Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai
pemerintahan dengan perjanjian kerja (PPPK) yang bekerja pada instansi pemerintah. Pegawai.
ASN merupakan unsur utama sumber daya manusia aparatur Negara yang berperan penting
dalam rangka menciptakan masyarakat madani yang taat hukum, berperadapan modern,
demokratis, makmur, adil dan bermoral tinggi dalam menyelenggarakan pelayanan kepada
masyarakat seacara adil dan merata serta menyelenggarakan pelayanan kepada masyarakat
secara adil dan merata, menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dengan penuh kesetian kepada
Pancasila dan Undang-Udang Dasar 1945.

Dalam rangka mencapai tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam alinea ke-4
pembukaan Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD1945) adalah
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial maka diperlukan
ASN yang profesional, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi dan
nepotisme, mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu
menjalankan peran sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan pancasila dan
UUD 1945

Peraturan Lembaga Administrasi Negara (LAN) No. 12 tahun 2018 tentang Pedoman
Penyelenggara Pelatihan Dasar Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Golongan III menyatakan
peserta pelatihan dasar (Latsar) CPNS mendapatkan materi mengenai nilai-nilai dasar profesi
Pegawai Negeri Sipil (PNS), yaitu Akuntabilitas, Nasionalisme, Etika Publik, Komitmen
Mutu, dan Anti Korupsi (ANEKA) serta materi tentang peran dan kedudukan PNS (meliputi
Manajemen ASN, Pelayan Publik, dan Whole of Government). Proses penyelenggaraan Latsar
CPNS ini diharapkan dapat membentuk generasi yang mampu membawa perubahan untuk
bangsa ini.
Oleh karena itu, CPNS wajib menjalani masa percobaan yang dilaksanakan melalui
proses diklat yang terintegrasi untuk membentuk integritas moral, kejujuran, semangat, dan
motivasi nasionalisme dan kebangsaan, karakter kepribadian yang unggul dan bertanggung

1
jawab, dan memperkuat profesionalisme serta kompetensi bidang. Penyelenggaraan pelatihan
dilakukan secara inovatif dan terintegrasi, baik di tempat pelatihan dan tempat kerja sehingga
memungkinkan peserta untuk menginternalisasi, menerapkan, mengaktualisasikan, dan
membuatnya menjadi suatu kebiasaan (habituasi), sehingga terbentuk karakter PNS yang
profesional sesuai bidang tugas masing-masing.
Latihan dasar ini merupakan salah satu cara perbaikan SDM dalam rangka mengubah
pandangan masyarakat terhadap PNS. Banyak paradigma yang menyebar luas dalam
masyarakat tentang kemalasan, tidak disiplin, dan korupsi. Sistem pelatihan baru ini
diharapkan membentuk tunas integritas yang memiliki misi memperbaiki birokrasi dan
menambah kepercayaan masyarakat kepada SDM aparatur.
Setelah pemberian materi pada Latsar CPNS selesai dilaksanakan, peserta dituntut untuk
membuat suatu rancangan aktualisasi yang dapat diterapkan di instansi tempat kerja.
Rancangan aktualisasi dibuat berdasarkan permasalahan yang ada di instansi tersebut.
Sehingga dengan adanya kegiatan aktualisasi ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang
nyata untuk memecahkan permasalahan yang ada. Nilai-nilai dasar profesi PNS yaitu ANEKA
(Akuntabilitas, Nasionalisme, Etika Publik, Komitmen Mutu, Anti Korupsi) akan menjadi
dasar pelaksanaan aktualisasi ini di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam.

Pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang yang dijamin dalam Undang-Undang
Kesehatan No 36 Tahun 2009 tentang kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus
diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Rumah sakit merupakan institusi
pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh
perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial
ekonomi masyarakat, yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu
dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (UUD
No. 44 Tahun 2009).

Di era globalisasi, masyarakat semakin kritis dalam segala aspek, termasuk terhadap mutu
pelayanan kesehatan yang berkualitas. Sejalan dengan peningkatan pengetahuan dan teknologi,
kebutuhan dan tuntutan masyarakat terhadap mutu pelayanan kesehatan telah semakin
meningkat, maka dari itu perlu pelayanan kesehatan yang tepat, cepat dan akurat di Rumah
Sakit dengan berdasarkan nilai-nilai dasar PNS yaitu : Akuntabilitas, Nasionalisme, Etika
Publik, Komitmen Mutu, Anti Korupsi. Sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat.

2
Kegawatdaruratan medis sering terjadi dimana saja dan kapan saja. Proses penyelamatan
pasien dalam keadaan kegawatdaruratan merupakan hal utama dalam pelayanan di Rumah
Sakit. Sebagai seorang dokter, seorang PNS juga dituntut memberikan pelayanan yang
profesional di Rumah Sakit. Jenis pelayanan yang diberikan antara lain pelayanan umum dan
pelayanan kegawatdaruratan. Dalam pelayanan kegawatdaruratan terdapat prosedur yang
dinamakan Resusitasi Jantung Paru (RJP). Prosedur tersebut sering digunakan pada pasien
yang mengalami henti jantung dan henti nafas.

Dalam pelaksanaanya pelayanan kegawatdaruratan di Ruang Rawat Inap suatu Rumah


Sakit di kordinir oleh suatu sistem yang dinamakan sistem Code Blue. Sistem tersebut
merupakan stabilisasi kondisi kegawatdaruratan medis melalui prosedur RJP yang terjadi
didalam area Rumah Sakit. Pelaksanaan code blue harus segera dimulai setiap kali seseorang
ditemukan dalam keadaan cardiac-respiratory arrest (tidak ada respon, nadi tiak teraba dan
tidak bernafas).

Pelaksanaan Code Blue dimulai pada saat seorang pasien dalam keadaan Cardiac Arrest
di ruang rawat inap atau area RSUD Deli Serdang. Tim pelaksana Code Blue dibagi menjadi 3
menurut area RSUD Deli Serdang. Yaitu tim code blue dari Ruang ICU, Ruang Melati dan
Ruang IGD. Tim pelaksana Code Blue terdiri dari seorang dokter sebagai ketua tim dan 3 orang
paramedis sebagai anggota tim. Permasalahan yang dihadapi pada saat pelaksanaan adalah
didapatinya prosedur medis oleh petugas kesehatan di ruang rawat inap yang dilaksanakan
secara benar namun belum optimal, seperti pelaksanaan Code blue di ruang rawat inap.

Untuk saat ini, mengingat tingginya jumlah pasien rawat inap di RSUD Deli Serdang maka
perlu dioptimalkan kembali pelaksanaan Code Blue Di Ruang Rawat Inap RSUD Deli Serdang,
dengan melalui kegiatan aktualisasi ini diharapkan memberikan dampak positif agar
pelaksanaan Code Blue dapat terlaksana secara optimal dan diharapkan peserta dapat
menjadikan ASN yang profesional serta mampu memberikan pelayanan publik secara
maksimal.

1.2. Visi, Misi, dan Tupoksi Organisasi

3
1.2.1. Profil dan Struktur Organisasi

Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang terletak di kota Lubuk Pakam, Kabupaten Deli
Serdang. Dari Ibu kota provinsi Sumatera Utara (Medan) hanya berjarak lebih kurang 29
kilometer dengan jarak tempuh sekitar 45-60 menit. RSUD Deli Serdang adalah satu-satunya
Rumah Sakit Umum milik Pemerintah Kabupaten Deli Serdang, sebagai pusat rujukan
pelayanan dengan status kelas B, berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 405/MENKES/SK/IV/2008 tanggal 25 April 2008 dan telah terakreditasi
penuh 16 pelayanan tahun 2011 sesuai SK Direktur RSUD Deli Serdang Nomor
800.110/SK/I/2011. Pada tahun 2016, struktur organisasi RSUD Deli Serdang sebagai lembaga
otonom di bawah UPT Dinas Kesehatan berbentuk BLUD sesuai dengan PP No. 18 tahun 2016
dan Perda No. 3 tahun 2016.
Dalam melaksanakan tugas dan fungsi, RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam dipimpin oleh
seorang direktur, memiliki 14 jenis tenaga spesialis (penyakit dalam, anak, bedah, kebidanan
dan penyakit kandungan, mata, THT, kulit dan kelamin, paru, jiwa, neurologi, anestesi,
radiologi, patologi klinik, patologi anatomi), S2 (MARS, MM), dokter umum, dokter gigi,
apoteker, sarjana keperawatan, ahli penata rontgen, SKM, sarjana gizi, beserta tenaga
nonmedis lainnya (sarjana hukum, sarjana ekonomi, sarjana pertanian). Selain itu Pada tanggal
30 Desember 2016 lulus akreditasi dengan bintang 4 tingkat utama dari KARS, dengan nomor
: KARS-SERT/361/XII/2016 sebagai RSUD tipe B berdasar berdasarkan KEPMENKES RI
NOMOR : 405/MENKES/SK/IV/2008.

Adapun gambar struktur organisasi RSUD Deli Serdang sebagai berikut:

4
1.2.2 VISI
Visi RSUD Deli Serdang : Menjadi Rumah Sakit pendidikan yang berdaya saing
dengan mengutamakan pelayanan profesional, inovatif, dan berbudaya menuju rumah
sakit berstandar internasional.
1.2.3 MISI
Misi RSUD Deli Serdang
a. Meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia melalui pendidikan,
pelatihan dan penelitian secara berkesinambungan
b. Mengembangkan pelayanan unggulan untuk meningkatkan daya saing serta
membangun jejaring dengan institusi lain dalam pelayanan kesehatan
c. Mengedepankan rasa kemanusiaan serta pengabdian dalam melayani masyarakat.

5
d. Menyediakan sarana dalam mendidik mahasiswa fakultas kedokteran menjadi
dokter yang memiliki kompetensi medik, kepekaan sosial dan berguna bagi nusa
dan bangsa.

1.2.4 Nilai nilai Organisasi


1. Profesionalisme
 Bekerja secara bijak dan giat
 Berkemampuan memadai untuk melakukan tugas
 Bermodal ilmu pengetahuan dengan semangat ilmu yang kuat
 Perhitungan yang matang serta berani mengambil resiko
2. Integritas
 Dilandasi iman dan takwa, jujur ikhlas dan setia rela berkorban
 Menunjukkan pengabdian, tertib dan disiplin.
 Tegar dan bertanggung jawab
 Lapang hati dan bijaksana
3. Kerja sama
 Menghormati dan menghargai pendapat orang lain
 Memupuk saling pengertian dengan sesama rekan sekerja
 Memahami dan menghayati dirinya sebagai bagian dari system

1.2.5. Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi


Tugas dan fungsi rumah sakit sesuai dengan Undang-undang No. 44 tahun 2009 tentang
Rumah Sakit yaitu mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna. Sedangkan untuk menjalankan tugas sebagaimana dimaksud di atas, rumah sakit
mempunyai fungsi:
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar
pelayanan rumah sakit;
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang
paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis;
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka
peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan;

6
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang
kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika
ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
Untuk memenuhi tugas pokok dan fungsi rumah sakit tersebut, dokter sebagai salah satu
pelaksana layanan kesehatan mempunyai uraian tugas menurut peraturan menteri kesehatan
Republik Indonesia nomor 73 tahun 2017 tentang jabatan fungsional umum dilingkungan
kementrian kesehatan adalah melaksanakan pelayanan medis baik rawat jalan, rawat inap,
kegawatdaruratan, pelayanan gizi dan KIA, menyususun draft visum et repertum,
melaksanakan tugas jaga sesuai dengan petunjuk kerja dan arahan pimpinan dalam
memberikan pelayanan kesehatan pada sarana kesehatan masyarakat.

Uraian Tugas :
1. Melaksanakan pelayanan medis rawat jalan.
2. Melaksanakan pelayanan medis rawat inap
3. Melaksanakan pelayanan kegawatdaruratan medis
4. Melaksanakan pelayanan gizi dan KIA
5. Menganalisis data dan hasil pemeriksaan pasien sesuai dengan pedoman kerja untuk
menyusun catatan medis pasien
6. Menyusun draft visum et repertum
7. Melaksanakan tugas jaga
8. Menyusun draft laporan pelaksanaan tugas
9. Menyusun laporan lain-lain.

