STB : 3275
Tugas Mid-Semester
Abstrak
1
Pendahuluan
Didalam Lapas para narapidana tidak hidup secara individu atau masing –
masing, secara langsung ataupun tidak langsung mereka membentuk sebuah
komunitas atau kelompok masyarakat sosial sendiri. Karena mereka hidup
berkelompok danbersama – sama setiap harinya, hal itu lah yang membuat mereka
membentuk sistem masyarakatnya tersendiri. Sesuai dengan hakikatnya bahwa
manusia adalah mahluk sosial, dia tidak bisa hidup tanpa bantuan dari mahluk sosial
lain atau tanpa orang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Melalui komunikasi –
komunikasi antar narapidana maka kelompok – kelompok sosial didalam penjara itu
terbentuk.
Sebelum lebih jauh mengenal narapidana, mari kita membahas mengenai arti
dari pemasyarakatan itu sendiri, dimana para narapidana menjalani kehidupannya
didalam Lapas yang merupakan institusi dibawah kewenangan Kementerian Hukum
dan HAM, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. Pada dasarnya pemasyarakatan
merupakan sebuah kegiatan pembinaan. Namun, lebih dari itu pemasyarakatan
adalah sebuah sistem, sistem sendiri merupakan suatu kesatuan yang
berkesinambungan yang saling berhubungan.
Dari definisi diatas maka kita dapat mengetahui bahwa pemasyarakatan sendiri
secara garis besar telah menetapkan bahwa tujuan dari segala kegiatan yang ada
didalam sebuah Lembaga Pemasyarakatan yang dijalani oleh para Narapidana
bertujuan untuk menyadarkan, memperbaiki diri, membekali, diri para Narapidana.
Untuk kemudian mereka menjadi orang yang baik dan menjadi bagian dari kehidupan
normal masyarakat yang ada diluar tembok Lapas. Butuh banyak komponen
pendukung agar hal tersebut bisa terwujud dan terlaksana dengan baik.
1
Undang – undang nomor 12 tahun 1995, Pasal 1 ayat 2.
2
Setelah mengetahui secara garis besar tentang Pemasyarakatan, maka kita
bisa lebih fokus terhadap subject dari Pemasyarakatan itu sendiri yaitu narapidana.
Narapidana sendiri memiliki arti bahwa seorang terpidana yang telah menjalani
eksekusi hukumannya didalam Lembaga Pemasyarakatan. Sementara didalam dunia
pemasyarakatan istilah narapidana diganti dengan istilah lain. Dunia pemasyarakatan
lebih mengenal Narapidana dengan sebutan yang berbeda hal tersebut dimaksutkan
untuk menghilangkan streotype narapidana itu sendiri. Narapidana dikenal buruk,
jelek dan mendapat stigma di kehidupan masyarakat diluar tembok penjara.
Narapidana adalah sebuah komunitas warga didalam tembok Lapas, maka dari
itu didalam dunia Pemasyarakatan digunakan istilah yang berbeda. Para warga itu
dalam prosesnya kembali kedunia masyarakat diluar tembok Lapas menjalani
berbagai kegiatan, yang disebut pembinaan,oleh karena itu Pemasyarakatan
menggunakan istilah, Warga Binaan Pemasyarakatan.
WBP mempunyai hak hak yang merupakan tanggung jawab pihak Lapas selaku
represntatif dari pemerintah untuk memenuhi hak – hak tersebut. Dalam UU no 12
tahun 1995 tentang Pemasyarakatan tepatnya pada pasal 14 terdapat 13 hak
narapapidana. Termasuk dalam hal pelayanan narapidana mempunyai hak untuk
dipenuhi.
Hal tersebut tertuang dalam poin huruf b yang menyebutkan bahwa narapidana
berhak mendapat perawatan rohani maupun jasmani. Tidak hanya disitu, terdapat pula
pada huruf d yang menyebutkan bahwa narapidana berhak mendapat pelayanan
kesehatan dan makanan yang layak 3. Hal tersebut menjadi dasar hukum bahwa
negara berkewajiban memenuhi pelayanan yang merupakan bagian dari narapidana.
Jika dalam hal pemenuhan kebutuhan WBP negara wajib memenuhinya. Maka
terlebih khusus kepada WBP perempuan, wbp perempuan memiliki kehususan
2
Pasal 1 ayat (5) Undang – undang Nomor 12 tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.
3
Pasal 14 ayat (1) Undang – undang nomor 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan.
3
tersendiri. Mengingat kebutuhan perempuan berbeda dengan kebutuhan orang –
orang pada umumnya. Selanjutnya kita akan membahas lebih jauh mengenai
pemenuhan akan kebutuhan kebutuhan tersebut. Kita akan membahas lebih
mendalam, bahwa hal – hal apa saja yang membuat narapidana perempuan memiliki
kebutuhan – kebutuhan khusus.
Pembahasan
Pelayanan dan perawatan kesehatan bagi napi perempuan di Lapas / Rutan dibagi
menjadi tiga tahap, yaitu;
a. Pemeriksaan yang dilakukan oleh Poliklinik dari pihak Lapas / Rutan yang
meliputi;
Skrining NAPZA
4
b. Penyuluhan Kesehatan (KIE);
c. Jika anak yang dilahirkan didalam Lapas / Rutan atau dibawa oleh napi
perempuan dengan catatan dibawah usia 2 tahun, maka diberikan;
Imunisasi dasar
5
d. Pemberian penyuluhan dapat berupa, bimbingan mental, Rohani,
Konseling, Konseling adiksi, baik secara individu maupun kelompok dari
lembaga atau instansi terkait
3. Tahap menjelang bebas dari Lapas / Rutan, terhadap Napi perempuan, maka
dilakukan;
a. Diberikan pendidikan konseling pra bebas, terutama bagi napi wanita yang
memiliki kondisi penyakit khusus
Dari penjelasan – penjelasan yang tertera pada KepditjenPAS diatas kita dapat
menyimpulkan bahwa sebenarnya negara telah hadir didalam pemenuhan –
pemenuhan pelayanan khusus kepada napi perempuan. Negara telah membuat
regulasi yang menjadi aturan atau Legal Standing yang menjadi dasar atsa
pemenuhan kebutuhan khusus tersebut. Diatur secara baik didalam aturan – aturan
tersebut, juga didukung oleh aturan lainnya yaitu pada, Pedoman Pelaksanaan
Kesehatan Reproduksi Bagi Warga Binaan Pemasyarakatan Usia Dewasa di Rumah
Tahanan Negara dan Lembaga Pemasyarakatan tahun 2017.
4
Keputusan Direktur Jendral Pemasyarakatan Kementrian Hukum dan HAM Republik Indonesia
Nomor : PAS – 693.PK.01.07.02 tahun 2015 tentang Standar Pelayanan dan Perawatan Kesehatan
Bagi Kelompok Rentandan Resiko Tinggi ( selain TB & HIV )
6
Jika ternyata narapidana tersebut sudah memiliki penyakit maka pihak Lapas /
Rutan khususnya bagian poliklinik dapat mengantisipasi terjadinya hal – hal yang
dirasa akan membahayakan dari kesehatan wbp tersebut. Pemeriksaan tersebut
meliputi;
Pemeriksaan status gizi, untuk mendapatkan data dasr status gizi wbp
baru melalui indeks masa tubuh
5
Ditjen PAS dan Ditjen Kesmas, 2017, Pedoman Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Bagi Warga
Binaan Pemasyarakatan Usia Dewasa di Rumah Tahanan Negara dan Lembaga Pemasyarakatan, Jakarta, Hal 21
– 23.
6
Ibid, hal 29.
7
Pelaksanaan ini dilakukan oleh bidan namun, apabila tidak terdapat bidan maka
pihak terkait dapat melakukan koordinasi dengan puskesmas terdekat. Kelompok
sosialisasi itu disebut kelas ibu hamil yang dihadiri minimal oleh 10 orang ibu hamil.
Jika ternyata kurang dari 10 orang ibu hamil, maka sosisalisasi dapat dilakukan secara
temu wicara atau konseling. Pelayanan nifas juga wajib dilakukan oleh pihak Lapas /
Rutan sampai waktu nifas selesai, yaitu 6 jam sampai 42 hari. Bayi yang baru lahir
juga harus diberikan pelayanan – pelayanan yang dibutuhkan oleh bayi yang baru lahir
.
Keterbatasan anggaran
8
Penutup
Kesimpulan
Dari berbagai penjelasan yang sudah didapatkan diatas, maka kita kita dapat
menyimpulkan bahwa sebenarnya secara regulasi sudah mengatur dengan baik akan
pemenuhan layanan khusus wbp perempuan. Namun, keadaan dan berbagai
keterbatasan dilapangan memang membuat hal tersebut menjadi sulit untuk dipenuhi
seara maksimal. Sehingga dalam pemenuhannya terdapat beberapa pemberian
pelayanan yang kurang maksimal.
Saran
Jika kita melihat dari sudut pandang masalah yang ada, memang pemenuhan
pelayanan kebutuhan terlihat tidak bisa dilakukan. Coba kita melihat dari sudut
pandang yang lain. Keterbatasan tersebut seharusnya tidak menjadikan kita
kehabisan akal. Kita bisa menjalin berbagai kerja sama dengan berbagai macam
instansi terkait sehingga kita bisa menemukan solusi atas peramaslahan yang ada.
Itulah hal yang merupakan cerminan dari petugas pemasyarakatan yang memiliki nilai
PASTI.
Kita juga bisa belajar dari Lapas / Rutan yang sudah melakukan pemenuhan
tersebut. Melalui apa yang kita dapat dari hal yang sudah kita pelajari, kita dapat
menemukan solusi atas permasalaha n yang ada. Tentunya hasil dari kita belajar dari
UPT tersebut kita sesuaikan kembali dengan berbagai macam keadaan yang ada.
Sehingga pelayanan kebutuhan khusus wbp perempuan bisa terlaksana deng baik,
dalam kaitannya dengan mewujudkan tujuan Pemsayarakatan itu sendiri.
9
Daftar Pustaka
10