Sistem Partikel
Sistem Partikel
MAKALAH
Oleh :
Adiyat Makrufi (100321400984)
Charisma P. W. (100321400989)
Ferdiana Ika Wati (100321405240)
Mar’atus Sholihah (100321400895)
Regina Petty Yolanda (100321400893)
Kelompok IV
Kelas C / Offering C
r1 m1
mn rn r2 m2
Y
rk
X
mk
mk
Gambar 1. Sistem partikel dengan beberapa massa pada jarak yang berbeda dari titik asal.
Dalam hal ini M = ∑ 𝑚k merupakan jumlah kesulurahan massa dan penjumlahan
∑ 𝑑ari k=1 ke k=N. Berdasarkan komponen maka dapat dituliskan :
1 1 1
X=𝑀 ∑ 𝑚𝑘 𝑥𝑘 , Y = 𝑀 ∑ 𝑚𝑘 𝑦𝑘 , Z = 𝑀 ∑ 𝑚𝑘 𝑧𝑘 (2)
Dari persamaan (1) didapat bahwa pusat massa merupakan pusat rata – rata dari
massa berat. Kecepatan v = 𝑅̇ pada pusat massa dapat diperoleh dengan differensiasi
persamaan (1) terhadap t, oleh karena itu,
1
v = 𝑅̇ = 𝑀 ∑ 𝑚𝑘 𝑟̇ k (3)
Komponen – komponen kecepatanpadapusatmassadapatditulis
1 1 1
𝑣𝑥 = 𝑥̇ = 𝑀 ∑ 𝑚𝑘 𝑥̇ k, 𝑣𝑦 = 𝑦̇ = 𝑀 ∑ 𝑚𝑘 𝑦̇ k, 𝑣𝑧 = 𝑧̇ = 𝑀 ∑ 𝑚𝑘 𝑧̇ k (4)
Selanjutnya akan didiskusikan Pemkaian tiga hukum kekekalan yang menjadi dasar yaitu:
(1)Kekekalan momentum linier, (2)Kekekalan momentum sudut, (3) Kekekalan energi. Dan
juga terdapat dua pemecahan pada masalah ini yaitu : (1) Hukum – hukum Newton,
(2)Prinsip kesamaan.
Dalam hal ini 𝐹̅ adalah gaya luar yang bekerja pada 𝑚, dan 𝑝̅ = 𝑚 𝑣̅ (8)
Jika m konstan
𝑑𝑝̅ 𝑑 𝑑𝑣̅
𝐹̅ = 𝑑𝑡 = 𝑑𝑡 (𝑚 𝑣̅ ) = 𝑚 𝑑𝑡 = 𝑚𝑎̅ (9)
Selanjutnya, jika 𝐹̅ = 0, 𝑝̅ adalah konstan, ini adalah konservasi dari hukum kekekalan
momentum linear untuk partikel tungggal. Pada sistem N partikel, seperti pada gambar (1),
gerak partikel ke k dari massa 𝑚𝑘 , pada jarak 𝑟𝑘 dari titik asal dan dengan kecepatan 𝑟̇𝑘 ( =
𝑣𝑘 ) dan percepatan 𝑟̈𝑘 . Gaya total 𝐹𝑘 bekerja pada partikel 𝑘𝑡ℎ merupakan penjumlahan dua
gaya :
1. Jumlah gaya eksternal 𝐹𝑘 yang diterapkan pada partikel 𝑘𝑡ℎ .
2. Jumlah gaya internal 𝐹𝑘 pada partikel𝑘𝑡ℎ dengan n – 1 partikel dalam sistem
Jadi persamaan gerak untuk partikel 𝑘𝑡ℎ sesuai dengan hukum Newton adalah :
Bilamana 𝑝̅ adalah jumlah momentum linier pada system partikel N partikel dan 𝐹̅ gaya luar
total yang bekerja pada sistem, maka :
𝑁
𝑑𝑝̅ 𝑘 𝑁
𝑃̅ = ∑ = ∑𝑘=𝑙 𝑚𝑘 𝑟̅𝑘̇ , (15)
𝑘=𝑙 𝑑𝑡
𝑁
𝐹̅ = ∑𝑘=𝑙 𝐹̅𝑘𝑙 (16)
Selanjutnya jumlah gaya dalam yang bekerja pada semua system partikel sama
𝑁
dengan nol ∑𝑘=𝑙 𝐹̅𝑘𝑖 = 0 (17)
𝑑𝑝̅
Kombinasi Persamaan (15), (16), dan (17) dengan pers (14) didapatkan : = 𝐹̅ (18)
𝑑𝑡
𝐹̅ = 𝑀𝑅̅̇ (21)
Sehingga dapat disimpulkan “Pusat massa pada sistem partikel bergerak seperti
halnya partikel tunggal bermassa m bekerja pada gaya tunggal F sama dengan jumlah semua
gaya luar yang bekerja pada sistem”.