1.3. Permasalahan

Dalam menjalankan pelayanannya, rumah sakit tentu memiliki hal-hal yang penting,
yang perlu mendapat perhatian yang lebih guna tercapainya optimalisasi dalam aspek-aspek
pelayanannya. Berdasarkan kaitannya dengan management ASN, Whole of Government
(WoG), dan pelayanan publik, penulis menemukan permasalahan berupa belum optimalnya
pelaksanaan Code Blue di Ruang Rawat Inap RSUD Deli Serdang. Dalam hal berkaitan dengan
rancangan aktualisasi ini, sumber isu yang diangkat berasal dari tugas pokok dan fungsi
(tupoksi), serta kegiatan yang inisiatif oleh penulis melalui persetujuan coach dan mentor

7
1.4 Tujuan dan Manfaat

1.4.1 Tujuan

Tujuan dari penulisan aktualisasi ini adalah dengan adanya Diklat Latsar CPNS, maka
peserta mampu melaksanakan setiap tugas-tugas dengan menerapkan nilai-nilai dasar
(ANEKA) di tempat tugas dalam pelaksanaanya antara lain:
1. Kemampuan mewujudkan akuntabilitas dalam melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya.
2. Kemampuan mengedepankan kepentingan nasional dalam pelaksanaan tugas
jabatannya.
3. Kemampuan menjunjung tinggi standar etika publik dalam pelaksanaan tugas
jabatannya
4. Kemampuan berinovasi untuk peningkatan mutu pelaksanaan tugas jabatannya
5. Kemampuan untuk tidak korupsi dan mendorong percepatan pemberantasan korupsi di
lingkungan instansinya.

1.4.2. Manfaat

Manfaat bagi peserta diklat dapat menerapkan nilai-nilai dasar ASN yaitu akuntabilitas,
nasionalisme, etika publik, komitmen mutu dan anti korupsi secara maksimal dalam
melaksanakan tugas serta dapat mengaplikasikan pemahaman yang diperoleh perihal
pelayanan publik, manajemen ASN dan Whole of Government.

Peserta diklat yang sudah mendapatkan materi tentang nilai-nilai dasar ASN harus
mampu memahami, menjiwai dan melakukan penerapan nilai-nilai tersebut dalam profesi
dokter umum melalui proses aktualisasi pada RSUD Deli Serdang. Selain itu peserta
diharapkan dapat memahami kegunaan proses aktualisasi ini pada visi dan misi RSUD

Manfaat bagi organisasi atau dalam hal ini RSUD adalah dapat memberikan bahan
masukan dan usulan untuk melakukan perbaikan kearah yang lebih baik. Penerapan aktualisasi
yang baik dan tepat dapat memberikan solusi terhadap isu atau masalah yang ada dengan
menanamkan juga nilai-nilai dasar ASN yaitu Akuntabilitas, Nasionalisme, Etika Publik,
Komitmen Mutu, dan Anti korupsi pada RSUD Deli Serdang sehingga suasana kerja menjadi
lebih kondusif dan kearah yang lebih baik serta dapat memberikan pelayanan yang memuaskan
bagi masalah

8
1.5 Ruang Lingkup
Ruang lingkup penerapan nilai-nilai akuntabilitas, nasionalisme, etika publik,
komitmen mutu dan anti korupsi ini adalah RSUD Deli Serdang Kabupaten Deli Serdang, yang
mencakup deskripsi organisasi dan kegiatan aktualisasi

9
BAB II
IDENTIFIKASI DAN ANALISIS MASALAH

2.1. Identifikasi Isu


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, isu adalah masalah yang didahulukan untuk
ditanggapi. Dalam rancangan aktualisasi ini, ada beberapa isu atau permasalahan yang muncul
terkait pelayanan kesehatan terhadap masyarakat terutama di RSUD Deli Serdang,berupa:
1. Belum optimalnya pelaksanaan Code Blue di ruang rawat inap RSUD Deli Serdang.
2. Belum optimalnya pengolahan B3 di ruang rawat inap RSUD Deli Serdang
3. Belum optimalnya pencegahan infeksi nosokomial di RSUD Deli Serdang.
4. Belum optimalnya sosialisasi pelayanan geriatri di RSUD Deli Serdang.
5. Belum optimalnya Hands Hygene pada Five Moments di RSUD Deli Serdang.

2.2. Analisis Isu


Berdasarkan identifikasi yang telah ditemukan, maka akan dilakukan analisis isu
berdasarkan kriteria isu. Kriteria isu dapat diukur menggunakan metode APKL. Unsur-unsur
yang dinilai menggunakan metode APKL ini adalah Aktual, Problematik, Kekhalayakan, dan
Layak/Kelayakan. Aktual artinya benar-benar terjadi dan sedang dibicarakan.
Problematik artinya sebuah isu memiliki permasalahan yang kompleks sehingga harus segera
dicarikan solusi permasalahannya. Kekhalayakan artinya isu yang menyangkut hajat hidup
orang banyak. Kelayakan artinya isu yang diangkat masuk akal dan realistis untuk dipecahkan
masalahnya. Dengan menggunakan metode APKL tersebut, diperoleh hasil analisis isu sebagai
berikut:

KRITERIA ISU
No. ISU
A P K L
Belum optimalnya pelaksanaan Code Blue di ruang
1 √ √ √ √
rawat inap RSUD Deli Serdang.
Belum optimalnya pengolahan B3 di ruang rawat
2 √ √ √ √
inap RSUD Deli Serdang
Belum optimalnya pencegahan infeksi nosokomial
3 √ √ √ √
di RSUD Deli Serdang.

10
Belum optimalnya sosialisasi pelayanan geriatri di
4 √ √ X √
RSUD Deli Serdang.
Belum optimalnya Hands Hygene pada Five
5 √ √ √ X
Moments di RSUD Deli Serdang.

