BAB II - Karakteristik Reservoir
BAB II - Karakteristik Reservoir
KARAKTERISTIK RESERVOIR
Sandstone
100 %
Limy Shaly
Sandstone Sandstone
Sandy Sandy
Limestone Shale
Gambar 2.1.
Diagram Komponen Penyusun Batuan
(Pettijohn, F. J., “Sedimentary Rock”, 1957)
3
4
a. Orthoquartzites
Orthoquartzites merupakan jenis batuan sedimen yang terbentuk dari proses
yang menghasilkan unsur silika yang tinggi, dengan tidak mengalami
metaformosa (perubahan bentuk) dan pemadatan, terutama terdiri atas mineral
kuarsa (quartz) dan mineral lainnya yang stabil. Proses metamorfosa adalah
proses perubahan mineral batuan, karena adanya kondisi yang berbeda dengan
kondisi awal.
Material pengikatnya (semen) terutama terdiri atas karbonat dan silika.
Orthoquartzites merupakan jenis batuan reservoir sangat baik karena
pemilahannya sangat baik, butirannya berbentuk bundar dan padatannya tidak
terdapat matriks kecuali semen saja, bebas dari kandungan shale dan clay.
Komposisi kimia dari orthoquarzite dapat dilihat pada Tabel II-1.
Dari Tabel II-1, dapat dilihat bahwa orthoquartzite mempunyai susunan
unsur silika dengan prosentase yang sangat tinggi jika dibandingkan dengan
unsur-unsur yang lainnya. Jadi pada orthoquartzite ini unsur silikanya sangat
dominan sekali, yaitu berkisar antara 61,7 % sampai hampir 100 %. Batupasir
5
MIN. A B C D E F G H I
SiO2 95,32 99,45 98,87 97,80 99,39 93,13 61,70 99,58 93,16
TiO2 .... .... .... .... 0,03 .... .... .... 0,03
Al2O3 2,85 .... 0,41 0,90 0,30 3,86 0,31 0,31 1,28
Fe2O3 0,05 0,08 0,85 0,12 0,11 0,24 1,20
0,30 0,43
FeO .... 0,11 .... .... 0,54 .... ....
MgO 0,04 T 0,04 0,15 None 0,25 .... 0,10 0,07
CaO T 0,13 .... 0,10 0,29 0,19 21,00 0,14 3,12
Na2O 0,80 0,17 0,10
0,30 .... 0,40 .... .... 0,39
K2O 0,15 .... 0,03
H2O +
1,44a) .... 0,17 .... 0,17 1,43a) .... 0,03a) 0,65
H2O -
CO2 .... .... .... .... .... .... 16,10 .... 2,01
Total 100 99,88 99,91 100,2 100,3 99,51 99,52 99,6b) 101,1
b. Graywacke
Graywacke merupakan jenis batu pasir yang tersusun dari unsur-unsur
mineral yang berbutir besar dan kasar, terutama mineral kuarsa dan feldspar serta
fragmen-fragmen batuan lainnya. Sortasi (pemilahan) butir pada Graywacke tidak
bagus karena adanya matriks-matriks batuan. Hal ini juga menyebabkan
berkurangnya porositas batuannya. Material pengikatnya adalah clay dan
karbonat. Komposisi jenis kimia batupasir ini juga tersusun dari unsur silika yang
6
Tabel II-2.
Komposisi Kimia Graywacke
(Pettijohn, F. J., “Sedimentary Rock”, 1957)
MINERAL A B C D E F
A. Average of 23 Graywackes
B. Average of 30 Graywackes, after Tyrrell (1933).
C.Average of 2 parts avrg. Shale and 1 part avrg. Arkose.
a)
. Probably in error; Fe2O3 probably should be 1,4 and the total 100,0
Angeles Graywacke atau batu pasir turbit diketahui sebagai lapisan reservoir yang
cukup penting.
c. Arkose
Arkose merupakan jenis batupasir yang biasanya tersusun dari kuarsa
sebagai mineral yang dominan, meskipun seringkali mineral Arkose feldspar
(MgAlSi3O8) jumlahnya lebih banyak dari kuarsa. Selain dua mineral utama
tersebut, arkose juga mengandung mineral-mineral yang bersifat kurang stabil,
seperti clay{Al4Si4O10(OH)8}, microline (KAlSi3O8), biotite
{K(Mg,Fe)3(AlSi3O10)(OH)2} dan plagioklas {(Ca,Na) (AlSi)AlSi2O8}.
Biasanya cukup bersih tetapi kebundaran daripada butirannya tidak terlalu
baik karena bersudut-sudut dan juga pemilahannya tidak terlalu baik. Arkose
biasanya didapatkan sebagai hasil pelapukan batuan granit.
Komposisi kimia Arkose ditunjukkan pada Tabel II-3, dimana terlihat
bahwa Arkose mengandung lebih sedikit silika jika dibandingkan dengan
Orthoquartzites, tetapi kaya akan alumina, lime, potash, dan soda.
8
Tabel II-3.
Komposisi Kimia Dari Arkose (%)
(Pettijohn, F. J., “Sedimentary Rock”, 1957)
MINERAL A B C D E F
fraksi disusun terutama oleh mineral kalsit, sedangkan pada dolomite mineral
penyusun utamanya adalah mineral dolomite.
a. Limestone
Komposisi kimia limestone dapat menggambarkan adanya sifat dari
komposisi mineralnya yang cukup padat, karena pada limestone sebagian besar
terbentuk dari calcite, bahkan jumlahnya bisa mencapai lebih dari 95%. Unsur
lainnya yang dianggap penting adalah MgO, bila jumlahnya lebih dari 1% atau
2%, maka menunjukkan adanya mineral dolomite. Komposisi kimia limestone
secara lengkap dapat dilihat pada Tabel II-4.
10
Tabel II-4.
Komposisi Kimia Limestone
(Pettijohn, F. J., “Sedimentary Rock”, 1957)
MINERAL A B C D E F
b. Dolomite
Dolomite adalah jenis batuan yang merupakan variasi dari limestone yang
mengandung unsur karbonat lebih besar dari 50 %, sedangkan untuk batuan-
batuan yang mempunyai komposisi pertengahan antara limestone dan dolomite
akan mempunyai nama yang bermacam-macam tergantung dari unsur yang
11
MINERAL A B C D E F
Tabel II-6
Komposisi Kimia Shale
(Pettijohn, F. J., “Sedimentary Rock”, 1957)
MINERAL A B C D E F
bentuk crystalline quartz yang sangat halus, chalcedony atau opal. Beberapa
kemungkinan dari keadaan ini adalah hasil dari sejumlah besar diatom atau abu
vulkanik didalam lingkungan pengendapan. Beberapa silika merupakan unsur
tambahan yang mungkin berasal dari proses alterasi kimia dari mineral-mineral
utama silika.
Shale yang kaya akan besi berisi lebih banyak pyrite atau siderite, atau
silikat besi, yang kesemuanya itu secara tidak langsung menunjukkan bahwa pada
kondisi lingkungan pengendapan asalnya tidak terjadi penurunan atau bahkan
kekurangan unsur alumina.
Kandungan potash hampir selalu lebih banyak dibandingkan dengan soda,
yang mana hal ini kemungkinan sebagai hasil fiksasi didalam mineral-mineral
illitic clay. Sedangkan pada beberapa shale yang sangat kaya sekali akan alkali,
maka akan mengandung sejumlah besar authigenic feldspar.
Connected or
Effective
Porosity
Total
Porosity
Isolated or
Non-Effec tive
Porosity
Gambar 2.2.
Skema Perbandingan Porositas Efektif, Non-Efektif dan
Porositas Absolut Batuan
(Amyx, J. W., “Petroleum Reservoir Engineering-physical Properties”, 1960)
- Pemilahan
Apabila butiran baik maka ada keseragaman sehingga porositasnya akan
baik pula. Pemilahan yang jelek menyebabkan butiran yang berukuran
kecil akan menempati rongga diantara butiran yang lebih besar akibatnya
porositasnya rendah.
- Komposisi mineral
Apabila penyusun batuan terdiri dari mineral-mineral yang mudah larut
seperti golongan karbonat maka porositasnya akan baik karena rongga-
rongga akibat proses pelarutan dari batuan tersebut.
- Sementasi
Material semen pada dasarnya akan mengurangi harga porositas. Material
yang dapat berwujud semen adalah silika, oksida besi dan mineral
lempung.
- Kompaksi dan pemampatan
Adanya kompaksi dan pemampatan akan mengurangi harga porositas.
Apabila batuan terkubur semakin dalam maka porositasnya akan semakin
kecil yang diakibatkan karena adanya penambahan beban.
90 o
o
90
90 o
90 o
90 o
o
90
Gambar 2.3.
Pengaruh Susunan Butir Terhadap Porositas Batuan
(Amyx, J. W., “Petroleum Reservoir Engineering-physical Properties”, 1960)
18
(θ > 90o), seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2.4. karakter oil wet pada
kondisi batuan reservoar tidak diharapkan terjadi sebab akan menyebabkan
jumlah minyak yang tertinggal pada batuan reservoar saat diproduksikan lebih
besar daripada water wet.
Gambar 2.4.
Pembasahan Fluida dalam Pori-pori Batuan
(Amyx, J. W., “Petroleum Reservoir Engineering-physical Properties”, 1960)
Reservoar pada dasarnya mempunyai karakter water wet sehingga air akan
lebih cenderung untuk melekat pada batuan, dimana posisi minyak akan berada
diantara fasa cair. Posisi ini mengakibatkan minyak tidak mempunyai gaya tarik
menarik dengan batuan sehingga minyak akan lebih mudah untuk bergerak
(mengalir).
Gambar 2.5 menunjukkan adanya kesetimbangan gaya yang terjadi pada
permukaan air-minyak dan padatan. Fluida yang mempunyai sifat membasahi
dapat dilihat dari besarnya sudut kontak yang terbentuk. Gaya yang
mengakibatkan air lebih bersifat membasahi padatan untuk system air-minyak dan
padatan adalah :
AT = σso – σsw = σwo cos θwo ............................................................... (2-4)
Keterangan :
AT = Gaya adhesi, dyne/cm.
σso = Tegangan permukaan antara zat padat-minyak, dyne/cm.
σsw = Tegangan permukaan antara zat padat-cair, dyne/cm.
σwo = Tegangan permukaan antara air-minyak, dyne/cm.
20
wo
cos so sw
wo
so sw
Gambar 2.5.
