Tia dan Rina merupakan sepasang sahabat.Mereka telah menjalin hubungan persahabatan
lebih dari 8 tahun. Keduanya memiliki satu kesamaan,yaitu suka menindas 2 anak culun yang
bernama Vani dan Mira. Setiap pulang sekolah, kedua anak culun tersebut ditarik oleh
mereka berdua ke belakang sekolah untuk ditindas.
Di belakang sekolah
Tia : “Hei,kalian berdua!Kenapa menatap kami dengan tatapan menggelikan seperti itu?
Kalian nggak suka dengan kami?Jawab!” (menggertak sambil menatap tajam Vani
dan Mira)
Vani : “Kami bukannya nggak suka dengan kalian.. Kami hanya ingin pulang sekarang..”
Rina : “Halah, nggak usah ngeles deh kamu. Bilang aja nggak suka. Ngomong-
ngomong,boleh juga tuh sepatu barumu, tapi sayangnya kamu itu nggak pantes pakai
sepatu kayak gini. Mending buat aku aja.” (mengambil paksa sepatu yang dipakai
oleh Mira)
Mira : “Jangan diambil.. Nanti aku dimarahin sama bunda..”(berusaha mengambil sepatu
itu
Tia : “Uhh.. Jangan diambil. Nanti aku dimarahin sama bunda.” (mengolok-olokkan Mira)
Rina : “Uhh.Takut dimarahin sama bundamu ya. Kaciaan..Tapi akunya nggak mau balikin
dan Vani.”
Rina : “Heh,mau kami tendang mereka kek, mau kami baikin mereka kek, terserah kami
Tia : “Udahlah Rin,mending kita sekarang pergi ke kafe.Sekalian ngumpul dengan Erland
dan Edward. Bahaya kalo sampe berurusan dengan dia.” (menarik tangan Tia lalu
pergi)
Ara : “Tenang dulu ya. Aku bakal nyari bantuan untuk dapetin sepatu itu lagi. Aku yakin,
Saat Ara mencari bantuan, bertemulah ia dengan Anto, orang yang disukai oleh Tia. Ara
berpikir, Anto pasti dapat membantunya untuk mendapatkan kembali sepatu milik Mira.
Ara : “Tadi aku liat Mira dengan Vani ditindas sama Tia dan Rina. Bahkan sepatu Mira
diambil sama Rina. Jadi sekarang aku lagi nyari orang buat bantuin ngambil kembali
Anto : “Tentu. Tapi aku harus tau mereka ada dimana sekarang.”
Anto merasa tindakan yang dilakukan oleh Tia dan Rina itu keterlaluan, sehingga Anto
memutuskan untuk menyusul Tia dan Rina untuk mengambil sepatu milik Mira.
Di depan kafe
Tia : “Eh.. Hai Anto. Ada apa nih? Kamu mau ngumpul bareng kami?” (dengan nada
lembut)
Anto : “Sebenernya aku nemuin kalian untuk minta kembali sepatu milik Mira. Aku denger
Rina : “Kamu denger dari siapa? Pasti Ara yang bilang kan?”
Anto : “Kamu nggak perlu tau siapa yang bilang ke aku. Yang aku mau sekarang itu, kalian
Tia : “Berhubung Anto yang minta, aku nurut deh. Rin, mending kamu kasih aja sepatu si
Mira. Ntar kita keliling mall,cari sepatu yang jauh lebih bagus daripada sepatu ini.”
Anto : “Makasih ya karena kalian mau ngembaliin sepatu Mira. Kalo gitu,aku pergi dulu.”
Anto pun pergi menemui Mira dan Vani yang masih berada di belakang sekolah karena takut
dimarahi oleh bunda Mira.
Vani : “Anto.. Itu kan sepatu Mira yang diambil oleh Rina tadi. Kok bisa ada di kamu?”
Anto : “Tadi sebenernya Ara bilang kalo Rina ngambil sepatu Mira dan dia minta aku buat
buat ambil balik sepatu ini. Nih,ambil sepatunya.” (memberikan sepatu itu ke Mira)
Mira : “Aduh, makasih banget ya Anto. Kamu baik banget. Kalo nggak ada kamu dan Ara,
Anto : “Iya,sama-sama. Sepatunya kan udah balik ke kamu nih, mending sekarang kalian
pulang ke rumah.”
Mereka bertiga pun pulang ke rumah masing-masing. Keesokan harinya, saat pulang sekolah,
Tia dan Rina berjalan menuju ke tempat duduk depan kelas.Kali ini mereka tidak menindas
Mira dan Vani karena Tia takut Anto mengetahui tindakan buruknya lagi dan Anto akan
memandang buruk dirinya.
Di depan kelas
Tia : “Rin. Kamu duduk disini dulu ya. Aku mau ke toilet sebentar.”
Rina : “Hai Anto. Kamu ngapain disini? Nggak pulang?” (sambil berdiri)
Anto : “Nanti aku pulang kok. Tapi sebelum itu, sebenernya aku mau ngomong ini sama
kamu. Aku sudah lama memperhatikan kamu dari jauh. Semakin lama aku perhatiin,
semakin aku suka kamu. Aku tau kamu suka menindas orang, tapi sikapmu itu nggak
bisa ngilangin rasa suka itu. Hm..Langsung aja ke intinya, kamu mau nggak jadi
pacar aku?”
Rina : “Sebenernya diem-diem juga aku suka sama kamu. Aku mau kok jadi pacar kamu.”
Anto : “Mulai sekarang kita resmi pacaran ya. Oh ya, kamu lagi nungguin Tia kan?”
Anto : “Kalo gitu, aku pulang duluan ya. Sampai jumpa besok.” (pergi meninggalkan
tempat itu)
Tanpa disadari, Tia mendengar obrolan Anto dan Rina. Ia merasa kesal dan marah kepada
Rina, lalu ia menghampiri Rina.
Tia : “Wah, aku nggak nyangka banget lho ya. Sahabatku yang selama ini tau kalo aku
suka dengan Anto malah diem-diem suka juga sama Anto, bahkan sekarang kamu
berpacaran dengan Anto. Tega banget kamu ya. Sahabatku apa bukan sih kamu ini?”
Tia : “Iya lah. Dan aku nggak nyangka kalo kamu mengkhianati aku dengan cara kayak
gini.”
Rina : “Maafin aku, Tia. Aku nggak untuk mengkhianati kamu, tapi jujur,sebelum
kamu menyukai Anto, aku sudah lebih dulu menyukai dia, namun aku cuma diem.
Dia juga kan sukanya sama aku, seharusnya kamu ngedukung dong.”
Tia : “Kamu pengen aku dukung setelah kamu mengkhianati aku? Hahaha nggak tau malu
banget sih kamu. Dah ah, aku mau pulang aja.” (pergi meninggalkan Tia)
Tia tidak menghiraukan Ara pada saat itu. Ia memilih untuk pulang. Setelah Tia pulang, Rina
pun pulang. Persahabatan yang telah mereka jalin selama bertahun-tahun rusak begitu saja.
Keesokan harinya, keduanya tidak saling bertegur sapa. Hal itu membuat Anto, Mira, dan
Vani menjadi bingung. Bahkan Erland dan Edward yang berteman baik dengan Tia dan Rina
pun tidak tahu apa yang terjadi. Hal itu membuat Erland dan Edward menghampiri salah satu
dari mereka.
Di taman sekolah
Tia : “Gimana aku nggak murung coba. Rina kan tau kalo aku suka Anto, tapi dia malah
Erland : “Hah?! Yang bener ?! Masa Rina jadian sama Anto sih. Ah, ga asik banget.”
Edward berusaha menghibur kedua temannya yang sedang bersedih hati. Dan semenjak saat
itu, Tia mulai mengajak Vani untuk berteman, sedangkan Rina mengajak Mira untuk menjadi
temannya. Tia pun mulai menceritakan masalahnya dan menanyakan solusinya dengan Vani.
Vani : “Aku tau perasaanmu, tapi menurutku, kamu sebaiknya minta maaf ke dia karena
sudah marah-marah. Lagipula, kita kan nggak bisa maksain orang yang kita suka
Vani : “Namanya juga rasa suka, munculnya tiba-tiba ke orang yang nggak diduga
juga. Mereka juga kan saling suka. Kamu coba untuk ikhlas deh. Kamu juga bisa
Rina juga melakukan hal yang sama seperti Tia. Dan mereka berdua tersadar akan kesalahan
mereka sendiri. Keesokan harinya, Rina yang ditemani oleh Mira menemui Tia dan Vani di
taman sekolah.
Rina : “Tia..”
Tia : “Eh Rina. Kebetulan nih. Aku mau minta maaf karena aku udah marah-marah ke
kamu. Harusnya aku seneng karena orang yang aku suka bisa bahagia dengan
sahabatku. Sekali lagi, aku minta maaf. Kamu mau kan maafin aku?”
Rina : “Udah pasti kumaafin. Toh ini sebenernya salahku juga karena nggak mikirin
perasaan kamu lagi. Aku minta maaf juga soal itu. Aku sadar kalo aku udah nyakitin
kamu banget. Bener nih nggak apa-apa kalo aku pacaran dengan Anto?”
Tia : “Iya, gapapa kok. Aku ikhlas soal itu. Aku yakin pasti ada yang bisa gantiin dia.”
Edward : “Tia aku bisa jadi pengganti Anto. Kamu mau nggak buka hati kamu buat aku?”
Edward : “Aku serius. Kamu mau nggak pacaran denganku? Kamu bisa buka hati pelan-pelan
kok.”
Tia : “Hm..Aku mau. Aku bakal nyoba buat buka hati untuk kamu. Jadi mulai sekarang
kita pacaran.”
Edward : “Elah kamu ini.Gaada PJ PJ an. Kamu tuh yang harusnya PJ. Pajak Jomblo.”
Edward : “Idih..”
Tia : “Oh iya, hampir lupa. Vani, Mira, makasih banyak ya. Kalo nggak ada kalian,
mungkin sampe sekarang kami belum baikan. Kalian berdua mau nggak bergabung
kok.”
Vani : “Hm.. Aku mau jadi sahabat kalian. Kalo kamu gimana, Mir?”
Mira : “Aku juga mau. Aku harap hubungan persahabatan ini akan terus berlanjut sampai
maut memisahkan.”
Anto : “Halo semuanya. Aku denger pembicaraan kalian. Selamat ya untuk semuanya.
Ara : “Aku seneng karena kalian mau berubah. Aku harap kalian berdua bisa menjadi
lebih baik. Oh iya, nggak masalah kan kalo aku gabung kesini?”
Rina : “Berhubung kita semua udah berkumpul disini dengan damai, kita ke kantin yuk.
Mereka pun pergi ke kantin, lalu makan bersama. Persahabatan yang telah dijalin oleh
mereka terus berlangsung. Suka dan duka mereka hadapi bersama. Disaat mereka memiliki
masalah, mereka menyelesaikan masalah tersebut dengan kepala dingin. Selesai.