Anda di halaman 1dari 16

PENGEMBANGAN MATERI/KURIKULUM ILMU

PENDIDIKAN ISLAM
ANALISIS JURNAL
Yang Berjudul
PARADIGMA PENGEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM DI SEKOLAH (ANALISIS BERBAGAI KRITIK TERHADAP PAI)
(Di ajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Ilmu Pendidikan
Islam)
Dosen Pengampu : Prof. H. Dr. Mahmud, M.Si.
Dr. H. Dindin Jamaludin, M.Ag.

Oleh :
Angsih Suwangsih
NIM : 219004004

PASCASARJANA
UIN SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2019
A. Identitas Jurnal
. Judul : “PARADIGMA PENGEMBANGAN KURIKULUM
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH (ANALISIS BERBAGAI
KRITIK TERHADAP PAI)”
. Penulis : Khuzaimah

. Departemen Penulis : Institut Agama Islam Negeri Salatiga

. Penerbit : http//jurnalkependidikan.iainpurwokerto.ac.id

. Jenis Penelitian : Study Kasus

. Tujuan Penelitian : Mengetahui Pengembangan Kurikulum PAI


di Sekolah

. Teknik Penilitian : Teknik Sampling

B.Ringkasan Jurnal

Pendidikan Agama Islam saat ini cenderung masih memiliki kelemahan,


sehingga membutuhkan gagasan atau pengembangan untuk kemajuan ilmu
pendidikan agama Islam. Pada mulanya Pendidikan Agama Islam, khususnya di
Indonesia di berikan dalam surau-surau (masjid), tapi sekarang sudah berkembang
dalam sebuah wadah yang terorganisir dan tertata dengan rapi yaitu madrasah.
Selain madrasah yang notabennya memang berbasis agama, pendidikan agama
Islam juga masuk dalam kurikulum pendidikan umum, walaupun tidak sebanyak d
madrasah ilmu agama yang disampaikan. Karena ilmu pendidikan agama Islam
adalah ilmu yang masih berupaya untuk berkembang, tidak heran kalau masih
banyak kritik yang mengarah pada pendidikan agama Islam.
Pendidikan Agama Islam merupakan salah satu instrumen pokok dalam
pembentukan karakter siswa, namun dalam pelaksanaannya PAI hanya mendapat
alokasi waktu berapa jam saja dalam satu minggu. Padahal begitu banyak materi
yang akan disampaikan. Dengan minimnya alokasi waktu tersebut berimbas pada
penyampaian materi yang kurang efektif, bahkan untuk penyampaian materi
dalam bentuk praktik pun menjadi terhalang
PAI sebagai sebuah mata pelajaran yang terdapat disekolah seyogyanya tidak
dipandang sebatas pengguguran kewajiban oleh guru dalam penyampaian materi.
PAI perlu dipandang sebagai bagian dari upaya internalisasi nilai-nilai ke-Islam-
an yang tidak sekedar bersifat dogmatis namun juga praktis, baik dili8ngkungan
masyarakat dan keluarga.

C. Analisis Jurnal.

1. Kurikulum Pendidikan Islam

Dalam konteks pendidikan Islam kurikulum dapat diartikan sebagai


seperangkat rencana, tujuan, isi dan bahan ajar serta cara yang digunakan oleh
pendidik untuk membimbing peserta didiknya kearah tujuan tertinggi pendidikan
Islam, melalui akumulasi sejumlah pengetahuan, keterampilan dan sikap. Zakiah
Daradjat memandang kurikulum sebagai suatu program yang direncanakan dalam
bidang pendidikan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan.1

Syamsul Bahri Tanrere memberikan pengertian kurikulum pendidikan


Islam adalah semua kegiatan, pengetahuan, pengalaman yang dengan sengaja dan
sistematis diberikan kepada anak didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan
Islam. Materi dalam kurikulum pendidikan Islam menurutnya meliputi tiga pokok
persoalan yaitu keimanan (akidah), keislaman (syariah), ihsan (akhlak).2

Dari pengertian di atas dapat di ambil benang merah bahwa kurikulum


pendidikan Islam adalah seperangkat rencana, tujuan, isi dan bahan ajar yang

1
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1992.
2
Mustafa, 2013: 37-38
digunakan pendidik untuk membimbing peserta didik mencapai tujuan pendidikan
Islam yang mencakup tiga aspek pokok yaitu Keimanan (akidah), keislaman
(syariah), dan ihsan (akhlak).