Kesetimbangan Gaya-gaya pada Batas Air-Minyak-Padatan
(Amyx, J. W., “Petroleum Reservoir Engineering-physical Properties”, 1960)
Gambar 2.6 menunjukkan besarnya sudut kontak dari air yang berada
bersama-sama dengan hidrokarbon pada media yang berbeda.
o o o o
= 30 = 48 = 54 = 106
o
= 30
o
= 83
o = 158 = 35
o
Gambar 2.6.
Sudut Kontak Antar Permukaan Air dengan Hidrokarbon
pada media yang berbeda, (a) Media Kalsit (b) Media silika
(Amyx, J. W., “Petroleum Reservoir Engineering-physical Properties”, 1960)
30 200 900 md 90
100 md
27 180 81
High Above Zero Capillary Pressure, ft
200 md
500 md
10 m d
Oil-Water Capillary Pressure, psi
24 160 72
(laboratory data)
18 120 54
15 100 45
12 80 36
9 60 27
6 40 18
3 20 9
0 0 0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Water Saturation, %
Gambar 2.7.
Kurva Distribusi Fluida
(Cole, F.W., “Reservoir Engineering Manual”, -Texas, 1969.)
Pa
B‘ Pob
B‘
B Pwb B
Pw
h h
air Oil
Pa Poa A
A’ A A’ Pwa
water water
Gambar 2.8.
Tekanan dalam Pipa Kapiler
(Amyx, J. W., “Petroleum Reservoir Engineering-physical Properties”, 1960)
22
Berdasarkan pada Gambar 2.8, sebuah pipa kapiler dalam suatu bejana
terlihat bahwa air naik ke atas di dalam pipa akibat gaya adhesi antara air dan
dinding pipa yang arah resultannya ke atas.
Gaya-gaya yang bekerja pada sistem tersebut adalah :
1. Besar gaya tarik keatas adalah 2 rAT, dimana r adalah jari-jari pipa
kapiler.
2. Sedangkan besarnya gaya dorong ke bawah adalah r2hg(w-o).
Pada kesetimbangan yang tercapai kemudian, gaya ke atas akan sama
dengan gaya ke bawah yang menahannya yaitu gaya berat cairan. Secara
matematis dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut :
2 r A T r 2 h g ( w o ) .................................................(2-5)
atau :
2 AT
h ......................................................................... (2-6)
r ( w o ) g
Keterangan :
h = ketinggian cairan di dalam pipa kapiler, cm
r = jari-jari pipa kapiler, cm.
w = massa jenis air, gr/cc
o = massa jenis minyak, gr/cc
g = percepatan gravitasi, cm/dt2
Dengan memperlihatkan permukaan fasa minyak dan air dalam pipa kapiler
maka akan terdapat perbedaan tekanan yang dikenal dengan tekanan kapiler (Pc).
Besarnya Pc sama dengan selisih antara tekanan fasa air dengan tekanan fasa
minyak, sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut :
Pc = Po – Pw = (o - w) g ..........................................................(2-7)
Tekanan kapiler dinyatakan berdasarkan sudut kontak dalam hubungan
sebagai berikut :
2 cos
Pc .............................................................................(2-8)
r
Keterangan :
Pc = tekanan kapiler
23
1 1 1 2 cos g h
....................................(2-10)
Rm R1 R 2 rt
R1
R2
Gambar 2.9.
Distribusi dan Pengukuran Radius Kontak
Antara Fluida Pembasah dengan Padatan
(Cole, F.W., “Reservoir Engineering Manual”, -Texas, 1969.)
2.2.4. Permeabilitas
Permeabilitas didefinisikan sebagai suatu bilangan yang menunjukkan
kemampuan dari suatu batuan untuk mengalirkan fluida. Definisi kuantitatif
24
h1 - h2
Q
A h1
h2
l
Gambar 2.10.
Skema Percobaan Penentuan Permeabilitas
(Amyx, J. W., “Petroleum Reservoir Engineering-physical Properties”, 1960)
k kg k
k ro o , k rg , k rw w . .............................(2-14)
k k k
(Keterangan : o = minyak, g = gas dan w = air)
Sedangkan besarnya harga permeabilitas efektif untuk minyak dan air
dinyatakan dengan persamaan :
Qo . o . L
ko ......................................................................(2-15)
A . (P1 P2 )
Qw . w . L
kw .............................................................................. (2-16)
A . (P1 P2 )
Harga-harga ko dan kw pada Persamaan 2-15 dan Persamaan 2-16 jika
diplot terhadap So dan Sw akan diperoleh hubungan seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 2.11, yang menunjukkan bahwa ko pada Sw = 0 dan pada So = 1 akan
sama dengan k absolut, demikian juga untuk harga k absolutnya (titik A dan B).
Ada tiga hal penting untuk kurva permeabilitas efektif sistem minyak-air
(Gambar 2.11) , yaitu :
ko akan turun dengan cepat jika Sw bertambah dari nol, demikian juga kw
akan turun dengan cepat jika Sw berkurang dari satu, sehingga dapat
dikatakan untuk So yang kecil akan mengurangi laju aliran minyak karena
ko-nya yang kecil, demikian pula untuk air.
ko akan turun menjadi nol, dimana masih ada saturasi minyak dalam
batuan (titik C) atau disebut Residual Oil Saturation (Sor), demikian juga
untuk air yaitu (Swr).