Tabel 2.1. Pemilihan Isu Melalui Kriteria APKL

Keterangan :
A = Aktual P = Problematika K = Kekhalayakan L = Layak/ Kelayakan

Berdasarkan alat bantu penetapan isu diatas dapat disimpulkan bahwa isu nomor satu,
dua dan tiga memenuhi semua kriteria aktual, problematik, kekhalayakan dan layak/kelayakan.
Isu untuk nomor empat dan lima tidak layak diangkat menjadi isu karena untuk penyelesaian
isu tersebut diluar kewenangan saya sebagai dokter jaga IGD RSUD Deli Serdang.

2.3. Penetapan Isu dan Analisis Dampak

2.3.1. Penetapan Isu


Berdasarkan hasil dari analisis isu menggunakan metode APKL (Aktual, Problematik,
Kekhalayakan, dan Layak/Kelayakan) diatas, hanya terdapat 3 (tiga) buah isu yang memenuhi
kriteria, diantaranya adalah :
1. Belum optimalnya pelaksanaan Code Blue di ruang rawat inap RSUD Deli Serdang.
2. Belum optimalnya pengolahan B3 di ruang rawat inap RSUD Deli Serdang
3. Belum optimalnya pencegahan infeksi nosokomial di RSUD Deli Serdang.
Dari ketiga isu tersebut, akan dilakukan analisis penetapan prioritas isu menggunakan
metode USG (Urgency, Seriousness dan Growth). Urgency artinya seberapa mendesaknya
suatu isu untuk segera dibahas, dianalisis dan ditindaklanjuti. Seriousness artinya seberapa serius
suatu isu harus segera dibahas dikaitkan dengan akibat yang akan ditimbulkan. Growth adalah
seberapa besar kemungkinan memburuknya isu tersebut jika tidak ditangani segera. Adapun
analisis isu berdasarkan kriteria USG adalah sebagai berikut:

No. ISU KRITERIA ISU Prioritas

11
U S G
Belum optimalnya pelaksanaan Code Blue di ruang
1 5 5 5 I
rawat inap RSUD Deli Serdang.
Belum optimalnya pengolahan B3 di ruang rawat inap
2 4 4 5 II
RSUD Deli Serdang.
Belum optimalnya pencegahan infeksi nosokomial di
3 4 4 4 III
RSUD Deli Serdang.
Tabel 2.2 Pemilihan Isu Melalui Kriteria USG

Keterangan :
U: urgency : seberapa mendesak isu perlu dibahas terkait waktu
S: seriousness : seberapa besar isu perlu dibahas terkait akibat yang ditimbulkan
G: growth : seberapa besar isu akan berkembang jika dibiarkan

Skala Likert (1-5)


Skor 5 : sangat USG
Skor 4 : USG
Skor 3: cukup USG
Skor 2: kurang USG
Skor 1: tidak USG

Berdasarkan hasil USG di atas dan juga permasalahan yang ada berupa didapatinya
prosedur medis oleh petugas kesehatan di ruang rawat inap yang dilaksanakan secara benar
namun belum optimal, seperti pelaksanaan Code blue di ruang rawat inap, maka isu yang
prioritas untuk diaktualisasikan di RSUD Deli Serdang adalah “Belum optimalnya
pelaksanaan Code Blue di ruang rawat inap RSUD Deli Serdang.”

2.3.2. Analisis Dampak isu


Belum optimalnya pelaksanaan Code Blue di ruang rawat inap di RSUD Deli Serdang
dapat menimbulkan hal sebagai berikut :
1. Meningkatkan angka kematian pasien di ruang rawat inap RSUD Deli Serdang
2. Buruknya citra dan kualitas pelayanan pasien rawat inap di RSUD Deli Serdang.

12
3. Menurunnya tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan di RSUD Deli
Serdang
4. Peluang terjadinya tuntutan hukum terhadap pelayanan rawat inap di RSUD Deli
Serdang.
Untuk itu sangat perlu dilakukan upaya optimalisasi pelaksanaan Code Blue di ruang rawat
inap RSUD Deli Serdang.

2.4. Penetapan Gagasan Kegiatan


Setelah menentukan penetapan prioritas isu, selanjutnya saya akan menetapkan gagasan
kegiatan yang akan dilakukan sebagai solusi dari isu yang diangkat, yaitu:
a. Melakukan persiapan tim Code Blue setiap akan melakukan jadwal jaga
b. Menganalisis awal tingkat pemahaman petugas rawatan terkait tentang pelaksanaan Code
Blue.
c. Sosialisasi secara langsung di unit rawat inap kepada petugas yang terlibat langsung
dalam pelaksanaan Code Blue.
d. Refresh ilmu bersama teman sejawat tentang bidang keilmuan terkait Code Blue.
e. Pelaksanaan simulasi dan pelatihan Code Blue di ruang rawat inap.
f. Membuat Standing Banner himbauan mengenai Code Blue di berbagi tempat strategis di
RSUD Deli Serdang.

2.5 Role Model

Role model dapat diartikan sebagai sosok tokoh panutan yang menurut seseorang layak
menjadi contoh/ teladan berdasarkan materi-materi yang telah dipelajari pada agenda nilai-nilai
dasar PNS dan kedudukan dan peran PNS dalam NKRI
Disini saya memilih dr. Asriluddin, Sp.PD sebagai role model

13
Alasan saya menjadikan beliau role model adalah saya melihat beliau adalah sosok yang
bertanggung jawab sebagai seseorang pemimpin, beliau juga memiliki rasa nasionalisme yaitu
dengan mementingkan kepentingan umum dan melayani pasien dari kalangan manapun tidak
membedakan status sosial, agama maupun suku. Sosok role model ini juga menjaga komitmen
mutu dengan mengikuti pelatihan yang mendukung tugasnya dan dapat bekerja sama dengan
instansi yang lainnya (Whole of Goverment). Beliau memiliki karakter disiplin yang sangat
baik, tegas dan sigap dalam menghadapi permasalahan, ramah kepada semua orang, dan
bertanggung jawab penuh terhadap pekerjaannya. Hal-hal tersebut yang selalu memotivasi saya
untuk dapat menjadi pelayan publik yang amanah.

