Ribuan jantung berhenti berdenyut setiap hari, namun banyak diantaranya terjadi
terlalu dini, jantung mereka terlalu bagus untuk berhenti berdenyut. Upaya resusitasi
jantung dapat memulihkan denyut jantung dan sirkulasi darah yang terhenti, sehingga
otak terhindar dari kerusakan yang permanen.
ACLS merupakan upaya tindak lanjut dalam resusitasi jantung paru (RJP) yang
bertujuan untuk mengembalikan sirkulasi spontan pasien yang telah mengalami henti
jantung, melalui penanganan dengan obat-obatan, tata laksana jalan napas dan terapi
listrik. Tenaga medis rumah sakit tidak hanya mampu melakukan BLS akan tetapi
harus mampu melakukan tindakan ACLS.
Pelatihan ACLS Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh darah Harapan Kita
mengajarkan cara melaksanakan tindakan ACLS yang benar melalui kuliah dan
latihan/simulasi penanganan pasien dengan henti napas dan henti jantung pada
manikin dan metoda yang diajarkan mengacu pada standar American Heart
Association. Pelatihan ini dibimbing oleh tim pelatih ACLS yang telah mendapat
pelatihan sebagai instruktur ACLS di Seattle ( USA )
Pelatihan ACLS di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta
diadakan sejak tahun 1996 dan diperuntukkan bagi tenaga medis, baik dokter maupun
perawat.
TUJUAN UMUM
Setelah mengikuti pelatihan ACLS selama 4 hari peserta mampu melakukan evaluasi
dan penatalaksanaan henti napas dengan atau tanpa henti jantung dan penanganan 10
menit pertama dari henti jantung akibat Fibrilasi Ventrikel pada orang dewasa
1
TUJUAN KHUSUS
Setelah mengikuti pelatihan ACLS selama 4 hari peserta mampu :
1. Melakukan tindakan survai primer yang meliputi pengetahuan dan
keterampilan;
1.1. Pendekatan dini
- Mengenal adanya kegawatan
- Mengaktifkan sistem penanggulangan kegawatan
- Memulai bantuan hidup dasar (BHD) satu penolong
1.2. Melakukan BHD satu atau dua penolong
1.3. Melakukan Defibrilasi
2. Melakukan tindakan survai sekunder yang meliputi pengetahuan dan
keterampilan
2.1. Penatalakasanaan jalan napas
- Penggunaan pipa oro/nasopharingeal
- Melakukan intubasi
2.2. Pemberian oksigen dengan sungkup muka dan bagging
2.3. Melakukan penanganan kelainan irama jantung sesuai algoritme yang
meliputi ; algoritme universal, algoritme Fibrilasi Ventrikel/ Takhikardi
Ventrikel tanpa nadi, algoritme Asistol, algoritme PEA, algoritme
Bradikardia, algoritme Takhikardia, algoritme Syok/hipotensi dan
algoritme Infark miokard akut
2.4. Penggunaan terapi listrik
- Defibrilasi
- Kardioversi
- Pacu jantung transkutan
3. Melakukan penatalaksaaan paska resusitasi
2
ELEKTROKARDIOGRAFI
PENDAHULUAN
Elektrokardiografi adalah ilmu yang mempelajari aktifitas listrik jantung.
Sedangkan Elektrokardiogram ( EKG ) adalah suatu grafik yang menggambarkan
rekaman listrik jantung. Kegiatan listrik jantung dalam tubuh dapat dicatat dan
direkam melalui elektroda elektroda yang dipasang pada permukaan tubuh. EKG
sangat berguna dalam membantu menegakkan diagnosa beberapa penyakit jantung,
akan tetapi klinis pasien tetap merupakan pegangan yang penting dalam menegakkan
diagnosa, sebab sering kelainan EKG ditemukan pada orang normal atau sebaliknya
gambaran EKG normal didapatkan pada orang yang menderita kelainan jantung. Oleh
sebab itu dalam ACLS selalu ditekankan adanya istilah " Don't treat the monitor but
treat the patient "
EKG sangat berguna dalam menentukan kelainan seperti berikut; Gangguan irama
jantung (Disritmia), Hipertrofi Atrium & Ventrikel, Iskemia/Infark otot jantung,
Perikarditis, efek beberapa obat-obatan terutama digitalis dan antiaritmia, kelainan
elektrolit yang juga dapat menyebabkan kelainan EKG serta untuk menilai fungsi
pacu jantung.
Buku ini dibuat sebagai bahan materi kursus Advanced Cardiac Life Support, oleh
sebab itu buku ini tidak membahas EKG secara keseluruhan, buku ini hanya akan
membahas mengenai aritmia jantung dengan tujuan agar peserta kursus ACLS dapat
dengan cepat mengenali gambaran aritmia dan selanjutnya dapat memberikan
pengobatan sesuai dengan algoritmenya.
Sebelum sampai dengan interpretasi EKG, berikut akan dibahas dulu mengenai:
1. SANDAPAN EKG
A. Sandapan bipolar
B. Sandapan Unipolar
2. KERTAS EKG
3. KURVA EKG
A. Gelombang P
B. Gelombang QRS
C. Gelombang T
D. Gelombang U
E. Interval PR
F. Segmen ST
3
SANDAPAN EKG
Untuk memperoleh rekaman EKG, dipasang elektroda elektroda di kulit pada tempat
tempat tertentu. Lokasi penempatan elektroda ini penting, karena penempatan yang
salah akan menghasilkan pencatatan yang berbeda.
Sandapan bipolar
Dinamakan sandapan bipolar karena sandapan ini hanya merekam perbedaan
potensial dari 2 elektroda, sandapan ini ditandai dengan angka romawi I, II dan III.
Sandapan I :
Merekam beda potensial antara tangan kanan
dengan tangan kiri (LA),dimana tangan kanan bermuatan (-) dan tangan kiri
bermuatan (+).
Sandapan II:
Merekam beda potensial antara tangan kanan (RA)dengan kaki kiri (F), dimana
tangan kanan bermuatan (-) dan kaki kiri bermuatan (+).
Sadapan III:
Merekam beda potensial antara tangan kiri (LA), dengan kaki kiri (LF), dimana
tangan kiri bermuatan (- ) dan kaki kiri bermuatan (+).
Ketiga sandapan ini dapat digambarkan sebagai sebuah segitiga sama sisi (segi tiga
EINTHOVEN )
SANDAPAN UNIPOLAR
Sandapan unipolar ini terdiri dari 2, yaitu
sandapan unipolar ekstremitas dan unipolar prekordial.
4
Sandapan V1 : Ruang interkostal IV
garis sternal kanan
Sandapan V2 : Ruang interkostal IV
garis sternal kiri
Sandapan V3 : Pertengahan antara V2
dan V4
Sandapan V4 : Ruang interkostal V
garis midklavikula kiri
Sandapan V5 : Sejajar V4 garis aksila
depan
Sandapan V6 : Sejajar V4 garis aksila
tengah
Gambar 1.
Sandapan EKG
Umumnya perekaman EKG lengkap dibuat 12 sandapan (lead), akan tetapi pada
keadaan tertentu perekaman dibuat sampai V7, V8, V9 atau V3R, V4R.
KERTAS EKG
Kertas EKG merupakan kertas grafik yang terdiri dari garis horizontal dan vertical
dengan jarak 1 mm. Garis yang lebih tebal terdapat pada setiap 5 mm. Garis
horizontal menggambarkan waktu dimana 1 mm = 0,04 detik; 5mm = 0,20 detik.
5
Garis vertikal menggambarkan voltase dimana 1 mm = 0,1 milivolt;10 mm = 1
milivolt.
Pada praktek sehari hari perekaman dibuat dengan kecepatan 25 mm/detik. Kalibrasi
yang biasa dilakukan adalah 1 milivolt yang menghasilkan defleksi setinggi 10 mm.
Pada keadaan tertentu kalibrasi dapat diperbesar yang akan menghasilkan defleksi 20
mm atau diperkecil yang akan menghasilkan defleksi setinggi 5 mm. Hal ini harus
dicatat pada pada kertas hasil rekaman, sehingga tidak menimbulkan interpretasi yang
salah bagi yang membacanya.
Gambar 2
Kertas EKG
Gambar 2
Kertas EKG
KURVA EKG
Kurva EKG menggambarkan proses listrik yang terjadi pada Atrium dan Ventrikel
Proses listrik ini terdiri dari :
1. Depolarisasi Atrium
2. Repolarisasi Atrium
3. Depolarisasi Ventrikel
4. Repolarisasi Ventrikel
Sesuai dengan proses listrik jantung, setiap hantaran pada EKG normal
memperlihatkan 3 proses listrik yaitu ; depolarisasi Atrium, depolarisasi Ventrikel dan
6
repolarisasi Ventrikel. Repolarisasi Atrium umumnya tidak terlihat pada EKG karena
disamping intensitasnya kecil juga repolarisasi Atrium waktunya bersamaan dengan
depolarisasi Ventrikel yang mempunyai intensitas yang jauh lebih besar.
Kurva EKG normal terdiri dari gelombang P, Q, R, S dan T serta kadang kadang
terlihat gelombang U. Selain itu juga ada beberapa interval dan segmen EKG
Gelombang P
Merupakan gambaran proses depolarisasi Atrium
Nilai normal : - Lebar 0,12 detik
- Tinggi 0,3 milivolt
- Selalu ( + ) di Lead II
- Selalu ( - ) di Lead aVR
Gelombang QRS
Merupakan gambaran proses depolarisasi Ventrikel
Nilai normal : - Lebar 0,06 – 0,12 detik
- Tinggi tergantung
sandapan ( lead )
Gelombang T
Merupakan gambaran proses repolarisasi Ventrikel. Umumnya gelombang T positif,
di hampir semua lead kecuali di aVR
Gelombang U
Adalah defleksi positif setelah gelombang T dan sebelum gelombang P berikutnya.
Penyebab timbulnya gelombang U masih belum diketahui, namun diduga timbul
akibat repolarisasi lambat sistem konduksi Interventrikuler.
Interval PR
Interval PR diukur dari permulaan gelombang P sampai permulaan gelombang QRS.
Nilai normal berkisar antara 0,12 – 0,20 detik. Ini merupakan waktu yang dibutuhkan
untuk depolarisasi Atrium dan jalannya impuls melalui berkas His sampai permulaan
depolarisasi Ventrikel.
7
Segmen ST
Segmen ST diukur dari akhir gelombang QRS sampai permulaan gelombang T.
segmen ini normalnya isoelektris, tetapi pada lead prekordial dapat bervariasi dari -
0,5 sampai +2mm. Segmen ST yang naik diatas garis isoelektris disebut ST elevasi
dan yang turun dibawah garis isoelektris disebut ST depresi.
Gambar 3
EKG 1 beat
a. 300
b. 1500
8
c. Ambil EKG strip sepanjang 6 detik, hitung jumlah gelombang QRS dalam 6
detik tsb kemudian dikalikan dengan 10 atau ambil dalam 12 detik dan kalikan
dengan 5.
3. Tentukan gelombang P normal atau tidak, juga lihat apakah setiap gelombang P
selalu diikuti gelombang QRS ? ( P : QRS ) ?
Irama EKG yang normal impuls (sumber listrik) nya berasal dari Nodus SA, maka
iramanya disebut dengan irama Sinus (Sinus Rhythm ).
Irama yang tidak mempunyai kriteria tersebut di atas disebut ARITMIA atau
DISRITMIA.
Aritmia terdiri dari aritmia yang disebabkan oleh terganggunya pembentukan impuls
atau aritmia dapat terjadi juga dikarenakan oleh gangguan penghantaran impuls.
TAKHIKARDI SINUS ( ST )
Kriteria :
- Irama : Teratur
- Frekuensi : 100 – 150 X/menit
- Gelombang P : Normal, setiap gel P selalu diikuti gel QRS, T
- Interval PR : Normal
- Gelombang QRS : Normal
BRADIKARDI SINUS ( SB )
Kriteria :
- Irama : Teratur
- Frekuensi ( HR ) : 60 X/menit
- Gelombang P : Normal, setiap gel P selalu diikuti gel QRS
- Interval PR : Normal
- Gelombang QRS : Normal
9
ARITMIA SINUS
Kriteria :
- Irama : Tidak teratur
- Frekuensi ( HR ) : Biasanya antara 60 – 100 kali/menit
- Gelombang P : Normal, setiap gel P selalu diikuti gel QRS,T
- Interval PR : Normal
- Gelombang QRS : Normal
SINUS ARREST
Kriteri :
- Terdapat episode hilangnya satu atau lebih gelombang P,QRS dan T
- Irama : Teratur, kecuali pada yang hilang
- Frekuensi ( HR ) : Biasanya 60 kali/menit
- Gelombang P : Normal, setiap gel P selalu diikuti gel QRS
- Interval PR : Normal
- Gelombang QRS : Normal
Hilangnya gel P,QRS, T tidak menyebabkan kelipatan jarak antara R – R’
Bradikardi Sinus
Takikardi Sinus
Aritmia Sinus
10
Sinus Arrest
EKSTRASISTOL ATRIAL
( AES/PAB/PAC )
Kriteria:
Ekstrasistol selalu mengikuti irama dasar
- Irama : Tidak teratur, karena ada gelombang yang timbul lebih dini
- Frekuensi (HR ) : Tergantung irama dasarnya
- Gelombang P : Bentuknya berbeda dari gel P irama dasar
- Interval PR : Biasanya normal, bisa juga memendek
- Gelombang QRS : Normal
TAKHIKARDI SUPRAVENTRIKEL
( SVT )
Kriteria :
- Irama : Teratur
- Frekuensi ( HR ) : 150 – 250 kali/menit
- Gelombang P : Sukar karena bersatu dengan gel T.
Kadang gelombang P terlihatkecil
- Interval PR : Tidak dapat dihitung atau memendek
- Gelombang QRS : Normal
Ekstrasistol Atrial
11
FLUTTER ATRIAL ( AFL )
Kriteria :
- Irama : Biasanya teratur bisa juga tidak
- Frekuensi ( HR ) : Bervariasi
- Gelombang P : Bentuknya seperti gigi gergaji, dimana gelombang P timbulnya
teratur dan dapat dihitung, P:QRS = 2:1, 3:1 atau 4 :1
- Interval PR : Tidak dapat dihitung
- Gelombang QRS : Normal
FIBRILASI ATRIAL ( AF )
Kriteria :
- Irama : Tidak teratur
- Frekuensi ( HR ) : Bervariasi
- Gelombang P : Tidak dapat diidentifikasikan
- Interval PR : Tidak dapat dihitung
- Gelombang QRS : Normal
Flutter Atrial
Fibrilasi Atrial
IRAMA JUNCTIONAL ( JR )
Kriteria :
- Irama : Teratur
- Frekuensi ( HR ) : 40 – 60 X/menit
- Gelombang P : Terbalik didepan di belakang atau menghilang
- Interval PR : Kurang dari 0,12 detik atau tidak ada
- Gelombang QRS : Normal
12
EKSTRASISTOL JUNCTIONAL ( JES )
Kriteria :
- Irama : Tidak teratur, karena ada gelombang yang timbul lebih dini
- Frekuensi ( HR ) : Tergantung irama dasarnya
- Gelombang P : Tidak normal, sesuai dengan letak asal impuls
- Interval PR : Memendek atau tidak ada
- Gelombang QRS : Normal
TAKHIKARDI JUNCTIONAL ( JT )
Kriteria :
- Irama : Teratur
- Frekuensi ( HR ) : 100 X/menit
- Gelombang P : Terbalik di depan, belakang atau menghilang
- Interval PR : 0,12 detik atau tidak ada
- Gelombang QRS : Normal
Irama Junctional
Ekstrasistol Junctioanal
Takikardi Junctional
13
Irama Idioventrikuler
EKSTRASISTOL VENTRIKEL
( VES/PVB/PVC )
Kriteria :
- Irama : Tidak teratur, karena ada gelombang yang timbul dini
- Frekuensi ( HR ) : Tergantung irama dasarnya
- Gelombang P : Tidak ada,
- Interval PR : Tidak ada
- Gelombang QRS : 0,12 detik
TAKHIKARDI VENTRIKEL ( VT )
Kriteria :
- Irama : Teratur
- Frekuensi ( HR ) : 100 X/menit
- Gelombang P : Tidak terlihat
- Interval PR : Tidak ada
- Gelombang QRS : 0,12 detik
FIBRILASI VENTRIKEL ( VF )
Kriteria :
- Irama : Tidak teratur
- Frekuensi ( HR ) : Tidak dapat dihitung
- Gelombang P : Tidak ada
- Interval PR : Tidak ada
- Gelombang QRS : Tidak dapat dihitung, bergelombang & tidak teratur
2 macam VF
1. Fibrilasi Ventrikel kasar (Coarse)
2. Fibrilasi Ventrikel halus (Fine)
14
BLOK SINOATRIAL ( SA BLOK )
Kriteria :
- Terdapat episode hilangnya satu atau lebih gelombang P, QRS,T
- Irama : Teratur, kecuali pada yang hilang
- Frekuensi : Biasanya 60 X/menit
- Gelombang P : Normal, Setiap gel P selalu diikuti gel QRS
- Interval PR : Normal
- Gelombang QRS : Normal
15
Ekstrasistol Ventrikel
EkstrasistoVentrikel Multifokal
Ekstrasistol Ventrikel R on T
Takikardi Ventrikel
16
Fibrilasi Ventrikel
Sinus Blok
AV blok derajat I
17
BANTUAN HIDUP DASAR
(BHD)
INDIKASI
1. Henti napas
Henti napas ditandai dengan tidak adanya gerakan dada dan aliran udara pernapasan
dari korban/pasien.