Rasulullaah SAW Bersabda :

ُ ‫سنَّةَ َر‬
) ‫س ْو ِل ِه ( َر َواهُ حَا ِك ْم‬ َ َ ‫س ْكت ُ ْم ِب ِه َما لَ ْن ت َ ِضلُّ ْوا اَبَدًا ِكت‬
ُ ‫اب هللاِ َو‬ َ ‫ت َ َر ْكتُ فِ ْي ُك ْم ا َ ْم َري ِْن َما ا ِْن ت َ ْم‬

“Telah aku tinggalkan kepada kalian semua dua perkara yang jika kalian
berpegang teguh padanya maka tidak akan tersesat selama-lamanya yaitu kitab
Allah (Al-Qur’an) dan Sunnah Nabi-Nya.” (HR. Hakim)

Adapun ciri kurikulum pendidikan Islam selalu memiliki keterkaitan


dengan Al Qur’an dan Hadist. Al-Syaibani merinci ciri-ciri kurikulum pendidikan
Islam sebagai berikut:
1. Mengedepankan dan mengutamakan agama dan akhlak dalam berbagai
tujuannya.
2. Cakupan kurikulum bersifat menyeluruh yang mencerminkan semangat
pemikiran dan ajaran Islam dan menjangkau semua aspek kehidupan.
3. Mempunyai keseimbangan yang relative di dalam muatan keilmuannya

Dalam analisis jurnal ini kami menambahkan pengembangan kurikulum


Pendidikan Agama Islam yang perlu memperhatikan prinsip- prinsip yang
menjadi dasar kurikulum pendidikan Islam, diantaranya adalah:3

1. Prinsip berdasarkan Islam, termasuk ajaran dan nilai-nilainya. Maka setiap


yang berkaitan dengan kurikulum , termsuk falsafah, tujuan-tujuan, kandungan-
kandungan, metode mengajar, cara-cara perlakuan, dan hubungan-hubungan
yamng berlaku dalam lembaga-lembaga pendidikan harus berdasar pada agama
dan akhlak islam, harus terisi dengan dengan jiwa agama islam, keutama-
utamaan, cita-cita yang tinggi, dan bertujuan untuk membina pribadi beriman

3
Dr. H. Hasbiyallah, M.Ag & Nayif Sujudi, M.Pd, PT.Remaja Rosdakarya, 2019
kepada Allah Semata. Sebagaimana firman Allah dalam Surat Asy-Syuura ayat 13
yang berbunyi:

‫سى‬ َ ‫ص ْينَا ِب ِه ِإب َْرا ِهي َم َو ُمو‬ َّ ‫ِّين َما َوصَّى ِب ِه نُو ًحا َوا َّلذِي أ َ ْو َح ْي َنا ِإ َل ْيكَ َو َما َو‬ ِ ‫ع َل ُكم ِ ِّمنَ ال ِد‬ َ ‫ش ََر‬
َ
‫ّللاُ يَجْ تَبِي إِل ْي ِه َمن‬ َ ْ
َّ ۚ ‫على ال ُمش ِْر ِكينَ َما ت َ ْدعُو ُه ْم إِل ْي ِه‬ َ ُ َ َ
َ ‫سى ۖ أ ْن أقِي ُموا ال ِدِّينَ َو َل تَتَ َف َّرقوافِي ِه ۚ َكبُ َر‬ َ ‫َو ِعي‬
]٤٢:١٣[ ‫يب‬ ُ ‫ن‬
ِ ُ ‫ي‬ ‫ن‬ ‫م‬
َ ‫ه‬ِ ‫ي‬
ْ َ ‫ل‬‫إ‬ِ ‫ِي‬
‫د‬ ‫ه‬
ْ ‫ي‬
َ ‫و‬
َ ‫يَشَا ُء‬

