Anda di halaman 1dari 52

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupan
manusia. Pendidikan merupakan proses dalam pembangunan manusia untuk
mengembangkan dirinya agar dapat menghadapi segala permasalahan yang
timbul pada diri manusia itu sendiri. Kualitas pendidikan akan sangat
berpengaruh terhadap kemajuan suatu bangsa. Oleh sebab itu pemerintah
berupaya dalam menyelenggarakan pendidikan nasional yang berkualitas bagi
seluruh masyarakat, sebagaimana dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 31 ayat (3) yang mengamanatkan
bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta
akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur
dengan undang-undang.
Dalam undang undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pasal 3 dituliskan bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional
tersebut diperlukan profil kualifikasi kemampuan lulusan yang dituangkan
dalam Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Standar Kompetensi Lulusan itu
sendiri merupakan kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang
mencakup sikap (afektif), pengetahuan (kognitif) dan keterampilan
(psikomotorik). Untuk mencapai kompetensi lulusan ditetapkan standar isi.
Di dalam lampiran peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan nomor 21
tahun 2016 tentang standar isi pendidikan dasar dan menengah, dijelaskan
bahwa standar isi adalah kriteria mengenai ruang lingkup materi dan tingkat

1
kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis
pendidikan tertentu. Selanjutnya, tingkat kompetensi dirumuskan berdasarkan
kriteria tingkat perkembangan peserta didik, kualifikasi kompetensi
indonesia, dan penguasaan kompetensi yang berjenjang.
Dalam lampiran peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan nomor 22
tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah, proses
pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan
fisik serta psikologis peserta didik. Untuk itu setiap satuan pendidikan
melakukan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran serta
penilaian proses pembelajaran untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas
ketercapaian kompetensi lulusan.
Fisika merupakan salah satu muatan kurikulum pendidikan dasar dan
menengah. Fisika adalah ilmu alam dasar yang mempelajari materi dan energi
serta interaksinya. Secara khusus fisika mencoba menjawab pertanyaan
mendasar tentang sifat alam semesta maupun tentang prinsip-prinsip yang
lebih aplikatif dalam persoalan lingkungan dan teknologi masa kini. Ruang
lingkung fisika sangat luas dan melibatkan matematika dan perumusan
teoritis, pengamatan, percobaan, komputasi serta teknologi informasi.
Karakteristik materi disiplin ilmu fisika terbagi menjadi dua jenis yaitu
kongkrit dan abstrak. Materi yang bersifat kongkrit dapat dirasakan
keberadaannya, dapat diamati secara langsung oleh mata dan pada umumnya
dekat dengan kehidupan sehari-hari, sedangkan materi yang bersifat abstrak
dapat dirasakan keberadaannya, tidak dapat diamati secara langsung oleh
mata namun ada dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam lampiran 08 Permendikbud nomor 24 Tahun 2016, salah satu
kompetensi yang harus dicapai peserta didik kelas XI MIPA adalah
menjelaskan teori kinetik gas dan karakteristik gas pada ruang tertutup serta
menyajikan karya yang berkaitan dengan teori kinetik gas dan makna fisisnya
pada topik/ materi teori kinetik gas.

2
Teori kinetik gas merupakan salah satu materi yang bersifat abstrak dan
mikroskopis, karena cakupan kajiannya berkaitan dengan benda-benda atau
besaran yang tidak tampak oleh mata. Kesulitan yang dialami siswa dalam
memahami konsep teori kinetik gas tidak hanya disebabkan faktor materi
yang abstrak dan mikroskopis saja, akan tetapi ketidak tersediaan sarana yang
memadai untuk mengeksplorasi konsep teori kinetik gas dan segala jenis
hukum-hukum yang berlaku juga turut mempengaruhi. Dalam pembelajaran
materi teori kinetik gas tidak bisa dilakukan hanya melaui metode ceramah,
sangat dibutuhkan pembelajaran yang mampu menghadirkan peserta didik
yang aktif secara mental untuk membangun pengetahuannya yang dilandasi
pengalaman dan pengetahuan yang dimilikinya, sehingga nantinya akan
terbentuk penanaman konsep yang baik sehingga peserta didik dapat
memperoleh hasil belajar yang baik serta mampu mencapai standar kelulusan
yang telah ditetapkan.
Berdasarkan data hasil observasi dan wawancara terhadap peserta didik
dan guru fisika di SMA Negeri 1 Lembang, diperoleh infromasi nilai rata-rata
penilaian harian peserta didik pembelajaran fisika khususnya pada materi
teori kinetik gas di bawah kriteria ketuntasan minimum (KKM). HaL ini
ditunjukkan melalui fakta bahwa hasil rata-rata nilai ulangan harian materi
teori kinetik gas tahun ajaran 2016/2017 sebesar 57,74 ; tahun ajaran
2017/2018 sebesar 62, 2 dengan KKM kelas XI yang ditetapkan di sekolah
sebesar 70. Peserta didik kurang aktif dan ingin diperhatikan oleh guru
terutama dalam penyampaian materi, sehingga pembelajaran di kelas
cendrung dominan ceramah saja. Keberadaan laboratorium fisika masih
belum diberdayakan secara optimal, dikarenakan adanya
renovasi/pembangunan ruangan kelas yang mengharuskan laboratorium fisika
dipergunakan sebagai kelas. Alat praktikum teori kinetik gas juga belum
tersedia di laboratorium sehinga dalam pembelajaran tidak memungkinkan
untuk diadakannya percobaan/praktikum teori kinetik gas.
Terdapat banyak model dan metode pembelajaran yang dapat diterapkan
pada pembelajaran fisika. Dalam pembelajaran fisika perlu adanya suatu
model pembelajaran bermakna dan interaktif serta terstruktur yang mampu

3
membangun konsep dan melibatkan keaktifan peserta didik sehingga konsep-
konsep yang disampaikan tertanam dalam memori jangka panjang peserta
didik. Salah satu metode pembelajaran yang dapat membangun konsep dan
melibatkan keaktifan peserta didik adalah metode discovery (penemuan).
Dalam model Discovery Learning peserta didik dapat menemukan fakta-
fakta, membangun konsep-konsep, teori-teori dan sikap ilmiah siswa itu
sendiri yang tentunya akan berpengaruh positif terhadap proses pendidikan
maupun produk pendidikan. Pada pembelajaran discovery Peserta didik
memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahui tidak melalui
pemberitahuan atau given, melainkan sebagian atau seluruhnya ditemukan
sendiri, dengan begitu siswa tidak hanya memperhatikan guru saat proses
belajar tetapi mereka berperan aktif dalam menemukan konsep atau prinsip
dalam pembelajaran dengan pengamatan, menggolongkan, membuat dugaan,
menjelaskan, dan menarik kesimpulan. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Silvia Qaulina Damayanti (2016), penerapan model discovery
learning berbantuan media animasi macromedia flash disertai LKS yang
terintegrasi dengan multirepresentasi berpengaruh signifikan terhadap hasil
belajar fisika peserta didik SMA Negeri 4 Jember. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Muhammad Kadari (2015), diperoleh hasil bahwa
penerapan pembelajaran model discovery learning memberikan pengaruh
yang signifikan daripapada pembelajaran konvensional dalam meningkatkan
hasil belajara peserta didik.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mendorong
upaya-upaya pembaharuan dalam pemanfaatan hasil-hasil teknologi dalam
proses belajar. Melalui pemanfaatan teknologi saat ini, keterbatasan
penyampaian materi dapat diatasi. Penggunaan animasi, grafik, warna, audio,
simulasi dan virtual laboratorium dalam menjelaskan fisika khusunya materi
fisika yang bersifat abstrak menjadi lebih terlihat nyata sehingga peserta didik
lebih mudah dalam memahami materi.
Media simulasi adalah media pembelajaran yang mampu memberikan
pengalaman/ pesan pembelajaran yang lebih konkret melalui penciptaan
tiruan-tiruan bentuk pengalaman yang mendekati suasana sebenarnya dan

4
berlangsung dalam suasana yang dapat dikendalikan. Penggunaan media
simulasi mampu menampilkan fenomena hingga ke tataran mikro yang tidak
mungkin dilakukan dengan menggunakan alat peraga ril. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Andi Suhandi (2009), penggunaan media
simulasi virtual dapat lebih meningkatkan efektivitas pendekatan
pembelajaran konseptual dalam meningkatkan pemahaman konsep dan
meminimalkan kuantitas miskonsepsi.
Berdasarkan fakta di atas, peneliti ingin meningkatkan hasil belajar peserta
didik kelas XI SMA Negeri 1 Lembang pada materi teori kinetik gas dengan
menggunakan model Discovery Learning dengan berbantuan media simulasi.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka peneliti dapat mengidentifikasi
permasalahan sebagai berikut:
1. Peralatan percobaan kinetik gas tidak tersedia.
2. Laboratorium belum termanfaatkan secara optimal.
3. Peserta didik kurang aktif selama pembelajaran.
4. Motiviasi belajar fisika peserta didik rendah.
5. Kegiatan pembelajaran di kelas belum mampu untuk membangun
pemahaman konsep peserta didik.
6. Rendahnya hasil belajar peserta didik kelas kelas XI IPA SMA Negeri 1
Lembang pada materi teori kinetik gas.

C. Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini lebih terarah, perlu adanya batasan sehingga akan dapat
dirasakan manfaat dari penelitian ini dan mencapai target yang diinginkan.
Batasan masalah pada penelitian ini yaitu:
1. Hasil belajar yang dimaksud adalah penguasaan materi peserta didik
dalam ranah kognitif C1 – C4.
2. Model pembelajaran Discovery Learning yang digunakan mengadopsi
dari tahapan pada Permendikbud Nomor 59 Tahun 2014.

5
3. Media simulasi yang digunakan adalah media simulasi online (Vascak)
dan offline (Flash dan Phet Simulation).
4. Aspek keterlaksanaan yang diamati dalam penelitian ini adalah pada
aktivitas peserta dan guru.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, identifikasi dan pembatasan masalah
penelitian, diperoleh rumusan masalah pada penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana peningkatan hasil belajar peserta didik di kelas XI MIPA 2
pada materi teori kinetik gas setelah diterapkannya pembelajaran
Discovery Learning berbantuan media simulasi?
2. Bagaimana pelaksanaan proses pembelajaran Discovery Learning
berbantuan media simulasi pada materi teori kinetik gas?

E. Cara Pemecahan Masalah


Rendahnya pemahaman konsep peserta didik yang berakibat pada
rendahnya hasil belajar peserta didik akan diperbaiki dengan proses
pembelajaran berbasis penemuan atau discovery learning. Pembelajaran
berbasis penemuan akan dapat meningkatkan motivasi belajar dan
kemandirialibat aktin peserta didik sehingga peserta didik akan terlibat aktif
dalam penanaman konsep yang memungkinkan untuk memanfaatkan
berbagai sumber belajar dan nantinya akan muncul rasa kepuasan serta rasa
senang (minat belajar). Pada pembelajaran discovery peserta didik akan diberi
kesempatan untuk menemukan konsep secara mandiri atau dengan arahan dan
bimbingan. Konsep yang ditemukan sendiri oleh peserta didik akan lebih
bermakna dan masuk ke dalam ingatakan jangka panjang peserta didik jika
dibandingkan dengan pembelajaran secara konvensional (ceramah) dimana
konsep diperoleh peserta didik langsung dari guru.
Materi teori kinetik gas yang bersifat abstrak akan coba diatasi dengan
menggunakan media simulasi. Penggunaan media simulasi dapat membantu
peserta didik dalam memvisualkan konsep-konsep yang bersifat abstrak.