Henti napas merupakan kasus yang harus dilakukan tindakan Bantuan Hidup
Dasar. Henti napas dapat terjadi pada keadaan :
Tenggelam
Stroke
Obstruksi jalan napas
Epiglotitis
Overdosis obat-obatan
Tersengat listrik
Infark miokard
Tersambar petir
Koma akibat berbagai macam kasus
Pada awal henti napas oksigen masih dapat masuk kedalam darah untuk beberapa
menit dan jantung masih dapat mensirkulasikan darah ke otak dan organ vital
lainnya, jika pada keadaan ini diberikan bantuan napas akan sangat bermanfaat agar
korban dapat tetap hidup dan mencegah henti jantung.
2. Henti jantung
Pada saat terjadi henti jantung, secara langsung akan terjadi henti sirkulasi. Henti
sirkulasi ini akan dengan cepat menyebabkan otak dan organ vital kekurangan
oksigen. Pernapasan yang terganggu (tersengal-sengal) merupakan tanda awal akan
terjadinya henti jantung.
Bantuan hidup dasar merupakan bagian dari pengelolaan gawat darurat medik yang
bertujuan :
Survei Primer (Primary Survey), yang dapat dilakukan oleh setiap orang
Survei Sekunder (Secondary Survey), yang hanya dapat dilakukan oleh tenaga
medis dan paramedis terlatih dan merupakan lan-jutan dari survei primer.
18
SURVEI PRIMER
Dalam survei primer difokuskan pada bantuan napas dan bantuan sirkulasi serta
defibrilasi. Untuk dapat mengingat dengan mudah tindakan survei primer dirumuskan
dengan abjad A, B, C, dan D, yaitu :
A airway (jalan napas)
B breathing (bantuan napas)
C circulation (bantuan sirkulasi)
D defibrilation (terapi listrik)
Gambar 1.
Cek kesadaran dan Aktifkan Sistem Emergensi
19
A (AIRWAY) Jalan Napas.
Setelah selesai melakukan prosedur dasar, kemudian dilanjutkan dengan melakukan
tindakan :
1. Pemeriksaan jalan napas.
Tindakan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya sumbatan jalan napas oleh
benda asing. Jika terdapat sumbatan harus dibersihkan dahulu, kalau sumbatan
berupa cairan dapat dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari tengah yang dilapisi
dengan sepotong kain, sedangkan sumbatan oleh benda keras dapat dikorek dengan
meng-gunakan jari telunjuk yang dibengkokkan. Mulut dapat dibuka dengan tehnik
Cross Finger, dimana ibu jari diletakkan berlawanan dengan jari telunjuk pada
mulut korban.
Gambar 2.
Buka mulut dan finger sweep
Gambar 3.
Pembebasan Jalan Napas
20
B (BREATHING) Bantuan napas
Terdiri dari 2 tahap :
1. Memastikan korban/pasien tidak bernapas.
Dengan cara melihat pergerakan naik turunnya dada, mendengar bunyi napas dan
merasakan hembusan napas korban/pasien. Untuk itu penolong harus mendekatkan
telinga di atas mulut dan hidung korban /pasien, sambil tetap mempertahankan
jalan napas tetap terbuka. Prosedur ini dilakukan tidak boleh melebihi 10 detik.
Gambar 4.
Cek Pernapasan
2. Memberikan bantuan napas.
Jika korban/pasien tidak bernapas, bantuan napas dapat dilakukan melalui mulut ke
mulut, mulut ke hidung atau mulut ke stoma (lubang yang dibuat pada
tenggorokan) dengan cara memberikan hembusan napas sebanyak 2 kali
hembusan, waktu yang dibutuhkan untuk tiap kali hembusan adalah 1,5-2 detik dan
volume udara yang dihembuskan adalah 700-1000 ml (10 ml/kg) atau sampai dada
korban/pasien terlihat mengembang. Penolong harus menarik napas dalam pada
saat akan menghembuskan napas agar tercapai volume udara yang cukup.
Konsentrasi oksigen yang dapat diberikan hanya 16-17%. Penolong juga harus
memperhatikan respon dari korban/pasien setelah diberikan bantuan napas.
21
Gambar 5.
Pemberian napas dari mulut ke mulut
Mulut ke hidung
Teknik ini direkomendasikan jika usaha ventilasi dari mulut korban tidak me-
mungkinkan, misalnya pada Trismus atau dimana mulut korban mengalami luka
yang berat, dan sebaliknya jika melalui mulut ke hidung, penolong harus menutup
mulut korban/pasien.
Gambar 6.
Pernapasan dari mulut ke hidung
Mulut ke Stoma
Pasien yang mengalami laringotomi mempunyai lubang (stoma) yang
menghubungkan trakhea langsung ke kulit. Bila pasien mengalami kesulitan
pernapasan maka harus dilakukan ventilasi dari mulut ke stoma.
Gambar 7.
Pernapasan dari mulut ke stoma
22
C (CIRCULATION) Bantuan sirkulasi
Terdiri dari 2 tahapan :
1. Memastikan ada tidaknya denyut jantung korban/pasien.
Ada tidaknya denyut jantung korban/pasien dapat ditentukan dengan meraba arteri
karotis didaerah leher korban/pasien, dengan dua atau tiga jari tangan (jari telunjuk
dan tengah) penolong dapat meraba pertengahan leher sehingga teraba trakhea,
kemudian kedua jari digeser ke bagian sisi kanan atau kiri kira-kira 1-2 cm, raba
dengan lembut selama 5-10 detik.
Gambar 8.
Pemeriksaan denyut nadi
Jika teraba denyutan nadi, penolong harus kembali memeriksa pernapasan korban
dengan melakukan manuver tengadah kepala topang dagu untuk menilai
pernapasan korban/pasien. Jika tidak bernapas lakukan bantuan pernapasan, dan
jika bernapas pertahankan jalan napas.
23
Tangan tidak boleh lepas dari permukaan dada dan atau merubah posisi
tangan pada saat melepaskan kompresi.
Rasio bantuan sirkulasi dan pemberian napas adalah 15 : 2, dilakukan baik
oleh 1 atau 2 penolong jika korban/pasien tidak terintubasi dan kecepatan
kompresi adalah 100 kali permenit (dilakukan 4 siklus permenit), untuk
kemudian dinilai apakah perlu dilakukan siklus berikutnya atau tidak.
Gambar 9.
Posisi tangan pada kompresi dada
Dari tindakan kompresi yang benar hanya akan mencapai tekanan sistolik 60-80
mmHg, dan diastolik yang sangat rendah, sedangkan curah jantung (cardiac output)
hanya 25% dari curah jantung normal. Selang waktu mulai dari menemukan pasien
dan dilakukan prosedur dasar sampai dilakukannya tindakan bantuan sirkulasi
(kompresi dada) tidak boleh melebihi 30 detik.
Gambar 10.
Posisi penolong pada kompresi dada
24
D (DEFIBRILATION)
Defibrilation atau dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan istilah defibrilasi
adalah suatu terapi dengan memberikan energi listrik. Hal ini dilakukan jika penyebab
henti jantung (cardiac arrest) adalah kelainan irama jantung yang disebut dengan
Fibrilasi Ventrikel. Dimasa sekarang ini sudah tersedia alat untuk defibrilasi
(defibrilator) yang dapat digunakan oleh orang awam yang disebut Automatic
External Defi-brilation, dimana alat tersebut dapat mengetahui korban henti jantung
ini harus dilakukan defibrilasi atau tidak, jika perlu dilakukan defibrilasi alat tersebut
dapat memberikan tanda kepada penolong untuk melakukan defibrilasi atau
melanjutkan bantuan napas dan bantuan sirkulasi saja.
Gambar 11
Tindakan defibrilasi dengan AED
25
membetulkan posisi kepala korban/ pasien, atau ternyata tidak bisa juga maka
dilakukan :
Untuk orang awam dapat dilanjutkan dengan kompresi dada sebanyak 15
kali dan 2 kali ventilasi, setiap kali membuka jalan napas untuk
menghembuskan napas, sambil mencari benda yang menyumbat di jalan
napas, jika terlihat usahakan dikeluarkan.
Untuk petugas kesehatan yang terlatih dilakukan manajemen obstruksi
jalan napas oleh benda asing.
Pastikan dada pasien mengembang pada saat diberikan bantuan
pernapasan.
Setelah memberikan napas 12 kali (1 menit), nilai kembali tanda-tanda
adanya sirkulasi dengan meraba arteri karotis, bila nadi ada cek napas,
jika tidak bernapas lanjutkan kembali bantuan napas
5. Sirkulasi (CIRCULATION)
Periksa tanda-tanda adanya sirkulasi setelah memberikan 2 kali bantuan
pernapasan dengan cara melihat ada tidaknya pernapasan spontan, batuk atau
pergerakan. Untuk petugas kesehatan terlatih hendaknya memeriksa denyut nadi
pada arteri Karotis.
Jika ada tanda-tanda sirkulasi, dan ada denyut nadi tidak dilakukan kompresi
dada, hanya menilai pernapasan korban/pasien (ada atau tidak ada
pernapasan)
Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, denyut nadi tidak ada lakukan kompresi
dada :
Letakkan telapak tangan pada posisi yang benar
Lakukan kompresi dada sebanyak 15 kali dengan kecepatan 100 kali
permenit
Buka jalan napas dan berikan 2 kali bantuan pernapasan.
Letakkan kembali telapak tangan pada posisi yang tepat dan mulai
kembali kompresi 15 kali dengan kecepatan 100 kali permenit.
Lakukan 4 siklus secara lengkap (15 kompresi dan 2 kali bantuan
pernapasan)
6. Penilaian Ulang
Sesudah 4 siklus ventilasi dan kompresi kemudian korban dievaluasi kembali,
Jika tidak ada nadi dilakukan kembali kompresi dan bantuan napas dengan
rasio 15 : 2.
Jika ada napas dan denyut nadi teraba letakkan korban pada posisi mantap.
Jika tidak ada napas tetapi nadi teraba, berikan bantuan napas sebanyak 10-12
kali permenit dan monitor nadi setiap saat.
Jika sudah terdapat pernapasan spontan dan adekuat serta nadi teraba, jaga
agar jalan napas tetap terbuka kemudian korban/pasien ditidurkan pada posisi
sisi mantap.
Gambar 12.
Posisi Sisi Mantap (Recovery Position)
26
PENATALAKSANAAN OBSTRUKSI JALAN NAPAS OLEH BENDA ASING
Benda asing tersebut dapat menyebabkan obstruksi jalan napas sebagian (parsial) atau
komplit (total). Pada obstruksi jalan napas partial korban mungkin masih mampu
melakukan pernapasan, namun kualitas pernapasan dapat baik atau buruk. Pada
korban dengan pernapasan yang masih baik, korban biasanya masih dapat melakukan
tindakan batuk dengan kuat, usahakan agar korban tetap bisa melakukan batuk dengan
kuat sampai benda asing tersebut dapat keluar. Bila sumbatan jalan napas partial
menetap, maka aktifkan sistem pelayanan medik darurat. Obstruksi jalan napas partial
dengan pernapasan yang buruk harus diperlakukan sebagai Obstruksi jalan napas
komplit.
Obstruksi jalan komplit (total), korban biasanya tidak dapat berbicara, bernapas, atau
batuk. Biasanya korban memegang lehernya diantara ibu jari dan jari lainya. Saturasi
oksigen akan dengan cepat menurun dan otak akan mengalami kekurangan oksigen
sehingga menyebabkan kehilangan kesadaran, dan kematian akan cepat terjadi jika
tidak diambil tindakan segera.
Gambar 13
Manuver Heimlich
27
Manuver Heimlich pada korban sadar dengan posisi berdiri atau duduk
Penolong harus berdiri di belakang korban, melingkari pinggang korban dengan
kedua lengan, kemudian kepalkan satu tangan dan letakkan sisi jempol tangan
kepalan pada perut korban, sedikit diatas pusar dan dibawah ujung tulang
sternum. Pegang erat kepalan tangan dengan tangan lainnya. Tekan kepalan ke
perut dengan hentakan yang cepat kearah atas. Setiap hentakan harus terpisah dan
dengan gerakan yang jelas.
Gambar 14
Manuver Heimlich pada orang tidak sadar
28
2. Penyapuan jari
Manuver ini hanya dilakukan atau digunakan pada korban tidak sadar, dengan
muka menghadap keatas buka mulut korban dengan memegang lidah dan rahang
diantara ibu jari dan jari-jarinya, kemudian mengangkat rahang bawah. Tindakan
ini akan menjauhkan lidah dari kerongkongan serta menjauhkan benda asing yang
mungkin menyangkut ditempat tersebut. Masukkan jari telunjuk tangan lain
menelusuri bagian dalam pipi, jauh kedalam kerongkongan dibagian dasar lidah,
kemudian lakukan gerakan mengait untuk melepaskan benda asing serta
menggerakkan benda asing tersebut ke dalam mulut sehingga memudahkan untuk
diambil. Hati-hati agar tidak mendorong benda asing lebih jauh kedalam jalan
napas.
Gambar 15
Sapuan Jari
29
DEFIBRILASI DAN KARDIOVERSI
Defibrilasi
Adalah suatu tindakan pengobatan menggunakan aliran listrik secara asinkron.
Tindakan ini dilakukan pada pasien dengan fibrilasi ventrikel atau takikardi ventrikel
tanpa nadi. Energi yang diperlukan 200, 200-300, 360 Joule (150, 150, 150 Joule
defibrilator bifasik). Peralatan yang diperlukan untuk tindakan defibrilasi meliputi
defibrilator, jeli atau electrode pads dan troli emergensi.
Prosedur defibrilasi :
Hidupkan defibrilasi
Pilih energi yang diperlukan
Pilih paddles (atau lead I, II, III) melalui tombol lead select
Oleskan jeli pada paddle
Letakan paddle pada apeks dan sternum sesuai petunjuk pada paddle
Nilai kembali irama pada monitor apakah masih VF/VT tanpa nadi
Tekan tombol pengisi energi (charge) pada paddle apeks atau pada unit
defibrilator.
Setelah energi yang diharapkan tercapai, berikan aba-aba dengan suara yang jelas
agar tidak ada orang lain yang masih menyentuh pasien, tempat tidur maupun
peralatan lain.
Beri tekanan kurang lebih 10-12 kg pada kedua paddle
Nilai kembali irama pada monitor, apabila tetap VF/VT tanpa nadi tekan tombol
discharge pada kedua padlle
Nilai kembali irama pada monitor apabila masih VF/VT tanpa nadi isi kembali
defibrilator. Apabila gambaran EKG pada monitor meragukan periksa nadi dan
sensor/elektroda EKG
Apabila gambaran masihg tetap VF/VT tanpa nadi ulangi tahapan diatas dengan
energi 200 – 300 Joule dan kemudian 360 Joule jika gambaran EKG tidak berubah
Apabila setelah tindakan defibrilasi terakhir (360 Joule) irama masih VF/VT tanpa
nadi lakukan tahapan ACLS berikutnya
30
Kardioversi
Adalah suatu tindakan pengobatan menggunakan aliran listrik secara sinkron.
Tindakan ini dilakukan pada pasien dengan Takikardi supraventrikel, takikardi
ventrikel nadi teraba. Energi yang diperlukan 100,200.300 dan 360 Joule. (beberapa
penelitian melakukan kardioversi berhasil dengan energi awal 50 Joule pada SVT dan
Flutter atrial). Peralatan yang diperlukan untuk tindakan kardioversi meliputi
defibrilator yang mempunyai modul sinkron, jeli, elektroda EKG, obat-obat
sedasi/analgesi serta troli emergensi.
Prosedur Kardioversi
Prosedur tindakan kardioversi sama dengan prosedur tindakan defibrilasi, hanya yang
membedakannya dalam hal :
Siapkan alat-alat resusitasi
Bila pasien masih sadar berikan sedasi dengan atau tanpa analgesi
Pilih modul sinkron
Pilih energi awal 50 joule untuk takikardi supraventrikel atau 100 joule untuk
takikardi ventrikel dan meningkat sesuai dengan respon pasien sampai maksimal
360 joule.
Paddle tidak boleh segera diangkat setelah melepaskan muatan agar modul
sinkronisasi tidak terganggu
Prosedur
Elektroda atau adhesive pads ditempel pada dinding dada pada posisi standar atau
postero anterior.
Tentukan modul pacu jantung yang akan dipakai : demand atau fixed rate
Tentukan rate atau frekuensi yang dibutuhkan
Tentukan output yang diperlukan (30-200 mV)
Berikan analgesi/sedasi
Tekan tombol start
Gambar Defibrilator
31
Defibrilasi dengan menggunakan AED ( Automatic External Defibrilator )
AED adalah defibrilator yang menggunakan sistem komputer yang dapat menganalisa
irama jantung, mengisis tingkat energi defibrilasi yang sesuai dan dapat memberikan
petunjuk pada penolong dengan menggunakan perintah perintah secara lisan untuk
mengarahkan tindakan. AED dapat memberikan petunjuk visual yang baik untuk
peletakan elektroda, elektroda itu sendiri diberi kode dengan warna warna dan gambar
ilustrasi cara pemasangannya. Petunjuk visual yang timbul berupa cahaya lampu
merah, kuning atau berkedip, lisan (suara yang dikeluarkan AED), dan instruksi
tertulis dari AED untuk menganalisa irama dan kemudian memberikan energi kepada
pasien. Jika defibrilasi tidak berhasil, lanjutkan survei ABCD sekunder (algoritme
VF/VT tanpa nadi) jika alat, obat-obatan dan tenaga tersedia.
32
PENATALAKSANAAN JALAN NAPAS
Mengenali adanya sumbatan jalan napas.
