Anda di halaman 1dari 2

Bisma Ridho Pambudi

10319002
Anggota Biasa Himastron ITB

Pendidikan dan Kebudayaan

“Pendidikan adalah senjata paling ampuh yag dapat digunaan untuk mengubah dunia” – Nelson
Mandela

Berbicara pendidikan, tentu pasti akan berbicara mengenai sistem pelaksanaanya. Namun, sebelum
itu mari kita kembali kepada pengertian dari pendidikan itu sendiri. Istilah pendidikan berarti
menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada setiap anak. Dari situ muncul suatu istilah education
(Latin: educare; ex-ducare) yang berarti mengeluarkan atau menuntun, yang jika di
kontekstualisasikan adalah menuntun peserta didik untuk mengeluarkan potensi terpendam yang ada
pada dirinya. Singkatnya, pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan untuk membentuk manusia
yang seutuhnya (manusia yang mampu memahami dirinya, juga memahami lingkungan disekitarnya
dan memanfaatkan pengetahuan serta potensinya untuk kesejahteraan dirinya dan lingkungannya).

Di Indonesia, pendidikan belum menjadi fokus utama dari proses pembangunan peradaban dan
peningkatan kualitas manusia. Bisa dimaklumi, dengan bentuk negara yang kepulauan maka
infrastruktur adalah fokus utama pembangunan dengan tujuan untuk mempermudah mobilitas dan
akses ke tiap tempat yang ada di negeri ini. Namun, perlu diingat bahwa Bangsa Indonesia terdiri dari
berbagai suku bangsa dengan keunikan dan kekayaan budaya masing-masing. Seharusnya itu bisa
menjadi sebuah dasar untuk menyusun suatu sistem pendidikan yang terbaik bagi bangsa ini. Konsep
pendidikan yang terdesentralisasi seharusnya bisa menjadi sebuah senjata terbaik untuk
meningkatkan mutu pendidikan.

Dalam era revolusi industri, seharusnya pendidikan menjadi dasar terkuat untuk menciptakan
manusia-manusia dengan kualitas terbaik. Masih banyak miskonsepsi tentang pendidikan dan
industri, terutama menganggap bahwa sekolah hanya sebuah jembatan untuk membuat kita ‘siap
pakai’ dalam dunia kerja. Hal tersebut yang seharusnya diubah. Tak perlu untuk menilik bagaimana
konsep dan sistem pendidikan dari negara lain, seharusnya kita sebagai bangsa yang dibentuk dari
berbagai suku bangsa mampu mendeteksi konsep pendidikan yang terbaik bagi bangsa kita sendiri.
Bahkan, di Finlandia sendiri, konsep dan sistem pendidikan yang dianut adalah pendidikan yang sesuai
dengan jati diri bangsanya1. Pendidikan yang terbaik adalah pendidikan yang sesuai dengan kondisi
bangsa tersebut dan sejatinya, hal tersebut sudah dicetuskan oleh para pendiri pilar pendidikan di
Indonesia, terutama K.H. Dewantara, yang menyatakan bahwa Pendidikan dan pengajaran di dalam
Republik Indonesia harus berdasarkan kebudayaan dan kemasyarakatan bangsa Indonesia, menuju ke
arah kebahagiaan batin serta keselamatan hidup lahir 2.

Sebuah organisasi bukanlah sekumpulan titik tanpa arti dan perubahan adalah sesuatu yang pasti akan
dihadapi3. Menjadi sebuah perbedaan adalah bagaimana sebuah organisasi menyikapi hal tersebut
dengan tidak melupakan nilai-nilai yang dipegang dan dijunjung tinggi. Himastron ITB adalah salah
satu lembaga yang menjadi bagian dari KM ITB tentu harus mampu menjadi sebuah lembaga yang
terus berkarya dan berkegiatan aktif. Untuk terus berkarya dan berkegiatan aktif, maka diperlukan
sekumpulan orang yang paham dan mengerti serta memaknai nilai yang terdapat di Himastron ITB.
Untuk membentuk manusia yang bisa memahami posisi,peran serta potensi dirinya di dalam
Himastron ITB, terutama bagi mahasiswa yang baru meninggalkan tingkat pra-lembaga diperlukan

1
Daud, R. M. (2020). SISTEM PENDIDIKAN FINLANDIA SUATU ALTERNATIF SISTEM PENDIDIKAN ACEH. In
PIONIR: JURNAL PENDIDIKAN (Vol. 8)
2
Latif, Yudi. (2020). Pendidikan Yang Berkebudayaan. Jakarta.
3
Institut Sosial Humanuora ‘Tiang Bendera’ ITB. Menggugat Kaderisasi
sebuah sistem penurunan nilai yang baik dan bisa diterima berbagai elemen. Di Himastron ITB, sistem
pendidikan yang berupa pengenalan sekaligus penurunan nilai dikenal dengan nama Pendidikan
Anggota Muda Himpunan Mahasiswa Astronomi ITB yang selanjutnya disebut PAM Himastron ITB.

PAM Himastron ITB, seperti yang sudah dijelaskan merupakan sebuah gerbang awal bagi para peserta
didik yang baru meninggalkan tingkat pra-lembaga untuk memasuki tingkat orientasi lembaga dengan
tujuan utama untuk membentuk karakter para peserta didik sesuai dengan nilai dan profil yang
dipegang oleh Himastron ITB. PAM Himastron ITB seharusnya mampu menjadi sebuah proses
pendidikan yang kontekstual. Maka, seharusnya PAM Himastron ITB bisa menjadi sebuah momen
penghantaran dan penyadaran peserta untuk mengenal lebih jauh potensi dirinya terutama saat
menjadi seorang Anggota Biasa Himastron ITB setelahnya. Penghantaran yang dilakukan bertujuan
agar para peserta didik bisa menemukan potensi dirinya, sementara penyadaran dilakukan agar para
peserta bisa memaksimalkan potensi yang dimilikinya untuk berkontribusi bagi Himastron ITB. Jika
PAM Himastron ITB dilakukan hanya sebatas formalitas untuk menyambut para peserta yang baru
meninggalkan dunia pra-lembaga, mengapa kita tidak membuat sebuah acara yang lebih meriah.
Esensi PAM Himastron ITB harus lebih dipahami, kemudian eksistensi PAM Himastron ITB juga perlu
ditingkatkan.

Jika esensi PAM Himastron ITB tidak berbeda jauh dari esensi pendidikan, maka eksistensi PAM
Himastron ITB perlu ditelaah lebih jauh. Eksistensi sebuah proses pendidikan bisa ditingkatkan dengan
menggunakan berbagai metode yang tersedia, juga bisa berasal dari ide-ide liar para penggerak PAM
Himastron ITB. Dengan kondisi dunia yang sedang dilanda pandemi, bisa dimaklumi bahwa ada sebuah
batas dalam menentukan metode untuk menyampaikan pengetahuan bagi peserta didik. Namun,
seharusnya kondisi bukan menjadi hambatan yang besar. Dengan menyampaikan sebuah urgensi dari
eksistensi PAM Himastron ITB yang dilakukan, seharusnya hal tersebut mampu membuat para peserta
kader merasa dimanusiakan untuk menjadi manusia.

PAM Himastron ITB yang ideal adalah PAM Himastron ITB dengan bentuk yang tidak dipaksakan
namun dirasa diperlukan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara meningkatkan kualitas dan mutu
PAM Himastron ITB, yang hal ini dilakukan tentu dengan diskusi lebih lanjut. Namun, hal yang perlu
ditekankan adalah bagaimana PAM bisa membentuk para peserta menjadi manusia seutuhnya dan
tentu harus bisa mengkontekstualisasi proses pendidikan di PAM dengan budaya atau seminimal-
minimanya nilai yang dianut oleh Himastron ITB.

Anda mungkin juga menyukai