Anda di halaman 1dari 2

Romo Casutt, SJ

Dalam Senyap Bangun Pendidikan Vokasi Indonesia

Pengarang : A. Bobby Pr

Kota terbit, penerbit, tahun terbit : Jakarta, PT Kompas Media Nusantara, 2018

Apabila membicarakan Akademi Teknik Mesin Industri (ATMI) Surakarta, maka tidak
bisa lepas dari sosok Romo Casutt SJ. Oleh Romo Casutt, ATMI dikenal memiliki daya tarik,
kokoh membentuk karakter, dan alumninya kontributif bagi kemajuan bangsa. Romo Johann
Balthasar Casutt SJ (1926-2012) adalah misionaris dari Swiss yang hatinya untuk Indonesia.
Selama 29 tahun (1971-2000) ia merintis dan menjadi direktur ATMI. Pada masa tuanya, ia masih
sempat mengembangkan ATMI Cikarang dan menjadi direkturnya selama satu tahun (2003-2004).

Romo Casutt berupaya mempersiapkan mahasiswa memasuki dunia kerja dengan bekal
nilai-nilai dan kualitas kompetensi, sehingga terbentuk keseimbangan antara otak, hati, dan tangan.
Hal ini menjadi kunci utama yang dapat ditemukan dalam buku Dalam Senyap Bangun Pendidikan
Vokasi Indonesia. Buku ini, sepenuhnya membahas mengenai Romo Casutt. Ada masa di mana
seorang mahasiswa tidak mampu menemukan jalan keluar ketika diminta Romo Casutt mencari
solusi atas persoalan penduduk di daerah Wonosari. Kepadanya Romo Casutt berkata, “Ya, saya
tahu otak kamu belum cukup. Tetapi kalau ditambah dengan hatimu yang baik pasti menjadi
cukup.”

Bagi Romo Casutt, otak yang cerdas memang penting dan diperlukan. Namun, otak yang
cerdas tidak cukup bila tidak memiliki kepekaan terhadap keadaan sekitar. Hati yang baik dan peka
itu memang indah. Tetapi juga tidak cukup jika tidak disertai otak yang sehat dan cerdas. Dengan
konsep pendidikan karakter seperti inilah Romo Casutt mulai mempraktikkan pedagogi yang ia
sebut dengan 4 M, yaitu melihat, mendengar, merasakan, dan memikirkan. Sikap ini adalah awal
terbentuknya pemikiran yang kreatif.

Hal fundamental lain adalah proses pembentukan karakter lulusan ATMI melalui pelatihan
dan internalisasi nilai. Nilai pertama adalah kedisiplinan. Bagi Romo Casutt, kedisiplinan adalah
kunci. Melalui sikap disiplin, mengalirlah nilai-nilai lain, seperti tanggung jawab, kerja keras dan
inovasi. Disiplin merupakan kunci keberhasilan. Tanggung jawab adalah konsekuensi dari praksis
kedisiplinan. Kerja keras tampil dalam kebijakan pembuatan produk dengan titik toleransi “nol”.
Pelanggaran atas setiap perilaku indisipliner adalah kompensasi (jam kerja tambahan). Sebagai
sebuah lembaga yang melayani masyarakat, inovasi adalah sebuah keharusan. Inovasi adalah nilai
keempat yang dibentuk di ATMI. Inovasi berarti mahasiswa diminta selalu menemukan hal-hal
baru yang dibutuhkan di dunia industri.

Nilai terakhir yang dilatihkan adalah kejujuran. Ketidakjujuran adalah cela. Konsekuensi
dari sikap tidak jujur adalah dikeluarkan dari kampus. Romo Casutt pernah mengeluarkan seorang
mahasiswa, meskipun ia pintar dan bukan anak yang nakal. Kejujuran, sama seperti bentuk kerja
keras dengan toleransi “nol”, merupakan inti pendidikan karakter di ATMI.

1
Pendidikan vokasi harusnya berakar pada pembentukan karakter, bukan sekadar pada
persiapan keterampilan teknis individu, agar siap kerja. Metode pendidikan karakter di ATMI
sudah teruji. Ini terlihat dari kualitas para alumninya. Mereka tersebar di seluruh nusantara
menggerakkan roda industri Indonesia. Ini semua adalah karya Romo Casutt bagi bangsa
Indonesia. Tak berlebihan bila kita menyebut Romo Casutt SJ sebagai pelopor pendidikan vokasi
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai