Anda di halaman 1dari 71

BAB II

KARAKTERISTIK RESERVOIR

2.1. Komposisi kimia Batuan Reservoir


Batuan adalah kumpulan dari mineral-mineral, sedangkan suatu mineral
dibentuk dari beberapa ikatan kimia. Komposisi kimia dan jenis mineral yang
menyusunnya akan menentukan jenis batuan yang terbentuk.
Batuan reservoir umumnya terdiri dari batuan sedimen, yang berupa
batupasir dan karbonat (sedimen klastik) serta batuan shale (sedimen non-klastik)
atau kadang-kadang vulkanik. Masing-masing batuan tersebut mempunyai
komposisi kimia yang berbeda, demikian juga dengan sifat fisiknya. Komponen
penyusun batuan serta macam batuannya dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Sandstone
100 %

Limy Shaly
Sandstone Sandstone

Sandy Sandy
Limestone Shale

Limestone Shaly Limy


Shale
100 % Limestone Shale 100 %

Gambar 2.1.
Diagram Komponen Penyusun Batuan
(Pettijohn, F. J., “Sedimentary Rock”, 1957)

Unsur atau atom-atom penyusun batuan reservoir perlu diketahui mengingat


macam dan jumlah atom-atom tersebut akan menentukan sifat-sifat dari mineral
yang terbentuk, baik sifat-sifat fisik maupun sifat-sifat kimiawinya. Mineral
merupakan zat-zat yang tersusun dari komposisi kimia tertentu yang dinyatakan
dalam bentuk rumus-rumus dimana menunjukkan macam unsur-unsur serta
jumlahnya yang terdapat dalam mineral tersebut.

3
4

2.1.1. Batu Pasir


Batu pasir termasuk golongan batuan klastik detritus dan sebetulnya yang
dimaksud batu pasir disini adalah batuan detritus pada umumnya yang berkisar
dari lanau sampai konglomerat. Porositas yang didapat di dalam batu pasir ini
hanya bersifat intergranular, pori-pori terdapat diantara butir-butir dan khususnya
terjadi secara primer, jadi rongga-rongga terjadi pada waktu pengendapan. Namun
tidak dapat dipungkiri, bahwa setelah proses pengendapan tersebut dapat terjadi
berbagai modifikasi dari pada rongga-rongga, misalnya sementasi ataupun
pelarutan dari semen dan juga proses sekunder lainnya seperti peretakan.
Menurut Pettijohn, batu pasir dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu :
Orthoquartzites, Graywacke, dan Arkose. Pembagian tersebut didasarkan pada
jumlah kandungan mineralnya. Kandungan mineral dan komposisi kimia
penyusun batuan reservoir sangat berpengaruh terhadap besarnya sortasi yang
dapat mempengaruhi besarnya pori-pori batuan reservoir.

a. Orthoquartzites
Orthoquartzites merupakan jenis batuan sedimen yang terbentuk dari proses
yang menghasilkan unsur silika yang tinggi, dengan tidak mengalami
metaformosa (perubahan bentuk) dan pemadatan, terutama terdiri atas mineral
kuarsa (quartz) dan mineral lainnya yang stabil. Proses metamorfosa adalah
proses perubahan mineral batuan, karena adanya kondisi yang berbeda dengan
kondisi awal.
Material pengikatnya (semen) terutama terdiri atas karbonat dan silika.
Orthoquartzites merupakan jenis batuan reservoir sangat baik karena
pemilahannya sangat baik, butirannya berbentuk bundar dan padatannya tidak
terdapat matriks kecuali semen saja, bebas dari kandungan shale dan clay.
Komposisi kimia dari orthoquarzite dapat dilihat pada Tabel II-1.
Dari Tabel II-1, dapat dilihat bahwa orthoquartzite mempunyai susunan
unsur silika dengan prosentase yang sangat tinggi jika dibandingkan dengan
unsur-unsur yang lainnya. Jadi pada orthoquartzite ini unsur silikanya sangat
dominan sekali, yaitu berkisar antara 61,7 % sampai hampir 100 %. Batupasir
5

Orthoquarzite relatif bersih karena matrik dan sementasinya jumlah unsurnya


kecil sehingga persen dari pada porositasnya besar .
Tabel II-1.
Komposisi Kimia Batupasir Orthoquartzites
(Pettijohn, F. J., “Sedimentary Rock”, 1957)

MIN. A B C D E F G H I
SiO2 95,32 99,45 98,87 97,80 99,39 93,13 61,70 99,58 93,16
TiO2 .... .... .... .... 0,03 .... .... .... 0,03
Al2O3 2,85 .... 0,41 0,90 0,30 3,86 0,31 0,31 1,28
Fe2O3 0,05 0,08 0,85 0,12 0,11 0,24 1,20
0,30 0,43
FeO .... 0,11 .... .... 0,54 .... ....
MgO 0,04 T 0,04 0,15 None 0,25 .... 0,10 0,07
CaO T 0,13 .... 0,10 0,29 0,19 21,00 0,14 3,12
Na2O 0,80 0,17 0,10
0,30 .... 0,40 .... .... 0,39
K2O 0,15 .... 0,03
H2O +
1,44a) .... 0,17 .... 0,17 1,43a) .... 0,03a) 0,65
H2O -
CO2 .... .... .... .... .... .... 16,10 .... 2,01

Total 100 99,88 99,91 100,2 100,3 99,51 99,52 99,6b) 101,1

A. Lorrain (Huronian) F. Berea (Mississippian)


B. St. Peter (Ordovician) G. “Crystalline Sandstone”, Fontainebleau
C. Mesnard (Preeambrian) H. Sioux (Preeambrian)
D. Tuscarora (Silurian) I. Average of A – H, inclusive.
a)
E. Oriskany ( Devonian) . Loss of ignition
b)
. Includes SO3, 0,13 %.

b. Graywacke
Graywacke merupakan jenis batu pasir yang tersusun dari unsur-unsur
mineral yang berbutir besar dan kasar, terutama mineral kuarsa dan feldspar serta
fragmen-fragmen batuan lainnya. Sortasi (pemilahan) butir pada Graywacke tidak
bagus karena adanya matriks-matriks batuan. Hal ini juga menyebabkan
berkurangnya porositas batuannya. Material pengikatnya adalah clay dan
karbonat. Komposisi jenis kimia batupasir ini juga tersusun dari unsur silika yang
6

cukup tinggi, meskipun kadarnya lebih rendah dari orthoquartzite. Komposisi


kimia Graywacke secara terperinci dapat dilihat padaTabel II-2.

Tabel II-2.
Komposisi Kimia Graywacke
(Pettijohn, F. J., “Sedimentary Rock”, 1957)

MINERAL A B C D E F

SiO2 68,20 63,67 62,40 61,52 69,69 60,51


TiO2 0,31 .... 0,50 0,62 0,40 0,87
Al2O3 16,63 19,43 15,20 13,42 13,43 15,36
Fe2O3 0,04 3,07 0,57 1,72 0,74 0,76
FeO 3,24 3,51 4,61 4,45 3,10 7,63
MnO 0,30 .... .... .... 0,01 0,16
MgO 1,30 0,84 3,52 3,39 2,00 3,39
CaO 2,45 3,18 4,59 3,56 1,95 2,14
Na2O 2,43 2,73 2,68 3,73 4,21 2,50
P2O3 0,23 .... .... .... 0,10 0,27
SO3 0,13 .... .... .... .... ....
CO2 0,50 .... 1,30 3,04 0,23 1,01
H2O + 1,75 1,56 2,33 2,08 3,38
2,36
H2O – 0,55 0,07 0,06 0,26 0,15
S .... .... .... .... .... 0,42

T o t a l 99,84 100,06 99,57 100,01 100,01 100,24

A. Average of 23 Graywackes
B. Average of 30 Graywackes, after Tyrrell (1933).
C.Average of 2 parts avrg. Shale and 1 part avrg. Arkose.
a)
. Probably in error; Fe2O3 probably should be 1,4 and the total 100,0

Graywacke banyak berasosiasi dengan turbidit ataupun diendapkan oleh arus


turbid. Di Indonesia ‘Graywacke’ masih belum ditemukan sebagai batuan
reservoir, akan tetapi di Amerika Serikat di cekungan Ventura dan cekungan Los
7

Angeles Graywacke atau batu pasir turbit diketahui sebagai lapisan reservoir yang
cukup penting.

c. Arkose
Arkose merupakan jenis batupasir yang biasanya tersusun dari kuarsa
sebagai mineral yang dominan, meskipun seringkali mineral Arkose feldspar
(MgAlSi3O8) jumlahnya lebih banyak dari kuarsa. Selain dua mineral utama
tersebut, arkose juga mengandung mineral-mineral yang bersifat kurang stabil,
seperti clay{Al4Si4O10(OH)8}, microline (KAlSi3O8), biotite
{K(Mg,Fe)3(AlSi3O10)(OH)2} dan plagioklas {(Ca,Na) (AlSi)AlSi2O8}.
Biasanya cukup bersih tetapi kebundaran daripada butirannya tidak terlalu
baik karena bersudut-sudut dan juga pemilahannya tidak terlalu baik. Arkose
biasanya didapatkan sebagai hasil pelapukan batuan granit.
Komposisi kimia Arkose ditunjukkan pada Tabel II-3, dimana terlihat
bahwa Arkose mengandung lebih sedikit silika jika dibandingkan dengan
Orthoquartzites, tetapi kaya akan alumina, lime, potash, dan soda.
8

Tabel II-3.
Komposisi Kimia Dari Arkose (%)
(Pettijohn, F. J., “Sedimentary Rock”, 1957)

MINERAL A B C D E F

Si O2 69,94 82,14 75,57 73,32 80,89 76,37


Ti O2 .... .... 0,42 .... 0,40 0,41
Al2 O3 13,15 9,75 11,38 11,31 7,57 10,63
Fe2 O3 1,23 0,82 3,54 2,90 2,12
2,48
Fe O .... 1,63 0,72 1,30 1,22
Mn O 0,70 .... 0,05 T .... 0,25
Mg O T 0,19 0,72 0,24 0,04 0,23
Ca O 3,09 0,15 1,69 1,53 0,04 1,30
Na2 O 3,30 0,50 2,45 2,34 0,63 1,84
K2 O 5,43 5,27 3,35 6,16 4,75 4,99
H2 O + 1,06
1,01 0,64 a 0,30 a 1,11 0,83
H2 O – 0,05
P2 O3 .... 0,12 0,30 .... .... 0,21
C O2 .... 0,19 0,51 0,92 .... 0,54

Total 99,1 100,18 100 100,2 99,63 100,9

A. Portland stone, Triassic (Merrill, 1891).


B. Torridon sandstone, Preeambrian (Mackie, 1905).
C. Torridonian Arkose (avg. of 3 analyses) (Kennedy, 1951).
D. Lower Old Red Sandstone, Devonian (Mackie, 1905).
E. Sparagmite (unmetamorphosed) (Barth, 1938).
F. Average of A – E, inclusive.
a)
. Loss of ignition.

2.1.2. Batuan Karbonat


Batuan karbonat yang dimaksud dalam bahasan ini adalah limestone,
dolomite, dan yang bersifat diantara keduanya. Limestone adalah istilah yang
biasa dipakai untuk kelompok batuan yang mengandung paling sedikit 80 %
calcium carbonate atau magnesium. Istilah limestone juga dipakai untuk batuan
yang mempunyai fraksi karbonat melebihi unsur non-karbonatnya. Pada limestone
9

fraksi disusun terutama oleh mineral kalsit, sedangkan pada dolomite mineral
penyusun utamanya adalah mineral dolomite.

a. Limestone
Komposisi kimia limestone dapat menggambarkan adanya sifat dari
komposisi mineralnya yang cukup padat, karena pada limestone sebagian besar
terbentuk dari calcite, bahkan jumlahnya bisa mencapai lebih dari 95%. Unsur
lainnya yang dianggap penting adalah MgO, bila jumlahnya lebih dari 1% atau
2%, maka menunjukkan adanya mineral dolomite. Komposisi kimia limestone
secara lengkap dapat dilihat pada Tabel II-4.
10

Tabel II-4.
Komposisi Kimia Limestone
(Pettijohn, F. J., “Sedimentary Rock”, 1957)

MINERAL A B C D E F

Si O2 5,19 0,70 7,41 2,55 1,15 0,09


Ti O2 0,06 .... 0,14 0,02 .... ....
Al2 O3 0,81 0,68 1,55 0,23 0,45
Fe2 O3 0,08 0,70 0,02 .... 0,11
0,54
Fe O .... 1,20 0,28 0,26
Mn O 0,05 .... 0,15 0,04 .... ....
Mg O 7,90 0,59 2,70 7,07 0,56 0,35
Ca O 42,61 54,54 45,44 45,65 53,80 55,37
Na2 O 0,05 0,16 0,15 0,01 ....
0,07
K2 O 0,33 None 0,25 0,03 0,04
H2 O + 0,56 .... 0,38 0,05 0,69
0,32
H2 O – 0,21 .... 0,30 0,18 0,23
P2 O3 0,04 .... 0,16 0,04 .... ....
C O2 41,58 42,90 39,27 43,60 42,69 43,11
S 0,09 0,25 0,25 0,30 .... ....
Li2 O T .... .... .... .... ....
Organic .... T 0,29 0,40 .... 0,17