Dia yang telah mensyariatkan kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-
Nya kepada nuh dan apa yang telah kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah
kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan
janganlah kamu berpecah-belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik
agama yang kamu seru kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang
dikehendaki-Nya dan memberi petunjukkepada (agama)-Nya orang yang kembali
(kepada—Nya).
2. Prinsip menyeluruh (universal) pada tujuan-tujuan dan kandungan-kandungan
kurikulum. Kalau tujuan-tujuannya harus meliputi segala aspek-aspek pribadi
anak didik yang berguna untuk memperbaiki pribadi mereka dengan jalan
membina akidah, akal, dan jasmanainya, maka begitu juga anak didik harusnya
bermanfaat bagi masyarakat dalam pengembangan spiritual, kebudayaan, sosial,
ekonomi, dan politik.
3. Prinsip keseimbangan yang relatif antara tujuan dan kandungan-kandungan.
Kalau ia memberi perhatian besar pada perkembangan aspek spiritual dan ilmu-
ilmu syariat, maka tidak boleh aspek itu melampaui aspek-aspek pentingyang lain
dalam kehidupan, juga tidak boleh ilmu-ilmu syariat melampaui ilmu-imu seni,
dan kegiatan-kegiatan lain yang harus dimiliki individu dan masyarakat. Dalam
hal ini konsep islam tentang manusia antara lain bahwa manusia tersusun dari tiga
unsur, yaitu tubuh (jasmani), akal (daya berfikir), dan kalbu ( daya merasa), yang
ketiganya dikembangkan dan diperhatikan dengan sama dan adil.
4. Prinsip efesiensi berkaitan dengan bakat, minat, kemampuan-kemampuan dan
kebutuhan anak didik, maka sangatlah penting memperhatikan alam sekitar dan
sosial dimana anak itu hidup, dan berintraksi untuk memperoleh pengetahuan-
pengetahuan, pengalaman dan sikapnya. Sebab dengan memelihara prinsip ini
kurikulum akan lebih sesuai pelajar, lebih memenuhi kebutuhan-kebutuhannya,
dan lebih sejalan dengan suasana alam sekitar dan kebutuhan-kebutuhan
masyarakatnya.
5. Prinsip relevansi yaitu kesesuain antara perbedaan-perbedaan individu diantara
anak didik dalam bakat-bakat, minat, kemampuan-kemampuan, kebutuhan-
kebutuhan dan masalahnya. Juga memelihara perbedaan-perbedaan dan kelainan-
kelainan diantara alam sekitar dan masyarakat. Karena pemeliharaan ini dapat
menambahkan relavansi kurikulum dengan kebutuhan-kebutuhan anak didik dan
masyarakat serta menambahkan fungsi dan gunanya, sebagaimana ia
menambahkan fleksibilitasnya.
6. Prinsip kedinamisan, perkembangan dan perubahan. Islam menjadi sumber
pengambilan falsafah, prinsip-prinsip, dan dasar-dasar kurikulum. Metode
mengajar dalam pendidikan islam menolak taqlid yang harus diikuti tanpa ada
penyelidikan keilmuan. Islam menggalakan perkembangan yang membangun dan
dan berguna, perubahan yang progesif dan bermanfaat, membolehkan sifat
adaptasi dengan perkembangan dan perubahan yang berlaku dalam segala pola
dan bentuk kehidupan. Karena itu, pendidikan islam harus peka terhadap
kecendrungan perubahan dalam segala aspek kehidupan manusia universal.
7. Prinsip integritas yaitu pertautan antara mata pelajaran, pengalaman-
pengalaman, dan aktivitas yang terkandung dalam kurikulum. Demikian pula
pertautan antara kandungan-kandungan kurikulum dan kebutuhan-kebutuhan anak
didik, kebutuhan-kebutuhan masyarakat, tuntutan ruang, waktu, zaman.
8. Prinsip fleksibilits adalah terdapat ruang gerak yang memberikan kebebasan
dalam bertindak, baik yang berorientasi pada fleksibilitas pemilihan program
pendidikan maupun dalam mengembangkan program pengajaran.
9. Prinsip individualitaas yaitu bagaimana kurikulum memperhatikan perbedaan
pembawaan dan lingkungan peserta didik.
10. Prinsip mengarah pada tujuan, adalah seluruh aktivitas dalam kurikulum
diarahkan untuk mencapai tujuan yang dirumuskan.
11. Prinsip efektivitas, adalah agar kurikulum dapat menunjang efektivitas guru
yang mengajar dan peserta didik yang belajar.4
Berkaitan dengan fungsi kurikulum bagi peserta didik sebgai subjek
didik,terdapat enam fungsi kurikulum sebagaimana yang dikemukakan Alexander
Inglis dalam bukunya, Priciple of secondary Education (1981), berikut ini
1. Fungsi penyesuaian (The Adjust Fine of Adaptive Fungction)
Fungsi penyesuaian mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat
pendidikan harus mampu mengarahkan peserta didik agar memiliki sifat
well adjusted yaitu mampu menyesuaikan dirinya dengan lingkungan,baik
lingkungan fisik maupun lingkungan sosial.
Sebagai mahluk Allah, peserta didik perlu diarahkan melalui program
pendidikan agar dapat menyesuaikan diri dengan masayarakat. Sebagai
khalifah fil ardhi,peserta didik diharapkan mampu mengimplementasikan
nilai-nilai pendidikan yang telah dimiliki untuk mengabdi kepada-Nya.
(QS. Al Baqarah : 30)
2. Fungsi Pengintegrasian (The Integrating Education)
Fungsi integrasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat
pendidikan harus mampu menghasilkan pribadi-pribadi yang utuh.
3. Fungsi Perbedaan (The Differentating Function)
Fungsi diferensiasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat
pendidikan harus mampu memberikan pelayanan terhadap perbedaan
inidividu peserta didik.
4. Fungsi Persiapan
Fungsi persiapan mengandung makna bahwa kurikulum sebagaialat
pendidikan harus mampu mempersiapkan anak didik agar mampu
melanjutkan studi lebih lanjut untuk suatu jangkauan yang lebih ajau, baik
itu melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi maupun untuk belajar di
masyarakat jika ia tidak mungkin melanjutkan ke jenjang yang lebih
tinggi.