14
BAB III

RANCANGAN AKTUALISASI

3.1. Nilai-Nilai Dasar ASN


ASN yang profesional adalah PNS yang karakternya dibentuk oleh nilai – nilai dasar
prosefesi ASN sehingga mampu melaksanakan tugas dan perannya secara profesional sebagai
pelayan masyarakat. Nilai – nilai dasar yang dimaksud adalah Akuntabilitas ASN,
Nasionalisme, Etika Publik, Komitmen Mutu dan Anti Korupsi. Selanjutnya kelima nilai dasar
tersebut diakronimkan menjadi ANEKA.

3.1.1. Akuntabilitas
Akuntabilitas merujuk pada kewajiban setiap individu, kelompok atau institusi untuk
memenuhi tanggung jawab yang menjadi amanahnya. Amanah seorang ASN adalah menjamin
terwujudnya nilai-nilai publik. Nilai-nilai publik tersebut antara lain adalah:
a. Mampu mengambil pilihan yang tepat dan benar ketika terjadi konflik kepentingan,
antara kepentingan publik dengan kepentingan sektor, kelompok, dan pribadi;
b. Memiliki pemahaman dan kesadaran untuk menghindari dan mencegah keterlibatan PNS
dalam politik praktis;
c. Memperlakukan warga negara secara sama dan adil dalam penyelenggaraan
pemerintahan dan pelayanan publik;
d. Menunjukan sikap dan perilaku yang konsisten dan dapat diandalkan sebagai
penyelenggara pemerintahan.
Akuntabilitas publik memiliki tiga fungsi utama (Bovens, 2007), yaitu untuk
menyediakan kontrol demokratis (peran demokratis); untuk mencegah korupsi dan
penyalahgunaan kekuasaan (peran konstitusional); dan untuk meningkatkan efisiensi dan
efektivitas (peran belajar).
Menurut Widita (2015) dalam menciptakan lingkungan kerja yang akuntabel, ada
beberapa indikator dari nilai-nilai dasar akuntabilitas yang harus diperhatikan, yaitu :
a. Kepemimpinan : Lingkungan yang akuntabel tercipta dari atas ke bawah dimana
pimpinan memainkan peranan yang penting dalam menciptakan lingkungannya.
b. Transparansi : Keterbukaan atas semua tindakan dan kebijakan yang dilakukan oleh
individu maupun kelompok/instansi.

15
c. Integritas : adalah adalah konsistensi dan keteguhan yang tak tergoyahkan dalam
menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan keyakinan.
d. Tanggung Jawab : adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang
di sengaja maupun yang tidak di sengaja.tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai
perwujudan kesadaran akan kewajiban.
e. Keadilan : adalah kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai sesuatu hal, baik
menyangkut benda atau orang.
f. Kepercayaan : Rasa keadilan akan membawa pada sebuah kepercayaan. Kepercayaan ini
yang akan melahirkan akuntabilitas.
g. Keseimbangan : Untuk mencapai akuntabilitas dalam lingkungan kerja, maka diperlukan
keseimbangan antara akuntabilitas dan kewenangan, serta harapan dan kapasitas.
h. Kejelasan : Pelaksanaan wewenang dan tanggungjawab harus memiliki gambaran yang
jelas tentang apa yang menjadi tujuan dan hasil yang diharapkan.
i. Konsistensi : adalah sebuah usaha untuk terus dan terus melakukan sesuatu sampai pada
tercapai tujuan akhir.

3.1.2. Nasionalisme
Nasionalisme sangat penting dimiliki oleh setiap pegawai ASN.Bahkan tidak hanya
sekedar wawasan saja tetapi kemampuan mengaktualisasikan nasionalisme dalam menjalankan
fungsi dan tugasnya merupakan hal yang lebih penting. Diharapkan dengan nasionalisme yang
kuat, maka setiap pegawai ASN memiliki orientasi berpikir mementingkan kepentingan publik,
bangsa, dan negara. Nilai-nilai yang berorientasi pada kepentingan publik menjadi nilai dasar
yang harus dimiliki oleh setiap pegawai ASN. Pegawai ASN dapat mempelajari bagaimana
aktualisasi sila demi sila dalam Pancasila agar memiliki karakter yang kuat dengan
nasionalisme dan wawasan kebangsaannya. (Widita, 2015)
Nasionalisme dalam arti sempit adalah suatu sikap yang meninggikan bangsanya sendiri,
sekaligus tidak menghargai bangsa lain sebagaimana mestinya. Sikap seperti ini jelas
mencerai-beraikan bangsa yang satu dengan bangsa yang lain. Keadaan seperti ini sering
disebut chauvinisme. Sedangkan dalam arti luas, nasionalisme merupakan pandangan tentang
rasa cinta yang wajar terhadap bangsa dan negara, dan sekaligus menghormati bangsa lain
(LAN RI, 2015:1).
Secara politis nasionalisme berarti pandangan atau paham kecintaan manusia Indonesia
terhadap bangsa dan tanah airnya yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila. Dalam UU No. 5

16
tahun 2014 tentang ASN, salah satu fungsi ASN adalah menjalankan kebijakan publik.
Kebijakan publik diharapkan dapat dilakukan dengan integritas tinggi dalam melayani publik
sehingga dalam menjadi pelayan publik yang profesional. ASN adalah aparat pelaksana yang
melaksanakan segala peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan kebijakan publik
untuk mencapai tujuan-tujuan yang ditetapkan.
Fungsi ASN sebagai pelayan publik merupakan segala bentuk pelayanan sektor publik
yang dilaksanakan aparatur pemerintah, termasuk aparat yang bergerak di bidang
perekonomian dalam bentuk barang dan jasa, yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (LAN, 2015:120). Sebagai pelayan
publik seorang ASN dituntut menjadi profesional untuk menciptakan pelayanan yang prima.