Dua buah pendekatan differensial :
1. Hukum II Newton
𝑁
2. Prinsip dari kerja nyatanya, sesuai dengan persamaan (11) : 𝐹̅ = ∑𝑘=𝑙,𝑘±𝑙 𝐹̅𝑘𝑙
𝑖
𝐹̅𝑘𝑙
𝑖
merupakan gaya dorong pada partikel 𝑘𝑡ℎ menuju partikel 𝑙𝑡ℎ . Sesuai dengan hukum III
Newton.
𝐹̅𝑘𝑖 = −𝐹̅𝑘𝑖 (22)
Dengan menggunakan persamaan (11) jumlah semua gaya internal adalah
𝑁
∑𝑘=𝑙 𝐹̅𝑘𝑖 = ∑𝑁 𝑁 ̅𝑖
𝑘=𝑙 ∑𝑙=1,𝑙≠1 𝐹𝑘𝑙 (23)
𝛿 r sama untuk semua partikel, jika total kerja yang dilakukan oleh gaya internal sama dengan
𝑁
nol untuk semua perpindahan maka : 𝛿𝑟̅ . [∑𝑘=𝑙 F̅ki ] = 0
𝑁 𝑁
Karena 𝛿 tidak nol maka: ∑𝑘=𝑙 𝐹̅𝑘𝑖 = ∑𝑁 ̅i
𝑘=𝑙. ∑𝑙=𝑙,𝑙≠1 Fk = 0 (26)
Suku pertama bagian kanan diabaikan karena hasil perkalian silangnya sama dengan nol
(𝑟̇ xm𝑟̇ =0), sedangkan m𝑟̇ , dari persamaan (10) sama dengan gaya total yang bekerja pada
partikel k, diperoleh :
𝑑𝐿̅
= ∑𝑁 ̅𝑒 𝑁 ̅𝑖 𝑁 ̅𝑒 𝑁 𝑁 ̅𝑖
𝑘=𝑙[𝑟̅𝑘 𝑥 (𝐹𝑘 + ∑𝑙=𝑙,𝑙≠𝑘 𝐹𝑘𝑙 )] = ∑𝑘=𝑙 𝑟̅𝑘 𝑥 𝐹𝑘 + ∑𝑘=𝑙 ∑𝑙=𝑙,𝑙≠𝑘 𝑟̅𝑘 𝑥 𝐹𝑘𝑙 (30)
𝑑𝑡
Dalam hal ini 𝐹̅𝑘𝑙 merupakan gaya luar total yang bekerja pada partikel k, dan 𝐹̅𝑘𝑙
𝑖
sebagai gaya dalam yang bekerja pada partikel 𝑘𝑡ℎ menuju𝑙𝑡ℎ . Suku kedua pada ruas kanan
sama dengan nol, dalam hal ini,
(𝑟̅𝑘 𝑥𝐹̅𝑘𝑙
𝑖
) + (𝑟̅𝑙 𝑥𝐹̅𝑘𝑙
𝑖
) (31)
Olehkarena 𝐹̅𝑘𝑙
𝑖
= - 𝐹̅𝑙𝑘
𝑖
, maka persamaan dapat dinyatakan seperti gambar (2)
(𝑟̅𝑘 − 𝑟̅𝑙 ) 𝑥 𝐹̅𝑘𝑙
𝑖
= 𝑟𝑘𝑙 𝑥 𝐹̅𝑘𝑙
𝑖
(32)
Penerapan ini sama dengan nol jika gaya dalam adalah pusat. Karena kedua partikel ini
saling tarik menarik atau tolak menolak sehingga suku bagian kanan persamaan (30)
dihilangkan dan persamaannya menjadi :
𝑑𝐿̅
= ∑𝑁 ̅𝑙
𝑙=𝑙 𝐹𝑘 𝑟̅𝑘 (33)
𝑑𝑡
Jika𝜏̅𝑘 merupakan torka pada partikel 𝑘𝑡ℎ , maka torka totalnya adalah
𝑑𝐿̅ 𝑁 ̅𝑙
= ∑𝑁
𝑙=𝑙 𝜏̅𝑘 = ∑𝑙=𝑙 𝐹𝑘 𝑟̅𝑘 (34)
𝑑𝑡
𝑑𝐿̅
Dan = 𝜏̅𝑘 (35)
𝑑𝑡