Harga ko dan kw selalu lebih kecil dari harga k, kecuali pada titik A dan B,
sehingga diperoleh persamaan :
k o k w 1 .............................................................................. (2-17)
Jika harga kro dan krw diplot terhadap saturasi fluida So dan Sw, maka akan
didapat kurva seperti Gambar 2.12.
Harga kro dan krw berkisar antara 0 sampai 1, sehingga diperoleh persamaan :
27
k ro k rw 1 ………………………………………………….. (2-18)
Untuk sistem gas dan air, harga Krg dan Krw selalu lebih kecil dari satu atau :
k rg k rw 1 …………………………………………………. (2-19)
Gambar 2.11.
Kurva Permeabilitas Efektif Untuk Sistem Minyak dan Air
(Pirson, S.J.,” Oil Reservoir Engineering”,1958)
Gambar 2.12.
Kurva krelatif Sistem Air-Minyak
(Amyx, J. W., “Petroleum Reservoir Engineering-physical Properties”, 1960)
28
Po r o s i t y
Gambar 2.13.
Grafik Hubungan Antara Porositas dan Permeabilitas
(Amyx, J. W., “Petroleum Reservoir Engineering-physical Properties”, 1960)
2. Saturasi
Seperti terlihat pada Gambar 2.11 dan Gambar 2.12 menyatakan bahwa
terdapat hubungan antara saturasi dengan permeabilitas. Apabila saturasi
minyak bertambah, maka permeabilitas efektif dan permeabilitas relatif
minyak akan bertambah pula, demikian juga halnya dengan air.
3. Berdasarkan pada Persamaan 2-11, maka permeabilitas dipengaruhi oleh
kecepatan aliran fluida (v), viskositas fluida dan tekanan.
4. Geometri Aliran
Permeabilitas akan bervariasi pada setiap bentuk aliran dan kondisi lapisan.
Untuk menentukan permeabilitas pada setiap kondisi yang berbeda, digunakan
rumus yang berbeda pula.
a. Aliran Laminer, distribusi permeabilitas berbentuk paralel, seperti
pada Gambar 2.14.
29
Q1 P1 P2
Q2 k1 h1
Q
Q
k2 h2
Q3
k3 h3
w
L
Gambar 2.14.
Aliran Linier, Kombinasi Lapisan Paralel
(Amyx, J. W., “Petroleum Reservoir Engineering-physical Properties”, 1960)
P1 P2
k1 k2 k3
Q Q
P1 P2 P3 h
w L1 L2 L3
L
Gambar 2.15.
Aliran Linier, Kombinasi Lapisan Seri
(Amyx, J. W., “Petroleum Reservoir Engineering-physical Properties”, 1960)
Sg + So + Sw = 1 ............................................................................ (2-25)
Sedangkan jika pori-pori batuan hanya terisi minyak dan air, maka :
So + Sw = 1 ....................................................................................(2-26)
31
So V + Sg V = (1 – Sw ) V ............................................(2-27)
Pengukuran saturasi fluida dapat dilakukan dengan menggunakan metode
Retort dan metode Distilasi.
2.2.6. Kompresibilitas
Pada formasi batuan kedalaman tertentu terdapat dua gaya yang bekerja
padanya, yaitu gaya akibat beban batuan diatasnya (overburden) dan gaya yang
timbul akibat adanya fluida yang terkandung dalam pori-pori batuan tersebut.
Pada keadaan statik, kedua gaya berada dalam keadaan setimbang. Bila tekanan
reservoir berkurang akibat pengosongan fluida, maka kesetimbangan gaya ini
terganggu, akibatnya terjadi penyesuaian dalam bentuk volume pori-pori.
Menurut Geerstma (1957), mengemukakan tiga konsep mengenai
kompressibilitas batuan, yaitu :
32
1 dVp
Cp . .............................................................................(2-29)
Vp dP *
Keterangan :
Vr = volume padatan batuan (grains)
Vp = volume pori-pori batuan
P = tekanan hidrostatik fluida di dalam batuan
33
*
P = tekanan luar (tekanan overburden).
10
9
8
Compressibility, x 106
7
Effective Rock
6
5
4
3
2
1
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26
P o r o s i t y, %
Gambar 2.16.
Kurva Kompressibilitas Effektif Batuan
(Amyx, J. W., “Petroleum Reservoir Engineering-physical Properties”, 1960)
Keterangan :
Wm = berat dalam pounds dari 1 lb-mole campuran.
Volume komponen dari campuran adalah merupakan berat dari komponen pada
campuran tersebut dan specific volume dari komponen pada kondisi umum dari
tekanan dan temperatur, yaitu:
Vi xi M i vi Wi vi ................................................................................ (2-32)
Keterangan :
Vi = volume dari komponen i pada 1 lb-mole campuran
vi = specific volume dari komponen i.
