r1m1
mn rn r2 m2
Y
rk
X
mk
Gambar 1. Sistem partikel dengan beberapa massa pada jarak yang berbeda dari titik asal.
Dari persamaan (1) didapat bahwa pusat massa merupakan pusat rata – rata dari massa
v= ̇ = ∑ ̇k (3)
̈ ∑ ̈ k, ̈ ∑ ̈ k, ̈ ∑ ̈k (6)
Selanjutnya akan didiskusikan Pemkaian tiga hukum kekekalan yang menjadi dasar yaitu:
(1)Kekekalan momentum linier, (2)Kekekalan momentum sudut, (3) Kekekalan energi. Dan
juga terdapat dua pemecahan pada masalah ini yaitu : (1) Hukum – hukum Newton,
(2)Prinsip kesamaan.
=+ = , 1,2,…..n (10)
̅ adalah gaya partikel ke pada partikel, karena vektor alami dari persamaan
(10), dalam hal ini 3n untuk orde ke-2 secara persamaan differensial dapat terpecahkan.
Persamaan (10 )dapat diselesaikan dengan menggunakan pusat koordinat massa.
Momentum untukpartikel diberikanoleh :
= ̅ =
(12)
̅
Persamaan (10) diambil dari : ̅ ̅
= ̅ + ̅ (13)
∑ ∑ ∑ ̅ ∑ ̅
∑ ̅
Bilamana ̅ adalah jumlah momentum linier pada system partikel N partikel dan ̅ gaya luar
total yang bekerja pada sistem, maka :
̅ ∑ ̅ ̇ , (15)
∑
̅ ̅ (16)
∑
Selanjutnya jumlah gaya dalam yang bekerja pada semua system partikel sama
dengan nol ∑
̅ (17)
Kombinasi Persamaan (15), (16), dan (17) dengan pers (14) didapatkan : ̅ ̅ (18)
̅ ∑
̇̅ (20)
̇
̅ ̅̇ (21)
Sehingga dapat disimpulkan “Pusat massa pada sistem partikel bergerak seperti
halnya partikel tunggal bermassa m bekerja pada gaya tunggal F sama dengan jumlah semua
gaya luar yang bekerja pada sistem”.
Dua buah pendekatan differensial :
1. Hukum II Newton
2. Prinsip dari kerja nyatanya, sesuai dengan persamaan (11) : ̅ ∑
̅
̅ merupakan gaya dorong pada partikel menuju partikel . Sesuai dengan hukum III
Newton.
̅ ̅ (22)
Dengan menggunakan persamaan (11) jumlah semua gaya internal adalah
∑ ̅ ∑ ∑
̅ (23)
∑
∑ ( ̅ ̅) ̅ ̅ + (25)
*∑
r sama untuk semua partikel, jika total kerja yang dilakukan oleh gaya internal sama dengan
Suku pertama bagian kanan diabaikan karena hasil perkalian silangnya sama dengan nol
( ̇xm ̇=0), sedangkan m ̇, dari persamaan (10) sama dengan gaya total yang bekerja pada
partikel k, diperoleh :
̅
∑ ̅ ∑ ̅ ∑ ̅ ∑ ∑ ̅ (30)
Dalam hal ini ̅ merupakan gaya luar total yang bekerja pada partikel k, dan ̅
sebagai gaya dalam yang bekerja pada partikel menuju . Suku kedua pada ruas kanan sama
dengan nol, dalam hal ini,
( ̅ ̅ ) ̅ ̅ (31)
Olehkarena ̅ - ̅ , maka persamaan dapat dinyatakan seperti gambar (2)
̅ ̅ ̅ (32)
Penerapan ini sama dengan nol jika gaya dalam adalah pusat. Karena kedua partikel ini
saling tarik menarik atau tolak menolak sehingga suku bagian kanan persamaan (30)
dihilangkan dan persamaannya menjadi :
̅
∑ ̅ (33)
̅
Dan (35)
Kekekalan momentum sudut, untuk sistem yang tertutup , satu sama lain tidak bekerja gaya
luar, torka total ̅menjadi nol, dalam hal ini momentum sudutnya konstan dalam besar dan
arah yakni
̅
̅ ̅ ∑ (36)
D. KEKEKALAN ENERGI
Pada beberapa situasi, gaya total yang bekerja pada partikel dalam sistem adalah suatu
fungsi posisi partikel pada sistem. Gaya ̅k pada partikel kth adalah :
̅k = ̅ke + ̅ki = ̅k ( ̅1, ̅2......, ̅n) dalam hal ini k=1,2,....,N (37)
Gaya luar ̅k dapat tergantung pada posisi ̅k dari partikel k, sedangkan gaya dalam ̅ki
e
tergantung pada posisi relatif dari partikel-partikel relatif lain terhadap partikel k, yakni k1
(42)
Mengalikan persamaan pertama dengan k1 = k , persamaan kedua dengan k1 = k , dan
∑∑
) (43b)
(
Dan
∑ (45)
Selama :
∑ ∑ (49)
Dapat diperoleh bahwa :
̂ ̂
̂ (50)
Sistem ini merupakan gaya pergesaran dalam, seperti gaya pergeseran ini gayut pada
kecepatan relatif dari partikel dan bukan gaya pusat, sehingga hukum kekekalan energi,
persamaan (46) tidak dapat dicapai sebagai sistem.
