah ukuran
partikel dengan ukuran kurang dari 100 nm dan sekaligus mengubah sifat atau fungsinya.
Nanopartikel menjadi menarik untuk ditelaah karena nanopartikel dapat memiliki sifat atau
fungsi yang berbeda dari material sejenis dalam ukuran besar (bulk).
Dua hal utama yang membuat nanopartikel berbeda dengan material sejenis dalam
ukuran besar yaitu:
(a) karena ukurannya yang kecil, nanopartikel memiliki nilai perbandingan antara luas
permukaan dan volume yang lebih besar jika dibandingkan dengan partikel sejenis dalam
ukuran besar. Ini membuat nanopartikel bersifat lebih reaktif. Reaktivitas material
ditentukan oleh atom-atom di permukaan, karena hanya atom-atom tersebut yang
bersentuhan langsung dengan material lain;
(b) ketika ukuran partikel menuju orde nanometer, maka hukum fisika yang berlaku lebih
didominasi oleh hukum-hukum fisika kuantum.
Sifat-sifat yang berubah pada nanopartikel biasanya berkaitan beberapa hal yaitu pertama
adalah fenomena kuantum sebagai akibat keterbatasan ruang gerak elektron dan pembawa
muatan lainnya dalam partikel. Keadaan ini berimbas pada beberapa sifat material seperti
perubahan warna yang dipancarkan, transparansi, kekuatan mekanik, konduktivitas listrik, dan
magnetisasi. Kedua adalah perubahan rasio jumlah atom yang menempati permukaan terhadap
jumlah total atom. Keadaan ini berimbas pada perubahan titik didih, titik beku, dan reaktivitas
kimia dari partikel tersebut.(Harso, 2017).
2
Gambar 1. Perbandingan ukuran nanopartikel
(sumber : Casarett & Doull’s Toxycology. The Basic Science of Poisons.
Berikut ini beberapa contoh penerapan teknologi nano dalam berbagai bidang (Riwayati,2017) :
1. Obat-obatan dan kesehatan : delivery drug ( suatu cara untuk mengirim obat-obatan ke dalam
bagian tubuh yang sakit secara efektif dan efisien )
2. Teknologi informasi : GMR Hard disk
3. Produksi dan penyimpanan Energi : Hydrogen fuel cell
4. Ilmu Bahan : pengembangan material yang lebih ringan dan lebih kuat menggunakan
komposit.
5. Makanan , Air dan Lingkungan : Remedy mathodes ( pengembangan metode-metode
perbaikan dalam bidang-bidang tersebut ).
6. Peralatan : Tunneling microscopy
4
yang tidak larut air. Misel memiliki kegunaan pada stabilitas termodinamik dalam larutan
fisiologis yang mengakibatkan disolusi lambat secara in vivo
e. Dendrimer
Dendrimer merupakan makromolekul yang terdiri atas cabang-cabang di sekeliling inti
pusat yang bentuk dan ukurannya dapat diubah sesuai yang diinginkan. Molekul obat
dapat dimuat baik dalam dendrimer atau diabsorpsi pada permukaannya. Dendrimer cocok
untuk zat penyalut untuk perlindungan dan penghantaran obat menuju target yang spesifik
sehingga dapat mengurangi tokisitas
f. Nanopartikel Polimerik
Nanopartikel polimerik terbagi menjadi nanokapsul dan nanosfer. Nanokapsul terdiri dari
polimer yang membentuk dinding yang melingkupi inti dalam di mana obat dijerat.
Nanosfer terbuat dari matrik polimer padat dan senyawa obat terdispersi di dalamnya.
Polimer yang biasa digunakan antara lain poli asam laktat (PLA), poli asam glikolat
(PGA), poli alkilsianiakrilat (PACA), dan lainnya. Beberapa polimer alam antara lain
kitosan
g. Nanopartikel cross link
Nanopartikel cross link merupakan nanopartikel yang terbentuk dari proses sambung
silang antara elektrolit dengan pasangan ionnya. Ikatan sambung silang ini terjadi secara
ionik maupun kovalen. Pembuatan nanopartikel sambung silang dilakukan menggunakan
metode gelasi ionik.