Total 100,09 99,96 100,16 100,04 99,9 100,1

A. Composite analysis of 345 limestones, HN Stokes, analyst (Clarke, 1924, p. 564)


B. “Indiana Limestone” (Salem, Mississippian), AW Epperson, analyst (Loughlin, 1929, p. 150)
C. Crystalline, crinoidal limestone (Brassfield, Silurian, Ohio), Down Schaff, analyst (Stout, 1941, p. 77)
D. Dolomitic Limestone (Monroe form., Devonian, Ohio), Down Schaff, analyst (Stout, 1941, p. 132)
E. Lithoeraphic Limestone (Solenhofen, Bavaria), Geo Steigner, analyst (Clarke, 1924, p. 564)
F. Travertine, Mammoth Hot Spring, Yellowstone, FA Gooch, analyst (Clarke, 1904, p.323)

b. Dolomite
Dolomite adalah jenis batuan yang merupakan variasi dari limestone yang
mengandung unsur karbonat lebih besar dari 50 %, sedangkan untuk batuan-
batuan yang mempunyai komposisi pertengahan antara limestone dan dolomite
akan mempunyai nama yang bermacam-macam tergantung dari unsur yang
11

dikandungnya. Perbedaan komposisi kimia antara limestone dan dolomite adalah


pada unsur Mg-nya dimana pada dolomite mempunyai kadar Mg yang lebih besar.
Tabel II-5 menunjukkan komposisi kimia unsur penyusun dari dolomite.
Tabel II-5
Komposisi Kimia Dolomite
(Pettijohn, F. J., “Sedimentary Rock”, 1957)

MINERAL A B C D E F

Si O2 .... 2,55 7,96 3,24 24,92 0,73


Ti O2 .... 0,02 0,12 .... 0,18 ....
Al2 O3 .... 0,23 1,97 0,17 1,82 0,20
Fe2 O3 .... 0,02 0,14 0,17 0,66 ....
Fe O .... 0,18 0,56 0,06 0,40 1,03
Mn O .... 0,04 0,07 .... 0,11 ....
Mg O 21,90 7,07 19,46 20,84 14,70 20,48
Ca O 30,40 45,65 26,72 29,56 22,32 30,97
Na2 O .... 0,01 0,42 .... 0,03 ....
K2 O .... 0,03 0,12 .... 0,04 ....
H2 O + .... 0,05 0,33 0,42 ....
0,30
H2 O – .... 0,18 0,30 0,36 ....
P2 O3 .... 0,04 0,91 .... 0,01 0,05
C O2 47,7 43,60 41,13 43,54 33,82 47,51
S .... 0,30 0,19 .... 0,16 ....
Sr O .... 0,01 none .... none ....
Organic .... 0,04 .... .... 0,08 ....

T o t a l 100 100,06 100,40 99,90 100,04 100,9

A. Theoretical composition of pure dolomite. D. “Knox” Dolomite


B. Dolomitic Limestone E. Cherty-Dolomite
C. Niagaran Dolomite F. Randville Dolomite
12

2.1.3. Batuan Shale


Komposisi dasar shale adalah mineral clay. Tipe clay yang sering terdapat
dalam formasi hidrokarbon, yaitu : Montmorillonite, Illite dan Kaolinite.
Montmorillonite terdiri dari 3 lapisan struktur, dimana dua lapisannya
adalah Si4O10, kandungan O2 dalam ikatan tersebut tidak dapat dipisahkan secara
langsung. Lapisan montmorillonite diikat bersama-sama oleh aluminium hidroksil
pada keadaan tetap dimana aluminium dikelilingi oleh empat O2 dan dua
hidroksil. Karakteristik dari montmorillonite air yang terdapat dalam pola. Pola
montmorillonite adalah mengembang. Tingkat swellingnya lebih tinggi jika
dibandingkan dengan clay yang lain. Clay ini memperkecil dengan harga yang
lebih besar daripada clay yang lain. Komposisi kimianya (OH)4.Al4Si8O20.H2O,
sedangkan rumus oksidanya adalah 3H2O.2Al2O3.8SiO2.
Illite merupakan kandungan yang umum dan penting dalam clay dan shale.
Yang mempunyai pola dasar seperti montmorillonite kecuali ion K yang
menempati posisi antara pola lapisan. Illite lebih kompleks dari montmorillonite
dan kaolinite. Pada dasarnya illite adalah clay dalam ukuran muscovite. Illite
dikategorikan sebagai clay non swelling walaupun sedikit mengabsorbsi air.
Kaolinite terdiri dari dua lapisan struktur. Yang satu terbentuk dari SiOP4
dan yang lain terbentuk dari aluminium hidroksil. Pengganti silika atau aluminium
oleh elemen yang lain tidak diperlukan. Sehingga hasil analisa kaolinite
mendekati ikatan kimia (OH)8Al4Si4O10 dan ikatan oksidanya adalah
4H2O.2Al2O3.4SiO2. Kaolinite relatif tidak mengembang bila kena air.
Batu lempung biasanya tidak dianggap sebagai batuan reservoir karena
porositas dan permeabilitasnya kecil tetapi di beberapa tempat batu lempung dapat
menghasilkan minyak atau gas.
Pada umumnya unsur penyusun batuan shale terdiri dari kurang lebih 58 %
silicon dioxide (SiO2), 15 % alumunium oxide (Al2O3), 6 % iron oxide (FeO) dan
Fe2O3, 2 % magnesium oxide (MgO), 3 % calcium oxide (CaO), 3 % potassium
oxide (K2O), 1 % sodium oxide (Na2O), dan 5 % air (H2O). Sisanya adalah metal
oxide dan anion, seperti terlihat pada Tabel II-6.
13

Tabel II-6
Komposisi Kimia Shale
(Pettijohn, F. J., “Sedimentary Rock”, 1957)

MINERAL A B C D E F

Si O2 58,10 55,43 60,15 60,64 56,30 69,96


Ti O2 0,54 0,46 0,76 0,73 0,77 0,59
Al2 O3 15,40 13,84 16,45 17,32 17,24 10,52
Fe2 O3 4,02 4,00 4,04 2,25 3,83
3,47
Fe O 2,45 1,74 2,90 3,66 5,09
Mn O .... T T .... 0,10 0,06
Mg O 2,44 2,67 2,32 2,60 2,54 1,41
Ca O 3,11 5,96 1,41 1,54 1,00 2,17
Na2 O 1,30 1,80 1,01 1,19 1,23 1,51
K2 O 3,24 2,67 3,60 3,69 3,79 2,30
H2 O + 3,45 3,82 3,51 3,31 1,96
5,00
H2 O – 2,11 0,89 0,62 0,38 3,78
P2 O3 0,17 0,20 0,15 .... 0,14 0,18
C O2 2,63 4,62 1,46 1,47 0,84 1,40
S O3 0,64 0,78 0,58 .... 0,28 0,03
Organic 0,80 a 0,69 a 0,88 a .... 1,18 a 0,66
Misc. .... 0,06 b 0,04 b 0,38 c 1,98 c 0,32

T o t a l 99,95 100,84 100,46 99,60 100,00 100,62

A. Average Shale (Clarke, 1924, p.24)


B. Composite sample of 27 Mesozoic and Cenozoic shales, HN Stokes, analyst, (Clarke, 1924, p.552).
C. Composite sample of 52 Paleozoic shales, HN Stokes, analyst, (Clarke, 1924, p.552).
D. Unweighted avrg. of 36 analyses of Slate (29 Paleozoic, 1 Mesozoic, 6 Precambrian)(Eckel, 1904).
E. Unweighted avrg. of 33 analyses of Precambrian Slate (Nanz, 1953)
F. Composite analyses of 235 samples of Mississippi delta, (Clarke, 1924, p. 509).
a b c
. Carbon; . Ba O; . Fe S2 .

Dalam keadaan normal shale mengandung sejumlah besar quartz, silt,


bahkan jumlah ini dapat mencapai 60 %. Tetapi dalam keadaan tertentu shale bisa
mengandung silika dengan kandungan tinggi yang bukan berasal dari kandungan
silt. Kebanyakan kandungan silika yang berlebihan tersebut didapatkan dalam
14

bentuk crystalline quartz yang sangat halus, chalcedony atau opal. Beberapa
kemungkinan dari keadaan ini adalah hasil dari sejumlah besar diatom atau abu
vulkanik didalam lingkungan pengendapan. Beberapa silika merupakan unsur
tambahan yang mungkin berasal dari proses alterasi kimia dari mineral-mineral
utama silika.
Shale yang kaya akan besi berisi lebih banyak pyrite atau siderite, atau
silikat besi, yang kesemuanya itu secara tidak langsung menunjukkan bahwa pada
kondisi lingkungan pengendapan asalnya tidak terjadi penurunan atau bahkan
kekurangan unsur alumina.
Kandungan potash hampir selalu lebih banyak dibandingkan dengan soda,
yang mana hal ini kemungkinan sebagai hasil fiksasi didalam mineral-mineral
illitic clay. Sedangkan pada beberapa shale yang sangat kaya sekali akan alkali,
maka akan mengandung sejumlah besar authigenic feldspar.

2.2. Sifat Fisik Batuan Reservoir


2.2.1. Porositas
Porositas () didefinisikan sebagai perbandingan antara volume ruang pori-
pori terhadap volume batuan total (bulk volume). Besar-kecilnya porositas suatu
batuan akan menentukan kapasitas penyimpanan fluida reservoir. Secara
matematis porositas dapat dinyatakan sebagai :
Vb  Vs Vp
  ...............................................................................(2-1)
Vb Vb
Keterangan :
Vb = volume batuan total (bulk volume)
Vs = volume padatan batuan total (volume grain)
Vp = volume ruang pori-pori batuan.
Porositas batuan reservoir dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
1. Porositas absolut, adalah perbandingan antara volume pori total terhadap
volume batuan total yang dinyatakan dalam persen, atau secara matematik
dapat ditulis sesuai persamaan sebagai berikut :
15

volume pori total


  100% .....................................................(2-2)
bulk volume

2. Porositas efektif, adalah perbandingan antara volume pori-pori yang saling


berhubungan terhadap volume batuan total (bulk volume) yang dinyatakan
dalam persen.
volume pori yang berhubungan
  100% ..........................(2-3)
bulk volume
Gambar 2.2 menunjukkan perbandingan antara porositas efektif, non efektif
dan porositas total dari suatu batuan. Untuk selanjutnya, porositas efektif
digunakan dalam perhitungan karena dianggap sebagai fraksi volume yang
produktif.

Connected or
Effective
Porosity

Total
Porosity

Isolated or
Non-Effec tive
Porosity

Gambar 2.2.
Skema Perbandingan Porositas Efektif, Non-Efektif dan
Porositas Absolut Batuan
(Amyx, J. W., “Petroleum Reservoir Engineering-physical Properties”, 1960)

Berdasarkan waktu dan cara terjadinya, maka porositas dapat juga


diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
1. Porositas primer, yaitu porositas yang terbentuk pada waktu yang
bersamaan dengan proses pengendapan berlangsung.
2. Porositas sekunder, yaitu porositas batuan yang terbentuk setelah
proses pengendapan.
16

Tipe batuan sedimen atau reservoir yang mempunyai porositas primer


adalah batuan konglomerat, batupasir, dan batu gamping. Porositas sekunder
dapat diklasifikasikan menjadi tiga golongan, yaitu :
1. Porositas larutan, adalah ruang pori-pori yang terbentuk karena adanya proses
pelarutan batuan.
2. Rekahan, celah, kekar, yaitu ruang pori-pori yang terbentuk karena adanya
kerusakan struktur batuan sebagai akibat dari variasi beban, seperti : lipatan,
sesar, atau patahan. Porositas tipe ini sulit untuk dievaluasi atau ditentukan
secara kuantitatif karena bentuknya tidak teratur.
3. Dolomitisasi, dalam proses ini batu gamping (CaCO3) di transformasikan
menjadi dolomite (CaMg(CO3)2) atau berdasarkan reaksi kimia berikut :
2CaCO3 + MgCl3  CaMg(CO3)2 + CaCl2
Besar-kecilnya porositas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : ukuran
butir (semakin baik distribusinya, semakin baik porositasnya), susunan butir
(Gambar 2.3) menunjukkan bahwa susunan butir berbentuk kubus mempunyai
porositas lebih baik dibandingkan bentuk rhombohedral, kompaksi, sementasi dan
lingkungan pengendapannya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi porositas antara lain :
- Ukiran butir atau grain size
Semakin kecil ukuran butir maka rongga yang terbentuk akan semakin
kecil pula dan sebaliknya jika ukuran butir besar maka rongga yang
terbentuk juga semakin besar.
- Bentuk butir atau sphericity
Batuan dengan bentuk butir jelek akan memiliki porositas yang besar,
sedangkan kalau bentuk butir baik maka akan memiliki porositas yang
kecil.
- Susunan butir
Apabila ukuran butirnya sama maka susunan butir sama dengan bentuk
kubus dan mempunyai porositas yang lebih besar dibandingkan dengan
bentuk rhombohedral.
17

- Pemilahan
Apabila butiran baik maka ada keseragaman sehingga porositasnya akan
baik pula. Pemilahan yang jelek menyebabkan butiran yang berukuran
kecil akan menempati rongga diantara butiran yang lebih besar akibatnya
porositasnya rendah.
- Komposisi mineral
Apabila penyusun batuan terdiri dari mineral-mineral yang mudah larut
seperti golongan karbonat maka porositasnya akan baik karena rongga-
rongga akibat proses pelarutan dari batuan tersebut.
- Sementasi
Material semen pada dasarnya akan mengurangi harga porositas. Material
yang dapat berwujud semen adalah silika, oksida besi dan mineral
lempung.
- Kompaksi dan pemampatan
Adanya kompaksi dan pemampatan akan mengurangi harga porositas.
Apabila batuan terkubur semakin dalam maka porositasnya akan semakin
kecil yang diakibatkan karena adanya penambahan beban.