Catatan bahwa adalah kecepatan dari gas yang keluar. Persamaan (54) dapat
̅ ̅
ditulis sebagai: ̅
̅ (55)
Dalam hal ini sebagai gaya gravitasi, gaya gesek udara, atau beberapa gaya
luar lainnya, sedangkan sebagai gaya daya dorong mesin roket. Oleh
̅ ̅ ̅ 1) Besar nilai
,
Kecepatan akhir tergantung pada dua faktor, kecepatan
dari gas
yang dikeluarkan dan
(58)
2) Besar nilai m0/m, dalam hal ini m0 merupakan massa awal roket dan bahan bakar,
sedangkan m sebagai massa akhir saat semua bakar telah digunakan. Besar nilai m 0/m
digunakan untuk satelit pesawat/ roket. Penambahan nilai m0/m digunakan untuk satelit
dan pesawat luar angkasa meninggalkan bumi.
Untuk posisi roket dekat permukaan bumi , maka gaya gravitasi tak dapat diabaikan
sehingga disubstitusi ̅ dalam persamaan (55) dan didapat:
(59)
∫ ̅ ̅ ̅ ̅∫ ̅∫
Hasilnya, ̅ ̅ ̅ ( ) ̅ (60)
Pada saat t=0 dan besar kecepatan dan berlawanan dengan , maka persamaan (60)
menjadi (bentuk scalar) : ( ) (61)
Pada keadaan awal, daya dorong roket harus cukup besar untuk mengatasi gaya gravitasi
m0g.
Sabuk Conveyer
Dalam hal ini merupakan gaya yang digunkan pada sabuk-berjalan. Daya yang
disuplai oleh gaya agar sabuk-berjalan dapat melaju v yakni,
()
(64)
Dalam hal ini besar daya dua kali laju perubahan energy kinetiknya, dan hokum
kekekalan energy mekanik tidak dapat diterapkan disini. Daya yang lepas digunakan untuk
bekerja berlawanan dengan gaya gesek. Ketika pasir mengenai sabuk-berjalan maka harus
dipercepat dari kelajuan nol sampai kelajuan sabuk-berjalan menempuh jaraj tertentu. Pada
pengamat yang berada pada sabuk, pasir yang jatuh ke bawah harus bergerak horizontal
dengan kelajuan v pada arah berlawanan dengan sabuk. Sabuk-berjalan menggerakkan pasir
̅ ̅ (65)
Dalam hal ini µ merupakan koefisien gesekan kinetic antara sabuk dan pasir. Jadi
percepatan pasir adalah ̅ ̅⁄
,sehingga
̅ ̅ ̅ (66)
Jarak x yang ditempuh oleh pasir yang mengalami perubahan kelajuan dari –v ke 0 yakni,
(67)
̅ ̅ (68)
( ) (69)
dan 4f yang membentuk sudut θ3 dan θ4 terhadap sumbu-x. Sedangkan K1, K2, K3, dan K4
merupakan energi kinetik partikel m1, m2, m3, m4, dan energi disintegrasinya Q. Berdasarkan
hukum kekekalan momentum dan energi kinetik, dapat ditulis
m1 1i = m3 3f. cosθ3 + m4 4f. cosθ4 (98)
0 = m3 3f. sinθ3 - m4 4f. sinθ4 (99)
Dan K1 + Q = K3 + K4 (100)
m3 3f
θ3
m1 m2
1i θ4
(102)
Ditinjau sebuah objek bermassa m1bergerak dengan kecepatan 1 menabrak sebuah objek lain
yang diam bermassa m2 , dan kemudian kedua objek menempel setelah tumbukan dan
kecepatannya 2. Menurut hukum konservasi momentum maka,
2 = (103)
1i + 2i = 2f - 1f (108a)
Atau ( relatif f ) =-( )
relatif i (108b)
Dalam hal ini, e=1 untuk tumbukan lenting dan e=0 untuk tumbukan tak lenting
sempurna, untuk tumbukan tak elastis e berada diantara 0 dan 1.