Jika campuran terdiri dari banyak komponen maka persamaannya akan menjadi:
Vm Vi ........................................................................................... (2-33)
Setelah mendapatkan volume campuran dan berat campuran dari minyak maka
dapat dicari densitasnya dengan menggunakan persamaan:
35
Wm
m ........................................................................................... (2-34)
Vm
Keterangan :
m = berat gas, lb
V = volume gas, cuft
M = berat molekul gas, lb/lb mole
P = tekanan reservoir, psia
T = temperatur, oR
R = konstanta gas = 10,73 psia cuft/lb mole oR
Rumus di atas hanya berlaku untuk gas berkomponen tunggal,
sedangkan untuk gas campuran digunakan rumus sebagai berikut:
PM a
g
z RT ............................................................................................. (2-36)
Keterangan :
z = faktor kompresibilitas gas
Ma = berat molekul tampak = yi Mi
yi = fraksi mol komponen ke-i dalam suatu campuran gas
Mi = berat molekul untuk komponen ke-i dalam suatu campuran gas.
dan temperatur 600 F. Untuk melakukan pengamatan terhadap air formasi dapat
dihubungkan dengan densitas air murni pada kondisi sebagai berikut :
Vw
wb Bw
Vwb w ......................................................................................... (2-37)
Keterangan :
Vwb = Specific volume air pada kondisi dasar, lb/cuft
wb = Density dari air pada kondisi dasar, lb/cuft
Bw = Faktor volume formasi air, bbl/stb
Dengan demikian jika densitas air formasi pada kondisi dasar (standard) dan
faktor volume formasi dari air ada harganya (dari pengukuran langsung), maka
densitas dari air formasi dapat ditentukan. Faktor yang sangat mempengaruhi
terhadap densitas air formasi adalah kadar garam dan temperatur reservoir.
2.3.2. Viskositas
2.3.2.1. Viskositas Minyak
Viskositas minyak adalah suatu ukuran tentang besarnya keengganan
minyak untuk mengalir. Viskositas merupakan perbandingan shear stress dan
shear rate. Viskositas dinyatakan dengan persamaan:
F
dv
A
............................................................................................ (2-38)
dy
Keterangan :
= viskositas, gr/(cm.sec)
F = shear stress
A = luas bidang paralel terhadap aliran, cm2
dv
dy = gradien kecepatan, cm/(sec.cm)
37
Gambar 2.17.
Hubungan Viscositas Minyak Dengan Tekanan Reservoir
(Amyx, J. W., “Petroleum Reservoir Engineering-physical Properties”, 1960)
Gambar 2.18.
Viskositas Minyak Reservoir pada Tekanan 1 Atmosfir
dan Temperatur Reservoir
(McCain, Jr., W.D., “The Properties of Petroleum Fluids”, 1973)
g YMgi i i
0, 5
..........................................................................(2-40)
Y M i i
0,5
Keterangan :
g = viskositas gas campuran pada tekanan atmosfer
gi = viskositas gas murni
Yi = fraksi mpl gas murni
Mi = berat molekul gas murni
40
Gambar 2.19.
Viscositas Beberapa Gas Murni Pada Tekanan Atmosfer
(Amyx, J. W., “Petroleum Reservoir Engineering-physical Properties”, 1960)
Gambar 2.20.
Grafik μ air vs T pada Berbagai Tekanan
(Amyx, J. W., “Petroleum Reservoir Engineering-physical Properties”, 1960)
Gambar 2.21.
Grafik Faktor Volume Formasi Standing
(Amyx, J. W., “Petroleum Reservoir Engineering-physical Properties”, 1960)
Tf = temperatur, oF
Perubahan Bo terhadap tekanan untuk minyak mentah jenuh ditunjukkan
oleh Gambar 2.22. Tekanan reservoar awal adalah Pi dan harga awal faktor
volume formasi adalah Boi. Dengan turunnya tekanan reservoar di bawah tekanan
bubble point, maka gas akan keluar dan Bo akan turun
Gambar 2.22.
Hubungan Faktor Volume Formasi Minyak terhadap Tekanan
(Amyx, J. W., “Petroleum Reservoir Engineering-physical Properties”, 1960)
znRT
Vres p zTpsc
Bg ............................................................ (2-43)
Vsc z sc nRTsc z scTpsc
Psc
Pada keadaan normal Tsc = 520 0R, Psc=14,7 psia, dan zsc=1. Dengan
mensubstitusikan persamaan (2-37) maka:
zT
Bg 0,0283 ...................................................................................... (2-44)
P
persamaan ini digunakan untuk satuan standart (misal cubic feet per standart cubic
foot) jika menggunakan satuan barrels/SCF maka persamaannya menjadi:
zT bbl
Bg 0,00504 ........................................................................... (2-45)
P scf
Co V1 dV
dP ....................................................................................... (2-46)
Keterangan :
Bob = faktor volume formasi pada tekanan bubble point
Boi = faktor volume formasi pada tekanan reservoir
Pi = tekanan reservoir
Pb = tekanan bubble point.
45
Gambar 2.23.
Compresibility Factor Untuk Gas Alam
(Amyx, J. W., “Petroleum Reservoir Engineering-physical Properties”, 1960)
47
0, 0125 o API
1, 20482
p 10
Rs g 0,00091Tf ......................................................... (2-55)
18 10
48
Gambar 2.24.
Kurva Kelarutan Gas Sebagai Fungsi Tekanan Reservoir
(McCain, Jr., W.D., 1973)
b. Flash Liberation
Merupakan proses pembebasan gas dimana tekanan dikurangi dalam
jumlah tertentu dan setelah kesetimbangan dicapai gas baru
dibebaskan.