6
F. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah memeperoleh gambaran/informasi
tentang peningkatan hasil belajar peserta didik pada materi teori kinetik
gas melalui pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan media simulasi.
2. Manfaat
Secara praktis penelitian ini bermanfaat untuk:
a. Peserta Didik
1) Memperbaiki belajar peserta didik sehingga hasil belajar peserta
didik meningkat.
2) Memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mendapatkan
variasi pembelajaran.
b. Guru
1) Menjadi data dan motivasi untuk meningkatkan hasil belajar
peserta didik.
2) Menjadi referensi sekaligus pengalaman dalam merancang dan
melaksanakan pembelajaran fisika yang efektif dan efisien untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
c. Sekolah
1) Membantu memperbaiki kualitas pembelajaran di sekolah.
2) Sebagai masukan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi sehingga mutu pendidikan khususnya fisika menjadi
lebih baik.

7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Kajian Teori
1. Hakikat Hasil Belajar
Hasil belajar adalah apa yang diperoleh peserta didik setelah melalui
atau melakukan aktifitas belajar. Menurut Nana Sudjana (2014: 3) hasil
belajar merupakan perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam
pengertian yang lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif dan
psikomotorik. Sejalan dengan itu, Suprijono (2011: 5) menjelaskan bahwa
hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-
pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan.
Hasil belajar diperoleh dari hasil interaksi seseorang dengan
lingkungannya. Nurgiyantoro dalam Istiqomah (2013: 56) menyatakan
bahwa hasil belajar atau keluaran belajar berupa kemampuan,
keterampilan, dan tingkah laku tertentu yang pada dasarnya merupakan
realisasi dari pencapaian tujuan. Pendapat ini secara jelas menyatakan
bahwa hasil belajar tidak dapat dipisahkan dari tujuan pembelajaran.
Dalam kegiatan pembelajaran, kegiatan yang dilakukan oleh guru
untuk mengetahui hasil belajar peserta didik dilakukan dengan cara
mengukur kemampuan peserta didik mencapai indikator pencapaian
kompetensi atau tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya.
Pendapat lain yang hampir sama dengan Nurgiyantoro adalah Arifin
dalam Istiqomah (2013: 56) yang menyebutkan bahwa hasil belajar
merupakan indikator kualitas dam kuantitas pengetahuan yang dikuasai
oleh seseorang dan merupakan indikator daya serap peserta didik.
Pendapat-pendapat di atas menunjukan bahwa hasil belajar tidak
hanya mencakup pengetahuan kognitif atau teoritis semata yang bisa
diukur dengan pernyataan-pernyataan tertulis maupun lisan, melainkan
juga keterampilan dan sikap. Menurut Bloom (Sudjana, 2014: 22),
klasifikasi hasil belajar secara garis besar terbagi menjadi 3 ranah yakni:

8
1. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri
dari enam aspek, yaitu: pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis,
sintesis, dan evaluasi.
2. Ranah Afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek,
yaitu penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan
internalisasi atau karakteristik nilai.
3. Ranah Psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan
kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni
gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual,
kemampuan di bidang fisik, gerakana-gerakan skill, gerakan ekspresif
dan interpretatif.

Kurikulum pada sistem pendidikan di indonesia menganut pendapat


Bloom tentang tiga ranah hasil belajar. Ranah hasil belajar Bloom juga
dipakai dalam menentukan indikator pencapaian kompetensi dan tujuan
pembelajaran yaitu dengan melihat kata kerja operasionalnya.
Belajar merupakan suatu kegiatan yang hasilnya dipengaruhi oleh
berbagai faktor, baik dari dalam diri peserta didik sendiri maupun faktor
dari luar peserta didik. Menurut Istiqomah (2013: 64), faktor-faktor yang
mempengaruhi kebrhasilan belajar itu dapat dibagi menjadi 2 bagian besar
yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal mencakup faktor
biologis dan psikologis peserta didik, sedangkan faktor eksternal bisa
berasal dari keluarga, lingkungan, maupun sekolah.
Hasil belajar adalah hasil penilaian yang dicapai peserta didik untuk
mengetahui sejauh mana bahan pelajaran atau materi yang diajarkan
sudah difahami dan mengerti oleh peserat didik. Dalam Permendikbud
nomor 23 tahun 2016 tentang standar penilaian pasal 1 angka 2,
dijelaskan bahwa penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan
infromasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik. Lebih
lanjut dalam pasal 3 dijelaskan bahwa penilaian hasil belajar peserta didik
pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah meliputi aspek: sikap,
pengetahuan dan keterampilan. Penilaian hasil belajar oleh pendidik

9
bertujuan untuk memantau dan mengevaluasi proses, kemajuan belajar,
dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan.
Untuk menentukan hasil belajar yang dicapai peserta didik, diperlukan
alat atau instrumen penilaian. Di dalam pasal 14 angka 1 Permendikbud
nomor 23 tahun 2016 dituliskan bahwa, intsrumen penilaian yang
digunakan oleh pendidik dalam bentuk penilaian berupa tes, pengamatan,
penugasan perseorangan atau kelompok, dan bentuk lain yang sesuai
dengan karakteristik kompetensi dan tingkat perkembangan peserta didik.
Menurut Istiqomah (2013, 113) penilaian (assessment) adalah
penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian untuk
memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil belajar peserta didik
atau ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan) peserta didik.
Hasil penilaian dapat berupa nilai kualitatif (pernyataan naratif dalam
kata-kata) dan nilai kuantitatif (berupa angka).
Lebih lanjut Miller dalam Istiqomah (2013: 113) menyatakan tes
sebagai “ test are formal assesment instrumen used to judge student’s
cognitive ability in an academic discipline as well as to gather
quantitative information about student’s psychomotor performance
(physical skills) and affective characteristics (e/g attitudes, emotion,
interest, and values). Test usually include a series of questios, statement,
or task that are administrated to a student or group of students”. Dalam
pengertian ini terkandung konsep bahwa tes adalah instrumen penilaian
formal yang digunakan untuk menilai kemampuan kognitif peserta didik
dalam suatu mata pelajaran seperti halnya untuk mengumpulkan
informasi kuantitatif tentang kemampuan psikomotor peserta didik
(keterampilan fisik) dan karakteristik afektif (seperti sikap, emosi, minat,
dan nilai-nilai). Tes dengan demikian merupakan cara penilaian yang
dirancang dan dilaksanakan kepada peserta didik pada waktu dan tempat
tertentu serta dalam kondisi yang memenuhi syarat-syarat tertentu yang
jelas.
Dalam konteks pembelajaran di kelas, penilaian dilakukan untuk
mengetahui kemajuan dan hasil belajar peserta didik, mendiagnosis

10
kesulitan belajar, memberikan umpan balik atau perbaikan proses belajar
mengajar, dan penentuan kenaikan kelas. Melalui penilaian dapa
diperoleh informasi yang akurat tentang penyelenggaraan pembelajaran
dan keberhasilan belajar peserta didik, guru, serta proses pembelajaran itu
sendiri. Berdasarkan informasi itu, dapat dibuat keputusan tentang
pembelajaran, kesulitan peserta didik dan upaya bimbingan yang
diperlukan serta keberadaan kurikulum itu sendiri.

2. Teori Kinetik Gas


Mata pelajaran Fisika adalah salah bahan kajian ilmu pengetahuan
alam (IPA) yang merupakan salah satu muatan kurikulum Pendidikan
Dasar dan Menengah. Isi kurikulum yang tertuang dalam rumusan
kompetensi dasar dalam kurikulum 2013 diharapkan dapat menunjang
tercapainya tujuan pembelajaran yang diharapkan. Pada lampiran 08
Permendikbud nomor 24 tahun 2016 tentang Kompetensi Inti dan
Kompetensi Dasar pada Pendidikan Dasar dan Menengah, salah satu
kompetensi pengetahuan dan kompetensi keterampilan yang harus dicapai
oleh peserta didik kelas XI SMA adalah Memahami teori kinetik gas dan
karakteristik gas pada ruang tertutup (3.6) dan mempresentasikan laporan
hasil pemikiran tentang teori kinetik gas dan makna fisisnya (4.6).
Indarti (2016: 5-6) menjelaskan bahwa gas ideal merupakan gas yang
terdiri dari atom-atom atau partikel-partikel yang bersifat stabil serta
partikel yang satu identik dengan partikel yang lainnya, setiap partikel gas
tersebut bergerak bebas dengan acak, partikel gas terdistribusi merata di
seluruh ruangan dalam wadah, tumbukan yang terjadi antarpartikel
bersifat lenting sempurna, ukuran partikel gas sangat kecil dibandingkan
dengan jarak antarpartikel gas, dan memenuhi hukum gerak newton. Pada
gas ideal berlaku hukum Boyle, Charles, Gay Lussac, dan Boyle-Gay
Lussac. Persamaan gas ideal yakni PV = nRT. Gas ideal juga memiliki
tekanan, suhu, energi, dan kecepatan efektif. Berlaku juga teori
ekuipartisi, yakni masing-masing komponen kecepatan (linear maupun
sudut) secara rata-rata memiliki energi kinetik per molekul yang

11
berkaitan, sebesar ½ kT, atau setengah dari hasil konstanta Boltzmann
dan suhu absolut (mutlak).
Dalam buku muatan kurikulum 2013 mata pelajaran Fisika SMA/MA
(Pusat Kurikulum dan Perbukuan, 2017: 29), pada KD 3.7 dan 4.7 peserta
didik diharapkan mampu memahami teori kinetik gas dan karakteristik
gas pada ruang tertutup. Untuk itu peserta didik diberi kesempatan
mengamati proses pemanasan air misal pada ketel uap atau melalui
tayangan video, serta mengamati perilaku gas melalui animasi,
mendiskusikan pengaruh suhu terhadap tekanan gas dalam ruang tertutup,
energi kinetik rata-rata gas, kecepatan efektif gas, teori ekuipartisi energi
dan energi dalam. Pada akhirnya peserta didik dapat menjelaskan
hubungan antara impuls dengan gaya dan tekanan, hubungan antara suhu,
volume, dan tekanan gas dengan energi kinetik gas, dan bentuk
persamaan keadaan gas kaitannya dengan rumusan Boyle-Gay Lussac,
menerapkan persamaan keadaan gas dan hukum Boyle-Gay Lussac dalam
pemecahan masalah gas dalam ruang tertutup, serta dapat menyajikan
karya yang berkaitan dengan teori kinetik gas dan makna fisisnya.
Melalui kegiatan pengamatan dan diskusi, peserta didik diharapkan
memiliki sikap ilmiah antara lain rasa ingin tahu, teliti,
bertanggungjawab, dan kritis.
Teori kinetik gas adalah teori yang menggunakan tinjauan tentang
gerak dan energi partikel-partikel gas untuk menyelidiki sifat-sifat gas
secara keseluruhan sebagai hasil rata-rata kelakuan partikel-partikel gas
tersebut. Gas yang ditinjau dalam teori kinetik gas adalah gas ideal. Pada
kenyataannya, sifat-sifat ags ideal tidak terdapat di alam. Akan tetapi,
pada suhu kamar dan tekanan tertentu, gas dapat memiliki sifat yang
mendekati gas ideal.

Secara mikroskopis, gas ideal memiliki sifat-sifat sebagai berikut:


a. Gas terdiri atas partikel-partikel dalam jumlah yang besar dan
tidak terjadi interaksi antarpartikel gas tersebut,
b. Setiap partikel selalu bergerak ke semua arah secara acak,

12
c. Partikel-partikel tersebar merata dalam ruang yang sempit,
d. Jarak antarpartikel jauh lebih besar daripada ukuran partikel,
e. Uukuran partikel gas dapat diabaikan,
f. Hukum newton tentang gerak berlaku pada sistem gas tersebut.

3. Model Discovery Learning


Menurut Joyce dalam Istiqomah (2013: 93), model pembelajaran
adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai
pedoman dalam merencanakan pembelajaran dikelas atau pembelajaran
dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran
termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan
sebagainya.
Model pembelajaran dapat diartikan sebagai bentuk pembelajaran
yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh
guru. Model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari
penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.
Salah satu model pembelajaran yang dapat dipakai untuk
meningkatkan pemahaman konsep siswa adalah model discovery learning
atau penemuan. Menurut Bruner dalam Istiqomah (2013: 35), peserta
didik akan mudah mengingat suatu konsep yang mereka dapatkan sendiri
melalui proses bejalar penemuan, dimana dalam konsep belajar dengan
menemukan (discovery learning) peserta didik mengorganisasikan bahan
pelajaran yang dipelajarinya dengan satu bentuk akhir yang sesuai dengan
kemajuan berfikir anak.
Menurut Budiningsih (2005:43), “Model Discovery Learning adalah
cara belajar memahami konsep, arti, dan hubungan melalui proses intuitif
untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan”. Sedangkan Menurut
Sund dalam Roestiyah (2001:20)” discovery adalah proses mental dimana
siswa mampu mengasimilasikan sesuatu konsep atau prinsip”. Proses
mental tersebut ialah mengamati, mencerna, mengerti, mengolong-
golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat
kesimpulan dan sebagainya.

13
Dari pengertian-pengertian tentang Discovery Learning yang telah
dijabarkan di atas dapat disimpulkan bahwa Discovery Learning
merupakan model pembelajaran yang mengarahkan siswa untuk
menemukan secara mandiri pemahaman fakta, konsep dan teori yang
harus dicapai dengan bimbingan dan pengawasan guru sebagai fasilitator.
Lebih lanjut, Indarti (2016: 15) mengatakan bahwa setiap model
pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan, adapun kelebihan
model pembelajaran berbasis penemuan antara lain:
a. Meningkatkan motivasi dan kemampuan peserta didik dalam
memecahkan permasalahan;
b. Mendorong peserta didik untuk aktif terlibat dalam kegiatan
pembelajaran untuk penyelesaian masalah;
c. Menimbulkan kepuasan, rasa senang dan menumbuhkan minat
belajar dalam diri peserta didik sehingga mendorong peserta didik
untuk melakukan penemuan lagi;
d. Melatih peserta didik untuk belajar mandiri
e. Memungkinkan peserta didik untuk memanfaatkan berbagai
sumber belajar;
f. Melatih peserta didik untuk meningkatkan keterampilan berfikir;
dan sebagainya.
Sedangkan kelemahan model pembelajaran berbasis penemuan antara
lain:
a. Tidak semua peserta didik dapat melakukan penemuan;
b. Tidak efisien digunakan di kelas dengan jumlah peserta didik
yang banyak, karena dibutuhkan waktu lama untuk menemukan
pemecahan masalah atau teori;
c. Hanya cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan
untuk mengembangkan konsep, keterampilan dan emosi kurang
diperhatikan;
d. Tidak dapat diterapkan pada seluruh topik pembelajaran; dan
sebagainya.

14
Menurut Permendikbud Nomor 59 Tahun 2014, langkah-langkah
discovery based learning adalah sebagai berikut:
a. Pemberian Rangsang
Pada tahap ini peserta didik dihadapkan pada sesuatu yang
menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak
memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki
sendiri.
b. Identifikasi Masalah
Pada tahap ini peserta didik mengidentifikasi sebanyak mungkin
agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran,
kemudian memilih salah satu masalah dan dirumuskan dalam
bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah).
c. Pengumpulan Data
Peserta didik mengumpulkan berbagai infromasi yang relevan,
membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan
narasumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya untuk
menjawab pertanyaan dan membuktikan benar tidaknya hipotesis.
d. Pengolahan Data
Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan
infromasi yang telah diperoleh pada peserta didik baik melalui
wawancara, observasi dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua
informasi diolah dan ditafsirkan pada tingkat kepercayaan
tertentu.
e. Pembuktian
Pada tahap ini peserta didik memeriksa secara cermat untuk
membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan
dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data yang
diolah. Verifikasi bertujuan agar proses belaar berjalan dengan
baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau
pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam

15
kehidupannya. Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau
infromasi yang ada, [ernyataan atau hipotesis yang telah
dirumuskan dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti
atau tidak.
f. Menarik Kesimpulan
Tahap generalisasi adalah proses menarik kesimpulan yang dapat
dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau
masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi.

Dalam penelitian ini, tahapan pembelajaran discovery yang digunakan


adalah tahapan discovery learning sesuai dengan Permendikbud Nomor
59 Tahun 2014 di atas, yaitu : pemberian rangsangan, identifikasi
masalah, pengumpulan data, pengolahan data, pembuktian, dan menarik
kesimpulan.

4. Media Simulasi
Media pembelajaran diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat
digunakan atau berfungsi menyampaikan pesan pembelajaran. Sadiman,
dkk (2005: 6) menjelaskan bahwa kata ”media” berasal dari bahasa latin
dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah
berarti perantara atau penghantar. Media pembelajaran adalah segala
sesuatu yang dapat digunakan dan berfungsi menyalurkan pesan dari
pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan dan
minat serta perhatian peserta didik sedemikian rupa sehingga proses
belajar terjadi.
Media merupakan pesan pembelajaran yang dikemas dalam bentuk
tertentu sebagaimana dinyatakan oleh Marshall McLuhan dalam Hamalik
(2002: 2): media adalah suatu ekstensi manusia yang memungkinkannya
mempengaruhi orang lain yang tidak mengadakan kontak langsung
dengan dia. Artinya media tersebut bukan dalam bentuk orang akan tetapi
pesan-pesan pembelajaran yang diwujudkan dalam suatu wujud tertentu
seperti buku, modul atau dalam bentuk media audiovisual seperti VCD.

16
Penggunaan media dalam pembelajaran dapat merangsang peserta
didik untuk belajar sebagaimana disampaikan oleh Briggs dalam Uno
(2008: 14), media adalah segala bentuk fisik yang dapat menyampaikan
pesan serta merangsang peserta didik untuk belajar.
Perkembangan teknologi juga berdampak terhadap dunia pendidikan,
salah satu dampak positifnya yaitu dihasilkanya media-media pendidikan.
Secara umum, media pendidikan mempunyai kegunaan-kegunaan sebagai
berikut seperti yang diungkapkan Sadiman, dkk (2005: 17).
1. Memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalistis.
2. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu tenaga dan daya indra.
3. Menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara murid
dengan sumber belajar.
4. Memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan
kemampuan visual, auditori dan kinestetiknya.
5. Memberi rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman dan
menimbulkan persepsi yang sama.

Berdasarkan pengertian-pengertian media pembelajaran di atas dapat


dikatakan bahwa media adalah sarana komunikasi dalam proses belajar
mengajar yang berupa perangkat keras maupun perangkat lunak untuk
mencapai proses dan hasil instruksional secara efektif dan efisien, serta
tujuan instruksional dapat dicapai dengan mudah. Media pembelajaran
sebagai sumber belajar merupakan komponen dari sistem instruksional di
samping pesan, orang, teknik latar dan peralatan, sehingga fungsi media
pembelajaran yang utama adalah sebagai alat bantu mengajar untuk
meningkatkan efektivitas proses pembelajaran dan penyampaian isi pesan
pembelajaran. Penggunaan media juga mampu memberikan motivasi
kepada peserta didik, sehingga peserta didik dapat mengeksplorasi
kemampuannya secara maksimal dalam mempelajari suatu materi maupun
dalam menyelesaikan suatu masalah.
Terdapat enam bentuk interaksi pembelajaran yang dapat diaplikasikan
dalam merancang suatu multimedia interaktif sebagaimana dikemukakan
oleh Heinich, Molenda & Rusel dalam Maulida, dkk (2013), bentuk-
bentuk interaksi tersebut antara lain berupa:

17
1. tutorial
2. praktik dan latihan (drill and practice)
3. simulasi (simulation)
4. permainan (games)
5. penemuan (discovery)
6. pemecahan masalah (problem solving).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Andi Suhandi (2009),


penggunaan media simulasi virtual dapat lebih meningkatkan efektivitas
pendekatan pembelajaran konseptual dalam meningkatkan pemahaman
konsep dan meminimalkan kuantitas miskonsepsi.