3.1.3. Etika Publik


Etika dapat dipahami sebagai sistem penilaian perilaku serta keyakinan untuk
menentukan perbuatan yang pantas guna menjamin adanya perlindungan hak-hak individu,
mencakup cara-cara pengambilan keputusan untuk membantu membedakan hal-hal yang baik
dan buruk serta mengarahkan apa yang seharusnya dilakukan sesuai nila-nilai yang dianut,
Catalano, 1991 (dalam Widita, 2015).
Etika adalah tujuan hidup yang baik bersama dan untuk orang lain di dalam institusi yang
adil (LAN, 2015:8). Etika lebih dipahami sebagai refleksi atas baik atau buruk, benar atau salah
yang harus dilakukan atau bagaimana melakukan kewajiban yang baik atau benar. Dalam
kaitannya denganpelayanan publik, etika publik adalah refleksi tentang standar/norma yang
menentukan baik/buruk, benar/salah perilaku, tindakan dan keputusan untuk mengarahkan
kebijakan publik dalam rangka menjalankan tanggung jawab pelayanan publik (LAN, 2015:6).
Integritas publik menuntut para pemimpin dan pejabat publik untuk memiliki komitmen moral
dengan mempertimbangkan keseimbangan antara penilaian kelembagaan, dimensi-dimensi
pribadi, dan kebijaksanaan di dalam pelayanan publik (Haryatmoko dalam LAN, 2015:7).
Kode etik adalah aturan-aturan yang mengatur tingkah laku dalam suatu kelompok khusus,
sudut pandangnya hanya ditujukan pada hal-hal prinsip dalam bentuk ketentuan-ketentuan
tertulis (LAN, 2015:9). Kode etik profesi dimaksudkan untuk mengatur tingkah laku/etika
suatu kelompok khusus dalam masyarakat melalui ketentuan-ketentuan tertulis yang
diharapkan dapat dipegang teguh oleh sekelompok profesional tertentu.
Berdasarkan undang-undang ASN, kode etik dan kode perilaku ASN yakni sebagai
berikut:

17
1. Melaksanakan tugasnya dengan jujur, bertanggung jawab, dan berintegritas tinggi;
2. Melaksanakan tugasnya dengan cermat dan disiplin;
3. Melayani dengan sikap hormat, sopan, dan tanpa tekanan;
4. Melaksanakan tugasnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku;
5. Melaksanakan tugasnya sesuai dengan perintah atasan atau pejabat yang berwenang
sejauh tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan etika
pemerintahan;
6. Menjaga kerahasiaan yang menyangkut kebijakan negara;Menggunakan kekayaan dan
barang milik negara secara bertanggung jawab, efektif, dan efisien;
7. Menjaga agar tidak terjadi konflik kepentingan dalam melaksanakan tugasnya;
8. Memberikan informasi secara benar dan tidak menyesatkan kepada pihak lain yang
memerlukan informasi terkait kepentingan kedinasan;
9. Tidak menyalahgunakan informasi intern negara, tugas, status, kekuasaan dan jabatannya
untuk mendapat atau mencari keuntungan atau manfaat bagi diri sendiri atau untuk orang
lain;
10. Memegang teguh nilai dasar ASN dan selalu menjaga reputasi dan integritas ASN;
11. Melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai disiplin pegawai
ASN.

Dimensi etika publik terdiri dari dimensi tujuan pelayanan publik yang bertujuan untuk
mewujudkan pelayanan yang berkualitas dan relevan, dimensi modalitas yang terdiri dari
akuntabilitas, transparansi, dan netralitas, serta dimensi tindakan integritas publik (LAN,
2015:11). Ketiga dimensi tersebut dapat menjadi dasar untuk dapat menjadi pelayan publik
yang beretika. Pelayanan publik yang profesional membutuhkan tidak hanya kompetensi teknis
dan leadership, namun juga kompetensi etika. Oleh karena itu perlu dipahami etika dan kode
etik pejabat publik. Tanpa memiliki kompetensi etika, pejabat cenderung menjadi tidak peka,
tidak peduli dan bahkan seringkali diskriminatif, terutama pada masyarakat kalangan bawah
yang tidak beruntung. Etika publik merupakan refleksi kritis yang mengarahkan bagaimana
nilai-nilai kejujuran, solidaritas, keadilan, kesetaraan, dan lain-lain dipraktikkan dalam wujud
keprihatinan dan kepedulian terhadap kesejahteraan masyarakat. Dengan diterapkannya kode
etik ASN, perilaku pejabat publik harus berubah dari penguasa menjadi pelayan, dari
wewenang menjadi peranan, dan menyadari bahwa jabatanpublik adalah amanah yang harus
dipertanggungjawabkan bukan hanya di dunia namun juga di akhirat.