1000 1,8
Specific Gravity of
ON
( ST.oil = 60 F )
ERATI
IB
600 SL 1,4
L GA ON
NTIA ERATI
E IB
FER SL
400 DIF GA 1,2
SH
FLA
200 1,0
DIFFERENTIAL GAS LIBERATION
0 0,8
0 400 800 1200 1600 2000 2400 2800 3200 3600
Reservoir Pressure, psia
Gambar 2.25.
Perbedaan antara Flash Liberation Dengan Differential Liberation
(Amyx, J. W., “Petroleum Reservoir Engineering-physical Properties”, 1960)
sampai harga minimum kemudian naik lagi terhadap naiknya suhu, dan kelarutan
gas dalam air berkurang dengan bertambahnya kadar garam (diperlihatkan oleh
Gambar 2.26)
Gambar 2.26.
Kelarutan Natural Gas Dalam Air Formasi Sebagai Fungsi
Temperatur dan Tekanan
(Clark, N.J., “Element of Petroleum Reservoir”,1974)
tabrakan diantara berbagai molekul fluida atau di dinding tersebut pada setiap
detik. Tekanan merupakan sumber energi yang menyebabkan fluida dapat
bergerak. Besarnya tekanan reservoir ini akan berkurang dengan adanya kegiatan
produksi. Tekanan yang bekerja didalam reservoir pada dasarnya disebabkan oleh
tiga hal, yaitu :
1. Tekanan Hidrostatik
Tekanan ini disebabkan oleh fluida (terutama air) yang mengisi pori-pori
batuan diatasnya. Faktor yang mempengaruhi fluida formasi adalah jenis fluida
dan kondisi geologi. Secara matematis tekanan hidrostatik dapat dituliskan
sebagai berikut :
Ph = 0,052 ρ h , (psi) ......................................................................... (2-56)
Atau :
Ph = (ρ/10) h , (psi) ......................................................................... (2-57)
Keterangan :
ρ = Densitas fluida, (ppg atau gr/cc)
Ph = Tekanan hidrostatik, (psi atau ksc)
h = Tinggi kolom fluida, (ft atau meter).
Gradien hidrostatik untuk air murni adalah 0,433 psi/ft, sedangkan air asin
adalah 0,465 psi/ft. Penyimpangan dari harga tersebut disebut tekanan abnormal.
2. Tekanan Overburden
Tekanan formasi dalam hal ini adalah tekanan overburden. Tekanan
overburden adalah tekanan yang diderita oleh formasi karena beban (berat) batuan
diatasnya atau besarnya tekanan yang diakibatkan oleh berat seluruh beban yang
berada di atas suatu kedalaman tertentu tiap satuan luas.
berat material berat cairan
Pob ................................................. (2– 58)
luas area
Gradien tekanan overburden adalah menyatakan tekanan overburden dan tiap
kedalaman.
Po = Go x D ..................................................................................... (2-59)
52
Keterangan :
Pob = Tekanan overburden, psi
Gob = Gradien tekanan overburden, psi/ft (umumnya sebesar 1 psi/ft, jika
tekanan overburden pada kedalaman 1000 ft adalah 1000 psi)
D = Kedalaman, ft
Pada prinsipnya tekanan reservoar adalah bervariasi terhadap kedalaman.
Hubungan antara tekanan dan kedalaman tersebut disebut dengan gradient
tekanan. Gradient tekanan hidrostatik air murni adalah 0,433 psi/ft, sedangkan
untuk air asin berkisar antara 0,433 – 1 psi/ft. penyimpangan dari harga tersebut
dianggap sebagai tekanan abnormal. Gradient tekanan overburden adalah :
2,3 x 0,433 psi/ft = 1 psi/ft
3. Tekanan Kapiler
Tekanan kapiler disebabkan oleh adanya gaya yang dipengaruhi tegangan
permukaan antar fluida yang bersinggungan, besar volume dan bentuk pori serta
sifat kebasahan batuan reservoir. Untuk menghitung besarnya tekanan kapiler dap
h
Pc = (Pw – Po) ................................................................................... (2-60)
144
Keterangan :
Pc : Tekanan Kapiler, psi
H : Ketinggian dari bidang di antara minyak dan air dimana tekanan
kapiler sama dengan nol pada WOC, ft
ρo : Densitas minyak, lb/cuft
ρw : Densitas air, lb/cuft
ratanya adalah 2oF / 100 ft. Gradien geothermis yang tertinggi adalah 4oF / 100 ft,
sedangkan yang terendah adalah 0,5 oF / 100 ft. Variasi yang kecil dari gradient
geothermis ini disebabkan oleh sifat konduktivitas termis beberapa jenis batuan.
Besarnya gradien geotermal dari suatu daerah dapat dicari dengan
menggunakan persamaan :
Tformasi Tstandart
Gradien geothermal
Kedalalaman Formasi ............................................ (2-61)
Harga gradien geotermal berkisar antara 1,11o sampai 2 oF / 100 ft. Seperti
diketahui temperatur sangat berpengaruh terhadap sifat–sifat fisik fluida reservoir
Hubungan temperatur terhadap kedalaman dapat dinyatakan sebagai
berikut :
Td = Ta + @ x D ................................................................................ (2-62)
Keterangan :
Td = temperatur reservoir pada kedalaman D ft, oF
Ta = temperatur pada permukaan, oF
@ = gradien temperatur, oF
D = kedalaman, ft
Pengukuran temperatur formasi dilakukan setelah “completion” dan
temperatur formasi ini dapat dianggap konstan selama kehidupan reservoir,
kecuali bila dilakukan proses stimulasi. Suatu contoh kurva temperatur versus
kedalaman dapat dilihat pada Gambar 2.27. Kurva tersebut merupakan hasil
survey dari suatu lapangan.