90 o
o
90
90 o

a. Cubic (porosity = 47,6 %)

90 o
90 o
o
90

b. Rhombohedral (porosity = 25,96 %)

Gambar 2.3.
Pengaruh Susunan Butir Terhadap Porositas Batuan
(Amyx, J. W., “Petroleum Reservoir Engineering-physical Properties”, 1960)
18

2.2.2. Derajat Kebasahan (Wettabilitas)


Wettabilitas atau derajat kebasahan didefinisikan sebagai suatu kemampuan
batuan untuk dibasahi oleh fasa fluida, jika diberikan dua fluida yang tidak saling
campur (immiscible). Wettabilitas dalam sistem reservoir digambarkan sebagai air
dan minyak (atau gas) yang ada diantara matriks batuan.
Salah satu fluida akan bersifat lebih membasahi batuan daripada fluida
lainnya didalam suatu reservoar. Kecendrungan suatu fluida untuk membasahi
batuan disebabkan oleh adanya gaya adhesi, yaitu gaya tarik menarik partikel
yang berlainan, yang merupakan faktor tegangan permukaan antara batuan dan
fluida.
Wettabilitas ini penting peranannya dalam ulah laku kerja reservoar, sebab
akan menimbulkan tekanan kapiler yang akan memberikan dorongan sehingga
minyak atau gas dapat bergerak. Besaran wettabilitas ini sangat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu:
1. Jenis mineral yang terkandung dalam batuan tersebut.
2. Ukuran butir batuan, semakin halus ukuran butir batuan maka semakin besar
gaya adhesi yang terjadi.
3. Jenis kandungan hidrokarbon yang terdapat di dalam minyak mentah (crude
oil).
Wettabilitas terbagi menjadi 2 (dua) kategori berdasarkan pada jenis
komponen yang mempengaruhi, yaitu :
1. Water wet
Water wet terjadi jika suatu batuan mempunyai sudut kontak fluida (minyak
dan air) terhadap batuan itu sendiri lebih kecil dari 90 o (θ < 90o). Kejadian ini
terjadi sebagai akibat dari gaya adhesi yang lebih besar pada sudut lancip yang
dibentuk antara air dengan batuan dibandingkan gaya adhesi pada sudut yang
tumpul yang dibentuk antara minyak dengan batuan, seperti yang terlihat pada
Gambar 2.4.
2. Oil wet
Oil wet terjadi jika suatu batuan mempunyai sudut kontak antara fluida
(minyak dan air) terhadap batuan itu sendiri dengan sudut lebih besar dari 90 o
19

(θ > 90o), seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2.4. karakter oil wet pada
kondisi batuan reservoar tidak diharapkan terjadi sebab akan menyebabkan
jumlah minyak yang tertinggal pada batuan reservoar saat diproduksikan lebih
besar daripada water wet.

a. Oil Wet b. Water Wet


Pore space occupied by H O
Rock matrix
Pore space occupied by Oil

Gambar 2.4.
Pembasahan Fluida dalam Pori-pori Batuan
(Amyx, J. W., “Petroleum Reservoir Engineering-physical Properties”, 1960)

Reservoar pada dasarnya mempunyai karakter water wet sehingga air akan
lebih cenderung untuk melekat pada batuan, dimana posisi minyak akan berada
diantara fasa cair. Posisi ini mengakibatkan minyak tidak mempunyai gaya tarik
menarik dengan batuan sehingga minyak akan lebih mudah untuk bergerak
(mengalir).
Gambar 2.5 menunjukkan adanya kesetimbangan gaya yang terjadi pada
permukaan air-minyak dan padatan. Fluida yang mempunyai sifat membasahi
dapat dilihat dari besarnya sudut kontak yang terbentuk. Gaya yang
mengakibatkan air lebih bersifat membasahi padatan untuk system air-minyak dan
padatan adalah :
AT = σso – σsw = σwo cos θwo ............................................................... (2-4)
Keterangan :
AT = Gaya adhesi, dyne/cm.
σso = Tegangan permukaan antara zat padat-minyak, dyne/cm.
σsw = Tegangan permukaan antara zat padat-cair, dyne/cm.
σwo = Tegangan permukaan antara air-minyak, dyne/cm.
20

θwo = Sudut kontak antara air-minyak

 wo
 
cos   so sw
  wo

 so  sw

Oil Water Solid

Gambar 2.5.
Kesetimbangan Gaya-gaya pada Batas Air-Minyak-Padatan
(Amyx, J. W., “Petroleum Reservoir Engineering-physical Properties”, 1960)
Gambar 2.6 menunjukkan besarnya sudut kontak dari air yang berada
bersama-sama dengan hidrokarbon pada media yang berbeda.

o o o o
= 30 = 48 = 54 = 106

Iso-Octane Iso-Octane + Iso-Quinoline Naphthenic


5,7 % Iso-Quinoline Acid

o
= 30
o
= 83
o = 158 = 35
o

Iso-Octane Iso-Octane + Iso-Quinoline Naphthenic


5,7 % Iso-Quinoline Acid

Gambar 2.6.
Sudut Kontak Antar Permukaan Air dengan Hidrokarbon
pada media yang berbeda, (a) Media Kalsit (b) Media silika
(Amyx, J. W., “Petroleum Reservoir Engineering-physical Properties”, 1960)

2.2.3. Tekanan Kapiler


Tekanan kapiler (Pc) didefinisikan sebagai perbedaan tekanan yang ada
antara permukaan dua fluida yang tidak tercampur (cairan-cairan atau cairan-gas)
sebagai akibat dari terjadinya pertemuan permukaan yang memisahkan kedua
21

fluida tersebut. Besarnya tekanan kapiler dipengaruhi oleh tegangan permukaan,


sudut kontak antara minyak–air–zat padat dan jari-jari kelengkungan pori.
Pengaruh tekanan kapiler dalam sistem reservoir antara lain adalah :
1. Mengontrol distribusi saturasi di dalam reservoir (Gambar 2.7)
menunjukkan kurva distribusi fluida yang merupakan hubungan antara
saturasi fluida dengan tekanan kapiler pada beberapa permeabilitas batuan).

30 200 900 md 90

100 md
27 180 81
High Above Zero Capillary Pressure, ft

200 md
500 md

10 m d
Oil-Water Capillary Pressure, psi

24 160 72

Air-Water Capillary Pressure, psi


50 md
21 140 63
(reservoir conditions)

(laboratory data)
18 120 54

15 100 45

12 80 36

9 60 27

6 40 18

3 20 9

0 0 0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Water Saturation, %

Gambar 2.7.
Kurva Distribusi Fluida
(Cole, F.W., “Reservoir Engineering Manual”, -Texas, 1969.)

2. Merupakan mekanisme pendorong minyak dan gas untuk bergerak atau


mengalir melalui pori-pori secara vertikal.

Pa
B‘ Pob
B‘
B Pwb B
Pw
h h
air Oil
Pa Poa A
A’ A A’ Pwa
water water

a. Air - Water b. Oil - Water

Gambar 2.8.
Tekanan dalam Pipa Kapiler
(Amyx, J. W., “Petroleum Reservoir Engineering-physical Properties”, 1960)
22

Berdasarkan pada Gambar 2.8, sebuah pipa kapiler dalam suatu bejana
terlihat bahwa air naik ke atas di dalam pipa akibat gaya adhesi antara air dan
dinding pipa yang arah resultannya ke atas.
Gaya-gaya yang bekerja pada sistem tersebut adalah :
1. Besar gaya tarik keatas adalah 2 rAT, dimana r adalah jari-jari pipa
kapiler.
2. Sedangkan besarnya gaya dorong ke bawah adalah r2hg(w-o).
Pada kesetimbangan yang tercapai kemudian, gaya ke atas akan sama
dengan gaya ke bawah yang menahannya yaitu gaya berat cairan. Secara
matematis dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut :
2  r A T   r 2 h g ( w   o ) .................................................(2-5)
atau :
2 AT
h  ......................................................................... (2-6)
r ( w   o ) g
Keterangan :
h = ketinggian cairan di dalam pipa kapiler, cm
r = jari-jari pipa kapiler, cm.
w = massa jenis air, gr/cc
o = massa jenis minyak, gr/cc
g = percepatan gravitasi, cm/dt2
Dengan memperlihatkan permukaan fasa minyak dan air dalam pipa kapiler
maka akan terdapat perbedaan tekanan yang dikenal dengan tekanan kapiler (Pc).
Besarnya Pc sama dengan selisih antara tekanan fasa air dengan tekanan fasa
minyak, sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut :
Pc = Po – Pw = (o - w) g ..........................................................(2-7)
Tekanan kapiler dinyatakan berdasarkan sudut kontak dalam hubungan
sebagai berikut :
2  cos 
Pc  .............................................................................(2-8)
r
Keterangan :
Pc = tekanan kapiler
23

 = tegangan permukaan minyak-air


 = sudut kontak permukaan minyak-air
r = jari-jari pipa kapiler
Menurut Plateau, tekanan kapiler merupakan fungsi tegangan antar muka
dan jari-jari lengkungan bidang antar muka, dan dapat dinyatakan dengan
persamaan :
 1 1 
P c      ......................................................................(2-9)
 R1 R2 
Keterangan :
R1 dan R2 = jari-jari kelengkungan konvek dan konkaf, inch
 = tegangan permukaan, lb/inch
Penentuan harga R1 dan R2, dilakukan dengan perhitungan jari-jari
kelengkungan rata-rata (Rm), yang didapatkan dari perbandingan Persamaan 2-8
dengan Persamaan 2-9. Dari perbandingan tersebut didapatkan persamaan
perhitungan jari-jari kelengkungan rata-rata sebagai berikut :

1  1 1  2 cos   g h
      ....................................(2-10)
Rm  R1 R 2  rt 

Gambar 2.9. menunjukkan distribusi dan pengukuran R1 dan R2. Kedua


jari-jari kelengkungan tersebut diukur pada bidang yang saling tegak lurus.

R1
R2

Gambar 2.9.
Distribusi dan Pengukuran Radius Kontak
Antara Fluida Pembasah dengan Padatan
(Cole, F.W., “Reservoir Engineering Manual”, -Texas, 1969.)

2.2.4. Permeabilitas
Permeabilitas didefinisikan sebagai suatu bilangan yang menunjukkan
kemampuan dari suatu batuan untuk mengalirkan fluida. Definisi kuantitatif
24

permeabilitas pertama-tama dikembangkan oleh Henry Darcy (1856) dalam


hubungan empiris dengan bentuk differensial sebagai berikut :
k dP
v x .......................................................................... (2-11)
 dL
Keterangan :
v = kecepatan aliran, cm/sec
 = viskositas fluida yang mengalir, cp
dP/dL = gradien tekanan dalam arah aliran, atm/cm
k = permeabilitas media berpori.
Tanda negatif pada Persamaan 2-11 menunjukkan bahwa bila tekanan
bertambah dalam satu arah, maka arah alirannya berlawanan dengan arah
pertambahan tekanan tersebut.
Asumsi-asumsi yang digunakan dalam Persamaan 2-11 adalah:
1. Alirannya mantap (steady state),
2. Fluida yang mengalir satu fasa,
3. Viskositas fluida yang mengalir konstan ,
4. Kondisi aliran isothermal
5. Formasinya homogen dan arah alirannya horizontal.
6. Fluidanya incompressible.
Berdasarkan jumlah fasa yang mengalir dalam batuan reservoir,
permeabilitas dibedakan menjadi tiga, yaitu :
 Permeabilitas absolut, adalah yaitu dimana fluida yang mengalir melalui
media berpori tersebut hanya satu fasa, misalnya hanya minyak atau gas
saja.
 Permeabilitas efektif, yaitu permeabilitas batuan dimana fluida yang
mengalir lebih dari satu fasa, misalnya minyak dan air, air dan gas, gas dan
minyak atau ketiga-tiganya.
 Permeabilitas relatif, merupakan perbandingan antara permeabilitas
efektif dengan permeabilitas absolut.
Dasar penentuan besaran permeabilitas adalah hasil percobaan yang
dilakukan oleh Henry Darcy, seperti yang terlihat pada Gambar 2.10, berikut ini.
25

h1 - h2
Q

A h1
h2
l

Gambar 2.10.
Skema Percobaan Penentuan Permeabilitas
(Amyx, J. W., “Petroleum Reservoir Engineering-physical Properties”, 1960)