4
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam,hlm.161 - 162
5. Fungsi Pemilihan
Dalam fungsi pemilihan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai
alat pendidikan harus mampu memberikan kesempatan kepada anak didik
dalam memilih program-program belajar sesuai dengan kemampuan dan
minatnya.
6. Fungsi Diagnostik (The diagnostik Function)
Salah satu aspek pelayanan pendidikan membantu dan mengarahkan anak
didik agar mampu memahami dan menerima dirinya, sehingga dapat
mengembangkan semua potensi yang dimilikinya.
Fungsi kurikulum bagi sekolah adalah sebagai alat untuk mencapai tujuan
pembelajaran,yang dalam kurikulum disebut sebagai standar kompetensi
atau kompetensi dasar meliputi sikap, pengetahuan dan keterampilan.
Kurikulum juga merupakan pedoman untuk mengatur kegiatan-kegiatan
yang akan diselenggarakan oleh sekolah untuk melakukan penyesuaian –
penyesuian, menjaga kesinambungan dan dapat menghindari
keterulangan, baik dari sisi materi, kegiatan pembelajaran mapun
komponen lain dalam proses dan sistem belajar mengajar.

2. Komponen – komponen Pengembangan Kurikulum


Sebagai sebuah sistem, kurikulum terdiri atas komponen- komponen yang
saling terkait, terintegrasi dan tidak dapat terpisahkan. Adapun komponen –
komponen tersebut adalah5 :

1. Menurut Hasan Langgulung ada 4 komponen utama kurikulum yaitu:


a. Tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh pendidikan itu.
b. Pengetahuan (knowledge), informasi-informasi, data-data, aktifitas-
aktifitas, dan pengalaman-pengalaman dari masa terbentuk kurikulum itu.
Bagian inilah yang disebut mata pelajaran.
c. Metode dan cara-cara mengajar yang dipakai oleh guru-guru mengajar
dan memotivasi murid untuk membawa mereka kearah yang dikehendaki

5
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktik, hlm.103
oleh kurikulum.
d. Metode dan cara penilaian yang dipergunakan dalam mengukur dan
menilai kurikulum dan hasil proses pendidikan yang direncanakan
kurikulum tersebut.
2. Menurut Prof. DR. H. Ramayulis komponen kurikulum itu meliputi:
a. Tujuan yang ingin dicapai meliputi: (1) Tujuan Akhir, (2) Tujuan
Umum, (3) Tujuan Khusus, (4) Tujuan Sementara.
b. Isi kurikulum, berupa materi pembelajaran yang diprogram untuk
mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
c. Media (saran dan prasarana). Media tersebut berupa materil, dan non
materil.
d. Strategi, yang merujuk pada pendekatan dan metode serta teknik
mengajar yang digunakan. Dalam strategi termasuk juga komponen
penujnjang lainnya seperti: (1) sistem administrasi, (2) pelayanan BK, (3)
remedial, (4) pengayaan, dan sebagainya.
e. Proses pembelajaran, yang mana komponen ini sangat penting, sebab
diharapkan melalui proses pembelajaran akan terjadi perubahan tingkah
laku pada diri peserta didik sebagai indikator keberhasilan pelaksanaan
kurikulum.
f. Evaluasi, yang mana dengan evaluasi (penilaian) ini dapat diketahui cara
pencapain tujuan