B. Penelitian Relevan
Adapun literatur hasil penelitian sebelumnya yang relevan atau memiliki
keterkaitan dengan fokus penelitian ini sebagai berikut:
1. Penelitian Salpan (2017) yang berjudul, “Peningkatan Prestasi Belajar dan
Keaktifan Siswa Kelas XI MIPA-3 SMA Negeri 3 Cilacap melalui Model
Discovery Learning Berbantuan Media Inovatif dan Software Pesona
Fisika Materi Teori Kinetik Gas”. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui peningkatan prestasi dan keaktifan belajar siswa melalui
penerapan model pembelajaran discovery learning berbantuan media
inovatif dan softwer “pesona fisika” pada materi teori kinetik gas.
Penelitian ini berlangsung dalam 2 siklus. Hasil penelitian menunjukkan
peningkatan prestasi belajar sebesar 5,88% dan peningkatan keaktifan
sebesar 2,94%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa prestasi dan keaktifan
belajar siswa dapat ditingkatkan dengan penerapan model pembelajaran
discovery learning berbantuan media inovatif dan softwer “pesona fisika”.
2. Penelitian Damayanti (2016) yang berjudul, “Penerapan Model Discovery
Learning Berbantuan Media Animasi Macromedia Flash disertai LKS
yang Terintegrasi dengan Multirepresentasi dalam Pembelajaran Fisika di
SMA”. Pada penelitian ini diperoleh hasil dan kesimpulan bahwa: 1)
Model discovery learning berbantuan media animasi macromedia flash
disertai LKS yang terintegrasi dengan multirepresentasi berpengaruh
signifikan terhadap aktivitas belajar siswa selama pembelajaran fisika di

18
SMA Negeri 4 Jember; 2) Model discovery learning berbantuan media
animasi macromedia flash disertai LKS yang terintegrasi dengan
multirepresentasi berpengaruh signifikan terhadap hasil belajar fisika
siswa SMA Negeri 4 Jember; dan 3) Model discovery learning berbantuan
media animasi macromedia flash disertai LKS yang terintegrasi dengan
multirepresentasi berpengaruh signifikan terhadap retensi hasil belajar
fisika siswa SMA Negeri 4 Jember.
3. Penelitian Putri (2017) yang berjudul, “Pengaruh Model Discovery
Learning Terhadap Motivasi Belajar dan Hasil Belajar Fisika Siswa MAN
Bondowoso”. Adapun hasil penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa:
(1) model Discovery Learning berpengaruh signifikan terhadap motivasi
belajar siswa dalam pembelajaran fisika di MAN Bondowoso; (2) model
Discovery Learning berpengaruh signifikan terhadap hasil belajar siswa
dalam pembelajaran fisika di MAN Bondowoso.
4. Penlitian Suhandi (2009) yang berjudul, “Efektivitas Penggunaan Media
Simulasi Virtual pada Pendekatan Pembelajaran Konseptual Interaktif
Dalam Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Meminimalkan
Miskonsepsi”. Dari perbandingan rata-rata gain yang dinormalisasi <g>
dan kuantitas miskonsepsi antara kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol, dapat disimpulkan bahwa penggunaan media simulasi virtual
pada pendekatan pembelajaran konseptual interaktif dapat lebih
meningkatkan efektivitasnya dalam meningkatkan pemahaman konsep
siswa dan meminimalkan miskonsepsi.

C. Pengajuan Hipotesis
Berdasarkan paparan tersebut di atas mengenai landasan teori, kerangka
berfikir dan beberapa hasil penelitian terdahulu, maka diajukan hipotesis
tindakan sebagai berikut: “Hasil belajar peserta didik kelas XI MIPA 2 SMA
Negeri 1 Lembang tahun ajaran 2018/2019 pada materi teori kinetik gas
meningkat, setelah diterapkan model pembelajaran Discovery Learning
berbantuan media simulasi”

19
D. Rencana Penelitian
1. Setting & Karakteristik Subyek Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan di SMA Negeri 1 lembang kelas XI IPA 2
semster ganjil tahun pelajaran 2018/2019. Jumlah rombel yang ada di
SMA Negeri 1 Lembang kelas XI jurusan IPA terdiri dari 7 rombel
dengan rata-rata jumlah peserta didik tiap kelas 36 orang. Setiap kelas
berisi peserta didik dengan kemampuan heterogen.

2. Faktor yang diselidiki


Variabel yang akan diselidiki adalah hasil belajar fisika ranah kognitif
pada materi teori kinetik gas.

20
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Teknik dan Alat Pengumpulan Data


Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian
Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Menurut Sanjaya (2013: 149),
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah proses pengkajian masalah
pembelajaran di dalam kelas melalui refleksi diri dan upaya untuk
memecahkannya dengan cara melakukan berbagai tindakan yang terencana
dalam situasi nyata serta menganalisis setiap pengaruh dari tindakan tersebut.
Desain penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan yang telah
dikembangkan oleh Kemmis dan Taggart. Prosedur penelitian tindakan
menurut Kemmis dan Taggart dalam Mulyatiningsih (2011: 70), terdiri dari
empat tahap kegiatan pada satu putaran (siklus) yaitu: Perencanaan –
Tindakan – Observasi – Refleksi. Hasil-hasil observasi direfleksikan untuk
merencanakan tindakan tahap berikutnya. Siklus tindakan dilakukan secara
terus menerus sampai masalah terselesaikan.
Adapun tahapan-tahapan dalam penelitian ini akan lebih jelas pada bagan
3.1 berikut ini:
Perencanaan

Refleksi SIKLUS I Pelaksanaan

Pengamatan

Perencanaan

Refleksi SIKLUS II Pelaksanaan

Pengamatan

Gambar 3.1. Bagan Alur Penelitian


(Arikunto, 2010:137)

21
B. Partisipan dan Tempat Penelitian
Partisipan pada penelitian ini yaitu siswa kelas XI MIPA 2 SMA Negeri 1
Lembang di Kabupaten Bandung Barat tahun pelajaran 2018/2019. Partisipan
tersebut dipilih berdasarkan teknik purposif dengan pendekatan heterogenitas
sampel. Peneliti memilih seluruh peserta didik di dalam kelas dengan jumlah
36 peserta didik, 16 orang laki-laki dan 20 orang perempuan. Heterogenitas
peserta didik dilihat dari jenis kelamin dan kemampuan awal peserta didik.
Peserta didik kelas XI MIPA 2 memiliki kemampuan akademis yang
heterogen berdasarkan nilai hasil belajar pada materi-materi sebelumnya.
SMA Negeri 1 Lembang terdiri dari empat puluh lima rombongan belajar,
masing-masing kelas X terdapat 15 kelas, kelas XI terdapat 12 kelas dan kelas
XII terdapat 16 kelas rombongan belajar. Jumlah guru 116 orang. SMA
Negeri 1 Lembang terletak di Jalan Maribaya 68, Telephone (022) 2786655 –
2789060, kecamatan Lembang. SMA Negeri 1 lembang sudah menerapkan
Full Day School, sehingga waktu kegiatan belajar mengajar di SMA Negeri 1
Lembang 5 hari KBM dan dimulai sejak pukul 06.45 – 15.25 untuk hari senin
– kamis dan pukul 06.45 – 15.00 untuk hari jumat. Alokasi waktu belajar
untuk satu jam pelajaran yaitu 45 menit.

C. Prosedur Penelitian
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) direncanakan akan dilaksanakan dalam
dua siklus. Setiap siklus dilaksanakan dalam dua kali pertemuan. Setiap siklus
dijalankan dalam 5 tahap yaitu 4 tahapan PTK ditambah tahap evaluasi,
sehingga urutan tahapan menjadi perencanaan, pelaksanaan, pengamatan,
evaluasi, dan refleksi.
Sebelum melakukan penelitian tindakan kelas, peneliti melakukan studi
pendahuluan untuk mengidentifikasi, menentukan fokus, menganalisis
masalah yang akan diteliti. Hasil temuan studi pendahuluan kemudian
direfelksi oleh peneliti agar dapat ditentukan strategi pemecahannya. Tahap
tindakan penelitian yang akan dilaksanakan secara garis besar dapat diuraikan
dalam bentuk bagan 3.2 sebagai berikut:

22
Bagan 3.2 Prosedur Penelitian
Pra-Penelitian

Perencanaan

Pelaksanaan

Siklus II
Siklus I

Observasi

Evaluasi

Refleksi

Berdasarkan bagan prosedur penelitian yang terdiri dari lima tahap yang
harus dilakukan dalam penelitian ini secara jelas dideskripsikan sebagai
berikut:
1. Tahap Pendahuluan (Pra-Penelitian)
a. Menentukan kelas yang akan dijadikan penelitian
b. Melakukan studi pendahuluan dengan mengobservasi pelaksanaan
pembelajaran untuk menentukan masalah yang akan diuji
c. Melakukan tes dan observasi
d. Melakukan studi literatur untuk memperoleh dukungan teori mengenai
strategi yang sesuai
e. Melakukan studi kurikulum mengenai pokok bahasan yang dijadikan
penelitian
f. Menyusun proposal
g. Mempresentasikan proposal

23
2. Siklus I
a. Tahap Perencanaan Tindakan
Setelah melakukan penelitian pendahuluaan (studi pendahuluandan
langkah-langkah yang terdapat pada pra penelitian, peneliti merancang
perencanaan tindakan untuk setiap siklus.
1) Membuat bahan ajar, lembar kerja peserta didik (LKPD) sesuai
dengan sasaran kompetensi yang akan dicapai dan sesuai dengan
silabus.
2) Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran yang disesuaikan
dengan silabus dan format perangkat pembelajaran yang digunakan
di SMA Negeri 1 Lembang dan disesuaikan dengan tujuan dan
kompetensi yang ingin dicapai.
3) Membuat instrumen pengumpulan data (lembar observasi
keterlaksanaan pembelajaran dan instrumen penilaian kognitif
siklus I.
4) Melakukan koordinasi dengan observer dan guru kelas untuk
diskusi dan pengarahan terkait hal-hal yang harus dilakukan
observer.
5) Menyiapkan media simulasi beserta perangkat atau softwer
pendukung lainnya

b. Tahap Pelaksanaan Tindakan


Pada tahap ini, peneliti melaksanakan pembelajaran sesuai dengan
tahapan atau sintaks discovery learning untuk meningkatkan hasil
belajar peserta didik seperti yang sudah di rencanakan dan
dikembangkan dalam RPP. Pada saat pelaksanaan tindakan dari siklus
pertama sampai terakhir yaitu terdiri dari kegiatan pendahuluan, inti
dan penutup. Kegiatan pendahuluan meliputi salam dan do’a serta
pengkondisian kelas (kerapihan, kebersihan, kesehatan dan kehadiran),
apersepsi, penyampaian cakupan materi dan kegiatan, penyampaian
tujuan pembelajaran dan pembagaian kelompok beserta LKPD nya.
Kegiatan inti yaitu berupa pemberian rangsangan atau stimulus melalui

24
demonstrasi lilin dan balon, identifikasi masalah, pengumpulan data
dengan melalui praktikum virtual dengan dipandu LKPD dan buku
sumber, pengolahan data dan infromasi, pembuktian dan meanrik
kesimpulan. Pada kegiatan penutup peserta didik mereview materi,
pemberian contoh soal, tes formatif (tes hasil belajar siklus I),
pemberian apresiasi, penyampaian informasi kegiatan dan materi
pertemuan berikutnya, dan doa serta salam.

c. Tahap Observasi Tindakan


Tahap observasi tindakan dilakukan secara bersamaan dengan
pelaksanaan tindakan. Pada kegiatan ini, peneliti dibantu oleh observer
untuk merekam dan mencatat setiap perilaku yang muncul selama
pembelajaran.
Pada siklus I peneliti dibantu oleh 3 observer yang meliputi Dosen
Pembimbing, Guru Pamong dan teman sejawat. Aktivitas belajar
peserta didik diamati dan dicatat pada lembar observasi keterlaksanaan
pembelajaran sesuai dengan tahapan discovery learning yang
diintegrasikan dengan penggunaan media simulasi. Lembar observasi
keterlaksanaan pembelajaran berisi kolom tahapan discovery learning
(berisi indikator-indikator keterlaksanaan), skolom kriteria skor (skala
0 – 4) dan kolom deskripsi kegiatan (diisikan dengan kondisi nyata
yang teramati oleh observer). Hasil observasi selanjutnya dievaluasi
dan dijadikan sebagai bahan rujukan untuk dilaksanakannya perbaikan.

d. Evaluasi
Pada tahap ini, peserta didik mengerjakan soal atau penilaian
formatif untuk mengetahui sejauhmana pemahaman konsep peserta
didik dan hasil dari penilaian ini akan dijadikan indikator keberhasilan
siklus.
Evaluasi dilaksanakan setelah proses pembelajaran telah selesai
dilakukan. Pada siklus I, penilaian formatif dilakukan dalam bentuk

25
soal uraian yang teridiri dari lima nomor soal yang sudah disesuaikan
dengan indikator penilaian.
Hasil evaluasi atau penilaian formatif, diperiksa dan dijadikan
bahan refleksi keberhasilan siklus.

e. Tahap Refleksi Terhadap Tindakan


Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau
berpikir ke belakang tentang apa yang telah dipelajari atau dilakukan
pada hari yang telah lalu. Refleksi merupakan respon terhadap
kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima.
Berdasarkan hasil pengamatan, dan apa yang telah dilakukan siswa
dilakukan refleksi untuk kemudian dijadikan catatan untuk perbaikan
proses pembelajaran pada siklus selanjutnya.
Pada tahap ini peneliti, teman sejawat dan guru pamong berdiskusi
mengenai kekurangan, kelebihan pada siklus I sesuai dengan hasil
observasi keterlaksanaan pembelajaran dan hasil penilaian formatif
siklus I.