Dari percobaan dapat ditunjukkan bahwa Q..L/A.(P1-P2) adalah konstan


dan akan sama dengan harga permeabilitas batuan yang tidak tergantung dari
cairan, perbedaan tekanan dan dimensi batuan yang digunakan. Dengan mengatur
laju Q sedemikian rupa sehingga tidak terjadi aliran turbulen, maka diperoleh
harga permeabilitas absolut batuan, sesuai persamaan berikut :
Q..L
k ........................................................................(2-12)
A . (P1  P2 )

Satuan permeabilitas dalam percobaan ini adalah :

Q (cm 3 / sec) .  (centipoise ) . L (cm)


k (darcy)  .....................(2-13)
A (sq.cm) . (P1  P2 ) (atm)
Dari Persamaan 2-12 dapat dikembangkan untuk berbagai kondisi aliran
yaitu aliran linier dan radial, masing-masing untuk fluida yang compressibel dan
incompressibel.
Pada prakteknya di reservoir, jarang sekali terjadi aliran satu fasa, akan
tetapi dua atau bahkan tiga fasa. Oleh karena itu dikembangkan pula konsep
mengenai permeabilitas efektif dan permeabilitas relatif. Harga permeabilitas
efektif dinyatakan sebagai ko, kg, kw, dimana masing-masing untuk minyak, gas,
26

dan air. Sedangkan permeabilitas relatif untuk masing-masing fluida reservoir


dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :

k kg k
k ro  o , k rg  , k rw  w . .............................(2-14)
k k k
(Keterangan : o = minyak, g = gas dan w = air)
Sedangkan besarnya harga permeabilitas efektif untuk minyak dan air
dinyatakan dengan persamaan :
Qo . o . L
ko  ......................................................................(2-15)
A . (P1  P2 )
Qw . w . L
kw  .............................................................................. (2-16)
A . (P1  P2 )
Harga-harga ko dan kw pada Persamaan 2-15 dan Persamaan 2-16 jika
diplot terhadap So dan Sw akan diperoleh hubungan seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 2.11, yang menunjukkan bahwa ko pada Sw = 0 dan pada So = 1 akan
sama dengan k absolut, demikian juga untuk harga k absolutnya (titik A dan B).
Ada tiga hal penting untuk kurva permeabilitas efektif sistem minyak-air
(Gambar 2.11) , yaitu :
 ko akan turun dengan cepat jika Sw bertambah dari nol, demikian juga kw
akan turun dengan cepat jika Sw berkurang dari satu, sehingga dapat
dikatakan untuk So yang kecil akan mengurangi laju aliran minyak karena
ko-nya yang kecil, demikian pula untuk air.
 ko akan turun menjadi nol, dimana masih ada saturasi minyak dalam
batuan (titik C) atau disebut Residual Oil Saturation (Sor), demikian juga
untuk air yaitu (Swr).
 Harga ko dan kw selalu lebih kecil dari harga k, kecuali pada titik A dan B,
sehingga diperoleh persamaan :
k o  k w  1 .............................................................................. (2-17)

Jika harga kro dan krw diplot terhadap saturasi fluida So dan Sw, maka akan
didapat kurva seperti Gambar 2.12.
Harga kro dan krw berkisar antara 0 sampai 1, sehingga diperoleh persamaan :
27

k ro  k rw  1 ………………………………………………….. (2-18)
Untuk sistem gas dan air, harga Krg dan Krw selalu lebih kecil dari satu atau :
k rg  k rw 1 …………………………………………………. (2-19)

Gambar 2.11.
Kurva Permeabilitas Efektif Untuk Sistem Minyak dan Air
(Pirson, S.J.,” Oil Reservoir Engineering”,1958)

Gambar 2.12.
Kurva krelatif Sistem Air-Minyak
(Amyx, J. W., “Petroleum Reservoir Engineering-physical Properties”, 1960)
28

Parameter-parameter yang berpengaruh terhadap permeabilitas adalah :


1. Porositas
Apabila porositas semakin besar, maka permeabilitas juga akan semakin besar,
seperti ditunjukkan pada Gambar 2.13
Log (permeability)

Po r o s i t y

Gambar 2.13.
Grafik Hubungan Antara Porositas dan Permeabilitas
(Amyx, J. W., “Petroleum Reservoir Engineering-physical Properties”, 1960)

2. Saturasi
Seperti terlihat pada Gambar 2.11 dan Gambar 2.12 menyatakan bahwa
terdapat hubungan antara saturasi dengan permeabilitas. Apabila saturasi
minyak bertambah, maka permeabilitas efektif dan permeabilitas relatif
minyak akan bertambah pula, demikian juga halnya dengan air.
3. Berdasarkan pada Persamaan 2-11, maka permeabilitas dipengaruhi oleh
kecepatan aliran fluida (v), viskositas fluida dan tekanan.
4. Geometri Aliran
Permeabilitas akan bervariasi pada setiap bentuk aliran dan kondisi lapisan.
Untuk menentukan permeabilitas pada setiap kondisi yang berbeda, digunakan
rumus yang berbeda pula.
a. Aliran Laminer, distribusi permeabilitas berbentuk paralel, seperti
pada Gambar 2.14.
29

Q1 P1 P2
Q2 k1 h1
Q
Q
k2 h2
Q3
k3 h3
w
L

Gambar 2.14.
Aliran Linier, Kombinasi Lapisan Paralel
(Amyx, J. W., “Petroleum Reservoir Engineering-physical Properties”, 1960)

Dari Gambar 2.14 di atas, maka permeabilitas reservoir adalah :


n
 kj hj
j1
k  n
..........................................................................(2-20)
 hj
j1

b. Aliran Linier, distribusi permeabilitas berbentuk seri, seperti yang


terlihat pada Gambar 2.15.

P1 P2
k1 k2 k3
Q Q
 P1 P2  P3 h

w L1 L2 L3
L

Gambar 2.15.
Aliran Linier, Kombinasi Lapisan Seri
(Amyx, J. W., “Petroleum Reservoir Engineering-physical Properties”, 1960)

Dari Gambar 2.15. di atas, maka permeabilitas reservoir dapat dihitung


dengan persamaan sebagai berikut :
L
k ....................................................................................(2-21)
n Lj

j 1 K j
30

Percobaan pengukuran permeabilitas batuan dapat dilakukan dengan


analisa core. Hasil dari analisa ini akan memberikan pengukuran permeabilitas
absolut secara langsung dengan memberikan uji aliran pada sampel core. Fluida
yang digunakan untuk pengujian biasanya gas atau udara yang dialirkan melalui
core, dan tekanan masuk dan keluar dari sampel core diukur.

2.2.5. Saturasi Fluida


Saturasi fluida batuan didefinisikan sebagai perbandingan antara volume
pori-pori batuan yang ditempati oleh suatu fluida tertentu dengan volume pori-
pori total pada suatu batuan berpori. Dalam batuan reservoir minyak umumnya
terdapat lebih dari satu macam fluida, kemungkinan terdapat air, minyak, dan gas
yang tersebar ke seluruh bagian reservoir. Secara matematis, besarnya saturasi
untuk masing-masing fluida dituliskan dalam persamaan berikut :

 Saturasi minyak (So) adalah :


volume pori  pori yang diisi oleh min yak
So  ....................(2-22)
volume pori  pori total

 Saturasi air (Sw) adalah :


volume pori  pori yang diisi oleh air
Sw  ............................. (2-23)
volume pori  pori total

 Saturasi gas (Sg) adalah :


volume pori  pori yang diisi oleh gas
Sg  ............................(2-24)
volume pori  pori total
Jika pori-pori batuan diisi oleh gas-minyak-air maka berlaku hubungan :

Sg + So + Sw = 1 ............................................................................ (2-25)

Sedangkan jika pori-pori batuan hanya terisi minyak dan air, maka :

So + Sw = 1 ....................................................................................(2-26)
31

Faktor-faktor penting yang harus diperhatikan dalam mempelajari saturasi


fluida antara lain adalah :
 Saturasi fluida akan bervariasi dari satu tempat ke tempat lain dalam
reservoir, saturasi air cenderung untuk lebih besar dalam bagian batuan
yang kurang porous. Bagian struktur reservoir yang lebih rendah relatif
akan mempunyai Sw yang tinggi dan Sg yang relatip rendah, demikian juga
untuk bagian atas dari struktur reservoir berlaku sebaliknya. Hal ini
disebabkan oleh adanya perbedaan densitas dari masing-masing fluida.
 Saturasi fluida akan bervariasi dengan kumulatif produksi minyak. Jika
minyak diproduksikan maka tempatnya di reservoir akan digantikan oleh
air dan atau gas bebas, sehingga pada lapangan yang memproduksikan
minyak, saturasi fluida berubah secara kontinyu.
 Saturasi minyak dan saturasi gas sering dinyatakan dalam istilah pori-pori
yang diisi oleh hidrokarbon. Jika volume batuan adalah V, ruang pori-
porinya adalah .V, maka ruang pori-pori yang diisi oleh hidrokarbon
adalah :

So  V + Sg  V = (1 – Sw )  V ............................................(2-27)
Pengukuran saturasi fluida dapat dilakukan dengan menggunakan metode
Retort dan metode Distilasi.

2.2.6. Kompresibilitas
Pada formasi batuan kedalaman tertentu terdapat dua gaya yang bekerja
padanya, yaitu gaya akibat beban batuan diatasnya (overburden) dan gaya yang
timbul akibat adanya fluida yang terkandung dalam pori-pori batuan tersebut.
Pada keadaan statik, kedua gaya berada dalam keadaan setimbang. Bila tekanan
reservoir berkurang akibat pengosongan fluida, maka kesetimbangan gaya ini
terganggu, akibatnya terjadi penyesuaian dalam bentuk volume pori-pori.
Menurut Geerstma (1957), mengemukakan tiga konsep mengenai
kompressibilitas batuan, yaitu :
32

 Kompressibilitas matriks batuan, yaitu fraksi perubahan volume material


padatan (grains) terhadap satuan perubahan tekanan.
 Kompressibilitas bulk batuan, yaitu fraksi perubahan volume bulk
batuan terhadap satuan perubahan tekanan.
 Kompressibilitas pori-pori batuan, yaitu fraksi perubahan volume pori-
pori batuan terhadap satuan perubahan tekanan.
Batuan yang berada pada kedalaman tertentu akan mengalami dua macam
tekanan, antara lain :

1. Tekanan hidrostatik fluida yang terkandung dalam pori-pori batuan


2. Tekanan-luar (external stress) yang disebabkan oleh berat batuan yang
ada diatasnya (overburden pressure).
Pengosongan fluida dari ruang pori-pori batuan reservoir akan
mengakibatkan perubahan tekanan-dalam dari batuan, sehingga resultan tekanan
pada batuan akan mengalami perubahan pula. Adanya perubahan tekanan ini akan
mengakibatkan perubahan pada butir-butir batuan, pori-pori dan volume total
(bulk) batuan reservoir.
Untuk padatan (grains) akan mengalami perubahan yang serupa apabila
mendapat tekanan hidrostatik fluida yang dikandungnya.
Perubahan bentuk volume bulk batuan dapat dinyatakan sebagai
kompressibilitas Cr atau :
1 dVr
Cr  . .............................................................................. (2-28)
Vr dP
Sedangkan perubahan bentuk volume pori-pori batuan dapat dinyatakan
sebagai kompressibilitas Cp atau :

1 dVp
Cp  . .............................................................................(2-29)
Vp dP *

Keterangan :
Vr = volume padatan batuan (grains)
Vp = volume pori-pori batuan
P = tekanan hidrostatik fluida di dalam batuan
33

*
P = tekanan luar (tekanan overburden).

Hall (1953) memeriksa kompresibilitas pori, Cp, pada tekanan overburden


yang konstan, yang kemudian disebut kompresibilitas batuan efektif dan
dihubungkan dengan porositas, seperti terlihat pada Gambar 2.16. Dimana
kompresibilitas turun dengan naiknya porositas.
Terjadinya kompresibilitas batuan total maupun efektif karena dua faktor
yang terpisah. Kompressibilitas total terbentuk dari pengembangan butir - butir
batuan sebagai akibat menurunnya tekanan fluida yang mengelilinginya.
Sedangkan kompressibilitas efektif terjadi karena kompaksi batuan dimana fluida
reservoir menjadi kurang efektif menahan beban di atasnya (overburden). Kedua
faktor ini cenderung akan memperkecil porositas.

10
9
8
Compressibility, x 106

7
Effective Rock

6
5
4
3
2
1
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26
P o r o s i t y, %

Gambar 2.16.
Kurva Kompressibilitas Effektif Batuan
(Amyx, J. W., “Petroleum Reservoir Engineering-physical Properties”, 1960)

2.3. Sifat Fisik Fluida Reservoir


2.3.1. Densitas
2.3.1.1. Densitas Minyak
Densitas adalah perbandingan berat massa suatu substansi dengan unit dari
volume tersebut. Minyak yang diproduksi dari reservoir merupakan campuran
yang kompleks dari beberapa jenis hidrokarbon. Oleh karena itu dalam
34

menentukan besarnya densitas minyak diperlukan analisa terhadap besarnya


kandungan masing-masing jenis hidrokarbon pada campuran.
Densitas minyak dipengaruhi oleh temperatur dan tekanan. Oleh karena itu
densitas pada kondisi reservoir dengan pada kondisi permukaan atau di stock tank
berbeda.
Pengukuran densitas minyak yang mempunyai konsentrasi methane dan
ethane rendah pada kondisi permukaan (stock tank), dapat menggunakan
persamaan berikut:
Wi  xi M i ........................................................................................... (2-30)
Keterangan :
Wi = berat dari komponen i dalam 1 lb-mole campuran.
xi = fraksi mole dari komponen i pada campuran
Mi = berat molekul dari komponen i
Berat dalam pounds dari 1 lb-mole campuran adalah jumlah berat dari komponen,
yaitu:
m
Wm   xi M i ....................................................................................... (2-31)
i 1

Keterangan :
Wm = berat dalam pounds dari 1 lb-mole campuran.
Volume komponen dari campuran adalah merupakan berat dari komponen pada
campuran tersebut dan specific volume dari komponen pada kondisi umum dari
tekanan dan temperatur, yaitu:
Vi  xi M i vi  Wi vi ................................................................................ (2-32)
Keterangan :
Vi = volume dari komponen i pada 1 lb-mole campuran
vi = specific volume dari komponen i.
Jika campuran terdiri dari banyak komponen maka persamaannya akan menjadi:
Vm  Vi ........................................................................................... (2-33)

Setelah mendapatkan volume campuran dan berat campuran dari minyak maka
dapat dicari densitasnya dengan menggunakan persamaan:
35

Wm
m  ........................................................................................... (2-34)
Vm

2.3.1.2. Densitas Gas


Densitas didefinisikan sebagai massa tiap satuan volume dan dalam hal ini
massa dapat diganti oleh berat gas, m. Sesuai dengan persamaan gas ideal,
maka rumus densitas untuk gas ideal adalah:
m PM
g  
V RT ................................................................................ (2-35)

Keterangan :
m = berat gas, lb
V = volume gas, cuft
M = berat molekul gas, lb/lb mole
P = tekanan reservoir, psia
T = temperatur, oR
R = konstanta gas = 10,73 psia cuft/lb mole oR
Rumus di atas hanya berlaku untuk gas berkomponen tunggal,
sedangkan untuk gas campuran digunakan rumus sebagai berikut:
PM a
g 
z RT ............................................................................................. (2-36)

Keterangan :
z = faktor kompresibilitas gas
Ma = berat molekul tampak =  yi Mi
yi = fraksi mol komponen ke-i dalam suatu campuran gas
Mi = berat molekul untuk komponen ke-i dalam suatu campuran gas.

2.3.1.3. Densitas Air Formasi


Densitas air formasi dinyatakan dalam massa per satuan volume, specific
volume yang dinyatakan dalam volume per satuan massa dan specific gravity,
yaitu densitas air formasi pada waktu kondisi tertentu yaitu pada tekanan 14,7 psia
36

dan temperatur 600 F. Untuk melakukan pengamatan terhadap air formasi dapat
dihubungkan dengan densitas air murni pada kondisi sebagai berikut :
Vw 
 wb Bw
Vwb w ......................................................................................... (2-37)
Keterangan :
Vwb = Specific volume air pada kondisi dasar, lb/cuft
wb = Density dari air pada kondisi dasar, lb/cuft
Bw = Faktor volume formasi air, bbl/stb
Dengan demikian jika densitas air formasi pada kondisi dasar (standard) dan
faktor volume formasi dari air ada harganya (dari pengukuran langsung), maka
densitas dari air formasi dapat ditentukan. Faktor yang sangat mempengaruhi
terhadap densitas air formasi adalah kadar garam dan temperatur reservoir.

2.3.2. Viskositas
2.3.2.1. Viskositas Minyak
Viskositas minyak adalah suatu ukuran tentang besarnya keengganan
minyak untuk mengalir. Viskositas merupakan perbandingan shear stress dan
shear rate. Viskositas dinyatakan dengan persamaan:
F
 dv
A
............................................................................................ (2-38)
dy

Keterangan :
 = viskositas, gr/(cm.sec)
F = shear stress
A = luas bidang paralel terhadap aliran, cm2
dv
dy = gradien kecepatan, cm/(sec.cm)
37

Viskositas minyak sangat dipengaruhi oleh temperatur, tekanan dan jumlah


gas yang terlarut dalam minyak tersebut. Hubungan antara viskositas minyak (o)
terhadap tekanan ditunjukkan dalam Gambar 2.17.

Gambar 2.17.
Hubungan Viscositas Minyak Dengan Tekanan Reservoir
(Amyx, J. W., “Petroleum Reservoir Engineering-physical Properties”, 1960)

Dari Gambar 2.17 tersebut dapat dijelaskan bahwa :


 Di atas tekanan bubble point (Pb) kekentalan minyak akan turun terhadap
penurunan tekanan dari P1 ke Pb
 Di bawah tekanan bubble point kekentalan minyak akan naik terhadap
penurunan tekanan, karena gas yang terlarut membebaskan diri dari minyak.
Disamping itu viskositas minyak akan turun dengan naiknya temperatur dan
viskositas minyak akan berkurang dengan bertambahnya gas dalam larutan. Hal
ini terlihat jelas pada Gambar 2.18.
38

Gambar 2.18.
Viskositas Minyak Reservoir pada Tekanan 1 Atmosfir
dan Temperatur Reservoir
(McCain, Jr., W.D., “The Properties of Petroleum Fluids”, 1973)

Viskositas dinyatakan dengan persamaan :


F
 A ...................................................................................................... (2-39)
dv
dy
Keterangan :
µ = viskositas, gr/(cm.sec)
F = shear stress
A = luas bidang paralel terhadap aliran, cm2
dv = gradient kecepatan, cm/(sec.cm)
dy
39

2.3.2.2. Viskositas Gas


Viskositas merupakan ukuran tahanan gas terhadap aliran. Viscositas gas
hidrokarbon umumnya lebih rendah daripada viscositas gas non hidrokarbon.
Viskositas gas akan berbanding lurus dengan temperatur dan berbanding
terbalik dengan berat molekulnya. Jadi bila berat molekulnya bertambah besar,
maka viskositasnya akan mengecil, sedangkan bila temperaturnya naik, maka
viscositasnya akan semakin besar.
Naiknya temperatur mengakibatkan kecepatan molekul gas bertambah besar,
sehingga tumbukan antar molekul bertambah banyak, akibatnya geseran antar
molekul juga bertambah besar.
Dalam viskositas sifat-sifat gas akan berlawanan dengan cairan. Untuk gas
sempurna, viskositasnya tidak tergantung pada tekanan. Bila tekanannya
dinaikkan, maka gas sempurna akan berubah menjadi gas tidak sempurna dan
sifat-sifatnya akan mendekati sifat-sifat cairan.
Bila komposisi campuran gas alam diketahui, maka viskositasnya dapat
diketahui dengan menggunakan persamaan :

g   YMgi i i
0, 5

..........................................................................(2-40)
Y M i i
0,5

Keterangan :
g = viskositas gas campuran pada tekanan atmosfer
gi = viskositas gas murni
Yi = fraksi mpl gas murni
Mi = berat molekul gas murni
40

Gambar 2.19.
Viscositas Beberapa Gas Murni Pada Tekanan Atmosfer
(Amyx, J. W., “Petroleum Reservoir Engineering-physical Properties”, 1960)

2.3.2.3. Viskositas Air Formasi


Viskositas air formasi (w) akan naik terhadap turunnya temperatur dan
terhadap kenaikkan tekanan seperti terlihat pada Gambar 2.20 yang merupakan
hubungan antara kekentalan air formasi terhadap tekanan dan temperatur.
Kegunaan mengetahui perilaku kekentalan air formasi pada kondisi reservoir
terutama untuk mengontrol gerakan air formasi di dalam reservoir.
41

Gambar 2.20.
Grafik μ air vs T pada Berbagai Tekanan
(Amyx, J. W., “Petroleum Reservoir Engineering-physical Properties”, 1960)

2.3.2. Faktor Volume Formasi


2.3.2.1. Faktor Volume Formasi Minyak
Faktor volume formasi minyak adalah perbandingan relatif antara volume
minyak pada kondisi reservoir terhadap volume minyak pada tangki
pengumpul, bila dibawa ke keadaan standar. Pada jumlah minyak sama, volume
minyak pada tangki pengumpul akan lebih kecil jika dibandingkan dengan volume
minyak pada reservoir. Hal ini disebabkan oleh terbebasnya gas karena turunnya
tekanan, sehingga gas yang sebelumnya terlarut pada minyak menjadi terbebas.
Standing telah membuat grafik yang dapat digunakan untuk memperkirakan
faktor volume formasi minyak pada saturated oil. grafik ini ditunjukkan pada
Gambar 2.21 berikut.
42

Gambar 2.21.
Grafik Faktor Volume Formasi Standing
(Amyx, J. W., “Petroleum Reservoir Engineering-physical Properties”, 1960)

Garb merumuskan 2 persamaan yang dapat digunakan untuk menghitung


faktor volume formasi yang mendekati faktor volume formasi dari Standing yang
dicari menggunakan grafik.
Bo = 0,9759 + (12)(10-5)(C)1.2 .............................................................. (2-41)
C = (Rs)( g /o )0,5 + (1,25) (Tf) .......................................................... (2-42)
Keterangan :
Bo = faktor volume formasi minyak pada saturated oil, Res. Barrel/STB,
C = angka korelasi,
Rs = solution gas oil ratio, SCF / STB
o = specific gravity minyak pada tangki pengumpul (relative density),
lb/cuft,
g = specific gravity (relative density) gas, lb/cuft, dan
43

Tf = temperatur, oF
Perubahan Bo terhadap tekanan untuk minyak mentah jenuh ditunjukkan
oleh Gambar 2.22. Tekanan reservoar awal adalah Pi dan harga awal faktor
volume formasi adalah Boi. Dengan turunnya tekanan reservoar di bawah tekanan
bubble point, maka gas akan keluar dan Bo akan turun

Gambar 2.22.
Hubungan Faktor Volume Formasi Minyak terhadap Tekanan
(Amyx, J. W., “Petroleum Reservoir Engineering-physical Properties”, 1960)

Terdapat dua hal penting dari Gambar 2.22. diatas, yaitu :


1. Jika kondisi tekanan reservoar berada diatas Pb, maka Bo akan naik dengan
berkurangnya tekanan sampai mencapai Pb, sehingga volume sistem cairan
bertambah sebagai akibat terjadinya pengembangan minyak.
2. Setelah Pb dicapai, maka harga Bo akan turun dengan berkurangnya tekanan,
disebabkan karena semakin banyak gas yang dibebaskan.

2.3.3.2. Faktor Volume Formasi Gas


Faktor volume formasi gas atau Bg adalah perbandingan volume dari sejumlah
gas pada kondisi reservoir dengan kondisi standar, dapat dituliskan dengan
menggunakan hukum gas nyata/ideal:
44

znRT
Vres p zTpsc
Bg    ............................................................ (2-43)
Vsc z sc nRTsc z scTpsc
Psc
Pada keadaan normal Tsc = 520 0R, Psc=14,7 psia, dan zsc=1. Dengan
mensubstitusikan persamaan (2-37) maka:
zT
Bg  0,0283 ...................................................................................... (2-44)
P
persamaan ini digunakan untuk satuan standart (misal cubic feet per standart cubic
foot) jika menggunakan satuan barrels/SCF maka persamaannya menjadi:
zT  bbl 
Bg  0,00504   ........................................................................... (2-45)
P  scf 

2.3.4. Kompresibilitas Fluida


2.3.4.1. Kompresibilitas Minyak
Kompresibilitas minyak didefinisikan sebagai perubahan volume minyak
akibat adanya perubahan tekanan, secara matematis dapat dituliskan sebagai
berikut:

Co   V1  dV
dP  ....................................................................................... (2-46)

Persamaan (2-46) dapat dinyatakan dalam bentuk yang lebih mudah


dipahami, sesuai dengan aplikasi di lapangan, yaitu:
Bob  Boi
Co 
Boi  Pi  Pb 
................................................................................ (2-47)

Keterangan :
Bob = faktor volume formasi pada tekanan bubble point
Boi = faktor volume formasi pada tekanan reservoir
Pi = tekanan reservoir
Pb = tekanan bubble point.
45

2.3.4.2. Kompresibilitas Gas


Kompresibilitas gas didefinisikan sebagai fraksi perubahan volume per
unit perubahan tekanan, kompresibilitas ini sangat penting untuk diketahui oleh
seorang petroleum engineer. Karena, gas akan terkompres saat tekanan naik dan
akan mengembang seiring terjadinya penurunan tekanan.
Persamaan umum untuk kompresibilitas isothermal ialah:

c   V1 ( VP ) .................................................................................... (2-48)


Untuk gas ideal,
n.R.T V n.R.T
V  maka ( )T = -
P P p2
sehingga
P  n.R.T  1
C    ................................................................... ( 2-49)
n.R.T  P 2  P
Sedangkan untuk gas nyata,
Z .n.R.T
V  ......................................................................................... (2-50)
P
dimana Z = f(P), maka akan didapat
1 1 Z
C  ( ) ................................................................................... (2-51)
P Z P
Z
Harga ( ) dapat ditentukan secara analitis, yaitu
P
Z Z  Z2
( )( 1 )
P P1  P2
Persamaan (2-39) dapat diubah menjadi
Cr = C Ppc .............................................................................................. (2-52)
Dimana :
1 1 Z
Cr   ( )T pr ........................................................................ (2-53)
Ppr Z Ppr
Keterangan :
V = Volume gas, cuft
T = Temperatur, R
46

n = Jumlah mol gas


R = Konstanta, harganya 10,732 psia cuft/lb-mol R
Z = Faktor deviasi gas, dimana untuk gas ideal harga Z = 1
Mattar telah membuat korelasi untuk menentukan CrTpr yang merupakan
fungsi dari Ppr dan Tpr. Berdasarkan korelasi ini, maka harga kompressibilitas gas
(Cg) dapat ditentukan.