Kekekalan momentum sudut, untuk sistem yang tertutup , satu sama lain tidak bekerja gaya
luar, torka total 𝜏̅menjadi nol, dalam hal ini momentum sudutnya konstan dalam besar dan
arah yakni
𝑑𝐿̅
𝜏̅ = 0, 𝑑𝑡 = 0 𝑑𝑎𝑛 𝐿̅ = ∑𝑁
𝑙=𝑙 𝑟̅𝑘 × 𝑚𝑘 𝑣̅𝑘 = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛𝑡 (36)
D. KEKEKALAN ENERGI
Pada beberapa situasi, gaya total yang bekerja pada partikel dalam sistem adalah suatu
fungsi posisi partikel pada sistem. Gaya 𝐹̅ k pada partikel kth adalah :
𝐹̅ k = 𝐹̅ ke + 𝐹̅ ki = 𝐹̅ k (𝑟̅ 1, 𝑟̅ 2......, 𝑟̅ n) dalam hal ini k=1,2,....,N (37)
Gaya luar 𝐹̅ ke dapat tergantung pada posisi 𝑟̅ k dari partikel k, sedangkan gaya dalam 𝐹̅ ki
tergantung pada posisi relatif dari partikel-partikel relatif lain terhadap partikel k, yakni 𝑟k1
= 𝑟k 𝑟1 dan sebagainya. Jika gaya 𝐹 k1 memenuhi kondisi,
∇ 𝑥 𝐹𝑘 = 𝑐𝑢𝑟𝑙 𝐹𝑘 = 0 (38)
Dan, fungsi potensial : 𝑉 = 𝑉(𝑟1 , 𝑟2 , … , 𝑟𝑛 ) (39)
Sehingga
𝜕𝑉 𝜕𝑉 𝜕𝑉
𝐹𝑘𝑥 = − 𝜕𝑥 , 𝐹𝑘𝑦 = − 𝜕𝑦 , 𝐹𝑘𝑧 = − 𝜕𝑧 , dimana k=1,2,...N (40)
𝑘 𝑘 𝑘
Gerak partikel kth dinyatakan sebagai : 𝑚𝑘 𝑟̈𝑘 = 𝑚𝑘 𝑣̇ 𝑘 = 𝐹𝑘 (41)
Dengan menggunakan persamaan (40) didapat
𝑑𝑣𝑘𝑥 𝜕𝑉 𝑑𝑣𝑘𝑦 𝜕𝑉 𝑑𝑣𝑘𝑧 𝜕𝑉
𝑚𝑘 − = − 𝜕𝑥 , 𝑚𝑘 − = − 𝜕𝑦 , 𝑚𝑘 − = − 𝜕𝑧 , (42)
𝑑𝑡 𝑘 𝑑𝑡 𝑘 𝑑𝑡 𝑘
𝑑𝑥 k 𝑑𝑦k
Mengalikan persamaan pertama dengan 𝑣k1 = , persamaan kedua dengan 𝑣k1 = , dan
𝑑𝑡 𝑑𝑡
𝑑𝑧
persamaan ketiga 𝑣𝑘𝑙 = 𝑑𝑡 k, dan menambahkannya sehingga diperoleh,
𝑑 1 𝜕𝑉 𝑑𝑥𝑘 𝜕𝑉 𝑑𝑦𝑘 𝜕𝑉 𝑑𝑧𝑘
(2 𝑚𝑘 𝑣𝑘2 ) + + + = 0 dengan k = 1, 2, .......N (43a)
𝑑𝑡 𝜕𝑥𝑘 𝑑𝑡 𝜕𝑦𝑘 𝑑𝑡 𝜕𝑧𝑘 𝑑𝑡
Dan
𝜕𝑉 𝑑𝑥𝑘 𝜕𝑉 𝑑𝑦𝑘 𝜕𝑉 𝑑𝑧𝑘 𝑑𝑉
∑𝑁
𝑘=𝑙( + + )= (45)
𝜕𝑥𝑘 𝑑𝑡 𝜕𝑦𝑘 𝑑𝑡 𝜕𝑧𝑘 𝑑𝑡 𝑑𝑡
Sistem ini merupakan gaya pergesaran dalam, seperti gaya pergeseran ini gayut pada
kecepatan relatif dari partikel dan bukan gaya pusat, sehingga hukum kekekalan energi,
persamaan (46) tidak dapat dicapai sebagai sistem.