Penyebab utama jalan napas pada pasien tidak sadar adalah hilangnya tonus otot
tenggorokan sehingga pangkal lidah jatuh menyumbat farink dan epiglotis menutup
larink. Bila pasien masih bernapas sumbatan partial menyebabkan bunyi napas saat
inspirasi bertambah (stridor), sianosis (tanda lanjut) dan retraksi otot napas tambahan.
Tanda ini akan hilang pada pasien yang tidak bernapas.
Gambar 1
Sumbatan oleh lidah dan epiglotis dan
Tengadah kepala topang dagu
Gambar 2
Jaw Thrust
33
Tahap dasar membuka jalan napas dengan alat
Apabila manipulasi posisi kepala tidak dapat membebaskan jalan napas akibat
sumbatan oleh pangkal lidah atau epiglotis maka lakukan pemasangan alat bantu jalan
napas oral/nasal. Sumbatan oleh benda asing diatasi dengan perasat Heimlich atau
laringoskopi disertai dengan pengisapan atau menjepit dan menarik keluar benda
asing yang terlihat.
Cara pemasangan
Bersihkan mulut dan faring dari segala kotoran
Masukan alat dengan ujung mengarah ke chefalad
Saat didorong masuk mendekati dinding belakang faring alat diputar 180 0
Ukuran alat dan penempatan yang tepat menghasilkan bunyi napas yang nyaring
pada auskultasi paru saat dilakukan ventilasi
Pertahankan posisi kepala yang tepat setelah alat terpasang
Bahaya
Cara pemasangan yang tidak tepat dapat mendorong lidah ke belakang atau
apabila ukuran terlampau panjang epiglotis akan tertekan menutup rimaglotis
sehingga jalan napas tersumbat
Hindarkan terjepitnya lidah dan bibir antara gigi dan alat
Jangan gunakan alat ini pada pasien dimana refleks faring masih ada karena dapat
menyebabkan muntah dan spasme laring
Cara pemasangan
Pilih alat dengan ukurang yang tepat, lumasi dan masukkan menyusuri bagian
tengah dan dasar rongga hidung hingga mencapai daerah belakang lidah.
Apabila ada tahanan dengan dorongan ringan alat diputar sedikit.
Bahaya
Alat yang terlalu panjang dapat masuk oesophagus dengan segala akibatnya.
Alat ini dapat merangsang muntah dan spasme laring
Dapat menyebabkan perdarahan akibat kerusakan mukosa akibat pemasangan,
oleh sebab itu alat penghisap harus selalu siap saat pemasangan.
Ingat !!
Selalu periksa apakah napas spontan timbul setelah pemasangan alat ini.
Apabila tidak ada napas spontan lakukan napas buatan dengan alat bantu napas
yang memadai.
34
Bila tidak ada alat bantu napas yang memadai lakukkan pernapasan dari mulut ke
mulut
Gambar 3
Alat bantu napas orofaring, nasofaringeal dan penempatannya
Pernapasan buatan
Pernapasan mulut ke mulut dan mulut ke hidung
Cara ini merupakan tehnik dasar bantuan napas. Upayakan memakai pelindung
(barrier) antara mulut penolong dengan pasien berupa lembar plastik/silikon
berlubang ditengah atau memakai sungkup, sungkup khusus ini dikenal dengan nama
Pocket facemask. Keterbatasan cara ini adalah konsentrasi oksigen ekspirasi penolong
rendah (16-17%).
Cara melakukan
Bila memungkinkan lakukan dengan dua penolong, posisi dan urutan tindakan sama
seperti tanpa menggunakan sungkup, kecuali pada tehnik ini digunakan sungkup
sebagai pelindung, jadi diperlukan keterampilan memegang sungkup. Dengan dua
penolong seorang melakukan kompresi dada dan yang lain melakukan napas buatan.
Bila tersedia berikan oksigen tambahan dengan aliran 10 liter/menit (FiO2 =50%) dan
15 liter/menit (FiO2=80%). Bila tidak ada penolakan pasang alat bantu jalan napas
orofaring. Tengadahkan kepala dan pasang sungkup pada mulut dan hidung pasien
dengan cara ibu jari dan telunjuk kedua tangan menekan sungkup sedangkan tiga jari
kedua tangan menarik mandibula sambil tetap mempertahankan kepala dalam posisi
tengadah, sehingga tidak terjadi kebocoran. Berikan tiupan melalui lubang sungkup
sambil memperhatikan gerakan dada, tiup dengan lambat dan mantap dengan lama
inspirasi 1-2 detik. Pada pasien dengan henti jantung dengan jalan napas belum
terlindungi lakukan 2 ventilasi setiap 15 kompresi dada. Apabila jalan napas
35
terlindungi (misalnya sudah terpasang ETT, Laringeal Mask Airway atau Combitube)
lakukan kompresi 100 kali/menit dengan ventilasi dilakukan tanpa menghentikan
kompresi (asinkron) tiap 5 detik (kecepatan 12 kali/menit). Apabila ada penolong
ketiga lakukan tekanan pada krikoid untuk mencegah distensi lambung dan
regurgitasi.
Bantuan napas dengan menggunakan bagging, sungkup dan alat bantu jalan napas
lainnya.
Bagging telah lama digunakan sebagai alat bantu napas utama dikombinasikan dengan
alat bantu jalan napas lainnya misalnya sungkup muka, ETT, LMA, dan Combitube.
Penggunaan bagging memungkinkan pemberian oksigen tambahan. Beberapa hal
yang harus diperhatikan saat menggunakan bagging :
Volume tidal berkisar antara 10-15 ml/kg BB
Bagging dewasa umum mempunyai volume 1600 ml.
Bila memungkinkan bagging dilakukan oleh dua penolong untuk mencegah
kebocoran, seorang penolong mempertahankan sungkup dan kepala pasien, dan
yang lainnya melakukan pemijatan bagging.
Masalah kebocoran dan kesulitan mencapai volume tidal yang cukup tidak akan
terjadi jika dipasang ETT, LMA, atau Combitube.
Gambar 4
Sungkup Muka (pocket facemask)
Gambar 5
Tehnik Bagging dan Penekanan Krikoid (Sellick maneuver)
36
Keuntungan :
Terpeliharanya jalan napas
Dapat memberikan oksigen dengan konsentrasi tinggi
Menjamin tercapainya volume tidal yang diinginkan
Mencegah terjadinya aspirasi
Mempermudah penghisapan lendir di trakea
Merupakan jalur masuk beberapa obat obat resusitasi
Karena kesalahan letak pipa endotrakeal dapat menyebabkan kematian maka
tindakana ini sebaiknya dilakukan oleh penolong yang terlatih
Indikasi pemasangan :
Henti jantung
Pasien sadar yang tidak mampu bernapas dengan baik (edema paru, Guillan-Bare
syndrom, sumbatan jalan napas)
Perlindungan jalan napas tidak memadai (koma, arefleksi)
Penolong tidak mampu memberi bantuan napas dengan cara konvensional
Tekhnik pemasangan
Cek alat alat yang diperlukan dan pilih ETT sesuai ukuran
Lakukan hiperventilasi minimal 30 detik sambil dilakukan sellick manuever
Beri pelumas pada ujung ETTsampai daerah cuff
Letakkan bantal setinggi 10 cm di oksiput dan pertahankan kepala tetap
ekstensi
Bila perlu lakukan penghisapan lendir pada mulut dan faring
Buka mulut dengan cara cross finger dan tangan kiri memegang laringoskop
Masukan bilah laringoskop menelusuri mulut sebelah kanan, sisihkan lidah ke
kiri. Masukan bilah sampai sampai mencapai dasar lidah, perhatikan agar lidah
atau bibir tidak terjepit diantara bilah dan gigi pasien
Angkat laringoskop ke atas dan ke depan dengan kemiringan 30 – 400, jangan
sampai menggunakan gigi sebagai titik tumpu
Bila pita suara sudah terlihat, masukan ETT sambil memperhatikan bagian
proksimal dari cuff ETT melewati pita suara 1 – 2 cm atau pada orang dewasa
kedalaman ETT 19 – 23 cm
Waktu untuk intubasi tidak boleh lebih dari 30 detik
37
Lakukan ventilasi dengan menggunakan bagging dan lakukan auskultasi pertama
pada lambung kemudian pada paru kanan dan kiri sambil memperhatikan
pengembangan dada
Bila terdengar suara gargling pada lambung dan dada tidak mengembang,
lepaskan ETT dan lakukan hiperventilasi ulang selama 30 detik kemudian
lakukan intubasi kembali
Kembangkan balon cuff dengan menggunakan spuit 20 atau 10 cc dengan volume
secukupnya sampai tidak terdengar lagi suara kebocoran di mulut pasien saat
dilakukan ventilasi
Lakukan fiksasi ETT dengan plester agar tidak terdorong atau tercabut
Pasang orofaring untuk mencegah pasien menggigit ETT jika mulai sadar
Lakukan ventilasi terus dengan oksigen 100 % (aliran 10 – 12 liter/menit)
Gambar 6
Pipa endotrakheal dan letaknya dalam trakhea
Gambar 7
Letak Laringoskop selama intubasi dan jenis blade
38
Penekanan krikoid (Sellick Manuever)
Perasat ini dikerjakan saat intubasi untuk mencegah distensi lambung, regurgitasi isi
lambung dan membantu dalam proses intubasi. Perasat ini dipertahankan sampai
balon ETT sudah dikembangkan.
39
Penanganan jalan napas pada pasien trauma
Gerakan kepala dan leher yang berlebihan pada pasien cedera leher dapat
menyebabkan cedera yang lebih hebat. Pasien trauma muka, multiple dan kepala
harus dianggap disertai dengan cedera leher.
Kekurangan LMA adalah tidak dapat melindungi kemungkinan aspirasi sebaik ETT.
Gambar 8
Laringeal Mask Airway
40
Combitube
Alat ini merupakan gabungan ETT dengan obturator oesophageal. Pada alat ini
terdapat 2 daerah berlubang, satu lubang di distal dan beberapa lubang ditengah,
lubang lubang ini dihubungkan melalui 2 saluran yang terpisah dengan 2 lubang di
proksimal yang merupakan interface untuk alat bantu napas. Selain itu terdapat 2
buah balon, satu proksimal dari lubang distal dan satu proksimal dari deretan lubang
di tengah. Ventilasi melalui trakhea dapat dilakukan melalui lubang distal (ETT) dan
tengah (obtutator). Alat ini dimasukan tanpa laringoskopi, dari penelitian dengan cara
memasukan seperti ini 80 % kemungkinana masuk ke eosophagus. Setelah alat ini
masuk kedua balon dikembangkan dan dilakukan pemompaan, mula mula pada
obturator seraya dilakukan inspeksi dan auskultasi apabila ternyata dari pengamatan
ini tidak tampak adanya ventilasi paru pemompaan dipindahkan pada ETT dan
lakukan kembali pemeriksaan klinis. Kinerja ventilasi, oksigenasi dan perlindungan
terhadap aspirasi alat ini sepadan dengan ETT dengan keunggulan lebih mudah
dipasang dibanding ETT.
Gambar 9
Combitube
Krikotiroidektomi
Tindakanan ini dilakukan untuk membuka jalan napas sementara dengan cepat,
apabila cara lain sulit dilakukan. Pada tehnik ini membran krikotiroid disayat kecil
vertikal, dilebarkan dan dimasukan ETT.
Trakheostomi
Tekhnik ini bukan pilihan pada keadaan darurat (life saving). Tindakan ini sebaiknya
dilakukan di kamar bedah oleh seorang yang ahli. Ada dua jenis yang biasa dipakai :
Penghisap faring yang kaku, pada alat ini diperlukan tekanan negatif yang rendah
sekali.
Penghisap trakheobronkhial yang lentur, alat ini mempunyai syarat :
o Ujung harus tumpul dan sebaiknya memiliki lubang di ujung dan di
samping
o Lebih panjang dari ETT
o Licin
o Steril dan sekali pakai
41
Cara melakukan penghisapan lendir:
Lakukan hiperventilasi dengan FiO2 100 % selama 15 – 30 detik
Gunakan kateter trakheobronkhial dengan diameter tidak lebih dari ⅓ diameter
dalam ETT
Lama penghisapan tidak lebih dari 10 detik
Bila setelah penghisapan selama 10 detik ternyata masih belum bersih maka dapat
dilakukan pengisapan kembali, diantara pengisapan harus diselingi dengan
ventilasi seperti diatas.
Setelah selesai pengisapan lakukan hiperventilasi dengan FiO2 100 % selama 15 –
30 detik
42
RJP
PUTUSKAN INTUBASI
(A SEKUNDER)
RJP dan
PERSIAPAN ALAT
RJP dan
HIPERVENTILASI SELLICK MANUVER
( 02 100% dgn RR tinggi)
30 detik
RJP berhenti
POSISI KEPALA
(GANJAL KEPALA + EKSTENSI)
LARINGOSKOP
INTUBASI
30 detik
GAGAL
BERHASIL BAGGING 1 KALI
AUSKULTASI PADA EPIGASTRIUM
43
TERAPI OKSIGEN
Terapi oksigen adalah memberikan aliran gas lebih dari 20 % pada tekanan 1 atmosfir
sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam darah
Tujuan :
Mempertahan oksigen jaringan yang adekuat
Menurunkan kerja napas
Menurunkan kerja jantung
Indikasi :
Penurunan PaO2
Keadaan lain seperti; gagal napas akut, syok, keracunan CO
Pemberian oksigen selalu tepat untuk pasien dengan gangguan sirkulasi atau napas
akut dengan ketentuan sebagai berikut:
Tanpa gangguan napas oksigen diberikan 2 liter/menit melalui kanul binasal.
Dengan gangguan napas sedang oksigen diberikan 5-6 liter/menit melalui kanul
binasal.
Dengan gangguan napas berat, gagal jantung, henti jantung, gunakan sistem yang
dapat memberikan oksigen 100 %.
Pada pasien dimana rangsang napas tergantung pada keadaan hipoksia (mis.
Asma) berikan oksigen kurang dari 50% dan awasi ketat.
Atur kadar oksigen berdasarkan kadar gas darah (PaO2) atau saturasi (SaO2)
Dalam keadaan darurat gunakan alat bantu napas yang lebih canggih (mis.
bagging), lakukan intubasi dan berikan oksigen 100%.
Persiapan alat :
1. Sumber oksigen (tabung atau sumber oksigen sentral)
2. Tabung pelembab (humidifier).
3. Pengukur aliran oksigen (flow meter)
4. Alat pemberian oksigen (tergantung metoda yang dipakai)
44
Kanul binasal
Paling sering digunakan untuk pemberian oksigen, memberikan FiO2 24-44% dengan
aliran 1-6 liter/menit. Merupakan alat dengan aliran rendah dan konsentrasi rendah (
low flow low concentration ), kadar yang dihasilkan tergantung pada besarnya aliran
dan volume tidal napas pasien. Kadar oksigen bertambah 4 % untuk setiap tambahan
1 liter/menit oksigen, misalnya aliran 1 liter/menit = 24 %, 2 liter/menit = 28 % dan
seterusnya dengan maksimal 6 liter/menit.
Keuntungan :
Pemberian oksigen stabil dengan volume tidal dan laju napas teratur
Baik diberikan dalam jangka waktu lama
Pasien dapat bergerak bebas, makan, minum dan bicara
Efisien dan nyaman untuk pasien
Kerugian :
Dapat menyebabkan iritasi pada hidung, bagian belakang telinga tempat tali
binasal
FiO2 akan berkurang apabila pasien bernapas dengan mulut
Aliran yang diberikan 6-10 liter/menit dengan konsentrasi oksigen mencapai 60%.
Merupakan sistem aliran rendah dengan hidung, nasofaring dan orofaring sebagai
penyimpan anatomik.
Aliran yang diberikan 6-10 liter/menit dengan konsentrasi oksigen mencapai 80%.
Udara inspirasi sebagian bercampur dengan udara ekspirasi sepertiga bagian volume
ekshalasi masuk ke kantong, dua pertiga bagian bagian volume ekshalasi melewati
lubang-lubang pada bagian samping.
Aliran yang diberikan 8-12 liter/menit dengan konsentrasi oksigen mencapai 100%.
Udara inspirasi tidak bercampur dengan udara ekspirasi dan tidak dipengaruhi oleh
udara luar.
45
Sungkup Venturi
Kanul binasal
Tabung Pelembab
Tabung Oksigen
Sungkup rebreathing
Sungkup nonrebreathing
Sungkup Venturi
46
ALGORITME UMUM
Korban tidak sadar
Kemungkinan henti
jantung
Kaji respon
pasien/korban
Tidak respon
Lanjutkan RJP
Kaji Irama
47
Penatalaksanaan Algoritme Umum
Algoritme ini merupakan dasar dari semua tindakan penanganan pada algoritme lain
seperti pada penanganan fibrilasi ventrikel, PEA, Asistol dan lain lain
ABCD survey primer dan sekunder sangat berhubungan erat dengan algoritme ini.
Langkah langkah dalam ABCD primer maupun sekunder bagi sebagian orang
mungkin mudah untuk dimengerti tetapi sebagian lagi mungkin sulit untuk
dimengerti. Pada pronsipnya langkah langkah ini harus dikuasai oleh setiap penolong.
ABCD Primer
Langkah yang pertama kali harus dilakukan pada semua keadaan gawat darurat
adalah memeriksa kesadaran pasien kemudian jika pasien tidak sadar segera
mengaktifkan sistem emergensi atau meminta bantuan. Akan tetapi jika pasien
sadar, pemeriksaaan terhadap tanda tanda vital harus segera dilakukan dan pasien
ditangani sesuai dengan masalahg yang dihadapinya.