m1 m2 m1 m2
O 1i 2i 2fX
1f
1i - 2i = -( real)i 1i - 2i = ( real)f
(112)
(113)
(114)
Dan koordinat relatif (r) diberikan oleh
1 - 2 (115)
Sedangkan reverse transformasi diberikan dengan persamaan
=R+
1 (116)
m2
CM
r2
R m1
r1
O
Gambar 10. Pusat massa dan gerak rektif untuk sistem tetap pada dua partikel
Dan = R -
2 (117)
Penjumlah persamaan (112) dan (113) akan diperoleh,
(m1 + m2) ̈= F
Atau M ̈ = F (118)
̈sebagai percepatan pusat massa sistem M (m1 + m2) karena gaya luar Selanjutnya
dengan mengalikan persamaan (112) dengan m2 dan persamaan (113) dengan m1 dan
kemudian menguranginya, didapatkan persamaan :
m1m2 ( 1 - 2) = m2 1e - m F e1+2m2F12i + m F i 1 21
(119)
e
Untuk khasus khusus, 1 =F2e = 0 (120)
Atau (121)
-
Gaya luar yang bekerja pada objek tersebut proposional dengan massanya, sehingga
persamaan (119) menjadi
m1 m2 ̈1 - ̈2) = (m1 + m2) f (122)
Oleh karena massa reduksi didefinisikan sebagai
µ=
(123)
dan 1 - 2, maka persamaan (122)
µr = f (124)
Merupakan persamaan gerak benda bermassa µ yang diberif gaya iternal f = F i 21
(125)
Dan kecepatan relatif (v)
v = ̇ = ̇1 - ̇2 (126)
Sedangkan invers tranformasinya dinyatakan sebagai,
(127)
(128)
Dengan demikian total momentum linier sistem yakni,
P = m1 ̇ 1 + m2 ̇ 2 = M ̇ (129)
Dan total momentum sudut sistem yakni,
L = m1(r1 x ̇1) + m2(r2 x ̇2) (130)
Subtitusi untuk ̇1 dan ̇2 dari persamaan (127) dan (125), didapatkan
K=m
2
1 r1 + m2 r22 (132)
K = M ̇ + µ 2̇
2
(133)
Atau K = M 2 + µ 2̇
Gambar 11. Kecepatan m1 dan m2 dan pusat massanya dalam sistem koordinat lab (SKL).
m1 CM m2
v1i v2i = 0
Misalkan tumbukan antara m1 dan m2 diamati oleh pengamat yang berada dalam
SKPM yang bergerak dengan kecepatan vc. Kecepatan m1 dan m2 terhadap SKPM adalah
v’1i dan v’2i (tanda aksen menunjukkan bahwa besaran digambarkan dalam SKPM).
m1 CM m2
O x
v’1i = v1i- vc v2i = - vc
Gambar 12. Gerak partikel m1 dan m2 pada sistem koordinat pusat massa (SKPM).