Catatan bahwa 𝑢 adalah kecepatan dari gas yang keluar. Persamaan (54) dapat
̅̅̅̅
𝑑𝑣 𝑑𝑚
ditulis sebagai: 𝑚 = 𝑢̅ + 𝐹̅ (55)
𝑑𝑡 𝑑𝑡
m Dalam hal ini 𝐹 sebagai gaya gravitasi, gaya gesek udara, atau beberapa gaya
𝑑𝑣
luar lainnya, sedangkan 𝑚 𝑑𝑡 sebagai gaya daya dorong mesin roket. Oleh
𝑚
Hasilnya,𝑣̅ = 𝑣̅0 − 𝑢̅. 𝑙𝑛 ( 𝑚0 ) + 𝑔̅ . 𝑡 (60)
Pada saat t=0 dan besar kecepatan 𝑣0 = 0 dan 𝑢 berlawanan dengan 𝑣, maka persamaan (60)
𝑚
menjadi (bentuk scalar) : 𝑉 = 𝑢. 𝑙𝑛 ( 𝑚0 ) − 𝑔. 𝑡 (61)
Pada keadaan awal, daya dorong roket harus cukup besar untuk mengatasi gaya gravitasi
m0g.
Sabuk Conveyer
Dalam hal ini 𝐹 merupakan gaya yang digunkan pada sabuk-berjalan. Daya yang
disuplai oleh gaya agar sabuk-berjalan dapat melaju v yakni,
𝑑𝑚 1 𝑑 1 𝑑𝑘
𝐷𝑎𝑦𝑎 = 𝑃 = 𝐹. 𝑣 = 𝑣 2 = 2 𝑚𝑣 2 = 2 𝑑𝑡 (2 (𝑚 + 𝑀)𝑣 2 ) = 2 𝑑𝑡 (64)
𝑑𝑡
Dalam hal ini besar daya dua kali laju perubahan energy kinetiknya, dan hokum
kekekalan energy mekanik tidak dapat diterapkan disini. Daya yang lepas digunakan untuk
bekerja berlawanan dengan gaya gesek. Ketika pasir mengenai sabuk-berjalan maka harus
dipercepat dari kelajuan nol sampai kelajuan sabuk-berjalan menempuh jaraj tertentu. Pada
pengamat yang berada pada sabuk, pasir yang jatuh ke bawah harus bergerak horizontal
dengan kelajuan v pada arah berlawanan dengan sabuk. Sabuk-berjalan menggerakkan pasir
bermassa dm dengan gaya horizontal 𝑑𝐹̅𝑓 yakni,
Dalam hal ini µ merupakan koefisien gesekan kinetic antara sabuk dan pasir. Jadi
percepatan pasir adalah 𝑎̅ = 𝐹̅ ⁄𝑚 ,sehingga
𝑑𝐹̅𝑓
𝑎̅ = /𝜇𝑔̅ (66)
𝑑𝑚
Jarak x yang ditempuh oleh pasir yang mengalami perubahan kelajuan dari –v ke 0 yakni,
𝑣2 𝑣2
𝑋 = 2𝑎 = 2𝑚𝑔 (67)
m3 𝑣3f
θ3
m1 m2
𝑣1i θ4
𝑣4f
(102)
Ditinjau sebuah objek bermassa m1bergerak dengan kecepatan 𝑣1 menabrak sebuah objek lain
yang diam bermassa m2 , dan kemudian kedua objek menempel setelah tumbukan dan
kecepatannya 𝑣2. Menurut hukum konservasi momentum maka,
𝑚1 𝑣1
𝑣2 = 𝑚1+𝑚2 (103)
(105)
Untuk reaksi endoergic K1 harus menjadi ≥ (K1) ambang.