3. Siklus II
a. Tahap Perencanaan Tindakan
Perencanaan pada siklus II pada dasarnya tidak jauh berbeda
dengan siklus I. Namun pada penyusunan perencanaan siklus II ini
berpedoman pada hasil refleksi siklus I. Penysunanan perangkat baik
RPP, LKPD dan bahan ajar pada siklus II disesuaikan dengan indikator
yang akan dicapai. Pada siklus II sub materi yang akan dibahas yaitu
tentang teori ekuipartisi energi dan energi dalam.
Hal-hal yang dilakukan pada tahap perencanaan siklus II sebagai
berikut:
1) Membuat bahan ajar, lembar kerja peserta didik (LKPD) sesuai
dengan sasaran kompetensi yang akan dicapai dan sesuai dengan
silabus.

26
2) Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran yang disesuaikan
dengan silabus dan format perangkat pembelajaran yang digunakan
di SMA Negeri 1 Lembang dan disesuaikan dengan tujuan dan
kompetensi yang ingin dicapai.
3) Membuat instrumen pengumpulan data (lembar observasi
keterlaksanaan pembelajaran dan instrumen penilaian kognitif
siklus II.
4) Melakukan koordinasi dengan observer dan guru kelas untuk
diskusi dan pengarahan terkait hal-hal yang harus dilakukan
observer.
5) Menyiapkan media simulasi beserta perangkat atau softwer
pendukung lainnya

b. Tahap Pelaksanaan Tindakan


Temuan yang ada pada siklus I dan belum terlaksana dengan baik,
pada pelaksanaan pembelajaran siklus II dilakukan perbaikan dengan
terus melanjutkan proses yang telah berjalan dengan baik pada siklus I.
Perbaikan pelaksanaan pada siklus II, mengacu pada kendala dan hasil
refleksi siklus I.
Pada tahap ini, peneliti melaksanakan pembelajaran sesuai dengan
tahapan atau sintaks discovery learning untuk meningkatkan hasil
belajar peserta didik seperti yang sudah di rencanakan dan
dikembangkan dalam RPP pertemuan siklus II. Pelaksanaan
pembelajaran pada siklus II yaitu terdiri dari kegiatan pendahuluan,
inti dan penutup. Kegiatan pendahuluan meliputi salam dan do’a serta
pengkondisian kelas (kerapihan, kebersihan, kesehatan dan kehadiran),
apersepsi, penyampaian cakupan materi dan kegiatan, penyampaian
tujuan pembelajaran dan pembagaian kelompok beserta LKPD nya.
Kegiatan inti yaitu berupa pemberian rangsangan atau stimulus melalui
tayangan animasi gerak partikel pada suhu yang berbeda, identifikasi
masalah, pengumpulan data dengan melalui praktikum virtual dengan
dipandu LKPD dan buku sumber, pengolahan data dan infromasi,

27
pembuktian dan meanrik kesimpulan. Pada kegiatan penutup peserta
didik mereview materi, pemberian contoh soal, tes formatif (tes hasil
belajar siklus II), pemberian apresiasi, penyampaian informasi
kegiatan dan materi pertemuan berikutnya, dan doa serta salam.

c. Tahap Observasi Tindakan


Tahap observasi tindakan pada siklus II tidak jauh berbeda dengan
observasi pada siklus I. Observasi tindakan dilakukan secara
bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Pada kegiatan ini, peneliti
dibantu oleh observer untuk merekam dan mencatat setiap perilaku
yang muncul selama pembelajaran.
Pada siklus II peneliti dibantu oleh 2 observer yang meliputi Guru
Pamong dan teman sejawat. Proses belajar mengajar diamati dan
dicatat pada lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran sesuai
dengan tahapan discovery learning yang diintegrasikan dengan
penggunaan media simulasi. Lembar observasi keterlaksanaan
pembelajaran berisi kolom tahapan discovery learning (berisi
indikator-indikator keterlaksanaan), skolom kriteria skor (skala 0 – 4)
dan kolom deskripsi kegiatan (diisikan dengan kondisi nyata yang
teramati oleh observer). Hasil observasi pada siklus II akan di refleksi
dan dijadikan bahan pertimbangan tindakan selanjutnya.

d. Evaluasi
Pada tahap ini, peserta didik mengerjakan soal atau penilaian
formatif untuk mengetahui sejauh mana pemahaman konsep peserta
didik. Hasil dari penilaian ini akan dijadikan indikator keberhasilan
siklus II.
Evaluasi dilaksanakan setelah proses pembelajaran telah selesai
dilakukan. Pada siklus II, penilaian formatif dilakukan dalam bentuk
soal uraian yang terdiri dari lima nomor soal yang sudah disesuaikan
dengan indikator penilaian.

28
Hasil evaluasi atau penilaian formatif, diperiksa dan dijadikan
bahan refleksi keberhasilan siklus.

e. Tahap Refleksi Terhadap Tindakan


Tahap Refleksi pada siklus II tidak jauh berbeda dengan tahap
refleksi pada siklus I. Hasil observasi keterlaksanaan pembelajaran dan
hasil evaluasi dijadikan sebagai bahan untuk refleksi.
Pada tahap ini peneliti, teman sejawat dan guru pamong berdiskusi
mengenai kekurangan, kelebihan pada siklus II sesuai dengan hasil
observasi keterlaksanaan pembelajaran dan hasil penilaian formatif
siklus II. Hasil refleksi dijadikan juga sebagai bahan pertimbangan
untuk tindakan selanjutnya, apakah siklus berlanjut atau sudah cukup
karena sudah memenuhi target atau indikator keberhasilan yang sudah
dibuat.

D. Prosedur Substantif Penelitian


1. Pengumpulan Data
Pada dasarnya, prinsip pengumpulan data dalam penelitian
tindakan kelas tidak jauh berbeda dengan prinsip pengumpulan data pada
jenis penelitian yang lain. Jenis data yang diperoleh dalam penelitian ini
bersifat kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari hasil
observasi keterlaksanan kegiatan pembelajaran dengan model Discovery
Learning berbantuan Media Simulasi, sedangkan data kuantitatif
diperoleh dari tes formatif yang dilakukan pada setiap siklus sesuai
dengan Indikator Pencapaian Kompetensi.
Teknik pengumpulan data adalah cara bagaimana memperoleh data
yang dibutuhkan. Pengumpulan data dilakukan dengan tes, observasi dan
wawancara yang dilaksanakan selama dan setelah pembelajaran. Melalui
teknik pengumpulan data yang benar, peneliti akan memperoleh data atau
informasi yang valid atau memenuhi standar data sesuai kebutuhan.
Untuk mendapatkan data pada penelitian ini, peneliti menggunakan teknik
pengumpulan data sebagai berikut:

29
a. Teknik Tes
Tes merupakan cara untuk memperoleh informasi tentang
kemampuan aspek tertentu yang berbentuk serangkaian pertanyaan
atau tugas yang harus dikerjakan oleh subjek sehingga menghasilkan
suatu informasi tentang keadaan (kemampuan) subjek yang dapat
dibandingkan dengan suatu ukuran tertentu atau kelompok tertentu
yang ditetapkan (Padmono, 2009: 23-24). Tes merupakan sebuah
instrumen atau prosedur yang sistematis untuk mengukur sutu sampel
tingkah laku, yang dapat berbentuk tes lisan, ter tertulis, atau dalam
bentuk perbuatan (Nurgiyantoro, 2012: 7).
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tes hasil
belajar merupakan suatu alat pengumpul informasi yang berguna
untuk mengukur atau mengetahui kemampuan atau keberhasilan
seseorang dalam kegiatan pembelajaran. Dengan kata lain, untuk
mengetahui hasil belajar peserta didik dapat digunakan teknik tes
sebagai alat untuk mendapatkan informasi hasil belajarnya. Pada
penelitian ini tes yang dilakukan yaitu tes formatif pada setiap akhir
siklus. Tes formatif bertujuan untuk mendapatkan informasi
pemahaman konsep atau hasil belajar peserta didik pada ranah
kognitif. Butir soal yang dibuat pada tes formatif adalah butir soal
yang sudah disesuaikan dengan indikator pecapaian kompetensi pada
kompetensi dasar Memahami teori kinetik gas dan karakteristik gas
pada ruang tertutup. Tingkatan kognitif yanh diteskan apda setiap tes
formatif adalah tingkat C1-C4.

b. Teknik Observasi Partisipatif


Observasi merupakan upaya untuk merekam segala peristiwa dan
kegiatan yang terjadi selama tindakan perbaikan berlangsung dengan
atau tanpa alat. Observasi dalam penelitian ini dilaksanakan untuk
mengamati keterlaksanaan pembelajaran berbasis Penemuan
(Discovery Learning).

30
Peneliti dibantu oleh teman sejawat dan guru pamong dalam
melakukan observasi partisipatif sehingga jenis observasi partisipatif
yang dilakukan yaitu partisipatif aktifitas guru dan siswa selama
proses kegiatan belajar mengajar di kelas.