Kegunaan data temperatur formasi adalah untuk menentukan sifat–sifat
fisik fluida formasi.
54
Gambar 2.27.
Kurva Gradien Temperatur Rata-rata terhadap kedalaman
(Amyx, J. W., “Petroleum Reservoir Engineering-physical Properties”, 1960)
A. Perangkap lipatan
Perangkap lipatan biasanya berbentuk antiklin dan merupakan perangkap
utama serta yang paling penting. Unsur yang paling mempengaruhi pembentukan
perangkap ini adalah lapisan penyekat dan penutup yang berada diatasnya, dan
55
dibentuk sedemikian rupa sehingga minyak tidak bisa lari kemana-mana, seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 2.28.
Gambar 2.28.
Perangkap Lipatan Antiklin
(Koesoemadinata H.R.P., “Geologi Minyak dan Gas Bumi”,1980)
Menurut bentuknya, perangkap lipatan antiklin dapat dibagi menjadi
antiklin dengan sayap simetris atau asimetris, melengkung memanjang dan
pendek. Pada perangkap jenis ini hidrokarbon dapat terakumulasi bersama-sama
dengan air, sedangkan untuk kondisi tekanan awal reservoir berada dibawah
tekanan saturasi maka hidrokarbon yang terdapat terdiri dari fluida dua fasa, yaitu
minyak dan gas.
B. Perangkap Patahan
Adanya patahan akibat gaya tektonik dapat menjadikan suatu lapisan
batuan berfungsi sebagai perangkap hidrokarbon. Dengan adanya patahan yang
terjadi ini menyebabkan terjadinya bidang yang berfungsi sebagai penyekat dan
bersifat impermeabel (Gambar 2.29.). Gambar tersebut memperlihatkan bentuk
patahan yang disebabkan oleh adanya kemiringan lapisan batuan. Berdasarkan
terjadinya patahan normal dimana akibat patahan tersebut maka salah satu lapisan
akan bergerak naik dan akibat adanya pendesakan perlapisan garam dibawah yang
menembus perlapisan diatasnya atau perangkap kubah garam (Gambar 2.30.).
56
Gambar 2.29.
Perangkap Patahan Melengkung
(Koesoemadinata H.R.P., “Geologi Minyak dan Gas Bumi”,1980)
Gambar 2.30.
Suatu Penampang Ideal Melalui Suatu Lapangan Minyak Kubah Garam
(Koesoemadinata H.R.P., “Geologi Minyak dan Gas Bumi”,1980)
Gambar 2.31.
Perangkap Stratigrafi karena Pembajian
(Koesoemadinata H.R.P., “Geologi Minyak dan Gas Bumi”,1980)
Gambar 2.32.
Perangkap Stratigrafi karena Penyerpihan
(Koesoemadinata H.R.P., “Geologi Minyak dan Gas Bumi”,1980)
Gambar 2.33.
Perangkap Stratigrafi karena Bidang Ketidakselarasan
(Koesoemadinata H.R.P., “Geologi Minyak dan Gas Bumi”,1980)
59
Gambar 2.34.
Perangkap Kombinasi Jenis Pembajian dengan Lipatan
(Koesoemadinata H.R.P., “Geologi Minyak dan Gas Bumi”,1980)
60
Gambar 2.35.
Perangkap Kombinasi Jenis Pembajian dengan Patahan
(Koesoemadinata H.R.P., “Geologi Minyak dan Gas Bumi”,1980)
Gambar 2.36.
Diagram Fasa dari Minyak Berat
(Mc.Cain, Jr., W.D., “The Properties of Petroleum Fluids”,1973)
61
Gambar 2.37.
Diagram Fasa dari Minyak Ringan
(Mc.Cain, Jr., W.D., “The Properties of Petroleum Fluids”,1973)
Gambar 2.38.
Diagram Fasa dari Gas Kondensat
(Mc.Cain, Jr., W.D., “The Properties of Petroleum Fluids”,1973)
63
Pada titik 1 reservoir hanya terdiri dari satu fasa dan dengan turunnya
tekanan reservoir selama produksi berlangsung, terjadi kondensasi retrograde
dalam reservoir. Pada titik 2 (titik embun) cairan mulai terbentuk dan dengan
turunnya tekanan dari titik 2 ke titik 3, jumlah cairan dalam reservoir bertambah.
Pada titik 3 ini merupakan titik dimana jumlah maksimum cairan yang bisa
terjadi. Penurunan selanjutnya menyebabkan cairan menguap.
Rasio gas–minyak produksi dari reservoir kondensat dapat mencapai
sekitar 70,000 scf / stb dengan gravitasi cairan sebesar 60 oAPI. Cairan produksi
biasanya berwarna cerah.
Gambar 2.39.
Diagram Fasa dari Gas Basah
(Mc.Cain, Jr., W.D., “The Properties of Petroleum Fluids”,1973)
Gambar 2.40.
Diagram Fasa dari Gas Kering
(Mc.Cain, Jr., W.D., “The Properties of Petroleum Fluids”,1973)
Gambar 2.41.