Langkah selanjutnya jika kondisi pasien tidak sadar adlah membuka jalan napas
kemudian memeriksa pernapasan dan jika tidak bernapas segera berikan bantuan
napas sebanyak 2 kali. Jika pasien bernapas pertahankan jalan napas dan atur
posisi pasien jika tidak ada trauma
Kemungkinan lain yang dapat terjadi adalah pasien hanya mengalami henti napas
(jantung masih berdenyut), maka tindakan yang harus dilakukan adalah
memberikan napas buatan 12 – 15 kali/menit.
Pada pasien yang telah dilakukan resusitasi jika diketahui terdapat fibrilasi
ventrikel atau takikardi ventrikel tanpa nadi maka segera lakukan defibrilasi.
Untuk penjelasan penanganan VF/VT tanpa nadi lihat algoritme VF/VT tanpa
nadi
ABCD Sekunder
Jika tidak terdapat VF/VT tanpa nadi maka tindakan berikutnya yaitu melakukan
pemasangan pipa endotrakheal (Airway), memastikan letak ETT (Airway),
memeriksa pengembangan dada dan ventilasi yang adekuat (Breathing),
memastikan irama EKG (Circulation), dan mencari faktor penyebab (Differential
Diagnosis). Memastikan gambaran EKG menjadi prioritas daripada menentukan
penyebab, hal ini mudah di mengerti karena dalam keadaan darurat sangat sulit
bagi penolong untuk mengetahui penyebabnya, akan tetapi mencari faktor
penyebab harus tetap dipikirkan, sementara tindakan yang lebih prioritas
dikerjakan. Penolong harus tetap menangani pasien secara menyeluruh tidak
hanya memperhatikan gambaran EKG pada monitor.
48
Gambaran lurus pada monitor mempunyai beberapa kemungkinan seperti
elektroda lepas, kabel EKG tidak terhubung dengan monitor, aliran listrik
terputus, signal terlalu rendah, VF yang halus sekali atau benar-benar asistol.
Langkah yang harus dikerjakan pada keadaan ini adalah memperbaiki elektroda,
memastikan gambaran di sandapan lain, atau pemantauan dilakukan dengan
menggunakan paddle defibrilator maka atur aksis paddle pada posisi 90 derajat.
Jika gambaran benar asistol penanganannya sesuai dengan algoritme asistol.
Apabila pada monitor terlihat gambaran aktifitas listrik jantung maka segera
lakukan pemeriksaan nadi karotis jika tidak teraba keadaan ini termasuk kedalam
PEA (Pulseless Electrical Activity). Untuk penangannya lihat algoritme PEA.
49
ALGORITME VF/VT TANPA NADI
SURVEY ABCD PRIMER
Fokus : RJP dan defibrilasi
* Cek kesadaran
* Aktifkan sistem
* Panggil untuk defibrilator
VF/VT menetap/berulang
Lakukan defibrilasi 1 kali 360 joule dalam waktu 30-60 detik setelah obat
Pertimbangkan Antiaritmia
Amiodaron (IIb), Lidokain (Indeterminate)
Magnesium Sulfat (IIb), jika ada riwayat Hipomagnesemia
Prokainamide (IIb untuk VF/VT tanpa nadi menetap)
Pertimbangkan pemberian Bikarbonat Natrikus
Lakukan defibrilasi 1 kali 360 joule dalam waktu 30-60 detik setelah obat
50
Penatalaksanaan VF/VT tanpa nadi
Menyakinkan bahwa gambar yang terdapat pada monitor sesuai dengan kondisi
pasien dengan cara memeriksa jalan napas, pernapasan dan sirkulasi (A,B,C). Jika
ternyata sesuai dengan kondisi klinis pasien maka segera lakukan defibrilasi jika
defibrilator tersedia, tetapi apabila defibrilator tidak tersedia segera lakukan RJP
sampai defibrilator tersebut siap digunakan.
Defibrilasi dilakukan tiga kali secara berurutan pada VF yang menetap. Adapun
tujuan defibrilasi adalah mebuat jantung menjadi asistol sesaat tetapi memberikan
kesempatan kepada jantung untuk berdepolarisasi dan mengaktifkan pacu jantung
alami yang berada di dalam jantung.
Penelitian telah membuktikan bahwa tindakan defibrilasi dini memberikan hasil yang
lebih baik daripada menunda defibrilasi untuk pemberian obat-obatan. Penolong tidak
perlu melakukan RJP pada saat mengisi ulang energi dan memeriksa ulang irama
jantung kecuali jika terjadi kerusakan pada defibrilator. Pada saat melakukan
defibrilasi tiga kali berturut turut, memeriksa nadi tidak perlu dilakukan jika
gambaran irama jantung masih VF/VT tanpa nadi. Jika tindakan defibrilasi pertama
tidak berhasil maka segera lakukan pengisisan energi selanjutnya dan defibrilasi
kedua harus segera dilakukan. Perhatikan irama pada monitor untuk mengetahui
VF/VT tanpa nadi yang menentap. Jika pada monitor tidak tampak irama VF/VT
maka defibrilasi tidak dilanjutkan dan segera lakukan pengecekan nadi.
Setelah defibrilasi dilakukan tiga kali dan ternyata gambaran irama jantung masih
tetap menunjukan VF/VT tanpa nadi maka tindakan selanjutnya yang harus dilakukan
adalah melanjutkan RJP, intubasi dan pemasangan jalur intra vena. Pada algoritme
diperlihatkan tindakan dilakukan secara berurutan akan tetapi pada prakteknya
penolong harus tetap memutuskan tindakan mana yang harus diprioritaskan
berdasarkan prioritas masalah.
Obat obat yang diberikan pada VF/VT tnpa nadi adlah sebagai berikut :
Adrenalin/Efineprin
Adrenalin 1 mg secara bolus melalui intra vena dan pemberian dapat diulang tiap 3 –
5 menit dengandosis 1 mg. Efek adrenalin pada henti jantung adalah merangsang
reseptor adrenergik yang menghasilkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer dan
menyebabkan perbedaan tekanan antara perifer dengan sentral sehingga hasil yang
diharapkan adalah meningkatnya aliran ke pembuluh darah koroner dan serebral.
Setelah 30 – 60 detik dari setiap pemberian obat pada VF/VT tanpa nadi maka harus
dilakukan defibrilasi satu kali dengan energi 360 Joule.
Vasopressin
Vassopressin merupakan pilihan lain dari adrenalin, diberikan sebagai dosisi tunggal
40 unit. Apabila pemberian vasopressin tidak berhasil setelah 5 – 10 menit maka
dapat diberikan adrenalin.
51
Obat obat antiaritmia :
Amiodaron
Amiodaron merupakan anti aritmia pilihan pertama pada VF/VT tanpa nadi. Dosis
pertama adalah 300 mg diencerkan menjadi 20 – 30 cc dengan cairan NaCl 0,9 % atau
dekstrose, diberikan secara bolus melalui intra vena. Dosis ulangan adalah 150 mg
diberikan setelah 3 – 5 meniT. Dosis maksimal adalah 2,2 gram dalam 24 jam.
Lidokain
Lidokain merupakan obat pilihan kedua setelah amiodaron. Lidokain diberikan pada
VF/VT tanpa nadi setelah adrenalin dan defibrilasi tidak berhasil mengatasi VF/VT
tanpa nadi. Dosis lidokain pada VF/VT tanpa nadi adalah 1,0 – 1,5 mg/kgBB secara
bolus melalui intra vena. Pemberian dapat diulang setiap 3 – 5 menit dengan dosis 0,5
– 0,75 mg/kgBB sampai dosis maksimal 3 mg/kgBB. Lidokain pada keadaan henti
jantung hanya diberikan melalui intra vena.
Prokainamid
Anti aritmia lain yang dapat diberikan pada VF/VT tanpa nadi yang berulang-ulang
atau menetap dengan dosis 50 mg/menit sampai dosis maksimal 17 mg/kg BB.
Magnesium Sulfat
Magnesium sulfat adalah anti aritmia yang diberikan pada pasien infark miokard
untuk mencegah terjadinya VF/VT tanpa nadi. Pada VF/VT tanpa nadi magnesium
sulfat diberikan jika diketahui adanya riwayat kekurangan magnesium atau terlihat
adanya gambaran torsade de pointes dengan dosis 1– 2 gram diencerkan dalam 10 cc
dekstrose.
Sodium Bikarbonat
Pemberian Sodium bikarbonat masih menjadi bahan perdebatan di antara pakar-pakar
dibidang kedokteran. Sebagain pakar merekomendasikan pemberian sodium
bikarbonat pada keadaan henti jantung, tetapi sebagain lagi menghindarinya. Pada
prinsipnya pemberian sodium bikarbonat harus berdasarkan pertimbangan-
pertimbangan yang jelas, seperti penjelasan berikut ini :
Sodium bikarbonat dengan dosis 1 mEq/kg BB menjadi klas I apabila pasien
diketahui mempunyai riwayat hiperkalemia. Hal ini adalah salah satu contoh dari
pengertian D – differential diagnosis pada ABCD sekunder. Jika pasien
mengalami henti jantung disebabkan oleh hiperkalemi maka sodium bikarbonat
dapat segera diberikan.
Sodium bikarbonat menjadi klas II a pada keadaan :
Pasien yang diduga mengalami asidosis metabolik yang disebabkan
kehilangan sodium bikarbonat melalui saluran pencernaan dan ginjal.
Untuk membuat alkalis pada pasien dengan kelebihan trisiklik dan obat-obat
anti depresi seperti phenobarbital.
Sodium bikarbonat termasuk klas II b pada :
Pada pasien yang mengalami henti jantung lama dan sudah terintubasi.
Pada henti jantung lama dan berhasil kembali kepada sirkulasi spontan.
Sodium bikarbonat termasuk klas III artinya tidak boleh diberikan jika pasien
mengalami hypoxiclactic acidosis.
Jika VF/VT tanpa nadi sudah dapat diatasi dan pasien kembali pada sirkulasi spontan
maka anti anti aritmia harus terus diberikan dosis pemeliharaan untuk mencegah
terjadinya VF/VT tanda nadi berulang. Apabila VF/VT tanpa nadi dapat diatasi hanya
52
dengan tindakan defibrilasi dan pasien berhasil kembali pada sirkulasi spontan, maka
anti aritmia dapat diberikan secara bolus dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan.
Algoritme VF/VT tanpa nadi untuk pasien dewasa sangat penting untuk dipelajari
karena umumnya henti jantung pada orang dewasa disebabkan oleh VF/VT tanda nadi
dan sebagian besar dapat diselamatkan jika diberikan bantuan secara cepat dan benar.
Penatalaksanaan VF/VT tanpa nadi sangat sederhana yaitu defibrilasi, pertahankan
jalan napas dan berikan bantuan napas. Obat-obatan diberikan sebagai jembatan untuk
melakukan defibrilasi.
53
ALGORITME PEA
Pulseless Electrical Activity
( PEA = Irama di monitor ( + ), nadi tidak teraba )
Epineprin 1 mg IV bolus
Ulang 3 – 5 menit
54
Penatalaksanaan PEA
PEA adalah suatu keadaan yang menunjukkan adanya gambaran irama jantung pada
monitor akan tetapi nadi tidak teraba. Hal ini menunjukkan bahwa terdapatnya
depolarisasi listrik pada otot jantung akan tetapi tidak diikuti oleh pemendekkan otot
miokardium sehingga jantung tidak berkontraksi untuk memompakan darah keseluruh
tubuh
Dalam hal ini gangguan irama yang timbul dapat berupa aritmia dengan gelombang
QRS lebar atau sempit. Pada prinsipnya gambaran irama jantung tampak pada
monitor tetapi nadi pasien tidak teraba, keadaan inilah yang disebut dengan PEA
kecuali VF dan VT.
Prinsip penanganan PEA adalah segera lakukan RJP, berikan bantuan ventilasi dan
sirkulasi serta segera atasi penyebab terjadinya PEA.
Hipovolemia adalah salah satu contoh penyebab PEA yang paling sering ditemukan.
Penanganan terhadap penyebab dan tindakan yang tepat dapat mengembalikan pasien
pada sirkulasi spontan.
Obat-obatan yang dapat diberikan pada PEA adalah adrenalin, sulfas atropin (jika
frekuensi irama kurang dari 60 kali/menit) dan sodium bikarbonat. Tatacara
pemberian obat-obatan sama dengan pada penanganan VF/VT tanpa nadi.
55
Penyebab PEA
56
ALGORITME ASISTOL
Epineprin 1 mg IV bolus
Ulang 3 – 5 menit
Atropin 1 mg IV
Ulang 3 – 5 menit sampai dosis maksimal 0,04 mg/kg BB
57
Penatalaksanaan asistol
Kunci keberhasilan penanganan asistol terletak pada bagaimana penolong
menentukan secara cepat dan agresif untuk mengatasi faktor penyebab terjadinya
asistol.
Penatalaksanaan asistol meliputi RJP, intubasi, adrenalin dan atropin. Pada dasarnya
penanganan asistol hampir sama dengan penanganan PEA. Perbedaanya pada
pemberian atropin yang diberikan secara rutin pada asistol jika pemberian adrenalin
tidak berhasil, sedangkan pada PEA atropin hanya diberikan jika frekuensi irama
kurang dari 60 kali/menit.
Memeriksa gambaran irama jantung di lebih dari satu sandapan harus dilakukan untuk
meyakinkan bahwa gambaran memang betul asistol. Hal ini dilakukan untuk
membedakan asistol dengan fibrilasi ventrikel yang halus atau sebab-sebab lain.
Asistol mengambarkan bahwa aktivitas listrik sudah tidak ada. Usaha resusitasi dapat
diakhiri jika pasien sudah mendapatkan penanganan yang tepat seperti intubasi,
pemasangan jalur intravena dan pemberian obat-obatan sudah mencapai maksimal.
58
ALGORITME BRADIKARDI
BRADIKARDI
• Denyut Jantung < 60 x/mnt
• Relatif Bradikardi
Tidak Ya
AV Blok derajat II tipe 2, atau Urutan intervensi :
AV Blok derajat III Atropin 0,5-1 mg bolus
TCP, jika memungkinkan
Dopamin 5-20 g/kg BB/mnt
Adrenalin 2-10 g/mnt
Tidak Ya
59
Penatalaksanaan bradikardi
Bradikardia adalah jika frekuensi nadi kurang dari 60 kali/menit. Bradikardi relatif
adalah frekuensi nadi sekitar 65 kali/menit disertai dengan hemodinamik yang tidak
stabil.
Bradikardi serius
Penanganan harus sesuai dengan kondisi pasien. Pada algoritme bradikardi
digambarkan bahwa tindakan dan pengobatan yang dilakukan secara berurutan,
pada prakteknya tindakan tersebut dilaksanakan harus sesuai dengan kondisi
pasien. Adapun tindakan yang berurutan tersebut adalah pemasanganan pacu
jantung transkutan, pemasangan jalur intra vena, pemberian atropin dan titrasi
adrenalin.
Dosis atropin yang diberikan adalah 0,5-1 mg dan dapat diulang 3-5 menit sampai
total dosis atropin 0,04 mg/kg BB.
Dopamin dengan dosis 2–20 g/kg BB/menit diberikan pada pasien dengan
bradikardi yang sangat serius. Dopamin dapat meningkatkan tekanan darah
dengan cepat.
Adrenalin diberikan dengan cara titrasi 2-10 g/menit diberikan pada bradikardi
yang serius apabila dopamin tidak tersedia.
Hal yang harus diperhatikan pada bradikardi dengan gejala yang serius adalah
kemungkinan gejala yang timbul bukan disebabkan oleh bradikardi tersebut
mungkin didisebabkan oleh penyakit lain misalnya infark miokard atau
hipovolemik.
60
ALGORITME TAKIKARDI
Evaluasi pasien
Apakah pasien stabil atau tidak stabil ?
Adakah keluhan/gejala serius ?
Apakah keluhan/gejala disebabkan oleh takikardi
?
STABIL :Tak ada keluhan/gejala serius TAK STABIL : Ada keluhan/gejala serius
Penilaian awal mengidentifikasi 1dari 4 jenis Pastikan keluhan/gejala oleh karena Takikardia
takikardi Keluhan/gejala serius jarang pada HR < 150/men
61
Penatalaksanaan Takikardi
Prinsip penatalaksanaan takikardi adalah menentukkan apakah takikadi tersebut stabil
atau tidak. Selain itu sebelim melakukan tindakan sesuai dengan algoritme perlu
diketahui dan diatasi terlebih dahulu faktor yang menyebabkan timbulnya takikardi.
Takikardi Stabil
Fibrilasi Atrium dan Flutter atrium
Kedua gangguan irama ini jika tidak disertai gejala yang serius tidak memerlukan
pengobatan obsevasi adalah tindakan yang paling tepat akan tetapi harus
dipertimbangkan faktor penyebab dari kedua aritmia tersebut. Faktor penyebab
fibrilasi/flutter atrium adalah infark miokard akut, hipoksia, emboli paru, gangguan
keseimbangan elektrolit dan kelebihan obat-obatan seperti quinidin dan digoxin.
Perlu diperhatikan khusus pada fibrilasi/flutter atrium dengan respon ventrikel yang
cepat walaupun tidak disertai gangguan hemodinamik. Prioritas utama pada kondisi
seperti ini adalah menurunkan frekuensi nadi bukan merubah irama menjadi irama
sinus. Kardioversi dilakukan apabila obat-obatan gagal mengatasi aritmia tersebut.
Obat yang direkomendasikan adalah amiodaron, beta blocker, verapamil, digoxin dan
antikoagulan.
62
Ventrikel Takikardi
Monomorfik
Pengobatan pada monomorfik VT yaitu :
Amiodaron 150 mg bolus melalui intra vena diberikan selama 10 menit. Bila
tidak berhasil dilanjutkan dengan pemberian amiodaron dosis pemeliharaan
360 mg/6 jam pertama kemudian 540 mg/18 jam berikutnya. Dosis
maksimual kumulatif adalah 2,2 gr/24 jam termasuk yang diberikan pada saat
tindakan resusitasi.
Lidokain merupakan obat pilihan lain selain amiodaron atau jika amiodaron
tidak tersedia. Dosis lidokain adalah 0,5-0,75 mg/kg BB diberikan bolus intra
vena, dapat diulang 5-10 menit sampai dosis maksimal 3 mg/kg BB, dosis
pemeliharaan adalah 1-4 mg/menit.
Kardioversi adalah tindakan berikutnya jika obat-obatan gagal mengatasi
takikardi ventrikel. Energi awal yaitu 100 joule.
Polimorfik
Jika terdapat perpanjangan QT interval tindakan yang harus dilakukan adalah
mengoreksi kelainan elektrolit. Obat pilihan adalah magnesium sulfat. Kardioversi
merupakan tindakan berikutnya jika obat-obatan gagal mengatasi takikardi
ventrikel.
63
SVT
Manuver vagal
Adenosin
EF normal Amiodaron
Blocker
Ca Antagonis
Takikardi Junctional
Prioritas
Ca Antagonis
EF normal
Blocker
Digoxin
Kardioversi
Pertimbangkan Amiodaron, Sotalol
PSVT
Ca Antagonis
EF normal Blocker
Amiodaron
Multifokal Atrial
Tachycardia
64
Ventrikel Takikardi
VT Monomorfik VT polimorfik
Ggn fungsi jantung ? QT interval memanjang ?
EF n EF
Ggn
fungsi
jantung
Amiodaron
150 mg IV selama 10 menit
Lidokain
0,5-0,75 mg/kg IV bolus
Kemudian
KARDIOVERSI
65
Algoritme Takikardi Tak Stabil: Kardioversi Listrik
Takikardia
Dengan keluhan dan gejala serius
berhubungan dengan takikardi
Kardioversi sinkronisasi
- Ventrikuler Takikardi
- Paroksismal SVT 100, 200, 300,
- Atrial Fibrilasi 360 J dosis
- Atrial Flutter
66
Takikardi dengan QRS >
Terapi sesuai VT
Terapi sesuai SVT
EF n EF
Kardioversi
Prokainamide Kardioversi
Amiodaron 150 mg Amiodaron 150 mg
67
TABEL PENANGANAN FIBRILASI/FLUTTER ATRIAL
68
Atrial fibrilasi/ Kontrol Nadi Konversi irama
flutter dengan :
Jantung normal
Fungsi jantung Gangguan fung-
Jantung baik si jantung EF < Lamanya < 48 jam Lamanya > 48 jam
terganggu 40 % atau gagal atau tak diketahui
WPW jantung konges-
tif
69
PENATALAKSANAAN PASKA RESUSITASI
JANTUNG PARU
Perawatan paska resusitasi dilakukan segera setelah pasien kembali pada sirkulasi
spontan sampai pasien dipindahkan ke unit perawatan intensif. Perawatan yang efektif
pada periode ini akan memberikan hasil yang memuaskan terutama untuk perbaikan
pada fungsi serebral.
70
STRUKTUR DAN FUNGSI
SISTEM KARDIOVASKULER
PENDAHULUAN
Jantung terletak di dalam rongga mediastinum dari rongga dada (toraks), diantara
kedua paru. Selaput yang membungkus jantung disebut perikardium, yang terdiri atas
2 lapisan :
Perikardium Fibrosa, yaitu lapisan luar yang melekat pada tulang dada, diafragma
dan pleura.
Perikardium Serosa, yaitu lapisan dalam dari perikardium, terdiri dari dua lapisan
yaitu :
o Lapisan Parietalis, yaitu lapisan yang melekat pada Perikardium Fibrosa.
o Lapisan Viseralis, yaitu lapisan yang melekat pada jantung yang juga disebut
Epikardium.
Diantara kedua lapisan tersebut terdapat rongga yang disebut dengan Rongga
Perikardium yang berisi sedikit cairan pelumas yang berfungsi mengurangi gesekan
yang timbul akibat gerak jantung saat memompa, cairan ini disebut cairan
pericardium
STRUKTUR JANTUNG
Dinding jantung terdiri dari 3 lapisan, yakni :
1. Lapisan luar disebut epikardium atau pericardium viseralis.
2. Lapisan tengah merupakan lapisan berotot, disebut miokardium
3. Lapisan dalam disebut endokardium
Kedua atrium tersebut dipisahkan oleh sekat, yang disebut septum inter atrium
2. Ventrikel
Permukaan dalarn, ventrikel memperlihatkan alur-alur otot yang disebut
trabekula. Beberapa alur tampak menonjol, yang disebut muskulus papilaris.
Ujung muskulus papilaris dihubungkan dengan tepi daun katup
atrioventrikuler oleh serat-serat yang disebut korda tendine.
a. Ventrikel kanan menerima darah dari atrium kanan dan dipompakan ke paru-
paru melalui arteri pulmonalis
71
b. Ventrikel kiri menerima darah dari atrium kiri dan dipompakan ke seluruh
tubuh melalui aorta
Kedua ventrikel ini dipisahkan oleh sekat yang disebut septum interventrikel
Katup-katup jantung
1. Katup atrioventrikuler
Oleh karena letaknya antara atrium dan ventrikel, maka disebut katup
atrioventrikuler. Katup yang terletak diantara atrium kanan dan ventrikel kanan
mempunyai tiga buah daun katup, disebut katup tricuspid. Sedangkan katup yang
letaknya diantara. atrium kiri dan ventrikel kiri mempunyai dua buah daun katup,
disebut katup mitral. Katup atrioventrikuler memungkinkan darah mengalir dari
masing-masing atrium ke ventrikel pada fase diastole ventrikel, dan mencegah
aliran balik pada saat sistol ventrikel (kontraksi)
2. Katup semilunar
Katup pulmonal terletak pada arteri pulmonalis, memisahkan pernbuluh ini dari
ventrikel kanan
Katup aorta terletak antara ventrikel kiri dan aorta
Kedua katup semilunar ini mempunyai bentuk yang sama, terdiri dari tiga daun
katup yang simetris disertai penonjolan menyerupai corong yang dikaitkan dengan
sebuah cincin serabut. Adanya katup semilunar memungkinkan darah mengalir
dari masing-masing ventrikel ke arteri pulmonalis atau aorta selarna sistol
ventrikel, dan mencegah aliran balik waktu diastole ventrikel.
Di sebelah atas daun katup aorta terdapat tiga penonjolan dinding aorta, yang
disebut Sinus Valsava. Muara arteri koronaria terletak pada tonjolan tonjolan ini.
Sinus-sinus tersebut berfungsi melindungi muara koroner dari penyumbatan oleh
daun katup pada waktu aorta terbuka
Arteri koroner
Arteri koroner adalah cabang pertama dari sirkulasi sistemik. Sirkulasi koroner terdiri
dari : arteri koroner kanan dan arteri koroner kiri.
Arteri koroner kiri (Left Main Coronary Artery – LMCA) mempunyai 2 cabang
besar, yaitu : ramus desenden anterior (Left Anterior Descendence - LAD) dan ramus
sirkumpleks (Left Circumplex - LCx). Arteri ini melingkari jantung dalam dua lekuk
anatomis eksternal, yaitu : sulkus atrioventrikuler yang melingkari jantung diantara
atrium dan ventrikel, dan sulkus interventrikuler yang memisahkan kedua ventrikel.
Perternuan kedua lekuk ini dibagian permukaan posterior jantung merupakan suatu
bagian yang kritis dipandang dari sudut anatomis. Tempat ini dikenal dengan sebutan
kruks jantung, dan merupakan salah satu bagian terpenting dari jantung. Nodus atrio
ventrikuler (Atrio Ventricular Node - AVN) berlokasi pada titik pertemuan ini, dan
pembuluh darah yang melewati kruks tersebut merupakan pembuluh yang memasok
72
nutrisi untuk AVN. Arteri koronaria kiri bercabang segera sesudah meninggalkan
pangkalnya di aorta.
Ramus sirkumpleks berjalan disisi kiri jantung di sulkus atrioventrikuler kiri.
Perjalanan secara berkeliling ini sesuai dengan sebutan dan fungsinya sebagai pem-
buluh darah sirkumpleks.
Demikian juga dengan sebutan Ramus desendens anterior, yang menyatakan jalan
anatomis dari cabang arteri tersebut.
Arteri tersebut terdapat disebelah depan kiri dan turun ke bagian bawah permukaan
jantung melalui sulkus interventrikular sebelah depan, kemudian melintasi apeks
jantung berbalik arah dan terus mengarah keatas sepanjang permukaan bawah dari
sulkus interventrikuler untuk bersatu di bagian distal dengan cabang arteri koroner
kanan. Jalur-jalur anatomis ini mengliasilkan suatu hubungan antara arteri koroner
dan penyediaan nutrisi ototiantung.
Istilah dominasi kanan dan dominasi kiri sebenarnya menggambarkan apakah arteri
koroner kanan atau kiri yang melewati kruks tersebut.
Arteri koroner kanan (Right Coronary Artery - RCA) berjalan ke sisi kanan jantung,
pada sulkus atrioventrikuler kanan. Pada dasarnya arteri koronaria kanan memberi
makan pada atrium kanan, ventrikel kanan dan dinding sebelah dalam dari ventrikel
kiri.
Meskipun nodus SA (Sino Atrial Node) letaknya di atrium kanan, tetapi hanya 55%
kebutuhan nutrisinya dipasok oleh arteri koronaria kanan, sedang 42% lainnya
dipasok oleh cabang arteri sirkumpleks kiri.
Nutrisi untuk nodus AV (Atrio ventrikular Node) dipasok oleh arteri yang melintasi
kruks, yakni 90% dari arteri koroner kanan dan 10% dari arteri sirkumpleks.
Vena Jantung
Distribusi vena koroner sesungguhnya paralel dengan distribusi arteri koroner.
Sistem vena jantung mempunyai tiga bagian yaitu :
1. Vena Tabesian, merupakan sistim terkecil yang menyalurkan sebagian darah dari
miokardium atrium kanan dan ventrikel kanan.
2. Vena Kardiaka anterior, mempunyai fungsi yang cukup berarti, mengosongkan
sebagian besar isi vena ventrikel langsung ke atrium kanan.
3. Sinus Koronarius dan cabangnya, merupakan sistim vena yang paling besar dan
paling penting, berfungsi menyalurkan pengembalian darah vena miokard ke
dalam atrium kanan melalui ostium sinus koronarius yang bermuara di samping
vena kava inferior.
73
Gambar 1.
Struktur jantung dilihat dari luar
depan
Gambar 2.
Struktur dalam jantung dilihat dari
depan
74
FUNGSI SISTEM KARDIOVASKULER
ARTERI
1. Arteri
Berfungsi untuk transportasi darah dengan tekanan yang tinggi ke jaringan-
jaringan. Karena itu sistim arteri mempunyai dinding yang kuat dan darah
mengalir dengan cepat menuju jaringan. Dinding aorta dan arteri relatif
mengandung banyak jaringan elastis. Dinding tersebut teregang pada waktu sistole
dan mengadakan rekoil pada saat diastole.
2. Arteriol
Adalah cabang-cabang paling ujung dari sistem arteri, berfungsi sebagai katup
pengontrol untuk mengatur aliran darah ke kapiler. Arteriol juga mempunyai
dinding yang kuat. Arteriol mampu berkonstriksi/menyempit secara komplit atau
dilatasi/melebar sampai beberapa kali ukuran normal, sehingga dapat mengatur
aliran darah ke kapiler.
Dinding arteriol mengandung sedikit jaringan elastis dan lebih banyak otot polos.
Otot polos ini dipersarafi oleh serabut saraf kolinergik yang fungsinya
vasodilatasi. Arteriol merupakan penentu utama resistensi/tahanan aliran darah,
perubahan kecil pada diameternya menyebabkan perubaban yang besar terhadap
resistensi perifer.
3. Kapiler
Berfungsi sebagai tempat pertukaran, cairan dan nutrisi antara darah dengan ruang
interstitial. Untuk peran ini kapiler dilengkapi dengan dinding yang sangat tipis
dan permeabel terhadap substansi-substansi bermolekul halus.
1. Vena
Berfungsi sebagai jalur transportasi darah dari jaringan kembali ke jantung.
Karena tekanan dalamn sistern vena rendah (0-5 mmHg), maka dinding vena tipis
namun berotot dan ini memungkinkan vena berkontraksi sehingga mempunyai
kernwnpuan untuk menyimpan atau menwnpung darah sesuai kebutuhan tubuh.
2. Venul
Dinding venul hanya sedikit lebih tebal daripada dinding kapiler. Venul berfungsi
menampung darah dari kapiler dan secara bertahap bergabung ke dalam vena yang
lebih besar.
75
Gambar 3.
Sistem Sirkulasi
Lingkaran sirkulasi dapat dibagi atas dua bagian besar yaitu Sirkulasi sistemik dan
Sirkulasi pulmonal.
Sirkulasi Sistemik:
1. Mengalirkan darah ke berbagai organ.
2. Memenuhi kebutuhan organ yang berbeda.
3. Memerlukan tekanan permulaan yang besar.
4. Banyak mengalami tahanan.
5. Kolom hidrostatik panjang.
Sirkulasi Pulmonal :
1. Hanya mengalirkan darah ke paru-paru
2. Hanya berfungsi untuk paru-paru
3. Mempunyai tekanan permulaan yang rendah
4. Hanya sedikit mengalami tahanan
5. Kolom hidrostatiknya pendek
Sirkulasi Koroner :
Efisiensi jantung sebagai pompa tergantung dari nutrisi dan oksigenasi yang cukup
pada otot jantung. Sirkulasi koroner meliputi seluruh pemukaan jantung dan
76
membawa oksigen untuk miokardium melalui cabang-cabang intramiokardial yang
kecil-kecil. Aliran darah koroner meningkat pada :
1. Aktifitas
2. Denyut jantung
3. Rangsangan sistern syaraf simpatis
Berdasarkan sifat-sifat tersebut diatas, maka secara spontan dan teratur jantung akan
menghasilkan impuls-impuls yang disalurkan melalui sistem hantaran untuk
merangsang otot jantung dan bisa menimbulkan kontraksi otot. Perjalanan impuls
dimulai dari nodus SA ke nodus AV, sampai ke serabut Purkinje.
Ada tiga ion yang mempunyai peran penting dalam elektrofisiologi sel, yaitu kalium,
natrium, dan kalsium. Rangsangan listrik dapat secara tiba-tiba menyebabkan
masuknya ion natrium dengan cepat dari cairan luar sel kedalam, sehingga
menyebabkan muatan dalam sel menjadi lebih positif dibandingkan muatan luar sel.
SIKLUS JANTUNG
Pada waktu aktifitas depolarisasi menjalar keseluruh ventrikel, ventrikel berkontraksi
dan tekanan didalamnya meningkat. Pada waktu tekanan didalam ventrikel melebihi
77
tekanan atrium, katup mitral dan trikuspid menutup dan terdengar sebagai bunyi
jantung pertarna. Fase kontraksi ventrikel yang berlangsung sebelum katup-katup
semilunar terbuka disebut Fase Kontraksi Isovolumetrik. Disebut demikian karena
tekanan didalam ventrikel meningkat tanpa ada darah yang keluar, sampai tekanan
didalam ventnikel melebihi tekanan aorta atau arteri pulmonalis, disaat mana katup-
katup semilunar terbuka dan darah keluar dari ventrikel. Ejeksi darah dari ventrikel
(terutama ventrikel kiri) berlangsung sangat cepat pada permulaan, sehingga kadang-
kadang menimbulkan suara yang merupakan komponen akhir dari bunyi jantung satu.
Fase ini disebut Fase Ejeksi Cepat.
Sesudah darah keluar dari ventrikel maka tekanan didalam ventrikel akan menurun,
pada saat tekanan ventrikel menurun lebih rendah dari tekanan aorta atau arteri
pulmonalis, maka katup-katup semilunar akan menutup dan terdengarlah bunyi
jantung kedua.
Selama katup mitral dan trikuspid tertutup, darah dari vena pulmonalis dan vena kava
tetap mengisi kedua atrium yang menyebabkan peningkatan tekanan di atrium.
Sementara itu tekanan di kedua ventrikel terus menurun sehingga menjadi lebih
rendah dari tekanan atrium, dan katup mitral serta trikuspid akan terbuka.
Setelah katup mitral dan katup trikuspid terbuka maka darah akan mengalir dari kedua
atrium ke kedua ventrikel, mula-mula secara cepat (fase pengisian cepat), dan makin
lama makin lambat sampai berhenti, yakni sewaktu tekanan di atriurn dan ventrikel
sarna.
Sebelum saat akhir diastole ventrikel (diastole ventrikel dimulai sesudah penutupan
katup semilunar), aktifitas listrik yang menimbulkan gelombang P pada EKG
menyebabkan atrium berkontraksi, dan sisa darah didalam atrium akan masuk
kedalam ventrikel. Kemudian mulailah kontraksi ventrikel lagi. Terbukanya katup ini
tidak menimbulkan suara kecuali bila ada kelainan katub (opening snap pada stenosis
mitral). Fase diantara penutupan katup sermilunar dan pembukaan katup
mitral/trikuspid dinamakan fase relaksasi isovolumetrik ventrikel.
Curah jantung merupakan faktor utama yang perlu diperhitungkan dalam sirkulasi,
karena curah jantung mempunyai peranan penting dalam transportasi darah yang
memasok berbagai nutrisi
Curah jantung adalah jumlah darah yang dipompakan oleh ventrikel dalam satu menit
Nilai normal pada orang dewasa berkisar
5 liter/menit
78
Curah jantung (CO)
= stroke volume X frekuensi Jantung
= 70 CC X 70 kali permenit
= 4900 CC/menit ± 5 liter/menit
Akan tetapi besar curah jantung yang nilai normalnya tergantung dari kebutuhan
jaringan perifer akan oksigen dan nutrisi
Karena curah jantung : yang dibutuhkan juga tergantung pada besarnya ukuran tubuh,
maka diperlukan suatu indikator fungsi jantung yang lebih akurat yaitu indeks jantung
(cardiac index). Indeks jantung didapat dengan membagi curah jantung dengan luas
permukaan tubuh, besarnya kira kira 2,8-4,2 liter/menit pada orang dewasa.
Pengaturan curah jantung tergantung dari dua variabel yaitu frekuensi jantung dan
volume sekuncup.
Gambar 4.
Siklus Jantung
79
ERA REPERFUSI
Sindroma Koroner Akut (SKA)
Rekomendasi Acuan Utama
Perawatan Pra Rumah Sakit.
Melaksanakan program diagnostik EKG 12 sandapan di luar RS rekomendasi
klas I
Memberikan terapi fibrinolitik di luar RS, bila transportasi ke RS memerlukan
waktu > 60 menit rekomendasi klas IIa.
Bila memungkinkan, pasien dengan risiko kematian tinggi atau disfungsi
ventrikel kiri yang berat disertai tanda syok, kongesti paru, nadi > 100/menit,
tekanan darah sistolik < 100 mmHg, segera dirujuk ke pusat yang mampu
melakukan kateterisasi jantung dan revaskularisasi cepat (Intervensi Koroner
Perkutan atau Bedah Pintas Koroner). Untuk pasien usia < 75 tahun
rekomendasi klas I
Terapi reperfusi
Terapi fibrinolitik yang dini merupakan perawatan standar untuk infark miokard
dengan elevasi segmen ST akut rekomendasi klas I untuk pasien usia < 75
tahun, dan klas IIa untuk usia > 75 tahun.
Intervensi Koroner Perkutan (angioplasti/stent) merupakan rekomendasi klas I
untuk pasien SKA dengan syok usia < 75 tahun.
Bila terapi fibrinolitik merupakan kontra-indikasi dan reperfusi diperkirakan
bermanfaat, maka pasien harus segera dirujuk untuk intervensi rekomendasi
klas IIa.
Heparin saat ini direkomendasikan untuk pasien yang mendapat obat
fibrinolitik
selektif (tissue plasminogen activator - tPA, reteplase – rPA) rekomendasi klas
IIa.
Dosis Heparin yang diberikan pada terapi fibrinolitik diturunkan untuk
mengurangi kemungkinan pendarahan intraserebral namun masih mempunyai
efek mencegah reoklusi. Dosisnya : 60 U/kgBB bolus, di-ikuti infus 12
U/KgBB/jam (maksimum 4000 U bolus dan 1000 U/jam perinfus untuk pasien
BB > 70 kg). Activated Partial Tromboplastin Time (APTT) dipertahankan 50 –
70 detik selama 48 jam.
Terapi baru untuk Angina Tak Stabil (Unstable Angina Pectoris–UAP) / Infark
Miokard Akut (IMA) Non-Q.
Inhibitor Glycoprotein (GP) IIb/IIIa direkomendasikan untuk pasien dengan IMA
tanpa elevasi segmen ST atau UAP berisiko tinggi rekomendasi klas IIa
Inhibitor GP IIb/IIIa mempunyai manfaat tambahan pada terapi konvensional
yang menggunakan unfractionated heparin (UFH) dan Aspirin rekomendasi
klas IIa
80
Low Molecular Weight Heparin (LMWH) merupakan alternatif menggantikan
UFH untuk terapi IMA non Q dan UAP.
Pasien dengan Troponin – positif berisiko untuk mengalami MACE (major
advance cardiac event – SKA), sehingga perlu segera diberikan terapi agresif.
Pendahuluan
Infark Miokard Akut (IMA) dan Unstable Angina Pectoris (UAP) sekarang dikenali
sebagai bagian dari spektrum klinis disebut SKA, yang terjadi akibat ruptur atau
pengikisan plak ateromatous.
Termasuk dalam SKA adalah : UAP, IMA non Q, dan IMA + Q. Gambaran EKG pada
SKA meliputi : elevasi segmen ST, depresi segmen ST (termasuk IMA non Q dan
UAP), dan perubahan segmen ST atau gelombang T yang non spesifik/ tak bermakna
diagnostik
Sebagian besar pasien dengan elevasi segmen ST akan mengalami IMA + Q.
Hanya sebagian kecil pasien dengan angina saat istirahat tanpa elevasi ST akan
mengalami IMA + Q, mereka biasanya akan berlanjut dengan IMA non Q atau UAP.
Cukup bermakna pasien yang semula didiagnosis sebagai angina ternyata tak
mengidap penyakit koroner iskemik.
Kematian mendadak dapat menyertai SKA, dan sebenarnya SKA merupakan
penyebab paling sering kematian mendadak pada sebagian besar pasien dewasa.
Sasaran utama terapi SKA adalah :
Mengurangi nekrosis miokard pada pasien yang mengalami infark
Mencegah MACE (kematian, IMA non fatal, dan kebutuhan untuk revaskularisa-
si segera)
Defibrilasi segera bila terjadi VF
Patofisiologi
Untuk memahami prinsip tatalaksana SKA dibutuhkan pengetahuan terjadinya
thrombus dan patobiologi plak koroner. Patien SKA mengalami berbagai tingkat
oklusi arteri koroner. Yang khas adalah SKA disebabkan oleh ruptur plak berlapis
lipid berkapsul tipis. Sebagian besar plak ini sebelum mengalami ruptur secara
hemodinamik tak bermakna. Namun, proses peradangan terjadi pada area subendotel,
melemahkan plak sehingga terjadi ruptur. Kecepatan aliran darah dan turbulensi yang
ditimbulkannya, serta anatomi pembuluh darah dapat ikut berperan terhadap ruptur
plak. Erosi superfisial plak terjadi pada sekitar 25% pasien yang juga mengalami
peningkatan petanda sistemik peradangan. Derajat dan lamanya oklusi, serta ada
tidaknya pembuluh kolateral, menentukan jenis infark yang terjadi.
Setelah ruptur atau erosi plak terjadi, selapis trombosit/platelet menutupi permukaan
area itu (adhesi platelet). Trombosit lainnya akan terkumpul disitu (agregasi platelet),
dan mengalami aktifasi. Fibrinogen menyelimuti trombosit, terbentuk trombin yang
mengaktifasi sistem koagulasi. Trombus yang mengakibatkan oklusi sebagian
menimbulkan keluhan iskemia yang berkepanjangan atau terjadi saat istirahat. Pada
tahapan ini trombus kaya akan trombosit, maka terapi dengan obat antiplatelet (aspirin
dan penghambat reseptor GP-IIb/IIIa) paling efektif. Terapi fibrinolitik pada tahap ini
tidak efektif bahkan justru mengakselerasi oklusi, karena dapat terjadi pelepasan
81
trombin yang diliputi clot yang mengaktifasi platelet lebih lanjut. Oklusi oleh
thrombus yang terjadi intermiten dapat mengakibatkan nekrosis miosit arteri dibagian
distal, sehingga terjadi IMA non-Q. Bila clot membesar, mikroemboli yang berasal
dari trombus dapat lepas dan menyumbat mikro-vaskuler koroner, menyebabkan
elevasi troponin jantung. Disfungsi mikrovaskuker sekarang dipahami sebagai
penentu tambahan disfungsi miokard pada pasien dengan SKA dan mereka yang
ditangani dengan intervensi koroner perku-tan. Pasien dengan trombus seperti ini
sangat berisiko untuk mengalami infark miokard. Proses ini diketahui sebagai
kerusakan ringan miokard. Mekanisme lain untuk terjadinya iskemia miokard dan
nekrosis minimal adalah oklusi dinamik yang intermiten dan spasme di area trombus.
Bila trombus mengoklusi pembuluh koroner untuk jangka lama, terjadilah IMA + Q.
Clot yang terbentuk kaya trombin dan fibrin. Pada pasien ini, fibrinolisis atau
intervensi koroner perkutan yang dilakukan dini dapat mencegah infark luas.
IMA + Q didiagnosis dengan timbulnya gelom-bang Q abnormal pada pemeriksaan
serial (atau hilangnya gelombang R pada infark anterior dan adanya gelombang R
abnormal di lead V1 pada infark posterior). IMA + Q cenderung luas dan
berhubungan dengan trombosis koroner komplit dan berlangsung lebih lama. Clot
yang terbentuk kaya trombin dan fibrin, sehingga fibrinolitik atau intervensi Koroner
perkutan bermanfaat.
Infark non Q terjadi pada keadaan dimana terjadi peningkatan yang abnormal dari
petanda serum jantung, tetapi pada EKG hanya deviasi segmen ST atau abnormalitas
gelombang T yang tampak. Pada IMA non-Q mortalitas dan komplikasi rumah sakit
lebih rendah, tetapi meningkatkan insiden kejadian kardiak lainnya seperti iskemia,
infark, reinfark dan kematian.
Deviasi segmen ST, baik elevasi maupun depresi merupakan prediktor lemah apakah
IMA yang terjadi + Q atau non Q, tetapi bermanfaat untuk stratifikasi risiko pada
pasien dengan IMA non Q yang terjadi pertama kali.
Penggunaan terapi fibrinolitik cenderung mening-katkan proporsi IMA non Q, karena
pengobatan ini mengubah lesi yang mengakibatkan perfusi miokard terhenti, menjadi
sedikitnya perfusi sebagian.
82
ENZIM JANTUNG TAK MENINGKAT ENZIM JANTUNG MENINGKAT
Angina stabil Angina tidak stabil Mulai Non-Q infark Mulai Q infark
PENUMBRA
ISKEMIA
GEJALA KLINIS
Aktifitas fisik sebagai Pencetus ?
Kebanyakan episode SKA terjadi pada saat istirahat atau aktivitas sehari-hari yang
ringan. Aktifitas fisik atau stress mental yang berat dijumpai pada 10%-15% pasien.
Olah raga teratur merupakan tindakan pencegahan yang baik dan mengurangi insiden
kejadian SKA atau kematian mendadak yang dipicu oleh aktifitas fisik. Aktivitas fisik
saat bekerja merupakan jenis latihan fisik untuk pencegahan yang paling aman.
Kurangnya aktivitas merupakan salah satu faktor resiko terjadinya infark miokard.
Variasi Sikardian
Variasi irama sikardian pada SKA saat ini sudah dipelajari dengan baik. Pola diurnal
terjadi pada infark miokard akut, episode iskemik, kematian mendadak dan stroke.
Puncak pertama terjadi pada pukul 6 pagi sampai siang hari, terutama 2-3 jam setelah
bangun pagi. Puncak kedua terjadi menjelang malam hari, seringkali pada mereka
yang bekerja. Kejadian paling sering pada Senin pagi, dan variasi berdasarkan musim
telah pula diketahui. Penyebab variasi sikardian ini belum difahami sepenuhnya.
Sepertinya, variasi tersebut merupakan suatu interaksi antara faktor pencetus internal
dan eksternal yang mengakibatkan ketidakstabilan plak, trombosis dan iskemia. Pada
pagi hari terjadi peningkatan aktivitas simpatik, pelepasan katekolamin, reaktivitas
platelet, dan perubahan ratio antara inhibitor plasminogen (PAI) dan plasminogen,
yang kesemuanya ini dapat menyebabkan plak ruptur. Aspirin dan beta-bloker dapat
menurunkan insiden infark dan aritmia ventrikular pada pagi hari. Terapi fibrinolitik
tampaknya bekerja lebih baik pada malam hari.
Asumsi bahwa posisi tegak dan perubahan neurohumoral pada saat berdiri tampaknya
merupakan faktor yang bermakna dalam variasi sikardian pada SKA. Aktivitas
simpatik dan katekolamin turut terlibat. Pasien diabetes melitus yang bergantung
83
insulin tidak memiliki variasi diurnal, mungkin akibat gangguan respon
neurohumoral. Penyakit koroner dan respon endotel yang abnormal tampaknya
merupakan prasyarat terjadinya variasi sirkadian tersebut.
84
MASALAH KOMUNITAS DAN PELAYANAN KEDARURATAN MEDIS
(EMS)
85
membawa pasien ke rumah sakit; pemberian fibrinolitik dikerjakan hanya bila ada
Dokter yang terlatih dan masa perjalanan pasien dari rumah ke rumah sakit > 60 menit
(klas IIa).
Elektrokardiografi di luar RS
EKG 12-lead yang dapat ditransmisi ke RS akan mempercepat diagnosis dan waktu
pemberian obat fibrinolitik. Waktu door to needle (mulai masuk ruang gawat darurat
sampai terapi fibrinolitik diberikan) yang dianjurkan ACC/AHA: < 30 menit.
Pembuatan EKG 12 sandapan perlu dilakukan pada sistem kegawatan jantung, baik di
perkotaan maupun di daerah (klas I).
Penilaian Awal
Dari anamnesis yang cepat dan terfokus, petugas gawat darurat dapat menentukan
apakah pasien berisiko tinggi mengalami nyeri dada iskemik, dan apakah ada kontra
indikasi relatif/absolut terhadap penggunaan obat fibrinolitik.
Tatalaksana di ruang gawat darurat dapat digambarkan dalam algoritme yang
prinsipnya meliputi:
Riwayat Penyakit, termasuk IMA atau tidak, eksklusi fibrinolitik
Tanda vital & pemeriksaan fisik yang terfokus
EKG 12 lead; EKG serial bila diperlukan
Chest X-ray (sebaiknya posisi tegak)
Pemantauan EKG
86
Nitrate sangat bermanfaat pada : iskemia berulang, hipertensi, gagal jantung
kongestif, IMA anterior yang luas. Hindari penggunaan nitrate long-acting pada fase
akut.
Aspirin 160-325 mg (dikunyah dan ditelan). Aspirin akan menghambat produksi
Tromboxan A2, sehingga mengurangi kejadian reoklusi koroner pasca fibrinolitik.
Kontraindikasi relatif pada tukak lambung dan asthma.
Penanganan Khusus
Terapi reperfusi, dengan sasaran:
- Fibrinolitik : door-to-needle < 30 menit
- Primary PTCA: door-to-dilatation <60 menit
Terapi Conjunctive (kombinasi dengan obat fibrinolitik)
- Aspirin
- Heparin (khususnya dengan TPA)
Terapi Tambahan
Blockade Adrenoreseptor Beta ( blocker ) bila memungkinkan
Nitrogliserin iv (efek anti iskemik dan anti hipertensif)
ACE Inhibitor (khususnya pada IMA anterior yang luas, gagal jantung tanpa
hipotensi - TD sistolik > 100 mmHg, Infark Miokard sebelumnya).
87
RESIKO TINGGI PJK RESIKO SEDANG PJK RESIKO RENDAH PJK
( > 1 salah satu dibawah ini) : (Tak ada gambaran risiko (Tak ada gambaran risiko
tinggi + salah satu tinggi/sedang + salah satu
dibawah ini) : dibawah ini ) :
Infark /episode aritmia yang Angina klinis pasti Kemungkinan angina
meng-ancam sebelumnya Usia muda
Diketahui PJK (+)
Angina klinis pasti Kemungkinan angina Satu faktor risiko, bukan DM
Usia lebih tua
Pasien nyeri dada yang sugestif iskemia : Risiko jangka pendek meninggal
mendadak berdasarkan klinis & EKG.
Jadi pasien yang risikonya paling tinggi untuk PJK adalah pasien dengan nyeri dada
disertai perubahan ST dan T. Dan yang berisiko paling tinggi untuk mengalami
kematian adalah pasien dengan gejala baru atau perburukan disfungsi LV. Pasien
semacam ini harus dirawat di Coronary Care Unit, dan mendapat terapi sesuai
algoritme.
88
dengan akibat perluasan infark, atau komplikasi mekanik (ruptur dan kerusakan
struktur jantung).
Oleh karenanya upaya penanganan ditujukan untuk mengurangi ukuran infark,
mengatasi aritmia, dan mempertahankan fungsi ventrikel kiri. Mungkin diperlukan
suport hemodinamik untuk mempertahankan perfusi koroner dan patensi arteri yang
berhubungan dengan infark.
Pemberian Aspirin dengan Streptokinase pada AMI terbukti menurunkan angka
kematian sampai 42%, sebagian terbesar terjadi 4 jam pertama. Oleh karenanya
direkomendasikan agar pasien dengan infark disertai ST elevasi yang terjadi dalam
tempo 6 jam harus diberi terapi fibrinolitik, tetapi belakangan kategori waktu
diperpanjang karena manfaatnya masih terlihat.
Terapi fibrinolitik tidak dianjurkan bila nyeri dada sudah berlangsung > 12 jam.
Tetapi bila pasien semacam ini mengalami infark yang luas dan nyeri dada masih
berlangsung terus, terapi fibrinolitik dapat diberikan (klas IIb).
Regimen terapi.
Alteplase (TPA) lebih bermanfaat pada infark luas, resiko perdarahan otak kecil dan
datang dini. Sedangkan Streptokinase pada infark yang tidak terlalu luas, resiko
perdarahan otak besar, dan datang lebih lambat.
89
Dugaan Aortic Dissection
90
2. Penilaian Awal ( < 10 menit)
Protokol ruang gawat darurat harus mencakup penilaian dan mulainya perlakuan
awal umum. Anggota team harus memiliki peran dalam :
Pengukuran tanda vital termasuk saturasi O2
Memasang monitor jantung
Memulai satu atau dua IV infus line
EKG 12 lead (<10 menit)
Pengambilan darah untuk periksa: enzim jantung, elektrolit, dan fungsi
koagulasi.