Makin kecilnya ukuran suatu partikel maka reaktivitas kimia suatu partikel akan semakin
meningkat. Dengan demikian rute paparan, potensi akumulasi partikel nano pada tubuh manusia
melalui bagian tubuh yang berhubungan langsung dengan lingkungan menjadi perhatian akan
potensi toksik nanopartikel. Besar potensi bahaya suatu nanopartikel dapat diukur melalui tingkat
toksik atau racunnya partikel tersebut (Harso, 2017).
Beberapa kajian menunjukkan bahwa tingkat keberacunan nanopartikel ditentukan oleh
beberapa faktor berikut :
a) total luas permukaan partikel terhadap organ tujuan.
5
b) reaktivitas kimia permukaan, termasuk komponen yang terdapat di permukaan seperti logam
dan pelapis serta kemampuannya terlibat dalam reaksi yang melepaskan radikal bebas.
c) dimensi fisika partikel yang memungkinkan terpenetrasi dalam organ atau sel dan menyulitkan
pembuangannya.
d) kelarutannya, seperti garam-garaman yang mudah terlarut sebelum terjadi reaksi beracun.
Pada partikel berukuran lebih besar terjadi respon inflamasi yang persisten, sedangkan
nanopartikel melalui penurunan uptake makrofag berakibat pada penurunan clearence dan
respon inflamasi yang lebih ringan. Meskipun demikian, nanopartikel bebas yang menetap lebih
lama dalam tubuh dapat berdampak terhadap sel target yang dimaksud melalui pelepasan radikal
bebas, interaksi yang lebih lama dengan molekul endogenous (antioksidan, fosfolipid, dan
reseptor membrane), dan pada akhirnya memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami
endositosis dan translokasi (bermigrasi) ke sirkulasi darah sistemik (Paramitha dan Miranti,
2019)
Ukuran yang kecil akan meningkatkan luas permukaan per satuan berat/volume
(meningkatkan rasio luas permukaan/volume). Aktivitas biologi partikel sangat dipengaruhi oleh
luas permukaan yang berkontak langsung dengan cairan, jaringan atau molekul padat dalam
tubuh yang menyebabkan respon tubuh seperti respon inflamasi dan pelepasan mediator sel. Hal
ini menjadi penting untuk pertimbangan efek toksisitas nanopartikel dibandingkan dengan
ukuran partikel yang lebih besar seperti mikropartikel dengan dosis/berat paparan yang sama,
karena dengan berat yang sama nanopartikel dan mikropartikel memiliki luas permukaan yang
berbeda. (Paramitha dan Miranti, 2019)
Peningkatan reaktivitas permukaan dihubungkan dengan posisi yang tidak stabil dari
atom (elektron dan proton) atau ion di permukaan partikel, yang disebabkan oleh ruptur
homolitik dari ikatan kovalen di permukaan partikel yang lebih sering terjadi pada partikel
berukuran kecil. Di situs permukaan inilah sering terbentuk radikal bebas yaitu Reactive Oxygen
Species (ROS). Karakter ini dipengaruhi oleh situs permukaaan yang menghasilkan radikal
bebas, ion logam yang tidak stabil, adsorpsi yang kuat dan modifikasi antioksidan atau protein
endogenous yang dapat meningkatkan reaktivitas dan toksisitas secara umum.(Paramitha dan
Miranti, 2019)
6
Ada tiga cara masuk partikel asing ke dalam tubuh manusia yaitu :
a. Melalui pernafasan masuk ke dalam paru-paru
b. Melalui pori-pori kulit masuk ke dalam aliran darah.