Hukum kekekalan momentum dan energi yang diperlukan pada tumbukan satu dimensi
antara dua buah objek seperti pada gambar 9, yakni
m1𝑣1i + m2𝑣2i = m1𝑣1f + m2𝑣2f (106)
1 1 1 1
m1𝑣1i 2+ 2m2𝑣2i2 = 2m1𝑣1f2+ 2m2𝑣2f2 (107)
2
Dalam hal ini, e=1 untuk tumbukan lenting dan e=0 untuk tumbukan tak lenting
sempurna, untuk tumbukan tak elastis e berada diantara 0 dan 1.
m1 m2 m1 m2
sedangkan 𝐹 12i adalah gaya dalam yang bekerja antara m1 dan m2 , dan F21isebagai gaya
dalam yang bekerja antara m1 dan m2, sesuai dengan hukum III Newton,
𝐹 12i = - F21i= f (110)
Sedangkan gaya luar total yang bekerja pada suatu sitem
F = 𝐹 1e + 𝐹 2e (111)
Mengikuti hukum II Newton, gerak dua benda dalam sistem lab dapat ditulis sebagai :
(112)
(113)
(114)
Dan koordinat relatif (r) diberikan oleh
𝑟 = 𝑟1 - 𝑟2 (115)
Sedangkan reverse transformasi diberikan dengan persamaan
𝑚2
𝑟1 = R + 𝑚1+𝑚2 𝑟 (116)
m2
CM
r2
R m1
r1
Gambar 10. Pusat massa dan gerak rektif untuk sistem tetap pada dua partikel
𝑚2
Dan 𝑟2= R - 𝑚1+𝑚2 𝑟 (117)
(119)
Untuk khasus khusus,𝐹 1e=F2e = 0 (120)
𝐹1𝑒 𝐹𝑒
Atau -𝑚2 (121)
𝑚1 2
Gaya luar yang bekerja pada objek tersebut proposional dengan massanya, sehingga
persamaan (119) menjadi
m1 m2 (𝑟̈ 1 - 𝑟̈ 2) = (m1 + m2) f (122)
Oleh karena massa reduksi didefinisikan sebagai
𝑚1 𝑚2
µ = 𝑚1+𝑚2 (123)
(125)
Dan kecepatan relatif (v)
v = 𝑟̇ = 𝑟̇ 1 - 𝑟̇ 2 (126)
Sedangkan invers tranformasinya dinyatakan sebagai,
(127)
(128)
Dengan demikian total momentum linier sistem yakni,
P = m1 𝑟̇1 + m2𝑟̇ 2 = M𝑅̇ (129)
Dan total momentum sudut sistem yakni,
L = m1(r1 x 𝑟̇ 1) + m2(r2 x 𝑟̇ 2) (130)
Subtitusi untuk 𝑟̇ 1 dan 𝑟̇ 2 dari persamaan (127) dan (125), didapatkan
L = M (R x 𝑅̇ ) x µ (rx 𝑟̇ 2) (131)
Sedangkan untuk energi kinetiknya diberikan oleh persamaan
1 1
K = 2 m1 r12 + 2 m2 r22 (132)
m1 CM m2
v1i v2i = 0
Misalkan tumbukan antara m1 dan m2 diamati oleh pengamat yang berada dalam
SKPM yang bergerak dengan kecepatan vc. Kecepatan m1 dan m2 terhadap SKPM adalah
v’1i dan v’2i (tanda aksen menunjukkan bahwa besaran digambarkan dalam SKPM).
m1 CM m2
O x
v’1i = v1i- vc v2i = - vc
CM m2
Gambar 12. Gerak partikel m1 dan m2 pada sistem koordinat pusat massa (SKPM).
Gambar 12 menunjukkan gerak kedua partikel terhadap SKPM. Momentum tiap partikel
sebelum tumbukan dalam SKPM
v1i adalah v2i = 0
Jadi momentum linier total dari sistem dalam SKPM sebelum tumbukan adalah
Bahwa momentum linier total sebelum tumbukan sama dengan nol merupakan salah satu sifat
penting dari SKPM. Hal ini berakibat agar momentum liniear kekal, momentum linier total
setelah tumbukan harus nol juga. Dipandang dari SKPM dua partikel bermassa m1 dan m2
saling mendekat dalam garis lurus dan setelah tumbukan saling menjauh dalam garis lurus
juga dengan kecepatan awal yang sama, seperti ditunjukkan dalam gambar 13(a). Garis yang
menghubungkan kedua partikel yang saling menjauh dapat juga membentuk sudut θc (dalam
Y
m1 v1f
v1 θL X
SKPM). Sebagai perbandingan, gambar 13(b) menunjukkan tumbukan yang diapandang dari
SKL.