2. Pengolahan Data
Bentuk analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik
analisis statistik deskriptif. Arikunto, dkk (2008: 131) menyatakan bahwa
statistik deskriptif dapat digunakan untuk mengolah karakteristik data
yang berkaitan dengan menjumlahkan, merata-rata, mencari titik tengah,
mencari persentase, dan menyajikan data yang menarik, mudah dibaca,
dan diikuti alur berfikirnya. Dalam penelitian ini analisis statistik
deskriptif membandingkan hasil antar siklus, sedangkan analisis kualitatif
berkaitan dengan keterlaksanaan pembelajaran berbasis penemuan
(Discovery Learning). Data yang terkumpul dianalisis, dievaluasi dan
kemudian dilakukan refleksi untuk perbaikan.
Nilai rata-rata kelas menurut Ruswandi, dkk (2007: 210):
∑ 𝑓𝑥
𝑋= ∑𝑓

Keterangan:
X : rata-rata nilia
fx : Jumlah nilai
f : Jumlah peserta didik
data keterlaksanaan pembelajaran dikumpulkan dengan pedoman
observasi, kemudian ditentukan persentase keterlaksanaan dan selanjutnya
dianalisis kelebihan dan kekurangan untuk selanjutnya diperbaiki. Adapun
pedoman katagori ketercapaian sebagai berikut:
Tabel 3.1 Pedoman katagori ketercapaian
Hasil Katagori
30% - 60% Rendah
61% - 80% Sedang
81% - 100% Tinggi

31
Data tes hasil belajar dianalisis dengan menentukan rata-rata tes hasil
belajar dan jumlah tuntas KKM. Indikator keberhasilan dalam peneltian
tindakan kelas ini terdiri dari indikator individual dan klasikal. Dengan
KKM sebesar 70, Target individu peserta didik yang ditunjukan dengan
persentase banyaknya peserta didik yang tuntas atau mendapatkan nilai di
atas KKM (70). Secara klasikal peserta didik dikatakan meningkat hasil
belajarnya jika terjadi peningkatan rata-rata hasil belajar. Dengan
persentase 80% peserta didik tuntas KKM.

32
BAB IV
TEMUAN DAN PEMBAHASAN

A. Temuan dan Pembahasan


1. Siklus I
a. Temuan
1) Perencanaan
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap perencanaan
diantaranya adalah membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) dan media pembelajaran. Peneliti melakukan pengkajian
Kurikulum 2013 untuk menentukan Kompetensi Dasar yang
sesuai dengan pokok bahasan. Pengkajian ini dilakukan untuk
menyusun RPP yang sesuai dengan silabus yang ada di sekolah.
RPP yang disusun adalah RPP yang sesuai dengan Kurikulum
2013. Alokasi waktu yang direncanakan yaitu 8 x 45 menit. Fokus
penelitian ini pada mata pelajaran fisika. Kompetensi Dasar yang
digunakan pada penelitian ini yaitu KD: 3.6 Memahami teori
kinetik gas dan karakteristik gas pada ruang tertutup dan KD: 4.6
Mempresentasikan laporan hasil pemikiran tentang teori kinetik
gas dan makna fisisnya.
Media simulasi yang digunakan adalah media simulasi Phet “sifat
hayati gas”.
2) Pelaksanaan
Siklus I dilaksanakan pada hari Selasa, 25 September 2018
dengan alokasi waktu 2 x 45 menit dari pukul 14.05 – 15.25 dan
dilanjutkan pada hari Kamis, 27 September 2018 dengan alokasi
waktu 2 x 45 menit dari pukul 12.45 – 14.05. Fokus materi pada
siklus satu yaitu Hukum-hukum has ideal (Boyle, Charles, dan
Guy Lussac).
Pada siklus I, peneliti dibantu oleh tiga orang observer yang
terdiri dari satu orang dosen pembimbing, satu orang guru
pamong, dan satu orang teman sejawat peneliti. Pada kegiatan

33
awal, guru membuka dengan salam dan berdoa, selanjutnya guru
melakukan pengkondisian kelas berupa kerapihan dalam
berpakaian, kerapihan tempat duduk, kebersihan kelas dan
pemeriksaan kehadiran peserta didik. Guru melanjutkan dengan
apersepsi dalam bentuk demonstrasi dan tanya jawab, pada saat
demonstrasi peserta didik diminta untuk mengamati gerakan
cairan berwarna di piring yang masuk ke dalam gelas berlilin.
Tanya jawab pada kegiatan apersepsi berjalan dengan baik, peserta
didik mampu merespon dan mengingat konsep-konsep yang akan
dipakai dan dubutuhkan untuk menunjang pemahaman konsep
pada pertemuan siklus I. Kemudian guru menyampaikan informasi
tentang cakupan materi dan kegiatan pada pertemuan pertama
yaitu tentang hukum-hukum has ideal (Boyle, Charles, dan Guy
Lussac) dan selanjutnya guru menginformasikan tujuan
pembelajaran pada pertemuan siklus I.
Kegiatan inti diawali dengan membagi peserta didik
kedalam 5 kelompok yang terdiri dari 7-8 anggota kelompok
dengan setiap peserta didik mendapatkan Lembar Kerja Peserta
Didik Pertemuan Siklus I. Masing-masing kelompok membawa
laptop. Pada pertemuan ini 3 kelompok membawa 2 laptop dan 2
kelompok membawa 1 laptop. Setelah peserta didik duduk
bersama kelompoknya masing-masing, guru memberikan stimulus
melalui kegiatan demonstrasi. Selanjutnya guru menjelaskan cara
menjalankan aplikasi dan simulasi percobaan virtual gas ideal,
setelah itu peserta didik diberi kesempatan untuk menjalankan
simulasi dengan dipandu LKPD. Pada LKPD peserta didik
mencari infromasi dan data untuk selanjutnya digunakan untuk
mengerjakan pertanyaan pada kolom diskusi. Selama
pembelajaran, rasa ingin tahu peserta didik tinggi, terlihat dari
keaktifan peserta didik dalam bertanya. Setelah peserta didik
melakukan pengumpulan data, peserta didik melakukan

34
pengolahan data dan pembuktian dan dilanjutkan dengan menarik
kesimpulan serta presentasi di depan kelas.
Pada kegiatan penutup, peserta didik diberik kesempatan
untuk mengemukakan pendapatnya tentang materi yang telah
dipelajari (review materi), kegiatan apa saja yang telah dilakukan
dan bagaimana rasanya serta manfaat langsung maupun tidak
langsung dari hasil pembelajaran yang telah berlangsung.
Selanjutnya dengan dibimbing guru, peserta didik mengerjakan
latihan soal sesuai indikator pencapaian kompetensi. Setelah
latihan soal, peserta didik mengerjakan penilaian formatif tentang
Hukum-hukum has ideal (Boyle, Charles, dan Guy Lussac).
Peserta didik menerima apresiasi atas kegiatan dan sikap peserta
didik selama kegiatan pembelajaran dan menyimak tugas
terstruktur berupa latihan soal. Sebelum pembelajaran ditutup
dengan salam dan doa, peserta didik menyimak infromasi terkait
kegiatan pembelajaran pada pertemuan selanjutnya yaitu tentang
teroi ekipartisi energy dan energy dalam gas ideal.
Berdasarkan hasil pembelajaran siklus I, pemahaman
konsep peserta didik masih rendah terlihat dari jumlah peserta
didik yang memiliki hasil belajar belum tuntas sesuai Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) yang sudah ditetapkan. Hal tersebut
dapat dilihat pada tabel dan diagram di bawah ini.

Tabel 4.1 Analisis Hasil Belajar Peserta Didik Siklus I


Jumlah Nilai Jumlah ketuntasan
Nilai
Peserta
Tertinggi Terendah Rata-rata Tuntas Belum
Didik
36 100 30 77 25 11

35
Diagram 4.1 Persentase Ketuntasan Siklus I

31%

69%

Tuntas Belum Tuntas

Tabel analisis hasil belajar peserta didik di atas


menunjukkan bahwa dari jumlah keseluruhan peserta didik 36
orang, yang dinyatakan tuntas sebanyak 25 orang sedangkan 11
orang belum mencapai target ketuntasan. Nilai tertinggi 100 dan
nilai terendah 30 dengan nilai rata-rata kelas 77.
Persentase ketuntasan peserta didik dapat dilihat pada
grafik ketuntasan siklus I. Dari diagram di atas dapat dilihat
bawah 69% dari 36 peserta didik dinyatakan tuntas atau sejumlah
25 peserta didik, dan 31% dinyatakan belum tuntas atau sejumlah
11 peserta didik.
Hasil siklus I dapat disimpulkan bahwa upaya
meningkatkan hasil belajar peserta didik melalu discovery
learning berbantuan media simulasi belum mencapai target yang
sudah ditetapkan. Hal ini dapat digunakan sebagai bahan
perbaikan dalam pembelajaran berikutnya atau pada siklus
selanjutnya.

3) Pengamatan
Pelaksanaan tindakan siklus I dilakukan observasi oleh observer
yang terdiri dari dosen pembimbing, guru pamong dan teman
sejawat untuk mengamati aktivitas guru dan peserta didik serta
melihat keterlaksaan pembelajaran discovery sesuai dengan yang

36
direncanakan. Adapun persentase keterlaksanaan pembelajaran
discovery pada siklus I dapat dilihat pada diagram di bawah ini.
Diagram 4.2 Persentase Keterlaksanaan Pembelajaran Siklus I

25%

75%

Terlaksana Belum Terlaksana

Berdasarkan diagram persentase keterlaksanaan


pembelajaran discovery di atas, dapat dilihat bahwa pada siklus I
keterlaksanaan pembelajaran mencapi 75% dengan katagori
sedang. Berdasarkan pengamatan peserta didik terlihat antusias
dalam pembelajaran. Sebelum pelaksanaan pembelajaran dimulai,
peserta didik mempersiapkan diri dengan penuh antusias baik
mental maupun fisik serta peralatan yang akan digunakan. Pada
kegiatan siklus I tujuan dan cakupan materi belum dipaparkan
secara gamblang/ tidak ditulis dan peserta didik terlihat belum
terbiasa dengan pembelajaran discovery. Tampak pula bahwa
peserta didik masih mengalami kesulitan dalam membuat
hipotesis dan menentukan variabel. Masih terdapat kelompok yang
belum bisa menggunakan media simulasi. Peserta didik sudah
aktif dalam bertanya namun kurang aktif dalam mencari informasi
secara mandiri. Pada siklus I juga terlihat bahwa peserta didik
kurang aktif dalam diskusi tanya jawab dan ketika penilaian
formatif sebagian peserta didik masih bekerja sama dalam
menjawab penilaian formatif.
Berdasarkan hasil observasi, semua langkah pembelajaran
sudah dilaksanakan, namun masih terdapat banyak kekurangan

37
dalam pembelajaran. Kekurangan-kekurangan tersebut menjadi
bahan refleksi guru agar diperbaiki pada pertemuan selanjutnya.