18
3.1.4. Komitmen Mutu
LAN RI (2015: 9) menjelaskan bahwa karakteristik utama yang dapat dijadikan dasar
untuk mengukur tingkat efektivitas adalah ketercapaian target yang telah direncanakan, baik
dilihat dari capaian jumlah maupun mutu hasil kerja, sehingga dapat memberi kepuasan,
sedangkan tingkat efisiensi diukur dari penghematan biaya, waktu, tenaga, dan pikiran dalam
menyelesaikan kegiatan.
Inovasi muncul karena adanya dorongan kebutuhan organisasi/perusahaan untuk
beradaptasi dengan tuntutan perubahan yang terjadi di sekitarnya. Mengenai inovasi, LAN RI
(2015:11) menyatakan bahwa proses inovasi dapat terjadi secara perlahan (bersifat
evolusioner) atau bisa juga lahir dengan cepat (bersifat revolusioner). Inovasi akan menjadi
salah satu kekuatan organisasi untuk memenangkan persaingan. Ada empat indikator dari nilai-
nilai dasar komitmen mutu yang harus diperhatikan, yaitu :
a. Efektif
Efektif adalah berhasil guna, dapat mencapai hasil sesuai dengan target. Sedangkan
efektivitas menunjukkan tingkat ketercapaian target yang telah direncanakan, baik
menyangkut jumlah maupun mutu hasil kerja. Efektifitas organisasi tidak hanya diukur dari
performans untuk mencapai target (rencana) mutu, kuantitas, ketepatan waktu dan alokasi
sumber daya, melainkan juga diukur dari kepuasan dan terpenuhinya kebutuhan pelanggan.
b. Efisien
Efisien adalah berdaya guna, dapat menjalankan tugas dan mencapai hasil tanpa
menimbulkan keborosan. Sedangkan efisiensi merupakan tingkat ketepatan realiasi
penggunaan sumberdaya dan bagaimana pekerjaan dilaksanakan sehingga dapat diketahui
ada tidaknya pemborosan sumber daya, penyalahgunaan alokasi, penyimpangan prosedur dan
mekanisme yang ke luar alur.
c. Inovasi
Inovasi Pelayanan Publik adalah hasil pemikiran baru yang konstruktif, sehingga akan
memotivasi setiap individu untuk membangun karakter sebagai aparatur yang diwujudkan
dalam bentuk profesionalisme layanan publik yang berbeda dari sebelumnya, bukan sekedar
menjalankan atau menggugurkan tugas rutin.
d. Mutu
Mutu merupakan suatu kondisi dinamis berkaitan dengan produk, jasa, manusia, proses
dan lingkungan yang sesuai atau bahkan melebihi harapan konsumen. Mutu mencerminkan
nilai keunggulan produk/jasa yang diberikan kepada pelanggan sesuai dengan kebutuhan dan
keinginannya, bahkan melampaui harapannya. Mutu merupakan salah satu standar yang
19
menjadi dasar untuk mengukur capaian hasil kerja. Mutu menjadi salah satu alat vital untuk
mempertahankan keberlanjutan organisasi dan menjaga kredibilitas institusi.
Ada lima dimensi karakteristik yang digunakan pelanggan dalam mengevaluasi kualitas
pelayan (Berry dan Pasuraman dalam Zulian Zamit, 2010:11), yaitu:
a. Tangibles (bukti langsung), yaitu : meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan
sarana komunikasi;
b. Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan dalam memberikan pelayanan dengan segera
dan memuaskan serta sesuai dengan yang telah dijanjikan;
c. Responsiveness (daya tangkap), yaitu keinginan untuk memberikan pelayanan dengan
tanggap;
d. Assurance (jaminan), yaitu mencakup kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya;
e. Empatya, yaitu kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, dan
perhatian dengan tulus terhadap kebutuhan pelanggan.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli maka dapat disimpulkan bahwa mutu
mencerminkan nilai keunggulan produk/jasa yang diberikan kepada pelanggan sesuai dengan
kebutuhan dan keinginan dan bahkan melampaui harapannya. Manajemen mutu harus
dilaksanakan secara terintegrasi, dengan melibatkan seluruh komponen organisasi, untuk
senantiasa melakukan perbaikan mutu agar dapat memuaskan pelanggan.
Bill Creech (dalam LAN, 2015) memperkenalkan lima pilar dalam manajemen mutu
terpadu yaitu produk, proses, organisasi, pemimpin dan komitmen. Kelima pilar tersebut
memiliki keterkaitan dan ketergantungan yang tinggi, sehingga target mutu dapat diwujudkan
bahkan dapat terus ditingkatkan secara berkelanjutan. Target utama kinerja aparatur yang
berbasis komitmen mutu adalah mewujudkan kepuasan masyarakat yang menerima layanan.
Mutu kerja aparatur dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dewasa ini masih
banyak yang tidak mengindahkan peraturan perundang-undangan.

3.1.5. Anti Korupsi


Kata korupsi berasal dari bahasa latin yaitu Corruptio yang artinya kerusakan,
kebobrokan dan kebusukan. Korupsi sering dikatakan sebagai kejahatan luar biasa, karena
dampaknya yang luar biasa, menyebabkan kerusakan baik dalam ruang lingkup pribadi,
keluarga, masyarakat dan kehidupan yang lebih luas. Kerusakan tidak hanya terjadi dalam
kurun waktu yang pendek, namun dapat berdampak secara jangka panjang. (Widita, 2015)
Ada 9 (sembilan) indikator dari nilai-nilai dasar anti korupsi yang harus diperhatikan,
yaitu :

20
a. Jujur
b. Peduli
c. Mandiri
d. Disiplin
e. Tanggung Jawab
f. Kerja Keras
g. Sederhana
h. Berani
i. Adil
Kesadaran anti korupsi yang dibangun melalui pendekatan spiritual, dengan selalu ingat
akan tujuan keberadaannya sebagai manusia di muka bumi, dan selalu ingat bahwa seluruh
ruang dan waktu kehidupannya harus dipertanggungjawabkan sehingga dapat menjadi benteng
kuat untuk anti korupsi. Tanggung jawab spiritual yang baik akan menghasilkan niat yang baik
dan mendorong untuk memiliki visi dan misi yang baik, hingga selalu memiliki semangat untuk
melakukan proses atau usaha terbaik dan mendapatkan hasil terbaik agar dapat
dipertanggungjawabkan secara publik.

3.2. Kedudukan dan Peran PNS dalam NKRI


Dalam menjalankan kedudukannya pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) memiliki
fungsi sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayan publik, perekat dan pemersatu bangsa.
Pembahasan mengenai Kedudukan dan Peran ASN dalam NKRI pada intinya mencakup 3
(tiga) hal, yakni Manajemen ASN, Whole of Government (WoG), dan Pelayanan Publik.
Adapun penjelasan singkat mengenai ketiga hal tersebut adalah sebagai berikut:
3.2.1. Manajemen ASN
Manajemen ASN adalah pengelolaan ASN untuk menghasilkan Pegawai ASN yang
professional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik
korupsi, kolusi, dan nepotisme. Manajemen ASN lebih menekankan kepada pengaturan profesi
pegawai sehingga diharapkan agar selalu tersedia sumber daya aparatur sipil Negara yang
unggul selaras dengan perkembangan zaman.
Salah satu bentuk manajemen ASN adalah penerapan sistem merit dalam pengelolaan
ASN untuk mendukung pencapaian tujuan dan sasaran organisasi dan memberikan ruang bagi
tranparansi, akuntabilitas, obyektivitas dan juga keadilan. Beberapa langkah nyata dapat
dilakukan untuk menerpakan sistem ini baik dari sisi perencanaan kebutuhan yang berupa