3. Kelebihan dan Kelemahan Kurikulum Pendidikan Islam

Kurikulum pendidikan Islam selain memiliki kelebihan juga ada beberapa


kelemahan yang harus dibenahi. Menurut Ichlasul Amal, kurikulum pendidikan
Islam yang harus dibenahi antara lain:
1. Pendidikan seyogyanya diarahkan pada studi kritis tentang al Qur’an, sehingga
dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi pada lingkup penemuan
(context of discovery) bukan sekedar pembenahan hasil-hasil yang telah dicapai
(context of justification).
2. Pendidikan agama Islam seyogyanya mampu mengikuti perubahan sosial yang
terjadi sangat cepat sehingga norma agama selalu dipergunakan secara konsisten
dalam pengambilan keputusan.

3. Materi pendidikan seyogyanya didasarkan pada tiga pilar utama yakni landasan
aksiologis, epistemologis, dan ontologis.

4. Pendidikan Islam tidak hanya menyentuh ranah kognitif, tetapi juga harus
menyentuh ranah afektif dan psikomotorik. Karena agama bukan hanya system
pengetahuan tetapi juga system normative dan tauhid.6

4.Sejarah Perkembangan Kurikulum Di Indonesia

6
Suparta , 2016: 245-246
5. Pengembangan Kurikulum PAI di Sekolah

Mengutip pendapat Audrey dan Howard Nichools, Oemar Hamalik


mengemukakan bahwa pengembangan kurikulum (curriculum development)
adalah the planning of learning opportunities intended to bring about certain
desired in pupils, and assessment of the extend to which these changes have taken
place. Artinya, pengembangan kurikulum adalah perencanaan kesempatan-
kesempatan belajar yang dimaksudkan untuk membawa peserta didik ke arah
perubahan-perubahan yang diinginkan serta menilai hingga sejauh mana
perubahan itu telah terjadi pada diri peserta didik. Adapun yang dimaksud
kesempatan belajar (learning opportunities) adalah hubungan yang telah
direncanakan dan terkontrol antara peserta didik, guru, bahan dan peralatan serta
lingkungan belajar. Semua kesempatan belajar yang direncanakan oleh guru bagi
para peserta didik sesungguhnya adalah kurikulum itu sendiri (Arifin, 2012: 42).
Pengembangan kurikulum merupakan sesuatu hal yang dapat terjadi kapan
saja sesuai dengan kebutuhan. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta perubahan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat dan
berbangsa merupakan hal-hal yang harus segera ditanggapi dan dipertimbangkan
dalam pengembangan kurikulum pada setiap jenjang pendidikan (Hamalik, 2011:
90). Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan
memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan
lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing
satuan pendidikan. Rumusan tersebut menunjukkan, faktor-faktor yang harus
diperhatikan dalam penyusunan suatu kurikulum, ialah:
1. Tujuan pendidikan nasional perlu dijabarkan menjadi tujuan-tujuan
institusional, selanjutnya dirinci menjadi tujuan kurikuler yang pada gilirannya
dirumuskan menjadi tujuan-tujuan nstruksional (umum dan khusus), yang
mendasari perencanaan pengajaran