c. Melalui mulut masuk ke dalam saluran pencernaan
7
3. Saluran Pencernaan
Epitel saluran percernaan berbeda dengan epitel organ yang lain. Secara umum fungsi
utama dari epitel saluran pencernaan adalah untuk menyerap berbagai zat masuk ke dalam
tubuh. Jika tidak dalam keadaan sakit , epitel ini bersifat dapat ditembus oleh molekul yang
besar seperti protein (dengan ukuran puluhan nanometer) tetapi membutuhkan pemecahan
sebelum diabsorbsi, partikel-partikel serta mikroorganisme. Keasaman yang tinggi dari
saluran pencernaan mempunyai fungsi pencernaan dan pembunuh kuman serta dapat
melarutkan partikel tertentu yang mungkin membahayakan tubuh. Saluran pencernaan bagian
bawah mempunyai fungsi sekresi dan absorbsi. Sebuah riset tentang formulasi pengantaran
obat menunjukan bahwa beberapa partikel nano masuk ke dalam saluran limfa dalam
pencernaan (Riwayanti, 2007)
Paparan lain nanopartikel ke dalam tubuh manusia dalam bentuk injeksi atau penyaluran
bahan aktif ke sel-sel berpenyakit. Pada aplikasi ini, nanopartikel yang digunakan umumnya
adalah yang bisa terdegradasi secara biologis dalam tubuh. Namun demikian pengujian
toksikologi dan keselamatan terhadap material tersebut ketika berinteraksi dengan sel-sel dan
jaringan harus dilakukan. Sebagai contoh saat ini sedang dikembangkan partikel nano yang dapat
digunakan sebagai pembawa protein, misalnya berupa antibodi.
Nanopartikel (NP) zinc oxide dan TiO2 banyak digunakan di sunscreen karena
menunjukkan sedikit hamburan cahaya tampak dan terlihat transparan, juga efektif menyerap
sinar UV baik dalam panjang gelombang UVB dan UVA (Wang dan Tooley, 2011). Karena
cepat larut dalam air melepaskan ion Zn2 +, NP zinc oxide dianggap sebagai lingkungan yang
potensial toxicants. Zinc okside yang sengaja didoping dengan zat besi (1% hingga 10% berat)
yang menghambat pelepasan ion Zn2 + secara signifikan dalam air dan larutan salin fisiologis. Ion
Zn2 +
menghambat penetasan embrio ikan zebra. NP zinc oxide murni juga menghambat
penetasan; Namun, NP besi kurang penghambatan dalam pengujian ini. Iron doped-Zinc NPs
menyebabkan cedera paru-paru dan peradangan secara signifikan lebih sedikit daripada NP
murni zinc oxide setelah pemberian intratrakeal berangsur-angsur pada tikus. Studi ini
8
memberikan bukti-prinsip untuk desain engineered nanoparticels (ENPs) yang aman untuk
meminimalkan potensi toksisitas lingkungan dan efek kesehatan yang merugikan.
NP TiO2 digunakan secara komersial dalam tabir surya, kosmetik, katalis, dan pelapis
fotokatalitik untuk bangunan dan jendela. Nanosized TiO2 ditemukan dalam konsentrasi kecil
(biasanya <30% jumlah dan massa kurang dari 1%) dalam bahan makanan dan produk perawatan
pribadi. Potensi NP zinc oxide dan TiO2 untuk menginduksi fototoksisitas dan menembus ke
dalam dermis telah menjadi perhatian manusia bagi keamanan tabir surya (Wang dan Tooley,
2011). Tabir surya berbasis mineral ini menyebabkan lebih sedikit iritasi kulit dan menghasilkan
lebih sedikit alergi reaksi dari tabir surya berbasis bahan kimia. NP murni yang digunakan dalam
bentuk tabir surya, agregat berdiameter 30 hingga 150 nm; di dalam rentang ukuran, NP ini
fotoreaktif dan dapat menghasilkan ROS. Meskipun NP TiO2 yang tidak dilapisi menunjukkan
fototoksisitas, setelah pelapisan dengan penstabil hidrofobik yang digunakan dalam formulasi
tabir surya, tidak terdeteksi fototoksisitas dalam sistem uji kultur sel (Schilling et al., 2010).
Serangkaian studi penetrasi kulit menggunakan kedua model ex vivo dan in vivo juga
menunjukkan bahwa NP ini tidak menembus lebih dalam dari lapisan paling luar atau stratum
korneum kulit utuh (Schilling et al., 2010). Secara kolektif, tes toksikologi in vitro dan in vivo ini
menunjukkan manfaat perlindungan terhadap radiasi cahaya UV yang karsinogenik yang
disediakan oleh tabir surya yang diformulasikan dengan zinc oxide atau NP TiO 2 lebih besar dari
risiko minimal yang terkait dengan fototoksisitas, kerusakan DNA, dan kulit penetrasi ke kulit
yang dicukur atau terbakar sinar matahari.(Klaasen, 2019)
9
BAB 3
PENUTUP
10