Solution Gas Drive Reservoir
(Clark, N.J., “Element of Petroleum Reservoir”,1974)
66
Gambar 2.42.
Karakteristik Tekanan, PI, dan GOR pada Solution Gas Drive Reservoir
(Craft, B.C. and Hawkins, M.F., 1959)
Pada awal produksi, karena gas yang dibebaskan dari minyak masih
terperangkap pada sela–sela pori batuan, maka gas oil ratio produksi akan lebih
kecil jika dibandingkan dengan rasio gas–minyak reservoir. Rasio gas–minyak
produksi akan bertambah besar bila gas pada saluran pori–pori tersebut mulai
bisa mengalir, hal ini terus–menerus berlangsung hingga tekanan reservoir
menjadi rendah.
Bila tekanan telah cukup rendah maka gas oil ratio akan menjadi
berkurang sebab volume gas di dalam reservoir tinggal sedikit. Dalam hal ini
minyak–gas produksi dan rasio minyak–gas reservoir harganya hampir sama.
Recovery yang mungkin diperoleh sekitar 5 – 30 %. Dengan demikian
untuk reservoir jenis ini pada tahap teknik produksi primernya akan meninggalkan
residual oil yang cukup besar. Produksi air hampir–hampir tidak ada karena
reservoirnya terisolir, sehingga meskipun terdapat connate water tetapi hampir–
hampir tidak dapat terproduksi.
reservoir itu membentuk suatu tudung. Hal ini bisa merupakan suatu energi
pendesak untuk mendorong minyak bumi dari reservoir ke lubang sumur dan
mengangkatnya ke permukaan. Bila reservoir ini dikelilingi suatu batuan yang
merupakan perangkap, maka energi ilmiah yang menggerakkan minyak ini berasal
dari dua sumber, yaitu ekspansi gas cap dan ekspansi gas yang terlarut lalu
melepaskan diri.
Mekanisme yang terjadi pada gas cap reservoir ini adalah minyak pertama
kali diproduksikan, permukaan antara minyak dan gas akan turun, gas cap akan
berkembang ke bawah selama produksi berlangsung. Untuk jenis reservoir ini,
umumnya tekanan reservoir akan lebih konstan jika dibandingkan dengan solution
gas drive. Hal ini disebabkan bila volume gas cap drive telah demikian besar,
maka tekanan minyak akan jadi berkurang dan gas yang terlarut dalam minyak
akan melepaskan diri menuju ke gas cap, dengan demikian minyak akan
bertambah ringan, encer, dan mudah untuk mengalir menuju lubang bor (Gambar
2.43.).
Gambar 2.43.
Gas Cap Drive Reservoir
(McCain, Jr., W.D., “The Properties of Petroleum Fluids”,1973)
ini akan mempunyai umur dan recovery sekitar 20 – 40 %, yang lebih besar jika
dibandingkan dengan jenis solution gas drive. Sehingga residu oil yang masih
tertinggal di dalam reservoir ketika lapangan ini ditutup adalah lebih kecil jika
dibandingkan dengan jenis solution gas drive (Gambar 2.44.).
Gambar 2.44.
Karakteristik Tekanan, PI, dan GOR pada Gas Cap Drive Reservoir
(Craft, B.C. and Hawkins, M.F., 1959)
Gambar 2.45.
Water Drive Reservoir
(McCain, Jr., W.D., “The Properties of Petroleum Fluids”,1973)
Rasio gas–minyak untuk reservoir jenis ini relatif lebih konstan jika
dibandingkan dengan reservoir jenis lainnya. Hal ini disebabkan karena tekanan
reservoir relatif akan konstan karena dikontrol terus oleh pendesakan air yang
hampir tidak mengalami penurunan. Produksi air pada awal produksi sedikit,
tetapi apabila permukaan air telah mencapai lubang bor maka mulai mengalami
kenaikan produksi yang semakin lama semakin besar secara kontinyu sampai
sumur tersebut ditinggalkan karena produksi minyaknya tidak ekonomis lagi
(Gambar 2.46.).
Untuk reservoir dengan jenis pendesakan water drive maka bagian minyak
yang terproduksi akan lebih besar jika dibandingkan dengan jenis pendesakan
lainnya, yaitu antara 35 – 75% dari volume minyak yang ada. Sehingga minyak
sisa ( residual oil ) yang masih tertinggal didalam reservoir akan lebih sedikit.
70
Gambar 2.46.
Karakteristik Tekanan, PI, dan GOR pada Water Drive Reservoir
(Craft, B.C. and Hawkins, M.F., 1959)
pada atau sepanjang zona dengan permeabilitas tinggi dengan kemiringan lapisan
cukup curam, ini semuanya akan menyebabkan perbesaran dalam pergerakan
minyak dalam struktur lapisannya (Gambar 2.47.).
Gambar 2.47.
Segregation Drive Reservoir
(Tarek Ahmed,” Reservoir Engineering Handbook “,2000)
Gambar 2.48.
Kelakuan Segregational Drive Reservoir
(Cole, F.W., “Reservoir Engineering Manual”, -Texas, 1969.)
Gambar 2.49.
Combination Drive Reservoir
(Clark, N.J., “Element of Petroleum Reservoir”,1974)
Gambar 2.50.
Kelakuan Combination Drive Reservoir
(Clark, N.J., “Element of Petroleum Reservoir”,1974)