2. Tahap perkembangan peserta didik merupakan landasan psikologis yang


mencakup psikologi perkembangan dan psikologi belajar, yang mengacu pada
proses pembelajaran.

3. Kesesuaian dengan lingkungan menunjuk pada landasan sosiologis


(kemasyarakatan) atau lingkungan social masyarakat dibarengi oleh landasan
bioekologis atau kultur ekologis.

4. Kebutuhan pembangunan nasional yang mencakup pengembangan sumber daya


manusia dan pembangunan semua sector ekonomi.

5. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesesuaian merupakan


landasan budaya bangsa dengan multidimensionalnya.

6. Jenis dan jenjang satuan pendidikan merupakan landasan organisator di bidang


pendidikan. Jenis pendidikan adalah pendidikan yang dikelompokkan sesuai
dengan sifat dan kekhususan tujuannya. (Hamalik, 2011: 92-93)
Menurut hasil kajian Muhaimin paradigma pengembangan pendidikan
Islam ada tiga peta paradigma yaitu: paradigma dikotomis, dalam paradigma ini
aspek kehidupan dipandang dengan sangat sederhana. Pendidikan Islam seolah-
olah hanya mengurusi persoalan ritual dan spiritual sementara kehidupan
ekonomi, politik, social, budaya, dan sebagainya dianggap sebagai urusan duniawi
yang menjadi bidang pendidikan non agama.
Paradigma mekanisme, yang memandang kehidupan terdiri atas berbagai
aspek dan pendidikan dianggap sebagai penanaman dan pengembangan
seperangkat nilai kehidupan yang masing-masing bergerak menurut fungsinya.
Dalam konteks ini sekolah selama ini masih menjalankan proses sekularisasi ilmu
yakni pemisah antara ilmu agama dengan pengetahuan. Nilai keimanan dan
ketaqwaan seolah hanya bagian dari mata pelajaran PAI, sementara mata pelajaran
lain mengajarkan bidang ilmu seolah tidak ada hubungannya dengan masalah nilai
keimanan dan ketaqwaan. Contohnya adalah mata pelajaran agama yang hanya
diberikan 2 atau 3 jam perminggu dan didudukkan sebagai mata pelajaran umum.
Paradigma organism, dalam konteks pendidikan Islam, paradigma
organism bertolak dari pandangan bahwa aktifitas kependidikan merupakan suatu
system yang terdiri dari komponen-komponen yang hidup bersama dan bekerja
bersama secara terpadu menuju tujuan tertentu yaitu terwujudnya hidup yang
religius atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai agama (Muhaimin, 2012: 31-39).
Fenomena pengembangan pendidikan agama Islam di sekolah tampaknya sangat
bervariasi. Dalam arti ada yang cukup puas dengan pola horizontal-lateral
(independent) yakni bidang studi (non-agama) kadang-kadang berdiri sendiri
tanpa dikonsultasikan dan berinteraksi dengan nilai-nilai agama, dan ada yang
mengembangkan pola relasi lateral-sekuensial, yakni bidang studi (non-agama)
dikonsultasikan dengan nilai-nilai agama. Ada pula yang mengembangkan pola
vertical-linier, mendudukkan agama sebagai sumber nilai atau sumber konsultasi dari
berbagai bidang studi. Namun demikian pada umumnya dikembangkan ke pola
horizontal-lateral (independent), kecuali bagi lembaga pendidikan tertentu yang
memiliki komitmen, kemampuan atau political-will dalam mewujudkan
7
relasi/hubungan lateral-skuensial dan vertical linier .