Foto toraks portable biasanya diperlukan segera atau dalam waktu dekat
3. Penanganan Umum Segera
Segera berikan MONA :
Oksigen 4 liter/menit, menggunakan kanul nasal
Nitrogliserin sub lingual atau IV (bila TD > 90 mmHg)
Morphin Sulfat IV 1-3 mg diulang tiap 5 menit, pada pasien yang tidak hilang
nyeri dengan nitrogliserin. Sebagai alternatif adalah Meperidine. Morphine
juga mempunyai efek venodilatasi, sehingga bermanfaat untuk mengurangi
preload pada pasien dengan edema paru.
Aspirin oral, penggunaan rutin aspirin 160-325 mg sangat direkomendasikan
termasuk yang menerima terapi fibrinolitik
4. Sistem Pelayanan di Emergency
Kepada masyarakat diajarkan pengenalan dini serangan jantung, sehingga dapat
cepat menghubungi personel kegawatan medis. Kepada petugas gawat darurat
ditekankan perlunya penanganan cepat sehingga dalam waktu < 30 menit sejak
pasien tiba terapi trombolitik dapat dimulai.
5. Mengkaji ECG awal 12-sandapan
Pasien dengan dugaan IMA dan iskemia harus segera diperiksan ECG 12
sandapan, serta dibaca oleh dokter yang bertanggung jawab dalam waktu <10
menit sejak tiba di UGD.
Kemudian digolongkan atas 3 kelompok :
1. Elevasi segmen ST
2. Depressi segmen ST & inversi gelombang T
3. ECG non-diagnostik
6. ST elevasi atau new LBBB atau diduga new LBBB
Klinisi harus mencari elevasi ST yang > 0,1 mV (1 mm pada ECG yang
dikalibrasi 10 mm/1mV) pada dua atau lebih sandapan yang secara anatomis
berhubungan. Ini merupakan indikasi klas I terapi trombolitik, bila usia pasien <
75 tahun dan waktu sejak mulainya nyeri dada < 12 jam.
91
Elevasi segmen ST harus diukur dengan tepat:
Ukur 0.04 detik (1 mm) setelah titik J
Titik J adalah posisi perubahan sudut antara kompleks QRS dan gelombang
ST
Garis dasar yang dipakai adalah garis yang menghubungkan awal gel. P dan T
Tentukan lokasi infark dalam hubungannya dengan anatomi koroner. Pada infark
inferior hendaknya dibuat EKG di prekordial kanan untuk melihat kemungkinan
infark di ventrikel kanan. Pada kondisi ini Nitrogliserin, morfin dan diuretik
sebaiknya tak diberikan.
Pengecualian terhadap aturan "elevasi ST".
Infark posterior LV ditandai oleh ST depresi V1 - V4
T tinggi-hiperakut, yang sering terlihat pada infark akut tanpa elevasi ST
92
Nitrogliserin.
Nitrogliserin digunakan dengan tujuan vasodilatasi arteri koroner, disamping itu
juga efek vasodilatasi pembuluh darah perifer dan venous.
Direkomendasikan pada:
Pasien IMA 24-48 jam pasca onset yang disertai komplikasi:
Gagal jantung kongestif
Infark antrior yang luas
Iskemia yang persisten
Hipertensi
Nitrogliserin IV hendaknya diberikan awal pada pasien tersebut diatas, tetapi
jangan sampai menghambat strategi reperfusi.
Untuk pasien IMA tanpa hipotensi, bradikardia atau takhikardia, pemberian
nitrogliserin IV dapat diterima tetapi manfaatnya masih belum pasti.
Perhatian:
Hindari hipotensi sistemik karena akan memperburuk iskemia dan perfusi
miokard.
Batasi penurunan tekanan darah sistolik sampai 110 mmHg bila tekanan darah
pasien normal, dan jangan turun > 25% pada pasien tekanan darah tinggi;
jangan sampai tekanan darah sistolik < 100 mmHg.
Gunakan keluhan nyeri dada sebagai petunjuk untuk titrasi Nitrogliserin
Jangan gunakan Nitrogliserin sebagai pengganti analgetik narkotik untuk
menghilangkan nyeri dada, pasien biasanya memerlukan keduanya.
Jangan diberikan pada infark ventrikel kanan.
Heparin IV
Direkomendasikan untuk:
Pasien yang diberi TPA dan Retavase
Pasien yang strategi reperfusinya menggunakan PTCA atau CABG
Perhatian:
Kontraindikasi seperti pada terapi fibrinolitik
Perdarahan aktif
Baru mengalami perdarahan otak, intra-spinal, operasi mata
Hipertensi berat
Gangguan pembekuan darah
Perdarahan gastrointestinal
Sensitivitas terhadap Heparin menurun bila diberikan bersama nitrogliserin IV.
Diperlukan dosis lebih besar untuk mendapatkan efek antikoagulasi. Resiko
perdarahan meningkat bila nitrogliserin dihentikan sedangkan heparin diteruskan.
93
ACE inhibitor
Direkomendasikan pada:
Pasien IMA disertai ST elevasi pada 2 atau lebih sandapan anterior prekordial
Pasien AMI dengan EF < 40%
Pasien AMI dengan tanda gagal jantung akibat disfungsi sistolik
Perhatian:
Umumnya ACE inhibitor diberikan pada 24 jam pertama, setelah terapi
trombolitik selesai dan tekanan darah stabil.
Onset timbulnya gejala didefinisikan sebagai permulaan dari rasa tidak enak yang
kontinu, menetap yang membuat pasien memutuskan untuk datang ke ruang
emergency atau mencari pertolongan lainnya. Semakin awal terapi dimulai,
semakin baik hasilnya. Keuntungan terbesar terhadap survival dan fungsi LV
terjadi bila terapi diberikan dalam 3 jam pertama. Survival yang signifikan terjadi
hingga 12 jam sejak timbulnya gejala.
94
Reteplase
Segi keuntungannya: diberikan dalam 2 dosis bolus, masing-masing 10 unit IV
dengan lama pemberian 2 menit, berjarak antara 30 menit.
Heparin
Pasien IMA perlu diberikan Heparin (waktu pemberian 30 menit) dan Aspirin.
11. Ada tanda syok kardiogenik (pasien terpilih untuk PTCA primer) atau ada
kontra-indikasi terapi fibrinolitik
PTCA primer diindikasikan bila :
Elevasi segmen ST atau baru/diperkirakan BBB baru.
Kurang dari 12 jam sejak onset
Terjadi syok kardiogenik atau ada kontra-indikasi terapi fibrinolitik
95
13. Depresi ST atau inversi gelombang T : EKG sangat menunjang iskemia
Pasien sindrom koroner akut hanya dengan depresi ST atau gekombang T
terbalik tidak ada manfaatnya bahkan berbahaya bila diberikan terapi fibrinolitik.
Pasien seperti ini kebanyakan perlu dirawat di CCU terlepas dari normal atau
tidaknya nilai penanda enzym serum. Selanjutnya segera dicek apakah termasuk
kategori resiko tinggi atau tidak.
Injury baru di posterior ? Depresi segmen ST yang dalam pada V1-V4 dapat
menunjukkan adanya oklusi arteri circumflex yang menimbulkan kerusakan pada
bagian belakang ventrikel kiri. Terapi fibrinolitik harus dipertimbangkan untuk
pasien-pasien seperti ini, khususnya bila nyeri dada iskemik berlangsung terus
menerus dan tidak berkurang.
96
- Diltiazem dapat diberikan rutin pada pasien AMI tanpa gagal jantung, tapi
gunakan setelah 24 jam.
Kontraindikasi :
- Jangan digunakan sebagai terapi rutin pada IMA
- Jangan gunakan Diltiazem atau verapamil pada pasien IMA bila terdapat
disfungsi LV atau gagal jantung kongestif
18. Revaskularisasi
Berupa PTCA dan CABG. PTCA dapat dengan segera menghilangkan nyeri serta
memperbaiki fungsi jantung di meja kateterisasi. Indikasi CABG pada pasien
yang secara anatomis dapat dilakukan tindakan bedah :
Gagal angioplasti dengan nyeri yang menetap (Klas I)
Hemodinamik tidak stabil (Klas I)
97
Refrakter terhadap terapi medis dan pasien bukan calon untuk untuk Intervensi
kateter (Klas I)
Shock Kardiogenik (Klas II a)
Gagal PTCA dengan suatu area kecil pada miokard yang beresiko (Klas II b)
98
- Klas III: Aktifitas fisik sangat terbatas untuk aktifitas biasa, berjalan 1-2 blok
timbul nyeri
- Klas IV: Tidak dapat melakukan aktifas fisik karena timbul rasa tidak nyaman.
23. Pertimbangkan :
Perawatan di CCU / Intermediate care ?
Perawatan di unit observasi nyeri dada ?
Terus dievaluasi di ruang emergensi ?
Dapat dipindahkan dari ruang emergensi ?
Hal yang perlu diperhatikan:
EKG yang normal tidak menyingkirkan IMA; perlu dibuat EKG serial untuk
melihat perubahannya.
Sebagian besar pasien (80-85%) tidak berkembang menjadi AMI
Enzim jantung baru terlihat kenaikannya 2-4 jam sesudah terjadi kerusakan
miokard, perlu diperiksa 8-12 jam kemudian bila enzim tak naik.
Radionuklid dan ekokardiografi 2 dimensi dapat melihat penurunan gerakan
miokard segera setelah IMA, lebih dini daripada EKG dan enzim.
Exercise stress test pada kelompok ini dapat dikerjakan untuk menentukan
apakah pasien bisa pulang (bila EKG non-diagnostik dan nyeri hilang).
99
LOKASI INFARK: MENGGUNAKAN EKG 12 SANDAPAN UNTUK
MENENTUKAN ISKEMIA, INJURY DAN INFARK.
Iskemia, injury dan infark sering disebut ketiga "I" dari kejadian koroner. Bila terjadi
penurunan aliran darah ke arteri koroner beberapa detik, terjadilah iskemia. Bila
oklusi berlangsung 20-40 menit, terjadilah injury. Bila berlangsung 1-2 jam, terjadilah
infark. Pada hampir semua oklusi total proses infark lengkap dalam waktu 6 jam.
Iskemia.
Iskemia terjadi akibat ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen pada
suatu area miokard. Biasanya ditandai dengan nyeri/rasa tak enak di dada. Iskemia
dapat segera diatasi dengan mengurangi kebutuhan oksigen (istirahat, pemberian
blocker yang menurunkan laju jantung) atau dengan menambah suplai oksigen/aliran
koroner (vasodilatasi dengan nitrogliserin).
Perubahan EKG:
ST depresi dan perubahan gelombang T. ST depresi dianggap bermakna bila > 1 mm
dibawah garis dasar PT di titik J. Titik J didefinisikan sebagai akhir kompleks QRS
dan permulaan segmen ST.
Bentuk segmen ST :
- up-sloping (seringkali tak spesifik)
- horizontal (lebih spesifik untuk iskemia)
- down-sloping (paling terpercaya untuk iskemia)
Perubahan gelombang T pada iskemia kurang begitu spesifik, bisa terbalik (relatif
terhadap sumbu QRS), atau tinggi, lancip dan simetri. Gelombang T raksasa,
hiperakut kadang-kadang merupakan satu-satunya perubahan EKG yang terlihat pada
AMI. Pada kondisi yang tepat tanda ini dapat digunakan sebagai indikasi trombolitik.
Kondisi lain yang dapat mengakibatkan depresi ST dan perubahan gelombang T
adalah: digoxin, hipertrofi ventrikel kiri, repolarisasi dini, LBBB dan pre-eksitasi.
Injury
Injury terjadi bila periode iskemia berlangsung lama, dengan akibat terjadinya
kerusakan sel-sel miokard. Untuk terjadi injury diperlukan waktu oklusi 20-40 menit.
Miokard yang mengalami injury ini tidak akan berfungsi baik, terjadi gangguan
kontraktilitas dan konduksi impuls listrik. Nyeri dada biasanya parah, tetapi enzim
jantung belum meningkat.
Penyelamatan miokard dapat dilakukan dengan intervensi reperfusi (fibrinolitik,
PTCA primer).
Perubahan EKG:
Perubahan EKG pada injury adalah elevasi segmen ST > 1 mm = 0.1mV/1.0 mm
diatas garis dasar PT pada titik 0.04 detik (1 mm) melewati titik J.
100
Infark
Infark merupakan kondisi dimana sel miokard yang mengalami injury mati dan
nekrosis. Dari injury ke infark diperlukan waktu beberapa menit sampai beberapa jam.
Pada keadaan ini integritas sel dinding hilang, sehingga komponen intraseluler
(creatinin phosphokinase/CPK, troponin dan mioglobin) bocor masuk sirkulasi darah,
dan dapat diukur kadarnya.
Perubahan EKG:
Tanda yang paling khas adalah adanya gelom-bang Q patologis (lebarnya > 1 mm
atau 0.04 detik) dan tingginya > 25% tinggi gelombang R pada lead yang sama.
Gelombang Q tidak menggambarkan waktu terjadinya infark, namun bila disertai
perubahan gelombang T dan segmen T makan gelombang Q dapat mengindikasikan
infark yang baru terjadi (akut).
101
Oklusi arteri koroner yang semakin proksimal akan mengakibatkan perubahan EKG
pada banyak sandapan. Misalnya injury anteroseptal, sandapan yang abnormal di
V1-4.
Agar disebut bermakna, maka perubahan EKG haruslah menyangkut 2 atau lebih
sandapan yang anatomis bersambungan. Misalnya perubahan EKG pada sandapan I
dan III kurang bermakna bila dibanding II dan III.
Variasi bisa saja terjadi, karena adanya variasi anatomi, kolateral.
Perubahan pada sandapan V1-V2.
V1 dan V2 menghadap septum jantung, cabang septal LAD memberi aliran ke area
ini. Pada septum terdapat His bundle dan bundle branch. Oklusi pada area tersebut
akan menimbulkan infranodal BBB (AV blok derajat II dan III), dan juga LBBB
(lebih sering) maupun RBBB.
Perubahan pada sandapan V3-4.
V3 dan V4 menghadap dinding anterior ventrikel kiri, cabang diagonal LAD
mensuplai daerah ini. Karena area ini sangat penting bagi fungsi pompa ventrikel kiri,
oklusi ini dapat berakibat disfungsi ventrikel kiri yang parah, termasuk gagal jantung
bahkan syok kardiogenik. Karena bundle branch berjalan disini, maka bisa timbul
BBB. Infark di area ini sangat bermanfaat bila diberi fibrinolitik.
V1 - V2 LCA: LAD-cabang septal Septum, His bundle, bundle Infranodal dan BBB
anteroseptal / anterolateral. 30-40% kasus infark inferior disertai infark ventrikel kanan,
branch
yang mungkin terlewatkan.
V3 - V4 LCA: LAD-cabang Anterior wall LV Disfungsi LV, GJK, BBB, blok
diagonal AV komplet, PVC
V5 - V6 + I, avL LCA: cabang LCX Lateral atas LV Disfungsi LV, blok AV nodal
II, III, avF RCA: posterior Inferior & posterior LV Hipotensi, sensitif thd. Morfin
descending dan NiTtroglise-rin
V4R (II, III, avF) RCA: cabang proksimal RV, inferior/posterior LV Hipotensi, blok supranodal &AV
nodal, AF/AFF, PAC,reaksi obat
102
Perubahan pada sandapan V4R (seringkali dikenali akibat perubahan di san-
dapan II, III, aVF).
Infark RV sangat bahaya, karena hanya bisa diduga bila ada infark ventrikel kiri.
Perubahan di V4R sangat sensitif. Infark di lokasi ini sering mengakibatkan hipotensi.
Obat-obatan yang menurunkan aliran darah balik (morfin dan nitrogliserin) dapat
mengakibatkan hipotensi yang berat.
Disamping itu oklusi di proksimal arteri koroner kanan mensuplai SA node dan AV
node. Kerusakan di area ini berakibat blok supranodal dan AV nodal. Bradikardia
yang simptomatik memerlukan pacemaker temporer yang dipasang transkutan atau
transvenous, disamping obat-obatan. Oklusi proksimal arteri koroner kanan
merupakan penyebab tersering fibrilasi/flutter atrial pada AMI.
103
NYERI DADA ISKEMIK (ANGINA
PEKTORIS)
Elevasi ST atau LBBB baru/ Depresi ST / gel. terbalik : dugaan EKG tak khas : tak ada
diduga baru : dugaan kuat injury kuat iskemia perubahan ST/T
ST elevasi akibat AMI Resiko tinggi UAP/non ST elevasi IMA Resiko UAP sedang/ rendah
Pilih reperfusi : Bila syok kardiogenik Pasien resiko tinggi : Rawat di Emg + monitor
KIx fibrinolitik PCI Angina menetap Enzim serial
Angiografi
merupakan pilihan Iskemia berulang (+Troponin)
PCI (angioplasti
(klas I) Fungsi LV kurang Ulang EKG/ monitor ST
+ stent)
Bila PCI (-) gunakan Perubahan EKG luas 2DE/radio- nuklid
backup u/ CABG
fibrinolitik (bila tak IMA, PCI, CABG
ada KIx) sebelumnya
Pilih Fibrinolitik bila: PCI primer bila : Coroner angio: tidak ya Bukti iskemia/
Front door alteplase Dapat dilakukan Sesuai untuk infark ?
Streptokinase 90 + 30 menit se- Revaskularisasi ?