21
transparansi dan jangkauan penginformasian kepasa masyarakat maupun jaminan
obyektifitasnya dalam pelaksanaan seleksi. Sehingga instansi pemerintah mendapatkan
pegawai yang tepat dan berintegritas untuk mencapai visi dan misinya. Pasca recruitment,
dalam organisasi berbagai sistem pengelolaan pegawai harus mencerminkan prinsip merit yang
sesungguhnya dimana semua prosesnya didasarkan pada prinsip-prinsip yang obyektif dan adil
bagi pegawai. Jaminan sistem merit pada semua aspek pengelolaan pegawai akan menciptakan
lingkungan yang kondusif untuk pembelajaran dan kinerja. Pegawai diberikan penghargaan
dan pengakuan atas kinerjanya yang tinggi, disisi lain bad performers mengetahui dimana
kelemahan dan juga diberikan bantuan dari organisasi untuk meningkatkan kinerja.
Manajemen ASN terdiri dari Manjemen PNS dan Manajemen PPPK. Manajemen PNS
meliputi penyusunan dan penetapan kebutuhan, pengadaan, pangkat dan jabatan,
pengembangan karier, pola karier, promosi, mutasi, penilaian kinerja, penggajian dan
tunjangan, penghargaan, disiplin, pemberhentian, jaminan pensisun dan hari tua, dan
perlindungan. Sedangkan Manajemen PPPK meliputi penetapan kebutuhan; pengadaan;
penilaian kinerja; penggajian dan tunjangan; pengembangan kompetensi; pemberian
penghargaan; disiplin; pemutusan hubungan perjanjian kerja; dan perlindungan. Untuk
menjamin efisiensi, efektivitas, dan akurasi pengambilan keputusan dalam Manajemen ASN
diperlukan Sistem Informasi ASN. Sistem Informasi ASN diselenggarakan secara nasional dan
terintegrasi antar Instansi Pemerintah. Untuk menjamin keterpaduan dan akurasi data dalam
Sistem Informasi ASN, setiap Instansi Pemerintah wajib memutakhirkan data secara berkala
dan menyampaikannya kepada BKN.

3.2.2. Whole of Government (WoG)


Berdasarkan interpretasi analitis dan manifestasi empiris di lapangan maka WoG
didefinisikan sebagai “suatu model pendekatan integratif fungsional satu atap” yang digunakan
untuk mengatasi wicked problems yang sulit dipecahkan dan diatasi karena berbagai
karakteristik atau keadaan yang melekat antara lain: tidak jelas sebabnya, multi dimensi,
menyangkut perubahan perilaku.
Terdapat beberapa cara pendekatan WoG yang dapat dilakukan, baik dari sisi penataan
institusi formal maupun informal. Cara-cara ini pernah dipraktekkan oleh beberapa negara,
termasuk Indonesia dalam level-level tertentu, yakni:
a. Penguatan koordinasi antar lembaga yang dapat dilakukan jika jumlah lembaga-lembaga
yang dikoordinasikan masih terjangkau dan manageable. Dalam prakteknya, span of
control atau rentang kendali yang rasional akan sangat terbatas. Salah satu alternatifnya

22
adalah mengurangi jumlah lembaga yang ada sampai mendekati jumlah yang ideal untuk
sebuah koordinasi. Dengan jumlah lembaga yang rasional, maka koordinasi dapat
dilakukan lebih mudah.
b. Membentuk lembaga koordinasi khusus yang bertugas dalam mengkoordinasikan sektor
atau kementrian adalah salah satu cara melakukan WoG. Lembaga koordinasi ini
biasanya diberikan status lembaga stingkat lebih tinggi, atau setidaknya setara dengan
kelembagaan yang dikoordinasikan.
c. Membangun gugus tugas, yakni bentuk pelembagaan koordinasi yang dilakukan di luar
struktur formal, yang setidaknya tidak permanen. Pembentukan gugus tugas biasanya
menjadi salah satu cara agar sumber daya yang terlibat dalam koordinasi tersebut dicabut
sementara dari lingkungan formalnya untuk berkonsentrasi dalam proses koordinasi.
d. Koalisi sosial, yakni bentuk informal dari penyatuan koordinasi antar sektor atau
lembaga,tanpa perlu mebentuk pelembagaan khusus dalam koordinasi.
Praktek WoG dalam pelayanan publik dilakukan dengan menyatukan seluruh sektor yang
terkait dengan pelayanan publik. Jenis pelayanan publik yang dikenail dapat didekati oleh
pendekatan WoG sebagai berikut:
a. Pelayanan yang bersifat administratif, yaitu pelayanan publik yang menghasilkan
berbagai produk dokumen resmi yang dibutuhkan warga masyarakat. Dokumen yang
dihasilkan bisa meliputi KTP, status kewarganegaraan, status usaha, surat kepemilikan,
atau penguasaan atas barang, termasuk dokumen-dokumen resmi seperti SIUP, izin
trayek, izin usaha, akta, sertifikat tanah dan lain-lain;
b. Pelayanan jasa, yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk jasa yang
dibutuhkan warga masyarakat, seperti pendidikan, kesehatan, ketenagkerjaan,
perhubungan dan lain-lain.
c. Pelayanan barang, yaitu pelayanan yang menghasilkan jenis barang yang dibutuhkan
warga masyarakat, seperti jalan, jembatan, perumahan, jaringan telepon, listrik, air
bersih, dan lain-lain.

3.2.3. Pelayanan Publik


Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian dalam rangka pemenuhan kebutuhan
pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga Negara dan
penduduk atas barang, jasa, dan/ atau pelayanan administratif yang disediakan oleh
penyelenggara pelayanan publik.

23
Prinsip pelayanan publik yang baik untuk mewujudkan pelayanan prima adalah:
a. Partisipatif
b. Transparan
c. Responsif
d. Tidak diskriminatif
e. Mudah dan murah
f. Efektif dan efisien
g. Aksesibel
h. Akuntabel
i. Berkeadilan
Prinsip-prinsip pelayan prima antara lain:
a. Responsif terhadap pelanggan/ memahami pelanggan.
b. Membangun visi dan misi pelayanan.
c. Menetapkan standar pelayanan dan ukuran kinerja pelayanan, sebagai dasar pemberian
pelayanan.
d. Pemberian pelatihan dan pengembangan pegawai terkait bagaimana memberikan
pelayanan yang baik, serta pemahaman tugas dan fungsi organisasi.
e. Memberikan apresiasi kepada pegawai yang telah melaksanakan tugas pelayanannya
dengan baik.

24

Anda mungkin juga menyukai