7
Muhaimin. 2012. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah,
dan Perguruan Tinggi. Jakarta: Raja Grafindo.
6. Kendala-kendala dalam Pengembangan Kurikulum PAI

Pengembangan kurikulum PAI belum efektif hal ini terjadi karena pihak-
pihak terkait dengan kurikulum belum siap mengemban tugas tersebut. Adapun
penyebab Paradigma Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di
Sekolah.
ketidakefektifan pengembangan kurikulum di sekolah akan diuraikan
sebagai berikut (Raharjo, 2010: 110-119) :

1. Kualitas guru

Peran terbesar dalam pengembangan kurikulum di sekolah secara praktis


terletak pada kemampuan guru mata pelajaran bersangkutan. Kendala yang
dihadapi dalam mengembangkan kurikulum di sekolah adalah kualitas sumber
daya guru yang rata-rata belum paham akan kurikulum tersebut serta kurangnya
kesadaran guru PAI untuk berusaha menyesuaikan diri dengan tuntutan perubahan
sistem pendidikan yang diberlakukan saat itu. Di samping itu, pemahaman guru
terhadap perubahan kurikulum dari kurikulum yang sebelumnya belum sama dan
merata.

2. Kepala sekolah dan pengurus yayasan

Kepala sekolah adalah guru yang diberikan tugas tambahan sebagai kepala
sekolah namun jabatan tersebut malah memunculkan jarak yang cukup signifikan
dengan guru. Kadang secara tidak sadar mereka malah menciptakan kendala yang
cukup signifikan terhadap kinerja guru, seperti memperlakukan guru sebagai
bawahan dengan membatasi ruang partisipasi guru untuk terlibat dalam berbagai
penentuan kebijakan yang dikeluarkan sekolah. Demikian juga dalam
mengembangkan dan melaksanakan kurikulum, guru diperlakukan seolah bagai
karyawan dan kepala sekolah sebagai atasan.
3. Pengawas Pendidikan Agama Islam

Keberadaan pengawas pendidikan Islam dianggap kurang kreatif dan aktif


dalam melakukan tugas pengawasan, penilaian, dan pembimbingan dalam
pengembangan kurikulum PAI. Peran pengawas PAI dalam melakukan tugasnya
tidak lebih sebagai peninjau dan bersifat formalitas. Ketiadaan peran efektif
pengawas baik sebagai supervisor, pembina, pembimbing, pendamping dan mitra
kerja guru menyebabkan tidak ada koreksi ataupun peningkatan kualitas kerja
yang harusnya dicapai guru PAI.

4. Masyarakat dan komite

Terkait dengan pengembangan kurikulum PAI peran serta masyarakat


belum nampak. Hal ini terjadi karena selama ini mereka tidak terbiasa terlibat
dalam urusan teknis edukasi dan mempercayakan sepenuhnya kepada sekolah.
Koordinasi masyarakat dan komite sekolah hanya terjadi pada program yang
menyangkut pendanaan. Permasalahan yang terkait dengan pendidikan di sekolah,
komite sekolah tidak terlalu peduli. Bagi mereka tampaknya yang penting adalah
anak mereka dilayani dengan baik agar menjadi anak pandai. Terkait dengan
pengembangan kurikulum PAI di sekolah, peran serta masyarakat kurang
memberikan dukungan terhadap eksistensi sekolah bagi masyarakat, sehingga
guru PAI sulit untuk membangun motivasi peserta didik.

Dengan demikian harus ada sinergitas yang baik antara guru, kepala
sekolah, yayasan, pengawas dan komite (masyarakat), supaya dapat
mengefektifkan dan mengoptimalkan pengembangan kurikulum di sekolah.

Anda mungkin juga menyukai