Gambar 12 menunjukkan gerak kedua partikel terhadap SKPM. Momentum tiap partikel
sebelum tumbukan dalam SKPM adalah
Jadi momentum linier total dari sistem dalam SKPM sebelum tumbukan adalah
Bahwa momentum linier total sebelum tumbukan sama dengan nol merupakan salah satu sifat
penting dari SKPM. Hal ini berakibat agar momentum liniear kekal, momentum linier total
setelah tumbukan harus nol juga. Dipandang dari SKPM dua partikel bermassa m 1 dan m2
saling mendekat dalam garis lurus dan setelah tumbukan saling menjauh dalam garis lurus
juga dengan kecepatan awal yang sama, seperti ditunjukkan dalam gambar 13(a). Garis yang
menghubungkan kedua partikel yang saling menjauh dapat juga membentuk sudut θ c (dalam
SKPM). Sebagai perbandingan, gambar 13(b) menunjukkan tumbukan yang diapandang dari
SKL.
Y
(a) m1 v1f
v1 θL X
O m1 m2 ΦL
m2 V2f
(b) Y m1v’1f = v1i - vc
m1 v’2i m2 X
O v’1i = v1i - vc m2
v’2f = vc
SEBELUM SESUDAH
Gambar 13. Tumbukan antara dua partikel bermassa m1 dan m2 yang dilihatdari (a)
SKPM (b) SKL
Selanjutnya akan dibahas masalah bagaimana cara kembali dari SKPM ke SKL dan
hubungan antara sudut yang dibuat oleh partikel setelah tumbukan dengan arah mula-mula
baik dalam SKL maupun SKPM. Dalam SKPM, kecepatan akhir dan arah partikel setelah
tumbukan ditunjukkan pada gambar 13(a). Untuk menentukan kecepatan akhir partikel dalam
SKL, maka prosedur untuk berubah dari SKL ke SKPM dapat dibalik. Hal ini dapat
dilakukan dengan menambahkan ke kecepatan akhir v’1f = (v1i – vc) dan v’2f = vc, kecepatan
pusat massa vc seperti ditunjukkan oleh gambar 14, dapat ditentukan hubungan θL dan ΦL
dalam SKL dan θLdalam SKPM. Dengan menguraikan ke dalam komponennya, persamaan
(143) dapat dituliskan
v1f cos θL = vc + v’1f cosθC (145)
v1f sin θL v’1f sinθC (146)
vc
v’1f θLv1f
O θc
X
atau
tan θL = (148)
Dimana γ
(149)
=
Nilai dari vc dan v’1f diberikan oleh persamaan (137) dan (135). Dari persamaan (137)
Dimana µ adalah massa tereduksi dan v1i adalah kecepatan relatif awal (= v1i – v2i = v1i – 0
=v1i). Kecepatan relatif akhir, v’1f (= v’1i), dari persamaan (138) sama dengan
v’1f
= v1f = v1f (151)
Gabungan tiga persamaan tersebut (dan dengan memperhatikan bahwa kecepatan akhir
sama dengan kecepatan awal dalam SKPM), diperoleh
γ = (152)
Untuk tumbukan tak lenting v1i ≠ v1f sehingga persamaan (145) menjadi
tan θL
(153)
=
Untuk tumbukan lenting, v1i = v1fsehingga persamaan (153) menjadi
tan θL
(154)
=
Ditinjau beberapa kasus khusus dari persamaan (154) untuk tumbukan lenting :
Kasus (a) : Jika m1 = m2, seperti dalam khusus tumbukan antara neutron dan proton,
persamaan (154) dapat dituliskan sebagai
()
tan θL = = = tan (155)
sehingga θ =
L (156)
Karena dalam SKPM θc dapat memiliki nilai antara 0 dan π, maka θL dapat memiliki
nilai maksimum .
tan θL
= tan c (157)
≈
sehingga θL ≈ θ C (158)
Kasus (c) : Jika m1 >m2, partikel yang menumbuk lebih berat dibandingkan partikel sasaran.
Dalam kasus ini, θL harus sangat kecil, tidak peduli berapa nilai θc.Hal ini bersesuaian dengan
persamaan (90) yang menyatakan bahwa θL tidak dapat lebih besar nilainya dibandingkan
dengan nilai maksimum θmaks.