(a)
O v’1i = v1i - vc m2
v’2f = vc
SEBELUM SESUDAH
Gambar 13. Tumbukan antara dua partikel bermassa m1 dan m2 yang dilihatdari (a)
SKPM (b) SKL
Selanjutnya akan dibahas masalah bagaimana cara kembali dari SKPM ke SKL dan
hubungan antara sudut yang dibuat oleh partikel setelah tumbukan dengan arah mula-mula
baik dalam SKL maupun SKPM. Dalam SKPM, kecepatan akhir dan arah partikel setelah
tumbukan ditunjukkan pada gambar 13(a). Untuk menentukan kecepatan akhir partikel dalam
SKL, maka prosedur untuk berubah dari SKL ke SKPM dapat dibalik. Hal ini dapat
dilakukan dengan menambahkan ke kecepatan akhir v’1f = (v1i – vc) dan v’2f = vc, kecepatan
pusat massa vc seperti ditunjukkan oleh gambar 14, dapat ditentukan hubungan θL dan ΦL
dalam SKL dan θLdalam SKPM. Dengan menguraikan ke dalam komponennya, persamaan
(143) dapat dituliskan
v1f cos θL = vc + v’1f cosθC (145)
v1f sin θL = v’1f sinθC (146)
vc
v’1f θL v1f
O θc
X
ϕL
Dengan saling membagi akan diperoleh
v’2f v2f
vc
𝑉 ′ 1𝑓𝑠𝑖𝑛 𝜃𝑐 sin 𝜃𝑐
tan 𝜃L= = 𝑉𝑐 (147)
𝑉𝑐+𝑉′1𝑓 𝐶𝑜𝑠 𝜃𝑐 +cos 𝜃𝑐
𝑉′ 1𝑓
sin 𝜃𝑐
atau tan θL = 𝛾+cos 𝜃𝑐 (148)
𝑉𝑐 𝐾𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛𝑝𝑢𝑠𝑎𝑡𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚𝑆𝐾𝐿
Dimana γ = = (149)
𝑉′1𝑓 𝐾𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛𝑚1 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ𝑡𝑢𝑚𝑏𝑢𝑘𝑎𝑛𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚𝑆𝐾𝑃𝑀
Nilai dari vc dan v’1f diberikan oleh persamaan (137) dan (135). Dari persamaan (137)
𝑚1 µ
vc = v1i = v1i (150)
𝑚1+𝑚2 𝑚2
Dimana µ adalah massa tereduksi dan v1i adalah kecepatan relatif awal (= v1i – v2i = v1i – 0
=v1i). Kecepatan relatif akhir, v’1f (= v’1i), dari persamaan (138) sama dengan
𝑚2 µ
v’1f = v1f = v1f (151)
𝑚1+𝑚2 𝑚1
Gabungan tiga persamaan tersebut (dan dengan memperhatikan bahwa kecepatan akhir
sama dengan kecepatan awal dalam SKPM), diperoleh
𝑉𝑐 𝑚1 𝑉1𝑖
γ= = (152)
𝑉′1𝑓 𝑚2 𝑉1𝑓
Untuk tumbukan tak lenting v1i ≠ v1f sehingga persamaan (145) menjadi
sin 𝜃𝑐
tan θL = (153)
𝑚1 𝑣1𝑖 / 𝑚2 𝑣1𝑓+cos 𝜃𝑐
Ditinjau beberapa kasus khusus dari persamaan (154) untuk tumbukan lenting :
Kasus (a) : Jika m1 = m2, seperti dalam khusus tumbukan antara neutron dan proton,
persamaan (154) dapat dituliskan sebagai
𝜃𝑐 𝜃𝑐
sin 𝜃𝑐 2 sin( )cos( ) 𝜃𝑐
tan θL = = 2
𝜃𝑐
2
= tan (155)
1 +cos 𝜃𝑐 2 𝑐𝑜𝑠2 ( ) 2
2
𝜃𝑐
sehingga θL = (156)
2
Karena dalam SKPM θc dapat memiliki nilai antara 0 dan π, maka θL dapat memiliki
𝜋
nilai maksimum 2 .