4) Refleksi
Refleksi tindakan siklus I berdasarkan data hasil belajar
peserta didik dan hasil observasi keterlaksanaan pembelajaran
pada siklus I.
Hasil observasi keterlaksanaan pembelajaran, peserta didik
masih banyak yang mengalami kesulitan dalam membuat hipotesis
dan menentukan variabel. Pada kegiatan praktikum virtual banyak
waktu yang terbuang dan tidak efektif, karena peserta didik
merasa asing atau tidak familiar dengan simulasi dan aplikasi yang
digunakan sehingga peserta didik belum bisa menggunakan
simulasi dengan baik. Guru masih kesulitan dalam mengelola
kelas khusunya pada saat membimbing peserta didik dalam
praktikum virtual. Setiap kelompok terdiri dari 7 – 8 orang
sehingga guru sangat kesulitan dalam mengaturnya. Kendala yang
perlu diperbaiki pada siklus I, permasalahan peserta didik yang
masih belum bias menjalankan simulasi dengan baik, oleh sebab
itu peserta didik perlu diperkenalkan terlebih dahulu dengan
simulasi yang akan digunakan dan media diberikan kepada peserta
didik sebelum kegiatan pembelajaran agar peserta didik dapat
mengenali dan membiasakan dengan media simulasi yang akan
digunakan. Pembagaian kelompok juga harus diperbanyak, agar di
dalam kelompok peserta didik mudah diatur dan terlibat aktif
dalam kegiatan. Hasil dari refleksi siklus I akan dijadikan bahan
acuan dalam proses pembelajaran pada siklus II.

b. Pembahasan
Pelaksanaan tindakan siklus I sudah terlaksana sesuai dengan
langkah-langkah pembelajaran discovery learning berbantuan media

38
simulasi sesuai yang direncanakan untuk meningkatkan hasil belajar
perserta didik pada materi teori kinetik gas.
Setelah pelaksanaan siklus I dengan menerapkan model discovery
learning berbantuan media simulasi dan disesuaikan dengan indikator
keberhasilan yang direncanakan, diperoleh bahwa indikator
keberhasilan belum tercapai baik untuk hasil belajar maupun
keterlaksanaan pembelajaran. Pada siklus I untuk indikator
keterlaksanaan pembelajaran discovery learning diperoleh 75%
tercapai dengan katagori sedang, untuk indikator hasil belajar secara
individual 69% peserta didik dinyatakan tuntas dan 31% belum tuntas,
dengan nilai rata-rata kelas sebesar 77. Berdasarkan data tersebut,
pembelajaran discovery learning berbantuan media simulasi
dinyatakan belum tuntas yaitu masih berada pada katagori sedang
(61% - 80%). Secara garis besar hasil penelitian tindakan siklus I
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.2 Hasil Refleksi Siklus I
Hasil refleksi Rencana siklus II

1. Guru kesulitan a. Guru membagi kelas menjadi 8


mengelola kelas kelompok
b. Guru menentukan tim ahli tiap
kelompok
2. Waktu c. Guru melakukan demontrasi
pemebelajaran tidak percobaan virtual sebelum
efektif peserta didik melakukan
praktikum virtual

3. Masih banyak siswa d. Guru membagi kelompok


yang pasif beranggotkan 4-5 orang agar
pembagian tugas jelas
e. Guru memantau pekerjaaan
kelompok dan menjadikan

39
sebagai salah satu penilaian
sikap dan psikomotor
4. Simulasi praktikum f. Peserta didik diberikan LKS dan
virtual yang Simulasi sebelum pelaksanaan
digunakan masih pembelajaran
asing bagi siswa
5. Siswa kesulitan e. Guru dan dibantu tim ahli tiap
menentuka grafik kelompok bersama-sam
hubungan P, V, T membimbing jalan diskusi
pada sumbu x dan y kelompok

2. Siklus II
Siklus II dilaksanakan untuk memperbaiki hasil yang diperoleh pada siklus
I. Hal ini disesuaikan dengan analisis dan refleksi siklus I.
a. Temuan
1) Perencanaan
Perencanaan pada siklus II tidak jauh berbeda dengan siklus I.
perbedaannya terdapat pada indikator materi pembelajaran. Pada siklus
II topik yang direncanakan yaitu teori Ekipartisi Energi dan Energi
dalam gas ideal .
2) Pelaksanaan
Siklus I dilaksanakn pada hari Selasa, 2 Oktober 2018 dengan
alokasi waktu 2 x 45 menit dari pukul 14.05 – 15.25 dan dilanjutkan
pada hari Kamis, 4 Oktober 2018 dengan alokasi waktu 2 x 45 menit
dari pukul 12.45 – 14.05. Fokus materi pada siklus satu yaitu teori
Ekipartisi Energi dan Energi dalam gas ideal.
Pada siklus II, peneliti dibantu oleh dua orang observer yang terdiri
dari satu orang guru pamong, dan satu orang teman sejawat peneliti.
Pada kegiatan awal, guru membuka dengan salam dan berdoa,
selanjutnya guru melakukan pengkondisian kelas berupa kerapihan
dalam berpakaian , kerapihan tempat duduk, kebersihan kelas dan

40
pemeriksaan kehadiran peserta didik. Guru melanjutkan dengan
apersepsi dalam bentuk diskusi tanya jawab, dimana peserta didik
diminta untuk mengingat kembali tentang konsep gerak translasi dan
rotasi serta energi kinetik permolekul yang telah dipelajari pada
pertemuan sebelumnya. Kegiatan apersepsi berjalan dengan cukup
baik, peserta didik mampu merespon dan mengingat konsep-konsep
yang akan dipakai dan dubutuhkan untuk menunjang pemahaman
konsep pada pertemuan siklus II. Kemudian guru menyampaikan
informasi tentang cakupan materi dan kegiatan pada pertemuan
pertama yaitu tentang teorema ekuipartisi energi dan energi dalam
pada gas ideal dan selanjutnya guru menginformasikan tujuan
pembelajaran pada pertemuan siklus II.
Kegiatan inti diawali dengan membagi peserta didik kedalam 8
kelompok yang terdiri dari 4-5 anggota kelompok dengan setiap
peserta didik mendapatkan Lembar Kerja Peserta Didik Pertemuan
Siklus II. Masing-masing kelompok membawa laptop. Pada pertemuan
ini 5 kelompok membawa 2 laptop dan 3 kelompok membawa 1
laptop. Setelah peserta didik duduk bersama kelompoknya masing-
masing, guru memberikan stimulus melalui kegiatan demonstrasi
kemungkinan bergerak (derajat kebabasan) menggunakan model
diatomik. Pemberian stimulus selanjutnya yaitu melalui tanyangan
simulasi Ekuipartisi energi, dimana peserta didik diminta
memperhatikan gerakan partikel beserta arah geraknya. Selanjutnya
guru menjelaskan cara menjalankan aplikasi dan simulasi ekupartisi
energi secara klasikal melalui LCD Proyektor, setelah itu peserta didik
diberi kesempatan untuk menjalankan simulasi dengan dipandu LKPD.
Pada LKPD peserta didik mencari infromasi dan data untuk
selanjutnya digunakan untuk mengerjakan pertanyaan pada kolom
diskusi. Selama pembelajaran, rasa ingin tahu peserta didik tinggi,
terlihat dari keaktifan peserta didik dalam bertanya. Setelah peserta
didik melakukan pengumpulan data, peserta didik melakukan

41
pengolahan data dan pembuktian dan dilanjutkan dengan menarik
kesimpulan serta presentasi di depan kelas.
Pada kegiatan penutup, peserta didik diberi kesempatan untuk
mengemukakan pendapatnya tentang materi yang telah dipelajari
(review materi), kegiatan apa saja yang telah dilakukan dan bagaimana
rasanya serta manfaat langsung maupun tidak langsung dari hasil
pembelajaran yang telah berlangsung. Selanjutnya dengan dibimbing
guru, peserta didik mengerjakan latihan soal sesuai indikator
pencapaian kompetensi. Setelah latihan soal, peserta didik
mengerjakan penilaian formatif tentang ekuipartisi energi dan energi
dalam. Peserta didik menerima apresiasi atas kegiatan dan sikap
peserta didik selama kegiatan pembelajaran dan menyimak tugas
terstruktur berupa latihan soal. Sebelum pembelajaran ditutup dengan
salam dan doa, peserta didik menyimak infromasi terkait kegiatan
pembelajaran pada pertemuan selanjutnya yaitu tentang hukum-hukum
gas ideal.
Pada siklus II, peserta didik mulai terbiasa dengan pembelajaran
discovery, sehingga aktivitas peserta didik lebih baik dari siklus I.
Peserta didik sudah dapat menentukan variabel dengan tepat dan
merumuskan hipotesis yang akan diujinya. Pada siklus ini kegiatan
diskusi dan tanya jawab berjalan dengan baik. Secara keseluruhan
tahapn pembelajaran discovery berjalan dengan baik sesuai dengan
perencanaan. Persentase peserta didik yang tuntas KKM juga
mengalami kenaikan, yaitu 94% peserta didik tuntas KKM. Hal
tersebut dapat dilihat pada tabel dan diagram di bawah ini.
Tabel 4.3 Analisis Hasil Belajar Peserta Didik Siklus II
Jumlah Nilai Jumlah ketuntasan
Nilai
Peserta
Tertinggi Terendah Rata-rata Tuntas Belum
Didik
36 98 53 84 32 4

42
Diagram 4.3 Persentase Ketuntasan Siklus II

6%

94%

Tuntas Belum Tuntas

Tabel analisis hasil belajar peserta didik di atas menunjukkan


bahwa dari jumlah keseluruhan peserta didik 36 orang, yang
dinyatakan tuntas sebanyak 32 orang sedangkan 4 orang belum
mencapai target ketuntasan. Nilai tertinggi 98 dan nilai terendah
53 dengan nilai rata-rata kelas 84.
Persentase ketuntasan peserta didik dapat dilihat pada
grafik ketuntasan siklus II. Dari diagram di atas dapat dilihat
bawah 94% dari 36 peserta didik dinyatakan tuntas atau sejumlah
32 peserta didik, dan 6% dinyatakan belum tuntas atau sejumlah 4
peserta didik.
Hasil siklus II dapat disimpulkan bahwa upaya
meningkatkan hasil belajar peserta didik melalui discovery
learning berbantuan media simulasi sudah mencapai target yang
ditetapkan.