Gambar 2.23.
Compresibility Factor Untuk Gas Alam
(Amyx, J. W., “Petroleum Reservoir Engineering-physical Properties”, 1960)
47

2.3.5. Kelarutan Gas Dalam Minyak


Kelarutan gas (Rs) adalah banyaknya volume gas yang terbebaskan (pada
kondisi standar) dari satu unit stock tank barrel pada temperatur dan tekanan
resevoir.
Standing menemukan bahwa tekanan bubble point bervariasi bergantung dari
tipe minyak, tipe gas, temperatur, dan kelarutan gas dalam minyak. Walaupun
jauh dari kesempurnaan, Standing memutuskan untuk mengaitkan tipe minyak
dengan API Gravity. Rumus empiris dari Standing:
 
0 ,83
  10 0, 00091Tf   
 R 
Pb  18 s  
0 , 0125o API   
................................................... (2-54a)
   g   10  
   
Keterangan :
Pb = bubble point atau tekanan saturasi,
Rs = kelarutan gas dalam minyak, SCF/STB
g = gas gravity (densitas relatif)
Tf = temperatur reservoir, oF, dan
o
API = API gravity dari stock tank barrel
Dimana API adalah API gravity minyak yang dapat dicari dengan persamaan
141,5
𝐴𝑃𝐼 = 𝑆𝐺 𝑜𝑖𝑙 − 131,5 ......................................................................... (2-54b)

Untuk menentukan Rs pada tekanan saturasi (P ≤ Pb) Persamaan 2-54 dapat


diubah menjadi :

0, 0125 o API   
1, 20482

 p  10 
Rs   g     0,00091Tf    ......................................................... (2-55)
  
  
18 10 
48

Gambar 2.24.
Kurva Kelarutan Gas Sebagai Fungsi Tekanan Reservoir
(McCain, Jr., W.D., 1973)

Faktor yang mempengaruhi kelarutan gas dalam minyak (Rs) adalah:


a. Tekanan, pada temperatur tetap kelarutan gas dalam sejumlah zat cair
tertentu berbanding lurus dengan tekanan .
b. Komposisi minyak dalam gas, kelarutan gas dalam minyak semakin besar
dengan menurunnya gravitasi minyak.
c. Temperatur, Rs akan berkurang dengan naiknya temperature
Proses pembebasan gas ada dua, yaitu:
a. Differential Liberation
Merupakan proses pembebasan gas secara kontinyu. Dalam proses ini,
penurunan tekanan disertai dengan mengalirnya sebagian fluida
meninggalkan sistem. Minyak hanya berada dalam kesetimbangan
dengan gas yang dibebaskan pada tekanan tertentu dan tidak dengan
gas yang meninggalkan sistem. Jadi selama proses ini berlangsung,
maka komposisi total sistem akan berubah.
49

b. Flash Liberation
Merupakan proses pembebasan gas dimana tekanan dikurangi dalam
jumlah tertentu dan setelah kesetimbangan dicapai gas baru
dibebaskan.

Harga Bo dari kedua proses tersebut berbeda sesuai dengan keadaan


reservoar selama proses produksi berlangsung. Pada Gambar 2.24. terlihat bahwa
harga Bo pada proses flash liberation lebih kecil daripada proses differential
liberation.

1000 1,8

ORIGINAL RESERVOIR PRESSURE


Gas in Solution, ocu.ft/BBL

Liberated Gas (air = 1,0)


800 1,6

Specific Gravity of
ON
( ST.oil = 60 F )

ERATI
IB
600 SL 1,4
L GA ON
NTIA ERATI
E IB
FER SL
400 DIF GA 1,2
SH
FLA
200 1,0
DIFFERENTIAL GAS LIBERATION
0 0,8
0 400 800 1200 1600 2000 2400 2800 3200 3600
Reservoir Pressure, psia

Gambar 2.25.
Perbedaan antara Flash Liberation Dengan Differential Liberation
(Amyx, J. W., “Petroleum Reservoir Engineering-physical Properties”, 1960)

2.3.6. Kelarutan Gas Dalam Air Formasi


Kelarutan gas dalam air formasi didefinisikan sebagai volume gas yang
terlarut dalam air formasi dengan volume air formasi itu sendiri. Sifat kelarutan
air formasi (dalam gas) akan berpengaruh pada penanganan, pemprosesan, dan
pengangkutan gas alam. Kelarutan gas dalam air formasi tergantung pada tekanan,
temperatur, dan komposisi air formasi dan gas itu sendiri.
Kelarutan gas dalam air formasi adalah lebih kecil dibandingkan dengan
kelarutan gas dalam minyak di reservoir pada kondisi reservoir yang sama. Pada
temperatur tetap kelarutan gas dalam air formasi akan naik dengan naiknya
tekanan, sedangkan pada tekanan yang tetap kelarutan gas mula-mula menurun
50

sampai harga minimum kemudian naik lagi terhadap naiknya suhu, dan kelarutan
gas dalam air berkurang dengan bertambahnya kadar garam (diperlihatkan oleh
Gambar 2.26)

Gambar 2.26.
Kelarutan Natural Gas Dalam Air Formasi Sebagai Fungsi
Temperatur dan Tekanan
(Clark, N.J., “Element of Petroleum Reservoir”,1974)

2.4. Kondisi Reservoir


Tekanan dan temperatur merupakan besaran–besaran yang sangat penting
dan berpengaruh terhadap keadaan reservoir, baik pada batuan maupun fluidanya
(air, minyak, dan gas). Tekanan dan temperatur lapisan kulit bumi dipengaruhi
oleh adanya gradien kedalaman, letak dari lapisan, serta kandungan fluidanya.

2.4.1. Tekanan Reservoir


Konsep tekanan adalah gaya persatuan luas yang diterapkan oleh suatu
fluida, hal ini adalah konsep mekanik dari tekanan. Tekanan itu terjadi oleh
51

tabrakan diantara berbagai molekul fluida atau di dinding tersebut pada setiap
detik. Tekanan merupakan sumber energi yang menyebabkan fluida dapat
bergerak. Besarnya tekanan reservoir ini akan berkurang dengan adanya kegiatan
produksi. Tekanan yang bekerja didalam reservoir pada dasarnya disebabkan oleh
tiga hal, yaitu :
1. Tekanan Hidrostatik
Tekanan ini disebabkan oleh fluida (terutama air) yang mengisi pori-pori
batuan diatasnya. Faktor yang mempengaruhi fluida formasi adalah jenis fluida
dan kondisi geologi. Secara matematis tekanan hidrostatik dapat dituliskan
sebagai berikut :
Ph = 0,052 ρ h , (psi) ......................................................................... (2-56)
Atau :
Ph = (ρ/10) h , (psi) ......................................................................... (2-57)
Keterangan :
ρ = Densitas fluida, (ppg atau gr/cc)
Ph = Tekanan hidrostatik, (psi atau ksc)
h = Tinggi kolom fluida, (ft atau meter).
Gradien hidrostatik untuk air murni adalah 0,433 psi/ft, sedangkan air asin
adalah 0,465 psi/ft. Penyimpangan dari harga tersebut disebut tekanan abnormal.
2. Tekanan Overburden
Tekanan formasi dalam hal ini adalah tekanan overburden. Tekanan
overburden adalah tekanan yang diderita oleh formasi karena beban (berat) batuan
diatasnya atau besarnya tekanan yang diakibatkan oleh berat seluruh beban yang
berada di atas suatu kedalaman tertentu tiap satuan luas.
berat material  berat cairan
Pob  ................................................. (2– 58)
luas area
Gradien tekanan overburden adalah menyatakan tekanan overburden dan tiap
kedalaman.
Po = Go x D ..................................................................................... (2-59)
52

Keterangan :
Pob = Tekanan overburden, psi
Gob = Gradien tekanan overburden, psi/ft (umumnya sebesar 1 psi/ft, jika
tekanan overburden pada kedalaman 1000 ft adalah 1000 psi)
D = Kedalaman, ft
Pada prinsipnya tekanan reservoar adalah bervariasi terhadap kedalaman.
Hubungan antara tekanan dan kedalaman tersebut disebut dengan gradient
tekanan. Gradient tekanan hidrostatik air murni adalah 0,433 psi/ft, sedangkan
untuk air asin berkisar antara 0,433 – 1 psi/ft. penyimpangan dari harga tersebut
dianggap sebagai tekanan abnormal. Gradient tekanan overburden adalah :
2,3 x 0,433 psi/ft = 1 psi/ft
3. Tekanan Kapiler
Tekanan kapiler disebabkan oleh adanya gaya yang dipengaruhi tegangan
permukaan antar fluida yang bersinggungan, besar volume dan bentuk pori serta
sifat kebasahan batuan reservoir. Untuk menghitung besarnya tekanan kapiler dap
h
Pc = (Pw – Po) ................................................................................... (2-60)
144
Keterangan :
Pc : Tekanan Kapiler, psi
H : Ketinggian dari bidang di antara minyak dan air dimana tekanan
kapiler sama dengan nol pada WOC, ft
ρo : Densitas minyak, lb/cuft
ρw : Densitas air, lb/cuft

2.4.2. Temperatur Reservoir


Temperatur akan mengalami kenaikan dengan bertambahnya kedalaman,
ini dinamakan gradien geothermal yang dipengaruhi oleh jauh dekatnya dari pusat
magma.
Dalam kenyataannya temperatur reservoir akan bertambah terhadap
kedalaman, yang mana sering disebut sebagai gradien geotermis. Besaran gradien
geotermis ini bervariasi dari satu tempat ke tempat lain, dimana harga rata–
53

ratanya adalah 2oF / 100 ft. Gradien geothermis yang tertinggi adalah 4oF / 100 ft,
sedangkan yang terendah adalah 0,5 oF / 100 ft. Variasi yang kecil dari gradient
geothermis ini disebabkan oleh sifat konduktivitas termis beberapa jenis batuan.
Besarnya gradien geotermal dari suatu daerah dapat dicari dengan
menggunakan persamaan :
Tformasi  Tstandart
Gradien geothermal 
Kedalalaman Formasi ............................................ (2-61)

Harga gradien geotermal berkisar antara 1,11o sampai 2 oF / 100 ft. Seperti
diketahui temperatur sangat berpengaruh terhadap sifat–sifat fisik fluida reservoir
Hubungan temperatur terhadap kedalaman dapat dinyatakan sebagai
berikut :
Td = Ta + @ x D ................................................................................ (2-62)
Keterangan :
Td = temperatur reservoir pada kedalaman D ft, oF
Ta = temperatur pada permukaan, oF
@ = gradien temperatur, oF
D = kedalaman, ft
Pengukuran temperatur formasi dilakukan setelah “completion” dan
temperatur formasi ini dapat dianggap konstan selama kehidupan reservoir,
kecuali bila dilakukan proses stimulasi. Suatu contoh kurva temperatur versus
kedalaman dapat dilihat pada Gambar 2.27. Kurva tersebut merupakan hasil
survey dari suatu lapangan.
Kegunaan data temperatur formasi adalah untuk menentukan sifat–sifat
fisik fluida formasi.
54

Gambar 2.27.
Kurva Gradien Temperatur Rata-rata terhadap kedalaman
(Amyx, J. W., “Petroleum Reservoir Engineering-physical Properties”, 1960)

2.5. Jenis-Jenis Reservoir


2.5.1. Berdasarkan Jenis Perangkap Reservoir
Jenis reservoir berdasarkan perangkap reservoir dapat dibagi menjadi tiga,
yaitu perangkap struktur, perangkap stratigrafi, dan perangkap kombinasi struktur
dan stratigrafi.

2.5.1.1. Perangkap Struktur


Perangkap struktur merupakan perangkap yang paling orisinil dan sampai
dewasa ini merupakan perangkap yang paling penting. Jelas di sini berbagai unsur
perangkap yang membentuk lapisan penyekat dan lapisan reservoir sehingga dapat
menangkap minyak, disebabkan gejala tektonik atau struktur, misalnya pelipatan
dan pematahan. Sebetulnya kedua unsur ini merupakan unsur utama dalam
pembentukan perangkap. Perangkap struktur dapat dibagi menjadi dua macam
berdasarkan perlipatan batuannya, yaitu perangkap lipatan dan perangkap patahan.

A. Perangkap lipatan
Perangkap lipatan biasanya berbentuk antiklin dan merupakan perangkap
utama serta yang paling penting. Unsur yang paling mempengaruhi pembentukan
perangkap ini adalah lapisan penyekat dan penutup yang berada diatasnya, dan
55

dibentuk sedemikian rupa sehingga minyak tidak bisa lari kemana-mana, seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 2.28.