APSAC jak tiba Rawat CCU:
Reteplase Operator Ahli tidak
Teruskan tx
Tenecteplase Volum aktifitas > ya tambahan
Sasaran: dari Bedah jantung Enzim seri
kejadian s/ obat
siap EKG serial Dipulangkan
diberikan <30’
Revaskularisasi 2DE/nuklir untuk follow up
PCI/CABG
104
Depresi segmen ST, perubahan dinamik gelombang T :
Infark - Non Q – Untable Angina
Rekomendasi tatalaksana dan terapi
105
TATALAKSANA SINDROMA KORONER AKUT (SKA)
• >90% dg. Nyeri dada Subgrup beresiko tinggi Grup heterogen : penilaian
iskemik + elevasi segemen dengan kematian meningkat: cepat diperlukan dg.
ST akan menjadi gel. Q baru •
• Keluhan menetap, iskemi EKG serial
atau enzim postif u/ IMA
berulang
• Pemantauan segmen ST
• Pasien dg. gel.T hiperakut
• Kelainan EKG difus dan
akan bermanfaat bila diag- • Tanda serum jantung
merata
nosis IMA pasti. EKG serial • Penilaian resiko lainnya
mungkin bermanfaat • Gagal jantung kongestif yang bermanfaat:
• Pasien dg. Depresi ST pd. • Troponin /CK-MB positif • Radionulid perfusi
Sandapan prekordial awal • Stress ekokardiografi
yang mengalami infark
posterior bermanfaat bila
IMA diagnosis pasti
• Terapi antitrombin dg
Aspirin
heparin
• Terapi reperfusi • Terapi antiplatelet dg Terapi lain yang sesuai
aspirin
• Aspirin Pasien dg. serum petanda
• Heparin (bila menggunakan
• Inhibitor glikoprotein
yang positif, perubahan
IIb/IIIa
bahan lisis spesifik fibrin EKG, atau studi fungsi:
• Blocker
• blocker atasi sebagai beresiko
• Nitrate atas indikasi
• Nitrate tinggi
106
Stroke
PENDAHULUAN
Definisi
Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang mendadak dan menimbulkan
defisit neurologis.
Penyebab kematian tertinggi nomor 3.
Jutaan orang mengalami stroke (baru dan berulang) dan hampir ¼ meninggal.
Angka kejadian di Eropa menurun, tetapi di Rusia cenderung meningkat
Umur harapan hidup meningkat upaya preventif
Belum ada terapi spesifik yang benar-benar diyakini dapat menghambat
perjalanan penyakit atau perluasan stroke
Era reperfusi dengan trombolitik dapat ditentukan diagnosis dengan tepat dan
cepat
Klasifikasi
1. Iskemi - hampir 85 %
- trombosis atau emboli
2. Hemoragik - ruptur arteri serebral
perdarahan subarahnoid
perdarahan intraserebral
Faktor risiko
Dapat Tidak dapat
dimodifikasi dimodifikasi
Hipertensi Usia
Rokok Gender
DM Ras
Penyakit Jantung Herediter
Hiperkoagulasi Prior stroke
Hemokonsentrasi
Bruit pada a.
karotis
107
PENATALAKSANAAN STROKE AKUT :
DETECTION
Pengenalan penderita stroke, waktu dan onsetnya : penderita, keluarga, orang lain
Kesulitan :
kurangnya pengetahuan/edukasi
kejadian sering saat tidur
DISPATCH
Aktivasi EMS
Respon dari EMS instruksi
DELIVERY
Penanganan sebelum ke RS termasuk:
identifikasi cepat
menjaga fungsi vital
transportasi
Identifikasi cepat :
Dengan The Cincinati Prehospital Stroke Scale
Speech (pasien mengatakan kalimat yang membutuhkan artikulasi yang jelas, di USA
“you can’t teach an old dogs new tricks”
Normal : artikulasi baik
Abnormal : pelo, kata yang diucapkan tidak sesuai, tidak dapat berbicara
108
Pemeriksaan tanda vital
Kelainan kardiovaskuler : gangguan irama, hipo/hipertensi
Penatalaksanaan umum
Kejang, hipoglikemi pemasangan iv line
DOOR
Dimulai saat pasien tiba di ruang emergensi
NINDS merekomendasikan evaluasi penderita untuk kandidat terapi dengan
trombolitik sbb :
Time target
DATA
Evaluasi dan penanganan di emergensi
ABC dinilai ulang dan sering dievaluasi
Pemeriksaan neurologi dilakukan sesegera mungkin yang mencakup
6 elemen antara lain :
Ad.1.
Dengan The Cincinati Prehospital Stroke Scale atau dengan Los Angeles Prehospital
Stroke Screen.
Ad.2.
Waktu mulai timbul gejala Harus dicatat, diperlukan untuk membagi waktu
109
Ad.3.
Tingkat kesadaran
Menggunakan Glascow Coma Scale, seperti tabel di bawah,
Nilai
Eye opening
Spontaneous 4
In response to
speech 3
In response to
pain 2
None 1
Best verbal response
Oriented
conversation 5
Confused
conversation 4
Inappropriate
words 3
Incomprehensive 2
words
None 1
Best motor response
Obeys 6
Localizes 5
Withdraws 4
Abnormal
flexions 3
Abnormal
extension 2
None 1
Ad.4.
Jenis stroke
Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik stroke iskemi dan perdarahan hampir sama.
Beda dengan menggunakan score : Guys Hospital Score, Siriraj Score, Gajah Mada
Score, Djunaeidi Score.
110
Ad.5. Lokasi stroke
Pada stroke iskemi atau pasien dengan kesadaran baik dapat dibedakan .
Sirkulasi Sirkulasi
Anterior Posterior
Paralisis Vertigo
unilateral Gangguan
Gangguan penglihatan
sensorik Diplopia
Gangguan Paralisis
berbahasa Gangguan
Gangguan sensorik
penglihatan Disartria
Kebutaan pada Ataksia
satu mata
1. Tingkat kesadaran
2. Fungsi penglihatan
3. Fungsi motorik long-term outcome
4. Sensasi dan neglect
5. Fungsi serebelum
DD/
Stroke hemoragik
Stroke Iskemi
Trauma kepala/servikal
Meningitis/ensefalitis
Hipertensi ensefalopati
Massa intrakranial : tumor, EDH, SDH
Tood’s paralisis
Gangguan metabolik : hiperglikemi,hipoglikemi, pasca henti jantung, intoksikasi, ggn
endokrin, uremia
Gangguan psikatri
Syok dan hipoperfusi SSP
111
DECISION
Terapi khusus
Penatalaksanaan umum
IVFD : normal saline atau RL 50 cc/jam hindari D5W dan cairan berlebihan
Oksigen : pulseoximetry rutin bila saturasi < 90 %, stroke berat
Gula darah : cepat, Hipoglikemi bolus dektrosa 40-50 %
Hiperglikemia insulin (sliding scale)
Suhu tinggi asetaminofen
Gizi buruk atau alkoholik tiamin 100 mg
Cegah aspirasi dengan pasang nasogastric tube
Pasang monitor jantung
Penatalaksanaan hipertensi
Masih kontroversi,
Penurunan TD cepat akan mengurangi tekanan perfusi serebral TD meningkat
memperberat o/k edema serebri bertambah
Konsensus : Iskemia, MABP 140-150 mm Hg, Hemoragik, krisis/berat
moderate (20%) Organ target : Ensefalopati CHF, CRF segera
Obat: Nitropruside Labetolol, Nitrogliserin
Monitor 15 ‘(2 jam),30 ‘(6 jam), 1 jam( 6 jam)
Fibrinolitik : TD < 185/110 mmHg
Pengobatan
Bukan kandidat
1. D > 140 mmHg 1. Na Nitropruside 0,5 ug/kg/menit
2. S > 220 mmHg, D121-140, atau 2. 10-20 mg Labetalol, bolus 1-2 ‘
MABP > 130 ulang setiap 20 ‘, maks 150 mg
3. S< 220, d < 120, MABP < 130 mm tergantung organ target
Hg
112
Penatalaksanaan kejang
Dianjurkan untuk mengatasi kejang, tidak untuk profilaksis
Obat :
Diazepam 5-10 mg iv 2 menit
Lorazepam 1-4 mg iv 2-10 menit
Obat diatas dapat diulang
Lanjutan : Fenitoin, Fosfenitoin,Fenobarbital
Tujuan :
Menurunkan TIK
Memelihara CPP , cegah perburukan
Mencegah herniasi
DRUGS
ISKEMI
Fibrinolitik (trombolitik)
Waktu : dalam 3 jam
Obat : tPA, streptokinase, urokinase, ancrod, prourokinase
Komplikasi : Perdarahan intraserebral
113
Terap Antikoagulan
Heparin
Klas IIb
Tujuan : cegah emboli berulang
Preparat :
heparin
low molecular weight heparin :
Enaxoparine
Nadroparine
Komplikasi : perdarahan
Antitrombotik
Mengurangi risiko stroke /TIA berulang
Preparat :
Aspirin, Ticlopidine, Clopidogrel, GP II/III a antagonis Warfarin, Dipiridamol
Diberikan setelah beberapa hari
Neuroprotektif
Pentoksifilin
CDP-choline
Piracetam
Penghambat kalsium kanal
Lain-lain masih dalam penelitian
PERDARAHAN SUBARAHNOID
Nimodipine : oral 4 X 60 mg 0,35mg/kg drip
Hati-hati hiponatremia dan water loss (SIADH)
Arteriografi emergensi clipping /coiling pada arteri sakular
Tempat tenang, kadang perlu sedatif
PERDARAHAN INTRASEREBRAL
Penyebab kematian : kompresi atau distorsi struktur dalam dan herniasi
Kematian lokasi dan volume perdarahan
Penanganan optimal untuk
Cegah perdarahan seterusnya
Kurangi TIK
Pemasangan shunt
114
OBAT-OBAT dan KARDIOVERSI
115
singkat,Ventrikel ekstrasistol. dan cairan pendorong dalam spuit
Kurang efektif bila pasien lainnya
menggunakan teophilin, hindarkan Kedua spuit disambung dengan Infus
pada pemakai dipiridamol. melalui three way stopcock
Dapat memperburuk keadaan Dorong obat secara cepat (1– 3 detik)
misalnya hipotensi pada pasien Diikuti dengan pemberian cairan
dengan ventrikel takikardi pendorong secara cepat
Bila SVT diatasi kadang timbul sinus
bradikardi atau VES.
Kontraindikasi :
Takikardi akibat keracunan obat
Kewaspadaan
Dapat menyebabkan vasodilatasi dan
hipotensi, inotropik negatif,
memperpanjang QT interval. Hati hati
pada pasien dengan gagal ginjal.
Waktu paruh sangat panjang (40 hari)
116
Atropin sulfat Indikasi : Asistol atau PEA:
Obat utama pada sinus bradikardi 1 mg IV bolus
Dapat diberikan yang simptomatis (kelas I) Ulangi tiap 3–5 menit sampai dosis
melalui ETT Mungkin bermanfaat pada AV blok maksimal 0,03–0,04 mg/KgBB
nodal (kelas II a) atau ventrikuler
asistol. Tidak efektif pada mobitz tipe Bradikardi :
II (kelas II b) 0,5–1 mg IV bolus setiap 3–5 menit
Obat kedua (setelah epine- sampai dosis maksimal 0,04
prin/Vasopresin ) pada asistol atau mg/KgBB
PEA bradikardi (kelas II b) Interval lebih pendek (3 menit) dan
dosis lebih tinggi 0,04 mg/KgBB bila
Kewaspadaan : gejala klinis serius
Hati hati pada iskemia jantung dan
hipoksia Pemberian per ETT :
Hindari pada hipotermi dengan 2 –3 mg diencerkan dalam 10 cc NaCl
bradikardi 0,9 %
Tidak efektif pada mobitz tipe II dan
blok derajat III dengan QRS lebar
Kewaspadaan :
Jangan digunakan secara rutin pada
henti jantung
Jangan dicampur dengan Natrium
bikarbonat
117
Kardioversi Indikasi : Teknik :
Modul yang Semua takikardi (> 150 dpm ) yang Lihat algoritme kardioversi
dipergunakan adalah disertai gejala dan keluhan serius Diperlukan premedikasi
modul sinkron Dapat diberikan obat obatan sesuai Pasang pada modul sinkron pada
sehingga energi dengan aritminya setiap tindakan
dilepas segera setelah Perhatikan adanya tanda pada setiap
gelombang R Kewaspadaan : gelombang R
Pada keadaan kritis (gambaran VF/VT Yakinkan tidak ada anggota tim yang
tanpa nadi) langsung lakukan masih ada kontak dengan pasien
defibrilasi Energi yang diperlukan adalah 100 J,
Kardioversi segera umumnya tidak 200 J
dilakukan jika denyut nadi < 150 dpm
Modul sikron harus selalu disiapkan
kembali setelah setiap kardioversi
Siapkan defibrilasi jika EKG berubah
menjadi VF
Kardioversi dilakukan pada pasien
yang disambung dengan monitor
Kontraindikasi:
Takikardi akibat keracunan/overdosis
obat
Kontaindikasi :
Bila syok disebabkan oleh obat/racun
Jangan dicampur dengan natrium
bikarbonat
118
Dopamin Indikasi : Infus kontinyu sesuai dengan
Infus IV Obat kedua untuk bradikardi respon :
400–800 mg/250 cc simptomatik (setelah atropin ) Dosis rendah 1–5 µg/KgBB/menit
NaCl 0,9 %, RL, D5W Digunakan pada hipotensi ( tekanan Dosis sedang (dosis jantung )
darah sistolik antar 70–100 mmHg ) 5-10µg/KgBB/menit
dengan tanda dan gejala syok Dosis tinggi (dosis vasopresor)
10–20 µg/KgBB/menit
Kewaspadaan :
Preload harus cukup
Hati hati pada syok kardiogenik
dengan gagal jantung kongesti
Dapat menyebabkan takiaritmia,
vasokonstriksi
Turunkan perlahan lahan
Jangan dicapur dengan Natrium
bikarbonat
119
Kewaspadaan :
Jangan digunakan pada henti jantung
Meningkatkan kebutuhan oksigen
jantung
Jangan diberikan bersama epineprin,
karena dapat menyebabkan VF/VT
Jangan diberikan pada pasien syok
akibat racun/obat, kecuali keracunan
β-bloker
Dosis tinggi termasuk kelas II kecuali
pada keracuanan β-bloker
120
Natrium Bikarbonat Indikasi : Infus IV
Kelas I jika diketahui hiperkalemia 1 mEq/KgBB IV bolus lambat 5-10
Kelas II a Jika diketahui asidosis atau menit
kelebihan obat antidepresan trisiklik Diulangi dengan dosis 0,5 mEq/KgBB
Kelas II b Jika resusitasi telah lama setiap 10 menit
dengan ventilasi yang efektif Jika memungkinkan gunakan analisa
Kelas III asidosis hiperkarbia gas darah sebagai petunjuk terapi
Kewaspadaan :
Ventilasi dan RJP lebih penting,
karena bikarbonat bukan merupakan
buffer utama pada henti jantung
Tidak direkomendasikan untuk
penggunaan nrutin pada henti jantung
Kewaspadaan :
Merupakan kontraindikasi pada
hipotermia berat atau henti jantung
bradiasiatol yang lama
Pada pasien yang sadar perlu
diberikan analgetik
121
Vasopresin Indikasi Dosis :
Dapat digunakan sebagai alternatif IV, Intra osteos ( IO ), dan ETT
pengobatan selain epineprin pada 40 unit IV bolus cepat 1 kali
pengobatan VF yang tidak respon pemberian
dengan defibrilasi (kelas II b)
Dapat dipergunakan untuk
memperbaiki hemodinamik pada syok
yang disebabkan oleh dilatasi
pembuluh darah (misalnya syok
septik)
Kewaspadaan/ kontraindikasi :
Merupakan vasokonstriktor perifer
yang potensial. Meningkatkan tahanan
resisten perifer yang dapat
menyebabkan iskemia dan angina
Tidak direkomendasikan untuk pasien
dengan penyakit jantung koroner
122
KLASIFIKASI INTERVENSI TERAPI
123
DAFTAR PUSTAKA
1. Aehlet B, ACLS Quick Review Study Guide, Mosby-Year Book, Inc. St. louis,
1994
2. Chou T. C, Electrocardigraphy in Clinical Practise, 4th , W.B Saunders
Company, Philadelphia, 1999
3. Commins R. O et all (ed), Advanced Cardiac Life Support, American Heart
Association, Dallas, 1997-1999
4. Commins R. O et all (ed), Guidelines 2000 for Cardiopulmonary Resucitation
and Emergency Cardiovascular Care, International Conssensus on Science,
Amarican Heart Association, Dallas, 2000
5. Commins R. O et all (ed), ACLS Provider Manual, American Heart Association,
Dallas, 2001
6. Hanzinki M. F et all (editor), 2000 Handbook of Emergency Cardiovascular
Care of Healthcare Provider, American Heart Association, Dallas 2000
7. Halloway N. M, Nursing the Critical Ill Adult, 4th, Addison-Wesley Nursing
California, 1989
8. Huff J, Doembach D.P, White R. D, EGG Workout Exercise in Arrythmia
Interpretation, Second ed, J.B. Lippincott Company, Philadephia, 1993
9. Kersen L.D, Comprehensive Respiratory Nursing, Harcout Brace Jovanovich,
Inc. Philadelphia, 1989
10. Mustafa I, Surianata S, Resusitasi Jantung Paru, Rumah Sakit Jantung Harapan
Kita, Jakarta, 1996
11. Tortora G. J and Grabowski S. R, Principles of Anatomy and Physiology, Jhon
Wiley & Son Inc, New York, 2000
124