3) Pengamatan
Pada Pelaksanaan tindakan siklus II dilakukan observasi oleh
observer yang terdiri dari guru pamong dan teman sejawat untuk
mengamati aktivitas guru dan peserta didik serta melihat keterlaksaan

43
pembelajaran discovery sesuai dengan yang direncanakan. Pada siklus
II keterlaksanaan pembelajaran discovery mengalami peningkatan.
Adapun persentase keterlaksanaan pembelajaran discovery pada siklus
II dapat dilihat pada diagram di bawah ini.
Diagram 4.4 Persentase Keterlaksanaan Pembelajaran Siklus II

7%

93%

Terlaksana Belum Terlaksana

Berdasarkan diagram persentase keterlaksanaan pembelajaran


discovery di atas, dapat dilihat bahwa pada siklus II keterlaksanaan
pembelajaran mencapi 93% dengan katagori tinggi.
4) Refleksi
Berdasarkan hasil observasi, pelaksanaan pembelajaran sudah sesuai
dengan langkah-langkah pembelajaran discovery untuk meningkatkan
hasil belajar peserta didik. Pelaksanaan pada siklus II lebih baik
dibandingkan pada siklus I. Peserta didik sudah paham tentang
besaran-besar makrsokopis dan mikroskopis gas ideal dan mampu
menerapkan dalam permasalahan fisika.
b. Pembahasan
Selama pelaksanaan penelitian tindakan kelas yang terdiri dari dua
siklus, diperoleh hasil pada siklus ke II lebih baik dari siklus I. adapaun
perbandingan hasil siklus I dan II dijabarkan sebagai berikut:
1) Profil Keterlaksanaan Pembelajaran Discovery Learning
Selama dua siklus berlangsung, perubahan profil keterlaksanaan
pembelajaran discovery dapat diamati pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Persentase Keterlaksanaan Pembelajaran Discovery

44
Perubahan persentase
keterlaksanaan
Profil Keterlaksanaan
Discovery Leraning Siklus 1 Siklus 2

75% 93%

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa persentase keterlaksanaan


pembelajaran discovery mengalami peningkatan sebesar 18%.
2. Hasil Tes/ Penilaian Formatif
Berdasarkan hasil penilaian atau tes formatif yang dilakukan pada siklus I
dan siklus II ditemukan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar peserta
didik. Hasil tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Hasil Tes/ Penilaian Formatif
Nilai Rata-rata Peserta Didik Tuntas KKM
Nilai Tes
Siklus 1 Siklus 2 Siklus 1 Siklus 2

77 84 69% 94%

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata hasil belajar
peserta didik mengalami peningkatan sebesar 18% (14) dan jumlah
peserta didik tuntas KKM meningkat sebesar 25%. Berdasarkan
pengamatan pada siklus I, tujuan dan cakupan materi belum dipaparkan
secara gamblang/ tidak ditulis dan peserta didik terlihat belum terbiasa
dengan pembelajaran discovery. Tampak pula bahwa peserta didik masih
mengalami kesulitan dalam membuat hipotesis dan menentukan variabel.
Masih terdapat kelompok yang belum bisa menggunakan media simulasi.
Peserta didik sudah aktif dalam bertanya namun kurang aktif dalam
mencari informasi secara mandiri. Pada siklus I juga terlihat bahwa
peserta didik kurang aktif dalam diskusi tanya jawab dan ketika penilaian
formatif sebagian peserta didik masih bekerja sama dalam menjawab
penilaian formatif. Persentase peserta didik yang tuntas KKM belum
mencapai target.
Pada siklus II, peserta didik mulai terbiasa dengan pembelajaran
discovery, sehingga aktivitas peserta didik lebih baik dari siklus I. Peserta

45
didik sudah dapat menentukan variabel dengan tepat dan merumuskan
hipotesis yang akan diujinya. Pada siklus ini kegiatan diskusi dan tanya
jawab berjalan dengan baik. Secara keseluruhan tahapn pembelajaran
discovery berjalan dengan baik sesuai dengan perencanaan. Persentase
peserta didik yang tuntas KKM juga mengalami kenaikan, yaitu 94%
peserta didik tuntas KKM.
Berdasarkan hasil analisis profil keterlaksanaan pembelajaran
discovery dan hasil belajar peserta didik diketahui bahwa peserta didik
mengalami peningkatan hasil belajar dari siklus I ke siklus II. Terdapat
beberapa kemungkinan yang mempengaruhi peningkatan ini, salah
satunya penerapan pembelajaran discovery berbantuan media simulasi.
Pada pembelajaran discovery peserta didik akan dituntut aktif dan terlibat
langsung dalam pembelajaran, sehingga konsep-konsep fisika akan
dibangun dan diingat dengan baik oleh peserta didik. Penggunaana media
simulasi dapat membantu peserta didik dalam membangun konsep-
konsep yang bersifat abstrak menjadi terlihat nyata.
Melalui model discovery learning berbantuan media simulasi, hasil
belajar peserta didik meningkat. Peningkatan hasil belajar peserta didik
dapat terlihat dari rata-rata nilai kelas dan jumlah peserta didik yang
tuntas KKM. Nilai rata kelas meningkat dari 77 menjadi 91 yaitu sebesar
14 atau sekitar 18% dengan jumlah peserta didik yang tuntas KKM
meningkat dari 69% menjadi 94%.
Pelaksanaan tindakan penelitian berdasarkan hasil penelitian dari
siklus I sampai siklus II, menunjukan bahwa tindakan penelitian dengan
model discovery learning berbantuan media simulasi untuk meningkatkan
hasil belajar peserta didik pada materi teori kinetik gas sudah tercapai.
Meskipun sudah dilaksanakan dengan baik, tentu saja terdapat
kelemahan-kelemahan yang ada di setiap siklus yang menghambat
penelitian. Pada akhir siklus II diperoleh hasil yang sudah mencapai
target, sehingga penelitian ini tidak perlu dilanjutkan pada tahap
selanjutnya.

46
B. Keterbatasan Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian dari siklus I sampai siklus II, ditperoleh
bahwa tindakan penelitian dengan model discovery learning berbantuan
media simulasi untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik pada materi
teori kinetik gas sudah tercapai dengan baik. Meskipun sudah dilaksanakan
dengan baik, masih terdapat kelemahan-kelemahan yang ada pada setiap
siklus. Peneliti sudah melakukan refleksi disetiap akhir siklus untuk dijadikan
bahan perbaikan pada siklus berikutnya.
Beberapa kelemahan dari penelitian tindakan ini yang berpengaruh
terhadap pelsakanaan untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik yaitu: 1)
proses pembelajaran membutuhkan waktu yang cukup lama sehingga peserta
didik kekurangan waktu untuk melakukan pengamatan dan pengumpulan
infromasi, 2) sebagian besar siswa masih belum mampu membuat grafik dan
skala garfik dengan baik dan benar, 3) keterbatsan atau kemampuan guru
yang kurang maksimal dalam pembelajaran, khususnya pada pengelolaan
kelas, dan 4) ketersediaan perangkat laptop yang terbatas sehingga
pengambilan data tidak dapat dibagi tugas dalam satu waktu.

47
BAB V
SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Simpulan
Berdasarkan hasil temuan dan pembahasan penelitian “Upaya
Meningkatkan Hasil Blajar Peserta Didik Melalui Discovery Learning
Berbantuan Media Simulasi pada Materi Teori Kinetik Gas” yang dilakukan
dalam dua siklus, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pelaksanaan pembelajaran dengan model discovery learning berbantuan
media simulasi terdiri dari enam tahapan yaitu pemberian rangsangan,
identifikasi masalah, pengumpulan data, pengolahan data, pembuktian,
dan menarik kesimpulan yang terintegrasi dengan media simulasi dan
Lembar Kerja Peserta Didik. Diperoleh keterlaksanaan mencapai 93%
dengan katagori tinggi (81%-100%).
2. Ketika diterapkan model discovery learning berbantuan media simulasi
untuk materi teori kinetik gas, ada peningkatan hasil belajar dengan
katagori tinggi (81-100%). Sehingga dapat disimpulkan bahwa model
discovery learning berbantuan media simulasi dapat meningkatkan hasil
belajar peserta didik khususnya pada materi-materi fisika yang bersifat
abstrak seperti teori kinetik gas.

B. Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam penerapan model discovery learning berbantuan media
simulasi. Peneliti mengajukan beberapa rekomendasi kepada guru atau
peneliti selanjutnya yang akan menerapkan model discovery learning
berbantuan media simulasi dalam pembelajaran. Rekomendasi tersebut
sebagai berikut:
1. Bagi guru yang akan menerapkan discovery learning berbantuan media
simulasi, pernanan guru sangat penting. Guru harus mampu memfasilitasi
peserta didik dalam menemukan konsep-konsep yang dipelajari. LKS dan
ketersdiaan perangkat laptop untuk mengkases media simulasi juga perlu

48
diperhitungkan. Peserta didik harus dipastikan dapat mengoperasikan
media simulasi agar selama kegiatan pembelajaran proses praktikum
virtual dapat berjalan dengan baik.
2. Bagi sekolah, hasil penelitian penerapan discovery learning berbantuan
media simulasi untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik harus
menjadi pertimbangan dalam memilih model pembelajaran agar
pembelajaran benar-benar tidak membosankan dan siswa secara
konstruktif membangun cara berfikir peserta didik.
3. Rekomendasi yang dianjurkan untuk peneliti selanjutnya adalah
menerapkan model discovery learning berbantuan media simulasi pada
materi pembelajaran fisika lain yang bersifat abstrak atau materi
pembelajaran yang tidak tersedia alat peraga atau parktikum secara nyata.

49
DAFTAR PUSTAKA

Aris, Shoimin. 2014. 68 model pembelajaran inovatif dalam kurikulum 2013.


Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Chairinda, Cut Ika. dkk. 2017. Penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing
untuk meningktakan hasil belajar siswa kelas XI MIA 1 pada materi getaran
harmonis di SMAN 12 Banda Aceh. Aceh: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan
Fisika. Vol. 2, No.1:70-76.
Hamalik, Oemar. 2002. Psikologi Belajar Mengajar. Bandung:
Sinarbaru Algessindo.
Hanafiah, Nanang dan Suhana, Cucu. 2009. Konsep Strategi Pembelajaran.
Bandung: PT Refika Aditama.
Istiqomah. Sulton, Muhammad. 2013. Sukses Uji Komepetensi Guru. Jakarta:
Dunia Cerdas.
Kemendikbud. 2016. Salinan Lampiran Permendikbud No 20 tahun 2016 tentang
Standar Kelulusan. Jakarta: kemendikbud.
Kemendikbud. 2016. Salinan Lampiran Permendikbud No 21 tahun 2016 tentang
Standar Isi. Jakarta: kemendikbud.
Kemendikbud. 2016. Salinan Lampiran Permendikbud No 22 tahun 2016 tentang
Standar Proses. Jakarta: kemendikbud.
Kemendikbud. 2016. Salinan Lampiran 08 Permendikbud No 24 tahun 2016
tentang Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar. Jakarta: kemendikbud.
Maulida, Abdul Ghani. Iswanto. Wahyu Tri Idayanti. Sholohatin Nadhifah. 2013.
Media Berbasis Komputer. Semarang: IAIN Walisongo Semarang.
Ningrum, Epon. 2014. Pene litian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Ombak.
Sadiman, Arief S. Rahardjo. Haryono, Anung. Rahardjito. 2005. Media
Pendidikan, Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya. Jakarta: Rajawali
Press.
Sudjana, Nana. 2014. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Suprijono, Agus. 2011. Model-Model Pembelajaran. Jakarta: Gramedia Pustaka

50
Jaya.
Trisianawati, Eka. dkk. 2016. Penerapan model inkuri terbimbing pada materi
gerak harmonik sederhana di kelas XI IPA MAN Sanggau Ledo. Pontianak:
Jurnal Ilmu Pendidikan Fisika. Vol. 1, No. 1: 23-28.
Uno, Hamzah. 2008. Model Pembelajaran, Menciptakan Proses Belajar
Mengajar Yang kreatif dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara.

51
LAMPIRAN

52

Anda mungkin juga menyukai