Gambar 2.28.
Perangkap Lipatan Antiklin
(Koesoemadinata H.R.P., “Geologi Minyak dan Gas Bumi”,1980)
Menurut bentuknya, perangkap lipatan antiklin dapat dibagi menjadi
antiklin dengan sayap simetris atau asimetris, melengkung memanjang dan
pendek. Pada perangkap jenis ini hidrokarbon dapat terakumulasi bersama-sama
dengan air, sedangkan untuk kondisi tekanan awal reservoir berada dibawah
tekanan saturasi maka hidrokarbon yang terdapat terdiri dari fluida dua fasa, yaitu
minyak dan gas.
B. Perangkap Patahan
Adanya patahan akibat gaya tektonik dapat menjadikan suatu lapisan
batuan berfungsi sebagai perangkap hidrokarbon. Dengan adanya patahan yang
terjadi ini menyebabkan terjadinya bidang yang berfungsi sebagai penyekat dan
bersifat impermeabel (Gambar 2.29.). Gambar tersebut memperlihatkan bentuk
patahan yang disebabkan oleh adanya kemiringan lapisan batuan. Berdasarkan
terjadinya patahan normal dimana akibat patahan tersebut maka salah satu lapisan
akan bergerak naik dan akibat adanya pendesakan perlapisan garam dibawah yang
menembus perlapisan diatasnya atau perangkap kubah garam (Gambar 2.30.).
56

Gambar 2.29.
Perangkap Patahan Melengkung
(Koesoemadinata H.R.P., “Geologi Minyak dan Gas Bumi”,1980)

Gambar 2.30.
Suatu Penampang Ideal Melalui Suatu Lapangan Minyak Kubah Garam
(Koesoemadinata H.R.P., “Geologi Minyak dan Gas Bumi”,1980)

2.5.1.2. Perangkap Stratigrafi


Prinsip perangkap stratigrafi ialah minyak dan gas terjebak dalam
perjalanannya ke atas, terhalang dari segala arah terutama dari bagian atas dan
pinggir, karena batuan reservoir menghilang atau berubah fasies menjadi batuan
lain atau batuan yang karakteristik reservoir menghilang sehingga merupakan
penghalang permeabilitasnya. Beberapa unsur utama perangkap stratigrafi ialah :
1. Adanya perubahan sifat litologi dengan beberapa sifat reservoir, ke satu atau
beberapa arah sehingga merupakan penghalang permeabilitas.
2. Adanya lapisan penutup / penyekat yang menghimpit lapisan reservoir
tersebut ke arah atas atau ke pinggir.
57

3. Keadaan struktur lapisan reservoir yang sedemikian rupa sehingga dapat


menjebak minyak yang naik. Kedudukan struktur ini sebetulnya melokalisasi
posisi tertinggi daripada daerah potensial rendah dalam lapisan reesrvoir yang
telah tertutup dari arah atas dan pinggir oleh beberapa unsur tersebut di atas.
Kedudukan struktur ini dapat disebabkan oleh kedudukan pengendapan atau
juga karena kemiringan wilayah.
Perubahan sifat litologi / sifat reservoir ke suatu arah daripada lapisan
reservoir dapat disebabkan :
a. Pembajian, dimana lapisan reservoir yang dihimpit di antara lapisan penyekat
menipis dan menghilang, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.31.
b. Penyerpihan (shale–out), dimana ketebalan tetap, akan tetapi sifat litologi
berubah, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.32.
c. Bidang Ketidakselarasan akibat persentuhan dengan bidang erosi, seperti
ditunjukkan pada Gambar 2.33.
Pada hakekatnya, perangkap stratigrafi didapatkan karena letak posisi
struktur tubuh batuan sedemikian sehingga batas lateral tubuh tersebut merupakan
penghalang permeabilitas ke arah atas atau ke pinggir. Jika tubuh batuan reservoir
itu kecil dan sangat terbatas, maka posisi struktur tidak begitu penting, karena
seluruhnya atau sebagian besar dari tubuh tersebut merupakan perangkap. Posisi
struktur hanya menyesuaikan letak hidrokarbon pada bagian tubuh reservoir. Jika
tubuh reservoir memanjang atau meluas, maka posisi struktur sangat penting.
Perangkap tidak akan terjadi jika tubuh reservoir berada dalam keadaan
horizontal. Jika bagian tengah tubuh terlipat, maka perangkap yang terjadi adalah
perangkap struktur (antiklin). Untuk terjadinya perangkap stratigrafi, maka posisi
struktur lapisan reservoir harus sedemikian sehingga salah satu batas lateral tubuh
reservoir (yang dapat berupa unsur di atas tadi), merupakan penghalang
permeabilitas ke atas.
58

Gambar 2.31.
Perangkap Stratigrafi karena Pembajian
(Koesoemadinata H.R.P., “Geologi Minyak dan Gas Bumi”,1980)

Gambar 2.32.
Perangkap Stratigrafi karena Penyerpihan
(Koesoemadinata H.R.P., “Geologi Minyak dan Gas Bumi”,1980)

Gambar 2.33.
Perangkap Stratigrafi karena Bidang Ketidakselarasan
(Koesoemadinata H.R.P., “Geologi Minyak dan Gas Bumi”,1980)
59

2.5.1.3. Perangkap Kombinasi


Perangkap reservoir kebanyakan merupakan kombinasi perangkap struktur
dan perangkap stratigrafi dimana setiap unsur struktur merupakan faktor bersama
dalam membatasi bergeraknya minyak dan gas. Beberapa kombinasi antara unsur
stratigrafi dan unsur struktur adalah sebagai berikut :
1. Kombinasi antara lipatan dengan pembajian
Dalam Gambar 2.34., dapat dilihat bahwa kombinasi lipatan dengan
pembajian dapat terjadi karena salah satu pihak, pasir menghilang dan di lain
pihak hidung antiklin menutup arah lainnya. Maka jelaslah hal ini sering
terjadi pada perangkap stratigrafi normal.
2. Kombinasi antara patahan dan pembajian
Pembajian yang berkombinasi dengan patahan jauh lebih biasa daripada
pembajian yang berdiri sendiri. Kombinasi ini dapat terjadi karena terdapat
suatu kemiringan wilayah yang membatasi bergeraknya ke suatu arah dan
diarah lain ditahan oleh adanya suatu patahan dan pada arah lainnya lagi
ditahan oleh pembajian, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.35..

Gambar 2.34.
Perangkap Kombinasi Jenis Pembajian dengan Lipatan
(Koesoemadinata H.R.P., “Geologi Minyak dan Gas Bumi”,1980)
60

Gambar 2.35.
Perangkap Kombinasi Jenis Pembajian dengan Patahan
(Koesoemadinata H.R.P., “Geologi Minyak dan Gas Bumi”,1980)

2.5.2. Berdasarkan Fasa Fluida


Jenis reservoir berdasarkan fasa fluida reservoir dapat dibagi menjadi lima, yaitu
reservoir minyak berat, reservoir minyak ringan, reservoir gas kondensat,
reservoir gas basah, dan reservoir gas kering.

2.5.2.1. Reservoir Minyak Berat


Diagram fasa dari minyak berat (low shrinkage crude oil) diperlihatkan
pada Gambar 2.36.. Sebagai catatan disini adalah bahwa daerah dua fasa
mencakup kisaran tekanan yang lebar dan juga bahwa temperatur kritik dari
minyak adalah lebih tinggi dari temperatur reservoir.

Gambar 2.36.
Diagram Fasa dari Minyak Berat
(Mc.Cain, Jr., W.D., “The Properties of Petroleum Fluids”,1973)
61

Garis vertikal 1 – 2 – 3 memperlihatkan pengurangan tekanan dengan


temperatur konstan yang terjadi apabila minyak tersebut diproduksikan. Garis
yang putus–putus memperlihatkan kondisi tekanan–temperatur yang terjadi
apabila minyak meninggalkan reservoir dan mengalir melewati tubing menuju ke
separator.
Titik 1 menunjukkan bahwa keadaan reservoir dikatakan tidak jenuh
(undersaturated), sedangkan titik 2 menunjukkan keadaan reservoir jenuh
(saturated) dimana minyak mengandung gas sebanyak–banyaknya dan suatu
pengurangan tekanan akan menyebabkan pembentukan fasa gas. Pada titik 3
fluida yang tetap berada di reservoir terdiri dari 75 % mol cairan atau 25 % mol
gas.
Titik yang menunjukkan tekanan dan temperatur di dalam separator
terletak hampir dekat dengan garis titik gelembung yang diperkirakan 85 % mol
minyak diproduksikan tetap sebagai cairan pada kondisi separator. Karena
mempunyai prosentase cairan yang cukup tinggi, maka minyak ini disebut “low
shrinkage crude oil”.
Apabila diproduksikan maka minyak berat ini biasanya menghasilkan gas
oil ratio permukaan sebesar 500 scf / STB dengan gravitasi 30 oAPI atau lebih.
Cairan produksi biasanya berwarna hitam dan lebih pekat lagi.

2.5.2.2. Reservoir Minyak Ringan


Diagram fasa dari minyak ringan (high shrinkage crude oil) diperlihatkan
pada Gambar 2.37.. Garis vertikal menunjukkan pengurangan tekanan dengan
temperatur tetap selama produksi. Titik 1 dan titik 2 mempunyai pengertian yang
sama dengan diagram sebelumnya, bedanya apabila tekanan diturunkan di bawah
garis titik gelembung, prosentase gas akan lebih besar. Titik 3 reservoir
mengandung 40 % mol cairan.
62

Gambar 2.37.
Diagram Fasa dari Minyak Ringan
(Mc.Cain, Jr., W.D., “The Properties of Petroleum Fluids”,1973)

Diperkirakan 65 % fluida tetap sebagai cairan pada kondisi separator. Oleh


karenanya minyak disebut sebagai minyak ringan (high shrinkage crude oil). Jadi
minyak ini mengandung relatif sedikit molekul berat bila dibandingkan dengan
minyak berat. Apabila diproduksikan maka minyak ringan ini biasanya
menghasilkan perbandingan gas–minyak permukaan sebesar kurang lebih 8000
scf / stb dengan gravitasi sekitar 50 oAPI. Cairan produksi biasanya berwarna
gelap.

2.5.2.3. Reservoir Gas Kondensat


Saat temperatur reservoir terletak diantara titik kritis dengan
cricondenterm dari fluida reservoir Gambar 2.38.. Sekitar 25 % mol fluida
produksi tetap sebagai cairan di permukaan. Cairan yang diproduksikan dari
campuran hidrokarbon ini disebut “gas kondensat”.

Gambar 2.38.
Diagram Fasa dari Gas Kondensat
(Mc.Cain, Jr., W.D., “The Properties of Petroleum Fluids”,1973)
63

Pada titik 1 reservoir hanya terdiri dari satu fasa dan dengan turunnya
tekanan reservoir selama produksi berlangsung, terjadi kondensasi retrograde
dalam reservoir. Pada titik 2 (titik embun) cairan mulai terbentuk dan dengan
turunnya tekanan dari titik 2 ke titik 3, jumlah cairan dalam reservoir bertambah.
Pada titik 3 ini merupakan titik dimana jumlah maksimum cairan yang bisa
terjadi. Penurunan selanjutnya menyebabkan cairan menguap.
Rasio gas–minyak produksi dari reservoir kondensat dapat mencapai
sekitar 70,000 scf / stb dengan gravitasi cairan sebesar 60 oAPI. Cairan produksi
biasanya berwarna cerah.

2.5.2.4. Reservoir Gas Basah


Diagram fasa dari campuran hidrokarbon terutama mengandung molekul
lebih kecil, umumnya terletak dibawah temperatur reservoir. Contoh dari diagram
fasa untuk gas basah diberikan Gambar 2.39.
Dalam kasus ini fluida berbentuk gas secara keseluruhan dalam
pengurangan tekanan reservoir. Karena kondisi seperator terletak di dalam daerah
dua fasa, maka cairan akan terbentuk di permukaan. Cairan ini umumnya dikenal
sebagai “kondensat” atau gas yang dihasilkan disebut “gas kondensat”.

Gambar 2.39.
Diagram Fasa dari Gas Basah
(Mc.Cain, Jr., W.D., “The Properties of Petroleum Fluids”,1973)

Kata basah menunjukkan bahwa gas mengandung molekul–molekul


hidrokarbon ringan yang pada kondisi permukaan membentuk fasa cair. Pada
64

kondisi seperator, gas biasanya mengandung lebih banyak hidrokarbon


menengah. Kadang–kadang gas ini diproses untuk dipisahkan cairan butana dan
propanannya. Gas basah dicirikan dengan gas oil ratio permukaan lebih dari
100,000 scf / stb. Asosiasi minyak tangki pengumpul biasanya adalah air sebagai
gravitasi lebih besar daripada 50 oAPI.

2.5.2.5. Reservoir Gas Kering


Diagram fasa untuk gas kering diperlihatkan pada Gambar 2.40. Untuk
campuran ini, baik kondisi reservoirnya maupun kondisi separator terletak di
luar daerah dua fasa. Tidak ada cairan yang dapat dibentuk dalam reservoir atau di
permukaan dan gasnya disebut “gas alam”.
Kata kering menunjukkan bahwa fluida tidak cukup mengandung molekul
hidrokarbon berat untuk membentuk cairan di permukaan. Tetapi perbedaan
antara gas kering dan gas basah tidak tetap, biasanya sistem yang gas oil ratio–nya
lebih dari 100,000 scf / stb dipertimbangkan sebagai gas kering.

Gambar 2.40.
Diagram Fasa dari Gas Kering
(Mc.Cain, Jr., W.D., “The Properties of Petroleum Fluids”,1973)

2.5.3. Berdasarkan Mekanisme Pendorong


Telah diketahui bahwa minyak bumi tidak mungkin mengalir sendiri dari
reservoirnya ke lubang sumur produksi bila tidak terdapat suatu energi yang
mendorongny. Jenis reservoir berdasarkan mekanisme pendorong reservoir dibagi
menjadi lima, yaitu : solution gas drive reservoir, gas cap drive reservoir, water
65

drive reservoir, gravitational segregation drive reservoir, dan combination drive


reservoir.

2.5.3.1. Solution Gas Drive Reservoir


Reservoir jenis ini disebut solution gas drive disebabkan oleh karena
energi pendesak minyaknya adalah terutama dari perubahan fasa pada
hidrokarbon–hidrokarbon ringannya yang semula merupakan fasa cair menjadi
gas. Kemudian gas yang terbentuk ini ikut mendesak minyak ke sumur
produksinya pada saat penurunan tekanan reservoir karena produksi tersebut
(Gambar 2.41.).
Setelah sumur selesai dibor menembus reservoir dan produksi minyak
dimulai, maka akan terjadi suatu penurunan tekanan di sekitar lubang bor.
Penurunan tekanan ini akan menyebabkan fluida mengalir dari reservoir menuju
lubang bor melalui pori–pori batuan. Penurunan tekanan disekitar sumur bor
akan menimbulkan terjadinya fasa gas. Pada saat awal, karena saturasi gas
tersebut masih kecil ( belum membentuk fasa yang kontinyu ), maka gas tersebut
terperangkap pada ruang antar butiran reservoirnya, tetapi setelah tekanan
reservoir tersebut cukup kecil dan gas sudah terbentuk banyak atau dapat bergerak
maka gas tersebut turut serta terproduksi ke permukaan (Gambar 2.42.).

Gambar 2.41.
Solution Gas Drive Reservoir
(Clark, N.J., “Element of Petroleum Reservoir”,1974)
66

Gambar 2.42.
Karakteristik Tekanan, PI, dan GOR pada Solution Gas Drive Reservoir
(Craft, B.C. and Hawkins, M.F., 1959)

Pada awal produksi, karena gas yang dibebaskan dari minyak masih
terperangkap pada sela–sela pori batuan, maka gas oil ratio produksi akan lebih
kecil jika dibandingkan dengan rasio gas–minyak reservoir. Rasio gas–minyak
produksi akan bertambah besar bila gas pada saluran pori–pori tersebut mulai
bisa mengalir, hal ini terus–menerus berlangsung hingga tekanan reservoir
menjadi rendah.
Bila tekanan telah cukup rendah maka gas oil ratio akan menjadi
berkurang sebab volume gas di dalam reservoir tinggal sedikit. Dalam hal ini
minyak–gas produksi dan rasio minyak–gas reservoir harganya hampir sama.
Recovery yang mungkin diperoleh sekitar 5 – 30 %. Dengan demikian
untuk reservoir jenis ini pada tahap teknik produksi primernya akan meninggalkan
residual oil yang cukup besar. Produksi air hampir–hampir tidak ada karena
reservoirnya terisolir, sehingga meskipun terdapat connate water tetapi hampir–
hampir tidak dapat terproduksi.

2.5.3.2. Gas Cap Drive Reservoir


Dalam beberapa tempat dimana terakumulasinya minyak bumi,
kadang–kadang pada kondisi reservoirnya komponen–komponen ringan dan
menengah dari minyak bumi tersebut membentuk suatu fasa gas. Gas bebas ini
kemudian melepaskan diri dari minyaknya dan menempati bagian atas dari
67

reservoir itu membentuk suatu tudung. Hal ini bisa merupakan suatu energi
pendesak untuk mendorong minyak bumi dari reservoir ke lubang sumur dan
mengangkatnya ke permukaan. Bila reservoir ini dikelilingi suatu batuan yang
merupakan perangkap, maka energi ilmiah yang menggerakkan minyak ini berasal
dari dua sumber, yaitu ekspansi gas cap dan ekspansi gas yang terlarut lalu
melepaskan diri.
Mekanisme yang terjadi pada gas cap reservoir ini adalah minyak pertama
kali diproduksikan, permukaan antara minyak dan gas akan turun, gas cap akan
berkembang ke bawah selama produksi berlangsung. Untuk jenis reservoir ini,
umumnya tekanan reservoir akan lebih konstan jika dibandingkan dengan solution
gas drive. Hal ini disebabkan bila volume gas cap drive telah demikian besar,
maka tekanan minyak akan jadi berkurang dan gas yang terlarut dalam minyak
akan melepaskan diri menuju ke gas cap, dengan demikian minyak akan
bertambah ringan, encer, dan mudah untuk mengalir menuju lubang bor (Gambar
2.43.).

Gambar 2.43.
Gas Cap Drive Reservoir
(McCain, Jr., W.D., “The Properties of Petroleum Fluids”,1973)

Kenaikan gas oil ratio juga sejalan dengan pergerakan permukaan ke


bawah, air hampir–hampir tidak diproduksikan sama sekali. Karena tekanan
reservoir relatif kecil penurunannya, juga minyak berada di dalam reservoirnya
akan terus semakin ringan dan mengalir dengan baik, maka untuk reservoir jenis
68

ini akan mempunyai umur dan recovery sekitar 20 – 40 %, yang lebih besar jika
dibandingkan dengan jenis solution gas drive. Sehingga residu oil yang masih
tertinggal di dalam reservoir ketika lapangan ini ditutup adalah lebih kecil jika
dibandingkan dengan jenis solution gas drive (Gambar 2.44.).

Gambar 2.44.
Karakteristik Tekanan, PI, dan GOR pada Gas Cap Drive Reservoir
(Craft, B.C. and Hawkins, M.F., 1959)

2.5.2.3. Water Drive Reservoir


Untuk reservoir jenis water drive ini, energi pendesakan yang mendorong
minyak untuk mengalir adalah berasal dari air yang terperangkap bersama–sama
dengan minyak pada batuan reservoirnya.
Apabila dilihat dari terbentuknya batuan reservoir water drive, maka air
merupakan fluida pertama yang menempati pori–pori reservoir. Tetapi dengan
adanya migrasi minyak bumi maka air yang berada disana tersingkir dan
digantikan oleh minyak. Dengan demikian karena volume minyak ini terbatas,
maka bila dibandingkan dengan volume air yang merupakan fluida pendesaknya
akan jauh lebih kecil (Gambar 2.45.).
69

Gambar 2.45.
Water Drive Reservoir
(McCain, Jr., W.D., “The Properties of Petroleum Fluids”,1973)

Rasio gas–minyak untuk reservoir jenis ini relatif lebih konstan jika
dibandingkan dengan reservoir jenis lainnya. Hal ini disebabkan karena tekanan
reservoir relatif akan konstan karena dikontrol terus oleh pendesakan air yang
hampir tidak mengalami penurunan. Produksi air pada awal produksi sedikit,
tetapi apabila permukaan air telah mencapai lubang bor maka mulai mengalami
kenaikan produksi yang semakin lama semakin besar secara kontinyu sampai
sumur tersebut ditinggalkan karena produksi minyaknya tidak ekonomis lagi
(Gambar 2.46.).
Untuk reservoir dengan jenis pendesakan water drive maka bagian minyak
yang terproduksi akan lebih besar jika dibandingkan dengan jenis pendesakan
lainnya, yaitu antara 35 – 75% dari volume minyak yang ada. Sehingga minyak
sisa ( residual oil ) yang masih tertinggal didalam reservoir akan lebih sedikit.
70

Gambar 2.46.
Karakteristik Tekanan, PI, dan GOR pada Water Drive Reservoir
(Craft, B.C. and Hawkins, M.F., 1959)

2.5.3.4. Segregation Drive Reservoir


Segregation drive reservoir atau gravity drainage merupakan energi
pendorong minyak bumi yang berasal dari kecenderungan gas, minyak, dan air
membuat suatu keadaan yang sesuai dengan massa jenisnya (karena gaya
gravitasi).
Gravity drainage mempunyai peranan yang penting dalam memproduksi
minyak dari suatu reservoir. Sebagai contoh bila kondisinya cocok, maka recovery
dari solution gas drive reservoir bisa ditingkatkan dengan adanya gravity
drainage ini. Demikian pula dengan reservoir–reservoir yang mempunyai energi
pendorong lainnya.
Seandainya dalam reservoir itu terdapat tudung gas primer (primary gas
cap) maka tudung gas ini akan mengembang sebagai proses gravity drainage
tersebut. Reservoir yang tidak mempunyai tudung gas primer segera akan
mengadakan penentuan tudung gas sekunder (secondary gas cap).
Pada awal dari reservoir ini, gas oil ratio dari sumur–sumur yang terletak
pada struktur yang lebih tinggi akan cepat meningkat sehingga diperlukan suatu
program penutupan sumur–sumur tersebut. Diharapkan dengan adanya program
ini perolehannya minyaknya dapat mencapai maksimum.
Besarnya gravity drainage dipengaruhi oleh gravity minyak, permeabilitas
zona produktip, dan juga dari kemiringan dari formasinya. Faktor–faktor
kombinasi seperti misalnya, viskositas rendah, specific gravity rendah, mengalir
71

pada atau sepanjang zona dengan permeabilitas tinggi dengan kemiringan lapisan
cukup curam, ini semuanya akan menyebabkan perbesaran dalam pergerakan
minyak dalam struktur lapisannya (Gambar 2.47.).

Gambar 2.47.
Segregation Drive Reservoir
(Tarek Ahmed,” Reservoir Engineering Handbook “,2000)

Dalam reservoir gravity drainage perembesan airnya kecil atau hampir


tidak ada produksi air. Laju penurunan tekanan tergantung pada jumlah gas yang
ada. Jika produksi semata–mata hanya karena gas gravitasi, maka penurunan
tekanan dengan berjalannya produksi akan cepat. Hal ini disebabkan karena gas
yang terbebaskan dari larutannya terproduksi pada sumur struktur sehingga
tekanan cepat akan habis.
Recovery yang mungkin diperoleh dari jenis reservoir gravity drainage ini
sangat bervariasi. Bila gravity drainage baik, atau bila laju produksi dibatasi
untuk mendapatkan keuntungan maksimal dari gaya gravity drainage ini maka
recovery yang didapat akan tinggi. Pernah tercatat bahwa recovery dari gravity
drainage ini melebihi 80 % dari cadangan awal (IOIP). Pada reservoir dimana
bekerja juga solution gas drive ternyata recovery–nya menjadi lebih kecil
Gambar 2.48.
72

Gambar 2.48.
Kelakuan Segregational Drive Reservoir
(Cole, F.W., “Reservoir Engineering Manual”, -Texas, 1969.)

2.5.3.5. Combination Drive Reservoir


Sebelumnya telah dijelaskan bahwa reservoir minyak dapat dibagi dalam
beberapa jenis sesuai dengan jenis energi pendorongnya. Tidak jarang dalam
keadaan sebenarnya energi–energi pendorong ini bekerja bersamaan dan simultan.
Bila demikian, maka energi pendorong yang bekerja pada reservoir itu merupakan
kombinasi beberapa energi pendorong, sehingga dikenal dengan nama
combination drive reservoir. Kombinasi yang umum dijumpai adalah antara gas
cap drive dengan water drive. Sehingga sifat–sifat reservoirnya jadi lebih
kompleks jika dibandingkan dengan energi pendorong tunggal (Gambar 2.49.).
Untuk reservoir minyak jenis ini, maka gas yang terdapat pada gas cap
akan mendesak kedalam formasi minyak, demikian pula dengan air yang berada
pada bagian bawah dari reservoir tersebut. Pada saat produksi minyak tidak
sempat berubah fasa menjadi gas sebab tekanan reservoir masih cukup tinggi
karena dikontrol oleh tekanan gas dari atas dan air dari bawah. Dengan demikian
peristiwa depletion untuk reservoir jenis ini dikatakan tidak ada, sehingga minyak
yang masih tersisa di dalam reservoir semakin kecil karena recovery minyaknya
tinggi dan efisiensi produksinya lebih tinggi.
Gambar 2.50. merupakan salah satu contoh kelakuan dari combination
drive dengan water drive yang lemah dan tidak ada tudung gas pada reservoirnya.
73

Rasio minyak–gas yang konstan pada awal produksi dimungkinkan bahwa


tekanan reservoir masih di atas tekanan jenuh. Di bawah tekanan jenuh, gas akan
bebas sehingga rasio minyak–gas akan naik.

Gambar 2.49.
Combination Drive Reservoir
(Clark, N.J., “Element of Petroleum Reservoir”,1974)

Gambar 2.50.
Kelakuan Combination Drive Reservoir
(Clark, N.J., “Element of Petroleum Reservoir”,1974)

Anda mungkin juga menyukai